201143 ATR AP150 DUPLEX 50 SET REVISI ok

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION SUMATERA

De sk ripsi Pe t a Ekore gion Sum at e ra
Sk a la 1 : 2 5 0 .0 0 0
Tim Penyusun
Pengarah:
Drs. Amral Fery, M.Si.
(Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera)
Penanggung Jawab Teknis
Ahmad Isrooil, S.E.
(Kepala Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan Lingkungan Hidup)
Koordinator
Zuchri Abdi, S.Si. M.Sc.
Penyusun:
Suharyani, SP., M.Si.
Nurul Qisthi Putri, S.H.
Leonardo Siregar, S.T.
Ferdinand, S.S. M.ES.
Fran David
Yuni Ayu Annysha

Tenaga Ahli:
Dr. Langgeng Wahyu Santosa, M.Si. (UGM)
Dr. Agus Joko Pitoyo, M.A. (UGM)
Agus Suyanto, S.Hut., M.Sc. (UGM)
Asisten Tenaga Ahli:
Ahmad Cahyadi, S.Si., M.Sc. (UGM)
Bahtiar Arif Mujianto, S.Si. (UGM)

 Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera,
Jl. HR. Soebrantas Km 10,5 Panam - Pekanbaru
Telepon/Fax (0761) 62962

K a t a Pe nga nt a r
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas kehendakNya Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan
Hidup (DDDTLH) Ekoregion Sumatera ini dapat diselesaikan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya Pusat
Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera (P3ES) menggunakan metode
Jasa Ekosistem (Ecosystem Services) dengan pendekatan spasial untuk menentukan

DDDTLH Ekoregion Sumatera. Pengintegrasian DDDTLH kedalam Kebijakan,
Rencana dan Program (KRP) akan lebih mudah dan komprehensif dengan
pendekatan spasial karena KRP yang terkait dengan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup selalu menempati ruang tertentu dan bersinggungan bahkan
bertampalan dengan jasa-jasa yang disediakan oleh ekosistem yang tidak lain
adalah bentuk lain dari bentang lahan.
Sebagaimana diketahui bersama, pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah
rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antar keduanya. Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen
lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagai dasar pertimbangan
dalam pembangunan sebenarnya telah diamanatkan sejak ditetapkannya UndangUndang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang 32 Tahun
2009 sebagai pengganti Undang-Undang 23 Tahun 1997, fungsi daya tampung
dan daya dukung lingkungan sebagai dasar perencanaan dan pengendalian
pembangunan semakin diperjelas.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, amanat daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup tertuang pada sejumlah pasal, diantaranya Pasal 12
yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya
alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari

i

penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana
pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta
kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS). Pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi
lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang
wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari proses penyusunan KLHS dan
RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan lingkungan

hidup baik di pusat maupun di daerah.
Hasil kajian DDDTLH Ekoregion Sumatera ini disajikan dalam dua (2) seri buku
yang terdiri dari Buku 1 yang berisi deskripsi tentang Daya Dukung dan Daya
Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem dan
Buku 2 yang berisi deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala1:250.000.
Dengan selesainya kedua buku ini maka salah satu tahapan dalam proses
perencanaan pengendalian pembangunan dibidang lingkungan hidup dan
kehutanan di Ekoregion Sumatera telah dapat diselesaikan. Tahapan berikutnya
adalah bagaimana mengimplementasikan dan mengintegrasikan hasil-hasil kajian
ini kedalam perencanaan pembangunan di daerah. Tentu saja untuk sampai
ketahap itu bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan upaya-upaya lanjutan
seperti misalnya mensosialisasikannya dan melakukan pendampingan kepada
pemerintah daerah dalam hal penyusunan dan pemanfaatan data dan informasi
DDDTLH.
Terakhir, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi bagi terwujudnya kedua buku ini baik dari kalangan
akademisi, praktisi dan birokrasi, serta orang-perorang yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. Selanjutnya, kami menyadari bahwa buku ini masih jauh
dari sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat
diharapkan. Terima kasih.

Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan
Ekoregion Sumatera,

Drs. Amral Fery, M.Si

ii

DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
DESKRIPSI KARAKTERISTIK FISIK EKOREGION PULAU
SUMATERA ..............................................................................
A.1
Kerangka Fikir dan Teknik Penyusunan Peta
Ekoregion ...................................................................
A.2
Deskripsi dan Karakteristik Fisik (Abiotik) Satuan

Ekoregion Pulau Sumatera Skala 1 : 250.000..............
A.2.1 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir
dengan Pantai Berlumpur (M1)...................................
A.2.2 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir
dengan Pantai Berpasir (M2) ......................................
A.2.3 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Gambut
(O1) .............................................................................
A.2.4 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pulau Terumbu
Karang (O2) .................................................................
A.2.5 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluviovulkanik (F1) ...............................................................
A.2.6 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (F2).
A.2.7 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluviomarin (F3)....................................................................
A.2.8 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Perkotaan
(A1)..............................................................................
A.2.9 Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng
Gunungapi (V1) ...........................................................
A.2.10 Satuan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi (V2)
A.2.11 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki
Gunungapi (V3) ...........................................................
A.2.12 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan

Struktural Patahan (S1.P); ..........................................
A.2.13 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan
Struktural Patahan (S2.P) ...........................................
A.2.14 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar
Pegunungan Struktural Patahan (S3.P1) …..................
A.2.15 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar
Perbukitan Struktural Patahan (S3.P2) .......................
A.2.16 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan
Struktural Lipatan (S1.L) …..........................................
A.2.17 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan
Struktural Lipatan (S2.L) ............................................
A.2.18 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar
Perbukitan Struktural Lipatan (S3.L2) ........................
A.2.19 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan
Denudasional (D2) …...................................................

iii

i
iii

v
vi
A1
A1
A10
A11
A14
A16
A17
A18
A20
A26
A29
A30
A38
A43
A46
A46
A58
A58

A61
A61
A63
A65

A.2.20 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki
Perbukitan Denudasional (D3) ...................................
A.2.21 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar
Perbukitan Denudasional (D4) ...................................
DESKRIPSI KARAKTERISTIK HAYATI EKOREGION PULAU
SUMATERA
B.1
Ekoregion Bentangalam asal proses Marin ................
B.2
Ekoregion Bentangalam asal proses Organik .............
B.3
Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial ...............
B.4
Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik ....
B.5

Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik ............
B.6
Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik
(Struktural) .................................................................
B.7
Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional.....

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Pulau
Sumatera

A65
A67
B1
B3
B5
B6
B10
B12
B15
B17

C1

C.1
C.2

Ekoregion Bentangalam asal proses Marin ................
Ekoregion Bentangalam asal proses Organik..............

C1
C5

C.3

Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial................

C8

C.4

Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik....

C12

C.5

Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik............

C14

C.6

Ekoregion

C.7

Bentangalam

asal

proses

Tektonik

(Struktural)..................................................................

C18

Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional.....

C26

iv

DAFTAR
TABEL
Tabel
A.1.1
A.1.2
A.1.3
A.2.1

A.2.2

A.2.3

B.1
01

02

0.3

Hal.
Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng dan
Beda Tinggi .........................................................................
Rujukan Utama untuk Analisis Genesis di Wilayah Kajian
Klasifikasi Ekoregion Berbasis Bentanglahan Pulau
Sumatera skala 1 : 250.000 ................................................
Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion
Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di
Sumatera Barat ...................................................................
Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion
Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera
Barat ...................................................................................
Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion
Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di
Sumatera Barat ...................................................................
Kepemilikan RTH di Pulau Sumatera ..................................
Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 :
250.000
Aspek Karakteristik Bentanglahan, Potensi, dan
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-Hayati (Abiotik) ...
Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 :
250.000
Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan
Sumberdaya Hayati ..........................................................
Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 :
250.000
Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan
Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya .......................

v

A3
A5
A7

A33

A53

A56
B11

I-1

I-18

I-22

DAFTAR
GAMBAR
Hal.

Gambar
A.1.1

A.1.2
A.2.1a

A.2.1b

A.2.1c

A.2.2a

A.2.2b

A.2.2c

Kenampakan Struktur Kulit Bumi akibat Tenaga dan
Proses Geomorfologi yang bekerja dari dalam maupun
permukaan Bumi
Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan
Kenampakan Dusun I Pantai Cermin Kecamatan
Parbaungan yang merupakan Ekoregion Bentanglahan
Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Kabupaten
Serdang Bedagai, Sumatera Utara
Kenampakan Tanah Aluvial dengan solum tebal,
tekstur pasir berdebu (pasir kuarsa), struktur lepaslepas, pH 65

0-5
5 - 25
25 - 75
50 - 200
200 - 500
500 - 1000
> 1000

Unit Relief
Datar
Berombak / Landai
Bergelombang / Agak miring
Miring
Agak curam
Curam
Sangat curam

