ANALISIS MUTU TEPUNG TERIGU DENGAN METODE SOLVENT RETENTION CAPACITY (SRC) DI PT BISKUIT INDONESIA

ANALISIS MUTU TEPUNG TERIGU DENGAN METODE

  

DI PT BISKUIT INDONESIA

LAPORAN KERJA PRAKTEK

  Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat – syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

  

Oleh :

Joviane Gracia Purwakusuma

NIM : 14.I1.0082

  

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2017

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek dengan judul “Analisis Mutu Tepung Terigu Dengan Metode Solvent Retention Capacity (SRC) di PT BISKUIT Indonesia”. Penulisan laporan ini dilaksanakan sebagai syarat untuk memenuhi serangkaian kegiatan kerja praktek yang dilakukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Selama kegiatan kerja praktek ini berlangsung banyak sekali pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan oleh penulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1.

  Ibu Dr. V. Kristina Ananingsih, ST, MSc. selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang dan dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.

  2. Ibu Dea Nathania Hendryanti, S.TP. selaku dosen pembimbing kerja praktek yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan kerja praktek.

  3. Bapak Albertus Adrian Sutanto ST., MT., MSc selaku koordinator kerja praktek yang memberikan info dan saran mengenai kerja praktek dan membantu dalam pembuatan proposal kerja praktek.

  4. Ibu Santy B. Halim selaku QS Manager yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kerja praktek di PT BISKUIT.

  5. Ibu Yohana Wulandari, Ibu Norinda, Mba Theresia Devi yang telah memberikan info mengenai hal

  • – hal teknis dalam proses pelaksanaan kerja praktek.

  6. Ibu Dewi Aprita selaku pembimbing lapangan yang telah membimbing penulis, mengajarkan berbagai macam hal selama kerja praktek berlangsung dan memberikan saran dalam penulisan laporan kerja praktek.

  7. Bapak Rianto Banjarnahor, Bapak Soni Ariyanto, Ibu Purwari Handayanti yang telah mengajarkan berbagai macam hal dan memberi penulis banyak pengalaman selama kerja praktek di Departemen Quality.

  8. Seluruh karyawan di Departemen Quality: Mba Rofi, Bapak Nofi, Bapak Iwan, Bapak Sugeng, Bapak Abu, Mas Unang, Mas Fauzi, Mas Tri dan Mas Lukman yang telah membantu dan mendampingi penulis dalam melakukan pekerjaan yang iii dilakukan selama kerja praktek.

  9. Seluruh karyawan Tata Usaha Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu seluruh administrasi yang dilakukan dari persiapan kerja praktek hingga terselesaikannya laporan kerja praktek.

  10. Kedua orangtua penulis yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan kerja praktek hingga pembuatan laporan kerja praktek.

  11. Seluruh karyawan yang bekerja di PT BISKUIT yang telah membantu penulis untuk melaksanakan kerja praktek dengan baik.

  12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan doa kepada penulis yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.

  Laporan kerja praktek ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kepada para pembaca. Penulis menyadari bahwa penulisan di dalam laporan kerja praktek ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap pembaca dapat memberikan kritik dan juga saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kerja praktek ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.

  Semarang, 22 Juni 2017 Penulis

  DAFTAR ISI

  HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................ i

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  v

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  DAFTAR TABEL

  

  DAFTAR GAMBAR

  

1. PENDAHULUAN

  1.1.Latar Belakang

  Perkembangan industri di bidang pangan sudah semakin maju secara teknologi dan inovasi. Hal ini menuntut penulis sebagai mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang untuk semakin sadar akan pesatnya perkembangan produk pangan di Indonesia. Pengetahuan dasar tentang industri pangan telah penulis dapatkan melalui kegiatan perkuliahan. Namun di dalam dunia industri tidak hanya pengetahuan yang dibutuhkan tetapi juga pengalaman bekerja dalam industri pangan. Pengalaman kerja yang dibutuhkan adalah kemampuan menyelesaikan masalah ketika menghadapi suatu kondisi sesungguhnya di lapangan. Melalui pelaksanaan kerja praktek diharapkan penulis dapat memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang baik sehingga mampu bersaing di zaman yang semakin maju ini.

  Saat ini industri makanan ringan merupakan salah satu industri yang sedang berkembang pesat. Tingkat konsumsi di dunia semakin meningkat, bukan hanya dari makanan pokok saja namun juga tingkat konsumsi pada makanan ringan. Untuk memenuhi kebutuhan para konsumen tersebut saat ini sudah banyak ditemukan industri yang bergerak dalam bidang snacking. Salah satunya adalah PT BISKUIT. Perusahaan ini merupakan perusahaan multinasional yang bergerak dalam bidang industri makanan ringan. Produk dari PT BISKUIT yaitu biscuit dan cracker. Dalam proses pembuatannya PT BISKUIT secara konsisten mempertahankan mutu dari produk yang dihasilkan sehingga mampu bersaing di pasar multinasional. Hal ini mendukung penulis untuk melakukan kerja praktek di PT BISKUIT untuk mendapatkan pengalaman serta dapat mengembangkan ketrampilan bekerja di bidang industry pangan. Selain itu penulis dapat mengimplementasikan materi pembelajaran yang sudah didapatkan sebelumnya dalam pembelajaran di program studi teknologi pangan.

  1.2.Tujuan

  Tujuan dari Kerja Praktek (KP) ini, antara lain: Menerapkan dasar-dasar teori yang telah didapatkan selama masa perkuliahan.

