KEPUTUSAN INSPEKTUR NO 21 TAHUN 2015 RESIZE

.

,

,

キMセ}G

Ig·

013354

KEPUTUSANINSPEKTUR
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR .7..\. TAHUN 2015
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN SISTEM PENGENDALIAN GRATIFIKASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
INSPEKTUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang


:

a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11, Pasal 15 dan
Pasal 18 Peraturan Gubernur Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Sistem Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, perlu menetapkan
Keputusan Inspektur tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem
Pengendalian Gratifikasi;
,

Mengingat

,\i:,j

'.

",

I,


I
\

'j

NG A セO

..

OI':ZヲセGB

:

.',

"

,

'\

Bセ

\'

GセB

\' ",
V;;,

jGセ Li Z

\\>.,....
" ' \ ' .. -', セ
...-....; .....MNセ

.

v

セャM ᄏ


,.' '.\/

.

1. Undang-Undang
Nomor
28
Tahun
1999
tentang
Penyeienggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme;
2. Undang-Undang Nom'or 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
3. Undang-undang Nomor 29 tahun' 2007 tentang Pemerintahan
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4744);
4. Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5494);
6. Undang-Undang 23 Tahun 2014lent111lg Pemerintahan Daerah;
7. Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;

:::


, セiO
".]

'

r"
r.L

r,'.

d

I

,r.\

d ".l

j;.


016620

vjセス

1

C4.t

11. Peraturan Oaerah NomoI' 12 tahun 2014 tentang Organisasi
Perangkat Oaerah;
12. Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2014 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Inspektorat;
13. Peraturan Gubernur セiッイョ
87 Tahun 2014 tentang Sistem
Pengendalian Gratifil:asi di Lingkungan Pemerintah Provinsi OKI
Jakarta.
MEMUTUSKAN :

Menetapkan


KEPUTUSAN INSPEKTUR TENTANG
SISTEM PENGENOALIAN GRATIFIKASI

PETUNJUK

PELAKSANAAN

KESATU

Materi muatan Keputusan Inspektur tentang Petunjuk Pelaksanaan
Sistem Pengendalian Gratifikasi adalah sebagaimana tersebut dalam
lampiran Keputusan Inspektur ini yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Keputusan ini.

KEOUA

Keputusan Inspektur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,
dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekurangan
akan dilakukan penyesuaian sebagaimana mestinya.


Oitetapkan di Jakarta
pada tanggal 'B J W\.l :La \

Tembusan:
1. Gubernur Provinsi OKI Jakarta;
2. Wakil Gubernur Provinsi OKI Jakarta;
3. Sekretaris Oaerah Provinsi DKI Jakarta;
4. Para Asisten Sekretaris Oaerah Provinsi OKI Jakarta;
5. Para AuditorjP2UPO di Iingkungan Inspektorat Provinsi DKI Jakarta.

2

s

Lampiran

Kepulusan Inspektur Namar:H Tahun 2015
Ton9981.... 1.6 J W'\A :lotS"
Prosedur dan Mekanisme Pengendalian Gratifikasi


PROSEDUR DAN MEKANISME
PENGENDALIAN GRATIFIKASI

INSPEKTORAT
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Halaman 1

I

30

"

KATA PENGANTAR
Prosedur dan Mekanisme Pengendalian Gratifikasi ini dimaksudkan untuk memberikan
pedoman dan panduan bagi Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) dalam menangani pelaporan
gratifikasi, baik di tingkat Provinsi dan Kota/Kabupaten Administrasi sebagai tindak lanjut .
penanganan pelaporan gratifikasi dari pejabat dan pegawai di Lingkungan Pemerintah
Provinsi OKI Jakarta.