Topografi
Dataran
Lerengkaki / Kaki
Perbukitan
Pegunungan

Sumber: Verstappen (1983) dengan modifikasi

Aspek struktur juga dapat diidentifikasi secara baik berdasarkan pola-pola
kelurusan (lineament) dan perbedaan relief yang mencolok dalam citra Landsat, yang
didukung oleh informasi dari Peta Geologi, berupa: dip-strike, jalur sesar, jalur lipatan,
bidang sesar, dan struktur geologi lainnya. Informasi tentang formasi, jenis dan umur
batuan (litologi) penyusun bentuklahan, secara terinci dapat dipelajari dan diidentifikasi
berdasarkan hasil interpretasi Peta Geologi (Santosa, 2010). Berdasarkan struktur
utamanya, maka di permukaan bumi terdapat paling tidak terdapat 4 (empat) macam
struktur, yaitu: struktur berlapis horisontal karena proses deposisional (plain and plato),
struktur berlapir mengerucut karena proses erupsi gunungapi (volcanic), struktur berlapis

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

A-3

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

terlipat (dome and folded) dan struktur berlapis terpatahkan (faulted) akibat proses
pengangkatan tektonik (structurally), serta struktur tidak menentu akibat terdenudasi
(denudasionally), seperti nampak pada Gambar A1.1.

Gambar A1.1.
Kenampakan Struktur Kulit Bumi
akibat Tenaga dan Proses
Geomorfologi yang bekerja dari
dalam maupun permukaan Bumi
(Sumber: Lobeck, 1939)

Genesis dan kronologis proses pembentukan bentuklahan merupakan informasi
penting dalam upaya penanganan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
Sementara genesis juga mempengaruhi proses strukturisasi permukaan bumi, yang
tercermin pada bentuklahannya. Thornbury (1954) menyatakan bahwa struktur geologi
merupakan salah satu faktor pengontrol evolusi bentuklahan, sebaliknya bentuklahan
dicerminkan oleh struktur geologinya. Konteks lain menyatakan bahwa struktur geologi
sangat menentukan struktur geomorfologi, yang memberikan kenampakan yang khas
pada bentuklahannya. Untuk mempelajari dan memahami genesis daerah penelitian
secara lengkap, maka dilakukan telaah pustaka secara mendalam, berdasarkan berbagai
rujukan atau hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada di daerah penelitian dan sekitarnya.
Berbagai referensi yang dapat dijadikan dasar untuk mempelajari genesis wilayah kajian
adalah: Bemmelen (1970) dan Verstappen (2000, dalam Sutikno, 2014), yang secara
terinci diuraikan dalam dalam Tabel A1.2.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

A-4

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

Tabel A1.2. Rujukan Utama untuk Analisis Genesis di Wilayah Kajian
Sumber

Deskripsi Umum

Bemmelen (1970)
The Geology of Indonesia

Menjelaskan tentang genesis, stratigrafi geologis, dan berbagai formasi
batuan penyusun di setiap bentanglahan asal proses di Indonesia.

Verstappen (2000, dalam
Sutikno, 2014)
The Outline Geomorphology
of Indonesia

Menjelaskan tentang genesis dan berbagai proses geomorfologi masa
lampau, serta dinamika bentuklahan yang ada di Indonesia secara umum.

Sumber: Hasil Telaah Pustaka (2015)

