T1 232009107 Full text

PENDAHULUAN
Laporan keuangan perusahaan digunakan oleh para pengguna laporan
keuangan terutama investor/kreditor, dan analis kredit untuk mengukur risiko
investasi obligasi di Pasar Kredit Indonesia. Tujuan utama investor/kreditor
mengetahui resiko investasi obligasi adalah untuk melihat kemampuan emiten
obligasi/debitur dapat melunasi kewajibannya. Emiten obligasi/debitur yang gagal
bayar menimbulkan resiko besar bagi para investor/kreditor. Oleh sebab itu, lembaga
pemeringkat seperti Moody's dan Standard & Poor's (di Amerika Serikat) atau PT.
Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) dan PT. Moody's Indonesia (di Indonesia)
semakin dibutuhkan untuk membantu investor melakukan estimasi atas risiko tidak
terbayarnya pokok dan bunga obligasi. Lembaga pemeringkat memberikan peringkat
untuk setiap penerbitan obligasi agar kualitas kinerja obligasi dapat dipahami oleh
pemodal, serta perusahaan yang mempunyai kinerja rendah akan mudah terlihat.
Salah satu parameter mengukur kinerja perusahaan adalah laba. Wiryandari dan
Yulianti (2009) mengatakan bahwa informasi yang terkandung dalam laba memiliki
peran penting dalam menilai kinerja perusahaan. Melihat pentingnya peran laba bagi
investor maupun pihak lain sebagai pengguna laporan keuangan, maka tidak
mengherankan kalau pihak manajemen perusahaan melakukan manajemen laba demi
menarik investor.
Manajemen laba (earning management) merupakan salah satu faktor yang
menentukan kualitas laporan keuangan perusahaan serta dapat mempengaruhi

peringkat obligasi perusahaan. Manajemen laba dapat membuat kinerja perusahaan
terlihat buruk oleh investor. Hasil penelitian Crabtree dan Maher (2009) bahwa
perusahaan yang melakukan manajemen laba, mempunyai persistensi laba yang
rendah sehingga semakin meningkatkan risiko perusahaan tidak mampu membayar
pokok dan bunga obligasi di masa depan. Hal ini menyebabkan lembaga pemeringkat
memberikan peringkat obligasi rendah. Sebaliknya hasil penelitian Arif Bramasta
(2012) bahwa praktik manajemen laba berpengaruh positif signifikan terhadap

1

peringkat obligasi. Manajemen laba dapat membuat kinerja perusahaan terlihat baik
oleh investor dengan menaikkan laba yang diperoleh perusahaan. Praktik manajemen
laba dilakukan untuk memberikan suatu informasi kepada agen pemeringkat
mengenai kinerja keuangan perusahaan yang positif, sehingga bisa memberikan
peringkat (rating) yang terbaik. Dengan peringkat yang baik tentu dapat
meningkatkan kepercayaan dan memaksimalkan dana yang masuk kedalam
perusahaan. Salah satu cara untuk mengidentifikasi adanya praktik manajemen laba
tersebut adalah dengan menggunakan perbedaan antara laba sebelum pajak (book
income) dan penghasilan kena pajak (taxable income) atau sering disebut dengan
istilah book-tax differences (Christina et al., 2010). Penelitian Lev dan Nissim (2004),

Ayers, Benjamin et al., (2008) menemukan perbandingan taxable income dengan
book income dapat menjadi indikator kualitas laba yang lebih informatif untuk
perusahaan-perusahaan yang melakukan manajemen laba. Berdasarkan penelitian
Crabtree dan Maher (2009) apabila laba yang dilaporkan perusahaan menjadi objek
manipulasi dan manajemen laba, maka laba perusahaan menunjukkan persistensi
yang rendah di masa depan. Semakin besar book-tax differences, maka akan semakin
meningkatkan risiko perusahaan tidak mampu membayar pokok obligasi dan
bunganya di masa depan.
Penelitian Crabtree dan Maher (2009) menggunakan data dari Moody and
Standart & Poor Agency di Amerika. Sedangkan, penelitian Christina et al., (2010)
dan Hadimukti dan Kiswara (2012) menggunakan data dari PT. PEFINDO di
Indonesia. Berdasarkan penelitian Crabtree dan Maher (2009), Christina et al.,
(2010), dan Hadimukti dan Kiswara (2012) bahwa book-tax differences yang
diproksikan dengan variabel large positive dan negative deferred taxes serta large dan
small tax-to-book ratios dapat menjadi indikator untuk menilai peringkat obligasi.
Adapun ketidakkonsistenan antara hasil penelitian Crabtree dan Maher (2009),
penelitian Christina et al., (2010) serta penelitian Hadimukti dan Kiswara (2012),
yaitu: (1) Menurut Crabtree dan Maher (2009) bahwa large positive dan large
negative deferred taxes berpengaruh negatif signifikan terhadap peringkat obligasi.


2

Sebaliknya, menurut Christina et al., (2010) bahwa hanya large negative deferred
taxes yang berpengaruh positif signifikan terhadap peringkat obligasi. Namun,
menurut Hadimukti dan Kiswara (2012) bahwa large positive dan negative deferred
taxes berpengaruh positif signifikan terhadap peringkat obligasi. (2) Menurut
Crabtree dan Maher (2009) bahwa large tax-to-book ratios dan small tax-to-book
ratios berpengaruh negatif signifikan terhadap peringkat obligasi. Sedangkan,
menurut Christina et al., (2010) bahwa large tax-to-book ratios dan small tax-to-book
ratios tidak berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi. Namun, menurut
Hadimukti dan Kiswara (2012) bahwa large tax-to-book ratios dan small tax-to-book
ratios berpengaruh positif signifikan terhadap peringkat obligasi. Hasil penelitian
Hadimukti dan Kiswara (2012) dalam menguji variabel book-tax differences cecara
simultan menunjukkan bahwa large positive dan negative deferred taxes serta large
dan small tax-to-book ratios tidak berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi.
Melihat adanya ketidakkonsistenan hasil dari penelitian sebelumnya, maka
persoalan penelitian ini yaitu apakah earning management mempengaruhi peringkat
obligasi di Pasar Kredit Indonesia selama tahun 2003-2010. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui pengaruh earning management terhadap peringkat obligasi di
Indonesia yang diproksikan dengan variabel large positive dan negative deferred

taxes, serta large dan small tax-to-book ratios yang diuji secara parsial dan simultan.
Penelitian ini menggabungkan periode observasi penelitian Christina et al., (2010)
dan Hadimukti dan Kiswara (2012) menjadi 8 tahun yaitu tahun 2003 sampai dengan
tahun 2010. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Christina et al., (2010).
Dalam penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
Perusahaan manufaktur dipilih karena perusahaan manufaktur paling banyak diantara
jenis perusahaan lainnya sehingga akan didapatkan data yang homogen. Serta,
perusahaan manufaktur memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan non
manufaktur. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penyusun laporan keuangan
dalam penyampaian informasi laporan keuangan serta bagi investor dalam
pengambilan keputusan investasi.

