BAB III AGAMA BAHÁ’Í - KONSEP DAN MAKNA KETUHANAN DALAM AGAMA BAHÁ’Í - Raden Intan Repository

BAB III AGAMA BAHÁ’Í A. Sejarah Agama Bahá’í Umumnya setiap agama memiliki latar belakang sejarah dimana pendiri

  memulai sebuah usaha penyebaran dalam kurun waktu dan tempat tertentu akan ajaran yang terdapat pada Agama yang di usung-Nya, sama halnya dengan agama yang lain. Agama Bahá’í juga memiliki sejarah yang cukup panjang dimulai sejak masa awal berdirinya di sebuah kota negara iran yang akan peneliti uraikan di bawah.

  Masa awal abad kesembilan belas, latar belakang negara Iran atau Persia ketika itu dalam keadaan yang parah dan pada tahap keruntuhan, dengan keadaan yang sedemikian maka muncullah sekumpulan ulama cerdik yang menyuarakan sebuah reformasi atau pembaharuan sebagai bintang harapan untuk keberlangsungan masa depan yang lebih baik.

  Di antara mereka termasuklah seorang terkemuka dan amat dihormati orang, bernama syeikh Ahmad Ahsai yang menetap di kota suci Karbala, awal Ia mengajarkan kepada masyarakat akan kemunculan “Yang dijanjikan” seperti yang diramalkan. Ajaran-ajaran syeikh Ahmad menarik bak pengikut bahkan

  

  Sebelum meninggal dunia pada tahun 1826 syeikh Ahmad telah memberikan amanah kepada salah seorang pengikut untuk meneruskan kepemimpinan serta gerakan mencari Yang dijanjikan. Sayyid Kazim menyeru kepada pengikut untuk terus mencari Yang dijanjikan dengan menelusuri setiap sudut kota dan daerah- daerah terpencil sekaligus menjernihkan hati sebagai persiapan untuk kehadiran Yang dijanjikan.

  Pengikut-pengikut Sayyid Kazim bertambah pesat baik mereka yang berasal dari Parsi dan Iraq mencakup para remaja seperti Mulla Husein seorang pengikut terkemuka dan terpercaya dalam gerakan yang dipelopori oleh Sayyid Kazim. Ketika Mulla Husein sibuk menyempurnakan tugas dan amanat guru di Karbala, Iraq, Sayyid Kazim meninggal dunia pada bulan Desember 1843.

  Walaupun berduka atas kematian guru Mulla Husein berikhtiar untuk memulai gerakan mencari Yang dijanjikan setelah kembali dari Karbala.

  Sesuai pesan yang disampaikan Sayyid Kazim dengan tegas kepadanya setiap pengikut meninggalkan rumah mereka dan menyebar jauh kemana-mana

  

  untuk mencari Yang kedatangan ditunggu-tunggu.Setelah menghabiskan 40 hari dalam ibadah, puasa, tafakur Mulla Husein menguatkan tekad meskipun pengikut- pengikut lain enggan dan keberatan meninggalkan rumah halaman mereka.

  Dia melangkah menuju Parsi bersama dua orang teman, mula-mula ke kota Bushir yang terletak di teluk Parsi dan ke kota Shiraz seperti tertarik pada satu daya kuat hati nurani ke arah kota Shiraz, letih dan berdebu setelah perjalanan jauh yang memakan waktu kemudian ia ditemui oleh seorang anak muda yang tak dikenali di pintu masuk kota Shiraz, dan Mulla Husein disambut. Dengan mesra selayak teman dekat, pemuda itu menggunakan pakaian serba hijau

  

  yang menandakan ia adalah keturunan nabi Muhammad SAWNama ialah

2 Wlliams Sears, Terbitlah Sang Surya, terj. Sekelompok Penterjemah (Jakarta: Majelis Rohani Nasional Bahá’í Indonesia, 2000) h. 11.

  Sayyid Ali Muhammad, kemudian dibawa Mulla Husein kerumah. Setelah membersihkan diri dan memuaskan dahaga dengan minuman yang telah disediakan, Mulla Husein berbincang dan bercerita panjang mengenai maksud dan tujuan kedatangan ke kota Shiraz, setelah Mulla Husein selesai menjelaskan secara rinci maksud kedatangan tanpa diduga pemuda itu mengatakan dengan suara lantang dan jelas bahwa dia adalah yang dijanjikan yang sedang dicari-cari oleh Mulla Husein dan rekan-rekan yang telah diramalkan oleh Sayyid Kazim dan syeikh Ahmad, pemuda itu mendakwa kembali bahwa ia adalah B́́ab. B́́ab berarti “pintu gerbang” sang bab adalah pintu gerbang suatu kerajaan baru yakni kerajaan

4 Tuhan di bumi. B́́ab juga dimaksudkan sebagai utusan Tuhan yang membuka

  pintu gerbang tersebut agar manusia memasuki sebuah ajaran dan zaman baru yakni zaman kedewasaan manusia.

  Mulla Husein terkejut dengan apa yang telah disampaikan oleh pemuda itu, tetapi ia menyadari bahwa Sayyid Ali Muhammad memiliki segala syarat dan kelayakan yang diramalkan oleh guru perihal Yang dijanjikan. Adapun ramalan tersebut ialah :

  “Sesungguh dalam tahun ’60 (1260 Hijriah/1844) Agama akan dilahirkan dan nama akan terdengar kemana-mana” “Dalam nama, nama wali (Ali) mendahului nama nabi (Muhammad)” “Dalam tahun1260 pohon hidayat Ilahi akan ditanam” “Menteri-Menteri dan para pendukung agama akan terdiri dari orang-orang

  

  4 Husmand Fathe’azzam, Taman Baru, terj. Sekelompok penterjemah (Jakarta: Majelis Rohani Nasional Bahá’í Indonesia, 2002), h. 35.

  5 Wlliams Sears, Terbitlah Sang Surya, terj. Sekelompok penterjemah, Mulla Husein mempunyai dua landasan ujian yang diharapkan dapat menentukan kebenaran dari barang siapa yang mengaku bahwa diri adalah utusan Tuhan, yang pertama adalah sebuah risalah yang disusun sendiri, risalah ini berisi ajaran-ajaran tersembunyi yang sukar dari syeikh Ahmad dan Sayyid Kazim, siapa yang dapat membuka rahasia-rahasia maka akan diuji dengan menerangkan tafsiran mengenai surat Yusuf, Mulla Husein menceritakan kembali permasalahan.