Proses geomorfologi merupakan suatu bentuk perubahan fisik maupun kimiawi
yang mampu mengikis dan/atau mengangkut material di permukaan bumi (Lobeck,
1939). Proses-proses tersebut mengakibatkan perubahan bentuklahan dalam waktu
pendek maupun panjang yang disebabkan oleh tenaga geomorfologi. Lebih lanjut
disebutkan bahwa proses yang bekerja pada masa lampau akan berpengaruh terhadap
proses masa sekarang, dan proses yang terjadi pada saat ini dapat dipakai untuk
menelusur proses yang terjadi pada masa lampau. Proses-proses geomorfik akan
meninggalkan bekas pada bentuklahan, dan setiap proses geomorfik yang berkembang
memberikan karakteristik tertentu pada bentuklahan (Thornbury, 1954). Proses
geomorfologi yang terjadi sekarang lebih bersifat eksogen berupa pelapukan, pentorehan,
pengangkutan dan gerak massa batuan, yang ternyata juga telah mengubah struktur
geomorfologi aslinya dan menghasilkan bentukan-bentukan yang lebih kecil dan sangat
kompleks (Santosa, 2014).
Proses-proses geomorfologi dapat diidentifikasi berdasarkan kenampakan hasil
prosesnya, seperti: pelapukan, pelarutan, gerak massa batuan, erosional, deposisional,
sesar, dan lipatan, dapat diinterpretasi secara tegas dan cepat melalui citra Landsat atau
data penginderaan jauh lainnya. Citra yang digunakan adalah Landsat ETM+ atau Landsat
8 komposit 457, karena kenampakan relief atau morfologi, proses-proses geomorfologi,
dan kontrol struktur sangat tegas dan dapat diidentifikasi dengan baik. Klasifikasi dan
deliniasi bentuklahan dapat dengan mudah dan akurat dilakukan melalui interpretasi citra
komposit tersebut. Di samping itu, identifikasi pola relief juga dapat dilakukan
berdasarkan pola kontur dalam Peta Topografi atau melalui kenampakan pada citra
Landsat. Berdasarkan asal proses utama (genetik), yang dicirikan oleh perbedaan relief,
struktur, proses, dan litologi penyusunnya, maka Verstappen (1983) mengklasifikasikan
bentuklahan menjadi 10 (sepuluh) macam, yaitu: bentuklahan asal vulkanik (V),
bentuklahan asal fluvial (F), bentuklahan asal marin (M), bentuklahan asal eolian (E),
bentuklahan asal struktural (S), bentuklahan asal denudasional (D), bentuklahan asal
pelarutan atau solusional (K), bentuklahan asal glasial (G), bentuklahan asal organik (O),

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

A-5

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

dan bentuklahan akibat aktivitas manusia atau antropogenik (A), seperti disajikan dalam
Gambar A1.2. Perbedaan setiap satuan bentuklahan akan berpengaruh terhadap
keterdapatan dan potensi sumberdaya, serta permasalahan lingkungan yang mungkin
terjadi, sehingga satuan bentuklahan dapat dipakai sebagai pendekatan analisis dalam
setiap kajian geomorfologi terapan, yang salah satu terapannya adalah dalam penyusunan
ekoregion dan karakteristiknya di Pulau Sumatera.

Gambar A1.2. Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan (Santosa, 2014)

Kenampakan relief, struktur dan proses yang terjadi di masa sekarang tidak lepas
dari pengaruh tenaga geomorfologi yang bekerja pada litologi penyusun dalam skala
ruang dan waktu tertentu. Jenis material penyusun, resistensi (kestabilan mineral) dan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

A-6

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

penyebarannya, sangat menentukan proses pelapukan dan erosi yang akan berpengaruh
terhadap perkembangan bentuklahannya (Goldich, 1938; Bowen, 1972 dalam Santosa,
1995 dan 2014). Secara umum berdasarkan cara pembentukannya, jenis material
penyusun bumi ini dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: batuan beku akibat pembekuan
aliran magma, batuan sedimen akibat proses pengendapan material oleh berbagai tenaga
geomorfologi, dan batuan malihan atau metamorfosis akibat proses penekanan yang
begitu kuat dan lama dengan suhu yang sangat tinggi, yang menyebabkan perubahan
struktur dan tekstur batuan asalnya. Pada penyusunan Peta Ekoregion Pulau Sumatera
skala 1 : 250.000 kali ini, belum memasukkan aspek batuan secara terinci sebagai
komponen penyusun bentanglahan lainnya. Berdasarkan pertimbangan komponen
morfologi, proses, dan strutkur penyusun bentanglahan, maka klasifikasi satuan
Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000, seperti disajikan dalam Tabel A1.3.
Tabel A1.3. Klasifikasi Ekoregion Berbasis Bentanglahan Pulau Sumatera skala 1 : 250.000
Genesis

Lereng &
Morfologi

Marin

0–3%
Dataran

Organik

0–3%
Dataran

3 – 8%
Dataran
berombak

Fluvial
0 – 3%
Dataran

Antropogenik

0 – 15%
Dataran –
Dataran
Bergelombang

Proses Geomorfologi
Pengendapan lumpur oleh
sungai dan gelombang
Pengendapan pasir oleh
gelombang
Proses pembusukan
mineral organik dan
pembentukan gambut
Proses pertumbuhan
terumbu karang pada
pulau-pulau kecil lepas
pantai
Proses pengendapan
material piroklastik
gunungapi oleh aliran
sungai
Proses pengendapan
material aluvium oleh
aliran sungai secara murni
/ umum
Proses pengendapan oleh
aktivitas marin masa lalu
(di lapisan bagian bawah)
dan tertutup oleh
pengendapan aluvium
oleh aliran sungai (di
lapisan bagian atas)
Bentuk adabtasi dan
rekayasa manusia
terhadap lahan, yang
umumnya berasosiasi
dengan bentanglahan
vulkanik, fluvial, dan
marin