Penggunaan Prosedur dan Mekanisrne Pengendalian Gratifikasi ini berpedoman pada
Peraturan Perundang-undangan dan tujuannya agar semua pihak terkait memiliki
pemahaman yang sama dalam pelaksanaan pengendalian gratifikasi ini, oleh karena itu
harus dilaksanakan oleh Unit Pengendalian Gratifikasi secara konsisten dan
bertanggungjawab.
Seianjutnya sangat diharapkan komitmen dari berbagai pihak untuk dapat mendukung
Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Provinsi OKI Jakarta agar benar-benar
mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya, khususnya bagi pejabat/pegawai
Pemerintah Provinsi OKI Jakarta dalam upaya mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang
baik dan bersih dari perilaku Tindak Pidana Korupsi.
Akhirnya kepada semua pihak terkait yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indonesian
Corruption Watch (ICW) dan pihak-pihak lain yang telah berkontribusi dalam menyusun
Prosedur dan Mekanisme Pengendalian Gratifikasi ini, saya ucapkan terima kasih.
Jakarta,

2015

Inspektur Provinsi
Oaerah Khusus Ibukota Jakarta,

Lasro Marbun
NIP 196412011987011002

Halaman 2

I

30

DAFTAR lSI
BAB I PENDAHULUAN
a.
b.
c.
d.

ᄋNセ

.

Latar Belakang
Maksud dan Tujuan
Ruang Lingkup
Ketentuan Umum

.
..
.
.

BAB II KATEGORI.

,

.

A. Gratifikasi yang Wajib Dilaporkan .. "

..

B. Gratifikasi yang terkait kedinasan
C. Gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan

.
.

BAB III TUGAS Unit Pengendalian Gratifikasi (Unit Pengendalian
Gratifikasi)
.
BAB IV RINCIAN TUGAS Unit Pengendalian
Gratifikasi

.

A. Unit Pengendalian Gratifikasi
Provinsi.
B. Unit Pengendalian Gratifikasi Wilayah
Kota/Kabupaten

..
.

BAB V PROSEDUR DAN MEKANISME PELAPORAN

..

A. Pelapor
1. Laporan penolakan gratifikasi
2. Laporan penerimaan gratifikasi
3. Tindaklanjut arahan/keputusan Unit Pengendalian Gratifikasi/KPK atas laporan
penerimaan gratifikasi ..........
B. Tim Unit Pengendalian
Gratifikasi.
1. Sekretariat.
2. Sekretaris
3. Ketua
4. Anggota

.
.
.

BAB VI PENELAAHAN

.

A. Prinsip
B. Aspek
C. Rekomendasi.

.
.
.

..
..
.
.
.

,

Halaman 3

I

30

BAB VII PENGAWASAN

..

A. Pribadi yang bersangkutan
B. Atasan langsung
,
C. Teman sejawat.
D. Bawahan
E. Pihak ketiga
F. Aparat penegak hukum sesuai ketentuan perundang-undangan

.
.
.
.
.
.

BAS VIII SANKSI

.

BAS IX PENGHARGAAN
SAS X SATAS WAKTU PELAPORAN
BAS XI LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran

I
II
III
IV

Lampiran V
Lampiran V
Lampiran VI
Lampiran VII
Lampiran VIII

;

.
.
..

Formulir Pelaporan Penolakan Penerimaan Gratifikasi.
.
..
Formulir Pelaporan Penerimaan Gratifikasi
Formulir Tanda Terima Pelaporan Penerimaan Gratifikasi
.
Formulir Lembar Disposisi Ketua/Sekretaris Tim Unit Pengendalian
Gratifikasi
.
Formulir Berita Acara Pelaksanaan Penelaahan Pelaporan Penerimaan
Gratifikasi.
.
Format Register Barang/Uang/Fasilitas Penerimaan Gratifikasi.
.
Formulir Laporan Rekapitulasi Penanganan dan Tindak Lanjut Pelaporan
..
Penerimaan dan Penolakkan Gratifikasi
Formulir Register Barang/Uang/Fasilitas Penerimaan Gratifikasi.
Formulir Keputusan Penentuan Pemanfaatan.