  “Saya merasakan bahwa inilah saat untuk memberikan kepada risalat saya sendiri. Sudilah untuk membaca buku saya ini dan melihat dengan sabar pada halaman-halaman saya minta kepada. Ia membuka buku itu memandang sebentar beberapa bagian tertentu lalu ditutup dan mulai bercakap-cakap dengan saya. Dalam beberapa menit saja, Ia bersemangat dan menawan hati, membuka rahasia dan memecahkan semua masalah yang telah menggelisahkan hatiku. Selanjut Ia memberikan keterangan kepada saya kebenaran-kebenaran tertentu yang tidak dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan Sayyid Kazim maupun syekh Ahmad. Ajaran ini yang belum pernah saya dengar sebelum,

   seolah-olah mengandung kehidupan dan kekuatan yang menyegarka

  Keyakinan menjadi semakin bertambah tatkala pemuda itu secara spontan

  

  memberikan sebuah penafsiran mengenai surat Yusdengan peristiwa itu Mulla Husein memulai kepatuhan pada Sang Bab, tuan yang ditunggu-tunggu selama ini dan menjadi pengikut pertama dengan gelar Babul-bab bagi satu agama baru yang dipelopori oleh B́́ab.

  Detik bersejarah ini terjadi pada malam 22 mei 1844 yang menandakan

permulaan satu era baru dalam evolusi manusia. Bagi kaum Bahá’í tanggal itu

merupakan awal dari terbentuk agama Bahá’í. Sebagian 17 orang lagi atas daya

usaha sendiri telah mencari Sang Bab dan menemui dan menjadi pengikut-

6 Wlliams Sears, Op. Cit. h. 16

  

pengikut pertama Sang Bab. Beberapa pengikut pertama Sang Bab adalah sebagai

berikut :

  1. Mulla Husein Al-Bushrui

  2. Muhammad Hasan

  3. Muhammad Baqir

  4. Mulla Ali Al-bastami

  5. Mulla Khuda Bakhsh Al-Quchani

  6. Mulla Hasan Al-Bajistani

  7. Siyyid Husein Al-Yazdi

  8. Mirza Muhammad Rawdih Khan Al-Yazdi

  9. Said Al-hindi

  10. Mulla Mahmud Al-Khui

  11. Mulla Jalil AL-Umumi

  12. Mulla Ahmad Al-ibdalil Haraghi

  13. Mulla Baqir Al-Tabrizi

  14. Mulla Yusuf Al-Ardibili

  15. Mirza Hadi

B. Tokoh Pendiri Agama Bahá’í

  Setiap agama pasti memiliki tokoh yang menjadi pengusung sekaligus penyampai awal dari sebuah ajaran tersebut. Seperti halnya agama yang ada di dunia yang mengirimkan Krisna sebagai perwujudan Tuhan, Sang Buddha, Musa, Yesus Kristus dan Rasulullah Muhammad. Begitupun dalam agama Bahá’í, perjalanan sejarah tokoh dan yang mereka yakini sebagai yang dijanjikan telah dituliskan oleh Husmand Fathe’azzam dalam bukunya Taman Baru menjelaskan nama serta perjalanan hidup tokoh dalam agama Bahá’í, menjadi empat sosok yang dikirimkan oleh Tuhan di zaman ini demi transformasi rohani manusia yaitu:

  1. Sang B́́ab (Ali Muhammad) Ali Muhammad merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw. Ia dilahirkan di kota yang indah di Iran selatan yang bernama Shiraz. Rakyat Iran adalah penganut Nabi Muhammad, maka Ia diberi nama yang banyak digunakan di negeri itu. Ia dipanggil dengan nama Ali Muhammad. “B́́ab” berarti “Pintu Gerbang”! Sang B́́ab adalah pintu gerbang suatu kerajaan baru, yakni Kerajaan

  Sewaktu masih kecil Ia dikirim kepada seoarang guru yang mengajarkan Al-Qur’an dan pelajaran-pelajaran dasar. Masa kecil Sang B́́ab berbeda dari anak- anak lain. Ia gemar menanyakan pertanyaan yang sulit, dan kemudian memberikan jawaban-Nya sendiri dengan cara yang mengagumkan orang-orang dewasa. Ketika anak-anak lain sibuk bermain, Ia sering ditemukan sedang asyik

  

  Sehingga Pada kemudian hari, sewaktu sang B́́ab mengumumkan hakikat-Nya sebagai Seorang Perwujudan Tuhan, baik paman-Nya atau guru-Nya percaya Kepada-Nya karena mereka telah mengenalnya sejak Ia kecil, dan melihat perbedaan antara dia dan anak-anak lainnya.

8 Husmand Fathe’azzam, Op. Cit. H. 28.

  Sebelum sang B́́ab mengumumkan Diri sebagai utusan Tuhan di usia-Nya yang ke 25 ada dua guru yang termasyhur yang mengatakan bahwa menurut Al- Qur’an dan hadis-hadis suci, Ia Yang Dijanjikan dalam Islam akan segera datang. Kedua guru ini adalah syekh Ahmad dan pengikut utamanya, Sayyid Kazim. Karena mereka adalah orang-orang suci dan sangat pandai, banyak orang yang percaya pada apa yang mereka ajarkan dan menyiapkan diri untuk menerima Dia Yang Dijanjikan.

  Ketika Sayyid Kazim meninggal, para pengikutnya menyebar ke berbagai penjuru untuk menemukan Dia Yang Dijanjikan. Mereka mengikuti contoh seorang pemuda yang shaleh dan pandai yeng bernama Mulla Hasein. Setelah berdoa dan berpuasa 40 hari beberapa orang di antara mereka pergi menuju Shiraz. Doa-doa mereka terjawab. Di dekat pintu gerbang pintu kota shiraz, Mulla Husein menuju rumah-Nya dan di sana pada tanggal 23 Mei 1844, sang B́́ab menyatakan Diri Sebagai Ia yang Dijanjikan.

  Hati Mulla Husein telah tertarik pada sang B́́ab sejak saat matanya tertuju pada-Nya di luar pintu gerbang kota Shiraz, tetapi kini ketika Tuan Rumahnya menyatakan Diri-Nya sebagai Ia Yang Dijanjikan, ia minta beberapa bukti. Sang B́́ab bersabda bahwa tak ada bukti yang lebih besar lagi daripada ayat-ayat Ilahi yang diwahyukan oleh Perwujudan Tuhan. Kemudian, dengan mengambil pena

  

  Mulla Husein menjadi pengikut-Nya yang pertama Sang B́́ab memberikan gelar Babul- B́́ab padanya yang berarti Pintu dari Pintu Gerbang. Malam yang bersejarah bagi umat Bahá’í karena sejak itu penanggalan dalam agama Bahá’í dimulai. Kepercayaan terhadap Sang B́́ab semakin banyak bermunculalan hal itu ditandai dengan Tulisan suci-Nya yang dibaca dan membuat masyarakat kagum terhadap-Nya dan juga beberapa mendapati-Nya melalui mimpi dan mata.

