ANALISIS KETEPATAN SWAMEDIKASI PADA PENYAKIT MAAG DI MASYARAKAT KABUPATEN PACITAN Analisis Ketepatan Swamedikasi Pada Penyakit Maag Di Masyarakat Kabupaten Pacitan.

(1)

ANALISIS KETEPATAN SWAMEDIKASI PADA PENYAKIT MAAG

DI MASYARAKAT KABUPATEN PACITAN

NASKAH PUBLIKASI

Oleh :

OKVITA DWIYANI

K100100151

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA


(2)

(3)

ANALISIS KETEPATAN SWAMEDIKASI PADA PENYAKIT MAAG DI MASYARAKAT KABUPATEN PACITAN

ANALYZE OF ACCURACY SELF MEDICATION OF GASTRITIS DISEASE AT PACITAN REGENCY SOCIETY

Okvita Dwiyani* dan Nurul Mutmainah Okvitadwiyani24@gmail.com

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK

Pengobatan sendiri atau swamedikasi adalah penggunaan obat modern, herbal maupun tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit. Salah satu penyakit ringan yang dapat diatasi dengan swamedikasi adalah penyakit maag. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ketepatan swamedikasi pada penyakit maag di masyarakat Kabupaten Pacitan. Metode pengambilan data pada penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dibagikan kepada responden. Kriteria pengambilan sampel di masyarakat Kabupaten Pacitan adalah responden yang pernah menderita penyakit maag dan pernah melakukan swamedikasi penyakit maag dalam 3 bulan terakhir, berusia 18 tahun ke atas dan berdomisili di Kabupaten Pacitan. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa masyarakat Kabupaten Pacitan memiliki tingkat pengetahuan sangat baik sebesar 8,1, ketepatan tindakan swamedikasi masuk dalam kategori baik sebesar 6,91, sedangkan untuk tingkat kerasionalan yaitu 92,73%, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kabupaten Pacitan sudah rasional dalam melakukan swamedikasi penyakit maag. Berdasarkan data yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat pacitan sudah tepat dalam melakukan swamedikasi penyakit maag. Selain itu, tingkat pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi penyakit maag berhubungan dengan ketepatan tindakan swamedikasi penyakit maag dan tingkat ketepatan tindakan swamedikasi penyakit maag berhubungan dengan kerasionalan swamedikasi penyakit maag.

Kata kunci: swamedikasi, penyakit maag, Kabupaten Pacitan

ABSTRACT

Self medication is treatment with modern, herbal or traditional medicines by person to prevent desease or ill symptoms. One mild desease solves with self medical for example gastric pains. The purpose of this research is to know the accuracy of self medication of gastritic at Pacitan Regency Society. Collecting data method of this research uses cluster random sampling. This research uses questionnaire that divided to respondents. Criteria of respondents is Pacitan Regency Society who had suffered for gastritic and had self medication for gastritic in last three month, age over 18 years old and domicile at Pacitan Regency. Anaysis data is desctiptive. Result of this research got almost society of Pacitan Regency have very good knowledge level of 8,1, self medicaton accurate action is good level of 6,91, while almost society in Pacitan Regency is rational in chosen gastric medicine level of 92,72%. This result show that most of Pacitan Regency Society is rational for self medication of gastritic. Based of data, the conclucion is most of Pacitan Regency Society is accurate for self medication. Beside that, knowledge level of Pacitan Regency Society has correlation with self medication accurate action and self medication accurate action level has correlation with rationality self medication for gastritic.


(4)

 

PENDAHULUAN

Pengobatan sendiri atau swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal maupun tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit. (Hermawati, 2012). Prevalensi swamedikasi cenderung mengalami peningkatan di kalangan masyarakat untuk mengatasi gejala atau penyakit yang dianggap ringan (Widayati, 2013).

Salah satu penyakit ringan yang bisa diatasi dengan swamedikasi adalah penyakit maag (Lee, et al., 2008). Swamedikasi pada penyakit maag diperlukan ketepatan dalam pemilihan obat juga ketepatan dalam dosis pemberian. Selain itu sedapat mungkin harus memenuhi kriteria penggunaan obat yang rasional. Namun dalam prakteknya kesalahan penggunaan obat dalam swamedikasi masih sering terjadi terutama ketidaktepatan pemilihan obat dan dosis pemberian obat. Jika kesalahan tersebut terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama dikhawatirkan akan memberikan dampak yang buruk pada kesehatan (Hermawati, 2012)

Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis ketepatan swamedikasi pada penyakit maag. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pacitan. Kabupaten Pacitan merupakan kota kecil dan berkembang dengan masyarakatnya melakukan swamedikasi untuk mengatasi penyakit dengan gejala yang ringan seperti penyakit maag. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang ketepatan swamedikasi pada penyakit maag di Kabupaten Pacitan

METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan metode survei. Data dianalisis secara deskriptif.

Definisi Operasional Variabel

1. Swamedikasi adalah suatu pemahaman tentang pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi keluhan, penyakit, dan gejala penyakit ringan yang dilakukan oleh seorang individu dengan menggunakan obat bebas yang dibeli di apotek atau tanpa resep dokter.

2. Tindakan swamedikasi adalah ketepatan mengambil tindakan sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri.

3. Tingkat pengetahuan adalah kemampuan masyarakat dalam mengetahui tanda dan gejala penyakit maag serta pengobatan sendiri pada penyakit maag.


(5)

 

4. Kerasionalan penggunaan obat adalah obat yang digunakan dalam pengobatan penyakit maag, berdasarkan pada 4 hal yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, dan tepat pasien.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari empat bagian yang harus diisi oleh responden. Bagian pertama berisi tentang data pribadi responden. Bagian kedua berisi pengetahuan responden tentang penyakit maag, Bagian ketiga kuesioner berisi tentang ketepatan tindakan yang diambil responden dalam melakukan swamedikasi pada penyakit maag. Bagian keempat kuesioner berisi tentang kerasionalan penggunaan obat.

Pengumpulan Data

1. Metode pengumpulan data

Kriteria responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menderita penyakit maag, masyarakat yang pernah melakukan swamedikasi penyakit maag dalam tiga bulan terakhir, masyarakat yang berdomisili di Kabupaten Pacitan, dan bersedia menjadi responden.

2. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara Cluster Random Sampling. Kabupaten Pacitan terdiri dari 12 kecamatan. Dari 12 kecamatan tersebut diambil 3 kecamatan secara acak. Tiga kecamatan tersebut dibagi lagi menjadi desa. Desa-desa dari masing-masing kecamatan dipilih secara acak dengan mengambil seperempat bagian dari masing-masing kecamatan. Hasil pengambilan dari seperempat bagian pada masing-masing kecamatan tersebut kemudian dibagi menjadi tingkatan Rukun Warga (RW). Tingkatan RW tersebut diambil seperempatnya, hasilnya kemudian dibagi hingga menjadi tingkatan Rukun Tetangga (RT). Dari tingkatan RT tersebut diambil seperempatnya dan hasilnya merupakan tempat yang akan dijadikan pengambilan sampel. c. Populasi, Sampel dan Jumlah Sampel

1). Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat Kabupaten Pacitan yang pernah menderita penyakit maag dan pernah melakukan swamedikasi penyakit maag dalam tiga bulan terakhir.

2). Sampel

Kriteria inklusi pengambilan sampel di Masyarakat Kabupaten Pacitan adalah responden yang pernah menderita penyakit maag dan pernah melakukan swamedikasi penyakit maag dalam tiga bulan terakhir, berusia 18 tahun keatas, dan berdomisili di Kabupaten Pacitan.


(6)

 

3). Jumlah Sampel

Menurut Riyanto (2011), besaran sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

n =

/

/ ……….….(1)

Keterangan : n : besar sampel N : besar populasi

/ : nilai sebaran normal baku, besarnya tergantung tingkat kepercayaan (TK), jika TK 90% = 1,64, TK 95% = 1,96 dan TK 99% = 2,57

P : proporsi kejadian, jika tidak diketahui dianjurkan 0,5 d : besar penyimpangan : 0,1, 0,05 dan 0,01.

Jumlah populasi masyarakat Kabupaten Pacitan sampai tahun 2014 adalah 628.914 jiwa. Maka dengan rumus yang sudah diketahui jumlah populasi (N) didapatkan perhitungan :

n = . , . , ,

. , , . , . ,

= 165

Jadi, jumlah sampel yang diambil dengan tingkat kepercayaan 99% dan besar penyimpangan 0,1 adalah 165 responden.

Untuk mengetahui proporsi jumlah sampel yang diambil pada setiap tempat (RT), digunakan rumus perhitungan :

Sampel = ………(2)

Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Alasan pemilihan tempat ini karena berdasarkan survei awal bahwa banyak dijumpai masyarakat yang menderita penyakit maag dan pernah melakukan swamedikasi pada penyakit maag.

Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Bagian pertama kuesioner berisi tentang data pribadi responden meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan terakhir, kemudian data akan dianalisis secara deskriptif.

Bagian kedua, kuesioner berisi tentang data pengetahuan responden tentang penyakit maag. Pada bagian ini pertanyaan benar bernilai 1 dan salah bernilai 0. Untuk menghitung nilai yang diperoleh dilakukan dengan cara :


(7)

 

Bagian ketiga berisi tentang ketepatan responden dalam melakukan swamedikasi penyakit maag. Data ini berisi tentang pertanyaan dengan jawaban selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Untuk jawaban selalu skor : 4, sering : 3, kadang-kadang : 2, tidak pernah : 1, dan yang tidak menjawab : 0. Untuk menghitung nilai yang didapat digunakan cara :

………..(4)

Menurut Arikunto (2011), untuk menganalisis atau menilai jawaban kuesioner responden pada bagian II dan bagian III, digunakan pedoman skala penilaian sebagai berikut.

Tabel 1. Pedoman Skala Penilaian

Nilai Kategori

8,1 – 10 Baik Sekali

6,6 – 80 Baik

5,6 – 6,5 Cukup

4,1 – 5,5 Kurang

0 – 4 Gagal

Pada bagian keempat kuesioner berisi tentang kerasionalan penggunaan obat yang dilakukan masyarakat selama melakukan swamedikasi untuk penyakit maag. Analisis kerasionalan penggunaan obat maag terdiri dari :

a. Tepat indikasi

Responden memilih obat maag sesuai dengan gejala yang dialami dan dirasakan. b. Tepat Obat

Responden memilih obat maag berdasarkan penyakit yang dideritanya. c. Tepat Pasien

Responden memilih obat maag yang tidak ada kontraindikasi dengan penderita maag dan riwayat penyakit lain yang diderita responden.

d. Tepat dosis

Sebelum mengkonsumsi obat maag, responden harus memperhatikan dosis dan frekuensi penggunaan obat yang tertera pada leaflet atau kemasan obat..

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 pada masyarakat penderita penyakit maag di kabupaten Pacitan. Kabupaten Pacitan terdiri dari 12 kecamatan yaitu kecamatan Kebonagung, kecamatan Pacitan, kecamatan Arjosari, kecamatan Nawangan, kecamatan


(8)

 

Tegalombo, kecamatan Donorojo, kecamatan Punung, kecamatan Pringkuku, kecamatan Tulakan, kecamatan Sudimoro, kecamatan Ngadirojo dan kecamatan Sudimoro. Penduduk di kabupaten Pacitan berjumlah 6 . 4 ribu jiwa dimana masyarakatnya banyak yang menderita penyakit maag.

B.Karakteristik Responden

Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 2 yang menunjukkan bahwa karakteristik responden masyarakat kabupaten Pacitan meliputi jenis kelamin dimana dari 165 responden sebanyak 72 responden berjenis kelamin laki-laki (43,6%) dan 93 responden berjenis kelamin perempuan (56,4%). Berdasarkan usia responden dari 165 masyarakat kabupaten Pacitan yang bersedia menjadi responden sebanyak 44 responden (26,7%) berusia antara 18-27 tahun, 52 responden (31,5%) berusia antara 28-37 tahun, 37 responden (22,4%) berusia antara 38-47 tahun, 21 responden (12,7%) berusia antara 48-57 tahun dan sebanyak 11 responden (6,7%) berusia lebih dari 57 tahun.

Distribusi pengambilan sampel setiap desa pada masing-masing kecamatan yang terpilih yaitu sebanyak 35 responden (21,2%) berdomisili di desa Kebonagung, sebanyak 21 responden (12,7%) berdomisili di desa Purwoasri, sebanyak 10 responden (6,1%) berdomisili di desa Ketro, sebanyak 16 responden (9,7%) berdomisili di desa Kayen, 15 responden (9,1%) berdomisili di desa Sukoharjo, 13 responden (7,9%) berdomisili di desa Baleharjo, 21 responden (12,7%) berdomisili di desa Tanjungsari, 14 responden (8,5%) berdomisili di desa Ploso dan sebanyak 20 responden (12,1%) berdomisili di desa Tremas.