Struktur

Berlapis
horisontal

Nama Ekoregion Bentanglahan
M1
M2

Dataran Pesisir dengan
Pantai Berlumpur
Dataran Pesisir dengan
Pantai Berpasir

Berlapis
horisontal

O1

Dataran Gambut

Tidak
berstruktur

O2

Pulau Terumbu

F1

Dataran Fluvio-vulkanik

F2

Dataran Aluvial

F3

Dataran Fluvio-marin

A1

Dataran Perkotaan

Berlapis
tersortasi
baik (fraksi
kasar di
bagian bawah,
sedang di
bagian
tengah, dan
halus di
bagian atas)

Umumnya
berlapis
horisontal

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

A-7

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

Lanjutan Tabel A1.3.
Genesis

Lereng &
Topografi

30 – >45%
Bergunung

Vulkanik

15 – 30%
Berbukit

8 – 15%
Dataran
Bergelombang

> 45%
Bergunung

Struktural

30 – 45%
Berbukit

8 – 15%
Dataran
Bergelombang

Proses Geomorfologi
Proses utama aliran
magma (vulkanism): lava
dan lahar, pengendapan
secara periodik sesuai
intensitas erupsi, yang
menempati morfologi
paling atas
Pengendapan aliran
piroklastik secara
periodik dengan bantuan
gravitasi, hujan, atau
aliran sungai: kaki
gunungapi menempati
morfologi bagian tengah,
dan dataran kaki
gunungapi menempati
morfologi paling bawah
Pengangkatan tektonik
terhadap lapisan batuan
yang keras (batuan beku
dan metamorfik),
sehingga terbentuk plok
patahan (horst)
Pengangkatan tektonik
terhadap lapisan batuan
yang plastik (batuan
sedimen klastik dan
organik), sehingga terlipat
membentuk punggungan
(antiklinal)
Pengangkatan tektonik
terhadap lapisan batuan
yang keras (batuan beku
dan metamorfik),
sehingga terbentuk plok
patahan (horst)
Pengangkatan tektonik
terhadap lapisan batuan
yang plastik (batuan
sedimen klastik dan
organik), sehingga terlipat
membentuk punggungan
(antiklinal)

Struktur

Nama Ekoregion Bentanglahan

V1

Kerucut dan Lereng
Gunungapi

V2

Kaki Gunungapi

V3

Dataran Kaki
Gunungapi

Berlapis
dengan dipstrike yang
tegas

S1.P

Pegunungan Struktural
Patahan (Horst)

Berlapis
terlipat
mengikuti
pola antiklinal

S1.L

Pegunungan Struktural
Lipatan (Antiklinal)

Berlapis
dengan dipstrike yang
tegas

S2.P

Perbukitan Struktural
Patahan (Horst)

Berlapis
terlipat
mengikuti
pola antiklinal

S2.L

Perbukitan Struktural
Lipatan (Antiklinal)

Berlapis
secara
mengerucut
dan
mengikuti
pola lereng

Bagian atau morfologi
yang turun (terban atau
graben) dari proses
tektonik blok pegunungan
patahan

Mengikuti
struktur
pegunungan
atau
perbukitan
blok
patahannya

Bagian atau morfologi
yang turun (sinklinal) dari
proses tektonik lipatan

Berlapis
terlipat
mengikuti
pola sinklinal

S3.P1

S3.P2

S3.L2

Lembah antar
Pegunungan Struktural
Patahan (Terban /
Graben)
Lembah antar
Perbukitan Struktural
Patahan (Terban /
Graben)
Lembah antar
Perbukitan Struktural
Lipatan (Sinklinal)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

A-8

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

Lanjutan Tabel A1.3.
Genesis

Lereng &
Topografi

30 – 45%

Denudasional

Proses Geomorfologi

Struktur

Degradasi permukaan
bumi: erosional dan gerak
massa batuan sangat
dominan

Sangat
dipengaruhi
oleh tenaga
endogennya:
volkanik atau
tektonik

15 – 35%

3 – 15%

Proses deposisional
material rombakan lereng
(koluvium), yang dapat
terbentuk akibat gaya
gravitatif atau atas
bantuan aliran sungai