  Cahaya Perwujudan Tuhan bersinar begitu terang sejak saat itu, semua yang bangun melihatnya dengan jelas menerangi gelapnya dunia yang penuh dengan kekacauan dan bahkan digambarkan cahaya cemerlang sinar kehadiran perwujudan Tuhan yang dijanjikan mampu membangunkan seorang yang sedang tertidur.

  Pergerakan yang di dorong semangat membara untuk menyampaikan amanat Sang B́́ab mula-mula disampaikan kepada rakyat Iran, tetapi orang-orang muslim dari negeri lain belum mengetahui bahwa Ia yang dijanjikan telah datang. Oleh karena itu, ketika beribu-ribu orang muslim dari beberapa negeri berkumpul di Mekkah untuk melakukan ibadah haji, Sang B́́ab mengunjungi tempat yang tersuci bagi agama Islam itu, untuk mengumumkan kepada mereka telah datang, dan Ia adalah Orang yang dijanjikan itu. Tak seorang pun diantara mereka

  

  mendengarkan Dia tetapi Sang B́́ab telah melengkapkan Pengumuman-NyaIa menyampaikannya dengan penuh rasa semangat dan percaya diri. Dan Sang B́́ab kembali di tanah air-Nya, ia ditemukan oleh serombongan tentara yang telah datang untuk menahan-Nya karena kaum ulama yang fanatik tidak menginginkan ajaran baru ini tersebar. Kaum ulama mengadakan semacam usaha untuk memadamkan Cahaya Tuhan yang sedang bernyala-nyala dalam dada Sang B́́ab terus ditimpa kesukaran dan kesulitan. Setelah mengumumkan putusan-Nya, kebanyakan masa hidup-Nya yang singkat tetapi cemerlang, dilewatkan dalam penjara, dua kali Ia dikirim ke penjara yang berada di pegunungan yang sangat dingin dan sukar di daki. Tetapi tak ada rantai atau penjara yang pernah dapat menghalangi penyebaran Ajaran Tuhan Ketika Sang B́́ab berada dalam penjara, para pengikutnya yang setia menyebarkan Amanat-Nya ke seluruh negeri, selama waktu yang singkat itu, beribu-ribu orang telah mengorbankan hidup mereka demi sebuah Ajaran-Nya.

  Sang B́́ab masih muda, usia-Nya kira-kira 31 tahun ketika mereka memutuskan untuk membunuh-Nya. Sang B́́ab mengetahui bahwa ia akan dimati syahidkan dijalan Tuhan. Ia merasa senang mengorbankan hidup-Nya agar orang- orang di dunia dapat mengerti tujuan hidup mereka dan menghadap kepada Kerajaan Tuhan yang kekal.

  Hari kesyahidan-Nya pada tanggal 9 juli 1850. Pagi-pagi perwira yang bertugas untuk menembak Sang B́́ab, datang kepada-Nya dipenjara, Sang B́́ab sedang bercakap-cakap dengan para pengikut-Nya yang sedang menulis pesan- pesan-Nya yang terakhir. Perwira itu mengatakan kepada-Nya saat kematian-Nya telah tiba dan para prajurit telah siap di alun-alun kota untuk menjalankan tugasnya. Sang B́́ab berkata bahwa harus menyelesaikan percakapan-Nya dengan murid-Nya, tetapi perwira itu tertawa dan berkata bahwa seorang hukuman dapat memilih apa yang ia inginkan.

  Ketika Sang B́́ab dibawa keluar, ia berkata bahwa tak ada kekuasaan di bumi ini yang dapat mengganggu-Nya sampai Ia melengkapi misi-Nya di dunia ini, dan menyelesaikan pembicaraan-Nya. Perwira-perwira itu tak menaruh sedikitpun perhatian terhadap kata-kata Sang B́́ab. Dan Sang B́́ab dibawa ke alun- alun bersama seorang pemuda bernama Muhammad Ali Zanusi yang ingin dimati syahidkan bersama Dia. Pada hari sebelumnya sebelum Sang B́́ab dibawa kepenjara, pemuda ini bersegera menghampiri dan menjatuhkan diri-Nya di kaki guru yang dicintanya, dan meminta agar diizinkan mati bersama-Nya. Perwira yang membawa Sang B́́ab waktu itu berusaha mengusir dia tetapi Muhammad Ali Zanusi menangis dan memohon dengan sangat agar ia dibolehkan untuk dibawa juga. Maka ia juga dipenjarakan bersama Sang B́́ab dan dibawa ke alun-alun

  

  untuk dimati syahidkaTragis dan menyedihkan, begitulah banyak cerita mengenai perwujudan Tuhan yang mengorbankan diri-Nya demi Agama Tuhan.

  Banyak orang berkumpul di lapangan di mana para prajurit sedang menunggu untuk menembak Sang B́́ab. Semua mengamati ketika Sang B́́ab dan murid-Nya yang muda itu diikat sedemikian rupa sehingga kepala sang murid berada di depan dada Kekasihnya.

  Kemudian tibalah saat yang mendebarkan, genderang dibunyikan, terompet ditiup, dan ketika suara terompet menghilang, perintah yeng mengerikan diteriakkan: “Tembak!” Beratus-ratus prajurit yang mengarahkan senapan mereka menembakkan senjata mereka. Segumpal asap kelam meliputi seluruh tempat itu.

  Bau mesin memenuhi udara. Tetapi setelah beberapa saat ketika asap itu telah hilang, tampaklah suatu keajaiban yang besar! Sang B́́ab tidak ada lagi disitu, sedangkan murid-Nya berdiri tanpa luka sedikitpun! Tak seorangpun tahu apa yang telah terjadi. Banyak orang berkata bahwa ini adalah mukjizat yang telah terjadi. Banyak orang berkata bahwa ini adalah suatu mukjizat yang telah terjadi, dan Sang B́́ab telah naik kelangit. Barisan penembak dan komandan belum pernah menyaksikan kejadian yang aneh dan luar biasa seperti ini.

  Perwira-perwira dikirimkan kesetiap penjuru untuk mencari Sang B́́ab. Perwira yang telah membawa Sang B́́ab dari sel penjara tadi, kini menemukan Sang B́́ab duduk dengan tenang sedang menyelesaikan percakapan-Nya yang tadi telah di ganggu dengan kasar. Kemudian Sang B́́ab menoleh kepada perwira itu dan tersenyum sambil berkata bahwa Misi-Nya di bumi ini. Kini telah selesai, dan Ia siap mengorbankan jiwa-Nya untuk membuktikan kebenaran Misi-Nya.

