UPAYA MENINGKATKAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII PADA MATERI BILANGAN BULAT DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DI SMP NEGERI 2 TANJUNG MORAWA T.A 2012/2013.

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
REALISTIK PADA MATERI BILANGAN BULAT DI KELAS VII
SMP NEGERI 2 TG. MORAWA TAHUN AJARAN 2012/2013

Oleh :
Antonius KAP Simbolon
NIM 408311002
Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2013

Judul Skripsi


: Upaya

Meningkatkan

Kemampuan

Pemecahan

Masalah Matematika Siswa Dengan Pembelajaran
Matematika Realistik Pada Materi Bilangan Bulat Di
Kelas VII SMP Negeri 2 Tanjung Morawa T.A.
2012/2013.
Nama Mahasiswa

: Antonius KAP Simbolon

NIM

: 408311002


Progran Studi

: Pendidikan Matematika

Jurusan

: Matematika

Menyetujui :
Dosen Pembimbing Skripsi,

Drs. H. Banjarnahor, M.Pd
NIP. 19580513 198803 1 002

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK
SISWA DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA MATERI
BILANGAN BULAT DI KELAS VII
SMP NEGERI 2 TG. MORAWA TAHUN AJARAN 2012/2013


Antonius KAP Simbolon
NIM 408311002

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam
menyelesaikan soal-soal bilangan bulat dan untuk mengetahui apakah dengan pembelajaran
realistik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi
bilangan bulat.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Subjek
dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-I SMP Negeri 2 Tanjung Morawa yang berjumlah 36
siswa. Objek dalam penelitian ini adalah upaya meningkatkan pemecahan masalah matematika
siswa pada materi bilangan bulat kelas VII-I SMP Negeri 2 Tanjung Morawa Tahun Ajaran
2012/2013. Data yang diperlukan diperoleh dengan menggunakan tes kemampuan pemecahan
masalah berbentuk uraian yang dilakukan sebanyak dua kali, observasi dan wawancara.
Berdasarkan dari analisis data tingkat kemampuan siswa memecahkan masalah pada
siklus I adalah sedang dengan skor rata-rata kelas 71,58 dengan 27 siswa (75%) dari seluruh
siswa belum mencapai tingkat ketuntasan belajar. Selanjutnya pelaksanaan tindakan pada siklus
II, tingkat kemampuan siswa memecahkan masalah adalah tinggi dengan skor rata-rata kelas
82,47 dengan 35 siswa (97,22%) dari seluruh siswa. Dengan demikian dapat dikatakan kelas
peneliti telah tuntas dalam belajar, terdapat ≥ 80% siswa yang memilliki tingkat kemampuan

pemecahan masalah sedang. Berdasarkan hasil observasi pada setiap pertemuan, diperoleh nilai
rata-rata pada kegiatan awal 3,25, kegiatan inti 3,37 dan kegiatan akhir 3,25 pengelolahan
pemebelajaran yang dilaksanakan guru termasuk kategori cukup baik. Berdasarkan rata-rata
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa terbukti adanya peningkatan, sehingga
disarankan kepada guru matematika untuk dapat menerapkan pembelajaran matematika realistik
dalam pembelajaran matematika khususnya materi bilangan bulat.

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengasahan

i

Riwayat Hidup

ii

Abstrak

iii


Kata Pengantar

iv

Daftar Isi

v

Daftar Gambar

viii

Daftar Tabel

ix

Daftar Lampiran

x


BAB I PENDAHULUAN

1

1.1.

Latar Belakamg Masalah

1

1.2.

Identifikasi Masalah

10

1.3.

Batasan Masalah


10

1.4.

Rumusan Masalah

10

1.5.

Tujuan Masalah

11

1.6.

Manfaat masalah

11


BAB II TINJAUAN PUSTAKAN

12

2.1.

12

Kerangkah Teoritis

2.1.1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

12

2.1.2. Pengertian Belajar

14

2.1.3. Pembelajaran Matematika Realistik


17

2.1.4. Prinsip Pembelajaran Matematilka Realistik

19

2.1.5. Karekteristik Pembelajaran Matematika Realistik

21

2.1.6. Teori - Teori Belajar yang Mendukung

22

2.1.6.1. Langkah - Langkah Pembelajaran Matematika Realistik

25

2.1.6.2. Kelebihan dan Kekurangan Penerapan Pembelajaran Realistik


26

2.1.7.

