05-RESISTENSI DAN NEGOSIASI 13
BAHASAN UTAMA
RESISTENSI DAN NEGOSIASI:
MEMPERTAHANKAN OTORITAS
PEREMPUAN DI TENGAH
PERUBAHAN AGRARIA
Laksmi Adriani Savitri 1
Abstract
Agrarian transformation from subsistent production to commercialization is not
merely dealing with technical and commodity transformation. The spirit lays on
the transformation of authority holder in social relation, among which is gender
relation. Production and consumption decision making on household level, and
the decision to change the landscape on community level often marginalize
women in case of agricultural commercialization. Commercial production is
identical with men's world, while women are loaded with subsistence responsibility. This case illustrates the context of transformation from paddy production
into cacao plantation in Sulawesi Tengah (namely Palopu),2 which shows how
women's authority on production and consumption decision rules. Women's
resistance and struggle to negotiate their authority on production and consumption decision on household and community level concretize then as an open
opposition enfolded with tradition and household provisions authority.
Keywords: women, women's authority, agrarian transformation, gender
relations, women's resistance
Pendahuluan
sen, Razavi untuk terus menyoal perbedaan dan ketidakadilan relasi pe-
Kegigihan para sarjana feminis, se-
rempuan dan laki-laki terhadap sum-
perti Agarwal, Jewitt, Jackson, Iver-
ber daya telah membuahkan banyak
1 Peneliti di Pusat Kajian Strategis, Universitas Indonesia.
2 Semua nama desa dan nama orang dalam tulisan ini adalah pseudonym. Lokasi dan nama desa
asli dapat diperiksa dalam disertasi penulis di http://www.bibliothek.unikassel.de/public/download/ThesisSavitri.pdf.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
1
RESISTENSI DAN NEGOSIASI: MEMPERTAHANKAN OTORITAS PEREMPUAN DI TENGAH PERUBAHAN AGRARIA
pertanyaan dan temuan seputar hak
Jackson (2003) berpendapat bahwa
dan akses perempuan. Perdebatan
dengan menempatkan rumah tangga
terutama berkisar pada apakah ru-
sebagai lokus pergulatan kuasa (ba-
mah tangga bersifat sentral terhadap
ca: proses pengambilan keputusan),
tumbuh atau luruhnya otoritas pe-
maka keterlibatan perempuan dalam
rempuan dalam pengambilan kepu-
proses pengambilan keputusan atas
tusan sumber daya ataukah otoritas
sumber daya tergantung pada sejauh
perempuan atas alokasi dan peman-
mana keterlibatan itu justru akan
faatan sumber daya tidak selalu me-
menjauhkannya dari akses ke sumber
merlukan keterikatan pada konteks
daya rumah tangga. Ketidakterlibatan
rumah tangga. Artinya, relasi kuasa
bukan berarti ketiadaan kuasa, me-
yang terbangun antara perempuan
lainkan kekuasaan untuk menyiasati
dan laki-laki di dalam rumah tangga
atau bahkan menolak keterbatasan.
tidak selalu dilihat sebagai faktor penentu derajat otonomi perempuan,
Pada akhirnya adalah tentang kuasa
karena perempuan sudah tahu dan
(power), bukan tentang dominasi dan
sadar akan kepentingannya sendiri;
subordinasi yang menceritakan ten-
tidak perlu 'disadarkan'.
tang kekuasaan penuh (powerful)
Apabila demikian adanya, berangkat
melainkan bahwa kekuasaan penuh
dari pengalamannya di India, Agarwal
akan mengundang perlawanan. Perla-
(1994) menemukan bahwa, dalam
wanan
konteks rumah tangga, perempuan
(Foucault 2002). Dengan membawa
kerap berstrategi untuk mendapatkan
masuk soal kuasa ke dalam ruang-hi-
versus ketiadaan kuasa (powerless),
adalah
pernyataan
kuasa
akses terhadap penguasaan aset.
dup sumber daya, kita menemukan
Strategi tersebut menunjukkan bah-
mekanisme pasar dan peraturan/pro-
wa perempuan punya agenda dan tu-
gram pemerintah menjadi daya peng-
juannya sendiri—yang tidak altruistik
gerak keputusan petani dalam penge-
atau selalu mengutamakan kepenti-
lolaan lahan pertaniannya, pemanfa-
ngan keluarga seperti dikatakan Sen
atan hutan dan airnya, dan seterus-
(1990)—dan sering kali dalam rangka
nya. Ketika pasar memberi harga pa-
bertahan hidup (survival), terutama
da satu komoditas lebih baik diban-
ketika harus menghadapi kondisi-
dingkan komoditas lain atau tidak
kondisi kritis, misalnya: perceraian,
memberi harga pada sejenis hasil bu-
kematian, dan sejenisnya. Berdasar-
mi, keputusan petani untuk memilih
kan pengkajiannya di Afrika Barat,
mana yang ditanam sangat dipenga-
2
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
ruhi oleh mana yang dihargai terting-
bahan ini, dan mengapa?
gi. Begitu pula ketika di masa Orde
Baru pemerintah meluncurkan berba-
Dengan sejumlah teori dan selaksa
gai program introduksi komoditas
pertanyaan, saya datang ke sebuah
melalui paket-paket penyuluhan, kre-
desa di Sulawesi Tengah. Sebut saja
dit, dan bantuan sarana produksi.
Desa Palopu. Ibu Mawar, Ibu Manta,
Pemberian paket-paket ini dengan
dan Ibu Mini menjadi tempat saya bel-
sendirinya mempengaruhi petani un-
ajar bahwa kehidupan rumah tangga
tuk beralih komoditas.
petani adalah proses negosiasi produksi dan konsumsi tanpa akhir, baik
Perubahan komoditas bukan sekadar
negosiasi
mengubah jenis tanaman yang dita-
maupun negosiasi dengan bahasa tin-
yang
dibahasakan
lisan
nam dan dijual, tetapi membawa ser-
dakan. Bahkan sulit untuk segera me-
ta pula perubahan relasi produksi,
nemukan pola keseragaman dan keu-
termasuk di dalamnya relasi gender.
nikan dari proses yang berjalan dari
Dalam konteks ini, pembagian kerja
satu rumah ke rumah lain, karena ca-
berdasarkan gender merupakan ba-
ra ketiga ibu ini menegosiasikan a-
gian tak terpisahkan dari relasi pro-
genda-agendanya di keluarga dan ko-
duksi. Di mana letak ruang keputusan
munitasnya masing-masing, terma-
untuk memilih jenis komoditas, me-
suk mengekspresikan resistensi, sa-
ngubah hutan menjadi kebun, meng-
ngat bergantung pada bagaimana po-
ubah sawah menjadi tegakan pohon
sisi mereka didefinisikan di dalam dan
kakao? Di rumah-rumah keluarga pe-
di luar keluarganya, baik oleh mereka
tani dalam perbincangan antara sua-
sendiri, suaminya, maupun oleh ko-
mi dan isteri, atau bisa juga tanpa di-
munitasnya.
bincangkan di antara anggota keluarga. Bagaimana jika jenis tanaman
berkait erat dengan pembagian kerja
Dari Sawah ke Kebun Kakao
antara perempuan dan laki-laki? Apakah perubahan komoditas bisa mem-
Desa Palopu terletak di sebuah datar-
bawa perubahan posisi kuasa perem-
an tinggi yang berbatasan dengan Ta-
puan dalam keputusan alokasi sum-
man Nasional Lore Lindu dan berjarak
ber daya rumah tangga? Apa implika-
hanya sekitar 75 km saja dari Palu, ibu
sinya terhadap otoritas dan otonomi
kota Sulawesi Tengah. Karena kondisi
perempuan? Apa yang dilakukan oleh
geografisnya yang berbukit-bukit dan
perempuan dalam menghadapi peru-
sudah kehilangan banyak tutupan hu-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
3
RESISTENSI DAN NEGOSIASI: MEMPERTAHANKAN OTORITAS PEREMPUAN DI TENGAH PERUBAHAN AGRARIA
tan, sering terjadi longsor yang me-
bah sawahnya menjadi kebun kakao.
mutus jalan ke wilayah ini, sehingga
Dalam pandangan mereka, memiliki
perjalanan dari Palu ke Palopu mema-
sawah adalah jaminan ketersediaan
kan waktu sekitar 2 jam dengan ken-
pangan. Untuk lahan menanam ka-
daraan roda dua.
kao, mereka lebih suka membuka
kembali hutan yang dulu pernah dibu-
Sekitar pertengahan 1990-an, desa
ka nenek moyangnya untuk kebun.
ini
perubahan
Cara-cara bertani di luar Jawa adalah
bentang alam. Sebagian kawasan hu-
sejarah panjang pola perladangan
tan di sekeliling desa, baik yang dihi-
berpindah, termasuk di Sulawesi Te-
tung masuk ke dalam kawasan Taman
ngah. Alternatif lain adalah mengubah
Nasional Lore Lindu maupun di luar-
kebunnya yang ditanami cengkih atau
nya telah berubah menjadi perkebun-
kopi atau tanaman keras lainnya un-
an cokelat. Tanaman kakao mulai
tuk menjadi kebun kakao.
