UJI SAHIH PENYUSUNAN PERUBAHAN UU NO.12 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN.

UJI SAHIH PENYUSUNAN PERUBAHAN
UU NO.12 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM
BUDIDAYA TANAMAN

Oleh:

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S.
Disampaikan Dalam Seminar Sehari Penyempurnaan Draft Rancangan UU Tentang
Perubahan UU No.12 Th. 2012. Diselenggarakan oleh DPD RI Kemite II dan
Distanpangan Prov. Bali pada Senin, 12 Oktober 2015,
di Inna Sindhu Beach Hotel, Sanur, Denpasar-Bali

PERMASALAHAN UU 12 TAHUN 2012
1. UU Nomor 12/1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman (SBT) mempersempit dan
menghalangi kesempatan petani berperan
serta dalam pengembangan budidaya tanaman.

 Penerapan UU SBT menghalangi akses petani
untuk memenuhi hak atas pangan.
 Petani didiskriminasi  tak boleh menjual bibit

hasilnya sendiri  penerapan aturan sama antara
petani dengan perusahaan

 Kriminalisasi petani oleh perusahaanperusahaan besar dengan dalih melanggar UU.

2. Konsideran kebijakan bagus, tetapi
pelaksanaanya tidak memihak petani  petani
kecil harus memenuhi persyaratan yang sangat berat.
 Pasal 6: dinyatakan petani memiliki hak
menanam apa yang diinginkan, tetapi diayat
berikutnya hak bisa hilang akibat petani wajib
mengikuti rencana yang ditentukan pemerintah.

 Pasal 9, petani yang dari awal melakukan
konservasi plasma nutfah kemudian harus
memakai ijin, kalau tidak maka menjadi terlarang.
 Pasal 12, hasil karya petani melakukan
pemuliaan tanaman apabila diedarkan oleh
kelompok/komunal dilarang, serta dituduh
melakukan sertifikasi liar.


3. Tidak adanya pelibatan masyarakat dalam perencanaan Sistem
Budidaya Tanaman:

 Petani tidak diberikan akses dan ruang partisipasi secara
terbuka  kebijakan/program yang dibuat tidak mampu memenuhi
kebutuhan dan kepentingan petani yang sebenarnya.

 Tidak ada manajemen partisipatif dalam pembuatan kebijakan 
petani hanya sebagai obyek yang harus melaksanakan kebijakan
yang telah dibuat oleh pemerintah.
 Petani tidak dilibatkan dalam proses perencanaan,
pengembangan dan pengaturan produksi serta penetapan
wilayah hanya ada forum sosialisasi mengenai imbauan
pemerintah yang tidak menjalankan imbauan pemerintah dapat
dikrimminalisasi, diskriminasi dan diintimidasi.

 Pemerintah hanya mengejar kepentingan angka produksi yang
tinggi, mengabaikan tujuan-tujuan lain dibidang kelestarian
lingkungan, ketangguhan ekosistem, kesejahteraan petanidan

rendahnya etika lingkungan

4. LIBERALISASI PRODUKSI & PERDAGANGAN BENIH
(Wulandari, 2013)

 Sekitar 90% pasar benih dan input pertanian
dikuasai perusahaan benih raksasa (Monsanto,
Syngenta, Bayer, Dow Agro Science, BASF dan Dupon):

 UU 12 : mengontrol benih  ketergantungan benih pada
perusahaan benih dan mahalnya benih bagi petani.

 UU 12: mengontrol semua proses budidaya tanaman
(mulai dari cara bertanam, perbenihan, tanaman yang harus
ditanam, sampai pengedaran benih)  petani tidak secara
bebas memilih memuliakan benih secara mandiri.

 Aturan UU menegasikan peran petani pemulia,
dengan secara langsung/tidak langsung menganggap yang
bisa melakukan pemuliaan benih adalah perusahaan/

laboratorium dan peneliti

 UU 12: menegasikan adanya benih yang dikembangkan
oleh petani secara turun tumurun.

 UU 12: meletakkan peran petani hanya sebagai
pengguna benih  benih hanya dimonopoli oleh
perusahaan dan benih menjadi mahal, akibatnya produktifitas
petani menurun.
 UU 12: menutup kemungkinan petani berbagi benih,
bertukar benih dan menjual kepada teman sesama
petani, karena harus memenuhi persyaratan yang sangat
susah dipenuhi oleh petani.
 UU 12: meletakkan kontrol sumber daya pertanian,
termasuk benih, pengetahuan, pada beberapa
perusahaan pertanian dan perbenihan;

 UU 12: hanya memberi perlindungan kepada peneliti,
industri swasta yang bergerak dibidang pertanian
dan atau perbenihan, bukan petani.

 UU12 : kuat mendukung pertanian monokultur, yang
justru rawan serangan hama dan dan tidak berkelanjutan.

PERUBAHAN YANG DITUJU
1. PERUBAHAN KOMPREHENSIF UU NO. 12 TAHUN 1992 MENJADI:

 UU SBT BARU yang responsif pada kebutuhan dan kepentingan
petani yang sebelumnya tidak melibatkan partisipasi masyarakat
dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.
 UU SBT BARU sebagai reformulasi kebijakan terintegrasi dengan
Good Governance sehingga UU SBT Baru mengandung:
 Sistem pertanian yang berwawasan lingkungan
dan memperhatikan etika lingkungan
 Sistem pertanian yang berkelanjutan (Suistainable Agriculture)

 Mengembangkan potensi sosial dan ekonomi masyarakat petani
(Community Based Development)
 Menjamin hak-hak petani

2. PEMBUATAN PERDA MENGENAI PERLINDUNGAN BIBIT

LOKAL DAN PERTANIAN ORGANIK

Perda yang memperhatikan lokalitas masingmasing daerah  menjamin kesejahteraan petani dan
sistem pertanian yang berbeda disetiap daerah.

Perda yang menjamin perlindungan terhadap
bibit lokal dan sistem pertanian organik:
 membentuk sistem pertanian yang suistainable

agriculture

 berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci
keberhasilan produksi

 pertanian yang menghasilkan pangan yang sehat
(bebas dari obat-obatan dan zat kimia yang
mematikan).

3. PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN KOMUNITAS
PETANI (SOCIAL CAPITAL)

 Terciptanya kekuatan bargaining position petani
 sebagai modal sosial dalam memperkuat organisasi tani

 Terjaminnya akses dalam perencanaan kebijakan
pertanian

 Memperkuat jaringan (lingking) antara petani
dan dengan pihak diluar, agar kebutuhan dan
keingian petani dapat didengar dan diakomodasi untuk
mewujudkan Community Based Development

 Dilakukan dengan mengumpulkan seluruh
komunitas tani dan penyatuan visi atau tujuan 
meningkatkan motivasi petani untuk terus menerapkan
pertanian yang berkesinambungan dan berwawasan
lingkungan serta menjadi kontrol atas hak-hak petani

4. KHUSUS DI BIDANG PERBENIHAN UU NO 12

PERUBAHAN HARUS:


1. Mampu menjamin pertanian berkelanjutan dan
kemandirian pangan dengan membuka akses dan
kontrol seluas-luasnya dalam proses pemuliaan
dan budi daya tanaman oleh petani

2. Melindungi petani dari upaya monopoli benih
yang berkualitas oleh perusahaan benih.

3. Memperhatikan dan melindungi petani-petani
pemulia benih di dalam negeri

4. Membantu petani dalam proses penelitian dan
pengembangan benih berkualitas secara mandiri.

4. KHUSUS DI BIDANG PERBENIHAN UU NO 12
PERUBAHAN HARUS:
5. Mempertimbangkan kenyataan bahwa
petani selain membudidayakan tanaman
juga melakukan pemulian benih di

lahannya sediri secara turun menurun.
6. Memperhatikan aspek lingkungan dan
kesejahteraan rumah tangga petani.

7. Tidak membelenggu atau merugikan hakhak petani serta menjamin dan melindungi
kreatifitas petani.

5. HAL YANG HARUS DILAKUKAN PEMERINTAH
DALAM UU NO. 12 PERUBAHAN/SBT BARU:

1. Pemerintah harus memfasilitasi ketersediaan
benih induk yang berkualitas, sehingga bisa
dikembangkan oleh para petani secara mandiri.
2. Mempermudah persyaratan bagi petani yang
ingin mengembangkan benih secara mandiri
atau swadaya.
3. Pemerintah harus mengawasi dan megontrol
harga benih di pasaran  untuk meningkatkan
produktifitas dan kesejahteraan petani.
4. Penyediaan/perbaikan sarana irigasi, jalan usaha

tani, jaminan hak atas air dan pengendalian alih
fungsi lahan.
5. Pengembangan sistem insentif baru berbasis inovasi
dan teknologi

ANALISIS DRAFT UU SBT BARU
 BELUM DIMASUKKAN DALAM DRAFT MENGENAI:

1. Pengawasan dan kontrol harga benih di pasaran
2. Fasilitasi pemerintah dalam memasarkan hasil
pemuliaan oleh petani.

3. Jaminan harga pasar hasil budidaya tanaman dan
pengembangan sistem insentif ...............???
4. Asuransi kegagalan kegiatan budidaya tanaman oleh
petani skala kecil.
5. Kelembagaan petani: rigid sebagai kelompok tani.
6. Belum masuk: isue social capital  linking petani
dengan pihak luar.


ANALISIS DRAFT UU SBT BARU

LANGSUNG DICERMATI PASAL-PER PASAL
PADA DRAFT

Telaah dan masukan Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ..... TAHUN ............
TENTANG

SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
di dalam wilayah negara Republik Indonesia adalah
anugerah
Tuhan
Yang
Maha
Kuasa
untuk
dimanfaatkan dan dipergunakan bagi sebesar-besar
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa upaya pemanfaatan dan penggunaan bumi, air,
dan kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah
negara Republik Indonesia yang salah satunya
diselenggarakan melalui Budidaya Tanaman dengan
dukungan sumber daya manusia dan sumber daya
buatan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
masyarakat;
c. bahwa penyelenggaraan Budidaya Tanaman perlu
diarahkan kepada Sistem Budidaya Tanaman yang
optimal, bertanggung jawab, dan lestari untuk
penyediaan pangan, sandang, papan, kesehatan,
estetika, industri dan energi dalam negeri;
d. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman sudah tidak sesuai
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dalam
bidang penyelenggaraan Budidaya Tanaman yang
efisien, berkeadilan dan berkelanjutan;

Mengingat

:

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem
Budidaya Tanaman;

Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 22D dan
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan

MEMUTUSKAN:

: UNDANG-UNDANG
TANAMAN.

TENTANG

SISTEM

BUDIDAYA

BAB I

KETENTUAN UMUM
1.
2.

3.
4.
5.

Pasal 1

Budidaya Tanaman adalah usaha terstuktur dan terencana dalam
pengembangan dan pemeliharaan tanaman agar memberikan hasil dan
manfaat secara ekonomi.

Sistem Budidaya Tanaman adalah sistem pengembangan dan
pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya manusia, permodalan,
sarana dan prasarana untuk menghasilkan tanaman untuk memenuhi
kebutuhan pangan, sandang, papan, pakan, kesehatan, industri dan
energi dalam negeri dan memperbesar ekspor secara optimal,
bertanggung jawab, dan lestari.

Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya terkait
dengan sistem Budidaya Tanaman.

6.
7.
8.
9.

Sumber Daya Genetik adalah bahan dari tanaman yang mengandung
unit-unit fungsional pewarisan sifat yang mempunyai nilai nyata
ataupun potensial.

Prasarana adalah segala sesuatu yang menjadi penunjang utama
penyelenggaraan Budidaya Tanaman.

Sarana adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat
dan/atau bahan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan Budidaya
Tanaman.

Benih adalah tanaman atau bagian dari tanaman yang digunakan
untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.

10. Organisme Pengganggu Tanaman, selanjutnya disebut OPT, adalah
semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau
menyebabkan kematian tanaman.

11. Bahan Perlindungan Tanaman adalah bahan kimia sintetis, bahan
alami atau bukan sintetis, jasad hidup, dan bahan lainnya yang
digunakan untuk melindungi tanaman budidaya.
12. Pemuliaan Tanaman yang selanjutnya disebut Pemuliaan adalah
rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan
dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk
dengan memafaatkan ilmu, teknologi, dan seni untuk menghasilkan
varietas baru yang lebih baik.
13. Varietas Tanaman yang selanjutnya disebut Varietas adalah
sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh
bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan
ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat
membedakan dari jenis atau spesies yang sama.