28

Number Sense Sebagai Salah Satu Terapan Pembelajaran Matematika
Realistik

2.1.7.1. Peranan Number Sense

30

2.1.7.2. Permainan

31

2.1.8.


32

Bilangan Bulat

2.1.8.1. Bilangan Bulat Positif dan Bilangan Bulat Negatif

32

2.1.8.2. Menyatakan Hubungan antara Dua Bilangan Bulat

33

2.1.8.3. Operasi Pada Bilangan Bulat

34

2.1.9.

38

Model Pembelajaran Matematika denganMenggunakan
Pembelajaran Matematika Realistik

2.2.

Kerangka Konseptual

39

2.3.

Kajian Penelitian Yang Relevan

40

2.4.

Hipotesis Tindakan

41

BAB III METODE PENELITIAN

42

3.1.

Lokasi Penelitian

42

3.2.

Subjek Penelitian

42

3.3.

Objek Penelitian

42

3.4.

Defensi Operasional

42

3.5.

Pendekatan dan Jenis Penelitian

42

3.6.

Alat Pengumpul Data

43

3.6.1. Tes

43

3.6.2. Wawancara

45

3.6.3.

Observasi

45

3.7.

Prosedur Penelitian

45

3.8.

Teknik Analisis Data

49

3.8.1. Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah

50

3.9.

52

Penarikan Kesimpulan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

53

4.1.

53

Deskripsi Hasil Penelitian Pada Siklus I

4.1.1. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Awal

53

4.1.2. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I

55

4.1.3. Deskripsi Hasil Observasi

58

4.1.4. Hasil Refleksi I

60

4.2.

61

Deskripsi Hasil Penelitian Pada Siklus II

4.2.1. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II

61

4.2.2. Deskripsi Hasil Observasi

64

4.2.3. Hasil Refleksi II

67

4.3.

Temuan Penelitian

67

4.4.

Pembahasan Hasil Penelitian

69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

71

5.1.

Kesimpulan

71

5.2.

Saran

72

Daftar Pustaka

73

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Sintak Implementasi Pembelajaran Realistik

26

Tabel 3.1. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

43

Tabel 3.3. Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah

52

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Komponen Karakteristik Number Sense

29

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II
Lampiran 3 Lembar Aktifitas Belajar I Pada Siklus I
Lampiran 4 Lembar Aktifitas Belajar II Pada Siklus I
Lampiran 5
Lembar Aktifitas Belajar I Pada Siklus II
Lampiran 6 Lembar Aktifitas Belajar II Pada Siklus II
Lampiran 7 Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah
Lampiran 8 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I
Lampiran 9 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II
Lampiran 10 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Awal
Lampiran 11 Alternatif Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I
Lampiran 12 Alternatif Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II
Lampiran 13 Pedoman Penskoran Nilai Tes Matematika
Lampiran 14 Rincian Keterangan Pedoman Penskoran pada Langkahlangkah Pemecahan Masalah
Lampiran 15 Daftar Nilai Tes Kemampuan Awal
Lampiran 16 Daftar Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I
Lampiran 17 Daftar Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II
Lampiran 18 Penentuan Presentase Kemampuan Siswa Tes Awal
Lampiran 19 Penentuan Presentase Kemampuan Siswa Tes KPM I
Lampiran 20 Penentuan Presentase Kemampuan Siswa Tes KPM II
Lampiran 21 Letak Kesulitan Siswa Pada Tes Awal
Lampiran 22 Letak Kesulitan Siswa Pada Tes KPM I
Lampiran 23 Letak Kesulitan Siswa Pada Tes KPM II
Lampiran 24 Lembar Observasi Pembelajaran Siklus I
Lampiran 25 Lembar Observasi Pembelajaran Siklus II
Lampiran 26 Lembar Validitas Soal KPM
Lampiran 27 Wawancara Siklus I
Lampiran 28 Wawancara Siklus II
Lampiran 29 Permainan I
Lampiran 30 Permainan II
Lampiran 31 Dokumen Penelitian

75
86
97
99
101
103
105
106
107
108
111
115
119
120
121
123
125
127
129
131
133
137
143
149
152
155
161
164
165
166
167