3

TELAAH TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Earning Management (Manajemen Laba)
Ditinjau dari sudut pandang fungsi laporan keuangan kepada pihak eksternal,
Schiper dalam Djamaluddin (2008) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan
suatu upaya melakukan intervensi terhadap proses pelaporan keuangan kepada pihak
eksternal dengan maksud memperoleh keuntungan pribadi. Manajemen laba sebagai

upaya untuk memanipulasi angka akuntansi demi keuntungan pribadi sehingga dapat
menyesatkan penggunanya dalam mengambil keputusan.
Pemahaman konsep manajemen laba dapat dilihat dari pendekatan teori
keagenan dan signaling theory. Keduanya menjelaskan bahwa manusia memiliki
keterbatasan rasional dan menolak resiko (Djamaluddin, 2008). Resiko yang
dimaksud adalah resiko pada saat mengelola bisnis perusahaan. Dimana resiko
kegagalan dan ketidakpastian akan selalu membayangi dan tentunya posisi ini akan
mengancam posisi mereka didalam perusahaan. Untuk dapat meminimalisir atau
bahkan menghilangkan resiko terkadang pihak manajemen melakukan hal-hal yang
tidak etis. Salah satunya dengan melakukan manajemen laba.
Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting Theory
dan Agency Theory. Watts dan Zimmerman (1986) dalam Sulistyanto (2008)
mengusulkan tiga hipotesis yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan
manajemen laba yaitu sebagai berikut.
1. Hipotesis Program Bonus (Bonus Plan Hypotesis). Hipotesis ini menyatakan
bahwa manajer pada perusahaan yang menerapkan program bonus lebih cenderung
untuk menggunakan metode atau prosedur-prosedur akuntansi yang akan
menaikkan laba periode mendatang ke periode berjalan.
2. Hipotesis Perjanjian Utang (Debt Covenant Hypotesis). Hipotesis ini menyatakan
bahwa perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar atau menghadapi

kesulitan utang, maka manajer perusahaan akan cenderung menggunakan metode
akuntansi yang akan meningkatkan laba.

4

3. Hipotesis Kos Politis (Political Cost Hypotesis). Hipotesis ini menyatakan bahwa
semakin besar biaya politik yang dihadapi suatu perusahaan maka manajer
cenderung untuk menangguhkan laba berjalan ke masa yang akan datang. Biaya
politik muncul sebagai akibat dari profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat
menarik perhatian media dan konsumen.
Scott (2009) dalam Arif Bramasta (2012) mengemukakan beberapa motivasi
terjadinya manajemen laba, yaitu:
1. Bonus purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak
secara oportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan
laba saat ini.
2. Political motivation
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada
perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan
karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan

peraturan yang lebih ketat.
3. Taxation motivation
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata.
Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan untuk penghematan pajak
pendapatan.
4. Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiuan akan cenderung menaikkan pendapatan untuk
meningkatkan bonus mereka. Jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan
memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
5. Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai dasar, dan menyebabkan
manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dengan
harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
6. Pentingnya memberi informasi kepada investor

5

Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor
sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa
perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.

Scott (2009) dalam Arif Bramasta (2012) mengemukakan bentuk-bentuk
manajemen laba yang dilakukan oleh manajer antara lain :
1. Taking a bath, yaitu pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan
laba perusahaan pada periode berjalan menjadi sangat ekstrim rendah (bahkan rugi)
atau sangat ekstrim tinggi dibandingkan dengan laba pada periode sebelumnya atau
sesudahnya.

2. Income Minimization, yaitu pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara
menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih rendah daripada laba
sesungguhnya.

3. Income Maximization, yaitu pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara
menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi dari pada laba
sesungguhnya.

4. Income Smoothing (Perataan Laba), yaitu pola manajemen laba yang dilakukan
dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode-periode tertentu
menunjukkan fluktuasi yang normal dalam rangka mencapai kecenderungan atau
tingkat laba yang diinginkan.


Hasil penelitian Crabtree dan Maher (2009) menunjukkan bahwa apabila laba
yang dilaporkan perusahaan menjadi objek manipulasi dan manajemen laba, maka
laba perusahaan menunjukkan persistensi yang rendah di masa depan. Sehingga
lembaga pemeringkat member peringkat obligasi rendah. Sebaliknya, hasil penelitian
Arif Bramasta (2012) mengatakan bahwa praktik manajemen laba dilakukan untuk
memberikan suatu informasi kepada agen pemeringkat mengenai kinerja keuangan
perusahaan yang positif, sehingga bisa memberikan peringkat (rating) yang terbaik.
Hasil penelitian Vicitta, et al., (2012) bahwa manajemen laba berpengaruh negatif
tidak signifikan terhadap kinerja keuangan. Semakin tinggi manajemen laba, maka
kinerja keuangan semakin rendah, namun hasil dalam penelitian ini tidak signifikan.

