Editorial | Jaya | Jurnal POETIKA 17530 34556 1 SM

EDITORIAL

P

ada edisi ini, Vol. IV No. 2, Desember 2016, Jurnal Poetika mengangkat tema Posmodernisme.
Posmodernisme biasa dipahami dengan terlebih dahulu mengenal tentang Modernisme. Modernisme
dianggap sebagai sebuah paham mengenai kesadaran diri sebagai suatu hal yang berbeda dari masa
sebelumnya. Sarup (1993:131) menjelaskan bahwa modernisme dibangun sebagai oposisi dari masa
klasik; yang fokus pada pencarian kebenaran mutlak dari apa yang tampak di permukaan, melalui berbagai
macam eksperimen yang terukur, metodologis, dan bersifat universal. Oleh karena itu, modernisme
terkadang dipahami sebagai masa di mana rasionalitas menjadi dewa, sehingga sains mendapatkan
tempat utama dalam masyarakat modern. Modernisme hadir sebagai paham yang bercita-cita untuk
membebaskan (Enlightment) masyarakat Eropa dari belenggu mitos-mitos dewa/agama yang dianggap
menghalangi perkembangan masyarakat Eropa pada masa kegelapan (Dark Age).
Perkembangan masa modern selanjutnya menimbulkan peristiwa-peristiwa yang sangat
menakutkan. Berbagai macam revolusi, kolonialisasi, hingga Perang Dunia II merupakan praktik
dehumanisasi yang menimbulkan jatuhnya jutaan korban jiwa. Hal ini mengakibatkan adanya perubahan
pada segala aspek kehidupan masyarakat Eropa. Perubahan yang dianggap sebagai respon kekecewaan
terhadap kegagalan cita-cita modernisme sebelumnya, yang pada realitasnya kembali menjadi belenggu
masyarakat Eropa. Keadaan ini dikonsepkan sebagai gejala posmodernisme, bersifat skeptis, kritis,
mempertanyakan/ menggoyahkan hal-hal yang stabil dan dianggap mapan mengenai modernisme.

Jean-Francois Lyotard (1984:77-82) menjelaskan hubungan antara modern dan postmodern yang tidak
benar-benar berpisah, akan tetapi lebih bersifat paradoksal. Lebih lanjut Lyotard mengungkapkan
bahwa sebuah karya menjadi modern hanya jika awalnya merupakan postmodern. Dengan kata lain,
posmodernisme bukanlah modernisme pada akhirnya, akan tetapi sama pada mulanya. Posmodernisme
didentiikasi sebagai sebuah proses, terpecah, atau menyebar. Adapun modernisme sebagai sebuah
totalitas/hasil, kesatuan dan terpusat. David Harvey (1992:44), mengemukakan bahwa posmodernisme
adalah sebuah versi lain dari modernism, sebuah gerakan revolusi yang muncul ketika suatu ide/ paham
dominasi dan laten dalam satu periode mendominasi yang lain. Oleh karena itu, posmodernisme
juga dianggap sebagai paham emansipatoris dan plural, yang menuntut destabilisasi dan delegitimasi
terhadap hal-hal yang berujung pada praktik dominasi, seperti kekuasaan ataupun pengetahuan. Gejala
posmodernisme terjadi dalam berbagai aspek, sehingga dapat dikaji dari berbagai lintas ilmu seperti;
ilmu sosial, estetika hingga ilsafat. Beberapa tokoh posmodernisme dengan bidang keilmuannya
antara lain; Jaques Derrida, Jean-Francois Lyotard (ilsafat), Michel Foucault, Hayden White (sejarah),
Jaques Lacan, Gillez Deleuze,R.D. Laing, Norman O. Brown (psikoanalisis), Herbet Marcuse, Jean
Bauddilard, Jurgen Habermas (ilsafat politik), Roland Barthes, Julia Kristeva, Wolfgang Iser (teori
sastra), dll (Hassan,1993:274).
Artikel-artikel dalam jurnal ini menggunakan paradigma postmodernisme dalam membedah
karya sastra. Seperti pada tulisan pertama, Pada Yang Real Dalam Novel Akar Karya Dee, oleh Fina
Hiasa. Artikel ini mengungkapkan keterkaitan hasrat pengarang dalam karyanya. Hiasa menggunakan
pendekatan Psikoanalisis Lacanian dengan menganalisis rangkaian penanda dalam kerangka metafora

dan metonimi sehingga ditemukan hasrat menjadi (narsisitik) dan hasrat memiliki (Anakliktik). Artikel
kedua, Hasrat Nano Riantiarno dalam Cermin Cinta: Kajian Psikoanalisis Lacanian, oleh Ricky Aptiive
Malik. Artikel ini fokus pada penemuan pembayangan ego-ego ideal pengarang dalam karyanya. Malik
menggunakan pendekatan Psikoanalisis Lacanian dengan menggali hasrat pengarang melalui penandapenanda metafora dan metonimia. Malik menemukan bahwa hasrat pengarang untuk menjadi penulis
dan seniman menjadi penuntun yang secara tak sadar mengarahkannya ke penanda simbolik lainnya.
Artikel ketiga, Sastra Indigenous Australia: Perkembangan dan Tantangan di Era Kapitalisme Lanjut,
oleh Arif Furqan. Artikel ini mengungkapkan perkembangan sastra indigenous Australia berkaitan
dengan identitasnya dan tantangan global. Furqan menggunakan pendekatan poskolonial dengan
menguraikan praktik resistensi atas dominasi yang dialami. Pada kesimpulannya, Furqan menemukan
64

adanya keberhasilan dalam karya sastra indigenous untuk tampil dan menyuarakan pendapatnya. Akan
tetapi, sastra indigenous memperoleh tantangan lain berkaitan dengan kapitalisme lanjut yang menutupi
suara-suara pembebasan sebagai komoditas ekonomi.
Artikel keempat, Reading Simulation In Yann Martel’s Life of Pi, oleh Sri Nurhidayah. Artikel ini
mengungkapkan penerapan simulasi dan dampak simulasi dalam novel Life of Pi. Dengan menggunakan
konsep Baudillard mengenai simulacra, simulasi dan hiper-realitas, Nurhidayah menemukan adanya
tegangan antara benar dan salah dari cerita yang diutarakan oleh Pi.
Artikel kelima, Produksi,Distribusi dan Kontestasi Wacana Tradisi dan Modernitas dalam Cerpen Leteh
Karya Oka Rusmini, oleh Akmal Jaya. Artikel ini fokus pada upaya pengungkapan proses produksi,

distribusi, dan kontestasi wacana tradisi dan modern dalam masyarakat Bali. Penelitian ini menggunakan
metode analisis wacana Foucauldian dengan menampikan formasi diskursif melalui ekslusi eksternal
dan internal. Penelitian ini menemukan bahwa dalam Cerpen Leteh terdapat upaya untuk memproduksi,
mendistribusikan, serta memodiikasi wacana tradisi sebagai wacana tandingan terhadap modernitas.
Artikel keenam, The Lure of Image: Kebohongan Pada Narasi Perempuan dalam Syngué Sabour Pierre De
Patience Karya Atiq Rahimi, oleh Yuli Mahmudah Sentana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
posisi pengarang dalam narasi perempuan yang dituliskannya. Sentana menggunakan konsep The Lure
of Image oleh Lidia Curti dan menemukan bahwa pengarang tetap menempatkan perempuan sebagai
objek penindasan oleh sistem patriarkal. Sentana menganggap pengarang, sebagai feminis, gagal untuk
memberikan solusi pada perempuan perempuan yang mengalami ketertindasan. Akan tetapi, Sentana
menganggap bahwa pengarang justru semakin mengokohkan citra kekuasaan laki-laki terhadap
perempuan.
Artikel ketujuh merupakan ulasan mengenai poetika dan politik posmodernisme yang terdapat
pada buku Linda Hutcheon, Poetics of Postmodernism (1989) dan Politics of Postmodernism (2002), oleh
Supriyadi. Dalam artikel ini, Supriyadi mengungkapkan bahwa poetika posmodernisme Hutcheoun
berupaya menjembatani poetika modernisme yang berfokus pada kotonoman dan keobjektifan karya
sastra dengan poetika sosiologis yang berfokus pada aspek sosial, historis, dan politik. Adapun politik
posmodernisme Hutceheon menegaskan bahwa seni posmodern bersifat politis, meskipun mengalami
kesulitan untuk bergerak lebih konkret sebagi tindakan politik. Selain mengulas buku Linda Hutcheon,
Supriyadi juga memberikan contoh aplikasi pada karya sastra, dalam hal ini karya Pram yang berjudul

Arok Dedes (1998).
Artikel kedelapan masih tentang ulasan buku, Impossible Modernism: T.S. Eliot, Walter Benjamin,
and the Critique of Historical Reason (2016), karya Robert S. Lehman oleh Jeffrey Willever Jacobson.
Jacobson dalam ulasannya mengungkapkan bahwa karya Lehman hadir sebagai bentuk kritik terhadap
kajian modernis baru, yakni, historisismenya. Historisisme yang dimaksud di sini adalah kecenderungan
mengutamakan konteks historis ketika menginterpretasikan teks; apa yang penting adalah makna teks
saat teks itu ditulis (dibandingkan dengan makna untuk pembaca masa kini). Salah satu implikasi dari
pandangan ini adalah sejarah cenderung dilihat sebagai sekumpulan fakta empiris yang ada begitu saja
Demikian delapan artikel pada edisi kali ini, Jurnal Poetika secara terbuka menerima naskah
ilmiah, khususnya dalam bidang kesusastraan, demi kemajuan pengetahuan. Begitu juga Jurnal Poetika
menerima saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhir kata Selamat Membaca.
Daftar Pustaka
Harvey, David. 1992. The Condition of Posmodernity: An Enquiry into the Origins of Cultura Change.
Massachusettes: Balckwell.
Hassan, Ihab. 1993. Toward a Concept of Postmodernism. dalam A Posmodernism Reader. (ed) Natoli dan
Linda Hutcheon. Albany: State University of New York Press.
Lyotard, Jean-Francois. 1984. The Posmodern Condition: A Report on Knowledge. Minneapolis: University of
Minnesota Press:
Sarup, Madan.1993. An Introductory Guide to Post-Structuralism and Post- Modernism. Athens: University of
Georgia Press.

65