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hal paling penting dalam kehidupan yang merupakan salah satu
kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan, serta sikap dan perilaku positif terhadap
lingkungan sekitar. Bagi Jean Piaget (1896) pendidikan berarti menghasilkan, mencipta,
sekalipun tidak banyak, sekalipun penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan
yang lain.
Masalah pendidikan senantiasa menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan dan
ditemukan solusinya. Diantara berbagai masalah yang ada masalah kualitas pendidikan atau
hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat menarik, dan tidak akan habis dibicarakan
dalam dunia pendidikan, karena hasil belajar merupakan indikator untuk menilai kualitas sistem
pendidikan yang diterapkan pada umumnya.
Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga
SMA dan bahkan juga di perguruan tinggi. Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar
Matematika. Abdurrahman (2003:253) mengemukakan :
“Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana
berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari,
(3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generasilisasi pengalaman, (4) sarana untuk
mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya”.
Berdasarkan kutipan disimpulkan bahwa melalui pembelajaran matematika diharapkan
peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berfikir, bernalar, mengkomunikasikan
gagasannya serta dapat mengembangkan aktivitas kreatif dalam memecahkan masalah. Ini
menunjukkan bahwa matematika memiliki manfaat dalam mengembangkan kemampuan siswa
sehingga perlu untuk dipelajari.
Hal tersebut didukung oleh pernyataan Cocrof (dalam Addurrahman, 2003:253)
mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:
1.
2.
3.
4.
5.

Matematika selalu digunakan dalam segi kehidupan.
Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai.
Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas.
Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara.
Meningkatkan berfikir logis, ketelitian dan kesadaran ruangan.

6. Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Kualitas pendidikan matematika Indonesia belum mencapai hasil yang diharapkan. Maka
tidak mengherankan bila prestasi belajar matematika perlu mendapatkan perhatian dari berbagai
pihak. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil belajar siswa pada bidang studi matematika
kurang

menggembirakan.

Seperti

yang

dikatakan

Zainurie

(http://zainurie.wordpress.com/2007/05/14):
“Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh TIMSS yang dipublikasikan 26 Desember
2006, jumlah jam pengajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibanding
Malaysia dan Singapura. Dalam satu tahun, siswa kelas 8 di Indonesia rata-rata mendapat
169 jam pelajaran matematika. Sementara di Malaysia hanya mendapat 120 jam dan
Singapura 112 jam. Tapi kenyataannya, prestasi Indonesia berada jauh dibawah kedua
negara tersebut. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata-rata 411.
Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapura 605 (400=rendah, 475=menengah,
550=tinggi, dan 625=tingkat lanjut). Artinya, waktu yang dihabiskkan siswa Indonesia di
sekolah tidak sebanding dengan prestasi yang di raih”.
Senada dengan keterangan di atas, Suharyanto (http://smu-net.com.2008) mengemukakan
bahwa:
“Mata pelajaran matematika masih merupakan penyebab utama siswa tidak lulus UAN
2007. Dari semua peserta yang tidak lulus sebanyak 24,44% akibat jatuh dalam mata
pelajaran matematika, sebanyak 7,69% akibat pelajaran bahasa Inggris, dan 0,46% akibat
mata pelajaran bahasa Indonesia”.
Selain itu hasil belajar siswa pada bidang studi matematika kurang menggembirakan
seperti yang dikemukakan oleh Suharyanto (2006) (http://www.smu-net.com) mengemukakan
bahwa:
“Mata pelajaran matematika masih penyebab utama siswa tidak lulus UAN. Dari semua
peserta yang tidak lulus, sebanyak 24,44 persen akibat jatuh dalam mata pelajaran
matematika”.
Namun kenyataannya hasil belajar matematika di Indonesia masih sangat rendah seperti
yang diungkapkan dalam Pikiran Rakyat Bandung (2006) bahwa: “Mutu pendidikan di Indonesia
terutama dalam mata pelajaran matematika masih sangat rendah. Data UNESCO menunjukkan,
peringkat matematika Indonesia berada dideretan 34 dari 38 negara. Sejauh ini Indonesia masih
berada diposisi bawah”.
Dari kenyataan tersebut secara jelas mnyatakan bahwa kualitas pendidikan matematika
masih rendah dan belum sesuai dengan yang diharapkan. Rendahnya prestasi

belajar

matematika di sekolah telah menjadi masalah nasional yang harus diperhatikan oleh beberapa
kalangan. Untuk mengatasi rendahnya nilai matematika tersebut, para pendidik

berusaha

mengadakan perbaikan dan peningkatan dari segi yang menyangkut dari pendidikan matematika.

Sedangkan berdasarkan hasil belajar matematika, Lenner (dalam Abdurrahman, 2003:253)
mengemukakan bahwa:
“Kurikulum bidang studi matematika hendaknya mencakup tiga elemen, (1) konsep, (2)
keterampilan, dan (3) pemecahan masalah”.
Dari pernyataan tersebut, salah satu aspek yang ditekankan dalam kurikulum adalah
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Pemecahan masalah merupakan bagian
dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun
penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak
rutin.
Kesulitan dalam belajar matematika mengakibatkan kemampuan pemecahan masalah
siswa rendah. Siswa cenderung menghafal konsep-konsep matematika sehingga kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah sangat kurang. Seperti diungkapkan oleh Lilis Widianti
(http://newspaper.pikiran-rakyat.com).
“Selama ini pembelajaran matematika terkesan kurang menyenangkan kepada substansi
pemecahan masalah. Kebanyakan mengajarkan prosedur atau langkah pengerjaan soal.
Bahkan, siswa cenderung menghafal konsep-konsep matematika dan sering dengan
mengulang-ulang menyebutkan defenisi yang diberikan guru atau yang tertulis dalam
buku yang dipelajari, tanpa memahami maksud isinya. Kecenderungan semacam ini tentu
saja dapat mengabaikan kebermaknaan dari konsep-konsep matematika yang dipelajari
siswa, sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat kurang”.
Depdiknas tahun 2007 (http://educare.e_fkipunla.net) menyebutkan bahwah:
“Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan atau kopetensi strategis yang
ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan dan
menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah”.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa,
hendaknya guru berusaha melatih dan membiasakan siswa melakukan kegiatan pembelajaran
seperti memberi latihan-latihan soal dan memecahkan masalah matematika, maka siswa
diharapkan lebih mudah memahami konsep matematika yang ada. Seperti yang dikemukakan
Hudojo (2001:166) bahwa:
“Pemecahan masalah mempunyai fungsi yang penting dalam kegiatan belajar mengajar
matematika. Melalui pemecahan masalah matematika, siswa dapat berlatih dan
mengintegrasikan konsep-konsep, teorema-teorema dan keterampilan yang telah
dipelajari”.

Selain kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa itu sendiri, rendahnya kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa juga disebabkan oleh model pembelajaran yang masih berpusat pada
guru. Seperti yang dikemukakan oleh abdurrahman (2003:38) bahwah:
“Yang menjadi faktor penyebab rendahnya atau kurangnya pemecahan peserta didik
terhadap konsep matematika, salah satu diantaranya adalah model pembelajaran yang
digunakan oleh pengajar, misalnya pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan
konvensional yang menempatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai
pendengar”.
Dengan demikian, diperlukan model pembelajaran yang efektif, membuat siswa lebih
aktif dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran matematika seharusnya guru
matematika mengerti bagaimana memberikan stimulus kepada siswa sehingga siswa mencintai
belajar matematika dan lebih memahami materi yang telah diberikan oleh guru. Sehingga guru
mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan muncul kelompok siswa yang menunjukkan
gejalah kegagalan dalam berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses
belajar siswa.
Proses pembelajaran dikatakan berhasil apibilah timbul perubahan tingkah laku
pembelajaran yang positif pada siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi dan
keaktifan belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman, penguasahan materi dan keaktifan belajar
siswa maka semakin tinggi pula