Tabel 2. Karakteristik Responden Masyarakat Kabupaten Pacitan

Karakteristik Responden Jumlah sampel Presentase (%) Jenis Kelamin

• Laki-laki 72 43,6

• Perempuan 93 56,4

Umur

• 18-27 Tahun 44 26,7

• 28-37 Tahun 52 31,5

• 38-47 Tahun 37 22,4

• 48-57 Tahun 21 12,7

• > 57 Tahun 11 6,7

Alamat

• Kebonagung 35 21,2

• Purwoasri 21 12,7

• Ketro 10 6,1

• Kayen 16 19,7

• Sukoharjo 15 9,1

• Baleharjo 13 7,9

• Tanjungsari 21 12,7

• Ploso 14 8,5

• Tremas 20 12,1

Tingkat Pendidikan

• SD 11 6,7

• SMP 27 16,4

• SMA 97 58,8


(9)

 

Karakteristik Responden Jumlah sampel Presentase (%)

• Sarjana 20 12,1

Pekerjaan

• Pelajar/mahasiswa 20 12,1

• Ibu Rumah Tangga 17 10,3

• Petani 33 20,0

• Pedagang 14 8,5

• Swasta 47 28,5

• Wiraswasta 23 13,9

• PNS 11 6,7

Lama Menderita Maag

• 1 – 5 hari 105 63,6

• 6 - 10 hari 30 18,2

• >10 hari 29 17,6

Riwayat Penyakit Lain

• Darah Tinggi 12 7,3

• Darah Rendah 2 1,2

• Flu 1 0,6

• Bronchitis 1 0,6

• ISK 1 0,6

• Hidroneprosis 1 0,6

• Alergi 1 0,6

• Tipus 2 1,2

• Asma 1 0,6

• Vertigo 1 0,6

Masyarakat kabupaten Pacitan yang bersedia menjadi responden sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 97 responden (58,8%). Pada urutan kedua yaitu tingkat pendidikan SMP sebanyak 27 responden (16,4%), lainnya sebanyak 20 responden (12,1%) memiliki tingkat pendidikan sarjana, 11 responden (6,7%) memiliki tingkat pendidikan SD dan sebanyak 10 responden (6,1%) memiliki tingkat pendidikan diploma.

Sebagian besar masyarakat kabupaten Pacitan yang bersedia menjadi responden memiliki mata pencaharian dalam bidang swasta yaitu sebanyak 47 responden (28,5%) dan yang paling sedikit bersedia menjadi responden adalah PNS yaitu sebanyak 11 responden (6,7%).

Mayoritas masyarakat kabupaten Pacitan menderita penyakit maag selama 1 sampai 5 hari yaitu sebanyak 105 responden (63,6%). Riwayat penyakit lain yang diderita responden sebagian besar menderita hipertensi yaitu sebesar 12 responden. Selain hipertensi penyakit lain yang diderita oleh responden diantaranya adalah darah rendah, flu, vertigo, hidroneprosis, alergi, tipus, asma, bronchitis dan infeksi saluran kemih.

Tingkat Pengetahuan Swamedikasi

1. Tingkat Pengetahuan

Hasil tingkat pengetahuan responden tentang penyakit maag dapat dilihat pada tabel 3. Dari hasil penelitian terhadap 165 responden diperoleh rata-rata tingkat pengetahuan responden dalam kategori baik sekali yaitu sebesar 8,1.


(10)

 

Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Penyakit Maag pada Responden Masyarakat Kabupaten Pacitan

Kategori Frekuensi %

Gagal 1 6

Kurang 6 3,6

Cukup 16 9,7

Baik 52 31,5

Baik Sekali 90 54,5

Total 165 100

Hasil pengumpulan data dari 165 responden, 90 responden berpengetahuan baik sekali, 52 responden berpengetahuan baik, 16 responden berpengetahuan cukup, 6 respoden berpengetahuan kurang dan 1 responden termasuk dalam kategori gagal. Untuk mengetahui persentase dari jawaban responden tentang tingkat pengetahuan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Persentase Ketepatan Jawaban tentang Tingkat Pengetahuan Penyakit Maag di Masyarakat Kabupaten Pacitan No Kuesioner Pertanyaan Jumlah Jawaban Tepat (n=165) Persen tase (%) Gejala Maag

112 67,9 6 Gejala maag biasanya nyeri pada ulu hati, mual, muntah, perut kembung

Penyebab Maag

142 86,1 4 Makanan yang pedas dapat memperparah penyakit maag

5 Makan yang asamdapat memperparah penyakit maag 111 67,3

9 Alhokoldapat memperparah penyakitmaag 138 83,6

10 Kopi dapat memperparah penyakitmaag 141 85,5

Pemakaian Obat Maag

125 75,8 11 Obat maag dalam bentuk tablet digunakan dengan cara dikunyah dahulu

13 Obat maag hanya boleh diminum sesudah makan 146 88,5

15 Jika gejala maag sudah mereda penggunaan obat maag boleh dihentikan walaupun baru minum 1 kali

138 83,6

16 Antasida sebagai obat maag diminum sebelum makan dan sebelum tidur, 3-4 kali sehari

124 75,2

18 Perlu melihat aturan pakai dan bahaya efek samping yang tertera pada kemasan obat maag.

131 79,4

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa sebesar 67,9% responden sudah mampu mengenali tanda dan gejala penyakit maag. Tanda dan gejala penyakit maag yang paling sering dirasakan yaitu nyeri pada ulu hati, mual, perut kembung, nyeri lambung dan rasa perih saat makan.

Pada kuesinoner nomor 4 yaitu pertanyaan tentang makanan pedas dapat memperparah penyakit maag, sebanyak 142 responden menjawab tepat. Selain makanan pedas, makanan asam juga dapat memparah penyakit maag. Makanan asam dapat meningkatkan asam lambung (Rahma, et al., 2012). Pada kuesioner nomor 5 yaitu tentang makanan asam dapat memperparah penyakit maag, sebanyak 111 responden menjawab tepat. Pada kuesioner nomor 9 dan 10 yaitu tentang pertanyaan alkohol dan kopi dapat memperparah penyakit maag, sebanyak 138 responden menjawab tepat pada kuesioner nomor 9 dan sebanyak 141 responden menjawab tepat pada kuesioner nomor 10.