banyak
mengalami
mendapat perhatian masyarakat ketika sekitar awal 1990-an biji kakao di-
Namun demikian, masuknya kakao
hargai Rp5.000,00/kg. Memasuki ma-
sebagai komoditas baru bukan sema-
sa-masa krisis ekonomi 1997—1998,
ta berwujud perubahan jenis tanaman
petani kakao justru meraup keuntu-
di kebun dan pemasukan tambahan di
ngan dari harga biji kakao yang mero-
kantong petani; ada relasi-relasi so-
ket menjadi Rp15.000,00/kg. Semen-
sial yang ikut berubah. Pertanian Pa-
jak itu kakao menjadi pilihan komodi-
lopu yang selama beberapa abad di-
tas utama bagi kebanyakan petani di
dominasi oleh pertanian padi, baik pa-
Palopu.
di lahan kering (padi ladang) maupun
Fenomena meledaknya harga kakao
disi kerja sama yang disebut sebagai
padi sawah, telah menumbuhkan tratentu saja tidak hanya dialami oleh
palus. Mapalus adalah bekerja berke-
petani Palopu. Hampir di seluruh ta-
lompok dan berpindah dari sawah mi-
nah Sulawesi, kakao mendapat tem-
lik satu anggota ke sawah anggota
pat di lahan-lahan petani. Bahkan di
lainnya. Tidak ada kerja dibayar uang,
desa tetangga Palopu, yaitu Desa Su-
tetapi kerja dibayar kerja. Mereka
nu, 72% lahan sawah telah diubah
menyebutnya sebagai baku balas ta-
menjadi perkebunan kakao. Semen-
ngan.
tara itu orang Palopu, meskipun dapat
membeli beras dengan hasil penjual-
Pada tahun 1970-an, harga cengkih
an kakao, tidak tergiur untuk mengu-
dan kopi sangat menggiurkan sehing-
4
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
ga memiliki kebun cengkeh menjadi
kota dan petani yang pegawai. Kerja
demam di mana-mana. Desa Palopu
tidak lagi dibayar kerja, tetapi jika ada
pun tidak luput dari serangan demam
uang maka pasti ada kerja. Mapalus di
ini. Sayangnya, bukan petani Palopu
sawah pun berubah bentuk menjadi
yang paling banyak menerima keun-
kerja kelompok yang diupah per hari
tungan, karena mereka justru mele-
Rp10.000,00
paskan banyak lahan untuk orang ko-
per orang.
sampai
Rp15.000,00
ta dari Palu yang berambisi memiliki
kebun cengkih. Sebagian petani yang
Setelah harga cengkih merosot dan
sehari-hari bekerja sebagai pegawai
harga kopi juga mulai naik-turun, di
negeri (guru, mantri kesehatan, pera-
akhir 1980-an dan awal 1990-an ka-
wat) dan mampu mempertahankan
kao di pasaran dunia mulai mendapat
lahannya juga mulai berkebun ceng-
harga yang menarik perhatian petani,
kih. Petani yang sudah menanam kopi
yaitu mulai dari Rp2.000,00 per kg di
juga tetap mempertahankan lahan-
akhir 1980-an menjadi Rp5.000,00
nya, karena kopi membuat mereka
per kg pada awal 1990-an, sejalan de-
mampu bertahan hidup dengan lebih
ngan meningkatnya nilai tukar dolar
baik. Apalagi setelah pemerintah dae-
Amerika
terhadap
rupiah.
Rupiah
rah Sulawesi Tengah membentuk per-
yang
usahaan daerah dan membuka perke-
15.000,00 per 1 dolar Amerika pada
bunan cengkih di desa tetangga Palo-
1997—1998
pu, petani semakin diyakinkan untuk
semua petani di Palopu membabat
terus
anjlok
menjadi
menyebabkan
Rp
hampir
ikut menanam cengkih. Sementara itu
cengkih, kopi, atau vanili di kebunnya
petani yang kurang modal semakin
untuk digantikan oleh kakao. Namun,
mudah melepas lahannya untuk dibeli
di tengah sedemikian dahsyatnya ra-
orang.
yuan harga kakao, tidak seperti di Sunu, tidak satu jengkal pun sawah di
Semenjak cengkih dan kopi melanda
Palopu berubah bentuk menjadi ke-
perekonomian Desa Palopu, uang
bun kakao. Mengapa demikian?
menjadi barang yang mudah didapat
di desa. Mereka yang memiliki ceng-
Cerita yang menurut saya paling me-
kih dan kopi berarti memiliki uang, se-
narik dari bertahannya sawah terha-
mentara mereka yang tidak memiliki
dap serangan kakao ke Desa Palopu
bisa mendapat uang dari upah mena-
adalah kenyataan bahwa sejarah pan-
nam,
memanen
jang budidaya padi di sini bukan seka-
cengkih atau kopi di kebun milik orang
dar soal mempertahankan keterse-
memelihara,
dan
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
5
RESISTENSI DAN NEGOSIASI: MEMPERTAHANKAN OTORITAS PEREMPUAN DI TENGAH PERUBAHAN AGRARIA
diaan pangan di lumbung masing-ma-
nen, pembentukan kelompok palus,
sing, tetapi adanya atribusi ketahan-
melakukan proses pemanenan, pro-
an pangan kepada perempuan dalam
sesi penyimpanan di lumbung, dan
bentuk kewajiban untuk menyediakan
seterusnya.
pangan di atas meja. Di Palopu, mulai
dari pemilihan benih padi, penyemai-
Ketika perempuan sibuk bekerja di la-
an dan pembibitan, penanaman, pe-
dang dan sawah, lelaki bertugas men-
meliharaan, pemanenan, sampai pe-
jaga anak. Pada saat damar sudah bi-
nanakan menjadi nasi yang terhidang
sa diambil getahnya, lelaki masuk hu-
di meja adalah ibu dapur punya urus-
tan untuk menampung getah damar
an.
atau mengambil rotan. Damar dan rotan ditukar dengan minyak goreng,
Orang tua-orang tua Palopu menyim-
garam, gula, dan keperluan rumah
pan cerita bahwa di masa lalu perem-
tangga lainnya. Itu sebabnya tradisi
puan menjadi to balia, yaitu pemimpin
pewarisan harta keluarga mengaloka-
ritual dalam tiap tahap budidaya padi.
sikan sawah dan ladang untuk anak
Ketika itu sawah belum dikenal dan
perempuan, sementara anak lelaki
mereka harus membuka hutan untuk
mendapat jatah ternak dan tanaman
menjadikannya ladang yang bisa dita-
keras (di masa lalu: damar, sekarang:
nami padi. Orang yang punya otoritas
kebun cokelat atau kopi).
untuk menentukan saat-saat paling
tepat dalam melakukan berbagai ta-
Dengan tradisi pembagian peran pe-
hap tersebut dan memimpin ritualnya
rempuan dan laki-laki seperti itu, ma-
adalah sang to balia. Kemudian seba-
ka ketika tanaman perkebunan ma-
gian besar pekerjaan budi daya padi
suk ke Palopu dan uang melekat pada
pun didominasi oleh perempuan. La-
setiap komoditas tersebut, dengan
ki-laki membantu saat membuka hu-
sendirinya
tan untuk ladang. Dan ketika teknik
menjadi ranah laki-laki. Pertanian Pa-
tanaman
perkebunan
bersawah mulai dikenal, lelaki terspe-
lopu yang subsisten dan feminin beru-
sialisasi untuk mengerjakan pengo-
bah menjadi komersial dan maskulin.
lahan tanah, pembentukan petak, dan
Budidaya cokelat atau kakao jarang
pemagaran bedeng pembibitan. Sele-
mengikutsertakan perempuan dalam
bihnya perempuanlah yang bekerja
pengambilan
dan menentukan. Mulai dari pemilih-
maupun dalam pelaksanaan tahapan
keputusan
produksi
an benih dan jenis padi yang akan di-
pekerjaannya. Mulai dari pemilihan
tanam, waktu menanam dan mema-
bibit kakao, penanaman, pengenda-
6
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
lian gulma dan hama penyakit tanam-
sendiri. Ia mempelajari cara membu-
an, serta pemangkasan, sebagian be-
didayakan kakao dengan memperha-
sar diputuskan dan dikerjakan oleh la-
tikan petani lain serta bertanya kepa-
ki-laki. Baru ketika panen, ibu-ibu
da ayahnya atau kepada sesama pe-
membantu membelah buah kakao,
tani di desanya.
mengeluarkan biji, dan menjemurnya. Pada saat menjual, ibu-ibu biasa-
Ketika suami Ibu Mawar pensiun dari
nya turun tangan jika jumlah yang di-
bertukang, mulailah ia masuk ke ke-
jual relatif tidak banyak dan hasil pen-
bun cokelat dan mengerjakan peker-
jualannya ditujukan untuk kebutuhan
jaan tipikal lelaki petani cokelat: me-
rumah tangga sehari-hari. Apabila
mangkas, menyemprot gulma de-
penjualan dilakukan dalam jumlah
ngan herbisida, memanen buah. Ibu
besar, biasanya bapak-bapak yang
Mawar pun mengambil tugas feminin
menangani dan memutuskan dalam
dari pekerjaan budidaya kakao, yaitu
memilih pembeli yang memberi harga
membelah buah kakao dan menjemur
tertinggi. Jika ditanyakan kepada ibu-
bijinya. Penjualan hasil panen tidak
ibu kenapa mereka tidak ikut bekerja
diputuskan sendiri, tetapi didiskusi-
dan mengurus kebun cokelat, keba-
kan dengan suaminya. Demikianlah
nyakan mereka berpendapat bahwa
pengaturannya, meskipun hak milik
itu urusan laki-laki.
kebun ada di tangan perempuan, alokasi sumber daya dan keputusan pro-
Namun, sebelum terjebak oleh kesan
duksi tetap tidak menjadi otoritas pe-
umum, Ibu Mawar menawarkan cerita
rempuan sepenuhnya. Suami Ibu Ma-
yang sedikit berbeda. Sebagai anak
warlah yang memutuskan jenis herbi-
tertua perempuan, Ibu Mawar diwarisi
sida apa dengan harga berapa yang
sebidang tanah ladang oleh ayahnya.
bisa mereka pakai, termasuk ke mana
Karena suaminya bekerja sebagai ahli
harus menjual untuk mendapatkan
bangunan yang harus berpindah-pin-
harga yang bagus.
dah lokasi untuk membangun rumah
pesanan orang, baik di dalam maupun
Sekali lagi, meskipun dominasi perta-
di luar desanya, tinggallah Ibu Mawar
nian kakao yang komersial dan mas-
yang harus memutuskan dan me-
kulin mampu menggusur ketergantu-
ngerjakan ladang miliknya sendiri. I-
ngan keluarga petani dari pertanian
bu Mawar memutuskan untuk mena-
padi sawah yang subsisten dan femi-
nam kakao. Ia mengumpulkan bibit,
nin, ada satu hal yang menarik yaitu
menanam, dan memelihara sebisanya
bahwa sawah tetap bertahan dan ka-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
7
RESISTENSI DAN NEGOSIASI: MEMPERTAHANKAN OTORITAS PEREMPUAN DI TENGAH PERUBAHAN AGRARIA
kao lebih suka menembus hutan. Sa-
Sebagai orang Jawa yang merantau
wah, kakao, dan hutan akhirnya men-
ke Palopu, tentunya Pak Manta tidak
jadi ajang artikulasi kuasa. Sawah
memiliki tanah warisan barang se-
menjadi representasi dari perlawanan
jengkal pun. Istrinyalah yang diwarisi
perempuan terhadap dominasi perta-
beberapa petak sawah oleh keluarga-
nian kakao yang maskulin, sedangkan
nya. Namun, dari hasil kerja serabut-
hutan menjadi bukti konkret dari per-
an dan ditambah pinjaman sedikit,
gulatan kuasa. Hutan menjanjikan
Pak Manta mampu membeli sepetak
ketersediaan air bagi sawah di kaki-
tanah yang ditanaminya dengan ka-
kakinya, tapi pada saat yang sama
kao. Rumah mereka berlantai kera-
hutan juga menjanjikan ruang untuk
mik, bertembok permanen, ruang ta-
tegaknya pohon-pohon kakao.
munya diisi perabotan apik, termasuk
televisi ukuran 29 inci, dan di halamannya sebuah motor terparkir. Me-
Sawah dan Kakao: Proses Nego-
nurut Pak Manta, semua itu adalah
siasi dan Resistensi
hasil berkebun cokelat.
Ibu Manta adalah perempuan Palopu
Melihat kejayaan cokelat yang tidak
asli yang dibesarkan dalam tradisi
juga surut, Pak Manta meminta istri-
bertani padi yang diajarkan oleh ne-
nya untuk menjual saja sawahnya,
neknya kepada ibunya dan diteruskan
supaya bisa membeli lagi tanah untuk
kepadanya, lalu diturunkan oleh Ibu
kebun cokelat. Isterinya menolak. Ibu
Manta kepada anak perempuannya.
Manta berkeras bahwa sawah adalah
Ia menikahi seorang lelaki Jawa yang
jaminan hidup, untuk tidak terpaksa
terdampar di Sulawesi Tengah karena
membeli beras. Bagi Ibu Manta, juga
nenek-kakeknya ikut program trans-
bagi kebanyakan orang Palopu, sawah
migrasi. Pak Manta bercerita bahwa
adalah representasi kedaulatan pa-
tidak satu pun cara mencari uang se-
ngan keluarga. Jika beras harus dibe-
cara halal luput ia coba. Mulai dari
li, bagaimana jika suatu saat mereka
mencari rotan ke hutan, menjadi pe-
tidak punya uang? Mereka sama se-
dagang kelontong yang berkuda sam-
kali tidak mau makan menjadi tergan-
pai ke pelosok, sampai akhirnya ia
tung pada uang. Lagipula, Ibu Manta
memutuskan untuk bertanam cokelat
tidak pernah punya kekuasaan untuk
di akhir 1980-an.
mengatur keuangan keluarga. Setiap
bulannya ia menerima jatah belanja
dari Pak Manta. Kalau sampai terjadi
8
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
untuk beras pun harus minta uang la-
menolak secara terbuka. Namun, ia
gi pada suaminya, Ibu Manta merasa
tetap menyatakan penolakan dengan
akan kehilangan satu-satunya ranah
halus, yaitu dengan cara menyerah-
yang memberinya kemandirian dan
kan sawahnya kepada anak perem-
otoritas. Sebuah wilayah tanpa cam-
puannya. Bagaimanapun, anaknya a-
pur tangan suaminya, tempat ia lelua-
kan tetap memerlukan keputusan Ibu
sa memutuskan dan melakukan sen-
Manta dalam urusan produksi dan
diri semua urusan produksi dan kon-
konsumsi menyangkut sawah mere-
sumsi berkaitan dengan sawah dan
ka. Dengan cara ini Ibu Manta masih
beras yang dihasilkannya. Oleh sebab
mampu meneguhkan otoritasnya da-
itu, ia memutuskan untuk bertahan
lam keluarga.
sampai badannya tidak kuat lagi dibawa bersawah.
Apakah keberadaan setiap sawah di
Palopu menyimpan cerita pergulatan
Selama bertahun-tahun Ibu Manta
kuasa yang sama? Saya yakin tidak.
bersawah, tidak pernah sekalipun ia
Akan tetapi, di balik kesepakatan se-
meminta suaminya untuk membantu
bagian besar orang Palopu untuk
pekerjaan-pekerjaan yang biasa dila-
mempertahankan sawah demi kedau-
kukan oleh laki-laki Palopu di sawah.
latan pangan keluarga, di sanalah ter-
Ia memilih untuk berbaku balas ta-
letak ruang yang masih memberikan
saudara-saudaranya
otoritas dan otonomi utuh kepada pe-
yang lelaki. Selama itu pula, tidak
ngan
dengan
rempuan di wilayah produksi dan kon-
pernah satu hari pun ia pernah melu-
sumsi. Di ruang ini perempuan masih
angkan waktu untuk bahkan sekadar
bisa menuliskan dan mewujudkan
melihat-lihat kebun cokelat suami-
agenda-agendanya. Dengan memiliki
nya. Ketika usianya menua dan beker-
beras mereka bisa mempertahankan
ja di sawah hampir tidak mungkin,
posisi sosialnya, yaitu: mengirim be-
suaminya mulai mendesaknya lagi
ras ketika tetangga mengadakan pes-
untuk menjual sawah. Menurut Pak
ta atau menghadapi kematian anggo-
Manta, sawah Ibu Manta sudah mulai
ta keluarga; mengirim beras kepada
makan biaya, karena sekarang harus
tetangga yang membutuhkan dan
membayar orang untuk mengerjakan
akan dikirimi beras ketika sedang
sawahnya dan uang untuk membayar
membutuhkan; dan menukar beras
tenaga kerja itu menjadi tanggungan-
dengan ikan, garam, atau gula ketika
nya sebagai suami. Menyadari keter-
uang tidak di tangan. Beras masih
batasannya, Ibu Manta tidak mampu
menjadi alat tukar, juga alat untuk
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
9
RESISTENSI DAN NEGOSIASI: MEMPERTAHANKAN OTORITAS PEREMPUAN DI TENGAH PERUBAHAN AGRARIA
mengekspresikan resiprositas. Posisi
Hutan sebagai Wilayah Manuver
beras ini belum bisa digantikan sepenuhnya oleh uang.
Masih di bukit dan lembah yang sama,
bertetangga dengan desa Palopu ada-
Namun, pada saat kepemilikan sawah
lah desa Tora. Menceritakan Desa Tora
hilang—sehingga semua pengeluaran
yang tidak biasa ini sungguh tidak
rumah tangga digantungkan pada
mudah. Desa ini menjadi sangat ter-
uang yang dihasilkan dari cokelat, se-
kenal karena mampu meyakinkan
mentara sebagian besar keputusan
otoritas Taman Nasional Lore Lindu
produksi cokelat merupakan otoritas
bahwa mereka memiliki aturan adat
laki-laki—maka bersama dengan itu
yang sama sahihnya dengan hukum-
pula meluruhlah ruang-ruang otoritas
hukum konservasi yang diberlakukan
perempuan. Seperti kata Wolf di se-
oleh negara di kawasan hutan. Melalui
buah artikel yang dimuat dalam buku
proses pendokumentasian dan peng-
yang
Visvanathan
galian bertahun-tahun serta pemak-
(1997), karena tidak banyak rumah
disunting
oleh
naan kembali aturan-aturan adatnya,
tangga yang menjalankan demokrasi
Desa Tora membuktikan bahwa mere-
dalam proses pengambilan keputus-
ka memiliki hak yang sama untuk me-
annya, maka strategi rumah tangga
ngelola sendiri hutan di wilayah adat-
tidak mungkin terlepas dari relasi
nya. Dan klaim ini diterima oleh ne-
kuasa yang bersifat mendominasi dan
gara.
mensubordinasi. Oleh sebab itu, ketika perempuan mampu berstrategi un-
Di balik cerita hebat ini ada sesosok
tuk mempertahankan ruang-ruang
perempuan bertubuh kecil. Dialah Ibu
otoritasnya, inilah yang disebut Villa-
Mini. Ibu Mini sudah lama gelisah ka-
real dalam Long & Long (1992) seba-
rena ia mendapatkan bahwa ibu-ibu
gai sebuah 'manuver': kemampuan
PKK di kampungnya sering hanya ber-
berkelit di tengah himpitan. Bahkan
tugas di dapur ketika bapak-bapak si-
Ibu Mini membawa manuvernya men-
buk
jadi sebuah pergulatan wacana ten-
ngunan desa. Dari inisiatif kerasnya
tang kedaulatan adat.
rapat
membicarakan
pemba-
untuk terlibat dalam proses revitalisasi adat dan posisinya sebagai anak dari mantan kepala desa yang disegani,
Ibu Mini belajar bahwa adat Tora justru memberikan porsi politis yang sangat besar bagi perempuan dalam so-
10
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
al pengambilan keputusan di komuni-
Tentu saja teks beberapa paragraf ini
tasnya. Peran perempuan bukan se-
terpaksa banyak mereduksi proses
kadar membuat kue dan mengantar
yang mereka sebut sebagai maraton
kopi kepada bapak-bapak yang sibuk
panjang. Namun, pengakuan wilayah
rapat. Kehadiran perempuan dalam
adat dan pengelolaan hutan oleh ma-
musyawarah desa bahkan bisa me-
syarakat adat Tora bukanlah monu-
nentukan keabsahan sebuah kepu-
men dan prasasti, tetapi pergulatan
tusan. Tanpa kehadiran tina ngata
kuasa yang harus berulang-ulang di-
(sebutan bagi perempuan yang duduk
buktikan dan dilahirkan kembali. Hu-
sebagai tetua adat), sebuah keputus-
tan, bagi Ibu Mini, adalah wilayah ma-
an akan diragukan keabsahan kultu-
nuver politik. Apa jadinya jika posisi
ralnya (Toheke dan Pelea 2005).
politik yang sudah direbut tersebut tidak bisa mengartikulasikan agenda
Perjuangan untuk mengklaim wilayah
sehari-hari perempuan Tora?
hutan adat komunitas Tora juga tidak
terlepas dari desakan kesertaan pe-
Hutan, bagi perempuan Tora yang se-
rempuan sebagai pengambil keputus-
tiap hari berlumur lumpur sawah,
an. Ibu Mini mulai mengorganisasi
adalah mata air yang menghidupi pa-
perempuan-perempuan Tora dan me-
di-padinya. Jika ada suara chainsaw
reka bersepakat untuk mendirikan
(mesin gergaji) menggemuruh di hu-
sebuah organisasi perempuan adat.
tan, yang terbayang adalah ancaman
Berlandaskan
longsor dan banjir yang melanda sa-
adat,
organisasi
ini
membawa perempuan Tora meraih
wah-sawah mereka. Di mana peran
posisi yang setara dengan kelemba-
organisasi perempuan adat untuk
gaan desa lainnya, seperti BPD dan
menghentikan suara gergaji di tengah
LKMD, dan duduk bersama di rapat-
hutan itu?
rapat komunitas untuk menyuarakan
pendapat dan kepentingan perem-
Di tengah gegap gempita keberhasil-
puan. Demikianlah Ibu Mini telah ber-
an Ibu Mini membawa perempuan To-
hasil melakukan manuver dengan
ra kembali berkiprah di ruang publik,
menggunakan adat dan momentum
ada hal yang terlupakan. Bahwa tidak
klaim wilayah hutan untuk mendo-
ada pembatas nyata antara ruang do-
rong perempuan tampil di ruang-
mestik dan publik. Proses pengambil-
ruang publik.
an keputusan adalah pergulatan kuasa di semua aras. Ketika perempuan
bisa merebut ruang otonomi di wila-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
11
RESISTENSI DAN NEGOSIASI: MEMPERTAHANKAN OTORITAS PEREMPUAN DI TENGAH PERUBAHAN AGRARIA
yah publik, selaiknya ruang ini adalah
ses pengambilan keputusan tentang
cermin dari keluasan otonominya di
sumber daya tidak menjauhkannya
rumah. Ketika masih harus berjuang
dari akses terhadap sumber daya ke-
mempertahankan sawah sebagai ar-
luarga, di situlah perempuan menda-
tikulasi ruang otonomi dan wilayah
patkan
otoritasnya, perempuan Palopu dan
(social economic security). Menurut
ketahanan
sosial
ekonomi
Tora kehilangan hutan karena cokelat
saya, ketahanan sosial ekonomi pe-
dan penebangan kayu tanpa bisa ber-
rempuan tidak semata beralas pada
buat apa-apa. Hal ini sama artinya de-
basis material, tetapi juga pada basis
ngan menyerahkan kuasa pada pasar,
kemanusiaannya, yaitu adanya pe-
uang, dan formalitas. Banyak perem-
ngakuan bahwa perempuan adalah
puan Palopu dan Tora memang tidak
manusia yang memiliki kebutuhan
keberatan tentang hal ini. Namun, ba-
untuk
nyak pula perempuan seperti Ibu
mengartikulasikan otoritasnya di ra-
mendapatkan
yang
otonomi
dikuasainya.
dan
Manta dan Mini yang terus memper-
nah-ranah
juangkan ruang-ruang otoritasnya di
pasar yang dikonstruksi secara sosial
Jika
tengah himpitan pasar, uang, dan for-
dan politik tidak mampu memberikan
malitas.
itu, maka konstruksi sosial politik baru perlu dibangun untuk memberi
makna baru bagi pasar.
Kesimpulan
Bagi Jackson (2003), sepanjang ketidakterlibatan perempuan dalam pro-
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, B. 1994. A Field of One's Own: Gender and Land Rights in South
Asia. Cambridge: Cambridge University Press.
________. 2003. “Women's Land Rights and the Trap of Neo-Conservatism:
A Response to Jackson”. Journal of Agrarian Change 3(4) October.
pp571—585. London: Blackwell Publishing Ltd.
12
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
Foucault, M. 2002. Power/Knowledge, Wacana Kuasa/Pengetahuan. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Iversen, V. C. Jackson, B. Kebede, A. Munro, A and a. Verschoor. What's
love got to do with it? An Experimental Test of Household Models in
East Uganda. CSAE Working Paper Series/2006-01.
Jackson, C. 2003. “Gender Analysis of Land: Beyond Land Rights for Women?”. Journal of Agrarian Change 3(4) October. pp453—480. London:
Blackwell Publishing Ltd.
Jewitt, S. 2000. “Unequal Knowledges in Jharkand, India: De-Romanticizing
Women's Agroecological Expertise”. Journal of Development and
Change Vol.13. pp961—985. Oxford: Institute of Social Studies, Blackwell Publisher.
Long, N. dan Anna Long. 1992. Battlefields of Knowledge: The Interlocking of
Theory and Practice in Social Research and Development. London:
Routledge.
Razavi, S. 2007. “Liberalization and Women's Access to Land”. Third World
Quarterly 8(28). Routledge Taylor & Francis Group.
Sen, A. 1990. ”Gender and Cooperative Conflicts”, dalam I. Tinker (ed.). Persistent Inequalities: Women and World Development. Oxford: Oxford
University Press.
Toheke, R.P. dan Krispus Pelea. 2005. Perempuan dan Konservasi: Revitalisasi Kultural Peran Perempuan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di
Komunitas Toro Sulawesi Tengah. Palu: OPANT, CARE, PTF ECML II
Central Sulawesi.
Wolf, D.L. 1997. “Daughters, Decision, and Dominations: An Empirical and
Conceptual Critique of Household Strategies”, dalam N. Visvanathan, L.
Duggan, L. Nisonoff, dan N. Wiegersma (eds.). The Women, Gender &
Development Reader. London dan New Jersey: Zed Books Ltd.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
13
RESISTENSI DAN NEGOSIASI:
MEMPERTAHANKAN OTORITAS
PEREMPUAN DI TENGAH
PERUBAHAN AGRARIA
Laksmi Adriani Savitri 1
Abstract
Agrarian transformation from subsistent production to commercialization is not
merely dealing with technical and commodity transformation. The spirit lays on
the transformation of authority holder in social relation, among which is gender
relation. Production and consumption decision making on household level, and
the decision to change the landscape on community level often marginalize
women in case of agricultural commercialization. Commercial production is
identical with men's world, while women are loaded with subsistence responsibility. This case illustrates the context of transformation from paddy production
into cacao plantation in Sulawesi Tengah (namely Palopu),2 which shows how
women's authority on production and consumption decision rules. Women's
resistance and struggle to negotiate their authority on production and consumption decision on household and community level concretize then as an open
opposition enfolded with tradition and household provisions authority.
Keywords: women, women's authority, agrarian transformation, gender
relations, women's resistance
Pendahuluan
sen, Razavi untuk terus menyoal perbedaan dan ketidakadilan relasi pe-
Kegigihan para sarjana feminis, se-
rempuan dan laki-laki terhadap sum-
perti Agarwal, Jewitt, Jackson, Iver-
ber daya telah membuahkan banyak
1 Peneliti di Pusat Kajian Strategis, Universitas Indonesia.
2 Semua nama desa dan nama orang dalam tulisan ini adalah pseudonym. Lokasi dan nama desa
asli dapat diperiksa dalam disertasi penulis di http://www.bibliothek.unikassel.de/public/download/ThesisSavitri.pdf.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
1
RESISTENSI DAN NEGOSIASI: MEMPERTAHANKAN OTORITAS PEREMPUAN DI TENGAH PERUBAHAN AGRARIA
pertanyaan dan temuan seputar hak
Jackson (2003) berpendapat bahwa
dan akses perempuan. Perdebatan
dengan menempatkan rumah tangga
terutama berkisar pada apakah ru-
sebagai lokus pergulatan kuasa (ba-
mah tangga bersifat sentral terhadap
ca: proses pengambilan keputusan),
tumbuh atau luruhnya otoritas pe-
maka keterlibatan perempuan dalam
rempuan dalam pengambilan kepu-
proses pengambilan keputusan atas
tusan sumber daya ataukah otoritas
sumber daya tergantung pada sejauh
perempuan atas alokasi dan peman-
mana keterlibatan itu justru akan
faatan sumber daya tidak selalu me-
menjauhkannya dari akses ke sumber
merlukan keterikatan pada konteks
daya rumah tangga. Ketidakterlibatan
rumah tangga. Artinya, relasi kuasa
bukan berarti ketiadaan kuasa, me-
yang terbangun antara perempuan
lainkan kekuasaan untuk menyiasati
dan laki-laki di dalam rumah tangga
atau bahkan menolak keterbatasan.
tidak selalu dilihat sebagai faktor penentu derajat otonomi perempuan,
Pada akhirnya adalah tentang kuasa
karena perempuan sudah tahu dan
(power), bukan tentang dominasi dan
sadar akan kepentingannya sendiri;
subordinasi yang menceritakan ten-
tidak perlu 'disadarkan'.
tang kekuasaan penuh (powerful)
Apabila demikian adanya, berangkat
melainkan bahwa kekuasaan penuh
dari pengalamannya di India, Agarwal
akan mengundang perlawanan. Perla-
(1994) menemukan bahwa, dalam
wanan
konteks rumah tangga, perempuan
(Foucault 2002). Dengan membawa
kerap berstrategi untuk mendapatkan
masuk soal kuasa ke dalam ruang-hi-
versus ketiadaan kuasa (powerless),
adalah
pernyataan
kuasa
akses terhadap penguasaan aset.
dup sumber daya, kita menemukan
Strategi tersebut menunjukkan bah-
mekanisme pasar dan peraturan/pro-
wa perempuan punya agenda dan tu-
gram pemerintah menjadi daya peng-
juannya sendiri—yang tidak altruistik
gerak keputusan petani dalam penge-
atau selalu mengutamakan kepenti-
lolaan lahan pertaniannya, pemanfa-
ngan keluarga seperti dikatakan Sen
atan hutan dan airnya, dan seterus-
(1990)—dan sering kali dalam rangka
nya. Ketika pasar memberi harga pa-
bertahan hidup (survival), terutama
da satu komoditas lebih baik diban-
ketika harus menghadapi kondisi-
dingkan komoditas lain atau tidak
kondisi kritis, misalnya: perceraian,
memberi harga pada sejenis hasil bu-
kematian, dan sejenisnya. Berdasar-
mi, keputusan petani untuk memilih
kan pengkajiannya di Afrika Barat,
mana yang ditanam sangat dipenga-
2
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
ruhi oleh mana yang dihargai terting-
bahan ini, dan mengapa?
gi. Begitu pula ketika di masa Orde
Baru pemerintah meluncurkan berba-
Dengan sejumlah teori dan selaksa
gai program introduksi komoditas
pertanyaan, saya datang ke sebuah
melalui paket-paket penyuluhan, kre-
desa di Sulawesi Tengah. Sebut saja
dit, dan bantuan sarana produksi.
Desa Palopu. Ibu Mawar, Ibu Manta,
Pemberian paket-paket ini dengan
dan Ibu Mini menjadi tempat saya bel-
sendirinya mempengaruhi petani un-
ajar bahwa kehidupan rumah tangga
tuk beralih komoditas.
petani adalah proses negosiasi produksi dan konsumsi tanpa akhir, baik
Perubahan komoditas bukan sekadar
negosiasi
mengubah jenis tanaman yang dita-
maupun negosiasi dengan bahasa tin-
yang
dibahasakan
lisan
nam dan dijual, tetapi membawa ser-
dakan. Bahkan sulit untuk segera me-
ta pula perubahan relasi produksi,
nemukan pola keseragaman dan keu-
termasuk di dalamnya relasi gender.
nikan dari proses yang berjalan dari
Dalam konteks ini, pembagian kerja
satu rumah ke rumah lain, karena ca-
berdasarkan gender merupakan ba-
ra ketiga ibu ini menegosiasikan a-
gian tak terpisahkan dari relasi pro-
genda-agendanya di keluarga dan ko-
duksi. Di mana letak ruang keputusan
munitasnya masing-masing, terma-
untuk memilih jenis komoditas, me-
suk mengekspresikan resistensi, sa-
ngubah hutan menjadi kebun, meng-
ngat bergantung pada bagaimana po-
ubah sawah menjadi tegakan pohon
sisi mereka didefinisikan di dalam dan
kakao? Di rumah-rumah keluarga pe-
di luar keluarganya, baik oleh mereka
tani dalam perbincangan antara sua-
sendiri, suaminya, maupun oleh ko-
mi dan isteri, atau bisa juga tanpa di-
munitasnya.
bincangkan di antara anggota keluarga. Bagaimana jika jenis tanaman
berkait erat dengan pembagian kerja
Dari Sawah ke Kebun Kakao
antara perempuan dan laki-laki? Apakah perubahan komoditas bisa mem-
Desa Palopu terletak di sebuah datar-
bawa perubahan posisi kuasa perem-
an tinggi yang berbatasan dengan Ta-
puan dalam keputusan alokasi sum-
man Nasional Lore Lindu dan berjarak
ber daya rumah tangga? Apa implika-
hanya sekitar 75 km saja dari Palu, ibu
sinya terhadap otoritas dan otonomi
kota Sulawesi Tengah. Karena kondisi
perempuan? Apa yang dilakukan oleh
geografisnya yang berbukit-bukit dan
perempuan dalam menghadapi peru-
sudah kehilangan banyak tutupan hu-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
3
RESISTENSI DAN NEGOSIASI: MEMPERTAHANKAN OTORITAS PEREMPUAN DI TENGAH PERUBAHAN AGRARIA
tan, sering terjadi longsor yang me-
bah sawahnya menjadi kebun kakao.
mutus jalan ke wilayah ini, sehingga
Dalam pandangan mereka, memiliki
perjalanan dari Palu ke Palopu mema-
sawah adalah jaminan ketersediaan
kan waktu sekitar 2 jam dengan ken-
pangan. Untuk lahan menanam ka-
daraan roda dua.
kao, mereka lebih suka membuka
kembali hutan yang dulu pernah dibu-
Sekitar pertengahan 1990-an, desa
ka nenek moyangnya untuk kebun.
ini
perubahan
Cara-cara bertani di luar Jawa adalah
bentang alam. Sebagian kawasan hu-
sejarah panjang pola perladangan
tan di sekeliling desa, baik yang dihi-
berpindah, termasuk di Sulawesi Te-
tung masuk ke dalam kawasan Taman
ngah. Alternatif lain adalah mengubah
Nasional Lore Lindu maupun di luar-
kebunnya yang ditanami cengkih atau
nya telah berubah menjadi perkebun-
kopi atau tanaman keras lainnya un-
an cokelat. Tanaman kakao mulai
tuk menjadi kebun kakao.
banyak
mengalami
mendapat perhatian masyarakat ketika sekitar awal 1990-an biji kakao di-
Namun demikian, masuknya kakao
hargai Rp5.000,00/kg. Memasuki ma-
sebagai komoditas baru bukan sema-
sa-masa krisis ekonomi 1997—1998,
ta berwujud perubahan jenis tanaman
petani kakao justru meraup keuntu-
di kebun dan pemasukan tambahan di
ngan dari harga biji kakao yang mero-
kantong petani; ada relasi-relasi so-
ket menjadi Rp15.000,00/kg. Semen-
sial yang ikut berubah. Pertanian Pa-
jak itu kakao menjadi pilihan komodi-
lopu yang selama beberapa abad di-
tas utama bagi kebanyakan petani di
dominasi oleh pertanian padi, baik pa-
Palopu.
di lahan kering (padi ladang) maupun
Fenomena meledaknya harga kakao
disi kerja sama yang disebut sebagai
padi sawah, telah menumbuhkan tratentu saja tidak hanya dialami oleh
palus. Mapalus adalah bekerja berke-
petani Palopu. Hampir di seluruh ta-
lompok dan berpindah dari sawah mi-
nah Sulawesi, kakao mendapat tem-
lik satu anggota ke sawah anggota
pat di lahan-lahan petani. Bahkan di
lainnya. Tidak ada kerja dibayar uang,
desa tetangga Palopu, yaitu Desa Su-
tetapi kerja dibayar kerja. Mereka
nu, 72% lahan sawah telah diubah
menyebutnya sebagai baku balas ta-
menjadi perkebunan kakao. Semen-
ngan.
tara itu orang Palopu, meskipun dapat
membeli beras dengan hasil penjual-
Pada tahun 1970-an, harga cengkih
an kakao, tidak tergiur untuk mengu-
dan kopi sangat menggiurkan sehing-
4
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
ga memiliki kebun cengkeh menjadi
kota dan petani yang pegawai. Kerja
demam di mana-mana. Desa Palopu
tidak lagi dibayar kerja, tetapi jika ada
pun tidak luput dari serangan demam
uang maka pasti ada kerja. Mapalus di
ini. Sayangnya, bukan petani Palopu
sawah pun berubah bentuk menjadi
yang paling banyak menerima keun-
kerja kelompok yang diupah per hari
tungan, karena mereka justru mele-
Rp10.000,00
paskan banyak lahan untuk orang ko-
per orang.
sampai
Rp15.000,00
ta dari Palu yang berambisi memiliki
kebun cengkih. Sebagian petani yang
Setelah harga cengkih merosot dan
sehari-hari bekerja sebagai pegawai
harga kopi juga mulai naik-turun, di
negeri (guru, mantri kesehatan, pera-
akhir 1980-an dan awal 1990-an ka-
wat) dan mampu mempertahankan
kao di pasaran dunia mulai mendapat
lahannya juga mulai berkebun ceng-
harga yang menarik perhatian petani,
kih. Petani yang sudah menanam kopi
yaitu mulai dari Rp2.000,00 per kg di
juga tetap mempertahankan lahan-
akhir 1980-an menjadi Rp5.000,00
nya, karena kopi membuat mereka
per kg pada awal 1990-an, sejalan de-
mampu bertahan hidup dengan lebih
ngan meningkatnya nilai tukar dolar
baik. Apalagi setelah pemerintah dae-
Amerika
terhadap
rupiah.
Rupiah
rah Sulawesi Tengah membentuk per-
yang
usahaan daerah dan membuka perke-
15.000,00 per 1 dolar Amerika pada
bunan cengkih di desa tetangga Palo-
1997—1998
pu, petani semakin diyakinkan untuk
semua petani di Palopu membabat
terus
anjlok
menjadi
menyebabkan
Rp
hampir
ikut menanam cengkih. Sementara itu
cengkih, kopi, atau vanili di kebunnya
petani yang kurang modal semakin
untuk digantikan oleh kakao. Namun,
mudah melepas lahannya untuk dibeli
di tengah sedemikian dahsyatnya ra-
orang.
yuan harga kakao, tidak seperti di Sunu, tidak satu jengkal pun sawah di
Semenjak cengkih dan kopi melanda
Palopu berubah bentuk menjadi ke-
perekonomian Desa Palopu, uang
bun kakao. Mengapa demikian?
menjadi barang yang mudah didapat
di desa. Mereka yang memiliki ceng-
Cerita yang menurut saya paling me-
kih dan kopi berarti memiliki uang, se-
narik dari bertahannya sawah terha-
mentara mereka yang tidak memiliki
dap serangan kakao ke Desa Palopu
bisa mendapat uang dari upah mena-
adalah kenyataan bahwa sejarah pan-
nam,
memanen
jang budidaya padi di sini bukan seka-
cengkih atau kopi di kebun milik orang
dar soal mempertahankan keterse-
memelihara,
dan
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
5
RESISTENSI DAN NEGOSIASI: MEMPERTAHANKAN OTORITAS PEREMPUAN DI TENGAH PERUBAHAN AGRARIA
diaan pangan di lumbung masing-ma-
nen, pembentukan kelompok palus,
sing, tetapi adanya atribusi ketahan-
melakukan proses pemanenan, pro-
an pangan kepada perempuan dalam
sesi penyimpanan di lumbung, dan
bentuk kewajiban untuk menyediakan
seterusnya.
pangan di atas meja. Di Palopu, mulai
dari pemilihan benih padi, penyemai-
Ketika perempuan sibuk bekerja di la-
an dan pembibitan, penanaman, pe-
dang dan sawah, lelaki bertugas men-
meliharaan, pemanenan, sampai pe-
jaga anak. Pada saat damar sudah bi-
nanakan menjadi nasi yang terhidang
sa diambil getahnya, lelaki masuk hu-
di meja adalah ibu dapur punya urus-
tan untuk menampung getah damar
an.
atau mengambil rotan. Damar dan rotan ditukar dengan minyak goreng,
Orang tua-orang tua Palopu menyim-
garam, gula, dan keperluan rumah
pan cerita bahwa di masa lalu perem-
tangga lainnya. Itu sebabnya tradisi
puan menjadi to balia, yaitu pemimpin
pewarisan harta keluarga mengaloka-
ritual dalam tiap tahap budidaya padi.
sikan sawah dan ladang untuk anak
Ketika itu sawah belum dikenal dan
perempuan, sementara anak lelaki
mereka harus membuka hutan untuk
mendapat jatah ternak dan tanaman
menjadikannya ladang yang bisa dita-
keras (di masa lalu: damar, sekarang:
nami padi. Orang yang punya otoritas
kebun cokelat atau kopi).
untuk menentukan saat-saat paling
tepat dalam melakukan berbagai ta-
Dengan tradisi pembagian peran pe-
hap tersebut dan memimpin ritualnya
rempuan dan laki-laki seperti itu, ma-
adalah sang to balia. Kemudian seba-
ka ketika tanaman perkebunan ma-
gian besar pekerjaan budi daya padi
suk ke Palopu dan uang melekat pada
pun didominasi oleh perempuan. La-
setiap komoditas tersebut, dengan
ki-laki membantu saat membuka hu-
sendirinya
tan untuk ladang. Dan ketika teknik
menjadi ranah laki-laki. Pertanian Pa-
tanaman
perkebunan
bersawah mulai dikenal, lelaki terspe-
lopu yang subsisten dan feminin beru-
sialisasi untuk mengerjakan pengo-
bah menjadi komersial dan maskulin.
lahan tanah, pembentukan petak, dan
Budidaya cokelat atau kakao jarang
pemagaran bedeng pembibitan. Sele-
mengikutsertakan perempuan dalam
bihnya perempuanlah yang bekerja
pengambilan
dan menentukan. Mulai dari pemilih-
maupun dalam pelaksanaan tahapan
keputusan
produksi
an benih dan jenis padi yang akan di-
pekerjaannya. Mulai dari pemilihan
tanam, waktu menanam dan mema-
bibit kakao, penanaman, pengenda-
6
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
lian gulma dan hama penyakit tanam-
sendiri. Ia mempelajari cara membu-
an, serta pemangkasan, sebagian be-
didayakan kakao dengan memperha-
sar diputuskan dan dikerjakan oleh la-
tikan petani lain serta bertanya kepa-
ki-laki. Baru ketika panen, ibu-ibu
da ayahnya atau kepada sesama pe-
membantu membelah buah kakao,
tani di desanya.