Tidak
berstruktur
(material
tercampuraduk)

Nama Ekoregion Bentanglahan

D2

Perbukitan
Denudasional

D3

Lerengkaki Perbukitan
Denudasional

D4

Lembah antar
Perbukitan
Denudasional

Sumber: Hasil Analisis dan Perumusan Tim Ahli (2015)

Berdasarkan isi dari peraturan dasar UUPPLH Nomor 32 tahun 2009 dan konsep
pemikiran dalam penyusunan Peta Ekoregion di atas, maka selanjutnya satuan ekoregion
sebagai satuan ekosistem berbasis bentangalam atau bentanglahan yang terintegrasi
dengan wilayah administrasi, dapat dijadikan sebagai kerangka dasar dalam kebijakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ekoregion merupakan unit analisis
terkecil yang dipakai untuk inventarisasi dan analisis data lingkungan yang berbaais
bentanglahan. Setiap aspek penyusun satuan bentanglahan akan berpengaruh terhadap
karakteristik dan sebaran unsur-unsur penyusun lingkungan yang lain, seperti: tanah, air,
batuan dan mineral, vegetasi, penggunaan lahan, keanekaragaman hayati, serta perilaku
manusia dalam lingkungan. Hugget (1995) memandang bahwa bentanglahan dapat
dipakai sebagai kerangka dasar penyusunan satuan geoekosistem. Geoekosistem dapat
pula dipandang sebagai ekoregion bentanglahan, yaitu ekosistem alami yang terbentuk
secara genetik dan di dalamnya terkandung sifat-sifat yang relatif tetap, sehingga dapat
dipakai sebagai pendekatan dalam inventarisasi karakteristik dan potensi sumberdaya
alam dan lingkungan hidup. Secara sistematis, kerangka fikir penyusunan Peta Ekoregion
dapat dilihat pada Gambar A1.3.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

A-9

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

Citra Penginderaan Jauh

Interpretasi Relief dan
Proses Geomorfologi

Peta Topografi

Peta Geologi

Interpretasi Relief dan
Kelerengan

Interpretasi Struktur dan
Materi Penyusun

Cek Lapangan

Peta Administrasi
Satuan Bentuklahan sebagai Satuan
Terkecil Ekologi Bentanglahan

Inventarisasi Data

Peta Daerah Aliran Sungai
Komponen Lainnya

PETA
EKOREGION

Analisis dan Evaluasi

Karakteristik
Lingkungan A-B-C
Potensi dan Masalah

Karakteristik Lingkungan
Hidup Spasial berbasis
Sistem Informasi Geografis

Implementasi
Strategi dan Program
Perlindungan dan
Pengelolaan
Lingkungan Hidup

Gambar A1.3. Pendekatan Kajian dan Kerangka Fikir Penyusunan Ekoregion
dan Inventarisasi Lingkungan Hidup

A.2. Deskripsi dan Karakteristik Fisik (Abiotik) Satuan Ekoregion
Pulau Sumatera Skala 1 : 250.000

Berdasarkan hasil analisis dan perumusan satuan ekoregion bentanglahan
berdasarkan aspek genesis, morfologi, proses, dan struktur lapisan batuannya, maka Peta
Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000 terdiri atas 21 (dua puluh satu) satuan
ekoregion yang berasal dari 7 (tujuh) genesis atau asal proses utama bentanglahan.
Parameter deskripsi dan karakteristik aspek fisik (komponen abiotik) ekoregion
bentanglahan yang akan diuraikan meliputi: (a) karakteritik bentanglahan (morfologi,
proses pembentukan, struktur, dan material penyusun secara umum); (b) potensi

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

A - 10

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

sumberdaya alam non-hayati (iklim, mineral, tanah dan penggunaan lahan, air permukaan
dan airtanah, serta arahan fungsi lahan sebagai jasa lingkungan secara umum); dan (c)
permasalahan sumberdaya alam non-hayati dan kerawanan lingkungan. Selanjutnya
deskripsi dan karakteristik setiap satuan ekoregion bentanglahan, akan disampaikan
sebagaimana berikut ini.

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES MARIN
A.2.1. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir
dengan Pantai Berlumpur (M1)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah pesisir Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai
Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini.

Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata