TAP.COM - EKSTRAKSI TORIUM DARI KONSENTRAT TH,LTJ (HIDROKSIDA) - DIGILIB-BATAN

PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusa t Te kno lo g i Akse le ra to r da n Pro se s Ba ha n
Yogyakarta, 27 Juli 2011

EKSTRAKSI TORIUM DARI KONSENTRAT TH,LTJ
(HIDROKSIDA) MENGGUNAKAN SOLVEN BIS-2- ETIL HEKSIL
FOSFAT
Suyanti, Aryadi
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan-BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281
E-mail:ptapb@batan.go.id

ABSTRAK
EKSTRAKSI TORIUM
DARI
KONSENTRAT Th,LTJ (HIDROKSIDA)
MENGGUNAKAN SOLVEN BIS-2- ETIL HEKSIL FOSFAT. Telah dilakukan ekstraksi
torium dari konsentrat Th,LTJ(Hidroksida) hasil olah pasir monasit menggunakan
solven Asam di-2-etil heksil fosfat atau Bis-2-etil heksil fosfat (D2EHPA) dalam
kerosen. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh kondisi optimum ekstraksi
torium menggunakan solven Bis-2-etil heksil fosfat (D2EHPA) dalam kerosen. Larutan

umpan atau fasa air adalah konsentrat Th,LTJ hidroksida yang dilarutkan dalam
suasana HNO3 dan fasa organik adalah D2EHPA dalam kerosen. Ekstraksi dan
striping dilakukan dengan cara pengadukan menggunakan pengaduk magnit Ika mag.
Hasil proses ekstraksi dan striping diendapkan sempurna dengan asam oksalat,
endapan yang terbentuk dikeringkan, ditimbang dan dianalisa dengan spektrometer
pendar sinar-x. Variabel yang dilteliti adalah variasi konsentrasi HNO3 dalam umpan
dan tingkat ekstraksi. Penggunaan solven D2EHPA untuk ekstraksi Th dari konsentrat
Th,LTJ(hidroksida) belum menghasilkan kadar Th maupun efisiensi ekstraksi yang
tinggi. Kondisi optimum ekstraksi Th terjadi pada konsentrasi HNO3 6 M pada tingkat
ekstraksi I fasa striping 2 (FS2). Pada kondisi tersebut diperoleh kadar Th = 26,
219%, efisiensi ekstraksi = 20,96% dengan faktor pisah (FP) Th-Ce =3,581; FP ThLa=49,051 dan FP Th-Nd = 31,538.
Kata Kunci : konsentrat Th,LTJ hidroksida, torium, ekstraksi, Bis-2-etil heksil fosfat

ABSTRACT
EXTRACTION OF THORIUM FROM Th, RE (HYDROXIDE) USING THE SOLVENTS
OF BIS-2-ETHYL HEXYL PHOSPHATE. The extraction of thorium from Th,
RE(Hydroxide) concentrate product from monazite sand treatment has been done
using solvents of di-2-ethyl hexyl phosphate or Bis-2-ethyl hexyl phosphate (D2EHPA)
in kerosene. The purpose of this research is to obtain the optimum condition of the
thorium extraction using D2EHPA in kerosene. The aqueous phase was Th, RE

hydroxide concentrate which was dissolved in HNO3 condition and organic phase was
D2EHPA in kerosene. Extraction and stripping have been done by mixing using
magnetic stirrer Ika mag. The result of the extraction and stripping processes were
precipitated completely by using oxalate acid, the sediment which formed was
drained, weighed and analyzed by using ray-X spectrometer. The variables that have
been investigated were variation of HNO3 concentration in feed and extraction stages.
The using of solvent of D2EHPA for extracting Th from Th, RE(hydroxide) ha sneither
produced the percentage of Th nor high level efficiency of extraction. The optimum
condition of the extraction of Th happened on HNO3 concentration of 6M in the stage
extraction I stripping phase 2(FS2). In that condition the percentage of Th obtained =
26, 219%, extraction efficiency = 20, 96% with the separation factor(SF) Th-Ce =
3,581; SF Th-La=49,051 and SF Th-Nd = 31, 538.
Keywords: concentrate Th, RE(Hydroxide), thorium, extraction, or Bis-2-ethyl hexyl
phosphate

Buku II hal 40

I SSN 1410 – 8178

Suyanti, dkk


PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusa t Te kno lo g i Akse le ra to r da n Pro se s Ba ha n
Yogyakarta, 27 Juli 2011

Menurut Khopkar, beberapa cara dapat
mengklasifikasikan sistem ekstraksi. Cara klasik
adalah mengklasifikasikan berdasarkan sifat zat
yang diekstraksi, sebagai khelat atau sistem ion
berasosiasi. Ada sistim ekstraksi yang melibatkan
pembentukan pasangan ion. Ekstraksi berlangsung
melalui pembentukan spesies netral yang tidak
bermuatan diekstraksi ke fasa organik.
Bis – 2- etil heksil phosphat atau Asam di2-etil heksil fosfat (D2EHPA) merupakan donor
yang kuat, yang mempunyai satu atom H yang
dapat digantikan oleh ion-ion logam, sehingga
senyawa ini biasa disebut dengan senyawa penukar
ion. Di samping itu senyawa D2EHPA mempunyai
gugus P=O yang dapat berkoordinasi dengan ion

logam. Diketahui pelarut D2EHPA biasanya berada
dalam dimer (H2X2) yang tersusun sebagai dua
molekul D2EHPA. Pada keadaan ini akan saling
mengadakan ikatan hidrogen intra molekuler
dengan ion logam yang diekstraksi dengan hanya
memutus satu atau dua ikatan hidrogen yang
terjadi di dalam dimmer. Rumus struktur D2EHPA
dapat dilihat pada Gambar 1.

PENDAHULUAN

M

onasit adalah mineral yang mempunyai
bentuk ikatan fosfat yang mengandung Th
dan logam tanah jarang ( LTJ )Ce, La , Nd , Pr, Gd
dan Dy. Rumus kimia monasit adalah
Th,(LTJ).(PO4), perbandingan Ln2O3 (lantanida)
dibanding P2O5 = 70 : 30. Analisis monasit
seringkali menunjukkan logam-logam pengotor

seperti besi, alumunium, kalsium, magnesium,
titanium, zirkonium dan silika.
Penggunaan torium dioksida antara lain
untuk bahan krus tahan suhu tinggi, menaikkan
angka kekerasan, sebagai katalisator dan sebagai
bahan bakar nuklir. Mengingat nilai ekonomis dan
cukup tersedianya cadangan pasir monasit di
Indonesia, maka sudah selayaknya pemisahan Th
dari konsentrat Th,LTJ(hidroksida) hasil olah pasir
monasit perlu dilakukan, disamping dapat
meningkatkan nilai tambah juga mengurangi bahan
buangan.
Pemisahan Th dilakukan dengan proses
ekstraksi pelarut. Ekstraksi pelarut menyangkut
distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua
fasa air yang tidak saling bercampur(3). Teknik
ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara
cepat dan “bersih” baik untuk zat organik maupun
zat anorganik. Melalui proses ekstraksi, ion logam
dalam pelarut air ditarik keluar dengan suatu

pelarut organik (fasa organik). Secara umum,
ekstraksi ialah proses pemisahan suatu zat terlarut
dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain
yang tidak dapat bercampur dengan air (fasa air).
Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu
komponen
dari
campurannya
dengan
menggunakan pelarut.
H+ + NO-

Gambar 1. Rumus struktur D2EHPA
Reaksi kimia yang terjadi antara logam
tanah jarang dengan D2EHPA adalah sebagai
berikut:

HNO3

(1)


HNO3 (a) + (H2X2) (o)

HNO3(H2X2) (o)

(2)

M4+ + 4 (NO3)- + 4(H2X2) (o)

[M(NO3)44(H2X2)]org

(3)

LTJ(NO3) 3.4 (H2X2) + H2O

LTJ(NO3)3 + 4 (H2X2) + H2O

(4)

Th(NO3) 4.4(H2X2) + H2O


Th(NO3)4 + 4(H2X2)+ H2O

(5)

Pada banyak sistem ekstraksi, ekstraktan
dilarutkan dengan suatu pengencer yang tidak
saling bereaksi yang disebut diluen. Pemakaian
diluen terutama untuk memperbaiki sifat fisika dari
fasa organik.
Pelarut
organik
sebagian
besar
mempunyai berat jenis dan kekentalan tinggi,
maka menyebabkan sukarnya proses pemindahan
solut dari fasa air ke fasa organik. Untuk
mempermudah proses tersebut kekentalan fasa
organik
harus

diturunkan
dengan
cara
Suyanti, dkk.

menambahkan pengencer organik. Salah satu
pengencer organik yang sering digunakan adalah
kerosin.
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke
dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua
pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian
kelarutan. Dalam praktek solut akan terdistribusi
dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut
setelah dikocok dan dibiarkan terpisah.
Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua

I SSN 1410 – 8178

Buku II hal 41


PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusa t Te kno lo g i Akse le ra to r da n Pro se s Ba ha n
Yogyakarta, 27 Juli 2011

pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan
pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan
distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien
distribusi dinyatakan dengan rumus sebagai
berikut:

Co
C2
atau Kd =
Ca
C1

Kd =


(6)

dimana Kd = koefisien distribusi dan C1,
C2, Co, dan Ca masing-masing adalah konsentrasi
solut pada pelarut 1, 2, organik, dan air. Dari
rumus tersebut jika harga Kd besar, solut secara
kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih
banyak ke dalam pelarut organik, begitu pula
terjadi sebaliknya.
Sebagai ukuran keberhasilan untuk suatu
proses ekstraksi sering digunakan besaran berupa
faktor pisah (FP) yakni perbandingan antara
koefisien distribusi suatu unsur dengan koefisien
distribusi unsur yang lainnya. Persamaan untuk
memperoleh FP adalah:
FP =

Kd1
Kd 2

(7)

Kd1 adalah koefisien distribusi unsur 1 dan
Kd2 adalah koefisien distribusi unsur 2.
Efektifitas dalam proses ekstraksi dapat
dinyatakan dengan persen solut yang terekstrak
yang dapat diperoleh dengan persamaan sebagai
berikut:
E=

C2
x 100 %
F

dengan E adalah efisiensi ekstraksi (%),
C2 adalah konsentrasi solut dalam fasa organik,
dan F adalah konsentrasi umpan untuk ekstraksi.
Pada
penelitian
sebelumnya
telah
dilakukan ekstraksi dengan tri butil fosfat 25% (
TBP ). Hasil yang diperoleh efisiensi ekstraksi Th
total 99,76%. Kadar Th tertinggi diperoleh pada
ekstraksi tingkat I fasa striping 2 (FS 2oks) dengan
kadar Th 76,11%, serta pengotor Ce = 1,46 %, La
= 0,77% , Nd = 0,28%. Faktor pisah (FP ) Th-Ce
= 503,09 FP Th-La = 577,93 dan FP Th-Nd =
19,94.(9)
Dalam penelitian ini umpan ekstraksi
adalah konsentrat Th,LTJ hidroksida dengan kadar
Th = 5,078%, Ce = 37,76%, La = 19,69% dan Nd
= 8,24% yang berasal dari proses pengolahan pasir
monasit yang dilarutkan dalam HNO3. Fasa
organik yang digunakan adalah D2EHPA yang
diencerkan dalam kerosen dengan kadar D2EHP
5%. Selama berlangsungnya proses ekstraksi,
antara LTJ dan Th saling berkompetisi untuk
berpindah dari fasa air ke fasa organik. Setelah
terjadi proses ekstraksi, maka salah satu dari
unsur-unsur LTJ tersebut diharapkan masuk ke
dalam fasa organik dan unsur yang lain tetap
berada dalam fasa air. Variabel yang diteliti adalah
variasi konsentrasi HNO3 dalam umpan dan tingkat
ekstraksi.
Reaksi pelarutan unsur – unsur dalam
konsentrat Th,LTJ(OH)4 dengan HNO3 adalah
sebagai berikut :

(8)

Th(OH)4 + 4 HNO3 =======> Th ( NO3 )4+ 4 H2O
M(OH)3 padat+ 2 HNO3 =======> M ( NO3 )3 larutan+ 3 H2O

(9)
(10)

M = unsur logam tanah jarang yang lain ( La, Nd ,Y )

Ekstraksi bertingkat dilakukan beberapa
kali sampai ekstraksi dianggap tidak efisien lagi.
Untuk memungut kembali LTJ dan Th dari
senyawa kompleks dilakukan reekstraksi atau
striping memakai air dan asam oksalat encer.

Masing-masing tingkat ekstraksi dilakukan
striping tiga kali.
Hasil striping dengan air diendapkan
dengan asam oksalat, reaksinya :

LTJ(NO3)4 + 2 H2C2O4
LTJ(C2O4)2 + 4 HNO3
Th(NO3)4 + 2 H2C2O4
Th(C2O4)2
+ 4 HNO3
Reaksi yang terjadi pada striping dengan asam oksalat adalah:

(11)
(12)

LTJ(NO3) 4.4D2EHPA + 2 H2C2O4
LTJ(C2O4)2 + 4 HNO3 + 4D2EHPA
(13)
Th(NO3) 4.4D2EHPA + 2 H2C2O4
Th(C2O4)2
+ 4 HNO3 + 4 D2EHPA
(14)
Berdasar reaksi ( 1 ), maka dipelajari pengaruh molaritas asam nitrat dan jumlah tingkat estraksi.

Buku II hal 42

I SSN 1410 – 8178

Suyanti, dkk

PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusa t Te kno lo g i Akse le ra to r da n Pro se s Ba ha n
Yogyakarta, 27 Juli 2011

TATA KERJA
Bahan yang digunakan
Konsentrat LTJ hidroksida hasil olah pasir
monasit , kerosen buatan Fisher, Bis-2- etil heksil
phosphat (D2EHPA) buatan Merck, H2SO4 teknis,
HNO3 teknis , asam oksalat (H2C2O4) teknis, air
suling, NaOH teknis, kertas saring
Alat yang digunakan
Alat – alat gelas, timbangan analitik sartorius,
lemari asam, pengaduk pemanas Ika Werke, oven,
spektrometer pendar sinar- X, pH meter digital
WTM.
CARA KERJA
1.

Ekstraksi I dan striping
a. Dibuat larutan umpan ekstraksi dengan
melarutkan konsentrat logam tanah jarang
hidroksida berat 5 gram dilarutkan dalam
HNO3 14,4 M sebanyak 17,4 ml, sambil
diaduk dan dipanaskan dengan alat
pengaduk pemanas. Volume di tepatkan
menjadi 50 ml dengan air suling maka
diperoleh keasaman fasa air 5M sebagai
fasa air (FA). Divariasi konsentrasi asam
nitrat dalam umpan.
b. Fasa air ditambah 50 ml campuran TBP
dalam kerosen sebagai fasa organik (FO)
yang divariasi konsentrasi D2EHPA 5%,
perbandingan FA:FO = 1:1.
c. Dilakukan ekstraksi selama 15 menit
dengan kecepatan pengadukan 200 rpm.
d. Fasa air atau FA dan fasa organik (FO)
dipisahkan, diperoleh FA I dan FO I.
Masing-masing ditampung dalam beker
gelas, yang berisi FA I ditutup untuk
proses ekstraksi tingkat II, sedang FO I
distriping.
e. Fasa organik (FO) I distriping (di reekstraksi) dengan menggunakan air suling
sebanyak 50 ml, diaduk dengan kecepatan
200 rpm selama 5 menit, kemudian FO I
dan fasa striping (FS1air) dipisahkan
dengan corong pisah. FS1air, diendapkan
dengan larutan asam oksalat jenuh
kemudian disaring, dikeringkan dengan
oven pada suhu 120oC, ditimbang dan
dianalisis dengan spektrometer pendar
sinar-x.
f. Fasa organik (FO) I setelah distriping
dengan air, distriping kembali dengan
50ml larutan asam oksalat 5% selama 5
menit. Fasa striping dipisahkan (diperoleh
FS2oks dan FO I), FS2oks ditambah asam
oksalat 5% sampai tidak terjadi endapan
lagi. Endapan disaring, dikeringkan,

Suyanti, dkk.

ditimbang
dan
dianalisis
dengan
spektrometer pendar sinar-x.
g. Fasa organik (FO) I distriping lagi dengan
air suling 100 ml. Fase striping dipisahkan
dari FO I diperoleh FS3air, diendapkan jika
ada endapan disaring, dikeringkan,
ditimbang
dan
dianalisis
dengan
spektrometer pendar sinar-x.
2. Ekstraksi tingkat II
FA I dari ekstraksi I diekstraksi lagi
dengan FO I (FO I yang telah distriping 3 kali
dari ekstraksi I) dengan kecepatan pengadukan
200 rpm selama 15 menit, sehingga diperoleh
FA II dan FO II. FA II kemudian diekstraksi
lagi.
3. Ekstraksi tingkat III
Ekstraksi tingkat III dilakukan seperti
pada ekstraksi tingkat I maupun tingkat II.
4. Variasi konsentrasi HNO3 dalam umpan.
Dibuat larutan umpan/fasa air seperti
pada 1.a dengan keasaman umpan yang
bervariasai yaitu 4M, 5M, 6M, 7M dan 8M.
Kemudian dilakukan ekstraksi dan striping
seperti pada tata kerja 1.b sampai dengan 2.
Seluruh endapan hasil proses striping
dikeringkan di dalam oven pada suhu 100oC
sampai kering, ditimbang dengan timbangan
sotorius dan dianalisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis konsentrat LTJ hidroksida
menggunakan spektrometer pendar sinar-x adalah:
Th = 5,078%, Ce = 37,76%, La = 19,69% dan Nd
= 8,24%
Kondisi proses yang dilakukan adalah:
berat konsentrat Th,LTJ dalam umpan 5 gram,
konsentrasi HNO3 dalam umpan : divariasi, solven
: D2EHPA 5% dalam kerosen, kecepatan
pengadukan 200 rpm, waktu ekstraksi 15 menit,
perbandingan fasa air: fasa organik = 1:1, volume
fasa air 50 ml.
Pengaruh tingkat ekstraksi terhadap berat
fasa striping (FS)
Pada pelaksanaan penelitian proses
striping dilakukan sebanyak tiga kali, striping
pertama dengan air, striping kedua dengan larutan
asam oksalat encer dan striping ketiga dengan air
lagi. Pemakaian air sebagai fasa penstriping
bertujuan untuk mengambil unsur yang senyawa
kompleksnya paling mudah untuk dipecahkan
sehingga akan mudah dipisahkan dengan unsur
yang lain. Karena air merupakan agen penstriping
yang sangat lemah memecah senyawa kompleks,
sehingga akan terjadi kompetisi yang nyata antara

I SSN 1410 – 8178

Buku II hal 43

PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusa t Te kno lo g i Akse le ra to r da n Pro se s Ba ha n
Yogyakarta, 27 Juli 2011

Berat endapan (g)

2

4M
6M
8M

1.5

5M
7M

1
0.5
0
I FS1

I FS 2

II FS1

II FS 2

III FS1

III FS 2

Tingkat ekstraksi

Gambar 1. Grafik hubungan tingkat ekstraksi
dengan berat endapan Fasa striping
(Fs) pada berbagai keasaman HNO3.
Hubungan tingkat ekstraksi terhadap berat
fasa striping (FS) dapat dilihat pada Gambar 1.
Endapan oksalat yang terbentuk pada fasa stripng
mewakili perpindahan massa dari fasa ai (FA) ke
fasa organik (FO). Fasa organik diwakili oleh fasa
air (FS) karena semua unsur yang berada dalam
fasa organik diambil lagi fasa striping dan
diendapkan sempurna menggunakan asam oksalat.
Semakin tinggi konsentrasi HNO3 dalam
umpan maka semakin besar konsentrat Th,LTJ
hidroksida yang dapat larut dan konsentrasi solute
dalam umpan semakin besar. Tentu dengan
semakin besarnya konsentrasi umpan, maka
perpindahan massa semakin cepat dan akumulasi
dari perpindahan massa dalam FO semakin
banyak. Umumnya striping ke 2 atau FS2 pada
berbagai keasaman diperoleh berat FS yang relatif
tinggi dibanding pada striping pertama (FS1), yang
ditandai dengan puncak-puncak grafik pada FS2
seperti terlihat pada Gambar 1.
Hal ini
menunjukkan bahwa ikatan kompleks unsur
dengan D2EHPA sangat kuat dan air kurang
mampu untuk memecah kompleks tersebut, dan
setelah distriping dengan asam oksalat yang
merupakan pemecah komplek yang sangat kuat
sehingga semua unsur akan mengendap sempurna
sebagai FS2.

Buku II hal 44

30

4M
7M

Kadar Th (%)

25

5M
8M

6M

20
15
10
5
0
I FS1

I FS 2

II FS1

II FS 2

III FS1

III FS 2

Tingkat ekstraksi

Gambar 2. Grafik hubungan tingkat ekstraksi
dengan kadar Th dalam fasa striping
(FS) pada berbagai konsentrasi HNO3
dalam umpan
Pada keasaman 4M samapai 7M, berat
endapan FS yang terbentuk pada ekstraksi tingkat I
paling besar dibanding tingkat ekstraksi
selanjutnya. Berat FS semakin bertambah tingkat
ekstraksi semakin kecil.
Gambar 2. Menunjukkan kadar Th pada
pada berbagai tingkat ektraksi. Pada berbagai
konsentrasi asam nitrat dalam umpan kadar Th
yang jauh lebih tinggi dibanding pada striping ke1
(FS1).
Pengaruh konsentrasi HNO3 dalam umpan.
Asam nitrat selain berfungsi untuk
melarutkan konsentrat Th,LTJOH juga berfungsi
sebagai pembentuk kompleks. Dengan melihat
persamaan (1) sampai (5) dapat diketahui betapa
pentingnya pemakaian HNO3.
Semakin besar keasaman, jumlah mol
nitrat semakin banyak, reaksi bergeser kekanan,
sehingga hasil reaksi semakin banyak. Hal ini
tampak pada Gambar 3 berikut ini.
2

Berat endapan (g)

unsur yang satu dengan unsur yang lain ketika
bereaksi dengan fasa organik. Striping memakai
asam oksalat bertujuan mengambil semua unsur
yang tertinggal dalam fasa organik, karena asam
oksalat merupakan agen penstriping yang sangat
kuat untuk memecah senyawa kompleks dan
sekaligus dapat untuk mengendapkan semua
logam-logam,
striping
ketiga
dengan
menggunakan air bertujuan untuk membersihkan
sisa oksalat dan logam-logam yang masih terdapat
dalam fasa organik.

I FS1

I FS 2

II FS1

II FS 2

III FS1

III FS 2

1.5
1
0.5
0
4M

Gambar

5M

6M

Tingkat ekstraksi

7M

8M

3.Grafik
hubungan
konsentrasi
HNO3dalam umpan dengan berat
endapan Fasa striping (FS) pada
berbagai tingkat ekstraksi

Tabel 1. Tampak bahwa pada berbagai
konsentrasi HNO3 dalam umpan, Th dan logam
tanah jarang yang telah terekstraks dengan
D2EHPA membentuk ikatan kompleks yang
sangat kuat sehingga air yang digunakan untuk
striping tidak mampu memecah ikatan kompleks
tersebut, hal ini ditandai dengan kadar unsur dan
efisiensi ekstraksi yang terdapat dalam fasa
striping 1 (FS1) pada berbagai tingkat ekstraksi
relatif kecil dibanding pada FS2. Sebaliknya pada

I SSN 1410 – 8178

Suyanti, dkk

PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusa t Te kno lo g i Akse le ra to r da n Pro se s Ba ha n
Yogyakarta, 27 Juli 2011

penggunakan larutan asam oksalat untuk striping
sangat kuat memecah ikatan kompleks Th,LTJ
dengan D2EHPA dan mengendap sempurna. Pada
striping ke 3 pada berbagai konsentrasi HNO3
maupun tingkat ekstraksi tidak terjadi endapan. ini
berarti seluruh solut yang terekstraksi telah

mengendap sempurna pada striping ke 2 dan pada
striping ke 3 ini juga berfungsi untuk
membersihkan sisa oksalat yang terdapat dalam
fasa organik sehingga FO dapat digunakan lagi
pada ekstraksi tingkat selanjutnya.

Tabel 1. Pengaruh konsentrasi HNO3 dalam umpan terhadap kadar unsur dan efisiensi ekstraksi.
Ekstraksi tingkat I
Konsentrasi

Tingkat

HNO3 (M)

ekstraksi

Th

Ce

La

Nd

Th

Ce

La

Nd

4

FS1

≈0

7,424

0,558

1,148

≈0

0,380

0,055

0,269

FS.2

9,451

43,999

2,898

0,371

15,927

9,972

1,259

0,385

FS1

0,825

33,380

0,441

1,553

0,708

3,851

0,098

0,821

FS.2

2,400

62,910

0,441

≈0

6,750

23,791

0,320

≈0

FS1

≈0

5,378

≈0

1,172

≈0

1,162

≈0

1,161

FS.2

26,219

35,130

1,407

0,517

20,955

22,313

1,407

1,504

7

FS2

1,227

64,026

0,921

0,257

2,764

19,390

0,535

0,356

8

FS1

≈0

7,5859

4,337

1,409

≈0

1,609

1,764

1,370

FS.2

1,300

63,956

≈0

0,040

8,352

55,275

≈0

0,180

5

6

Kadar unsur, %

Efisiensi Ekstraksi, %

Ekstraksi tingkat II
II.FS1

7,997

7,200

≈0

0,924

1,669

0,202

≈0

0,119

II. FS 2

10,596

56,462

5,687

0,172

29,482

21,128

4,018

0,294

5

II. FS 2

5,897

66,217

≈0

0,150

2,480

3,746

≈0

0,237

6

II. FS 1

≈0

10,211

11,059

≈0

≈0

2,544

11,059

≈0

II. FS 2

9,664

49,413

2,931

1,099

35,464

24,387

2,931

2,487

II. FS 1

≈0

2,572

1,877

0,496

≈0

0,099

0,138

0,087

II. FS 2

2,871

65,857

≈0

0,034

9,124

28,152

≈0

0,067

II. FS 1

≈0

3,495

4,237

1,338

≈0

0,776

1,804

1,361

II. FS 2

13,251

53,205

4,914

0,472

49,494

26,726

4,933

1,132

4

7

8

Ekstraksi tingkat III
4

5

7

8

Suyanti, dkk.

III.FS1

≈0

2,984

1,842

1,691

≈0

0,078

0,092

0,202

III. FS 2

3.805

44,586

0,515

0,175

6,573

10,360

0,229

0,187

III. FS1

≈0

19,425

1,322

0,376

≈0

5,868

0,143

0,097

III,FS2

20,776

38,041

≈0

0,172

46,663

11,490

≈0

0,239

III, FS 1

≈0

11,089

6,400

2,208

≈0

0,412

0,456

0,376

III, FS 2

17,512

43,635

≈0

0,103

12,006

15.845

≈0

0,172

III. FS2

16,956

42,550

2,055

0,145

42,904

14,480

1,612

0,273

I SSN 1410 – 8178

Buku II hal 45

PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusa t Te kno lo g i Akse le ra to r da n Pro se s Ba ha n
Yogyakarta, 27 Juli 2011

Hasil proses ekstraksi menggunakan
ekstraktan D2EHPA, kadar unsur dan efisiensi
ekstraksi tersaji pada Tabel 1. Torium akan
terekstrak lebih cepat daripada logam tanah jarang
(Ce, La Nd) sehingga menghasilkan efisiensi
ekstraksi yang lebih besar. Torium selain

mempunyai valensi empat juga mempunyai berat
atom yang paling besar dibanding unsur logam
tanah jarang, sehingga sesuai dengan pernyataan
Teramoto, et al (1986:238) bahwa logam yang
mempunyai nomor atom lebih besar akan
terekstrak lebih cepat dengan ekstraktan D2EHPA.

Tabel 2. Pengaruh konsentrasi HNO3 dalam umpan terhadap Kd unsur dan faktor pisah
Konsentrasi
HNO3 , M
4

Kd
Th

6
7
8

0,160
0,075
0,841
0,028
0,094

4
5
6
7
8

0,313
0,025
0,176
0,092
0,519

4
5
7
8

0,066
0,066
0,476
0,519

Ce

La
Tingkat Ekstraksi I
0,104
0,013
0,276
0,004
0,235
0,017
0,257
0,005
0,839
0,018
Tingkat Ekstraksi II
0,213
0,041
≈0,000
0,037
≈0,000
0,269
0,283
0,001
0,367
0,067
Tingkat Ekstraksi III
0,104
0,003
0,174
0,001
0,163
0,002
0,174
0,016

Serium (Ce) mempunyai kadar paling
besar dibanding unsur yang lain didalam larutan
umpan, hal ini sangat berpengaruh terhadap
transfer massa dari fasa air ke fasa organik,
semakin besar solut dalam larutan semakin mudah
mendifusi ke fasa organik, akibatnya Ce
berkompetisi dengan Th. Akibatnya kompleks
HNO3(H2X2) selain mmbentuk kompleks dengan
Th akan membentuk kompleks dengan Ce. Pada
data Tabel 1. Tampak bahwa selain Th dari proses
ekstraksi dari ekstraksi tingkat I sampai ekstraksi
tingkat III Ce dihasilkan kadar dan efisiensi yang
besar. Hasil ekstraksi diperoleh kadar torium
paling tinggi pada konsentrasi HNO3 6 M yaitu
sebesar Th 26,219% dengan efisiensi ekstraksi
20,955%, sedangkan pada tingkat ekstraksi dan
keasaman yang lain kadar Th-nya lebih kecil.
Proses
ekstraksi
menggunakan
ekstraktan D2EHPA menghasilkan koefisien
distribusi dan faktor pisah (FP) seperti yang tersaji
pada Tabel 2. Torium akan terekstrak lebih cepat
daripada Serium (Ce) akan terekstrak lebih cepat
daripada lantanum dan neodimium sehingga
menghasilkan nilai koefisien distribusi atau harga
Buku II hal 46

Nd

Faktor pisah (FP) Th dengan unsur
Ce
La
Nd

0,007
0,008
0,027
0,004
0,015

1,548
0,271
3,581
0,108
0,112

12,325
17,967
49,051
5,197
5,347

24,506
9,136
31,538
7,807
6,087

0,004
0,002
0,025
0,002
0,025

1,469
0,666
0,653
0,325
1,413

7,681
~
~
66,332
7,703

75,886
10,509
7,073
59,540
20,814

0,004
0,003
0,005
0,003

0,634
0,381
2,926
2,981

20,575
46,127
199,915
32,195

17,009
19,682
86,793
190,394

Kd yang besar karena selain mempunyai valensi
empat juga kadar unsur dalam umpan paling besar
sehingga terekstrak lebih banyak dari unsur yang
lain. Hal tersebut sesuai dengan hukum hukum
Fick. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terhadap kecepatan perpindahan massa dari fasa air
(FA) ke fasa organik (FO) adalah besarnya
konsentrasi solut dalam umpan. Hal ini dapat
dijelaskan dengan hukum Fick (Welty, 2002:8):
JA,Z = -DAB

dc A
dz

(15)

dengan : JA,Z = kecepatan transfer massa
DAB = difusivitas massa
c
= konsentrasi
z
= lebar lapisan antar fasa
Dari persamaan tersebut dapat diketahui
bahwa variabel konsentrasi berbanding lurus
dengan kecepatan transfer massa, sehingga
semakin besar konsentrasi akan semakin besar pula
kecepatan perpindahan massa.
Besarnya faktor pisah untuk variasi
konsentrasi HNO3 dengan ekstraktan D2EHPA-