6

Book-Tax Differences
Book-tax differences merupakan perbedaan antara laba akuntansi dan laba
fiskal. Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum
dikurangi beban pajak. Sedangkan laba fiskal (taxable profit) atau rugi pajak (tax
loss) adalah laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan
perpajakan dan menjadi dasar penghitungan pajak penghasilan (PSAK 46). Perbedaan
perlakuan pengakuan laba menurut akuntansi (book income) dengan laba/penghasilan

menurut pajak (taxable income) akan meningkatkan jumlah beban atau manfaat pajak
tangguhan. Pada penghitungan Book-tax differences, ada tiga kemungkinan hasil
yaitu (1) Large positive Book-tax differences (LPBTD) , yaitu laba akuntansi lebih
besar daripada laba fiskal. LPBTD ditentukan dengan cara mengurutkan angka
besaran perbedaan temporer pertahun, kemudian 20% urutan tertinggi adalah
kelompok LPBTD. (2) Large negative Book-tax differences (LNBTD) yaitu selisih
laba dimana laba akuntansi lebih kecil dari laba fiskal. LNBTD ditentukan dengan
cara mengurutkan angka besaran perbedaan temporer per tahun, kemudian 20%
urutan terbawah adalah merupakan kelompok LNBTD. (3) Small Book-tax
differences (SBTD), yaitu selisih kecil antara laba akuntansi dan laba fiskal yang
merupakan subsampel sisa dari urutan setelah penentuan LPBTD dan LNBTD.
Ketika laba akuntansi lebih besar daripada laba fiskal maka menyebabkan beban
pajak komersial lebih tinggi daripada pajak terutang sehingga menimbulkan adanya
beban pajak tangguhan. Sebaliknya ketika laba akuntansi lebih kecil daripada laba
fiskal maka menyebabkan beban pajak komersial lebih kecil daripada pajak terutang
sehingga menimbulkan adanya manfaat pajak tangguhan. Menurut PSAK 46, beban
(manfaat) pajak tangguhan merupakan dampak dari perbedaan temporer yang
menyebabkan jumlah pajak terpulihkan atau pajak penghasilan terutang pada periode
masa depan. Perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak di masa depan
akan diakui sebagai utang pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya beban

pajak tangguhan (deferred tax expense), yang berarti bahwa kenaikan utang pajak

7

tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui pendapatan lebih awal atau
menunda biaya untuk pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak. Sebaliknya,
perbedaan temporer yang dapat mengurangi jumlah pajak dimasa depan akan diakui
sebagai aktiva pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya keuntungan atau
manfaat pajak tangguhan (deferred tax benefit), yang berarti bahwa kenaikan aktiva pajak
tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui biaya lebih awal atau
menangguhkan pendapatannya untuk tujuan pelaporan keuangan dibanding pelaporan
pajak (Phillips et al., 2003).

Hasil penelitian Hanlon (2005) menunjukkan bahwa perusahaan dengan
kategori LPBTD dan LNBTD signifikan secara statistik memiliki persistensi laba
yang lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences. Hasil
penelitian Crabtree dan Maher (2009) menggunakan kerangka pemikiran Philips et al.
(2003) dan Hanlon (2005) dengan menguji pengaruh book-tax differences terhadap
penentuan peringkat obligasi oleh analis kredit atau lembaga pemeringkat
menunjukkan bahwa large positive dan large negative deferred taxes serta large taxto-book ratios dan small tax-to-book ratios berpengaruh negatif signifikan terhadap
peringkat obligasi. Argumen yang diberikan Philips et al., (2003) bahwa book-tax
differences yang bersifat temporer yang tercermin dalam deferred tax akan membantu
memisahkan tindakan diskresi manajer dari pilihan-pilihan non-diskresi. Selain itu,
deferred tax lebih akurat dibandingkan dengan ukuran-ukuran akrual lainnya dalam
mengklasifikasikan perusahaan yang melakukan manajemen laba untuk menghindari
kerugian dan penurunan laba. Selain itu hasil penelitian Lev dan Nissim (2004) yang
menggunakan rasio tax-to-book ratios menemukan bahwa rasio tersebut mampu
memprediksi pertumbuhan laba.
Peringkat Obligasi
Obligasi adalah surat utang jangka panjang yang dapat dipindahtangankan yang
berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada
periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada

8

pihak pembeli obligasi tersebut. Seorang pemodal yang tertarik membeli obligasi
tentunya harus memperhatikan peringkat obligasi. Peringkat merupakan sebuah
pernyataan tentang keadaan pengutang dan kemungkinan apa yang bisa dan akan
dilakukan sehubungan dengan utang yang dimiliki. Dapat dikatakan bahwa peringkat
mencoba mengukur risiko kegagalan, yaitu peluang emiten atau peminjam akan
mengalami kondisi tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya (Foster, 1986
dalam Purwaningsih, 2008). Peringkat

obligasi

perusahaan

diharapkan

dapat

memberikan petunjuk bagi investor tentang kualitas investasi obligasi yang mereka
minati. Peringkat obligasi di Indonesia salah satunya dikeluarkan setiap bulan oleh
PT. PEFINDO. Jumlah perusahaan yang menggunakan jasa pemeringkatan obligasi
PEFINDO jauh lebih banyak dibandingkan yang menggunakan jasa pemeringkatan
lainnya, seperti Kasnic Credit Rating. Dengan mengetahui peringkat obligasi investor
dapat mengukur resiko/kemungkinan dari penerbit obligasi tepat waktu atau yang
disebut dengan default risk (Bursa Efek Indonesia).
Proses pemberian peringkat dimulai dari permintaan perusahaan dan
perlengkapan semua administrasi. Kemudian pihak pemeringkat melakukan
analytical process dengan me-review informasi yang disediakan perusahaan, baik
melalui dokumen maupun kunjungan lapangan. Pihak pemeringkat juga akan
mengidentifikasi informasi tambahan yang harus disajikan oleh pihak manajemen
emiten. Apabila semua informasi yang dibutuhkan telah diperoleh, maka suatu komite
peringkat dibentuk oleh perusahaan pemeringkat untuk memberikan rekomendasi
akhir peringkat kredit. Pihak emiten berhak untuk mengajukan pembelaan atas hasil
pemeringkatan sementara dengan menyajikan alasan dan informasi tambahan yang
mendukung, dalam rentang waktu yang telah disepakati. Jika pihak emiten tidak
menyetujui hasil akhir dari proses pemeringkatan ini, maka perusahaan pemeringkat
tidak akan mempublikasikannya.
Lembaga pemeringkat yang mengeluarkan peringkat obligasi memiliki
metodologi tersendiri untuk menentukan faktor apa saja yang mempengaruhi suatu
peringkat atas obligasi yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Menurut Manurung et al.