  • Mendapatkan gambaran serta dapat mengenal baik situasi di dalam dunia kerja.

  2 Menambah wawasan dan pengetahuan terutama mengenai hal-hal yang berkaitan

  • dengan bidang pangan.
  • serta belajar menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikannya

  Mengetahui masalah – masalah terkait bidang pangan yang muncul di lapangan

  1.3.Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja praktek dilaksanakan di PT BISKUIT, Cikarang, Jawa Barat selama 55 hari.

  Kerja praktek dimulai pada tanggal 3 Januari 2017 sampai 17 Maret 2017. Pelaksanaan

  • – kerja praktek sesuai dengan jam masuk karyawan non-shift yaitu setiap hari Senin Jumat pukul 08.00 – 17.00 WIB.

  1.4.Metode Kerja Praktek

  Kerja praktek dilakukan melalui tahap pengajuan proposal dan CV, kemudian interview

  

by phone dengan Bu Santy selaku Quality System Manager. Setelah itu perjanjian

  kontrak kerja serta pemberitahuan informasi mengenai hal teknis dalam pelaksanaan kerja praktek di PT BISKUIT, Indonesia.

2. PROFIL PERUSAHAAN

  PT. BISKUIT merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi makanan ringan di Cikarang. Pabrik PT BISKUIT ini berada di kawasan industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Indonesia. Luas area pabrik sebesar 43,667 meter persegi dan luas bangunan 20,878 meter persegi dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 1000 orang. Kapasitas produksi pabrik sebanyak 225 ton/hari untuk 5 line produksi. Line 1 digunakan untuk produksi cracker, line 2,3,5 untuk produksi biscuit dan line 4 untuk produksi crumb. Produk yang dihasilkan selain dipasarkan di Indonesia juga dipasarkan ke beberapa Negara lain. PT. BISKUIT sudah mengimplementasikan dan mensertifikasi plant untuk sistem ISO 9001:2008 (sejak 19 April 1999), ISO 22000:2010 (sejak 20 November 2009), Food Safety System Certification 22000:2010 (sejak 27 Juni 2012),

  ISO 14000 (sejak 14 December 2007), OHSAS 18000 (sejak 18 Februari 2009), RSPO (sejak Mei 2014), SEDEX (sejak Oktober 2014).

  2.1.Visi, Misi dan Motto Perusahaan

  Visi PT. BISKUIT adalah menjadi perusahaan yang dikenal sebagai pusat sandwich terbaik se-Asia Tenggara. Untuk mencapai visi tersebut, PT. BISKUIT mempunyai misi menjadi perusahaan kelas dunia dengan keunggulan safety, quality, cost delivery, sustainability & people. Motto PT. BISKUIT yaitu Work, Play, Live Safe.

  2.2.Struktur Organisasi

  Plant Manager di Cikarang membawahi kepala departemen Production, Quality,

  

Engineering, Health Safety & Environment (HSE), Control Improvement (CI), Finance,

  (PPIC) dan Project. Berikut

  Human Resources, Production Planning Inventory Control

  adalah gambar struktur organisasi di PT BISKUIT :

  4 Gambar 1. Struktur Organisasi PT BISKUIT

  5

2.3.Ketenagakerjaan

  Pelaksanaan kerja di PT BISKUIT dibagi menjadi 2 jenis jam kerja yatitu : Jam kerja non-shift

  • Karyawan bekerja selama 5 hari yaitu mulai dari hari Senin sampai Jumat. Jam kerja non shift dimulai dari jam 08.00 sampai 17.00 WIB dengan waktu istirahat selama 1 jam.
  • Karyawan bekerja selama 6 hari dari hari Senin sampai Sabtu atau selama 7 hari dari Senin sampai Minggu tergantung dari jadwal produksi yang telah ditetapkan PPIC. Jam kerja shift dibagi menjadi 3 shift : Shift 1 : Jam 07.00

  Jam kerja shift

  • – 15.00 WIB Shift 2 : Jam 15.00 – 23.00 WIB Shift 3 : Jam 23.00
  • – 07.00 WIB

3. SPESIFIKASI PRODUK

  PT BISKUIT merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industry pangan yang terletak di Cikarang. Pabrik ini memproduksi makanan ringan berupa biscuit sandwich,

  

cracker dan cracker sandwich. Produk yang diproduksi selain dipasarkan di Indonesia

  dipasarkan juga ke Negara lain. Sebanyak 80% produk dipasarkan ke luar Indonesia seperti ke New Zealand, Australia, Philipine, Malaysia, Thailand, Taiwan, Singapore, Hong Kong dan Asia Pasifik. Berikut adalah spesifikasi produk ketiga jenis makanan ringan yang diproduksi oleh PT BISKUIT :

  3.1.BISCUIT SANDWICH

Biscuit merupakan kue tipis garing yang terbuat dari adonan tidak ber-ragi (Fayemi,

  1981). Biscuit memiliki rasa manis. Jenis biscuit yang diproduksi PT. BISKUIT adalah

  

biscuit sandwich yaitu gabungan dari 2 keping biscuit yang disatukan dengan krim

  lembut diantara kedua keeping biscuit tersebut. Varian rasa biscuit yang ditawarkan ada 2 macam yaitu biscuit coklat dan biscuit vanilla. Sedangkan varian rasa krim yang ditawarkan adalah krim vanilla, coklat, coklat & kacang, strawberry, blueberry. dark & white chocolate .

  3.2.CRACKER & CRACKER SANDWICH Cracker memiliki rasa gurih

  • – asin. Formulasi dalam produksi cracker menggunakan konsentrasi gula yang lebih rendah dibandingkan saat produksi cookies. Konsentrasi gula yang lebih rendah akan memfasilitasi perkembangan gluten pada adonan dalam proses mixing dan sheeting (Kweon et al., 2013). Cracker yang diproduksi PT. BISKUIT ada 2 jenis yaitu cracker dan cracker sandwich. Kedua jenis produk dipasarkan ke Jepang dan South East Asia (SEA). Produk yang dipasarkan ke Jepang adalah cracker dan cracker sandwich krim rasa keju sementara produk yang dipasarkan ke SEA adalah cracker, cracker sandwich krim rasa keju dan cracker sandwich krim rasa lemon.

4. PROSES PRODUKSI

4.1.Bahan Baku

  Dalam produksi biscuit sandwich dan cracker sandwich dibutuhkan basecake dan krim sebagai penyusun produk, sedangkan untuk produksi cracker hanya dibutuhkan

  

basecake saja (tanpa krim). Berikut adalah daftar bahan baku yang digunakan dalam

  memproduksi basecake pada biscuit maupun cracker : Tabel 1. Bahan Baku (Basecake) Biscuit dan Cracker

  

Biscuit Cracker

  Air Air Tepung terigu Tepung terigu

  Gula Gula Garam Garam

  Sirup fruktosa Sirup fruktosa Lesitin kedelai Lesitin kedelai

  Sodium bikarbonat Sodium bikarbonat Minyak nabati Minyak nabati

  Vanilin Monokalsium fosfat Bubuk coklat Enzim (amylase&protease)

  Dalam produksi biscuit sandwich dan cracker sandwich selain basecake diperlukan juga krim sebagi komponen penyusunnya. Berikut adalah beberapa bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan krim : Tabel 2. Bahan Baku (Krim) Biscuit Sandwich dan Cracker Sandwich

  

Biscuit Sandwich Cracker Sandwich

Shortening Palm oil

  Lesitin Meal Cracker Kristal vanilin Bubuk Keju

  Gula (icing sugar) Rework cream cheese

  8

  Rework cream vanilla

  4.2.Bahan Pengemas

  Bahan pengemas untuk produk biscuit sandwich dan cracker menggunakan jenis

  

flexibel film OPP & VMCPP yaitu plastik laminasi alumunium. Jenis plastik ini cocok

  untuk digunakan produk makanan. Lapisan tipis alumunium ini berperan sebagai barrier pada kemasan karena dapat menahan kadar air, udara, sinar matahari sehingga umur simpan produk menjadi lebih panjang. Jenis plastik ini juga memiliki kemampuan sealing yang baik sehingga mencegah kemasan dari kebocoran.

  4.3.Proses Produksi 4.3.1.

   Biscuit Sandwich

  Pengadukan Pencetakan Pemanggangan Pendinginan adonan

  Pengadukan Pengemasan

  Pendinginan Sandwiching krim Gambar 2. Diagram Alir Proses Produksi Biscuit Sandwich

  Pada proses produksi biscuit pertama

  • – tama adonan biscuit dibuat dengan mencampurkan semua bahan padat dengan air kemudian diaduk menggunakan mixer. Pada proses pembuatan adonan dengan tepung soft wheat tidak diperlukan waktu pengadukan yang lama untuk mendapatkan adonan yang lembut dengan tekstur yang baik (Al-Dmoor, 2013). Bahan diaduk rata selama 45 menit pada suhu 35°C. Setelah itu adonan masuk ke dalam tahap pencetakan. Adonan dicetak menggunakan rotary

  

moulder menjadi bentuk bulat. Kemudian adonan biscuit yang sudah dicetak ini

  dilewatkan pada mesin oven menggunakan conveyor yang berjalan pada tahap pemanggangan. Proses ini dilakukan kira

  • – kira selama 4 menit pada suhu 200°C. Setelah proses pemanggangan akan didapatkan output berupa basecake. Kemudian

  

basecake akan masuk pada channel pendingin untuk menurunkan suhu basecake setelah

  melalui proses suhu tinggi pada tahap baking. Sementara itu krim untuk biscuit

  9

  

sandwich dipersiapkan. Bahan baku penyusun krim diaduk dengan mixer selama 1

  menit pada suhu 25°C. Setelah jadi krim tersebut dimasukkan kedalam mesin filling untuk proses sandwiching antara basecake dengan krim. Krim didepostikan diantara kedua basecake dan output dari tahap ini adalah biscuit sandwich (2 keping biscuit dengan krim dibagian tengahnya). Setelah itu biscuit sandwich masuk dalam channel pendingin untuk memastikan suhu produk tidak terlalu tinggi sebelum dikemas, sehingga tidak terjadi kondensasi di dalam kemasan. Setelah melewati channel pendingin, biscuit sandwich siap dikemas sesuai dengan SKU (Stock Keeping Unit) yang ditetapkan. Biscuit sandwich dikemas dengan dengan bahan flexible film OPP &

  VMCPP. Setelah dikemas, produk disimpan dalam gudang khusus produk jadi (warehouse finished good).