(11)

 

Hasil presentase jawaban tentang pengetahuan pemakaian obat maag sebagian besar responden sudah mengetahui cara penggunaan obat maag yang tepat. Sebesar 75,8% responden menjawab tepat bahwa obat maag dalam bentuk tablet harus dikunyah terlebih dahulu, sebesar 88,5% responden menjawab dengan tepat bahwa berdasarkan informasi pada leaflet obat maag diminum sebelum makan, sebesar 83,6% responden menjawab tepat bahwa pemakaian obat maag tidak boleh dihentikan pada satu kali pemakaian. Obat maag yang sering digunakan adalah golongan antasida dengan aturan pakai 3-4 kali sehari sebelum makan dan sebelum tidur.

Tindakan Swamedikasi

Hasil tindakan swamedikasi responden untuk penyakit maag dapat dilihat pada tabel 6. Dari hasil penelitian terhadap 165 responden diperoleh nilai rata-rata tindakan swamedikasi sebesar 6,91.

Tabel 6. Tindakan swamedikasi penyakit maag pada masyarakat kabupaten Pacitan

Kategori Frekuensi %

Gagal 6 3.6

Kurang 26 15,8

Cukup 50 30,3

Baik 48 29,1

Baik Sekali 35 21,2

Jumlah 165 100

Persentase jawaban responden tentang tindakan swamedikasi penyakit maag dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Persentase Jawaban Tindakan Swamedikasi Maag pada Responden Masyarakat Kabupaten Pacitan

No Pertanyaan Presentase %

Tepat Kurang tepat 1 Pemilihan obat maag berdasarkan gejala? 81,21 18,79 2 Mengkonsumsi obat maag sesuai dengan leaflet/brosur yang tertera pada

kemasan?

83,03 16,97 3 Meningkatkan asupan makanan saat maag kambuh? 55,76 44,24 4 Menghentikan pemakaian dan berobat ke dokter? 28,48 71,52 5 Gejala sudah reda, tidak mengkonsumsi obat maag lagi? 26,67 73,33

Dari tabel 7 menunjukkan bahwa sebesar 81,21% responden telah memilih obat maag berdasarkan gejala yang dirasakan, sebesar 83,03% mengkonsumsi obat maag berdasarkan aturan pakai yang tertera pada leaflet atau kemasan obat, sebesar 55,76% responden meningkatkan asupan makanan saat maag kambuh, sebesar 28,48% responden menghentikan pemakaian obat maag dan memilih berobat dan dokter dan sebesar 26,67% responden memilih tidak mengonsumsi obat maag lagi ketika gejala maag yang dirasakan sudah reda.


(12)

 

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data pengetahuan swamedikasi penyakit maag masyarakat Kabupaten Pacitan masuk dalam kategori baik sekali. Sedangkan untuk data ketepatan tindakan swamedikasi penyakit maag di masyarakat Kabupaten Pacitan masuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan dengan ketepatan praktik swamedikasi di masyarakat Kabupaten Pacitan.

Gambaran Penggunaan Obat Maag

Penggunaan golongan dan merk obat yang digunakan oleh responden dalam pengobatan penyakit maag dapat dlihat pada tabel 8.

Tabel 8. Golongan dan merk obat yang digunakan responden pada pegobatan penyakit maag di masyarakat kabupaten pacitan

Golongan Obat Nama Obat Frekuensi Presentasi Antasida dengan kandungan alumunium dan

magnesium

Alumy tablet 5 3,0

Antasida Tablet 36 21,8 Gastrucid tablet 3 1,8

Magtral 5 3,0

Mylanta tablet 16 9,7 Polysilane tablet 1 0,6

Promag 67 40,6

Antagonis Reseptor H2 Ranitidine 1 0,6

Famotidine 1 0,6

Antasida dengan kandungan alumunium dan magnesium

Antasida Cair 7 4,2

Dexanta cair 4 2,4

Gastrucid cair 4 2,4

Mylanta cair 2 1,2

Plantacid cair 1 0,6 Polysilane cair 1 0,6

Waisan cair 1 0,6

Kelator dan Senyawa komplex Inpepsa 1 0,6

Pompa Proton Inhibitor Omeprazol 3 1,8

Lain-lain Gazero 6 3,6

Obat yang diperbolehkan dalam swamedikasi penyakit maag adalah obat golongan bebas dan obat golongan bebas terbatas. Obat bebas dan obat bebas terbatas relatif aman digunakan untuk pengobatan sendiri.

Analisis Kerasionalan Penggunaan Obat Maag

1. Ketepatan Indikasi

Menurut hasil penelitian, ketepatan pemilihan obat maag yang dipilih oleh responden sudah sesuai dengan indikasi atau gejala yang dialami. Dari 165 responden semuanya sudah memenuhi ketepatan indikasi.

2. Ketepatan Dosis

Hasil penelitian menunjukkan dari 165 responden sebanyak 163 responden sudah tepat dalam penggunaan dosis obat maag dan sisanya sebanyak 2 responden tidak tepat dalam penggunaan dosis obat maag. Analisis ketidaktepatan dosis dapat dilihat pada tabel 12.


(13)

 

Tabel 12. Analisis Ketepatan Dosis pada Swamedikasi Penyakit Maag di Masyarakat Kabupaten Pacitan

No. Responden Obat Maag Dosis pada Literatur Dosis yang digunakan 87 Omeprazol 1 kali sehari 1 tablet 3 kali sehari 1 tablet 137 Omeprazol 1 kali sehari 1 tablet 3 kali sehari 1 tablet

Pada tabel 12 tentang analisis ketepatan dosis pada swamedikasi penyakit maag menunjukkan bahwa responden yang tidak tepat dosis disebabkan karena takaran obat yang terlalu banyak dan frekuensi minum obat yang tidak tepat seperti pada responden nomor 87 yang memilih omeprazol sebagai obat pilihan.

3. Ketepatan Pasien

Tindakan swamedikasi oleh responden terhadap penyakit maag sudah tepat dan sesuai dengan kondisi dan gejala yang di alami oleh responden. Dari 165 responden semuanya sudah memenuhi ketepatan pasien.