Dobel dg 14. Sumber Daya Genetik adalah bahan tanaman yang mempunyai
kemampuan untuk menurunkan sifat dari satu generasi ke generasi
ayat 6
berikutnya dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemuliaan
serta pengembangan varietas baru tanaman.

15. Standar adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan,
termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus
semua pihak/Pemerintah/ keputusan internasional yang terkait
dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan,
lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
16. Standarisasi adalah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan,
menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi Standar
yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua
Pemangku Kepentingan.

17. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada penyelengara
Budidaya Tanaman, produk, dan proses.

18. Pembudidaya Tanaman selanjutnya disebut Pembudidaya, adalah
petani
dan
kelompok
petani,
atau
badan
usaha
yang
menyelenggarakan Budidaya Tanaman, baik berbentuk badan hukum
atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di
wilayah hukum Republik Indonesia.

19. Petani adalah perseorangan yang membudidayakan tanaman untuk
memperoleh hasil dari tanaman tersebut yang digunakan untuk
kehidupan sehari-hari.
20. Kelompok tani adalah kumpulan petani yang dibentuk atas dasar
kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi, lingkungan sosial,
ekonomi, sumber daya dan keakraban untuk meningkatkan dan
mengembangkan usaha Budidaya Tanaman.
21. Gabungan Kelompok Tani adalah kumpulan beberapa kelompok tani
yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi
dan efisiensi usaha.

22. Badan Usaha Budidaya Tanaman adalah badan usaha baik berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia yang
menyelenggarakan Budidaya Tanaman sebagai kegiatan usahanya.
23. Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan
dengan usaha untuk mendapatkan air guna keperluan Budidaya
Tanaman.

24. Introduksi Sumber Daya Genetik yang selanjutnya disebut Introduksi
adalah memperkenalkan sumber daya genetik unggul ke dalam
wilayah hukum Republik Indonesia untuk kepentingan pemuliaan
tanaman dan Budidaya Tanaman.

25. Rencana Induk Budidaya Tanaman adalah perencanaan secara
menyeluruh penyelenggaraan Budidaya Tanaman yang terintegrasi
dengan perencanaan pembangunan nasional, pembangunan daerah,
dan pembangunan sektoral.
26. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam
peningkatan kesuburan tanah dan menyediakan unsur hara bagi
keperluan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pasal 2

Sistem Budidaya Tanaman dilaksanakan berasaskan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Kedaulatan;
Kemandirian;
Kebermanfaatan;
Keterpaduan dan kebersamaan;
Dayasaing;
Keberlanjutan;
Efisiensi berkeadilan;
Kelestarian fungsi lingkungan dan kearifan lokal

Pasal 3

Sistem Budidaya Tanaman dilaksanakan dengan tujuan untuk:

a. Mengelola dan mengembangkan sumber daya budidaya pertanian secara
optimal, bertanggung jawab, dan lestari;

b. Meningkatkan dan memperluas penyediaan hasil tanaman untuk
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, industri dan
energi dalam negeri dan memperbesar ekspor
c. Meningkatkan daya saing bangsa (terkait kedaulatan, kemandirian dan
ketahanan pangan)

d. Mendorong perluasan dan pemerataan berusaha dan kesempatan kerja

e. Memberikan perlindungan kepada pelaku budidaya dan konsumen hasil
Budidaya Tanaman;
f. Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan pelaku budidaya.
g. Meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dankemakmuran rakyat.
Pasal 4

Ruang lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

penyelenggaraan urusan pemerintahan;
perencanaan;
sumber daya;
penyelenggaraan Budidaya Tanaman;
pembangunan prasarana;
pembinaan;dan
peran serta masyarakat.
BAB II

PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN
Jangat (1)
dicoret
(2)
(3)

(1)

Pasal 5

Presiden berwenang menyelenggarakan
bidang Pembudidayaan tanaman.

urusan

pemerintahan

di

Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Menteri.

Dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(2)
Menteri
melakukan
pengaturan,
pembinaan,
dan
pengembangan Pembudidayaan tanaman.
Pasal 6

Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara bersama-sama atau sesuai
dengan kewenangan masing-masing menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Pembudidayaan tanaman sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.

(2)
(3)
(4)
(5)

(6)

Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Budidaya Tanaman
yang ruang lingkupnya lintas provinsi menjadi urusan Pemerintah.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Budidaya Tanaman
yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan
pemerintah provinsi.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Budidaya Tanaman
yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi
urusan pemerintah kabupaten/kota.

Dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang
Budidaya Tanaman, Pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri,
melimpahkan kepada gubernur selaku wakil Pemerintah, atau
menugasi pemerintah kabupaten/kota.

Ketentuan
mengenai
kewenangan
penyelenggaraan
urusan
sebagaimana
pemerintahan di bidang Pembudidayaan tanaman
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Perundangundangan.
BAB III

RENCANA INDUK BUDIDAYA TANAMAN
(1)
(2)

Pasal 7

Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional disusun sesuai dengan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Rencana Induk
memperhatikan:

Budidaya

Tanaman

Nasional

disusun

dengan

a. daya dukung lingkungan;
b. rencana tata ruang wilayah;

c. kondisi sosial ekonomi kewilayahan; dan

d. kecenderungan perubahan lingkungan global.
(3)

e. Usulan provinsi

Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional memuat:

a. visi, misi, dan strategi;
b. sasaran dan pentahapan;

c. pembangunan sumber daya; dan
(4)

(1)

d. pembangunan sarana dan prasarana.

Diganti dengan kata
pengembangan

Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional disusun untuk jangka
waktu 25 (dua puluh lima) tahun.
Pasal 8

Menteri menyusun Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional.

(2)
(3)

(1)
Diganti
mengacu

(2)
(3)

Penyusunan Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan kementerian dan/atau
lembaga terkait.
Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 9

Kepala Daerah menyusun Rencana Induk Budidaya Tanaman Daerah.

Rencana Induk Budidaya Tanaman Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan Rencana Induk Budidaya Tanaman
Nasional. dan mempertimbangkan kearifan lokal
Rencana Induk Budidaya Tanaman
memperhatikan:
a. daya dukung lingkungan daerah;
b. rencana tata ruang wilayah daerah;

Daerah

disusun

dengan

ditetapkan

dengan

c. kondisi sosial ekonomi kewilayahan;
(4)

d. kecenderungan perubahan lingkungan global; dan
e. keserasian kebijakan antar daerah.
Rencana Induk Budidaya
Peraturan Daerah.