tingkat keberhasilan pembelajaran. Namun dalam

kenyataannya, prestasi belajar siswa masih rendah.
Keaktifan siswa dalam pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pembelajaran matematika. Siswa diharapkan benar-benar aktif dalam belajar
matematika, sehingga akan berdampak pada ingatan siswa tentang materi pembelajaran. Suatu
konsep akan lebih mudah untuk dipahami dan diingat apabilah disajikan melalui langkahlangakah dan prosedur yang tepat, jelas, menarik, efektif dan efesien.
Seorang guru bertugas untuk menyajikan sebuah pelajaran dengan tepat, jelas, menarik,
efektif dan efesien. Hal ini dilakukan dengan terlebih dahulu memiliki pendekatan atau strategi
pembelajaran yang tepat. Para guru terus berusaha menyusun dan menerapkan strategi
pembelajaran yang bervarisi agar siswa lebih tertarik dan bersemangat dalam belajar matematika.
Suryadi, dkk (dalam Suherman, Erman, dkk UPI, 2003:83) dalam surveinya tentang
current situation on mathematics and science education in Bandung yang disponsori oleh JICA,
penyataan penemuan bahwa: “pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kegiatan

matematika yang dianggap penting bagi para guru di semua tinggkatan dimulai dari SD sampai
SMU”. Namun hal tersebut dianggap bagian yang paling sulit dalam mempelajarinya maupun
bagi guru dalam mengerjakannya. Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang
mendorong seseorang untuk menyelesaikannya. Masalah juga tidak dapat diselesaikan dengan
satu penyelesaian, sehingga tidak ada algoritma khusus untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Seperti soal berikut ini: Ayah memberi Rahel uang sebesar Rp.10.000,- untuk membeli
perlengkapan sekolah. Rahel ingin membeli buku tulis dan balpoint. Ketika Rahel pergi ke pasar,
dia mendapati bahwa harga 1 buku adalah Rp.1.500,- dan 1 balpoint adalah Rp.1.000,-. Berapa
banyak buku atau balpoint yang bisah dibeli Rahel agar uang tidak bersisa?
Dari hasil wawancara peneliti dengan Ibu Hotmaida Sinaga sebagai guru matematika
SMP Negeri 2 Tanjung Morawa pada tanggal 28 April 2012, mengatakan bahwa:
“Banyak siswa yang tidak mampu dalam memecahkan masalah pada pokok bahasan
bilangan bulat, karena mereka kurang mampu memahami makna soal dan rata-rata per
kelas hanya sekitar 55% saja yang dapat menyelesaikan soal pada bilangan bulat. Ini
terjadi karena tingkat konsentrasi siswa yang tidak maksimal yang mungkin disebabkan
karena metode yang digunakan tidak sesuai dan metode sebelumnya tidak membuat
siswa termotivasi sehingga banyak siswa yang kurang mampu memecahkan masalah
yang berhubungan dengan materi tersebut”.
Selain itu, menurut informasi yang didapat dari hasil obsevasi tersebut bahwa banyak
siswa di SMP Negeri 2 Tanjung Morawa yang tidak tertarik untuk mempelajari matematika,
menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Hal ini
berkaitan dengan masalah kualitas rancangan pengajaran matematika yang disajikan guru dalam
kegiatan pembelajaran. Pada kenyataannya pengajaran matematika dengan menonjolkan
persamaan-persamaan matematik dalam bentuk yang kurang menarik dan terkesan sulit bagi
siswa, sehingga siswa akan merasa jenuh sebelum mempelajarinya. Selain faktor yang
berhubungan dengan konsep matematika, rendahnya kemampuan pemecahan masalah
matematika yang diperoleh siswa juga disebabkan karena faktor yang berhubungan dengan
suasana belajar dikelas. Guru

harus mampu mengelola kelas dengan menciptakan proses

pembelajaran yang kondusif. Dalam setiap proses pembelajaran selalu ada tiga aspek penting
yang terkait satu sama lain seperti: kurikulum, proses dan hasil pembelajaran (Gunawan, 2006).
Selain pembelajaran yang sulit dan membosankan, penulis juga menemukan bahwa
metode pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi. Padahal kita ketahui, penggunakan
yang bervariasi sangatlah diperlukan dalam meningkatkan hasil proses pembelajaran.

Penggunaan metode pembelajaran adalah salah satu cara untuk membangkitkan minat siswa
dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Apabilah metode yang diberikan guru dari awal
sampai akhir proses pembelajaran tidak melibatkan siswa, maka siswa menjadi pasif tidak
berfikir secara kritis dan kreatif yang menyebabkan siswa merasa jenuh dan tidak termotivasi
dalam belajar.
Sehubungan dengan hal diatas, maka peneliti mengangkat PMR sebagai salah satu untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam bidang studi matematika. Karena
teori pemebelajaran PMR

yang telah dikembangkan khususnya untuk matematika. Konsep

matematika sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia
yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika
dan mengembangkan daya nalar.
Ciri pembelajaran matematika realistik yaitu:
1. Materi pembelajaran berdasarkan/bertolak dari masalah kontekstual dalam hidup seharihari.
2. Siswa menemukan konsep sendiri dari menyelesaikan masalah kontekstual dengan
bantuan guru dan diskusi kelas.
3. Siswa bebas memilih cara menyelesaikan soal sesuai dengan perkembangan kognitifnya
(enaktif, ekonik, simbolik).
4. Adanya interaksi dan negoisasi antar siswa dan guru tentang cara penyelesaian
masalah/soal.
Untuk dapat melakukan PMR kita harus tahu prinsip-prinsip yang yang digunakan PMR.
PMR menggunakan prinsip-prinsip RME, untuk itu karakteristik RME ada dalam PMRI.
menurut Soedjadi (2001:3) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik
dan komponen sebagai berikut:
1. The use of context (menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran matematika
realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat
dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.
2. Use models, bridging by vertical instrument (menggunakan model), artinya permasalahan
atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi
nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak.
3. Students constribution (menggunakan kontribusi siswa), artinya pemecahan masalah atau
penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.
4. Interactivity (interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi
siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya.

5. Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya topik-topik yang
berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu
konsep secara serentak.
Dari lima karakter matematika yang paling memudahkan siswa adalah karakter PMR
yang kedua karena dengan menggunakan Use models, bridging by vertical instrument
(menggunakan model), untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu
dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan
masalah, dan menafsirkan solusinya. Mavugara (2005) mengemukakan bahwa untuk
memperkuat kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, guru matematika perlu
memanfaatkan masalah-masalah real yang bersifat open-ended yaitu masalah real yang
mempunyai banyak cara menjawabnya atau banyak jawaban. Melalui masalah yang bersifat
open-ended siswa berlatih menyelesaikan dengan caranya sendiri dan sekaligus berlatih
memahami cara yang digunakan siswa lain. Dalam pembelajaran matematika realistik masalahmasalah real seperti itu dijadikan sebagai awal pembelajaran yang selanjutnya dimanfaatkan oleh
siswa dalam melakukan proses matematisasi dan pengembangan model matematika.
Melihat berbagai realitas yang ada, maka perlu dikaji kembali tentang hal-hal seperti
yang telah diungkapkan, berkenaan dengan penggunaan pembelajaran matematika realistik,
sehingga materi-materi pelajaran dapat disajikan secara lebih menarik, relevan, dan bermakna,
tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak yaitu dengan menggunakan konteks sebagai titik
awal pembelajaran matematika yang berangkat dari aktivitas manusia. Sebagaimana
diungkapkan Gravemeijer (1994:91) menjelaskan, berdasar prinsip ini saat mengerjakan masalah
kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri yang
berfungsi untuk menjembatani jurang antara pengetahuan informal dan matematika formal. Pada
tahap awal siswa mengembangkan model yang diakrabinya. Selanjutnya melalui generalisasi dan
pemformalan akhirnya model tersebut menjadi sesuatu yang sungguh-sungguh ada (entity) yang
dimiliki siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi model tersebut akan menjadi berubah
menjadi model-of masalah tersebut. Model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang
sejenis. Pada akhirnya akan menjadi pengetahuan dalam formal matematika.
Tahapan inilah yang akan diperkenalkan oleh strategi pembelajaran realistik yang menitik
beratkan pada matematika sebagai konteks. Pada struktur isi pengajaran, menggunakan masalah
dalam konteks sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika, pengempangan model-