mengeluarkan biji, dan menjemurnya. Pada saat menjual, ibu-ibu biasa-
Ketika suami Ibu Mawar pensiun dari
nya turun tangan jika jumlah yang di-
bertukang, mulailah ia masuk ke ke-
jual relatif tidak banyak dan hasil pen-
bun cokelat dan mengerjakan peker-
jualannya ditujukan untuk kebutuhan
jaan tipikal lelaki petani cokelat: me-
rumah tangga sehari-hari. Apabila
mangkas, menyemprot gulma de-
penjualan dilakukan dalam jumlah
ngan herbisida, memanen buah. Ibu
besar, biasanya bapak-bapak yang
Mawar pun mengambil tugas feminin
menangani dan memutuskan dalam
dari pekerjaan budidaya kakao, yaitu
memilih pembeli yang memberi harga
membelah buah kakao dan menjemur
tertinggi. Jika ditanyakan kepada ibu-
bijinya. Penjualan hasil panen tidak
ibu kenapa mereka tidak ikut bekerja
diputuskan sendiri, tetapi didiskusi-
dan mengurus kebun cokelat, keba-
kan dengan suaminya. Demikianlah
nyakan mereka berpendapat bahwa
pengaturannya, meskipun hak milik
itu urusan laki-laki.
kebun ada di tangan perempuan, alokasi sumber daya dan keputusan pro-
Namun, sebelum terjebak oleh kesan
duksi tetap tidak menjadi otoritas pe-
umum, Ibu Mawar menawarkan cerita
rempuan sepenuhnya. Suami Ibu Ma-
yang sedikit berbeda. Sebagai anak
warlah yang memutuskan jenis herbi-
tertua perempuan, Ibu Mawar diwarisi
sida apa dengan harga berapa yang
sebidang tanah ladang oleh ayahnya.
bisa mereka pakai, termasuk ke mana
Karena suaminya bekerja sebagai ahli
harus menjual untuk mendapatkan
bangunan yang harus berpindah-pin-
harga yang bagus.
dah lokasi untuk membangun rumah
pesanan orang, baik di dalam maupun
Sekali lagi, meskipun dominasi perta-
di luar desanya, tinggallah Ibu Mawar
nian kakao yang komersial dan mas-
yang harus memutuskan dan me-
kulin mampu menggusur ketergantu-
ngerjakan ladang miliknya sendiri. I-
ngan keluarga petani dari pertanian
bu Mawar memutuskan untuk mena-
padi sawah yang subsisten dan femi-
nam kakao. Ia mengumpulkan bibit,
nin, ada satu hal yang menarik yaitu
menanam, dan memelihara sebisanya
bahwa sawah tetap bertahan dan ka-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
7
RESISTENSI DAN NEGOSIASI: MEMPERTAHANKAN OTORITAS PEREMPUAN DI TENGAH PERUBAHAN AGRARIA
kao lebih suka menembus hutan. Sa-
Sebagai orang Jawa yang merantau
wah, kakao, dan hutan akhirnya men-
ke Palopu, tentunya Pak Manta tidak
jadi ajang artikulasi kuasa. Sawah
memiliki tanah warisan barang se-
menjadi representasi dari perlawanan
jengkal pun. Istrinyalah yang diwarisi
perempuan terhadap dominasi perta-
beberapa petak sawah oleh keluarga-
nian kakao yang maskulin, sedangkan
nya. Namun, dari hasil kerja serabut-
hutan menjadi bukti konkret dari per-
an dan ditambah pinjaman sedikit,
gulatan kuasa. Hutan menjanjikan
Pak Manta mampu membeli sepetak
ketersediaan air bagi sawah di kaki-
tanah yang ditanaminya dengan ka-
kakinya, tapi pada saat yang sama
kao. Rumah mereka berlantai kera-
hutan juga menjanjikan ruang untuk
mik, bertembok permanen, ruang ta-
tegaknya pohon-pohon kakao.
munya diisi perabotan apik, termasuk
televisi ukuran 29 inci, dan di halamannya sebuah motor terparkir. Me-
Sawah dan Kakao: Proses Nego-
nurut Pak Manta, semua itu adalah
siasi dan Resistensi
hasil berkebun cokelat.
Ibu Manta adalah perempuan Palopu
Melihat kejayaan cokelat yang tidak
asli yang dibesarkan dalam tradisi
juga surut, Pak Manta meminta istri-
bertani padi yang diajarkan oleh ne-
nya untuk menjual saja sawahnya,
neknya kepada ibunya dan diteruskan
supaya bisa membeli lagi tanah untuk
kepadanya, lalu diturunkan oleh Ibu
kebun cokelat. Isterinya menolak. Ibu
Manta kepada anak perempuannya.
Manta berkeras bahwa sawah adalah
Ia menikahi seorang lelaki Jawa yang
jaminan hidup, untuk tidak terpaksa
terdampar di Sulawesi Tengah karena
membeli beras. Bagi Ibu Manta, juga
nenek-kakeknya ikut program trans-
bagi kebanyakan orang Palopu, sawah
migrasi. Pak Manta bercerita bahwa
adalah representasi kedaulatan pa-
tidak satu pun cara mencari uang se-
ngan keluarga. Jika beras harus dibe-
cara halal luput ia coba. Mulai dari
li, bagaimana jika suatu saat mereka
mencari rotan ke hutan, menjadi pe-
tidak punya uang? Mereka sama se-
dagang kelontong yang berkuda sam-
kali tidak mau makan menjadi tergan-
pai ke pelosok, sampai akhirnya ia
tung pada uang. Lagipula, Ibu Manta
memutuskan untuk bertanam cokelat
tidak pernah punya kekuasaan untuk
di akhir 1980-an.
mengatur keuangan keluarga. Setiap
bulannya ia menerima jatah belanja
dari Pak Manta. Kalau sampai terjadi
8
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
untuk beras pun harus minta uang la-
menolak secara terbuka. Namun, ia
gi pada suaminya, Ibu Manta merasa
tetap menyatakan penolakan dengan
akan kehilangan satu-satunya ranah
halus, yaitu dengan cara menyerah-
yang memberinya kemandirian dan
kan sawahnya kepada anak perem-
otoritas. Sebuah wilayah tanpa cam-
puannya. Bagaimanapun, anaknya a-
pur tangan suaminya, tempat ia lelua-
kan tetap memerlukan keputusan Ibu
sa memutuskan dan melakukan sen-
Manta dalam urusan produksi dan
diri semua urusan produksi dan kon-
konsumsi menyangkut sawah mere-
sumsi berkaitan dengan sawah dan
ka. Dengan cara ini Ibu Manta masih
beras yang dihasilkannya. Oleh sebab
mampu meneguhkan otoritasnya da-
itu, ia memutuskan untuk bertahan
lam keluarga.
sampai badannya tidak kuat lagi dibawa bersawah.
Apakah keberadaan setiap sawah di
Palopu menyimpan cerita pergulatan
Selama bertahun-tahun Ibu Manta
kuasa yang sama? Saya yakin tidak.
bersawah, tidak pernah sekalipun ia
Akan tetapi, di balik kesepakatan se-
meminta suaminya untuk membantu
bagian besar orang Palopu untuk
pekerjaan-pekerjaan yang biasa dila-
mempertahankan sawah demi kedau-
kukan oleh laki-laki Palopu di sawah.
latan pangan keluarga, di sanalah ter-
Ia memilih untuk berbaku balas ta-
letak ruang yang masih memberikan
saudara-saudaranya
otoritas dan otonomi utuh kepada pe-
yang lelaki. Selama itu pula, tidak
ngan
dengan
rempuan di wilayah produksi dan kon-
pernah satu hari pun ia pernah melu-
sumsi. Di ruang ini perempuan masih
angkan waktu untuk bahkan sekadar
bisa menuliskan dan mewujudkan
melihat-lihat kebun cokelat suami-
agenda-agendanya. Dengan memiliki
nya. Ketika usianya menua dan beker-
beras mereka bisa mempertahankan
ja di sawah hampir tidak mungkin,
posisi sosialnya, yaitu: mengirim be-
suaminya mulai mendesaknya lagi
ras ketika tetangga mengadakan pes-
untuk menjual sawah. Menurut Pak
ta atau menghadapi kematian anggo-
Manta, sawah Ibu Manta sudah mulai
ta keluarga; mengirim beras kepada
makan biaya, karena sekarang harus
tetangga yang membutuhkan dan
membayar orang untuk mengerjakan
akan dikirimi beras ketika sedang
sawahnya dan uang untuk membayar
membutuhkan; dan menukar beras
tenaga kerja itu menjadi tanggungan-
dengan ikan, garam, atau gula ketika
nya sebagai suami. Menyadari keter-
uang tidak di tangan. Beras masih
batasannya, Ibu Manta tidak mampu
menjadi alat tukar, juga alat untuk
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
9
RESISTENSI DAN NEGOSIASI: MEMPERTAHANKAN OTORITAS PEREMPUAN DI TENGAH PERUBAHAN AGRARIA
mengekspresikan resiprositas. Posisi
Hutan sebagai Wilayah Manuver
beras ini belum bisa digantikan sepenuhnya oleh uang.
