T1 802009042 Full text

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan hidup manusia, setiap individu mengalami
perkembangan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Salah satu tugas
perkembangan individu pada dewasa dalam kehidupan manusia adalah memasuki
kehidupan berkeluarga atau menikah. Berdasarkan Undang-Undang pernikahan
No 1 tahun 1974, yang dimaksud dengan pernikahan yaitu ikatan lahir dan batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhahan yang Maha Esa (Gunarsa, 1991).
Setiap orang yang memasuki jenjang pernikahan tentu menginginkan
terciptanya keluarga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin. Banyak cerita dan
mitos yang berkembang di masyarakat yang menggambarkan bahwa pernikahan
akan membuat individu yang menjalaninya lebih puas dari pada kehidupan
sebelumnya. Pernikahan dapat saja langgeng selamanya atau dapat pula bercerai
di tengah perjalanannya. Suatu pernikahan yang berhasil tentulah yang diharapkan
setiap pasangan (Kartono, 1996). Di samping itu banyak bukti yang menunjukan
bahwa kepuasan dalam kehidupan pernikahan akan lebih berperan dalam
menciptakan kebahagiaan hidup secara keseluruhan. Seiring dengan berjalannya

waktu, dalam kehidupan pernikahan kemungkinan akan muncul berbagai
permasalahan, yang sedikit banyak mempengaruhi kepuasan rumah tangga.
Ada beberapa kriteria yang dicetuskan para ahli dalam mengukur
keberhasilan pernikahan. Kriteria itu antara lain (a) awetnya suatu pernikahan, (b)

2

kebahagiaan suami dan isteri, (c) kepuasan pernikahan, (d) penyesuaian seksual,
(e) penyesuaian pernikahan, dan (f) kesatuan pasangan (Burgess & Locke, 1960).
Di sini kepuasan pernikahan menjadi salah satu faktor penting dalam keberhasilan
suatu pernikahan. Kepuasan pernikahan adalah sebuah evaluasi menyeluruh
mengenai hubungan pernikahan yang dijalani (Olson & Defrain, 2006).Tidak
semua pasangan yang menikah mengalami atau memiliki kepuasan pernikahan.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan di Salatiga
kepada beberapa responden. Ternyata ada beberapa pasangan yang mengeluhkan
mengenai masalah pernikahan, di antaranya masih ada istri yang sering mengeluh
mengenai perihal keuangan padahal suami mereka bekerja siang dan malam.
Selain itu pasangan ini sering mengalami tidak adanya waktu untuk berbagi
masalah yang dialami oleh masing-masing pasangan, hal ini disebabkan karena
kurangnya intensitas waktu luang yang dimiliki untuk berbagi cerita. Bagi

pasangan yang menikah di usia remaja kepuasan pernikahan di usia remaja kurang
bisa dirasakan karena mereka yang menikah di usia remaja menyadari adanya
keterbatasan ekonomi dan tingkat pendidikan istri yang rata-rata hanya tamatan
SMA membuat mereka harus bekerja ekstra demi kelangsungan hidup
pernikahannya. Selain itu ada beberapa yang masih bergantung kepada orang
tuanya dalam memenuhi kehidupan sehari-hari. Sedangkan bagi pasangan yang
menikah di usia dewasa umumnya mereka lebih mudah menyesuaikan diri dengan
dengan suami yang mayoritas pasangan suami istri tersebut bekerja. Kepuasan
pernikahan dirasakan pada 1-2 tahun pertama ketika masih mengawali hidup
bersama sebelum mempunyai anak. Pada masa-masa awal pernikahan pasangan

3

suami istri yang telah dewasa ini dan mempunyai kematangan secara ekonomi,
hidupnya menjadi terkonsep dalam mempersiapkan beberapa anggaran untuk
kebutuhan berumah tangga agar tercapai kepuasan dalam pernikahannya.Namun
hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa banyak pasangan yang tidak
mengeluhkan permasalahan keluarga dan mereka mengatakan bahwa mereka puas
dengan pernikahannya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan dalam pernikahan yakni

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan harapan,
keinginan,dan kebutuhan yang ada dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal
adalah keberadaan anak, lama usia pernikahan, pendidikan individu, perbedaan
jenis kelamin, religiusitas dan komunikasi interpersonal.
Penelitian Blood dan Wolfe (dalam Rybash, Roodin, & Santrock, 1991)
mengatakan pentingnya penelitian ini dilakukan karena banyaknya fenomena
remaja khususnya perempuan yang menikah di usia muda. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan bisa diprediksi dengan kualitas
hubungan sebelum menikah. Pada kelompok sampel yang berada pada kelompok
conflited couple memiliki kepuasan pernikahan yang rendah. Disebutkan pula
bahwa conflicted couple merupakan pasangan dengan tingkat pendidikan dan
pendapatan yang rendah.
Pernikahan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan dewasa
awal, termasuk pada wanita dewasa. Penelitian pada 200 orang dewasa
menemukan bahwa wanita usia dewasa yang menikah melaporkan lebih puas
daripada yang masih sendiri (Papalia &Olds, 1994). Bahkan orang yang menikah

4

lebih sehat baik secara fisik maupun psikis daripada orang yang tidak pernah

menikah. Menurut Erikson (1989) tahap perkembangan usia dewasa adalah
membangun intimasi yaitu membentuk hubungan pribadi yang mendalam dan
abadi. Pada usia dewasa hidup berkeluarga merupakan salah satu kebutuhan
individu pada satu pihak dan sebagai tugas perkembangan yang harus di jalani
pada pihak yang lain (Mappiare, 1983). Jadi usia dewasa, individu lebih siap
untuk berkeluarga. Karena sudah melewati tahap-tahap perkembangan yang ada
pada tahap usia sebelumnya yaitu usia remaja yang sedang mempersiapkan
pernikahan. Hal tersebut nampak dalam kesiapan dalam mengatasi konflik-konfik
yang dialami selama berumah tangga. Dari penjelasan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa usia memasuki pernikahan adalah usia dimana seseorang telah
matang dalam memasuki dunia rumah tangga yaitu sekitar 20-25 tahun.
Sesuai dengan tahap perkembangan maka masa menjalani pernikahan
adalah pada masa dewasa awal, karena memasuki kehidupan pernikahan tidak
cukup berbekal telah tercapainya kematangan dalam hal perkembangan fisik
namun juga penting adalah kematangan dalam berbagai aspek perkembangan
yang lain (kognitif, emosi, sosial) yang umumnya dicapai pada masa dewasa awal.
Pada masa dewasa sebelum individu melakukan pernikahan perlu melakukan
persiapan memasuki kehidupan berumah tangga yang diwujudkan dalam menjalin
hubungan dengan lawan jenisnya yang merupakan tugas perkembangan masa
remaja. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mempersiapkan pernikahan

sedangkan dewasa awal adalah melaksanakan pernikahan sering kali menjadikan
keprihatinan ketika dua masa perkembangan ini dimaknai sama oleh sebagian

5

banyak individu namun sebenarnya memiliki perbedaan yang sangat tips. Hal ini
terlibat adanya pernikahan di usia remaja atau biasa disebut dengan pernikahan
dini. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa, oleh sebab itu remaja telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah
dan belum dapat mengambil tanggung jawab baik terhadap dirinya maupun
masyarakat. Termasuk tanggung jawab untuk menikah dan membina keluarga
dalam arti yang sesungguhnya. Saxton dan Paxman (1994) menyatakan bahwa
pernikahan remaja sering terjadi karena remaja berfikir secara emosional untuk
melakukan pernikahan, remaja berpikir telah saling mencintai dan siap untuk
melangsungkan pernikahan (siap untuk menikah).
Untuk menentukan kepuasan pernikahan seseorang digunakan aspek-aspek
yang akan dievaluasi oleh seorang istri atau seorang suami terhadap pasangan dan
terhadap pernikahannya. Berbagai faktor yang dipandang memiliki hubungan
dengan kepuasan pernikahan. Namun salah satu yang menarik untuk dikaji dari
sisi wanita adalah usia kronologis. Pertambahan usia bagi wanita membawa

dampak besar bagi perubahan fisik maupun emosional wanita tersebut. Usia
kronologis adalah jumlah berapa tahun umur yang dimiliki seseorang terhitung
semenjak dia dilahirkan.
Sehubungan dengan kepuasan pernikahan, penelitian di Jepang menemukan
adanya hubungan positif yang signifikan antara usia wanita tersebut dengan
kepuasan pernikahan (Kamo, 2004). Penelitian ini menemukan bahwa wanita di
Jepang mengalami penurunan kepuasan pernikahan seiring dengan bertambahnya
umur mereka. Meskipun demikian, penelitian ini tidak menemukan hasil yang

6

sama dalam sampel wanita Amerika. Pada sampel usia tua pada wanita Amerika
justru menunjukkan angka kepuasan pernikahan tinggi. Namun hasil ini dipercaya
disebabkan oleh kecenderungan orang Amerika yang segera bercerai apabila
sudah tidak mengalami kepuasan pernikahan lagi. Meningkatnya usia biasanya
juga disertai dengan kemunduran secara fisik. Beberapa kemunduran fisik dapat
menimbulkan berbagai persoalan selanjutnya seperti depresi, kemunduran rasa
percaya diri

dan harga diri yang dipercaya berhubungan dengan kepuasan


pernikahan (Gottman & Notarius, 2000).
Orang yang menikah pada usia dua puluhan memiliki kesempatan lebih
sukses dalam pernikahan, daripada yang menikah pada usia yang lebih muda.
Sebagian besar penelitian dibidang kepuasan pernikahan telah difokuskan pada
usia saat melakukan pernikahan (Both & Edwards, 1985). Menikah diusia muda
atau orang-orang yang menikah diusia dini berada pada resiko ketidakstabilan
pernikahan dan semakin tinggi perceraian (Laswell, 1991). Setiap masa
perkembangan memiliki tugas perkembangan yang harus dilalui, begitupun juga
remaja. Tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan
sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk
menghadapimasa dewasa yang salah satunya adalah mempersiapkan pernikahan
dan keluarga (Hurlock, 1999).
Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis ingin mengkaji apakah ada
perbedaan kepuasan pernikahan pada istri yang menikah di usia remaja dan
dewasa. Dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan kepuasan pernikahan istri
yang menikah di usia remaja dan dewasa.

7


Pengertian Kepuasan Pernikahan
Menurut Olson dan Defrain (2006) yang mendefinisikan kepuasan
pernikahan sebagai sebuah evaluasi menyeluruh mengenai hubungan pernikahan
yang dijalani.
Aspek- Aspek Kepuasan Pernikahan
Salah satunya aspek yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
teori yang dikemukakan Olson dan Fowers (1989), ada beberapa area dalam
pernikahan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pernikahan. Areaarea tersebut antara lain:
1. Communication (Komunikasi)
Area ini melihat bagaimana peraasaan dan sikap individu dalam
berkomunikasi dengan pasangannya. Area ini berfokus pada rasa senang yang
dialami pasangan suami-istri dalam berkomunikasi, dimana mereka saling berbagi
dan menerima informasi tentang perasaan dan pikirannya.
2.Leisure Activity ( Aktivitas waktu senggang)
Area ini menilai pilihan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu
senggang yang merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal atau
bersama. Area ini juga melihat apakah suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan
individu atau pilihan bersama serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang
bersama pasangan.
3.Religious Orientation (Orientasi keagamaan)

Area

ini

menilai

makna

keyakinan

beragama

serta

bagaimana

pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang memiliki keyakinan

8


beragama, dapat dilihat dari sikapnya yang peduli terhadap hal-hal keagamaan dan
mau beribadah. Umumnya, setelah menikah individu akan lebih mmeperhatikan
kehidupan beragama. Orang tua akan mengajarkan dasar-dasar dan nilai-nilai
agama yang dianut kepada anakanya. Mereka juga akan menjadi teladan yang
baik dengan membiasakan diri beribadah dan melaksanakan ajaran agama yang
mereka anut.
4.Conflict Resolution (Pemecahan masalah)
Area ini berfokus untuk menilai persepsi suami istri terhadap suatu masalah
serta bagaimana pemecahannya. Diperlukan adanya keterbukaan pasangan untuk
mengenal dan memecahkan masalah yang muncul serta strategi yang digunakan
untuk mendapatkan solusi terbaik. Area ini juga menilai bagaimana anggota
keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama serta
membangun kepercayaan satu sama lain.
5.Financial Management (Manajemen keuangan)
Area ini menilai sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentukbentuk pengeluaran dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Konsep yang
tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan,
harapan untuk memliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam pernikahan (Hurlock,
1999). Konflik dapat muncul jika salah satu pihak menunjukkan otoritas terhadap
pasangannya juga tidak percaya terhadap kemampuan pasangan dalam mengelola

keuangan.

9

6.Sexsual Orientation (Hubungan seksual)
Area ini berfokus pada refleksi sikap yang berhubungan dengan masalah
seksual, serta kesetiaan terhadap pasangan. Penyesuaian seksual dapat menjadi
penyebab pertengkarandan ketidakbahagiaan apabila tidak dicapai kesepakatan
yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya
waktu. Hal ini bisa terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetaui
kebutuhan mereka satu sama lain, mampu mengungkapkan hasrat dan cinta
mereka, juga membaca tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat
tercipta kepuasan bagi pasangan suami-istri.
7.Family and Friends (Keluarga dan Teman)
Area ini dapat melihat bagaimana

perasaan dan perhatian pasangan

terhadap hubungan kerabat, mertua serta teman-teman. Area ini merefleksikan
harapan dan perasaan senang mengabiskan waktu bersama keluaraga besar dan
teman-teman. Pernikahan akan cenderung lebih sulit jika salah satu pasangan
menggunakan sebagian waktunya bersama keluarganya sendiri,jika ia juga mudah
dipengaruhi oleh keluarganya dan jika ada keluarga yang datang dan tinggal
dalam waktu lama (Hurlock, 1999).
8.Children and Parenting (Kehadiran anak dan menjadi orang tua)
Area ini menilai sikap dan perasaan tentang memiliki dan membesarkan
anak. Fokusnya adalah bagaimana orang tua menerapkan keputusan mengenai
disiplin anak, cita-cita terhadap anak serta bagaimana pengaruh kehadiran anak
terhadap hubungan dengan pasangan. Kesepakatan antara pasangan dalam hal
mengasuh dan mendidik anak penting halnya dalam pernikahan. Orangtua

10

biasanyamemiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan
kepuasan bila itu dapat terwujud.
9.Personality Issue (Kepribadian)
Area ini melihat penyesuian diri dengan tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan
serta kepribadian pasangan. Biasanya sebelum menikah individu berusaha
menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian pasangannya bahkan
dengan berpura-pura menjadi orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang
sebenarnya akan muncul. Setelah menikah perbedaan ini dapat memunculkan
masalah. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat
menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang
diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia.
10.Egalitarian Role(Peran egalitarian)
Area ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam
dalam kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, tugas rumah
tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orang tua. Suatu peran harus
mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerja sama dengan wanita sebagai
rekan yang baik di dalam maupun diluar rumah. Suami tidak merasa malu jika
penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita
mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta
memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan
kepuasan pribadi.

11

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan dalam pernikahan yakni
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan harapan,
keinginan,dan kebutuhan yang ada dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal
adalah keberadaan anak, lama usia pernikahan, pendidikan individu, perbedaan
jenis kelamin, religiusitas dan komunikasi interpersonal.
Batasan Usia Remaja
Menurut Santrock, (1973) masa remaja adalah masa transisi atau peralihan
dari masa anak ke dewasa, pada masa ini individu banyak mengalami perubahanperubahan fisik maupun psikis. Pada umunya beberapa ahli menentukan awal atau
permulaan dari masa remaja terjadi pada saat pubertas sedangkan akhir dari masa
remaja terjadi pada saat individu sudah dapat memikul tanggung jawab orang
dewasa seperti bekerja dan menikah (Cole, 1984). Menurut Monks (1992) secara
global masa remaja terjadi pada saat individu berusia 18 sampai dengan 21 tahun.
Batasan Usia Dewasa
Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur
18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat pertumbuhan-pertumbuhan fisik
dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Sementara
itu, Santrock (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong
dewasa awal (young adulthood) ialah mereka yang berusia 21-40 tahun.

12

Kepuasan Pernikahan di Tinjau dari Usia Menikah Remaja dan Dewasa
Menurut Dariyo (2003), usia menikah dapat diartikan sebagai usia atau
periode yang telah di tempuh oleh dua orang yang berlainan jenis kelamin sejak
mereka mengikatkan janji lahir batin untuk hidup bersama.Pernikahan merupakan
puncak dari hubungan intim dimana terdapat proses penyatuan dua pribadi yang
berbeda. Dalam kehidupan rumah tangga terjadi proses penyatuan dua pribadi
yang bebeda dalam sebuah ikatan pernikahan. Hal tersebut merupakan proses
adaptasi. Setiap pasangan pasti menginginkan suatu pernikahan yang dapat
berlangsung lama serta memuaskan secara batin dan psikologis. Kehidupan
pernikahan yang bahagia diasosiasikan dengan kepuasan yang diperoleh dari
kehidupan pernikahan tersebut. Tingkat kepuasan yang dimiliki pasanganpasangan dalam suatu pernikahan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Kepuasan pernikahan tergantung pada kebutuhan, harapan, dan keinginan
seseorang dalam hubungan pernikahan tersebut. Seseorang merasa puas jika
kebutuhan mereka terpenuhi dan ketika harapan dan keinginan seseorang
terpuaskan.

(www.charismatest.com/research/17/research-on-marital-

satisfaction).
Menurut

Steinberg

(1993)

remaja

lebih

memungkinkan

untuk

melangsungkan pernikahan dibanding usia dewasa hal ini terjadi karena tekanan
ekonomi, tingkat pendidikan yang rendah, dan pekerjaan yang prospeknya rendah.
Pernikahan usia remaja dan pernikahan usia dewasa awal memiliki pengertian
yang sama yaitu merupakan hubungan antara suani dan istri yang memiliki ikatan
resmi dan memiliki tujuan yang sama dalam menjalin keluarga yang bahagia,

13

bahagia lahir maupun batin. Hal yang membedakan adalah usia biologis
pengantin, kelangsungan hidup ke depan yang akan dijalani oleh pengantinnya,
dimana dalam kehidupan tidak terlepas dari banyak persoalan baik terhadap
pasangan maupun perubahan yang akan terjadi pada diri sendiri serta bagiamana
cara menyikapi masalah-masalah yang akan dihadapi yang membawa dampak
pada kepuasan pernikahan yang dijalani.
Keadaan ini akan menjadi berbeda pada pernikahan usia dewasa. Individu
usia dewasa sudah cukup matang dalam menjalani kehidupan berumah tangga,
selain itu dilihat dari tugas perkembangannya usia dewasa sudah siap melakukan
pernikahan. Hal tersebut nampak dalam kesiapan dalam mengatasi konflik-konflik
yang dialami selama berumah tangga. Individu usia dewasa memiliki kemampuan
untuk menerima diri, berhubungan postitif dengan orang lain, mencapai tujuan
hidup sesuai yang diharapkan yang dikemukakan oleh Ryff (1995).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menduga bahwa ada perbedaan
kepuasan pernikahan antara istri yang menikah di usia remaja dan dewasa karena
usia saat menikah berperan terhadap kepuasan pernikahan. Kepuasan pernikahan
pada usia dewasa lebih tinggi dari pada kepuasan pernikahan usia remaja. Usia
yang matang memasuki pernikahan merupakan salah satu aspek yang berpengaruh
terhadap kepuasan pernikahan, karena usia yang matang seorang individu dapat
berfikir positif dan memiliki kedewasaan berpikir dalam menyelesaikan setiap
masalah yang dihadapi. Bila usia telah matang dan didukung dengan cara berpikir
yang baik sehingga akan dengan mudah menyelesaikan masalah-masalah yang

14

terjadi

dalam

kehidupannya

maka

akan

menciptakan

kepuasan

dalam

pernikahannya.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah “Ada perbedaan kepuasan pernikahan pada istri yang menikah di usia
remaja dan dewasa, kepuasan pernikahan pada istri yang menikah di usia dewasa
lebih tinggi dari pada kepuasan pernikahan pada istri yang menikah di usia
remaja.”
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian komparasi (uji
beda).
Partisipan
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling karena menggunakan karakteristik tertentu. Sampel berjumlah
80 subjek yang terdiri dari 40 subjek yang menikah di usia remaja dan 40 subjek
yang menikah di usia dewasa. Pengambilan sampel dilakukan di Salatiga.
Instrumen
Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa skala kepuasan pernikahan.
Skala kepuasan pernikahan mengacu kepada aspek kepuasan pernikahan menurut
Olson dan Fowers (1989). Jumlah item pada skala kepuasan pernikahan berjumlah
57 item dan sudah dimodifikasi. Skala kepuasan pernikahan diukur dengan
menggunakan skala likert dengan dua pernyataan mendukung dan tidak

15

mendukung atau favorable dan unfavorable. Skala penelitian ini menggunakan
empat pilihan jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS),
Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian skala mempunyai jenjang nilai dari (1)
sampai (4). Untuk penilaian item favourable, subjek akan memperoleh skor empat
(4) untuk jawaban Sangat Sesuai; skor tiga (3) untuk jawaban Sesuai; skor dua (2)
untuk jawaban Tidak Sesuai; skor satu (1) untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai.
Sedangkan pada item yang unfavourable, subyek akan memperoleh skor empat
(4) untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai; skor tiga (3) untuk jawaban Tidak Sesuai;
skor dua (2) untuk jawaban Sesuai; skor satu (1) untuk jawaban Sangat Sesuai.
Setelah pengujian, jumlah item pada skala kepuasan pernikahan berjumlah
15 item, uji reliabilitas skala kepuasan pernikahan sebesar 0,831 dengan analisis
daya diskriminasi
reliabel.

lebih besar dari 0,25. Jadi dapat dikatakan data tersebut

16

Tabel 1
Item Valid dan Gugur Pada Skala Kepuasan Pernikahan
No

Aspek

1

Komunikasi

2

Aktivitas

No

item No

item Jumlah

Favorable

Unfavorable

Item Valid

1,2*,3*,4*

5*,11*

1

6,12*

1

waktu 7*,8*,9*,10*

senggang
3

Orientasi Keagamaan

13*,14*,15*,16* 17

1

4

Pemecahan Masalah

18*,19*,20*,21* 22

1

5

Manajemen Keuangan

23*,24*,25*,26* 27,28

2

6

Hubungan Seksual

29,30*,31*,32*

2

7

Keluarga dan Teman

34*,35*,36*,37* 38,39

8

Kehadiran anak dan 40,41*,42*,43*

33

2

44,45*

2

menjadi orang tua
9

Kepribadian

46,47*,48*,49*

50*,51

2

10

Peran Egalitarian

52*,53*,54*,55* 56,57*

1

40

15

Total

17

Ket : Item dengan tanda (*)adalah item yang gugur
Prosedur Pengambilan Data
Penelitian dilakukan dengan surat ijin penelitian dari Fakultas Psikologi
yang ditanda tangani oleh pembimbing dan kaprogdi. Pengambilan data dilakukan
pada tanggal 27 Juni sampai dengan 3 Juli 2014 di Salatiga dan Ungaran. Jumlah
skala psikologi yang dibagikan sebanyak 80 lembar dengan kelompok usia

17

menikah remaja 40 lembar dan menikah usia dewasa 40 lembar dan total skala
psikologi yang kembali sebanyak 80 lembar. Keseluruhan jumlah subjek dalam
penelitian ini sebanyak 80 subjek. Penelitian selesai dilakukan pada tanggal 3 Juli
2014. Penghitungan data mentah dilakukan dengan bantuan Microsoft Office
Excel 2007, kemudian diolah dengan menggunakan bantuan program komputer
SPSS 16.0 for windows.
Teknik Analisis Data
Untuk menguji apakah ada perbedaan kepuasan pernikahan usia remaja
dan dewasa, maka penelitian ini menggunakan teknik Independent sample T-test.

HASIL PENELITIAN
Uji Asumsi
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Kolmogrov-Smirnov
pada program SPSS 16.0. Data dikatakan normal, apabila data memiliki nilai
signifikasi lebih besar dari (p>0,05). Berdasarkan uji normalitas, nilai signifikasi
skala kepuasan pernikahan sebesar p=3,039 (p>0,05). Maka data yang diperoleh
dari skala kepuasan pernikahan berdistribusi normal.
Uji Homogenitas, data dikatakan homogen apabila memiliki taraf signifikasi
(p>0,05). Untuk uji homogenitas dalam penelitian ini akan dibantu dengan
program SPSS 16.0 menggunakan Test Homogeneity of Variance.Berdasarkan
hasil pengujian homogenitas signifikasi sebesar 0,659 (p>0,05). Maka dari data
yang diperoleh homogen.

18

Hasil Analisis Deskriptif
Tabel 2
Kategori Skor Kepuasan Pernikahan
No

Interval

Kategori Frekuensi

Persentase

Mean

Standar
deviasi

1.

48,75