model, membuat siswa agar menjadikan pembelajaran konstruktif dan produktif, interaktif dan
„intertwinning’ (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.
(http://ironerozanie.wordpress.com/2010/03/03/realistic-mathematic-education-rme-ataupembelajaran-matematika-realistik-pmr/).
Untuk mengatasi masalah yang diuraikan diatas membuat materi pembelajaran lebih
menarik, relevan, dan bermakna bagi siswa maka peniliti menggunakan konsep number sense.
Number sense merupakan sebuah intuisi yang baik mengenai bilangan dan hal yang terkait
dengan bilangan. Hal ini dapat didefinisikan secara luas sebagai pemahaman makna bilangan dan
pemahaman hubungan antar bilangan (Malofeeva dkk, 2004). Setelah mereka “akrab” dengan
angka, bilangan, dan segala perhitungannya siswa tidak akan merasa asing lagi dengan
matematika yang tidak lepas dari angka dan perhitungan. Siswa bahkan akan lebih menikmati
matematika. Konsep number sense ini harus mantap digunakan sebelum materi SMP yang lebih
rumit diberikan karena setelah duduk di SMP siswa akan lebih ditekankan pada symbol sense
(http://theawakeningofmind.blogspot.com/2009/02/number-sense.html).
Oleh karena itu, upaya memperbaikan dan meningkatkan kemampuan matematika siswa
perlu dilakukan suatu tindakan. Untuk itu peniliti merasa perlu untuk melaksanakan Penilitian
Tindakan Kelas (PTK) dalam penilitiannya. Hal

ini karena penilitian tindakan memiliki

beberapa kelebihan, sebagaimana diungkapkan Madya (dalam Dian Armanto: 2008) bahwa:
“Penilitian tindakan memiliki beberapa kelebihan antara lain: kerja sama dalam penilitian
tindakan menimbulkan rasa memiliki, kerja sama mendorong kreativitas dan pemikiran
kritis, kerja sama meningkatkan kemungkinan untuk merubah dan berubah, dan
kerjasama juga meningkatkan kesepakatan dalam menyelesaikan masalah”.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang judul: Upaya Meningatakan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Dengan
Pembelajaran Realistik Pada Materi Bilangan Bulat Di Kelas VII SMP Negeri 2 Tanjung
Morawa T.A 2012/2013.
1.2.

Identifikasi Masalah
Pada uraian latar belakangan di atas, telah dijelaskan bahwa begitu banyak masalah yang

timbul dalam dunia pendidikan di Indonesia terutama dalam bidang studi matematika. Dari
uraian tersebut, berikut ini adalah masalah-masalah yang dapat didentifikasi yaitu:
1. Hasil belajar siswa untuk pelajaran matematika masih rendah.

2. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika masih rendah.
3. Siswa menganggap matematika merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan.
4. Guru belum pernah menggunakan pembelajaran pendidikan matematika realistik
dalam proses belajar mengajar.
5. Model pembelajaran yang kurang efektif menbuat siswa kurang aktif dalam belajar.
1.3.

Batasan Masalah
Melihat luasnya cakupan masalah-masalah yang teridentifikasi maka batasan masalah

dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik dalam
upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

1.4.

Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran matematika realistik?
2. Bagaimana pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru dengan Pembelajaran
Matematika Realistik pada materi bilangan bulat di SMP Negeri 2 Tanjung Morawa TA
2012/2013?
1.5.

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
yang diajarkan dengan pembelajaran matematika realistik.
2. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi bilangan bulat di kelas
VII SMP Negeri 2 Tanjung Morawa.

1.6.

Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian yang diharapkan akan

memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi guru

Sebagai bahan masukan bagi guru bidang studi matematika mengenai
pendidikan matematika realistik dalam meningatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
2. Bagi Siswa
Dengan Menggunakan pendekatan pendidikan matematika relistik dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
3. Bagi Peneliti
Sebagai bahan pembanding bagi mahasiswa atau peneliti lainnya yang ingin meneliti
topik atau permasalahan yang sama tentang meningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa.
4. Bagi Pihak Sekolah
Sebagai bahan masukan kepada pengelola sekolah dalam pembinaan dan peningkatan
mutu pendidikan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan hasil observasi dapat diambil beberapa simpulan sebagai
berikut :

1. Timgkat kemampuan siswa memecahan masalah pada siklus I adalah sedang dengan skor
rata-rata kelas 71,58 dengan 27 siswa (75%) dari seluruh siswa belum mencapai tingkat
ketuntasan belajar. Selanjutnya pelaksanaan tindakan pada siklus II, tingkat kemampuan
siswa memecahkan masalah adalah tinggi dengan skor rata-rata kelas 82,47 dengan 35
siswa (97,22%) dari seluruh siswa. Dengan demikian dapat dikatakan kelas peneliti telah
tuntas dalam belajar, terdapat ≥ 80% siswa yang memilliki tingkat kemampuan pemecahan
masalah sedang.

2. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan observer, diperoleh pengelolaan pembelajaran
yang dilaksanakan guru pada siklus I dengan menggunakan Pembelajaran Matematika
Realistik termaksud kategori kurang dengan nilai rata-rata pada kegiatan awal 2,75, kegiatan
inti 2,62 dan kegiatan akhir 2,75. Pada awal pembelajaran, guru belum mampu secara
maksimal dalam mengelola dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Tetapi pada siklus
II, tingkat kemampuan peneliti mengelolah pembelajaran termasuk kategori cukup baik
dengan nilai rata-rata pada kegiatan awal 3,25, kegiatan inti 3,37 dan kegiatan akhir 3,25.

5.2. Saran
1. Kepada guru matematika diharapkan dapat menggunakan pendekatan realistik yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa atau masalah kontekstual sebagai alternatif
dalam kegiatan pembelajaran karena pendekatan ini dapat memberikan keleluasaan berpikir
siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa, dapat memotivasi
siswa dan melatih siswa untuk belajar aktif.
2.

Guru diharapkan memberikan masalah-masalah dan latihan-latihan yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari siswa.

3.

Kepada peneliti lanjutan yang berminat untuk melakukan penelitian yang sejenis supaya
memperhatikan kelemahan-kelemahan yang ada pada penelitian ini yaitu keefektifan waktu
yang digunakan untuk pembelajaran dengan metode ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M, (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta:

Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi, Jakarta: Bumi Aksara.
Armanto, Dian, (2008), Penelitian Tindakan Kelas, Pelatihan Guru SMP Negeri
Medan: FMIPA UNIMED.
Buhari,

Bustang,
(2011),
Pembelajaran
Realistik
Sebuah
Pengantar,
(http://bustang.wordpress.com/2011/08/25/pembelajaran-matematikarealistiksebuah-pengantar).
Cholik A, M, dkk, (2000), Matematika Untuk SLTP Kelas 1, Jakarta: Erlangga.
Depdikbud, (1996), Kamus Besar Bahan Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Gravemeijer,
(1994),
Penggunaan
Strategi
Pembelajaran
(http://ronerozanie.wordpress.com/2010/03/03/realistik-mathematic
rme-pembelajaran-matematika-realistik-pmr/).

Matematika,
education-

Gravemeijer, Rusdi, (2009), Prinsip Utama Pendekatan Pembelajaran Realistik Dalam
Pembelajaran Matematika, (http://anrusmath.wordpress.com\2009\05\13\pengembangan-2\).
Kurniawan, (2004), Evaluasi Matematika SMP Untuk Kelas VII, Jakarta:

Erlangga.

Malofeeva,
dkk,
(2004),
Konsep
Number
(http://theawakeningefriend.blogspot.com/2009/02/number-sense.html).

Sense,

Sagala, Syaiful, (2003), Konsep Dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.
Soedjadi, R, (1999), Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Jakarta: Dirjen Dikti
Depdikbud. (http://ronerozanie.wordpress.com/2010/03/03/realistik-mathematic
education-rme-pembelajaran-matematika-realistik-pmr/).
Sriyanto, (2006), Menebar Virus Pembelajaran Matematika Yang Bermutu,
(http://www.pmri.or.id/artikel/index.php?main=3).
Sudrajat,
Akhmad,
(2008),
HAkikat
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/hakikatbelajar.
Sudjana, (2002), Metode Statistik, Bandung: Tarsito.
Suharsono, (2001), Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Realistik, (httpl://dasarteori.blogspot.com/2011/10/keunggulan-dan-kelemahan- pembelajaran.html).

Belajar,

Tim MKPBM, (2001), Startegi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

JICA

Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta:
Prenada Media Group.

Kencana

Wijaya, Ariyadi. (2012). Pendidikan Matematika Realistik, Yogyakarta: Graha

Ilmu.