Tanaman

Daerah

Pasal 10

Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional dan Rencana Induk Budidaya
Tanaman Daerah diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah dengan melibatkan masyarakat.
Diganti
Pengambangan

BAB IV

PEMBANGUNAN SUMBER DAYA
Bagian Kesatu

Sumber Daya Alam
Paragraf 1

Sumber Daya Genetik
(1)
(2)
(3)

Pasal 11

Pemerintah melakukan pengelolaan
penyelenggaraan Budidaya Tanaman.

Sumber

Daya

Pengelolaan Sumber Daya Genetik dilakukan
eksplorasi, konservasi, karakterisasi dan evaluasi.

Genetik

melalui

bagi

kegiatan

Pengelolaan Sumber Daya Genetik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertujuan untuk melindungi, melestarikan, memperkaya,

memanfaatkan, dan mengembangkan Sumber Daya Genetik secara
lestari dan berkelanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(1)
(2)

(3)

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

(7)

Pasal 12

Kegiatan eksplorasi Sumber Daya Genetik dilakukan untuk mencari,
mengumpulkan, serta meneliti jenis varietas lokal tertentu.

Kegiatan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
untuk mengamankan dan menyelamatkan varietas-varietas lokal dari
kepunahan akibat penggunaan varietas-varietas unggul baru secara
intensif.

Kegiatan eksplorasi dilakukan pada :
a. daerah sentra produksi;
b. daerah produksi tradisional;
c. daerah terisolir;
d. daerah lereng-lereng gunung;
e. daerah pulau terpencil;
f. daerah suku asli;
g. derah yang menggunakan komoditas Budidaya Tanaman sebagai
makanan pokok;
h. daerah epidemik organisme pengganggu tanaman; dan
i. daerah transmigrasi lama dan baru.
Pasal 13

Kegiatan konservasi Sumber Daya Genetik dilakukan dengan cara in
situ dan ex situ.

Kegiatan konservasi Sumber Daya Genetik in situ sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bersifat pasif dan dilaksanakan hanya dengan
mengamankan tempat tumbuh alamiah sumber daya genetik.

Pemerintah menetapkan kawasan konservasi Sumber Daya Genetik in
situ sebagai suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
Suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diwujudkan dalam
bentuk cagar alam dan suaka margasatwa.

Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diwujudkan dalam bentuk taman nasional, taman hutan raya dan
taman wisata alam.
Kegiatan konservasi Sumber Daya Genetik ex situ sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bersifat aktif dan dilaksanakan dengan cara
memindahkan suatu varietas ke tempat pemeliharaan baru di luar
habitat alamiahnya.
Tempat pemeliharaan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
berupa :

(8)
(9)

a.
b.
c.
d.
e.

kebun koleksi;
tempat penyimpanan
tempat penyimpanan
tempat penyimpanan
tempat penyimpanan

benih;
kultur jaringan;
kultur serbuk sari; dan
kultur bagian tanaman yang lainnya.

Dalam rangka konservasi Sumber Daya Genetik ex situ, Pemerintah
membangun bank gen koleksi benih.

Pembangunan bank gen koleksi benih dapat dilakukan bekerjasama
dengan lembaga penelitian pada perguruan tinggi.

(10) Bank gen koleksi benih berfungsi memberikan layanan permintaan
benih kepada pengguna dalam jumlah tertentu untuk tujuan penelitian
guna pemuliaan tanaman atau pengembangan varietas baru.

(1)
(2)
(3)

(4)
(5)

Pasal 14

Karakterisasi Sumber Daya Genetik bertujuan untuk :
a. mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis; dan
b. mengidentifikasi ciri khas dari suatu varietas tanaman.

Karakterisasi Sumber Daya Genetik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi karakter morfologis , karakter agronomis, karakter
fisiologis, penanda biokimia, dan penanda molekular.
Evaluasi Sumber Daya Genetik bertujuan untuk :
a. mengidentifikasi kandungan senyawa gizi; dan
b. mengetahui reaksi varietas tanaman terhadap cekaman faktor biotik
dan faktor abiotik.

Kegiatan karakterisasi dan evaluasi Sumber Daya Genetik dilakukan
secara bertahap dan sistematis dalam rangka mempermudah upaya
pemanfaatan plasma nutfah.
Kegiatan karakterisasi dan evaluasi Sumber Daya Genetik dilakukan
untuk menghasilkan sumber daya genetik yang berasal dari sifat-sifat
potensial yang siap digunakan dalam program pemuliaan tanaman.
Pasal 15

(1)

Sumber daya genetik bagi penyelenggaraan Budidaya Tanaman wajib
dilindungi, dilestarikan, diperkaya, dimanfaatkan, dan dikembangkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah melakukan inventarisasi, pendaftaran, pendokumentasian,
Sumber
Daya
Genetik
bagi
dan
pemeliharaan
terhadap
penyelenggaraan Budidaya Tanaman.

(2)
(3)
(4)
(5)

(1)
(2)

(3)
Tidak bisa

(1)
(2)
(3)

(1)
(2)
(3)

Inventarisasi, pendaftaran, pendokumentasian, dan pemeliharaan
Sumber Daya Genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat
dilakukan bekerja sama dengan masyarakat.
Dalam rangka inventarisasi, pendaftaran, pendokumentasian, dan
pemeliharaan Sumber Daya Genetik, Pemerintah membangun sistem
informasi sumber daya genetik.

Data pada sistem informasi Sumber Daya Genetik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian,
pengembangan dan penentuan kebijakan.
Pemanfaatan sumber daya genetik sebagaimana dimaksud di atas
dilakukan secara lestari dan berkelanjutan.
Pasal 16

Pemerintah mendorong pengayaan sumber daya genetik bagi
penyelenggaraan Budidaya Tanaman melalui berbagai metode dan
introduksi Sumber Daya Genetik.
Introduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memasukkan, mendatangkan atau memindahkan Sumber Daya
Genetik baik yang berasal dari dalam maupun dari luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Tanaman introduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dijadikan sebagai tanaman komersial atau sebagai bahan persilangan
dalam rangka memperbaiki varietas lokal.
Pasal 17

Pemerintah, perorangan dan/atau badan hukum dapat melakukan
Introduksi Sumber Daya Genetik.