BAS XII PENUTUP

.

Halaman 4

I

30

BABI

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah Provinsi Oaerah OKI Jakarta senantiasa berupaya mewujudkan
asas-asas penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 58
Undang-Undang 23 Tahun 2014tentang Pemerintahan Oaerah dan asas-asas umum
Pemerintahan yang baik sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 10 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, agar penyelenggaraan
Pemerintahan Provinsi OKI Jakarta membawa kontribusi yang terhadap aparatur,
Pemerintah Provinsi OKI Jakarta dan masyarakat. Salah satu upaya dalam rangka
mewujudkan hal tersebut, adalahdengan membangun integritas, harkat, martabat,
kehormatan dan kemuliaan Aparatur Sipil Negara Pemerintah Provinsi OKI Jakarta.
Pembangunan integritas, harkat, martabat, kehormatan dan kemuliaan Aparatur Sipil
Negara Pemerintah Provinsi OKI Jakarta dilakukan dari berbagai dimensi antara lain
melalui Sistem Pengendalian Gratitikasi. Gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12B
dan 12C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 dapat menjadi salah satu bentuk tindak pidana korupsi.
Pengendalian Gratifikasi merupakan bag ian dari upaya perlindungan, kepastian,
transparansi dan akuntabilitas atas penyelenggaraan tugas aparatur. Oleh karena itu,
untuk menjaga hubungan dan integritas dengan mitra maupun para pemangku
kepentingan, Pemerintah Provinsi OKI Jakarta telah menetapkan 'Peraturan Gubernur
Nomor 87 Tahun 2014 tentang Sistem Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Untuk mempermudah implementasi pengendalian gratifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Gubernur Nomor 87 Tahun 2014, perlu ditetapkan Prosedur
dan Mekanisme Pengendalian Gratifikasi. Petunjuk Pelaksanaan ini merupakan tata
kelola pengendalian gratifikasi oleh Unit· Pengendalian Gratifikasi (UPG) dalam
menjalankan tugas dan fungsinya serta oleh pejabat/pegawai Pemerintah Provinsi OKI
Jakarta dalam menerima, memberi, menolak dan melaporkan gratifikasi. .
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Petunjuk Pelaksanaan ini dimaksudkan sebagai petunjuk teknis pengendalian
gratifikasi bagi Unit Pengendalian Gratifikasi dan seluruh pejabat/pegawai Pemerintah
Provinsi OKI Jakarta.
2. Tujuan
a. Memberikan kepastian bagi seluruh Pejabat/Pegawai Pemerintah Provinsi OKI
Jakarta mengenai proses dan mekanisme penolakan, penerimaan, pemberian,
pelaporan gratifikasi, dan tindak lanjut penanganannya sesuai ketentuan
perundang-undangan.
b. Mewujudkan tertib administrasi dan tindakan pengendalian gratifkasi oleh
Inspektorat.

Halaman 5

I

30

..

"