4.3.2. Cracker & Cracker Sandwich

  Pengadukan Pengembangan Pemanggangan

  Pencetakan adonan adonan Pengadukan

  Pendinginan Pendinginan Sandwiching krim

  Pengemasan Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Cracker Sandwich

  Pada proses produksi cracker pertama

  • – tama adonan cracker dibuat dengan mencampurkan semua bahan padat dengan air kemudian diaduk menggunakan mixer. Bahan diaduk rata pada suhu 45°C. Setelah itu adonan masuk dalam tahap pengembangan adonan/ proofing. Tahapan ini membedakan pembuatan biscuit dengan

  

cracker . Saat proofing, adonan didiamkan selama 150 menit untuk memberikan waktu

  supaya struktur adonan dapat mengembang (Atwell, 2001). Suhu ruangan saat proofing dipertahankan pada suhu 40°C dengan RH 60%. Setelah proofing selesai adonan siap untuk dicetak. Sebelum dicetak menjadi bentuk tertentu, adonan dibentuk menjadi

  10 lembaran tipis menggunakan roll sheeter, laminator dan gauge roll. Lembaran adonan tersebut dibentuk menjadi berbentuk bulat menggunakan rotary cutter. Kemudian adonan cracker akan melewati salt sprinkler dimana garam ditaburkan pada permukaan adonan yang sudah dicetak. Selanjutnya adonan dipanggang dengan mesin oven menggunakan conveyor berjalan. Proses pemanggangan dilakukan kira – kira selama 4- 6 menit pada suhu 200°C. Selama proses ini akan didapatkan output berupa basecake.

  

Basecake akan melewati oil spray dimana minyak akan disemprotkan pada permukaan

basecake tersebut. Kemudian basecake akan masuk pada channel pendingin untuk

  menurunkan suhu setelah melalui proses suhu tinggi pada tahap baking. Sementara itu krim untuk cracker sandwich dipersiapkan. Bahan baku penyusun krim diaduk dengan mixer selama 2 menit pada suhu 25°C. Setelah jadi krim tersebut dimasukkan kedalam mesin filling untuk proses sandwiching antara basecake dengan krim. Krim didepostikan diantara kedua basecake dan output dari tahap ini adalah cracker sandwich (2 keping cracker dengan krim dibagian tengahnya). Setelah itu cracker sandwich masuk dalam channel pendingin untuk memastikan suhu produk tidak terlalu tinggi sebelum dikemas, sehingga tidak terjadi kondensasi di dalam kemasan. Sementara itu dalam pembuatan cracker (tanpa krim), basecake tidak melewati tahap sandwiching.

  

Cracker dan cracker sandwich yang sudah melewati channel pendingin siap dikemas

  sesuai dengan SKU (Stock Keeping Unit) yang ditetapkan. Cracker dan cracker

  

sandwich dikemas dengan dengan bahan flexible film OPP & VMCPP. Setelah dikemas,

produk disimpan dalam gudang khusus produk jadi (warehouse finished good).

5. ANALISIS MUTU TEPUNG TERIGU DENGAN METODE SOLVENT RETENTION CAPACITY (SRC)

  5.1.Gambaran Umum

  Dalam memproduksi biscuit dan cracker PT BISKUIT sangat memperhatikan setiap detail tahapan proses produksinya dan menjaga mutu bahan yang digunakan. Bahan baku dianalisis secara berkala untuk memastikan produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi tertentu dan memiliki masa simpan sesuai dengan target yang diharapkan. Salah satu bahan baku sebagai komponen penyusun terbesar pada biscuit dan cracker yaitu tepung terigu. Mutu tepung terigu sangat menentukan karakter produk yang dihasilkan sehingga tepung terigu yang digunakan harus memiliki kualitas yang baik. Komponen fungsional pada tepung terigu yang dapat mempengaruhi hasil akhir produk adalah gluten, damaged starch dan pentosan. Metode yang dapat menganalisis kontribusi dari masing

  • – masing gugus fungsional tersebut adalah dengan Solvent

  

Retention Capacity (SRC). Prinsip metode SRC adalah mengukur presentase dari 4

  jenis pelarut (air, sukrosa 50%, Na CO 5% dan asam laktat 5%) yang dapat terserap

  2

  3

  pada tepung berdasarkan sifat kelarutan dari masing

  • – masing komponen polimer tepung terigu seperti gluten, damaged starch dan pentosan (Kweon et al.., 2011). Melalui metode SRC ini diharapkan baking performance dari tepung terigu dapat diprediksi sehingga karakter produk yang diinginkan dapat tercapai. Tujuan dari penelitian dalam kerja praktek ini yaitu untuk mengetahui mutu tepung terigu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biscuit dan cracker berdasarkan analisis metode Solvent Retention Capacity (SRC).