Introduksi Sumber Daya Genetik yang berasal dari luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (2) harus dilakukan dalam bentuk benih atau materi induk.
Ketentuan tentang introduksi Sumber Daya Genetik, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 18

Pemerintah memberikan kemudahan perizinan dan penggunaan
fasilitas penelitian milik pemerintah untuk pengayaan sumber daya
genetik nasional.

Pemasukan dan pengeluaran sumber daya genetik ke dan dari dalam
negara Republik Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Sumber daya genetik yang menghasilkan produk yang memiliki ciri
khas terkait wilayah geografis tertentu dilindungi kelestarian dan
pemanfaatannya dengan hak indikasi geografis.

Paragraf 2

Lahan dan Tata Ruang
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)

Pasal 19

Lahan Budidaya Tanaman terdiri atas lahan terbuka dan lahan
tertutup.

Lahan Budidaya Tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa tanah dan/atau media tanam lainnya.
Lahan terbuka meliputi sawah, ladang dan kebun.

Lahan tertutup meliputi rumah kaca, .............. dan dalam struktur bangunan
Pasal 20

Pembukaan dan/atau pengolahan lahan Budidaya Tanaman dilakukan
dengan menggunakan teknik penyiapan lahan yang ramah lingkungan.
Teknik penyiapan lahan yang ramah
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk :

lingkungan

sebagaimana

a. Mempertahankan kesuburan tanah;
b. Menjamin pengembalian unsur hara;
c. Mencegah erosi permukaan tanah; dan
d. Membantu pelestarian lingkungan.
(1)
(2)

(1)
(2)

(3)
(4)

Pasal 21

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan lahan Budidaya
Tanaman sesuai dengan agroekosistem tanaman.
Agroekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kesesuaian lahan, iklim, sosial ekonomi, dan lingkungan.

meliputi

Pasal 22

Pemerintah dan pemerintah daerah membina, memfasilitasi dan
mengawasi perlindungan, pemeliharaan, pemulihan dan peningkatan
fungsi lahan Budidaya Tanaman.

Pemerintah dan pemerintah daerah membina, memfasilitasi dan
mengawasi pemanfaatan lahan untuk keperluan Budidaya Tanaman
dengan memperhatikan kesesuaian dan kemampuan lahan maupun
pelestarian lingkungan hidup.
Pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
sebagai kawasan budidaya dalam rencana tata ruang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata ruang.
Pemerintah dan pemerintah daerah membina, memfasilitasi dan
mengawasi perlindungan, pemeliharaan, pemulihan dan peningkatan
fungsi lahan Budidaya Tanaman.

(5)

(6)

(1)

(2)

Pemerintah dan pemerintah daerah membina, memfasilitasi dan
mengawasi pemanfaatan lahan untuk keperluan Budidaya Tanaman
dengan memperhatikan kesesuaian dan kemampuan lahan maupun
pelestarian lingkungan hidup, dan disesuaikan dengan ketentuan tata
ruang dan tata guna tanah berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Perubahan rencana tata ruang yang mengakibatkan perubahan
peruntukan Budidaya Tanaman guna keperluan lain dilakukan dengan
memperhatikan rencana produksi Budidaya Tanaman secara nasional.
Pasal 23

Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berkewajiban melindungi
kawasan budidaya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) untuk pengembangan
Budidaya Tanaman secara berkelanjutan.
Perubahan rencana tata ruang yang mengakibatkan perubahan
kawasan budidaya untuk keperluan lain dilakukan dengan
memperhatikan rencana produksi Budidaya Tanaman secara nasional.
Paragraf 3

Iklim dan Perubahan Iklim
(1)
(2)
(3)

(1)

(2)
(3)

Pasal 24

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab memantau,
mengevaluasi, memprakirakan, mendokumentasikan, dan memetakan
pola iklim untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman.
Pemantauan, evaluasi, prakiraan, dokumentasi, dan pemetaan pola
iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara rutin
setiap bulan.
Pola iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi curah hujan,
suhu, sinar matahari, kelembaban udara dan angin.
Pasal 25

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap
sosialisasi atas mempublikasikan informasi hasil pemantauan,
evaluasi, prakiraan, dokumentasi, dan pemetaan pola iklim
disosialisasikan secara terbuka kepada masyarakat agar menjadi
sebagai acuan perencanaan Budidaya Tanaman.
Publikasi informasi pola iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui sistem informasi berbasis website.

Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan pembinaan,
fasilitasi dan mengawasi langkah mitigasi dan adaptasi terhadap
perubahan iklim.

(4)

(1)
(2)

Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dukungan
infrastruktur dan prasarana bagi penyelenggara Budidaya Tanaman
perorangan skala kecil untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Pasal 26

Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan pembinaan,
fasilitasi dan pengawasan langkah mitigasi dan adaptasi terhadap
perubahan iklim.

Mitigasi terhadap perubahan iklim dilakukan dengan mengidentifikasi
dampak negatif perubahan iklim terhadap :
a. terjadinya degradasi sumberdaya lahan dan air;
b. terjadinya kerusakan pada infrastruktur pertanian;
c. timbulnya bencana banjir dan kekeringan; dan

(3)

d. meningkatnya serangan organisme pengganggu tanaman.

Adaptasi terhadap perubahan iklim dilakukan dengan :
a. pengembangan teknik Budidaya Tanaman yang sesuai dengan
kondisi banjir dan kekeringan;

b. implementasi dan pengembangan kalender tanam sebagai pedoman
bagi petani dalam memutuskan pola dan waktu tanam yang sesuai
dengan kondisi iklim dan spesifikasi lokasi;
c. perbaikan dan penyesuaian jaringan irigasi;
d. implementasi gerakan hemat air;

e. penggunaan dan pengembangan varietas-varietas tanaman lokal
yang tahan kering, banjir dan salinitas;
f. mendorong Budidaya Tanaman yang ramah lingkungan; dan
g. optimalisasi pemanfaatan rawa lebak.
Pasal 27

Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dukungan infrastruktur
dan prasarana bagi penyelenggara Budidaya Tanaman perorangan skala
kecil untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
dan kelompok
Paragraf 4

Sumber Daya Air dan Tata Guna Air
(1)
(2)

Pasal 28

Pemerintah dan pemerintah daerah membina dan mengatur
pemanfaatan air untuk Budidaya Tanaman sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab:

a. memberikan jaminan akan ketersediaan air untuk penyelenggaraan
Budidaya Tanaman.

b. menetapkan rencana alokasi dan memberikan hak guna pakai air
untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman secara efisien dan
berkeadilan.
(1)
(2)
(3)

(1)
(2)
(3)
(4)

(1)
(2)

Pasal 29

Pengaturan pemanfaatan sumber daya air untuk Budidaya Tanaman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) diselenggarakan
melalui pengembangan dan pengelolaan jaringan Irigasi.
Pengembangan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pembangunan jaringan irigasi baru dan/atau peningkatan
jaringan irigasi yang sudah ada.