C. Ruang Lingkup
1. Prosedur dan Mekanisme Pelaporan;
a. Laporan
1) Laporan penolakan gratifikasi;
2) Laporan penerimaan gratifikasi; dan
3) Tindaklanjut arahan/keputusan Unit Pengendalian GratifikasilKPK atas laporan
penerimaan gratifikasi
b. Tim Unit Pengendalian Gratifikasi
1) Ketua;
2) Sek,etaris
3) Anggota; dan
4) Sekretariat
2. Tata Cara Penelaahan;
a. Prinsip;
b. Aspek; dan
c. Rekomendasi.
3. Penentuan Pemanfaatan Penerimaan
a. Oikembalikan kepada Pemberi Gratifikasi, atau;;
b. Oisumbangkan kepada yayasan/panti sosial atau lembaga sosial lainnya dan/atau
dimusnahkan; atau
c. Oigunakan oleh Penerima untuk menunjang kinerja; atau
d. Oimanfaatkan oleh Pemerintah Oaerah untuk kegiatan operasional, sebagai
barang display, atau perpustakaan.
D. Ketentuan Umum
Oalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. Komisi Pemberantasan Korupsi yang selanjutnya disingkat KPK adalah lembaga
negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan
bebas dari pengaruh kekuasaan manapun sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
2. Provinsi Oaerah Khusus Ibukota Jakarta, selanjutnya disebut Provinsi OKI Jakarta,
adalah Provinsi Oaerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pemerintah Oaerah adalah Gubernur dan Perangkat Oaerah .sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Provinsi OKI Jakarta.
4. APBO adalah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Oaerah
5. Gubernur adalah Kepala Oaerah Provinsi OKI Jakarta.
6. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi OKI Jakarta.
7. Inspektorat adalah Inspektorat Provinsi OKI Jakarta.
8. Inspektur adalah Inspektur Provinsi OKI Jakarta.
9. Satuan Kerja Perangkat Oaerah yang selanjutnya disingkat SKPO adalah Satuan
Kerja Perangkat Oaerah Provinsi OKI Jakarta.
Halaman 6

I

30

10. Unit Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat UKPD adalah Unit Kerja
Perangkat Daerah atau bagian atau subordinat dari SKPD.
11. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah pegawai negeri sipil
dan pegawaipemerintah daerah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat
pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau
diserahi tugas pemerintah daerah dan digaji bEJrdasarkan peraturan perundangundangan.
12. Pegawai Non ASN adalah Tenaga yang bekerja pada SKPD/UKPD yang bukan
termasuk ASN.
13. Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disingkat CPNS adalah warga
negara Indonesia yang melamar, lulus seleksi, dan diangkat untuk dipersiapkan
menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
14. Pejabatlpegawai adalah GUbernur, Wakii Gubernur, Pegawai Negeri Sipil Daerah,
Cajon Pegawai N.egeri Sipi! Daerah, Dewan Komisaris SUMO, Direksi SUMO,
pegawai SUMO, Pegawai Non ASN, Pegawai tidak tetap, Pegawai harian, Pegawai
yang bekerja untuk dan atas nama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ..
15. Unit Pengendalian Gratifikasi se lanjutnya disingkat.. UPG adala h unit khusus non
struktural yang dibentuk di Inspektorat untuk melakukan tugas dan fungsi proses
pengendalian gratifikasi melalui peningkatan pemahaman dan kesadaran pelaporan
gratifikasi sesuai peraturan perundang-undangan.
16. Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yaitu meliputi penerimaan atau
pemberian uang/setara 'uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cumacuma dan fasilitas lainnya.
17. Gratifikasi yang dianggap Suap adalah gratifikasi yang diterima oleh pejabatlpegawai
Pemerintah Daerah, yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya.
18. Kedinasan adalah seluruh aktivitas resmi pejabatlpegawai Pemerintah Daerah yang
sah dalam pelaksanaan tu.gas, fungsi dan jabatannya.
19. Kode Etik dan Perilaku Aparatur adalah pedoman yang menjelaskan etika dan tata
perilaku aparatur untuk melaksanakan praktek penyelenggaraan pemerintahan yang
baik sesuai asas penyelenggaraan pemerintahan dan asas umum pemerintahan
yang baik.
20. Program Pengendalian Gratifikasi atau selanjutnya disebut PPG adalah program
kegiatan untuk membangun sistem pengendalian praktik-praktik gratifikasi yang
meliputi tahap pengenalan, implementasi, monitor dan evaluasi atas sistem yang
dimaksud.