5.2.Latar belakang

  Tepung terigu merupakan hasil dari proses penggilingan biji gandum. Jenis tepung terigu dibedakan menjadi 3 kelompok besar yaitu hard wheat, medium wheat dan soft

  

wheat . Tepung hard wheat diperoleh dari penggilingan biji gandum keras (hard wheat),

  tepung soft wheat diperoleh dari biji gandum lunak (soft wheat) sedangkan medium

  

wheat merupakan gabungan antara tepung hard wheat dan tepung soft wheat. Ketiga

  jenis tepung ini dibedakan berdasarkan komponen protein didalamnya. Kandungan protein pada tepung hard wheat : 11-13%, pada tepung medium wheat : 10-11%

  12 sedangkan pada soft wheat : 8-9% (Sutomo, 2006). Proses penggilingan pada biji gandum hard wheat yang keras akan lebih intensif daripada biji gandum soft wheat sehingga presentase damaged starch pada hard wheat akan lebih tinggi (Barak et al.., 2014). Damaged starch merupakan granula pati yang rusak secara fisik selama proses penggilingan (Atwell, 2001). Proses penggilingan gandum hard wheat ini akan menghasilkan tepung terigu dengan ukuran partikel yang besar, kadar protein dan

  

damaged starch yang tinggi serta memiliki daya serap air yang tinggi. Komposisi

  protein gluten akan membuat adonan lebih kuat dan elastis sehingga jenis tepung ini cocok digunakan untuk produksi roti dan produk bakery lainnya yang menggunakan ragi untuk mengembangkan adonan (Al-DMoor, 2013). Jenis tepung terigu yang digunakan PT BISKUIT dalam memproduksi biscuit dan cracker yaitu tepung terigu

  

soft wheat . Jenis tepung ini cocok untuk memproduksi cookies dan kue kering lainnya

  yang tidak memerlukan proses fermentasi. Tepung terigu soft wheat memiliki ukuran partikel yang kecil dan halus, kadar protein dan damaged starch yang rendah. Tepung ini yang memiliki kemampuan menyerap air yang rendah sehingga dapat mempermudah proses pencetakan adonan kue (molding) pada dimensi yang spesifik (Al-DMoor, 2013).

  Tepung terigu harus disimpan pada wadah kering dan suhu ruangan yang sesuai. Tempat penyimpanan tepung terigu diharapkan dapat mempertahankan kadar airnnya yaitu maksimal 14%. Jika kadar air pada tepung lebih dari 14% maka dikhawatirkan jamur dan beberapa mikroorganisme akan mudah bertumbuh dan merusak komponen tepung. Namun perlu diperhatikan pada suhu penyimpanan yang terlalu tinggi (> 55°C) akan merusak fungsi dari protein gluten yang berdampak pada penurunan volume roti sehingga roti tidak mengembang dengan optimal. Selain itu kontaminasi dari telur serangga dapat menurunkan kualitas tepung. Telur serangga dapat lolos selama proses penggilingan. Upaya untuk mencegah perkembangan dan aktivitas dari serangga yaitu dengan penyimpanan pada suhu yang rendah. Tempat penyimpanan tepung terigu harus kering dan bebas dari kontaminasi supaya kualitas tepung tetap terjaga dan menghasilkan produk berkualitas (Atwell, 2001).

  13 Mutu tepung terigu dapat mempengaruhi kualitas produk akhir yang dihasilkan. Sebelum digunakan untuk proses produksi makanan, mutu tepung terigu dianalisis terlebih dahulu dari segi fisik, kimia maupun mikrobiologisnya untuk memastikan tepung terigu sudah memenuhi standar yang berlaku. Parameter mutu tepung terigu yang ditentukan berdasarkan SNI adalah sebagai berikut : Tabel 3. Standar Mutu Tepung Terigu berdasarkan SNI 2009 Metode Solvent Retention Capacity (SRC) dikembangkan oleh Louis Slade dan diimplementasikan oleh American Association of Cereal Chemists (AACC) Approved

  

Method (AAC Method 56-11). Metode ini digunakan untuk memprediksi baking

performance dari tepung terigu jenis soft wheat (Triticum asetivum L.) (Gaines, 2000

  dalam Walker et al, 2008). Metode SRC merupakan suatu pengujian solvasi (solvation

  

assay ) pada tepung berdasarkan sifat pembengkakan jaringan polimer akibat interaksi

  dengan satu jenis pelarut (Kweon et al, 2014). Solvasi disebut juga interaksi zat terlarut-

  14 pelarut (Imai, 2007). Pada solvasi, ion terlarut akan dikelilingi molekul pelarut dan akan membentuk suatu agregat akibat pembengkakan polimer. Pada hal ini zat terlarut merupakkan polimer fungsional pada tepung, yaitu gluten, damaged starch dan pentosan. Ketiga polimer ini memiliki sifat kelarutan yang lebih besar pada satu jenis pelarut spesifik. Interaksinya ditandai dengan pembengkakan polimer tepung yang akan mengendap. Empat jenis pelarut pada metode SRC yang digunakan adalah air (aquades), sukrosa 50%, natrium karbonat (Na

  2 CO 3 ) 5% dan asam laktat 5% (Kweon et

al., 2014).

  Hasil presentase SRC menyatakan banyaknya pelarut yang terserap pada komponen polimer target tepung terigu dengan kadar air tepung maksimal 14%. Hasil SRC sukrosa memiliki korelasi dengan karakteristik pentosan, SRC natrium karbonat memiliki korelasi dengan damaged starch, SRC asam laktat memiliki korelasi dengan karakteristik glutenin dan SRC air menunjukkan pengaruh dari semua konstituen yang ada di dalam tepung terigu (Walker et al, 2008). Tepung terigu dengan baking yang baik akan memberikan hasil presentase SRC sesuai dengan standar

  performance

  sebagai berikut: Tabel 4. Standar Presentase SRC biscuit/cracker di PT Biskuit

  Pelarut % SRC

  Air 50 % - 65% Sukrosa 50% 85% -120%

  Na CO 5% 65% - 100%

  2

3 Asam Laktat 5% 85% - 115%

6. METODOLOGI PENELITIAN

  6.1.Bahan

  Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu jenis soft wheat, air (aquades), larutan sukrosa 50%, larutan natrium karbonat (Na CO ) 5%, larutan asam

  2

  3 laktat 5%.