Pengelolaan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi di
daerah irigasi.
Pasal 30

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengembangan dan
pengelolaan jaringan Irigasi sesuai dengan tanggung jawab dan
wewenang masing-masing.
Pengembangan dan pengelolaan jaringan Irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melibatkan petani dan kelompok tani.

Guna mengakomodasi keterlibatan petani dan kelompok tani
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah
memfasilitasi pembentukan perkumpulan petani pemakai air.
Perkumpulan petani pemakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
beranggotakan semua petani yang mendapat manfaat baik langsung
maupun tidak langsung dari dari pengelolaan air dan jaringan irigasi
yang meliputi pemilik sawah, penggarap sawah, pemilik kolam ikan
yang mendapat air dari jaringan irigasi dan pemakai air irigasi lainnya.
Pasal 31

Tata guna air dilaksanakan untuk meningkatkan efisiensi dan
produktivitas pemanfaatan air serta meningkatkan penyediaan air
untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman.

Penyelenggaraan tata guna air dilakukan dengan memperhitungkan
kebutuhan air irigasi, ketersediaan air irigasi dan optimalisasi
pengelolaan sumber daya air.
Bagian Kedua

Sumber Daya Manusia
Paragraf 1

Petani dan Kelembagaan Tani

(1)
(2)

(1)

(2)

(3)
(4)

(1)

(2)

(1)

Pasal 32

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melakukan
pembinaan dan pemberdayaan petani dalam melaksanakan Budidaya
Tanaman.
Pembinaan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui :
a. pendidikan dan pelatihan;
b. penyuluhan dan pendampingan;
c. pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Budidaya
Tanaman;
d. penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan; dan
e. kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi.
Pasal 33

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk
mendorong dan memfasilitasi pembentukan kelembagaan usaha
Budidaya Tanaman bagi petani yang memiliki niat dan tujuan yang
sama bagi peningkatan skala usaha agar mampu memenuhi skala
ekonomi.

Kelembagaan usaha Budidaya Tanaman bagi petani sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibentuk berdasarkan kesamaan niat dan
tujuan untuk meningkatkan skala usaha agar mampu memenuhi
skala ekonomi.

Kelembagaan usaha Budidaya Tanaman bagi petani sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbentuk Kelompok Tani. dengan memperhatikan
kearifan lokal
Beberapa Kelompok Tani yang berkembang dapat membentuk
Gabungan Kelompok Tani.
Pasal 34

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk
membina, memfasilitasi dan mengawasi melakukan pembinaan,
fasilitasi dan pengawasan Kelompok Tani. petani penyelenggara
Budidaya Tanaman agar memberikan manfaat bagi kesejahteraan
anggota, serta mendukung pencapaian kebutuhan hasil budidaya
pertanian tanaman secara nasional dan berkelanjutan.

Pembinaan, fasilitasi dan pengawasan Kelompok Tani bertujuan agar
dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan anggota.
Pasal 35

Pemerintah menetapkan kebijakan pengembangan Kelompok Tani dan
Gabungan Kelompok Tani.

(2)

Kebijakan pengembangan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok
Tani diarahkan pada :
a. peningkatan kemampuan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok
Tani dalam melaksanakan fungsinya;
b. peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan
budidaya tanaman; dan
c. penguatan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani menjadi
organisasi petani yang kuat dan mandiri.
Paragraf 2

Tenaga Kerja Pertanian
(1)

(2)
(3)
(4)

(1)

Pasal 36

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab meningkatkan
keahlian dan keterampilan sumber daya bagi Budidaya Tanaman
tenaga kerja pertanian untuk memenuhi standar kompetensi kerja
nasional indonesia.
Peningkatan keahlian dan keterampilan tenaga kerja pertanian
dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan secara berjenjang.
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi kompetensi yang
terakreditasi.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama lembaga sertifikasi
kompetensi yang terakreditasi dapat melaksanakan pendidikan dan
pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Pasal 37

Pemerintah menetapkan standar kompetensi kerja nasional indonesia
pada bidang Budidaya Tanaman.

Peningkatan keahlian dan keterampilan sumber daya manusia
Budidaya Tanaman dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan
secara berjenjang.

(2)
(3)

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama badan usaha lembaga
sertifikasi kompetensi yang terakreditasi dapat melaksanakan
pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud diatas.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah membina dan mengawasi badan
usaha yang terakreditasi yang menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan tenaga kerja pertanian.

Kepada sumberdaya manusia bagi Budidaya Tanaman tenaga kerja
pertanian yang sudah telah memenuhi standar kompetensi kerja
nasional
Bagaimana dengan
petaniindonesia diberikan sertifikat sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan yang terkait mengatur tentang standarisasi dan
yang tidak tersertifikasi
penilaian kesesuaian.

(1)
(2)

(3)

Pasal 38

Penyelenggara Budidaya Tanaman wajib mengutamakan pemanfaatan
sumber daya manusia tenaga kerja pertanian dalam negeri.

Pemanfaatan sumber daya manusia dari tenaga kerja pertanian luar
negeri dapat dimanfaatkan dilakukan dalam hal terbatasnya sumber
daya manusia dalam negeri yang mempunyai keahlian dan
kemampuan tertentu di bidang Budidaya Tanaman.
Pemanfaaran sumber daya manusia tenaga kerja pertanian dari luar
negeri harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
terkait yang mengatur tentang ketenagakerjaan.
Paragraf 3

Penyuluh Pertanian
(1)
(2)
(3)
(4)

Pasal 39

Pemerintah
dan
Pemerintah
Daerah
bertanggung
jawab
menyelenggarakan penyuluhan bagi penyelenggara Budidaya Tanaman
Pemerintah dan Pemerintah Daerah membentuk kelembagaan
penyuluhan sebagai wadah para penyuluh dalan menjalankan tugas
dan fungsinya.