Halaman 7

I

30

BAB II
KATEGORI
A. Gratifikasi yang Wajib Dilaporkan
Gratifikasi dalam kategori ini merupakan penerimaan dalam bentuk apapun yang diperoleh
PejabatlPegawai dari pihak-pihak yang diduga memiliki keterkaitan dengan jabatan
dan/atau tugas penerima, Gratifikasi tersebut haruslah' merupakan penerimaan yang
dilarang atau tidak .sah secara hukum, Oengan kata lain, sesuai dengan rumusan Pasal
12B, hal itu disebut juga gratifikasi yang bertentangan dengan kewajiban atau tugas
Pejabat/Pegawai.
Oalam praktik, seringkali terdapat gratifikasi yang terkait dengan jabatan dan/atau tugas
penerima akan tetapi, penerimaan tersebut sah secara hukum, Misal: seorang bend ahara
penerimaan yang menerima uang dari pihak lain sebagai bagian dari pelaksanaan
tugasnya yang sah, Jika dilihat dari dad sudut pandang gratifikasi yang terkait dengan
jabatan, maka penerimaan tersebut telah memenuhi unsur"berhubungan dengan jabatan",
Akan tetapi, penerimaan tersebut bukanlah hal yang dilarang dalam konteks Pasal 12B,
karena si bendahara memang mempunyai kewenangan untuk menerima uang tersebul.
Oengan kata lain, penerimaan tersebut sah secara hukum sehingga tidak berlawanan
dengan tugas dan kewajibannya,
Contoh lain yang dapat dibandingkan dengan hal di atas adalah penerimaan oleh petugas
yang memang berwenang untuk menerima pungutan dari masyarakat. Misal: dalam
pengurusan 81M, 8TNK, pernikahan, atau surat lain yang berdasarkan peraturan yang ada
dibebankan kepada masyarakat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak, Logika yang
same; dengan bendahara penerima tadi dapat diterapkan di sini. PejabatiPegawai tidak
dapat dikatakan melanggar Pasal 12B hanya karena ia menerima sesuatu yang terkait
dengan jabatannya, Jika penerimaan itu dibenarkan berdasarkan peraturan perundangundangan yang ada, maka hal tidak dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang dianggap
suap,
Oi bawah ini adalah contoh-contoh gratifikasi yang berkembang dalam praktik yang wajib
dilaporkan oleh penerima gratifikasi pada KPK, antara lain gratifikasi yang diterima:
1, terkait dengan pemberian layanan pada masyarakat
2, terkait dengan tugas dalam proses penyusunan anggaran
3, terkait dengan tugas pengawasan, pemeriksaan, audit, monitoring, reviu dan evaluasi;
4, terkait dengan pelaksanaan perjalanan dinas (note: diluar penerimaan yang sah/resmi
dari instansi PNIPn);
5, dalam proses penerimaan/promosi/mutasi pegawai;
6, dalam proses komunikasi, negosiasi dan pelaksanaan kegiatan dengan pihak lain
terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya;
7, sebagai akibat dari perjanjian kerjasama/kontrak/kesepakatan dengan pihak lain yang
bertentangan dengan undang-undang;
8, sebagai ungkapan terima kasih sebelum, selama atau setelah proses pengadaan
barang dan jasa;
g, dalam pelaksanaan pekerjaari yang terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan
kewajiban/tugasnya; dan
10, dari Pejabatlpegawai atau Pihak Ketiga pad a hari raya keagamaan,
,

"