I SSN 1410 – 8178

Suyanti, dkk

PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusa t Te kno lo g i Akse le ra to r da n Pro se s Ba ha n
Yogyakarta, 27 Juli 2011

kerosen dapat dilihat pada Tabel 2. Tampak bahwa
semakin besar tingkat ekstraksi semakin besar pula
faktor pisah antara Th dengan Ce, La dan Nd.
Untuk menentukan kondisi optimum
ekstraksi torium dengan ekstraktan D2EHPA,
selain faktor pisah yang besar juga kadar Th dan
efisiensi yang besar pula. Kondisi optimum
ekstraksi Th terjadi pada konsentrasi HNO3 6 M
pada tingkat ekstraksi I fasa striping 2 (FS2). Pada
kondisi tersebut diperoleh kadar Th = 26, 219%,
efisiensi ekstraksi = 20,955% dengan faktor pisah
(FP) Th-Ce =3,581 FP Th-La = 49,051 dan FP
Th-Nd = 31,538.
KESIMPULAN
Penggunaan solven bis 2 etil heksil
phosphat atau D2EHPA untuk ekstraksi Th dari
konsentrat
Th,LTJ(hidroksida)
belum
menghasilkan kadar Th maupun efisiensi ekstraksi
yang tinggi. Kondisi optimum ekstraksi Th terjadi
pada konsentrasi HNO3 6 M pada tingkat ekstraksi
I fasa striping 2 (FS2). Pada kondisi tersebut
diperoleh kadar Th = 26, 219%, efisiensi ekstraksi
= 20,955% dengan faktor pisah (FP) Th-Ce =
3,581 FP Th-La = 49,051 dan FP Th-Nd = 31,538.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
agar diperoleh efisiensi ekstraksi dan kadar Th
yang tinggi misalnya dengan memvariasi
konsentrasi D2EHPA, waktu pengadukan,
kecepatan pengadukan, atau menggunakan solven
yang lain
UCAPAN TERIMAKASIH
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
agar diperoleh efisiensi ekstraksi dan kadar Th
yang tinggi misalnya dengan memvariasi
konsentrasi D2EHPA, waktu pengadukan,
kecepatan pengadukan, atau menggunakan solven
yang lain

Suyanti, dkk.

DAFTAR PUSTAKA
1. Daintith John (ed). Kamus Lengkap Kimia.
Terjemahan SuminarAchmadi,
Erlangga.,
Jakarta:, hal. 293, (1999 ):
2. Prakash Satya. Advanced Chemistry of Rare
Elements. 4th edition. Ram Nagar, New Delhi:
S. Chand and Co, PVT (1975).
3. Hanson, C. Reaction Advances in LiquidLiquid Extraction. First Edition.England:
Pergamon Press. (1971
4. Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia
Analisis. Terjemahan A.Saptorahardjo. Jakarta:
UI-Press.
5. Teramoto, et al. (1986). Extraction of
Lanthanoids by Liquid Surfactant Membranes.
Separation Science and Technologi. Japan:
Marcel Dekker. Inc.hal. :230, 1986
6. Cuthbert,F.L.Thorium Production Technology.,
Massachusetts,
U.S.A:
Addison-Wesley
Publishing Company. INC.hal 122 (1958).).
7. Preston, J.S; Du Prees, A.C. Solvent-Extraction
Processes For Separation of The Rare-Earth
Metals. South Africa: Elsevier Science
Publishers B.V. (1992).
8. Ladda, G.S; Degallesan, T.N. Transport
Phenomena in Liquid Extraction.New York:
Mc-Graw Hill Publishing, Co., LTD. Hal 20
(1976).
9. Suyanti dan Suprihati, ”Penggunaan Solven
TBP Untuk Pembuatan Konsentrat Th Dari
Hasil Olah Pasir Monasit Secara Ekstraksi”
Proseding P3N PTAPB-Batan Yogyakarta
(2009).
10. Welty, R. James; Wicks, E. Charles, Wilson, E.
Robert; Rorrer Gregory.
Dasar-Dasar
Fenomena Transport. Volume 3. Edisi Ke-4.
Terjemahan Gunawan Prasetio. Jakarta:
Erlangga. (2004).

I SSN 1410 – 8178

Buku II hal 47