4. Ketepatan Obat

Analisis ketepatan obat dapat dilihat dari ketepatan pasien memilih obat berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 165 responden sebanyak 148 responden sudah tepat dalam memilih obat maag sedangkan sisanya sebesar 12 responden masih belum tepat dalam pemilihan obat. Analisis ketepatan obat dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Analisis Ketepatan Obat pada Swamedikasi Penyakit Maag di Masyarakat Kabupaten Pacitan

No. Responden

Gejala Obat yang Tepat Obat yang

digunakan 21 Mual, nyeri ulu hati, nyeri lambung Obat Maag Golongan Antasida Famotidin 25 Mual, muntah, nyeri ulu hati, kembung, Nyeri lambung, Perih

saat makan

Obat Maag Golongan Antasida Gazero 32 Mual, muntah, pusing, kembung, nyeri lambung Obat Maag Golongan Antasida Gazero 58 mual, muntah, pusing, nyeri ulu hati, nyeri lambung, kembung Obat maag golongan antasida Gazero 59 muntah, pusing, nyeri ulu hati, nyeri lambung, kembung Obat maag golongan antasida Gazero 64 mual, muntah, nyeri ulu hati, kembung Obat maag golongan antasida Gazero 85 pusing, nyeri lambung, kembung, lemas Obat maag golongan antasida Gazero 87 Mual, nyeri ulu hati, nyeri lambung Obat maag golongan antasida Omeprazol 88 Mual, nyeri lambung, rasa perih saat makan Obat maag golongan antasida Ranitidin

93 Nyeri ulu hati, nyeri lambung Obat maag golongan antasida Omeprazol

137 Nyeri lambung, rasa perih saat makan Obat maag golongan antasida Omeprazol 138 Nyeri lambung, rasa perih saat makan Obat maag golongan antasida Inpepsa

Tabel 13 menunjukkan bahwa 6 responden yang tidak memenuhi tepat obat memilih gazero sebagai obat maag. Gejala yang dialami responden merupakan gejala maag, sedangkan gazero merupakan obat dengan indikasi anti kembung dan begah. Oleh karena itu pemilihan Gazero sebagai obat maag tidak tepat obat.

. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 153 responden rasional dalam melakukan swamedikasi penyakit maag dan sisanya sebesar 12 responden tidak rasional dalam melakukan swamedikasi penyakit maag. Analisis Kerasionalan swamedikasi penyakit maag dapat dilihat pada tabel 14.


(14)

 

Tabel 14. Analisis Kerasionalan Swamedikasi Penyakit Maag di Masyarakat Kabupaten Pacitan

No. Responden Alasan Tidak Rasional

21 Tidak tepat obat karena obat yang digunakan adalah Famotidin sedangkan Famotidin merupakan obat keras yang tidak boleh digunakan dalam swamedikasi

25 Tidak tepat karena obat yang digunakan adalah Gazero sedangkan Gazero merupakan obat untuk mengatasi kembung dan begah

32 Tidak tepat karena obat yang digunakan adalah Gazero sedangkan Gazero merupakan obat untuk mengatasi kembung dan begah

58 Tidak tepat karena obat yang digunakan adalah Gazero sedangkan Gazero merupakan obat untuk mengatasi kembung dan begah

59 Tidak tepat karena obat yang digunakan adalah Gazero sedangkan Gazero merupakan obat untuk mengatasi kembung dan begah

64 Tidak tepat karena obat yang digunakan adalah Gazero sedangkan Gazero merupakan obat untuk mengatasi kembung dan begah

85 Tidak tepat karena obat yang digunakan adalah Gazero sedangkan Gazero merupakan obat untuk mengatasi kembung dan begah

87 Tidak tepat dosis karena menggunakan Omeprazol dengan dosis 3 kali sehari sedangkan pada literatur dosis yang digunakan 1 kali sehari.

Tidak tepat obat karena obat yang digunakan adalah Omeprazol sedangkan Omeprazol merupakan obat keras yang tidak boleh digunakan dalam swamedikasi

88 Tidak tepat obat karena obat yang digunakan adalah Ranitidin sedangkan Ranitidin merupakan obat keras yang tidak boleh digunakan dalam swamedikasi

93 Tidak tepat obat karena obat yang digunakan adalah Omeprazol sedangkan Omeprazol merupakan obat keras yang tidak boleh digunakan dalam swamedikasi

137 Tidak tepat dosis karena menggunakan Omeprazol dengan dosis 3 kali sehari sedangkan pada literatur dosis yang digunakan 1 kali sehari.

Tidak tepat obat karena obat yang digunakan adalah Omeprazol sedangkan Omeprazol merupakan obat keras yang tidak boleh digunakan dalam swamedikasi

138 Tidak tepat obat karena obat yang digunakan adalah Inpepsa sedangkan Inpepsa merupakan obat keras yang tidak boleh digunakan dalam swamedikasi

Pada tabel 14 dapat dilihat bahwa sebagian besar alasan ketidakrasionalan dalam swamedikasi penyakit maag adalah tidak tepat obat. Berdasarkan analisis kerasionalan swamedikasi penyakit maag sebagian besar masyarakat Kabupaten Pacitan sudah rasional dalam melakukan swamedikasi.

Hubungan Ketepatan Tindakan Swamedikasi Penyakit Maag dengan Kerasionalan Swamedikasi Penyakit Maag

Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketepatan tindakan swamedikasi penyakit maag masuk dalam kategori baik, sedangkan data hasil tingkat kerasionalan swamedikasi penyakit maag di masyarakat Kabupaten Pacitan menunjukkan bahwa sebagian besar masyrakat Kabupaten Pacitan sudah rasional dalam melakukan swamedikasi pada penyakit maag. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku swamedikasi responden dengan tingkat kerasionalan swamedikasi penyakit maag..

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Rata-rata nilai tingkat pengetahuan responden masyarakat kabupaten Pacitan memiliki tingkat pengetahuan dalam kategori sangat baik sebesar 8,1.


(15)

 

2. Rata-rata nilai tindakan swamedikasi responden pada masyarakat kabupaten Pacitan memiliki tindakan swamedikasi dalam kategori baik sebesar 6,91.

3. Kerasionalan penggunaan obat maag sebesar 92,73% yaitu sebanyak 153 responden rasional dalam memilih obat maag.

4. Obat maag yang paling banyak digunakan dalam pengobatan penyakit maag adalah Promag, Antasida tablet dan Mylanta tablet.

5. Tingkat pengetahuan responden berpengaruh terhadap ketepatan tindakan swamedikasi penyakit maag.

6. Tingkat ketepatan tindakan swamedikasi berpengaruh terhadap kerasionalan swamedikasi penyakit maag.

Saran

1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat lebih lanjut tentang penyebab penyakit maag, tanda dan gejala serta apa saja yang harus dihindari saat menderita penyakit maag.

2. Penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya berbatas pada pengetahuan dan ketepatan swamedikasi saja tetapi juga faktor swamedikasi ditinjau dari segi ekonomi sehingga diharapkan adanya hasil penelitian yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Djunarko, I& Yosephine, 2011, Swamedikasi Yang Baik dan Benar, PT. Intan sejati, Klaten, Indonesia

Hermawati, D., 2012, Pengaruh Edukasi Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Rasionalitas Penggunaan Obat Swamedikasi Pengunjung di Dua Apotek Kecamatan Dimanggis Depok, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Farmasi, Universitas Indonesia.