9

(2009) dalam Hadimukti dan Kiswara (2012) faktor yang dapat menentukan
penelitian peringkat suatu obligasi yaitu :
1. Pendapatan dan cashflow masa depan.
2. Utang baik jangka pendek dan panjang dan kewajiban keuangan.
3. Struktur permodalan.
4. Likuiditas aset perusahaan.
5. Situasi negara dimana perusahaan berada, seperti politik dan sosial.
6. Situasi pasar dimana perusahaan melakukan aktivitas bisnisnya.
7. Kualitas manajemen dan struktur perusahaan.
Simbol peringkat yang digunakan PEFINDO sama dengan yang digunakan
oleh S&P's, yaitu peringkat tertinggi disimbolkan dengan

idAAA,

dan

idD

yang

menggambarkan risiko obligasi yang terendah. Kesamaan tersebut ada karena
PEFINDO berafiliasi dengan S&P's, sehingga S&P's mendorong PEFINDO dalam
hal metodologi pemeringkatan, kriteria, maupun proses pemeringkatan. Peringkat dari
idAA

hingga

idB

dapat dimodifikasi dengan penambahan plus (+) atau minus (-).

Tanda plus (+) ataupun minus (-) digunakan untuk menunjukkan kekuatan relatif dari
kategori peringkat (www.pefindo.com). Simbol dan makna peringkat obligasi yang
digunakan PT PEFINDO dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1
Simbol dan Makna Peringkat Obligasi
idAAA

Efek utang yang peringkatnya paling tinggi dan beresiko paling rendah yang
didukung oleh kemampuan obligor yang relatif superior dibanding entitas
Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya sesuai
dengan perjanjiannya.

10

idAA

Efek utang yang memiliki kualitas kredit sedikit dibawah peringkat tertinggi,
didukung oleh kemampuan obligor yang relatif sangat kuat untuk memenuhi
kewajiban keuangan jangka panjangnya sesuai dengan perjanjian, dibanding
dengan entitas Indonesia lainnya dan tidak mudah dipengaruhi oleh
perubahan keadaan.

idA

Efek utang yang berisiko investasi rendah dan memiliki kemampuan
dukungan obligor yang kuat dibanding entitas Indonesia lainnya untuk
memenuhi kewajiban keuangannya sesuai dengan perjanjian namun cukup
peka terhadap perubahan yang merugikan.

idBBB

Efek utang yang berisiko investasi cukup rendah didukung oleh kemampuan
obligor yang relatif memadai, dibanding entitas Indonesia lainnya untuk
memenuhi kewajiban keuangannya sesuai dengan perjanjian
namun kemampuan tersebut dapat diperlemah oleh perubahan keadaan bisnis
dan perekonomian yang merugikan.

idBB

Efek utang yang menunjukkan dukungan kemampuan obligor yang relatif
agak lemah dibanding entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban
keuangan jangka panjangnya sesuai dengan perjanjian serta kepekaan bisnis
dan perekonomian yang tidak menentu dan merugikan.

idB

Efek utang yang menunjukkan parameter perlindungan yang sangat lemah
walaupun obligor masih memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban
keuangan jangka panjangnya, namun adanya perubahan keadaan bisnis dan
perekonomian yang merugikan akan memperburuk kemampuan tersebut
untuk memenuhi kewajiban keuangannya.

idCCC

Efek utang yang tidak mampu lagi memenuhi kewajiban keuangannya serta
hanya bergantung kepada perbaikan keadaan eksternal.

idSD

Efek utang yang menunjukkan bahwa obligor gagal membayar satu atau
lebih kewajibannya pada saat jatuh tempo, tetapi masih dapat melanjutkan
pemenuhan kewajibannya untuk kewajiban yang lain (selective default)

11

idD

Efek utang yang macet atau emitennya sudah berhenti berusaha

Sumber : www.pefindo.com
Perumusan Hipotesis
Pengaruh Earning Management Terhadap Peringkat Obligasi.
Pengaruh Large Positive Deferred Taxes Terhadap Peringkat Obligasi.
Hasil penelitian Crabtree dan Maher (2009) menyatakan bahwa large positive
deferred taxes berpengaruh negatif dan signifikan terhadap RATING, artinya booktax differences dalam jumlah yang besar akan meningkatkan risiko perusahaan tidak
mampu membayar pokok obligasi dan bunganya di masa depan sehingga akan
menghasilkan penurunan pada peringkat obligasi.
Ketika perusahaan mengalami kondisi bahwa laba akuntansi lebih besar
daripada laba fiskal (book income > taxable income), maka perusahaan akan
memperoleh pajak tangguhan (deferred tax) bernilai positif yang semakin besar.
Semakin besar deferred taxes bernilai positif mengindikasikan semakin besar
kemungkinan manajemen melakukan manajemen laba. Perusahaan yang melakukan
manajemen laba, mempunyai persistensi laba yang rendah sehingga semakin
meningkatkan risiko perusahaan tidak mampu membayar pokok obligasi dan
bunganya di masa depan. Hal ini menyebabkan lembaga pemeringkat menilai adanya
ketidakpastian kinerja perusahaan di masa depan sehingga memberikan peringkat
obligasi rendah. Oleh karena itu, dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1A : Perusahaan-perusahaan dengan pajak tangguhan yang besar dan bernilai
positif (large positive deferred taxes) akan memperoleh peringkat obligasi
yang lebih rendah pada saat penentuan peringkat obligasi.

12

Pengaruh Large Negative Deferred Taxes Terhadap Peringkat Obligasi.
Hasil penelitian Crabtree dan Maher (2009) menyatakan bahwa large negative
deferred taxes berpengaruh negatif dan signifikan terhadap RATING, artinya booktax differences dalam jumlah yang besar akan meningkatkan risiko perusahaan tidak
mampu membayar pokok obligasi dan bunganya di masa depan sehingga akan
menghasilkan penurunan pada peringkat obligasi.
Ketika perusahaan mengalami kondisi bahwa laba akuntansi lebih kecil
daripada laba fiskal (book income < taxable income), maka perusahaan akan
memperoleh pajak tangguhan (deferred tax) yang semakin besar. Semakin besar nilai
negatif

pajak

tangguhan

mengindikasikan

semakin

rendahnya

kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan laba sehingga semakin besar risiko perusahaan tidak
mampu membayar pinjaman pokok beserta bunganya dimasa depan. Hal ini
menyebabkan

lembaga

pemeringkat

menilai

adanya

ketidakpastian

kinerja

perusahaan di masa depan sehingga menurunkan peringkat obligasi perusahaan
tersebut. Oleh karena itu, dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1B : Perusahaan-perusahaan dengan pajak tangguhan yang besar dan bernilai
negatif (large negative deferred taxes) akan memperoleh peringkat obligasi
yang lebih rendah pada saat penentuan peringkat obligasi.
Pengaruh Large-Tax-To Book Ratios Terhadap Peringkat Obligasi.
Hasil penelitian Crabtree dan Maher (2009) menyatakan bahwa large tax-tobook ratios berpengaruh negatif dan signifikan terhadap RATING, artinya perusahaan
yang memiliki large tax-to-book ratios diberi nilai rendah oleh lembaga pemeringkat
obligasi. Hal ini disebabkan, perusahaan yang memiliki large tax-to-book ratios
terindikasi tidak memiliki kemampuan perencanaan pajak yang baik sehingga
meningkatkan kewajiban jangka panjang perusahaan. Peringkat yang rendah pada
obligasi