Masyarakat dan pelaku usaha dapat berperan serta dalam
menyelenggarakan penyuluhan dengan membentuk kelembagaan
penyuluhan swadaya dan kelembagaan penyuluhan swasta.

Penyelenggaraan penyuluhan Budidaya Tanaman dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4

Permodalan
(1)
(2)

Pasal 40

Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi ketersediaan
pembiayaan dengan tingkat bunga yang sesuai untuk Pelaku
Budidaya.

Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam
bentuk:
a. pemberian pinjaman;

b. penyertaan modal; dan/atau
(3)

c. hibah.

Pemerintah mendorong penanaman modal dengan mengutamakan
penanaman modal dalam negeri di bidang usaha Budidaya Tanaman.
BAB V

PEMBANGUNAN PRASARANA
Bagian Kesatu

Standardisasi dan Sertifikasi
Paragraf 1

Standardisasi
(1)
(2)

(1)
(2)

Pasal 41

Menteri
melakukan
perencanaan,
pembinaan,
pengawasan
standarisasi dan sertifikasi di bidang Budidaya Tanaman.
Standarisasi dan sertifikasi diselenggarakan dalam
spesifikasi teknis, sertifikasi proses, pedoman tata cara.

wujud

SNI,

Pasal 42

Menteri dapat menetapkan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan
atau pedoman tata cara.

Pemberlakuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk:
a. Keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan, dan
tumbuhan.
b. Pelestarian fungsi lingkungan hidup.
c. Peningkatan efisiensi dan kinerja
d. Peningkatan daya saing

(1)
(2)

Pasal 43

Menteri mengawasi seluruh pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan
atau pedoman tata cara.

Menteri berkoordinasi dengan menteri terkait setiap sarana Budidaya
Tanaman yang beredar yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis,
dan atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib.
Paragraf 2
Sertifikasi

(1)
(2)

Pasal 44

Sertifikasi meliputi sertifikasi sarana produksi, proses penyelenggaraan
budidaya, dan sertifikasi hasil Budidaya Tanaman.

Sertifikasi yang dimaksud memenuhi persyaratan standar nasional,
regional, dan internasional.

(3)

(1)

(2)
(3)

Pemerintah menerapkan standar nasional Indonesia terhadap hasil
Budidaya Tanaman impor.
Pasal 45

Pemeritah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk
melaksanakan pembinaan dan fasilitasi terhadap penyelenggara
budidaya perseorangan untuk dapat memenuhi persyaratan sertifikasi
sebagaimana yang dimaksud di atas
Lembaga sertifikasi yang dapat melakukan sertifikasi harus terdaftar di
Komite Akreditasi Nasional (KAN)

Pemerintah dan pemerintah daerah melaksankan pengawasan proses
sertifikasi di wilayah Republik Indonesia
Bagian Kedua
Infrastruktur

(1)
(2)

(3)

Pasal 46

Pemerintah
dan
Pemerintah
Daerah
menjamin
tersedianya
infrastruktur bagi penyelenggaraan Budidaya Tanaman
Infrastruktur sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
meliputi:
a. Fasilitas jaringan sumber daya air;
b. Fasilitas jaringan transportasi;
c. Fasilitas jaringan energi dan kelistrikan;
d. Fasilitas jaringan komunikasi; dan
e. Fasilitas pasar.
Penyediaan Infrastuktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan melalui:
a. Pengadaan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang
pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
b. Pola kerjasama antara Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
dengan perseorangan, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, dan Badan Usaha Swasta.
c. Pengadaan yang dibiayai sepenuhnya oleh perseorangan atau badan
usaha.
Bagian Ketiga

Pengembangan Teknologi
Pasal 47

(1)
(2)

(3)
(4)

Dalam rangka mengembangkan inovasi dan teknologi Budidaya
Tanaman, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab
melakukan penelitian dan pengembangan secara berkesinambungan.

Pelaksanaan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilarang membahayakan kesehatan manusia, merusak
keanekaragaman hayati, dan mengancam kelestarian fungsi
lingkungan hidup.

Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan dengan cara bekerjasama dengan lembaga penelitian,
lembaga pendidikan, pelaku budidaya, dan/atau masyarakat.
Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa bantuan
pendanaan dan fasilitasi bagi lembaga penelitian, lembaga pendidikan,
pelaku budidaya, dan/atau masyarakat.
Bagian Keempat
Informasi

(1)
(2)
(3)

Pasal 48

Pemerintah dan Pemerintah Daerah membangun Sistem Informasi
Budidaya Tanaman untuk mendukung penyelenggaraan Budidaya
Tanaman.

Sistem Informasi Budidaya Tanaman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berbasis teknologi informasi yang dapat diakses secara
terbuka.
Sistem Informasi Budidaya Tanaman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memuat :
a. sarana produksi;

b. prasarana produksi;

c. kesesuaian agroklimat;
d. pedoman budidaya;

e. pola iklim dan pola tanam;

f. luas tanam dan luas panen; dan
g. perkembangan harga.
(1)
(2)

Pasal 49

Kelompok Tani dan Badan Usaha Budidaya Tanaman wajib harus
menyampaikan informasi mengenai kegiatan Budidaya Tanaman.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengelola informasi mengenai
kegiatan Budidaya Tanaman tersebut menjadi data yang digunakan
sebagai acuan dalam penyusunan Sistem Informasi.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan pengelolaan informasi pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI

PENYEDIAAN SARANA PRODUKSI
Bagian Kesatu
Benih

(1)
(2)

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Pasal 50

Benih yang digunakan untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman
berasal dari varietas unggul dan bermutu.
Pengembangan varietas unggul dilakukan melalui kegiatan pemuliaan
tanaman.
Pasal 51

Pemerintah mendorong perseorang dan
melaksanakan kegiatan pemuliaan tanaman.

badan

hukum

untuk

Pemerintah menyediakan dan melindungi sumber daya genetik yang
dibutuhkan untuk pengembangan varietas.
Pemerintah meningkatkan kapasitas orang perorangan dan badan
usaha untuk melakukan pengembangan varietas.
Pemerintah memberikan fasilitas perlindungan terhadap varietas yang
dikembangkan oleh petani perorangan.