Lee, Y., Liou, J., Wu, M., Wu, C& Lin, J., 2008, Eradication of Helicobater Pylori to Prevent Gastroduodenal Disease : Hitting More Than One Bird With The Same Stone, Therapeutic Advances In Gastroenterology, 1(2) : 111-120

Rahma, M., Ansar, J & Rismayanti., 2012, Faktor Risiko Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa, Jurnal MKMI, Universitas Hasanudin, Makasar

Riyanto, A 2011, Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta Widayati, A., 2012, Swamedikasi di Kalangan Masyarakat Perkotaan di Kota Yogyakarta,


(1)

 

Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Penyakit Maag pada Responden Masyarakat Kabupaten Pacitan

Kategori Frekuensi %

Gagal 1 6

Kurang 6 3,6

Cukup 16 9,7

Baik 52 31,5

Baik Sekali 90 54,5

Total 165 100

Hasil pengumpulan data dari 165 responden, 90 responden berpengetahuan baik sekali, 52 responden berpengetahuan baik, 16 responden berpengetahuan cukup, 6 respoden berpengetahuan kurang dan 1 responden termasuk dalam kategori gagal. Untuk mengetahui persentase dari jawaban responden tentang tingkat pengetahuan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Persentase Ketepatan Jawaban tentang Tingkat Pengetahuan Penyakit Maag di Masyarakat Kabupaten Pacitan

No Kuesioner

Pertanyaan Jumlah Jawaban

Tepat (n=165)

Persen tase (%) Gejala Maag

112 67,9 6 Gejala maag biasanya nyeri pada ulu hati, mual, muntah, perut kembung

Penyebab Maag

142 86,1 4 Makanan yang pedas dapat memperparah penyakit maag

5 Makan yang asamdapat memperparah penyakit maag 111 67,3

9 Alhokoldapat memperparah penyakitmaag 138 83,6

10 Kopi dapat memperparah penyakitmaag 141 85,5

Pemakaian Obat Maag

125 75,8 11 Obat maag dalam bentuk tablet digunakan dengan cara dikunyah dahulu

13 Obat maag hanya boleh diminum sesudah makan 146 88,5 15 Jika gejala maag sudah mereda penggunaan obat maag boleh dihentikan

walaupun baru minum 1 kali

138 83,6 16 Antasida sebagai obat maag diminum sebelum makan dan sebelum tidur, 3-4

kali sehari

124 75,2 18 Perlu melihat aturan pakai dan bahaya efek samping yang tertera pada kemasan

obat maag.

131 79,4

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa sebesar 67,9% responden sudah mampu mengenali tanda dan gejala penyakit maag. Tanda dan gejala penyakit maag yang paling sering dirasakan yaitu nyeri pada ulu hati, mual, perut kembung, nyeri lambung dan rasa perih saat makan.

Pada kuesinoner nomor 4 yaitu pertanyaan tentang makanan pedas dapat memperparah penyakit maag, sebanyak 142 responden menjawab tepat. Selain makanan pedas, makanan asam juga dapat memparah penyakit maag. Makanan asam dapat meningkatkan asam lambung (Rahma, et al., 2012). Pada kuesioner nomor 5 yaitu tentang makanan asam dapat memperparah penyakit maag, sebanyak 111 responden menjawab tepat. Pada kuesioner nomor 9 dan 10 yaitu tentang pertanyaan alkohol dan kopi dapat memperparah penyakit maag, sebanyak 138 responden menjawab tepat pada kuesioner nomor 9 dan sebanyak 141 responden menjawab tepat pada kuesioner nomor 10.


(2)

 

Hasil presentase jawaban tentang pengetahuan pemakaian obat maag sebagian besar responden sudah mengetahui cara penggunaan obat maag yang tepat. Sebesar 75,8% responden menjawab tepat bahwa obat maag dalam bentuk tablet harus dikunyah terlebih dahulu, sebesar 88,5% responden menjawab dengan tepat bahwa berdasarkan informasi pada leaflet obat maag diminum sebelum makan, sebesar 83,6% responden menjawab tepat bahwa pemakaian obat maag tidak boleh dihentikan pada satu kali pemakaian. Obat maag yang sering digunakan adalah golongan antasida dengan aturan pakai 3-4 kali sehari sebelum makan dan sebelum tidur.

Tindakan Swamedikasi

Hasil tindakan swamedikasi responden untuk penyakit maag dapat dilihat pada tabel 6. Dari hasil penelitian terhadap 165 responden diperoleh nilai rata-rata tindakan swamedikasi sebesar 6,91.

Tabel 6. Tindakan swamedikasi penyakit maag pada masyarakat kabupaten Pacitan

Kategori Frekuensi %

Gagal 6 3.6

Kurang 26 15,8

Cukup 50 30,3

Baik 48 29,1

Baik Sekali 35 21,2

Jumlah 165 100

Persentase jawaban responden tentang tindakan swamedikasi penyakit maag dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Persentase Jawaban Tindakan Swamedikasi Maag pada Responden Masyarakat Kabupaten Pacitan

No Pertanyaan Presentase % Tepat Kurang tepat

1 Pemilihan obat maag berdasarkan gejala? 81,21 18,79 2 Mengkonsumsi obat maag sesuai dengan leaflet/brosur yang tertera pada

kemasan?

83,03 16,97 3 Meningkatkan asupan makanan saat maag kambuh? 55,76 44,24 4 Menghentikan pemakaian dan berobat ke dokter? 28,48 71,52 5 Gejala sudah reda, tidak mengkonsumsi obat maag lagi? 26,67 73,33

Dari tabel 7 menunjukkan bahwa sebesar 81,21% responden telah memilih obat maag berdasarkan gejala yang dirasakan, sebesar 83,03% mengkonsumsi obat maag berdasarkan aturan pakai yang tertera pada leaflet atau kemasan obat, sebesar 55,76% responden meningkatkan asupan makanan saat maag kambuh, sebesar 28,48% responden menghentikan pemakaian obat maag dan memilih berobat dan dokter dan sebesar 26,67% responden memilih tidak mengonsumsi obat maag lagi ketika gejala maag yang dirasakan sudah reda.


(3)

 

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data pengetahuan swamedikasi penyakit maag masyarakat Kabupaten Pacitan masuk dalam kategori baik sekali. Sedangkan untuk data ketepatan tindakan swamedikasi penyakit maag di masyarakat Kabupaten Pacitan masuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan dengan ketepatan praktik swamedikasi di masyarakat Kabupaten Pacitan.