Halaman 8

I

30

Selain bentuk-bentuk gratifikasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas Pejabat/Pegawai
yang wajib dilaporkan seperti disebut di alas, terdapat penerimaan lain yang berada dalam
ranah adat i5tiadat, kebiasaan, dan norma yang hidup di masyarakat yang perlu dicermati.
Penerimaan terkait dengan adat dan kebiasaan iersebut dalam kondisi tertentu memiliki
potensi disalahgunakan pihak lain untuk mempengaruhi Pejabat/Pegawai baik secara
lang sung atau tidak langsung.
Di bawah ini adalah contoh penerimaan gratifikasi tersebut yang jika ditinjau dari segala
keadaan (circumstances) dapat dianggap terkait dengan jabatan Pejabat/Pegawai yang
menerimanya sehingga wajib dilaporkan, antara lain:
1. pemberian karena hubungan keluarga, yaitu dari kakek/nenek, bapaklibu/mertua,
suami/istri, anak/menantu, cucu, besan, paman/bibi, kakak/ adik/ ipar, sepupu, dan
.
keponakan yang memiliki konflik ォ・ーセエゥョァ。[
2. penerimaan uang/barang oleh pejabat/pegawai dalam suatu kegiatan seperti pesta
pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara
agama/adat/tradisi lainnya yang melebihi Rp1.000.000,OO (satu juta rupiah) per
pemberian per orang;
3. pemberian terkait dengan rnusibah atau bencana yang dialami oleh penerima,
bapak/ibu/mertua, suami/istri, atau anak penerima gratifikasi yang melebihi
Rp1.000.000,OO (satu juta rupiah) per pemberian per orang;
4. pemberian sesama Pegawai dalarn rangka pisah sambut, pensiun, promosi jabatan,
dan ulang tahun yang tidak dalarn bentuk uang atau tidak berbentuk setara uang (cek,
bilyet gori, saham, deposito, voucher, pulsa, dan lain-lain) yang melebihi nilai yang
setara dengan Rp300.000,OO (tiga ratus ribu rupiah) per pemberian per orang dengan
total pemberian Rp1.000.000,OO (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi
yang sama; dan
5. pernberian sesama rekan kerja tidak da!am bentuk uang atau tidak berbentuk setara
uang (cek, bilyet gori, saham, deposito, voucher, puisa, dan lain-lain) yang melebihi
Rp200.000,OO (dua ratus ribu rupiah) per pemberian per orang dengan total pernberian
maksimal Rp1.000.000,OO (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang
sama.
Gratifikasi seperti yang disebut pada butir 1 ditekankan pada aspek ada atau tidak konflik
kepentingan dalarn pemberian tersebut. Hal ini berangkat dari pemaharnan bahwa
pemberian dari keluarga sedarah atau semenda dapat saja menjadi gratifikasi yang
dianggap suap jika ternyata ada hubungan pekerjaan antara pemberi dan penerirna dilihat
dari jabatan, tugas dan wewenang Pejabat/Pegawai. Contoh kasus: seorang ayah yang
bekerja sebagai Penyelenggara Negara menerima hadiah dari anaknya yang berprofesi
sebagai pengusaha yang lingkup pekerjaannya terkait dengan kewenangan ayahnya. Jika
dilihat dari aspek hubungan keluarga sedarahantara ayah dan anak, maka pemberian
tersebut merupakan hal yang wajar. Akan tetapi, pernberian tersebut memiliki potensi
konflik kepentingan dengan sang ayah dalam pelaksanaan tugasnya, sehingga
penerimaan itu haruslah dilaporkan.
Da/am momen lain seperti kematian keluarga, praktik penerimaan gratifikasi juga patut
diperhatikan.
Pejabat/Pegawai tetap
perlu
hati-hati karena
adanya
potensi
penyalahgunaan situasi oleh pihak pernberi. Putusan Mahkamah Agung No. 77 KlKr/1973
tanggal 19 Novernber 1974 memberikan contoh kasus yang kongkrit, ketika terdakwa
dinyatakan bersalah melakukan korupsi rnenerima hadiah walaupun menurut
Halaman 9

I

30

,.