Fasilitas perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa
pembebasan biaya perlindungan varietas tanaman.
Pasal 52

Dalam hal hasil pemuliaan dan varietas baru yang diintroduksikan
menggunakan teknologi rekayasa genetik, pendaftaran peredarannya harus
memenuhi persyaratan keamanan hayati.
(1)
(2)
(3)

Pasal 53

Varietas hasil pemulian dalam negeri dan introduksi yang akan
diperjualbelikan harus dilakukan pendaftaran kepada pemerintah.

Dalam proses pendaftaran dilakukan pengujian sesuai dengan kaidah
pemuliaan.

Dalam hal varietas yang dihasilkan oleh petani perseorangan maka
Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara aktif melakukan
pendaftaran atas varietas yang akan diperjualbelikan.

(4)

Tata cara pendaftaran varietas diatur dengan Peraturan Menteri.

(1)

Benih yang diperjualbelikan adalah benih dari varietas unggul yang
memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah melalui
proses sertifikasi.

(2)
(3)

(1)
(2)
(3)

(1)
(2)
(3)

(4)
(5)
(6)
(7)

Pasal 54

Pemerintah bertanggung jawab membina produsen/penangkar benih
agar mampu menghasilkan benih yang bermutu sesuai dengan standar
yang ditetapkan

Dalam hal benih yang dihasilkan petani perseorangan, maka
Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara aktif memfasilitasi proses
sertifikasi.
Pasal 55

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap
pengadaan, peredaran dan penggunaan benih.
Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Fungsional Pengawas Benih Tanaman.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 56

Setiap orang yang memasukkan benih ke dalam dan/atau
mengeluarkan benih keluar wilayah negara Republik Indonesia harus
mendapatkan izin.

Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan
mempertimbangkan ketersediaan dan kebutuhan benih dalam negeri.
Ketentuan mengenai tata cara pemberian izin pemasukan benih ke
dalam dan/atau pengeluaran benih ke luar wilayah negara Republik
Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri.
Pemerintah, perorangan dan/atau badan hukum dapat melakukan
Introduksi Sumber Daya Genetik baik yang berasal dari dalam
maupun luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Introduksi Sumber Daya Genetik yang berasal dari luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan dalam bentuk benih atau materi induk.
Introduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh
Pemerintah, perorangan dan/atau badan hukum.
Ketentuan tentang introduksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Pupuk

(1)
(2)
(3)

(1)
(2)

(1)
(2)
(3)

(1)
(2)

(1)

Pasal 57

Setiap orang wajib memproduksi dan/atau mengedarkan Pupuk yang
memenuhi jenis dan standar mutu.
Jenis dan standar mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Pemerintah dan dilaksanakan melalui sertifikasi
produk.

Penetapan jenis dan standar mutu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit memperhatikan kesesuaian dengan kondisi iklim,
kondisi lahan, keamanan bagi Pembudidaya Tanaman, ramah
lingkungan, dan tidak mengganggu kepentingan umum.
Pasal 58

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan pupuk
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 38 ayat (1) sesuai dengan
kebutuhan dan harga keekonomian.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap
pengadaan dan peredaran pupuk.
Pasal 59

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan dan
fasilitasi produksi pupuk organik berbasis bahan baku setempat.
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
meliputi pendidikan, pelatihan, dan/atau penyuluhan bagi petani dan
kelompok tani serta produsen pupuk organik.

Fasilitasi produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
meliputi pemberian pinjaman, bantuan dan hibah teknologi dan
sarana produksi.
Pasal 60

Pemerintah mendorong penggunaan pupuk produksi dalam negeri oleh
Pembudidaya Tanaman.
Dalam rangka mendorong penggunaan pupuk produksi dalam negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah memberikan fasilitas
berupa subsidi harga, potongan harga, dan kredit pembelian.
Pasal 61

Penggunaan pupuk harus disesuaikan dengan karakteristik tanah,
kebutuhan tanaman, keberlanjutan penyelenggaraan Budidaya

(2)
(3)

Tanaman, tidak merusak lingkungan, dan mengganggu kepentingan
umum.

Pemerintah melaksanakan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan
terhadap tata cara penggunaan dan penyimpanan pupuk.

Ketentuan lebih lanjut terhadap pembinaan, pengaturan, dan
pengawasan terhadap tata cara penggunaan dan penyimpanan pupuk
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga

Bahan Perlindungan Tanaman
(1)

(2)
(3)

(4)

(1)
(2)
(3)
(4)

(1)

Pasal 62

Bahan perlindungan tanaman yang beredar di wilayah Republik
Indonesia wajib memenuhi standar mutu, terdaftar, terjamin
efektifitasnya, aman terhadap manusia dan lingkungan hidup, serta
diberi label

Bahan perlindungan tanaman dapat berupa pestisida nabati, agensia
hayati, dan pestisida berbasis bahan kimia anorganik
Bahan perlindungan tanaman yang digunakan disesuaikan dengan
jenis organisme pengganggu, tingkat serangan, hasil pertumbuhan
tanaman, kondisi lingkungan, dengan menjaga keberlanjutan
penyelenggaraan Budidaya Tanaman, kelestarian lingkungan, dan
tidak mengganggu kepentingan umum

Penyelenggaraan
Budidaya
Tanaman
dilaksanakan
dengan
mengutamakan penggunaan bahan perlindungan tanaman yang
diproduksi dalam negeri.
Pasal 63

Pemerintah menetapkan standar mutu bahan perlindungan tanaman
yang diedarkan.

Pemerintah menjamin ketersediaan bahan perlindungan tanaman
sesuai dengan kebutuhan, standar mutu, dan standar harga.
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap
peredaran bahan perlindungan tanaman.

pengadaan

dan

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan dan
fasilitasi produksi bahan perlindungan tanaman untuk penyelenggara
Budidaya Tanaman dalam kelompok berbasis pada bahan baku
setempat.
Pasal 64

Pemerintah melarang produksi dan peredaran bahan perlindungan
tanaman yang dianggap berbahaya bagi penyelenggaraan Budidaya

(2)
(3)

Tanaman, merusak lingkungan, mengganggu kesehatan manusia dan
mengganggu kepentingan umum.

Pemerintah melaksana