Gambaran Penggunaan Obat Maag

Penggunaan golongan dan merk obat yang digunakan oleh responden dalam pengobatan penyakit maag dapat dlihat pada tabel 8.

Tabel 8. Golongan dan merk obat yang digunakan responden pada pegobatan penyakit maag di masyarakat kabupaten pacitan

Golongan Obat Nama Obat Frekuensi Presentasi Antasida dengan kandungan alumunium dan

magnesium

Alumy tablet 5 3,0 Antasida Tablet 36 21,8 Gastrucid tablet 3 1,8

Magtral 5 3,0 Mylanta tablet 16 9,7

Polysilane tablet 1 0,6

Promag 67 40,6 Antagonis Reseptor H2 Ranitidine 1 0,6

Famotidine 1 0,6 Antasida dengan kandungan alumunium dan

magnesium

Antasida Cair 7 4,2 Dexanta cair 4 2,4 Gastrucid cair 4 2,4 Mylanta cair 2 1,2 Plantacid cair 1 0,6 Polysilane cair 1 0,6

Waisan cair 1 0,6 Kelator dan Senyawa komplex Inpepsa 1 0,6

Pompa Proton Inhibitor Omeprazol 3 1,8

Lain-lain Gazero 6 3,6

Obat yang diperbolehkan dalam swamedikasi penyakit maag adalah obat golongan bebas dan obat golongan bebas terbatas. Obat bebas dan obat bebas terbatas relatif aman digunakan untuk pengobatan sendiri.

Analisis Kerasionalan Penggunaan Obat Maag

1. Ketepatan Indikasi

Menurut hasil penelitian, ketepatan pemilihan obat maag yang dipilih oleh responden sudah sesuai dengan indikasi atau gejala yang dialami. Dari 165 responden semuanya sudah memenuhi ketepatan indikasi.

2. Ketepatan Dosis

Hasil penelitian menunjukkan dari 165 responden sebanyak 163 responden sudah tepat dalam penggunaan dosis obat maag dan sisanya sebanyak 2 responden tidak tepat dalam penggunaan dosis obat maag. Analisis ketidaktepatan dosis dapat dilihat pada tabel 12.


(4)

 

Tabel 12. Analisis Ketepatan Dosis pada Swamedikasi Penyakit Maag di Masyarakat Kabupaten Pacitan

No. Responden Obat Maag Dosis pada Literatur Dosis yang digunakan 87 Omeprazol 1 kali sehari 1 tablet 3 kali sehari 1 tablet 137 Omeprazol 1 kali sehari 1 tablet 3 kali sehari 1 tablet

Pada tabel 12 tentang analisis ketepatan dosis pada swamedikasi penyakit maag menunjukkan bahwa responden yang tidak tepat dosis disebabkan karena takaran obat yang terlalu banyak dan frekuensi minum obat yang tidak tepat seperti pada responden nomor 87 yang memilih omeprazol sebagai obat pilihan.

3. Ketepatan Pasien

Tindakan swamedikasi oleh responden terhadap penyakit maag sudah tepat dan sesuai dengan kondisi dan gejala yang di alami oleh responden. Dari 165 responden semuanya sudah memenuhi ketepatan pasien.

4. Ketepatan Obat

Analisis ketepatan obat dapat dilihat dari ketepatan pasien memilih obat berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 165 responden sebanyak 148 responden sudah tepat dalam memilih obat maag sedangkan sisanya sebesar 12 responden masih belum tepat dalam pemilihan obat. Analisis ketepatan obat dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Analisis Ketepatan Obat pada Swamedikasi Penyakit Maag di Masyarakat Kabupaten Pacitan

No. Responden

Gejala Obat yang Tepat Obat yang

digunakan

21 Mual, nyeri ulu hati, nyeri lambung Obat Maag Golongan Antasida Famotidin

25 Mual, muntah, nyeri ulu hati, kembung, Nyeri lambung, Perih saat makan

Obat Maag Golongan Antasida Gazero

32 Mual, muntah, pusing, kembung, nyeri lambung Obat Maag Golongan Antasida Gazero

58 mual, muntah, pusing, nyeri ulu hati, nyeri lambung, kembung Obat maag golongan antasida Gazero 59 muntah, pusing, nyeri ulu hati, nyeri lambung, kembung Obat maag golongan antasida Gazero

64 mual, muntah, nyeri ulu hati, kembung Obat maag golongan antasida Gazero

85 pusing, nyeri lambung, kembung, lemas Obat maag golongan antasida Gazero

87 Mual, nyeri ulu hati, nyeri lambung Obat maag golongan antasida Omeprazol

88 Mual, nyeri lambung, rasa perih saat makan Obat maag golongan antasida Ranitidin

93 Nyeri ulu hati, nyeri lambung Obat maag golongan antasida Omeprazol

137 Nyeri lambung, rasa perih saat makan Obat maag golongan antasida Omeprazol

138 Nyeri lambung, rasa perih saat makan Obat maag golongan antasida Inpepsa

Tabel 13 menunjukkan bahwa 6 responden yang tidak memenuhi tepat obat memilih gazero sebagai obat maag. Gejala yang dialami responden merupakan gejala maag, sedangkan gazero merupakan obat dengan indikasi anti kembung dan begah. Oleh karena itu pemilihan Gazero sebagai obat maag tidak tepat obat.

. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 153 responden rasional dalam melakukan swamedikasi penyakit maag dan sisanya sebesar 12 responden tidak rasional dalam melakukan swamedikasi penyakit maag. Analisis Kerasionalan swamedikasi penyakit maag dapat dilihat pada tabel 14.


(5)

 

Tabel 14. Analisis Kerasionalan Swamedikasi Penyakit Maag di Masyarakat Kabupaten Pacitan

No. Responden Alasan Tidak Rasional

21 Tidak tepat obat karena obat yang digunakan adalah Famotidin sedangkan Famotidin merupakan obat keras yang tidak boleh digunakan dalam swamedikasi

25 Tidak tepat karena obat yang digunakan adalah Gazero sedangkan Gazero merupakan obat untuk mengatasi kembung dan begah

32 Tidak tepat karena obat yang digunakan adalah Gazero sedangkan Gazero merupakan obat untuk mengatasi kembung dan begah

58 Tidak tepat karena obat yang digunakan adalah Gazero sedangkan Gazero merupakan obat untuk mengatasi kembung dan begah

59 Tidak tepat karena obat yang digunakan adalah Gazero sedangkan Gazero merupakan obat untuk mengatasi kembung dan begah

64 Tidak tepat karena obat yang digunakan adalah Gazero sedangkan Gazero merupakan obat untuk mengatasi kembung dan begah

85 Tidak tepat karena obat yang digunakan adalah Gazero sedangkan Gazero merupakan obat untuk mengatasi kembung dan begah

87 Tidak tepat dosis karena menggunakan Omeprazol dengan dosis 3 kali sehari sedangkan pada literatur dosis yang digunakan 1 kali sehari.