Masih di bukit dan lembah yang sama,
bertetangga dengan desa Palopu ada-
Namun, pada saat kepemilikan sawah
lah desa Tora. Menceritakan Desa Tora
hilang—sehingga semua pengeluaran
yang tidak biasa ini sungguh tidak
rumah tangga digantungkan pada
mudah. Desa ini menjadi sangat ter-
uang yang dihasilkan dari cokelat, se-
kenal karena mampu meyakinkan
mentara sebagian besar keputusan
otoritas Taman Nasional Lore Lindu
produksi cokelat merupakan otoritas
bahwa mereka memiliki aturan adat
laki-laki—maka bersama dengan itu
yang sama sahihnya dengan hukum-
pula meluruhlah ruang-ruang otoritas
hukum konservasi yang diberlakukan
perempuan. Seperti kata Wolf di se-
oleh negara di kawasan hutan. Melalui
buah artikel yang dimuat dalam buku
proses pendokumentasian dan peng-
yang
Visvanathan
galian bertahun-tahun serta pemak-
(1997), karena tidak banyak rumah
disunting
oleh
naan kembali aturan-aturan adatnya,
tangga yang menjalankan demokrasi
Desa Tora membuktikan bahwa mere-
dalam proses pengambilan keputus-
ka memiliki hak yang sama untuk me-
annya, maka strategi rumah tangga
ngelola sendiri hutan di wilayah adat-
tidak mungkin terlepas dari relasi
nya. Dan klaim ini diterima oleh ne-
kuasa yang bersifat mendominasi dan
gara.
mensubordinasi. Oleh sebab itu, ketika perempuan mampu berstrategi un-
Di balik cerita hebat ini ada sesosok
tuk mempertahankan ruang-ruang
perempuan bertubuh kecil. Dialah Ibu
otoritasnya, inilah yang disebut Villa-
Mini. Ibu Mini sudah lama gelisah ka-
real dalam Long & Long (1992) seba-
rena ia mendapatkan bahwa ibu-ibu
gai sebuah 'manuver': kemampuan
PKK di kampungnya sering hanya ber-
berkelit di tengah himpitan. Bahkan
tugas di dapur ketika bapak-bapak si-
Ibu Mini membawa manuvernya men-
buk
jadi sebuah pergulatan wacana ten-
ngunan desa. Dari inisiatif kerasnya
tang kedaulatan adat.
rapat
membicarakan
pemba-
untuk terlibat dalam proses revitalisasi adat dan posisinya sebagai anak dari mantan kepala desa yang disegani,
Ibu Mini belajar bahwa adat Tora justru memberikan porsi politis yang sangat besar bagi perempuan dalam so-
10
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
al pengambilan keputusan di komuni-
Tentu saja teks beberapa paragraf ini
tasnya. Peran perempuan bukan se-
terpaksa banyak mereduksi proses
kadar membuat kue dan mengantar
yang mereka sebut sebagai maraton
kopi kepada bapak-bapak yang sibuk
panjang. Namun, pengakuan wilayah
rapat. Kehadiran perempuan dalam
adat dan pengelolaan hutan oleh ma-
musyawarah desa bahkan bisa me-
syarakat adat Tora bukanlah monu-
nentukan keabsahan sebuah kepu-
men dan prasasti, tetapi pergulatan
tusan. Tanpa kehadiran tina ngata
kuasa yang harus berulang-ulang di-
(sebutan bagi perempuan yang duduk
buktikan dan dilahirkan kembali. Hu-
sebagai tetua adat), sebuah keputus-
tan, bagi Ibu Mini, adalah wilayah ma-
an akan diragukan keabsahan kultu-
nuver politik. Apa jadinya jika posisi
ralnya (Toheke dan Pelea 2005).
politik yang sudah direbut tersebut tidak bisa mengartikulasikan agenda
Perjuangan untuk mengklaim wilayah
sehari-hari perempuan Tora?
hutan adat komunitas Tora juga tidak
terlepas dari desakan kesertaan pe-
Hutan, bagi perempuan Tora yang se-
rempuan sebagai pengambil keputus-
tiap hari berlumur lumpur sawah,
an. Ibu Mini mulai mengorganisasi
adalah mata air yang menghidupi pa-
perempuan-perempuan Tora dan me-
di-padinya. Jika ada suara chainsaw
reka bersepakat untuk mendirikan
(mesin gergaji) menggemuruh di hu-
sebuah organisasi perempuan adat.
tan, yang terbayang adalah ancaman
Berlandaskan
longsor dan banjir yang melanda sa-
adat,
organisasi
ini
membawa perempuan Tora meraih
wah-sawah mereka. Di mana peran
posisi yang setara dengan kelemba-
organisasi perempuan adat untuk
gaan desa lainnya, seperti BPD dan
menghentikan suara gergaji di tengah
LKMD, dan duduk bersama di rapat-
hutan itu?
rapat komunitas untuk menyuarakan
pendapat dan kepentingan perem-
Di tengah gegap gempita keberhasil-
puan. Demikianlah Ibu Mini telah ber-
an Ibu Mini membawa perempuan To-
hasil melakukan manuver dengan
ra kembali berkiprah di ruang publik,
menggunakan adat dan momentum
ada hal yang terlupakan. Bahwa tidak
klaim wilayah hutan untuk mendo-
ada pembatas nyata antara ruang do-
rong perempuan tampil di ruang-
mestik dan publik. Proses pengambil-
ruang publik.
an keputusan adalah pergulatan kuasa di semua aras. Ketika perempuan
bisa merebut ruang otonomi di wila-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
11
RESISTENSI DAN NEGOSIASI: MEMPERTAHANKAN OTORITAS PEREMPUAN DI TENGAH PERUBAHAN AGRARIA
yah publik, selaiknya ruang ini adalah
ses pengambilan keputusan tentang
cermin dari keluasan otonominya di
sumber daya tidak menjauhkannya
rumah. Ketika masih harus berjuang
dari akses terhadap sumber daya ke-
mempertahankan sawah sebagai ar-
luarga, di situlah perempuan menda-
tikulasi ruang otonomi dan wilayah
patkan
otoritasnya, perempuan Palopu dan
(social economic security). Menurut
ketahanan
sosial
ekonomi
Tora kehilangan hutan karena cokelat
saya, ketahanan sosial ekonomi pe-
dan penebangan kayu tanpa bisa ber-
rempuan tidak semata beralas pada
buat apa-apa. Hal ini sama artinya de-
basis material, tetapi juga pada basis
ngan menyerahkan kuasa pada pasar,
kemanusiaannya, yaitu adanya pe-
uang, dan formalitas. Banyak perem-
ngakuan bahwa perempuan adalah
puan Palopu dan Tora memang tidak
manusia yang memiliki kebutuhan
keberatan tentang hal ini. Namun, ba-
untuk
nyak pula perempuan seperti Ibu
mengartikulasikan otoritasnya di ra-
mendapatkan
yang
otonomi
dikuasainya.
dan
Manta dan Mini yang terus memper-
nah-ranah
juangkan ruang-ruang otoritasnya di
pasar yang dikonstruksi secara sosial
Jika
tengah himpitan pasar, uang, dan for-
dan politik tidak mampu memberikan
malitas.
itu, maka konstruksi sosial politik baru perlu dibangun untuk memberi
makna baru bagi pasar.
Kesimpulan
Bagi Jackson (2003), sepanjang ketidakterlibatan perempuan dalam pro-
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, B. 1994. A Field of One's Own: Gender and Land Rights in South
Asia. Cambridge: Cambridge University Press.
________. 2003. “Women's Land Rights and the Trap of Neo-Conservatism:
A Response to Jackson”. Journal of Agrarian Change 3(4) October.
pp571—585. London: Blackwell Publishing Ltd.
12
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
BAHASAN UTAMA
Foucault, M. 2002. Power/Knowledge, Wacana Kuasa/Pengetahuan. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Iversen, V. C. Jackson, B. Kebede, A. Munro, A and a. Verschoor. What's
love got to do with it? An Experimental Test of Household Models in
East Uganda. CSAE Working Paper Series/2006-01.
Jackson, C. 2003. “Gender Analysis of Land: Beyond Land Rights for Women?”. Journal of Agrarian Change 3(4) October. pp453—480. London:
Blackwell Publishing Ltd.
Jewitt, S. 2000. “Unequal Knowledges in Jharkand, India: De-Romanticizing
Women's Agroecological Expertise”. Journal of Development and
Change Vol.13. pp961—985. Oxford: Institute of Social Studies, Blackwell Publisher.
Long, N. dan Anna Long. 1992. Battlefields of Knowledge: The Interlocking of
Theory and Practice in Social Research and Development. London:
Routledge.
Razavi, S. 2007. “Liberalization and Women's Access to Land”. Third World
Quarterly 8(28). Routledge Taylor & Francis Group.
Sen, A. 1990. ”Gender and Cooperative Conflicts”, dalam I. Tinker (ed.). Persistent Inequalities: Women and World Development. Oxford: Oxford
University Press.
Toheke, R.P. dan Krispus Pelea. 2005. Perempuan dan Konservasi: Revitalisasi Kultural Peran Perempuan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di
Komunitas Toro Sulawesi Tengah. Palu: OPANT, CARE, PTF ECML II
Central Sulawesi.
Wolf, D.L. 1997. “Daughters, Decision, and Dominations: An Empirical and
Conceptual Critique of Household Strategies”, dalam N. Visvanathan, L.
Duggan, L. Nisonoff, dan N. Wiegersma (eds.). The Women, Gender &
Development Reader. London dan New Jersey: Zed Books Ltd.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 13 NO. 1 JUNI 2008
13