  6.2.Peralatan

  Peralatan yang digunakan dalam analisis SRC adalah moisture balance, timbangan analitik, 8 tabung sentrifugasi beserta penutupnya, vortex, shakematic, centrifuge.

  6.3.Metode

  Berikut adalah diagram alir metode analisis Solvent Retention Capacity : Kadar air tepung terigu diukur dengan moisture balance

  Delapan tabung sentrifugasi beserta tutupnya ditimbang sebagai berat tabung kosong Tepung terigu dimasukkan kedalam 8 tabung sentrifugasi masing - masing sebanyak 5 ± 0.05 gram

  Tabung 2 & 6 Tabung 1 & 5 Tabung 3 & 7 Tabung 4 & 8 ditambahkan ditambahkan ditambahkan ditambahkan 25 gram

  25 gram air 25 gram 25 gram asam sukrosa 50% Na

  2 CO 3 5% laktat 5% Tabung 1-8 dikocok menggunakan shakematic.

  16 Tabung dipasang pada alat vortex dan didiamkan 20 menit dengan pengocokan pada menit ke 5,10,15,20.

  Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 2330 rpm selama 15 menit.

  Supernatan hasil sentrifugasi dibuang. Tabung beserta gel ditimbang sebagai berat tabung & gel.

  Hasil %SRC dapat dihitung menggunakan rumus Gambar 4. Diagram Alir Metode Analisis SRC Analisis SRC yang digunakan PT BISKUIT mengacu pada metode AAC 56-11.

  Analisis dilakukan secara duplo yaitu dalam menganalisis 1 sampel dilakukan pengujian SRC sebanyak 2 kali. Dalam menganalisis SRC pertama tama tepung terigu yang akan dianalisis harus diukur terlebih dahulu kadar airnya menggunakan moisture balance.

  Kadar air yang terukur harus memenuhi standar mutu SNI yang sudah ditetapkan yaitu maksimal 14% sebagai syarat tepung terigu untuk dapat bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan biscuit dan cracker di PT BISKUIT ini. Sebanyak 8 tabung sentrifugasi beserta tutupnya disiapkan sebagai wadah tepung terigu selama analisis SRC berlangsung. Tabung tersebut masing

  • – masing ditimbang beratnya sebagai berat tabung kosong. Tabung 1,2,3,4 digunakan untuk pengujian pertama sedangkan tabung 5,6,7,8 digunakan untuk pengujian kedua. Masing masing tabung diisi dengan sampel tepung terigu sebanyak 5 ± 0.05 gram. Kedelapan tabung tersebut ditambahkan dengan pelarut standar SRC yang berbeda. Tabung 1 & 5 ditambahkan 25 gram air, tabung 2 & 6 ditambahkan 25 gram sukrosa 50%, tabung 3 & 7 ditambahkan 25 gram natrium karbonat 5% , tabung 4 & 8 ditambahkan 25 gram asam laktat 5%.

  17 Kedelapan tabung dikocok menggunakan shakematic hingga tepung dan pelarut tercampur rata. Lalu tabung 1 – 4 dipasang pada 4 alat vortex berbeda dan didiamkan selama 20 menit untuk memberi waktu tepung untuk menyerap larutan. Vortex disetting untuk mengocok larutan dalam tabung pada menit ke-5, 10, 15 dan 20. Setelah divortex, tabung 1 – 4 disentrifugasi dengan kecepatan 2330 rpm selama 15 menit. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada tabung 5

  • – 8. Tabung 5 – 8 di dipasang pada 4 alat

  

vortex berbeda dan didiamkan selama 20 menit dengan pengocokan pada menit ke 5,

  10, 15, 20. Setelah divortex, tabung 5

  • – 8 disentrifugasi dengan kecepatan 2330 rpm selama 15 menit. Supernatan hasil dari proses sentrifugasi dibuang. Kemudian tabung didiamkan selama 10 menit dengan posisi terbalik dengan diberi alas kertas tissue untuk membuang sisa cairan yang masih ada. Setelah itu tutup tabung dipasang dan tabung ditimbang kembali dan terukur sebagai berat tabung & gel. Kemudian hasil presentase SRC dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut :

  ( ( ( (

  %SRC = 100%

  ( ) x

  (

7. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 7.1. Hasil Analisis Mutu Tepung Terigu dengan Metode Solvent Retention

  Capacity (SRC)

  Hasil analisis SRC pada tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 5 dan hasil analisis yang lebih terinci dapat dilihat pada lampiran 1.

  Tabel 5. Analisis SRC tepung terigu soft wheat

  %SRC Standar Standar Parameter (Rata – rata ± Standar min% max% Deviasi) Air

  50

  65 71,695 ± 11,94 Sukrosa 50% 101,725 ± 1,55

  85 120 Na 2 CO 3 5% 85,505 ± 1,22 65 100 Asam Laktat 5%

  102,410 ± 1,67 85 115

  Pada Tabel 5. ditunjukkan hasil analisis SRC dari bahan tepung terigu soft wheat. Hasil rata

  • – rata SRC diperoleh dari 2 kali pengujian pada 4 jenis pelarut. Hasil %SRC rata – rata dengan pelarut air yaitu sebesar 71,695 ± 11,94 dengan standar hasil antara 50% -

  sukrosa 50% hasilnya sebesar 101,725 ± 1,55

  65%. Hasil %SRC rata – rata dengan pelarut dengan hasil standar antara 85% sampai 120% . Hasil % SRC rata dengan pelarut

  • – rata

  Na 2 CO 3 5% hasilnya sebesar 85,505 ± 1,22 dengan hasil standar antara 65% sampai 100%.

  Hasil %SRC rata asam laktat 5% hasilnya sebesar 102,410 ± 1,67

  • – rata dengan pelarut dengan hasil standar antara 85% sampai 115% .

7.2. Pembahasan Analisis Tepung Terigu dengan Metode Solvent Retention

  Capacity (SRC)

  Kualitas biscuit dapat ditentukan dari 3 faktor utama yaitu formulasi bahan yang seimbang, proses produksi yang optimum dan penggunaan jenis bahan baku yang sesuai dengan karakter produk yang diinginkan (Al-Dmoor, 2013). Pemilihan tepung terigu dengan mutu yang baik menjadi sangat penting untuk dapat menghasilkan produk

  

biscuit dan cracker sesuai dengan standar yang ada. Parameter kualitas produk yang

  dapat diprediksikan adalah diameter kue serta rasio antara lebar dan tinggi kue (spread

  19

  

factor ). Tepung yang dapat menghasilkan diameter kue yang lebih besar dengan

  ketinggian yang lebih rendah dianggap memiliki kualitas yang lebih baik. (Barak et al., 2014). Hal ini membuat mutu dari tepung terigu menjadi pertimbangan penting dalam memproduksi biscuit dan cracker.

  Sampel tepung terigu yang diuji merupakan bahan baku dalam memproduksi biscuit maupun cracker. Menurut Kweon et al. (2013) dalam pembuatan bicuit maupun cracker dapat digunakan 1 jenis tepung terigu yang sama dengan tetap mengontrol konsentrasi gula, air maupun suhu proses yang digunakan. Tepung terigu dianalisis menggunakan metode SRC untuk dapat mengetahui karakteristik produk yang akan dihasilkan. Metode SRC berbeda dari metode pengujian rheology adonan lainnya. Pengujian seperti

  

mixography, farinography, rapid visco analysis dilakukan dengan pelarut yang terbatas

  dan dengan peningkatan suhu, sedangkan metode SRC dilakukan dengan situasi pelarut yang berlebih tanpa ada penggunaan energi panas didalamnya. Pengujian

  • – pengujian rheology ini hanya mengukur kombinasi dan kumulatif dari gugus fungsional pada tepung terigu (protein gluten, damaged starch dan pentosan) dibandingkan kontribusi dari masing
  • – masing komponen. Kelebihan metode SRC dibandingkan pengujian lainnya adalah metode ini dapat menganalisis kontribusi dari ma
  • – masing komponen fungsional yang terdapat pada tepung terigu, yaitu protein gluten, damaged

  

starch dan pentosan. Seperti contohnya tepung terigu untuk pembuatan roti berbeda

  dengan tepung terigu untuk pembuatan cookies/ cracker. Untuk pembuatan roti secara umum membutuhkan tepung dengan sifat absorbsi air yang tinggi, memiliki matriks gluten yang kuat dan kadar damaged starch serta pentosannya tinggi, sedangkan untuk pembuatan cookie/ kue kering lainnya membutuhkan tepung dengan sifat absorbsi air yang rendah, memiliki kekuatan gluten yang rendah dan kadar damaged starch serta pentosannya rendah (Kweon et al., 2011).

  Pada analisis metode SRC, sampel tepung terigu dicampurkan dengan 25 gram pelarut yang berbeda. Pelarut yang digunakan yaitu air, sukrosa 50%, Na CO 5%, asam laktat

  2

  3

  5%. Masing

  • – masing pelarut ini memiliki peran untuk mengidentifikasi komponen tepung yang berperan dalam pembengkakan tepung. Keempat pelarut ini merupakan pelarut dengan basis air (water-based solvent). Air merupakan referensi pelarut SRC

  20 karena air dapat menyerap ketiga polimer fungsional pada tepung (Kweon et al., 2013). Campuran antara tepung dengan pelarut ini kemudian dikocok dengan tangan untuk melarutkan tepung secara merata tanpa terbentuk gumpalan (Kweon et al., 2011). Dari literatur pengocokan dilakukan secara manual namun di PT BISKUIT menggunakan alat berupa shakematic yang dapat mempermudah proses pengocokan tepung sampai tercampur merata dan tidak terbentuk gumpalan. Setelah itu campuran tepung& pelarut divortex dengan waktu pengadukan pada menit ke 5,10,15 dan 20. Menurut Kweon et

  

al. (2011) penggunaan vortex juga dapat menggantikan proses pengocokan dengan

tangan (hand shaking) untuk mempermudah operator lab dalam menganilisis SRC.

  Penggunaan shakematic dan vortex juga dapat membuat interaksi pelarut dengan komponen polimer fungsional pada tepung terigu menjadi semakin efisien. Selama 20 menit tersebut komponen polimer akan menyerap air dari pelarut. Masing masing polimer pada tepung memiliki sifat cenderung lebih larut pada salah satu pelarut SRC. Interaksinya ditandai dengan pembengkakan polimer tepung yang akan mengendap (Kweon et al., 2014).

  Suspensi tepung kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2330 rpm selama 15 menit. Proses sentrifugasi berperan untuk memisahkan partikel padat dari bubur (pulp) untuk mendapatkan gel kasar. Semakin tinggi kecepatan centrigue maka gel akan semakin cepat terbentuk (Chandegara & Varshney, 2014). Pada standar kecepatan sentrifugasi 2330 rpm selama 15 menit akan terjadi pemisahan 2 komponen yaitu endapan polimer tepung yang membengkak dan cairan pelarut SRC yang berlebih. Cairan pelarut yang berlebih ini dibuang karena yang dihitung dalam metode SRC adalah pelarut SRC yang tertahan/terserap pada komponen polimer fungsional tepung. Banyaknya pelarut yang terserap ini menunjukkan salah satu jumlah komponen polimer fungsional pada tepung (Gaines, 2000).

  Secara umum, hasil SRC sukrosa berhubungan dengan komponen pentosan, hasil SRC Na CO berhubungan dengan tingkat damaged starch, hasil SRC asam laktat

  2

  3

  berhubungan dengan karakteristik protein gluten dan hasil SRC air dipengaruhi oleh semua komponen polimer tepung (Barak et al., 2014). Nilai daya serap air/ Water

  

Holding Capacity (WHC) tepung terigu dinyatakan dalam gram air/gram komponen

  21 kering dan setara dengan hasil SRC air pada tepung terigu. Berdasarkan literature WHC, gluten dapat menahan 2,8 g H

2 O/ g gluten kering, damaged starch (yang dihasilkan dari

  penggilingan) dapat menahan 1.5 O/ g pati kering, dan pentosan (kelompok

  • – 10 g H

  

2

  arabinoxylans) memiliki nilai WHC paling tinggi pada tepung terigu soft wheat yaitu 10 g H

2 O/ g arabinoxylan kering sehingga kadar damaged starch ini sangat mempengarui

  nilai WHC pada tepung terigu (Kweon et al., 2013). Masing

  • – masing pelarut SRC dan komponen polimer fungsional yang bersangkutan memiliki dampak berbeda
  • – beda
  • – pada karakteristik biscuit/ cracker yang dihasilkan. Berikut adalah penjelasan masing masing peran dari pelarut SRC yang digunakan : 7.2.1.

   SRC Sukrosa 50%

  Hasil %SRC sukrosa memiliki korelasi dengan karakter pentosan pada tepung (Gaines, 2000). Hasil %SRC sukrosa yang tinggi mengindikasikan kadar pentosan yang tinggi pada tepung terigu. Pada analisis kali ini didapatkan hasil %SRC sukrosa 50% sebesar 101,725%. Hasil ini masuk dalam nilai standar %SRC sukrosa yang telah ditentukan (85% - 120%), sehingga dapat diketahui sampel tepung terigu yang digunakan memiliki kadar pentosan yang normal.

  Pentosan merupakan kelompok polisakarida tidak berpati yang tersusun atas monosakarida dengan 5 atom karbon (Atwell, 2001). Pentosan hanya terdapat 2-3% pada tepung terigu namun daya serap air/ Water Holding Capacity (WHC) pentosan lebih besar daripada damaged starch maupun gluten (Moiraghi et al., 2011). Tepung terigu dengan baking performance yang baik akan menunjukkan hasil %SRC sukrosa diantara 85% - 120%. Semakin besar %SRC sukrosa berarti semakin banyak pentosan pada tepung dan menunjukkan tepung memiliki daya serap air yang tinggi dan hal tersebut tidak diinginkan dalam produksi biscuit/cracker karena akan membuat rasio lebar dan tebal biscuit (spread factor) menjadi tidak sebanding. Tebal biscuit dan

  

cracker yang tidak merata akan membuat produk lebih mudah retak/hancur saat

pemanggangan (Kweon et al., 2011).

  22

  7.2.2.

2 CO 3 5% SRC Na

  Hasil %SRC Na

  2 CO 3 memiliki korelasi dengan karakter damaged starch pada tepung

  (Gaines, 2000). Hasil SRC pelarut Na CO mengindikasikan kontribusi amilopektin dari

  2

  3 damaged starch . Pada analisis kali ini didapatkan hasil %SRC Na

  2 CO

  3

  5% sebesar 85,505%. Hasil ini masuk dalam nilai standar %SRC Na

  2 CO 3 yang telah ditentukan

  (65% - 100%), sehingga dapat diketahui sampel tepung terigu yang digunakan memiliki kadar damaged starch yang normal.

  Tepung soft wheat didapatkan dari biji gandum lunak yang sifatnya mudah hancur sehingga penggilingan dilakukan dengan energi yang lebih kecil dan tepung yang dihasilkan memiliki tingkat kerusakan pati/ damaged starch yang lebih rendah (Al- Dmoor, 2013). Secara alami jumlah damaged starch pada tepung terigu rendah. Presentase damaged starch pada biscuit dan cracker juga harus diminimalkan karena amilopektin dari damaged starch dapat membuat adonan kue menjadi lebih kaku dan dapat mengurangi diameter produk yang dihasilkan. Penurunan diameter kue saat presentase damaged starch meningkat dapat terjadi karena jumlah damaged starch yang lebih banyak akan membuat air diserap dalam jumlah yang lebih tinggi sehingga viskositas tepung lebih besar dan menghasilkan diameter kue yang lebih kecil (Moiraghi, 2011).