  Sang B́́ab sekali lagi dibawa kelapangan, tetapi komandan barisan penembak tadi menolak untuk ikut campur dalam melaksanakan hukuman mati itu. Ia menjawab para prajuritnya keluar dari lapangan dan berjanji bahwa tak ada alasan apapun untuk membunuh pemuda yang tak berdosa dan suci. Serombongan prajurit lain ditugaskan untuk melakukan penembakan itu, dan kali ini ratusan peluru menembus tubuh Sang B́́ab dan murid-Nya yang setia. Wajah-Nya yang indah, tak terlukai oleh satupun peluru, dan masih membawa senyum yang mengandung cinta, menunjukkan ketentraman dan kebahagiaan karena Dia telah mengorbankan hidup-Nya untuk mengumumkan awal dari suatu zaman baru bagi umat manusia.

  Sang B́́ab adalah Seorang Perwujudan Tuhan yang agung. Dalam semua Tulisan-Nya Ia bersabda bahwa tujuan utama kedatangan-Nya adalah untuk memberikan kabar gembira bahwa Ia Yang Dijanjikan dari segala zaman akan segera datang. Ia memperingatkan pengikut-pengikut-Nya agar berhati-hati jangan sampai mereka tidak mengenali “Dia yang akan Tuhan Wujudkan”. Ia bersabda bahwa mereka harus mengesampingkan segala-segalanya dan mengikuti-Nya segera setelah mereka mendengar Amanat-Nya. Sang B́́ab banyak mewahyukan doa-doa, yang memohon kepada Tuhan agar hidup-Nya sendiri dapat diterima sebagai suatu pengorbanan untuk kekasih hati-Nya, yakni Dia “Yang akan Tuhan Wujudkan”. Bahkan dalam Tulisan-tulisan-Nya Ia merujuk pada wahyu Baha’u’llah, dan mengatakan: “Berbahagialah dia yang mengarahkan

  

  Doa-doa Sang B́́ab terjawab dan janji-Nya terpenuhi. Sembilan belas tahun setelah Misi-Nya, Baha’u’llah mengumumkan bahwa Ia adalah Dia Yang Dijanjikan, yang kedatangan-Nya telah diramalkan oleh semua Perwujudan Tuhan pada zaman dulu. Begitulah kisah perjalanan Sang B́́ab berarti “Pintu Gerbang” menuai banyak kisah akan peristiwa yang mengejutkan pandangan mata saat membacaya. Agama Bahá’í lahir di pelopori oleh seorang tokoh bernama Ali Muhammad yang saat itu kental dengan dinamika dalam negara yang beragamakan Islam karena sebagian besar penduduk Iran kota Shiraz adalah pengikut Nabi Muhammad Saw.

  2. Baha’ullah Pada tanggal 21 April 1863, Baha’ullah mengumumkan pada dunia, bahwa

  ”Wahyu yang dinyatakan dari dahulu kala sebagai Tujuan dan Janji semua Nabi Tuhan serta Hasrat yang didambakan semua Utusan-Nya, kini telah disingkapkan kepada manusia.”

  Ketika Baha’ullah membuat pengumuman yang mengagumkan ini. Ia adalah seorang tahanan dari dua kerajaan yang sangat berkuasa, dan telah di asingkan ke Akka, di Palestina yaitu kota “ yang paling terpencil di antara

  negeri-negeri.”

  Sekitar 46 tahun sebelum Pengumuman ini, Baha’ullah dilahirkan di rumah seorang menteri yang terkenal di istana raja Iran. Semenjak masa kanak- kanak Ia berbeda dari anak-anak lain, tetapi tak seorangpun tahu dengan sebenarnya bahwa Anak yang menakjubkan ini akan mengubah seluruh nasib umat manusia, ketika Ia berumur 14 tahun Baha’ullah sudah termasyhur di istana kerena kepandaian dan kearifan-Nya. Dan ketika Ia berumur 22 tahun ayah-Nya meninggal dunia pemerintah menghendaki agar Ia menggantikan kedudukan Ayah-Nya. Mereka berpikir pemuda ini akan menjadi seorang menteri yang sangat baik, tetapi Baha’ullah tidak tertarik untuk membuang waktu-Nya dalam mengurus masalah-masalah duniawi. Ia tidak menaruh perhatian pada kehidupan kerajaan yang ditawarkan kepada-Nya. Ia meninggalkan istana dengan menteri- menterinya untuk mengikuti jalan yang ditakdirkan bagi-Nya oleh Yang Maha Kuasa.

  Ketika Sang B́́ab mengumumkan Misi-Nya Baha’ullah berusia 27 tahun. Ia segera menerima Sang B́́ab sebagai perwujudan Tuhan dan menjadi salah Seorang di antara para pengikut-Nya yang berpengaruh dan terkenal.

  Ketika kaum pemerintah dan kaum yang ulama fanatik mengejar-ngejar para pengikutnya Sang B́́ab, Baha’ullah pun tidak luput dari hal yang sama. Ia dua kali dimasukan kedalam penjara, dan sekali Ia dipukuli sedemikian hebatnya dengan cemeti dan rotan sampai telapak kaki-Nya berdarah.

  Sembilan tahun setelah pengumuman Sang B́́ab, Baha’ullah dimasukan kedalam penjara di bawah tanah yang sangat seram. Penjara yang bernama Syah- Chal ini, tidak mempunyai jendela maupun lubang lain kecuali pintu yang mereka lewati. Dalam penjara ini Baha’ullah ditempatkan bersama dengan kira-kira 150 orang yang terdiri dari pembunuh, perampok dan orang-orang jahat lainnya. Rantai yang diikiat dileher-Nya begitu berat, sehingga Ia tak dapat mengangkat kepala-Nya. Baha’ullah mengalami penderitaan yang hebat disini selama empat bulan, akan tetapi didalam penjara inilah kemuliaan Tuhan mengisi Jiwa-Nya. Ia menceritakan bahwa pada suatu malam dalam mimpi-Nya, Ia mendengar kata- kata berikut yang bergetar dari segala penjuru:

  “Sesungguhnya, Kami akan menjadikan Engkau menang melalui Engkau Sendiri dan melalui Pena-Mu.”

  Baha’ullah mengalami semua kesukaran ini adalah demi kepentingan kita dan demi kepentingan generasi yang akan datang. Ia dikalungi rantai di leher-Nya yang diberkati, agar kita dapat dibebaskan dari rantai dan belenggu prasangka, kefanatikan dan permusuhan.

  Akhirnya Baha’ullah dan keluarga-Nya dipisahkan dari semua harta kekayaan warisan mereka dan diperintahkan untuk meninggalkan negeri Iran.

  Mereka di buang ke kota Baghdad pada musim salju yang dingin sekali. Perjalanannya melalui daerah pegunungan di Iran. Mereka dibuang ke kota Baghdad pada musim salju yang dingin sekali. Perjalanannya melalui pegunungan di Iran, di mana salju dan es yang tebal menutupi tanah. Baha’ullah, istri dan anak-anak-Nya yang masih kecil harus berjalan beratus-ratus kilo meter ketempat tujuan, dan mereka tidak mempunyai pakaian yang seharusnya dikenakan pada musim dingin; semua ini menambah kesulitan mereka dalam perjalanan yang begitu sukar. Akhirnya mereka tiba di Baghdad, namun penderitaan Baha’ullah belumlah berakhir di kota itu. Akan tetapi Baha’ullah tidak akan pernah takut terhadap kesukaran-kesukaran, Ia bersedia untuk mengalami penderitaan- penderitaan dijalan Tuhan. Jika Ia takut akan kehidupan yang penuh penderitaan, Ia tidak mungkin akan meninggalkan kehidupan di istana raja Iran yang serba mewah yang dapat Ia nikmati.

  Kemasyhuran Baha’ullah, walaupun Dia masih seorang Tahanan yang diasingkan, segera menyebar keseluruh Baghdad dan kota-kota lain di Iran, dan banyak orang datang mengunjungi rumah-Nya untuk menerima berkah. Para pengikut Sang B́́ab berkumpul disekitar Dia dari berbagai penjuru Iran dan Irak, untuk mencari bimbingan dan petunjuk-Nya. Tetapi ada beberapa orang yang iri karena kemasyuharan-Nya itu diantaranya adalah saudara-Nya, Sendiri, yang bernama Yahya, yang dibesarkan dibawah asuhan dan bimbingan cinta kasih Baha’ullah. Yahya berpikir karena ia disegani oleh para pengikut Sang B́́ab, mungkin ia akan di angggap pemimpin mereka jika ia menentang Baha’ullah. Ia tidak menyadari bahwa dengan berpaling dari perwujudan Tuhan. Ia akan menyebabkan malapetaka bagi dirinya sendiri. Karena jika perwujudan Tuhan datang, hanya ia yang akan menerima-Nya yang akan mendapatkan keluhuran yang sejati. Anggota keluarga-Nya yang terdekat pun tidak dikecualikan, karena seorang Perwujudan Tuhan datang, karena seorang Perwujudan Tuhan berdiri terpisah dari semua makhluk lain dan mempunyai suatu kedudukan yang tidak dimiliki oleh siapapun. Semua Perwujudan zaman dulu mempunyai saudara laki- laki dan perempuan atau keluarga-keluarga lain, tetapi nama-nama mereka sekarang telah dilupakan karena mereka tidak menerima Perwujudan Tuhan pada zamannya.

  Rencana Yahya menyebabkan diantara para pengikut Sang B́́ab, dan hal ini menimbulkan kesedihan yang mendalam bagi Baha’ullah. Pada suatu malam tanpa memberitahukan kepada siapapun Baha’ullah meninggalkan rumah-Nya dan pergi kepegunungan Kurdistan. Ia hidup menyendiri di pegunungan ini selama dua tahun, menggunakan waktu-Nya untuk berdoa dan bermeditasi. Ia tinggal disebuah goa kecil dan hidup dengan makanan yang sangat sederhana. Tak seorangpun mengetahui nama-Nya, tak seorangpun mengetahui dari mana Ia datang. Tetapi tak lama kemudian, bagaikan bulan di malam yang kelam, cahaya- Nya memancar keseluruh Kurdistan dan setiap orang mendengar mengenai “Dia Yang Tak Bernama” Itu. Selama waktu itu keluarga dan kawan-kawan-Nya diBaghdad yang patah hati karena kepergian-Nya, tidak mengetahui kemana Ia berada. Kemudian mereka mendengar mengenai “Dia Yang Tak Bernama” itu, Seorang suci yang dikenal memiliki ilmu yang dianugerahkan oleh Tuhan, Putera Baha’ullah yakni Abdu’l-Baha langsung mengetahui bahwa ini tak lain adalah Ayah-Nya yang tercinta. Dia mengirim surat-surat dan seorang utusan khusus untuk mengundang Dia agar kembali, karena bukan hanya keluarga-Nya saja, tetapi semua pengikut Sang B́́ab dalam keadaan menderita karena ketidak hadiran- Nya.

  Maka setelah berdoa dan bermeditasi selama dua tahun, Baha’ullah kembali ke Baghdad. Dengan kembalinya Baha’ullah, kembalilah kebahagiaan semua pengikut Sang B́́ab. Satu-satunya kaum yang marah kerena kedatangan- Nya kembali adalah kaum ulama fanatik dan saudara-Nya yang berkhianat dan iri, Yakni Yahya. Kaum ulama tak menginginkan Baha’ullah tinggal di Baghdad karena Ia terlalu dekat dengan beberapa tempat suci milik umat Islam.

  Kebanyakan peziarah yang datang ketempat ini tertarik dengan keindahan dan kepribadian Baha’ullah. Kaum ulama ini terus-menerus menghasut dan mendesak sehingga pemerintah Iran dan Pemerintah Kerajaan Turki bekerjasama untuk memindahkan Baha’ullah kesuatu tempat yang lebih jauh lagi yakni Istanbul.

  Hal yang sama terjadi di Istanbul, yang merupakan takhta khalifah Islam. Ilmu yang dimiliki Baha’ullah dan keindahan pribadi-Nya menarik banyak orang. “Ia tidak boleh tinggal di Istanbul lagi”, kata kaum ulama yang fanatik. Maka sekali lagi Baha’ullah dikirim ke kota kecil bernama Adrianopel. Dari sana Ia dibuang sekali lagi, tetapi kali ini ke Akka di tanah suci, yang pada waktu itu adalah tempat buangan khusus bagi para pembunuh, pencuri dan perampok yang dijatuhi hukuman seumur hidup. Tempat itu adalah suatu tempat yang mengerikan dan selama hari-hari pertama setelah kedatangan Baha’ullah serta keluarga dan para sahabat-Nya, airpun tak diberikan kepada mereka. Kesukaran-kesukaran dan penderitaan Baha’ullah di Akka terlalu banyak untuk dilukiskan. Mula-mula Ia dipenjarakan dalam sebuah sel terpencil, sehingga anak-anaknya pun tidak di izinkan untuk menemui-Nya. Ia dijauhkan dai segala kenikmatan duniawi dan dikelilingi oleh para musuh-Nya siang dan malam. Tetapi dari Akka dia mengirimkan surat-surat yang terkenal untuk para Raja dan penguasa yang paling berkuasa pada zaman-Nya, memanggil mereka agar mendengarkan Ajaran Tuhan dan tunduk pada pada perintah “Raja dari segala Raja”. Tak seorang pun, kecuali Seorang Perwujudan Tuhan, yang akan berani memerintah raja-raja bagaikan seorang raja yang memerintah para hambanya.

  Baha’ullah mengibarkan panji perdamaian dan persaudaraan sedunia dari balik dinding penjara-Nya, dan meskipun para penguasa dunia menggunakan kekuatan-kekuatan mereka untuk melawan-Nya, Ia menang terhadap mereka semua sebagaimana Tuhan telah menjanjikan kepada-Nya dalam mimpi-Nya, Ajaran Baha’ullah mempengaruhi hati beribu-ribu orang diseluruh dunia. Banyak diantara mereka yang mengorbankan hidup mereka demi Ajaran-Nya. Melalui kekuasaan firman Tuhan dan pengorbanan-pengorbanan para pengikut Baha’ullah, ratusan ribu orang yang dulunya terpisah karena agama, bangsa atau warna kulit, sekarang telah menjadi bagaikan anggota-anggota dari satu keluarga.

  Meskipun Baha’ullah dikirim ke Akka sebagai seorang tahanan seumur hidup, Ia tidak dihalangi ketika Ia memilih untuk meninggalkan kota penjara itu sembilan tahun setelah kedatangan-Nya. Selama waktu itu, keindahan pribadi-Nya yang agung telah menawan hati semua orang di sekitar-Nya dan menjadikan mereka itu sahabat-sahabat-Nya, bahkan penjaga sel-Nya yang keras telah menjadi sahabat-Nya, sehingga tak ada seorangpun yang berkeberatan atas kepergian-Nya dari penjara itu. Selama tahun-tahun terakhir dari hidup-Nya, Baha’ullah tinggal di suatu tempat di luar kota Akka, di mana Ia wafat terbang menuju Kerajaan Surgawi-Nya pada tanggal 29 Mei 1892. Ajaran Baha’ullah tersebar berbagai penjuru dunia dari Tanah Suci sebagaimana telah diramalkan dalam Kitab Suci zaman dulu. Dalam Kitab-Kitab Suci Buddha, Tanah Suci dinamakan “Nirwana dibarat”, “Takhta Dia Yang Dijanjikan, Amitabha”. Bagi orang-orang Yahudi, tanah suci adalah “Tanah Yang Dijanjikan” dari mana Hukuman Tuhan akan muncul lagi untuk seluruh dunia. Kaum Kristen dan Islam juga mempunyai ramalan-ramalan yang menakjubkan mengenai negeri suci ini yang telah menjadi Tanah Suci mereka selama berabad-abad. Sejak Baha’ullah dibuang ke Akka, Tanah Suci ini menjadi Pusat Agama-agama Bahá’í Sedunia.

  Baha’ullah adalah Perwujudan Tuhan Yang Agung yang kedatangan-Nya telah diramalkan oleh semua perwujudan Tuhan di masa lampau. Agama-agama Ilahi dari semua zaman mempunyai tujuan yang sama, dan membimbing kearah yang sama. Agama-agama itu bagaikan sungai-sungai yang mengalir ke samudra.

  Setiap sungai mengairi beribu-ribu hektar tanah, tetapi tidak ada satu sungaipun yang seluas dan sekuat samudra yang besar karena samudra yang besar karena samudra adalah tempat bertemunya semua sungai itu. Dalam masyarakat Bahá’í penganut-penganut semua agama telah berkumpul dan menjadi bersatu. Meskipun mereka berasal dari penjuru dunia, kini mereka telah bersatu dalam satu persaudaraan yang besar, yakni satu agama yang tunggal.

  Air sari berbagai sungai sungguh-sungguh menjadi satu ketika semuanya mengalir ke satu tempat, yaitu ke samudra Yang Maha Besar!.

  3. Abdul Baha’

  Baha’ullah bagaikan Arsitek Ilahi. Ia telah menggambar Rencana Besar untuk kesatuan umat manusia. Ia meletakkan pondasi yang kuat pada dasar Bangunan Suci itu dan memilih bahan-bahan yang dibutuhkan.

  Tetapi siapakah yang menegakkan bangunan yang menakjubkan ini setelah Baha’ullah meninggalkan kita? Memang Rencana-Nya sudah sempurna tetapi suatu rencana yang sudah sempurnapun harus diserahkan ke tangan orang-orang yang ahli untuk dilaksanakan, karena kalau tidak bangunannya pasti akan runtuh. Betapapun sempurna rencana itu dan betapa pun kuat pondasi suatu gedung, namun jika tidak diawasi dengan benar oleh orang yang ahli untuk dilaksanakan, karena kalau tidak maka bangunannya pasti akan runtuh. Betapapun sempurna rencana itu dan betapapun kuat pondasi gedung, namun jika tidak di awasi dengan benar oleh orang yang ahli, bangunan itu akan berbeda sama sekali bentuknya dari rencana yang dimaksudkan oleh Sang Arsitek.

  Ketika Baha’ullah wafat, Ia menyerahkan Rencana Ilahi-Nya ke tangan Putera-Nya. Ia menagangkat Abdu’l-Baha sebagai Pusat Perjanjian-Nya, dan meminta kepada para pengikiut-Nya agar mendapatkan bimbingan dari Beliau.

  Nama “Abdu’l-Baha” artinya hamba Baha. Abdu’l-Baha adalah putera Baha’ullah yang sulung dilahirkan pada tanggal 23 Mei 1844, tepat pada malam hari yang sama ketika Sang B́́ab mengumumkan Misi-Nya. Seorang putera yang diberkati dan pada saat yang diberkati pula!

  Abdu’l-Baha berusia delapan tahun ketika Baha’ullah dimasukan ke dalam penjara dibawah tanah yang mengerikan. Sejak masa kanak-kanak, Ia dengan suka rela ikut serta dalam penderitaan ayah-Nya yang dicintai-Nya menyertai Baha’ullah dalam perjalanan-Nya yang sulit dari Taheran ke Baghdad dan melewatkan empat puluh tahun dari hidup-Nya sebagai tawanan dan orang buangan. Akhirnya sewaktu Abdu’l-Baha dibebaskan, usia-Nya sudah lanjut. Tetapi cinta Tuhan telah menyebabkan Dia selalu bahagia meski di saat-saat yang penuh penderitaan. Ia mengalami kebahagiaan rohani yang sangat dalam, meskipun Ia berada dalam penjara yang terburuk. Abdu’l-Baha menghendaki agar kita dapat menikmati kebahagiaan itu juga. Ia bersabda:

  “Kebahagiaan itu ada dua macam: duniawi dan rohani. Kebahagiaan

duniawi terbatas; jangka waktunya paling lama satu hari, satu bulan, satu tahun.

  

Kebahagiaan tak ada hasilnya. Kebahagiaan rohani muncul dalam hati

seseorang dengan cinta Tuhan dan menyebabkan seseorang mencapai kebaikan

dan kesempurnaan dari dunia kemanusiaan. Oleh karena itu berusahalah sedapat

mungkin agar engkau dapat menyinari lampu hatimu dengan cahaya cinta.”

  Baha’ullah mengumumkan Firman Tuhan kepada Abdu’l-Baha di Baghdad. Meskipun Ia masih anak-anak, Abdu’l-Baha di Baghdad. Meskipun Ia masih anak-anak, Abdu’l-Baha menyadari kedudukan Ayah-Nya dan bersujud dikaki Baha’ullah, memohon agar dijadikan kurban bagi Ajaran-Nya. Sejak hari itu, Abdu’l-Baha menyerahkan diseluruh hidup-Nya untuk mengabdi kepada Baha’ullah dan mengorbankan kesenangan dunia di jalan-Nya. Abdu’l-Baha disenangi dan disegani oleh para pengikut Baha’ullah sejak Ia masih muda. Di kemudian hari Ia dikenal di antara mereka sebagai “Sang Guru”. Ketika Baha’ullah wafat dan wasiat-Nya yang dikenal sebagai Kitab Perjanjian dibuka, orang-orang Bahá’í merasa bahagia mengetahui bahwa Baha’ullah telah menunjuk Abdu’l-Baha sebagai Pusat Perjanjian-Nya dan sebagai juru Tafsir Ajaran-ajaran-Nya.

  Penunjukan Pusat Perjanjian adalah suatu hal yang istimewa di agama Bahá’í. Semua agama di masa lampau menjadi terpecah-belah setelah Sang Pembawa agama meninggal, karena para pengikut-Nya tidak tahu ke mana mereka harus menghadap setelah Rasul Tuhan meninggalkan mereka.

  “Wahai orang-orang yang di dunia! Bila Merpati Gaib telah terbang dari

Tempat-Suci Pujian, dan menuju ke tujuan-Nya yang terakhir, tempat kediaman

yang tersembunyi, bertanyalah engkau kepada Dia yang telah bercabang dari

Akar Yang Maha Kuasa ini, mengenai apa yang tidak engkau mengerti dalam

  

  Mereka mulai menafsirkan Ajaran-ajaran Tuhan menurut penafsiran mereka sendiri, dan karena mereka tidak mempunya pengertian yang sama.

  Ajaran-ajaran itu ditafsirkan dengan = arti yang berbeda-beda. Hal ini menjadi sebab perpecahan di antara para pengikut agama-agama lampau. Tetapi hal seperti ini tidak akan terjadi pada agama Bahá’í. Baha’ullah telah datang untuk menghilangkan segala macam perpecahan di antara umat manusia di dunia. Ia tidak membiarkan agama-Nya terpecah belah. Ia menulis suatu wasiat yang menyatakan bahwa Ia telah mengangkat Abdu’l-Baha sebagai Orang kepada siapa semua orang Bahá’í mengarahkan pandangan untuk meminta bimbingan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan Ajaran-ajaran-Nya. Dokumen ini menyelamatkan orang-orang Bahá’í dari perpecahan. Kitab Perjanjian menyelamatkan Orang-orang Bahá’í dari perpecahan. Kitab Perjanjian menjaga persatuan para pengikut Baha’ullah, tetapi menimbulkan rasa iri dalam hati saudara Abdu’l-Baha yang bernama Muhammad Ali. Seperti Yahya, Muhammad Ali berusaha mengadakan perpecahan di antara orang-orang Bahá’í. Berpikir karena dia adalah anak Baha’ullah, maka Ia juga dapat menyatakan dirinya sebagai pemimpin agama, tetapi usaha-usaha ini tidak berhasil karena hubungan darah dengan Baha’ullah tak ada artinya bila ia tidak patuh kepada Baha’ullah.

  Muhammad Ali bagaikan cabang yang telah patah dari suatu pohon yang agung, yang tidak daat menghasilkan buah karena telah kering dan menjadi tak berguna.

  Dan seperti cabang yang kering ia harus di potong dan dibuang.

  Ketika Muhammad Ali gagal untuk menyebabkan perpecahan di antara umat Bahá’í, Ia menggabungkan diri dengan musuh-musuh agama dan mencoba untuk melukai Abdu’l-Baha. Ia meracuni pikiran-pikiran pejabat pemerintah terhadap Abdu’l-Baha, dengan mengatakan bahwa Ia sedang mengumpulkan orang-orang di sekitar-Nya untuk bangkit melawan pemerintah. Ketika Abdu’l- Baha mendirikan makam Sang B́́ab di Gunung Karmel, Muhammad Ali melaporkan bahwa Ia sedang mendirikan benteng dan ini mengakibatkan pemerintah Turki mengirim satu rombongan khusus ke Tanah Suci untuk menyelidiki masalah itu. Muhammad Ali berhasil membujuk jenderal yang korup, yang datang sebagai kepala rombongan, dan laporan-laporan palsu diberikan ke pemerintah Turki Mengenai Abdu’l-Baha.

  Pada waktu itu Abdu’l-Baha sedang mengabdikan setiap saat dalam hidup- Nya bagi kepentingan agama. Loh-Loh yang indah dari pena-Nya membawa kebahagiaan dan memberikan ilham kepada beribu-ribu orang di dunia. Melalui surat-surat-Nya yang berharga, Ia membimbing dan menguatkan langkah-langkah orang-orang Bahá’í di jalan pengabdian pada agama Tuhan. Jika Ia tidak sibuk menulis, Sang Guru mengunjungi orang sakit dan memperhatikan kebutuhan orang miskin. Dari kantong-Nya Ia memberikan dengan murah hati kepada orang lain, dan tak seorangpun pernah dikecewakan dari pintu rumah Sang Guru.

  Abdu’l-Baha tidak menaruh perhatian pada rombongan pejabat yang telah datang untuk menyelidiki tuduhan-tuduhan palsu terhadap-Nya. Sebaliknya, Muhammad Ali menunjukan hormat yang besar dan menghujani mereka dengan berbagai pemberian dan hadiah. Sebelum mereka pergi, jenderal yang bertugas untuk memimpin rombongan itu berjanji akan kembali untuk membunuh Abdu’l- Baha. Ia akan menggantung Abdu’l-Baha di pintu gerbang kota, katanya. Ini membuat musuh-musuh Abdu’l-Baha bergembira, sedangkan mereka yang mencintai-Nya merasa takut. Banyak diantara para sahabat-Nya memohon kepada Abdu’l-Baha untuk melarikan diri dari Tanah Suci selama masih ada waktu, tetapi Sang Guru yang telah menaruh seluruh kepercayaan-Nya pada Tuhan, tidak merasa khawatir sedikitpun. Ia bersabda:

  “Bagi-ku penjara adalah kemerdekaan, bagi-ku pe-menjaraan adalah

suatu istana yang terbuka, bagi-ku kerendahan hati adalah kemuliaan, bagi-Ku

   kesukar-an adalah anugerah dan kematian adalah kehi

  Jenderal yang mau menggantung Abdu’l-Baha dengan tangannya sendiri, terbunuh dalam suatu perang tidak lama setelah ia meninggalkan Tanah Suci.

  Kerajaan Turki sendiri terpecah, dan suatu sistem pemerintahan yang baru mengambil alih pemerintahan itu. Muhammad Ali dan beberapa orang lainnya yang telah melanggar perjanjian Baha’ullah kecewa dalam usaha-usaha mereka untuk merugikan Abdu’l-Baha atau menyebabkan perpecahan diantara umat Bahá’í. Mereka jatuh di jurang kehinaan dan rencana-rencana mereka yang memalukan itu terbuka di hadapan mata setiap orang.

  Dengan bergantinya pemerintahan, datanglah kebebasan Abdu’l-Baha setelah pemenjaraan-Nya selama seumur hidup Sang Guru, yang mengabdi pada ajaran Baha’ullah dengan penuh kesetiaan-Nya, di bawah kesukaran-kesukaran yang berat, akhirnya bebas untuk bergerak dan membawa yang berat, akhirnya bebas untuk bergerak dan membawa Amanat ayah-Nya kepada bangsa-bangsa di negara-negara lain orang-orang Bahá’í di Barat menghendaki agar dia mengadakan perjalanan ke Eropa dan Amerika. Meskipun usia-Nya sudah lanjut dan jasmani-Nya sangat lemah karena bertahun-tahun dalam penjara, Abdu’l- Baha dengan senang hati menerima undangan mereka.

  Selama perjalanan-Nya ke Barat, Abdu’l-Baha berbicara kepada ribuan orang tentang Agama Bahá’í. Kadang-kadang memberikan beberapa khotbah dalam sehari, baik orang-orang Bahá’í maupun bukan Bahá’í. Datang dari tempat- tempat yang jauh untuk mengunjungi Beliau dan mendengarkan kata-kata-Nya yang diilhami. Kemana saja Ia pergi, Abdu’l-Baha sibuk mengajar agama dari pagi buta hingga larut malam. Ia tak pernah memikirkan keadaan diri-Nya sendiri bahkan sewaktu Ia sakit dengan demam yang tinggi pun, sahabat-sahabat-Nya harus memohon kepada-Nya supaya beristirahat.

  Di Amerika, Abdu’l-Baha meletakkan pondasi dasar bagi Gedung Rumah ibadah Bahá’í yang pertama di Barat yang sekarang merupakan suatu gedung indah yang dipersembahkan untuk kemuliaan agama Tuhan.

  Perjalanan Abdu’l-Baha ke Eropa dan Amerika menghasilkan buah yang mengagumkan, agama Bahá’í didirikan di banyak negara, dan sebelum Abdu’l- Baha meninggal dunia, Ia memberi semangat kepada para mukmin agar membawa Amanat baru ini ke negeri lain.

  Sang Guru meninggal dunia di Tanah Suci pada tanggal 28 November 1921. Makam-Nya terletak dalam sebuah ruangan di sebelah makam Sang B́́ab dalam gedung yang sama, yang telah didirikan-Nya sendiri semasa hidup-Nya.

  Abdu’l-Baha adalah juru Tafsir Agama Tuhan, Juru Tafsir Tulisan-tulisan Baha’ullah dan Suri Teladan yang sempurna dari Ajaran-ajaran-Nya. Baha’ullah telah menamakan Dia “Rahasia Tuhan.”

  4. Shohogie Effendi Abdu’l-Baha adalah bagaikan seorang Ayah yang tercinta bagi orang- orang Bahá’í di seluruh dunia sungguh sangat berduka. Pengabdian Abdu’l-Baha berlangsung selama kira-kira tiga puluh tahun. Selama itu agama Bahá’í telah maju di bawah bimbingan-Nya yang tak dapat salah dan memperdalam pengertian mereka dalam ajaran-ajaran Baha’ullah. Ketika Abdu’l-Baha meninggalkan dunia ini, orang-orang Bahá’í ditinggalkan bagaikan anak piatu yang telah kehilangan orang tua mereka yang tercinta dan arif. Sebaliknya musuh-musuh agama dan mereka yang telah melanggar Perjanjian Baha’ullah berpikir bahwa ini adalah kesempatan bagi mereka untuk tampil kemuka dan melakukan rencana-rencana mereka yang jahat. Mereka mengira bahwa karena Abdu’l-Baha telah tiada, tak ada orang yang akan melindungi kesatuan umat Bahá’í, maka akan mudah bagi mereka untuk menyerang agama ini. Mereka tidak tahu bahwa Tuhan tak akan mengizinkan adanya perpecahan yang bagaimana pun dalam agama-Nya pada zaman ini.

  Abdu’l-Baha telah menyiapkan semua yang diperlukan untuk menjaga kesatuan para pengikut Baha’ullah. Ia telah membuat perjanjian yang kuat dengan umat Bahá’í di seluruh dunia. Ia telah meninggalkan sebuah Loh yang mengagumkan yakni Wasiat-Nya, yang didalamnya Ia telah menunjuk cucu-Nya Shoghi Effendi, sebagai wali Agama Tuhan. Dengan meninggalnya Abdu’l-Baha, orang-orang Bahá’í kehilangan Ayah yang tercinta, tetapi dalam diri Shoghi Effendi mereka menemukan seorang “saudara sejati”.

  Shoghi Effendi dilahirkan pada tanggal 1 Maret 1897 dalam keluarga Abdu’l-Baha yang diberkati. Ibunya adalah putri Abdu’l-Baha dan ayahnya adalah keluarga dekat dengan Sang B́́ab. Abdu’l-Baha telah menamakan Shoghi Effendi “Mutiara yang paling mengagumkan, yang unik dan tak ternilai, yang berkilau dari lautan kembar yang bergelombang”, dan “dahan suci yang telah bercabang dari pohon-pohon Suci Kembar”, karena dalam dirinya, keluarga Sang

  Shoghi Effendi menjadi dewasa dibawah asuhan dan bimbingan langsung dari Abdu’l-Baha, tetapi tak seorangpun tahu mengenai kedudukan yang telah disiapkan oleh Abdu’l-Baha untuk dia, meskipun orang banyak melihat tanda- tanda kebesaran dalam diri Shoghi Effendi jauh sebelum Abdu’l-Baha meninggal.

  Seorang Bahá’í dari Amerika pada suatu waktu menulis kepada Abdu’l-Baha menanyakan apakah benar ramalan yang tertulis dalam Injil, yakni sudah ada seorang anak yang hidup diantara mereka yang telah ditakdirkan untuk memegang kemudi Agama setelah Abdu’l-Baha. Sang Guru menjawab bahwa ia benar, dan anak yang diberkati itu ada di antara mereka dan akan segera menerangi dunia dengan cahaya. Kepada orang lain Abdu’l-Baha memberikan keyakinan bahwa anak yang diberkati itu akan “menegakkan Agama Tuhan sampai ke puncak- puncak.”