Tidak tepat obat karena obat yang digunakan adalah Omeprazol sedangkan Omeprazol merupakan obat keras yang tidak boleh digunakan dalam swamedikasi

88 Tidak tepat obat karena obat yang digunakan adalah Ranitidin sedangkan Ranitidin merupakan obat keras yang tidak boleh digunakan dalam swamedikasi

93 Tidak tepat obat karena obat yang digunakan adalah Omeprazol sedangkan Omeprazol merupakan obat keras yang tidak boleh digunakan dalam swamedikasi

137 Tidak tepat dosis karena menggunakan Omeprazol dengan dosis 3 kali sehari sedangkan pada literatur dosis yang digunakan 1 kali sehari.

Tidak tepat obat karena obat yang digunakan adalah Omeprazol sedangkan Omeprazol merupakan obat keras yang tidak boleh digunakan dalam swamedikasi

138 Tidak tepat obat karena obat yang digunakan adalah Inpepsa sedangkan Inpepsa merupakan obat keras yang tidak boleh digunakan dalam swamedikasi

Pada tabel 14 dapat dilihat bahwa sebagian besar alasan ketidakrasionalan dalam swamedikasi penyakit maag adalah tidak tepat obat. Berdasarkan analisis kerasionalan swamedikasi penyakit maag sebagian besar masyarakat Kabupaten Pacitan sudah rasional dalam melakukan swamedikasi.

Hubungan Ketepatan Tindakan Swamedikasi Penyakit Maag dengan Kerasionalan Swamedikasi Penyakit Maag

Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketepatan tindakan swamedikasi penyakit maag masuk dalam kategori baik, sedangkan data hasil tingkat kerasionalan swamedikasi penyakit maag di masyarakat Kabupaten Pacitan menunjukkan bahwa sebagian besar masyrakat Kabupaten Pacitan sudah rasional dalam melakukan swamedikasi pada penyakit maag. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku swamedikasi responden dengan tingkat kerasionalan swamedikasi penyakit maag..

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Rata-rata nilai tingkat pengetahuan responden masyarakat kabupaten Pacitan memiliki tingkat pengetahuan dalam kategori sangat baik sebesar 8,1.


(6)

 

2. Rata-rata nilai tindakan swamedikasi responden pada masyarakat kabupaten Pacitan memiliki tindakan swamedikasi dalam kategori baik sebesar 6,91.

3. Kerasionalan penggunaan obat maag sebesar 92,73% yaitu sebanyak 153 responden rasional dalam memilih obat maag.

4. Obat maag yang paling banyak digunakan dalam pengobatan penyakit maag adalah Promag, Antasida tablet dan Mylanta tablet.

5. Tingkat pengetahuan responden berpengaruh terhadap ketepatan tindakan swamedikasi penyakit maag.

6. Tingkat ketepatan tindakan swamedikasi berpengaruh terhadap kerasionalan swamedikasi penyakit maag.

Saran

1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat lebih lanjut tentang penyebab penyakit maag, tanda dan gejala serta apa saja yang harus dihindari saat menderita penyakit maag.

2. Penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya berbatas pada pengetahuan dan ketepatan swamedikasi saja tetapi juga faktor swamedikasi ditinjau dari segi ekonomi sehingga diharapkan adanya hasil penelitian yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Djunarko, I& Yosephine, 2011, Swamedikasi Yang Baik dan Benar, PT. Intan sejati, Klaten, Indonesia

Hermawati, D., 2012, Pengaruh Edukasi Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Rasionalitas Penggunaan Obat Swamedikasi Pengunjung di Dua Apotek Kecamatan Dimanggis Depok, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Farmasi, Universitas Indonesia.

Lee, Y., Liou, J., Wu, M., Wu, C& Lin, J., 2008, Eradication of Helicobater Pylori to Prevent Gastroduodenal Disease : Hitting More Than One Bird With The Same Stone, Therapeutic Advances In Gastroenterology, 1(2) : 111-120

Rahma, M., Ansar, J & Rismayanti., 2012, Faktor Risiko Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa, Jurnal MKMI, Universitas Hasanudin, Makasar

Riyanto, A 2011, Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta

Widayati, A., 2012, Swamedikasi di Kalangan Masyarakat Perkotaan di Kota Yogyakarta, Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Fakultas Farmasi


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT ANALGETIK PADA Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Ketepatan Penggunaan Obat Analgetik Pada Swamedikasi Nyeri Di Masyarakat Kabupaten Demak.

1 8 11

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Ketepatan Penggunaan Obat Analgetik Pada Swamedikasi Nyeri Di Masyarakat Kabupaten Demak.

3 29 9

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT ANALGETIK PADA Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Ketepatan Penggunaan Obat Analgetik Pada Swamedikasi Nyeri Di Masyarakat Kabupaten Demak.

1 8 10

ANALISIS KETEPATAN SWAMEDIKASI PADA PENYAKIT MAAG DI MASYARAKAT KABUPATEN PACITAN Analisis Ketepatan Swamedikasi Pada Penyakit Maag Di Masyarakat Kabupaten Pacitan.

0 4 11

PENDAHULUAN Analisis Ketepatan Swamedikasi Pada Penyakit Maag Di Masyarakat Kabupaten Pacitan.

3 21 12

SWAMEDIKASI PENYAKIT MAAG PADA MAHASISWA BIDANG KESEHATAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Swamedikasi Penyakit Maag Pada Mahasiswa Bidang Kesehatan Di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

1 16 12

PENDAHULUAN Swamedikasi Penyakit Maag Pada Mahasiswa Bidang Kesehatan Di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

5 26 10

SWAMEDIKASI PENYAKIT MAAG PADA MAHASISWA BIDANG KESEHATAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Swamedikasi Penyakit Maag Pada Mahasiswa Bidang Kesehatan Di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 0 13

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN TINDAKAN SWAMEDIKASI PENYAKIT MAAG HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN TINDAKAN SWAMEDIKASI PENYAKIT MAAG PADA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA.

0 1 16

PENDAHULUAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN TINDAKAN SWAMEDIKASI PENYAKIT MAAG PADA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA.

3 26 21