emiten

mencerminkan

tingginya

risiko

yang

akan

didapat

oleh

13

investor/kreditor. Sehingga lembaga pemeringkat menetapkan peringkat yang rendah
pada obligasi karena perusahaan mempunyai kewajiban jangka panjang yang besar.
Oleh karena itu, dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H2A : Perusahaan-Perusahaan dengan rasio penghasilan kena pajak (taxable income)
terhadap laba akuntansi (book income) yang besar (large-tax-to-book ratios)
akan memperoleh peringkat obligasi yang lebih rendah pada saat penentuan
peringkat obligasi.
Pengaruh Small-Tax-To Book Ratios Terhadap Peringkat Obligasi.
Hasil penelitian Crabtree dan Maher (2009) menyatakan bahwa small tax-tobook ratios berpengaruh negatif dan signifikan terhadap RATING, artinya perusahaan
yang memiliki small tax-to-book ratios diberi nilai rendah oleh lembaga pemeringkat
obligasi tersebut. Hal ini disebabkan perusahaan yang memiliki small tax-to-book
ratios terindikasi perusahaan melakukan manajemen laba pada laporan keuangan
yang dibuat. Dengan tujuan agar laba akuntansi yang ada pada laporan keuangan
perusahaan tampak lebih besar sehingga mengakibatkan menurunnya laba akuntansi
di masa mendatang. Manajemen laba yang terjadi menyebabkan persistensi yang
rendah di masa depan. Sehingga lembaga pemeringkat menetapkan peringkat yang
rendah pada obligasi tersebut. Oleh karena itu, dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H2B : Perusahaan-perusahaan dengan rasio penghasilan kena pajak (taxable income)
terhadap laba akuntansi (book income) yang kecil (small-tax-to-book ratios)
akan memperoleh peringkat obligasi yang lebih rendah pada saat penentuan
peringkat obligasi.
Pengaruh Deferred Taxes dan Tax-to-book Ratios Terhadap Peringkat Obligasi
Variabel deferred taxes dan tax-to-book ratios yang dimiliki perusahaan akan
berdampak secara simultan mempengaruhi peringkat obligasi. Dengan kata lain,
kedua variabel tersebut yaitu deferred taxes dan tax-to-book ratios akan bersama-

14

sama memberikan dampak pada rendahnya peringkat obligasi yang diperoleh
perusahaan pada saat penentuan peringkat obligasi.
H3 : Perusahaan-perusahaan dengan deferred taxes dan tax-to-book ratios yang
dimiliki oleh perusahaan akan memperoleh peringkat obligasi yang lebih
rendah pada saat penentuan peringkat obligasi.
Berdasarkan telaah teoritis diatas maka diturunkan kerangka pemikiran yang
digunakan dalam model sebagai berikut :
Large Positive Deferred Taxes


H1

Model :
Large Negative Deferred Taxes

H3
Large Tax-to-Book Ratios

H2

Peringkat Obligasi





Small Tax-to-Book Ratios

METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur
yang terdapat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan obligasinya terdaftar dalam
peringkat obligasi PT Pefindo. Sampel dipilih dengan menggunakan metode
purposive sampling dengan kriteria yang ditentukan :
1. Laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun 2003-2010.
2. Obligasinya terdaftar dalam peringkat obligasi yang dikeluarkan oleh PT
Pefindo pada bulan April tahun 2004-2011.

15

3. Tahun buku Perusahaan yang berakhir pada 31 Desember dan laporan
keuangan tersebut telah diaudit.
Jenis dan Sumber Data
Data penelitian adalah data sekunder berupa data beban atau manfaat pajak
tangguhan dalam laporan keuangan perusahaan manufaktur yang diperoleh dari
www.idx.co.id, pojok BEI Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro,
dan buku ICMD (Indonesia Capital Market Directory). Serta, data peringkat obligasi
yang diperoleh dari IBMD (Indonesia Bond Market Directory) dan www.pefindo.com.
Data peringkat obligasi yang dipilih adalah data bulan April dikarenakan bulan
tersebut merupakan bulan terdekat dari batas waktu penerbitan laporan keuangan
perusahaan-perusahaan publik menurut aturan Bapepam.
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi ordinal.
Alasan dipilihnya regresi ordinal karena variabel dependen penelitian berupa data
ordinal (Ghozali, 2009). Sebelum dilakukan uji hipotesis terdapat dua langkah yang
harus diperhatikan yaitu : (1) Memiih model link function logit dengan menggunakan
uji test of parallel lines, (2) Menilai keseluruhan model dengan menggunakan model
fitting information dan nilai Pseudo R-Square.
Pengujian Hipotesis
Menurut Ghozali (2006) pengujian hipotesis dilakukan dengan cara
membandingkan antara nilai probabilitas dengan tingkat signifikansi (α). Nilai
probabilitas pada regresi ordinal dapat diketahui dari nilai signifikansi. Kriteria
penerimaan atau penolakan hipotesis adalah sebagai berikut :
1.

Jika nilai probabilitas > 0.05 maka H0 diterima (variabel bebas tidak
berpengaruh terhadap variabel terikat).

2.

Jika nilai probabilitas ≤ 0.05 maka H0 ditolak (variabel bebas berpengaruh
terhadap variabel terikat).

16

Uji Parsial
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian secara parsial
untuk mengetahui pengaruh earning management terhadap peringkat obligasi yang
diproksikan dengan variabel deferred taxes dan tax-to-book ratios. Berikut ini adalah
model yang digunakan dalam penelitian ini.
RATINGj = β0 + β1 LPOSDefTaxj + β2 LNEGDefTaxj + β3 ASSETSj + β4 DEBTj + β5
BETAj + β6 INCOMEj + β7 CASHFLOWSj + β8 TACCj + β9 PPEj + εj
RATINGj = β0 + β1 LargeTBj + β2 SmallTBj + β3 ASSETSj + β4 DEBTj + β5 BETAj +
β6 INCOMEj + β7 CASHFLOWSj + β8 TACCj + β9 PPEj + εj
Model regresi diatas mengacu pada model penelitian yang dikembangkan
Christina, et al., (2010).
Uji Simultan
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode pengujian
secara simultan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu deferred taxes
dan tax-to-book ratios apakah kedua variabel tersebut akan mempengaruhi variabel
dependen yaitu peringkat obligasi. Berikut ini adalah model yang digunakan dalam
penelitian ini.
RATINGj = β0 + β1 LPOSDefTaxj + β2 LNEGDefTaxj + β3 LargeTBj + β4 SmallTBj +
β5 ASSETSj + β6 DEBTj + β7 BETAj + β8 INCOMEj + β9 CASHFLOWSj
+ β10 TACCj + β11 PPEj + εj
Dimana :
LPOSDefTax : Pajak tangguhan yang bernilai positif dan besar (Large Positive
Deferred Tax).
LNEGDefTax : Pajak tangguhan yang bernilai negatif dan besar (Large Negative
Deferred Tax).

17

LargeTB

: Rasio pajak yang besar (Large Tax-to-Book Ratios).

SmallTB

: Rasio pajak yang kecil (Small Tax-to-Book Ratios).

ASSET

: Log dari total aset.

DEBT

: Jumlah hutang jangka panjang yang dibagi oleh total aset.

BETA

: Jumlah hutang obligasi yang beredar pada perusahaan.

INCOME

: Jumlah laba operasional yang dibagi oleh total aset.

CASHFLOWS : Jumlah total arus kas dari kegiatan operasi.
TACC

: Laba bersih perusahaan yang dikurangi dengan arus kas dari
kegiatan operasi perusahaan.
: Jumlah aset tetap (Plant, Property, and Equipment).

PPE

Penelitian ini berbeda dengan penelitian Christina et al., (2010) dengan
mengeluarkan variabel dummy pada jenis perusahaan (DUM_INDUSTRY)
dikarenakan perusahaan yang dipilih hanyalah perusahaan manufaktur saja. Serta
penelitian ini mengeluarkan variabel dummy tahun (DUM_YEAR2003-2010)
dikarenakan data sampel penelitian yang tidak memenuhi syarat baik time series,
cross section, dan panel.
Definisi Variabel Pengukuran
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peringkat
obligasi pada bulan April yang dikeluarkan oleh PT PEFINDO tahun 2004-2011.
Variabel dependen ini diproksikan dengan variabel RATING. Peringkat obligasi pada
umumnya dibagi menjadi dua kategori besar yaitu kategori investment grade dan
speculative grade. Berdasarkan penggolongan peringkat obligasi oleh PEFINDO,
peringkat yang termasuk kategori investment grade adalah
idAA-, idA+, idA, idA-, idBBB+, idBBB, idBBB-.

idAAA, idAA+, idAA,

Sementara peringkat yang termasuk

dalam kategori speculative grade adalah idBB+, idBB, idBB-, idB+, idB, idB-, idCCC+,
idCCC, idD.

Penelitian ini akan membagi peringkat obligasi menjadi tujuh klasifikasi

berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Setyaningrum (2005) dalam
Christina, et al., (2010) terlihat pada tabel 2 berikut ini.

18

Tabel 2
Klasifikasi Peringkat Obligasi
Peringkat Obligasi

Klasifikasi Peringkat

Kategori Peringkat

idAAA

7

Investment Grade

idAA+

6

Investment Grade

idAA

6

Investment Grade

idAA-

6

Investment Grade

idA+

5

Investment Grade

idA

5

Investment Grade

idA-

5

Investment Grade

idBBB+

4

Investment Grade

idBBB

4

Investment Grade

idBBB-

4

Investment Grade

idBB+

3

Speculative Grade

idBB

3

Speculative Grade

idBB-

3

Speculative Grade

idB+

2

Speculative Grade

idB

2

Speculative Grade

idB-

2

Speculative Grade

idCCC+

1

Speculative Grade

idCCC

1

Speculative Grade

idD

1

Speculative Grade

Sumber : Setyaningrum (2005) seperti dalam Christina. et al., (2010)

19

Sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
earning management. Variabel independen earning management diproksikan dengan
large positive deferred taxes (LPOSDefTax) dan large negative deferred taxes
(LNEGDefTax) serta large tax-to-book ratios (Large-TB) dan small tax-to-book
ratios (Small-TB). Variabel independen pajak tangguhan (deferred tax) dapat dilihat
pada akun beban atau manfaat pajak tangguhan yang terdapat pada laporan laba rugi
dan diperjelas pada catatan atas laporan keuangan suatu perusahaan. LPOSDefTax
dan LNEGDefTax diperoleh dengan cara mengurutkan deferred taxes yang telah
diskala dengan total aset rata-rata. 20% urutan teratas masuk kedalam LPOSDefTax
dan 20% urutan terbawah masuk kedalam LNEGDefTax. LPOSDefTax akan bernilai
1 dan 0 untuk kedua bagian lainnya dan LNEGDefTax akan bernilai 1 dan 0 untuk
kedua bagian lainnya. Variabel independen rasio pajak dapat dilihat pada besar
kecilnya nilai penghasilan kena pajak terhadap laba akuntansi perusahaan. Rasio
pajak adalah perbandingan antara rasio penghasilan kena pajak (taxable income)
terhadap laba akuntansi (book income) dimana penjelasan tentang rasio pajak terdapat
pada catatan atas laporan keuangan suatu perusahaan (Suparman, 2011) dalam
(Hadimukti dan Kiswara, 2012). LargeTB (large tax-to-book ratios) dan SmallTB
(small-tax-to-book ratios) diperoleh dengan cara mengurutkan rasio antara taxable
income terhadap book income. 20% urutan teratas masuk kedalam LargeTB dan 20%
urutan terbawah masuk kedalam SmallTB. LargeTB akan bernilai 1 dan 0 untuk
kedua bagian lainnya dan SmallTB akan bernilai 1 dan 0 untuk kedua bagian lainnya.
Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini menurut Hadimukti dan
Kiswara (2012) terdiri dari tujuh variabel yang secara garis besar merepresentasikan
karakteristik perusahaan yang berhubungan dengan peringkat obligasi perusahaan
yaitu : (1) ASSETS, (2) DEBT, (3) INCOME, (4) BETA, (5) CASHFLOWS, (6)
TACC, dan (7) PPE. Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat
konstan sehingga pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen tidak
dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti (Sugiyono, 2007).

20

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dengan menggunakan kriteria pemilihan sampel yang telah dijelaskan
sebelumnya, telah terpilih sampel berjumlah 74 data laporan keuangan perusahaan
manufaktur selama tahun 2003-2010 dan terdaftar dalam peringkat obligasi
PEFINDO pada bulan April tahun 2004-2011, dari 17 perusahaan manufaktur sebagai
penerbit obligasi. Di bawah ini merupakan tabel ringkasan sampel dalam penelitian
ini :
Tabel 3
Ringkasan Sampel
Keterangan

Jumlah Sampel

Laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI
periode 2003-2010 dan terdaftar dalam peringkat obligasi

152

PEFINDO pada bulan April periode 2004-2011
Laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI,
perusahaannya mendapat peringkat obligasi PEFINDO pada bulan

(16)

April tetapi data laporan keuangannya tidak lengkap.
Laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI,
terdaftar dalam peringkat obligasi PEFINDO pada bulan April

(62)

tetapi tidak memperoleh peringkat obligasi.
Sampel Penelitian yang Digunakan

74

Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini untuk variabel
dummy disajikan dalam crosstab. Hal ini dikarenakan angka dummy hanya sebagai
label kategorial. Berikut ini akan disajikan tabel crosstabulasi variabel earning

21

management yang diproksikan oleh variabel LPOSDefTax, LNEGDefTax, LargeTB,
dan SmallTB.
Tabel 4
Crosstabulasi Variabel LPOSDefTax, LNEGDefTax, LargeTB, dan SmallTB
RATING

Total

1

4

5

6

7

0

7

7

29

14

2

59

1

1

6

3

4

1

15

8

13

32

18

3

74

0

6

12

22

16

3

59

1

2

1

10

2

0

15

8

13

32

18

3

74

0

4

11

25

16

3

59

1

4

2

7

2

0

15

8

13

32

18

3

74

0

5

7

29

16

2

59

1

3

6

3

2

1

15

8

13

32

18

3

74

LPOSDefTax
Total
LNEGDefTax
Total
LargeTB
Total
SmallTB
Total

Sumber : Data diolah, 2013
Pada tabel 4 dilihat pada rata-rata data laporan keuangan yang terindikasi
melakukan earning management pada kategori 1, bahwa dari masing-masing 15 data
laporan keuangan, rata-rata sebanyak 6 data laporan keuangan kelompok large
positive deferred taxes masuk di peringkat 4, rata-rata sebanyak 10 data laporan
keuangan kelompok large negative deferred taxes masuk di peringkat 5, rata-rata
sebanyak 7 data laporan keuangan kelompok large tax-to-book ratios masuk di
peringkat 5, dan rata-rata sebanyak 6 data laporan keuangan kelompok small tax-tobook ratios masuk di peringkat 4. Dilihat dari total keseluruhan bahwa dari 74 data
laporan keuangan sebanyak 32 data baik itu kelompok large positive dan negative
deferred taxes serta large dan small tax-to-book ratios masuk di peringkat 5. Obligasi

22

berperingkat 5 yaitu

idA+, idA,

dan idA-. adalah obligasi peringkat menengah atas

dengan resiko yang kecil.
Pembahasan

Memilih Model Link Function Logit
Untuk menguji apakah asumsi bahwa semua kategori memiliki parameter
yang sama atau tidak, maka digunakan uji test of parallel lines (Ghozali, 2009).
Model link function dikatakan sesuai jika nilai signifikansi lebih besar dari 0.05.
Penelitian ini menggunakan α = 0.1 agar menghasilkan nilai signifikansi sesuai yaitu
lebih dari α. Meski demikian, α dapat diperlonggar sampai 10%. Hal ini dilandasi
oleh pendapat Hartono (2008:362) dalam Hadianto dan Wijaya (2010) yang
menyatakan bahwa tingkat keyakinan yang paling rendah untuk dapat menolak
hipotesis nol yaitu dengan tingkat keyakinan 90%. Berdasarkan tabel 5, nilai
signifikansi yang diperoleh secara berturut-turut sebesar 0,121, 0.987, dan 0.998.
Nilai signifikansi dari hipotesis 1, 2, dan 3 sesuai yaitu (p>0.1) ini menyatakan bahwa
model link function sudah sesuai.
Tabel 5
Test of Parallel Lines
Variabel
LPOSDefTax dan LNEGDefTax

LargeTB dan SmallTB
LPOSDefTax, LNEGDefTax,
LargeTB dan SmallTB

Model

-2 Log Likelihood

Null Hypothesis

55.187

General

11.235

Null Hypothesis

66.480

General

53.118

Null Hypothesis

51.989

General

37.391

Sig.

0.121

0.987

0.998

Sumber : Data diolah, 2013

23

Menilai Keseluruhan Model
Langkah yang dilakukan pertama kali adalah menilai model fitting
information. Statistik yang digunakan berdasarkan pada fungsi likehood. Likehood L
dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan
data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan menjadi 2LogL. Adanya penurunan nilai -2LogL awal dengan nilai -2LogL langkah
berikutnya menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali,
2006). Pseudo R-Square digunakan untuk menjelaskan variasi variabel dependen
yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Tingkat variabilitas tersebut
ditunjukkan oleh besarnya nilai McFadden (Ghozali, 2009).
Tabel 6
Model Fitting Information
Variabel

-2 Log
Likelihood

Model
Intercept Only

204.590

Final

55.187

Intercept Only

204.590

Final

66.480

Intercept Only

204.590

Final

51.989

Sig.

LPOSDefTax dan LNEGDefTax
0.000

LargeTB dan SmallTB

LPOSDefTax, LNEGDefTax,
LargeTB dan SmallTB

0.000

0.000

Sumber : Data diolah, 2013
Tabel 7
Pseudo R-Square
Variabel

Nilai Mc. Fadden

LPOSDefTax dan LNEGDefTax

0.730

LargeTB dan SmallTB

0.675

LPOSDefTax, LNEGDefTax,
LargeTB dan SmallTB

0.746

Sumber : Data diolah, 2013
Hasil diperoleh bahwa terdapat penurunan nilai sebesar 149.402 dan signifikan
pada 0.000 yang berarti model dengan memasukkan variabel independen lebih baik

24

dibandingkan hanya model dengan intercept saja. Jadi dapat disimpulkan bahwa
model fit. Hasil pada tabel 7 menunjukkan bahwa sebesar 73% peringkat obligasi
dapat dijelaskan oleh variasi variabel LPOSDefTax dan LNEGDefTax serta variabel
kontrol seperti ASSETS, DEBT, BETA, INCOME, CASHFLOWS, TACC, dan PPE.
Hasil diperoleh bahwa terdapat penurunan nilai sebesar 138.109 dan
signifikan pada 0.000 yang berarti model dengan memasukkan variabel independen
lebih baik dibandingkan hanya model dengan intercept saja. Jadi dapat disimpulkan
bahwa model fit. Hasil pada tabel 7 menunjukkan bahwa sebesar 67.5% peringkat
obligasi dapat dijelaskan oleh variasi variabel LargeTB dan SmallTB serta variabel
kontrol seperti ASSETS, DEBT, BETA, INCOME, CASHFLOWS, TACC, dan PPE.
Hasil diperoleh bahwa terdapat penurunan nilai sebesar 152.601 dan
signifikan pada 0.000 yang berarti model dengan memasukkan variabel independen
lebih baik dibandingkan hanya model dengan intercept saja. Jadi dapat disimpulkan
bahwa model fit. Hasil pada tabel 7 menunjukkan bahwa sebesar 74.6% peringkat
obligasi dapat dijelaskan oleh variasi variabel LPOSDefTax, LNEGDefTax, LargeTB
dan SmallTB serta variabel kontrol seperti ASSETS, DEBT, BETA, INCOME,
CASHFLOWS, TACC, dan PPE.
Pengujian Hipotesis
Tabel 8
Estimasi Parameter Variabel LPOSDefTax dan LNEGDefTax
Estimasi Arah
[LPOSDefTax]
[LNEGDefTax]
ASSETS
DEBT
BETA
INCOME
CASHFLOWS

Arah Hasil Regresi

Sig.

6.61

3.589

0.058

-7.444

0.893

0.345

22.271

3.989

0.046

-11.708

1.661

0.198

9.38E-12

2.388

0.122

233.805

4.273

0.039

-4.38E-12

2.416

0.12

25

TACC
PPE

-3.08E-12

2.399

0.121

-2.19E-12

3.685

0.055

Sumber : Data diolah, 2013
Tabel 9
Chi-Square Tests
Variabel

Asymp. Sig. (2-sided)

LPOSDefTax

Pearson Chi-Square

0.078

LNEGDefTax

Pearson Chi-Square

0.243

Sumber : Data diolah, 2013
Pengaruh Large Positive Deferred Taxes Terhadap Peringkat Obligasi
Hasil pengujian membuktikan bahwa hipotesis 1A ditolak. Hal ini berdasarkan
hasil analisis regresi ordinal yang menunjukkan bahwa variabel LPOSDefTax
memiliki nilai signifikansi sebesar 0.058 (pα= 0.1).
Menurut penelitian Arif Bramasta (2012) bahwa perusahaan manufaktur memiliki

27

kecenderungan untuk menaikkan laba bukan menurunkan laba perusahaan. Namun,
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa LNEGDefTax tidak berpengaruh terhadap
peringkat obligasi. Dengan demikian variabel LNEGDefTax terbukti tidak
berpengaruh terhadap peringkat obligasi.
Sedangkan variabel kontrol yang diuji memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap RATING, seperti variabel ASSETS, INCOME, dan PPE yang memiliki nilai
–p berturut-turut 0.046, 0.039, dan 0.055α= 0.1. Hasil penelitian ini
tidak konsisten dengan penelitian Christina et al., (2010) yang menyebutkan bahwa
hanya variabel CASHFLOWS yang memiliki pengaruh tidak signifikan. Pada
pengujian secara parsial terhadap variabel kontrol yang memiliki pengaruh yang tidak
signifikan adalah variabel DEBT, BETA, CASHFLOWS, dan TACC. Pada variabel
DEBT menghasilkan pengaruh positif tidak signifikan dengan nilai –p = 0.198 >
α=0.1. Hal ini menunjukkan semakin tinggi hutang jangka panjang terhadap total aset
maka semakin tinggi peringkat obligasinya, namun hasilnya tidak signifikan. Pada
variabel BETA menghasilkan pengaruh positif tidak signifikan dengan nilai –p =
0.122 > α = 0.1. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah hutang obligasi
yang beredar pada perusahaan maka semakin tinggi peringkat obligasinya namun
hasilnya tidak signifikan. Pada variabel CASHFLOWS menghasilkan pengaruh
positif tidak signifikan dengan nilai –p = 0.120 > α = 0.1. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi arus kas operasi pada perusahaan maka semakin tinggi
peringkat obligasi, namun pengaruhnya tidak signifikan. Pada variabel TACC
menghasilkan pengaruh positif tidak signifikan dengan nilai –p = 0.121 > α=0.1. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi hasil pengurangan antara laba bersih terhadap
arus kas operasi pada perusahaan, maka semakin tinggi peringkat obligasi, namun
hasilnya tidak signifikan.

28

Tabel 10
Estimasi Parameter Variabel LargeTB dan SmallTB
Estimasi Arah
[LargeTB]
[SmallTB]
ASSETS
DEBT
BETA
INCOME
CASHFLOWS
TACC
PPE

Arah Hasil Regresi

Sig.

-1.625

0.272

0.602

1.459

1.069

0.301

9.184

2.768

0.096

-7.427

1.347

0.246

5.15E-12

3.989

0.046

111.985

5.761

0.016

-3.02E-13

0.036

0.85

2.25E-13

0.025

0.874

-1.18E-12

2.426

0.119

Sumber : Data diolah, 2013
Tabel 11
Chi-Square Tests
Variabel
LargeTB
SmallTB

Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
Pearson Chi-Square

0.177
0.033

Sumber : Data diolah, 2013
Pengaruh Large Tax-To-Book Ratios Terhadap Peringkat Obligasi
Hasil pengujian analisis regresi ordinal menunjukkan bahwa nilai signifikansi
sebesar 0.602 (p>0.1), sehingga variabel LargeTB tidak memiliki pengaruh terhadap
peringkat obligasi. Nilai estimate adalah sebesar -1625 yang menunjukkan bahwa
pengaruh tersebut adalah negatif dan arah hasil regresi berdasarkan uji Wald adalah
sebesar 0.272 yang menunjukkan bahwa pengaruh tersebut adalah positif. Hasil
penelit