anggapannya uang yang ia terima tersebut dalam hubungan dengan kematian
keluarganya. Bahkan uang tersebut tidak diterima langsung oleh terdakwa, melainkan
diterima oleh istridan anak-anak terdakwa. Oleh karena itu perlu disampaikan adanya
kewajiban pelaporan gratifikasi dengan batasan jumlah tertentu yang jika ditinjau dari
segala keadaan (circumstances) dapa!. dianggap sebagai jumlah yang wajar dan tidak
akan mempengaruhi pihak penerima gratifikasi. seperti terdapat pada poin (3) dalam hal
gratifikasi diterima terkait musibah.
Gratifikasi seperti yang disebut pada butir 2 sampai dengan 5 berada di ranah adat istiadat
dan kebiasaan. Pembatasan nilai perlu diatur untuk mencegah praktik pemberian hadiah
dan kebiasaan menjadi
yang semula merupakan ekspresi dari nilai-nilai luhur 。、エセゥウ
disalahgunakan untuk mempengaruhi jabatan PejabatlPegawai baik secara langsung atau
tidak langsung. Sehingga, setiap pemberian dalam konteks kultural, adat-istiadat dan
kebiasa.an yang melebihi batasan nilai seperti terdapat di butir 2 sampai dengan 5 dapat
dianggap terkait dengan jabatan penerima.
B. Gratifikasi Yang Terkait Kedinasan
Oalam acara resmi kedinasan atau penugasan yang dilaksanakan oleh PejabatlPegawai,
pemberian-pemberian seperti plakat, cinderamata, goody bag/gimmick dan fasilitas
pelatihan lainnya merupakan praktik yangdianggap wajar dan tidak berseberangan
dengan standar etika yang berlaku. Penerimaan tersebut juga dipandang dalam konteks
hubungan antar lembaga/instansi. Bahkan pola hubungan seperti itu juga ditemukan dalam
relasi antar Negara. Seringkali dalam kunjungan-kunjungan kenegaraan PejabatlPegawai
saling bertukar cinderamata.
Secara filosofis, gratifikasi yang diterima oleh PejabatlPegawai tersebut ditujukan atau
diperuntukkan kepada lembaga/instansi, bukan kepada p'ersonal yang mewakili instansi
tersebut. Artinya siapapun yang ditugaskan mewakili instansi tersebut mendapat perlakuan
yang sarna dari lembaga/instansi pemberi.
Oalam praktiknya, kadang kala menimbulkan kebingungan terkait siapa yang berwenang
untuk memiliki atau menikmati penerimaan tersebut. Karena pada kenyataannya pihak
yang menerirna adalah pegawai yang mewakili lembaga/instansi. Sehingga seringkali
terjadi pegawai itulah yang menguasai atau bahkan memiliki gratifikasi tersebut. Padahal,
secara prinsip penerimaan tersebut ditujukan terhadap institusi/lembaga penerima.
Kesenjangan antara aspek filosofis dan praktik itu menimbulkan dilema. Oi satu sisi prinsip
pemberian adalah untuk instansi, namun di sisi lain personal pegawailah yang secara
nyata/fisik menerimanya. Oleh karena itu dalam prosedur ini diatur mengenai mekanisme
pelaporan, pengelolaan dan pemanfaatan gratifikasi yang terkait kedinasan. Karena ruang
Iingkup penerimaan berada pada internal instansi/lembaga, maka pelaporan gratifikasi
jenis ini lebih tepat disampaikan kepada Unit Pengendalian Gratifikasi.
Penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi terkait dengan kedinasan adalah
setiap penerimaan yang memiliki karakteristik urn urn sebagai berikut:
1. Diperoleh secara sah daJam pelaksahaan tugas resmi.
2. Diberikan secara terbuka dalam rangkaian aca'ra kedinasan. Pengertian terbuka di sini
dapat diniaknai cara pemberian yang terbuka; yaitu disaksikan atau diberikan di
Halaman 10

I

30

hadapan para peserta yang lain, atau adanya tanda terima atas pemberian yang
diberikan.
3. Berlaku uml,lm, yaitu suatu kondisi pemberian yang diberlakukan sama dalam hal jenis,
bentuk, persyaratan atau nilai (mengacu pada standar biaya umum), untuk semua
peserta dan memenuhi prinsip kewajaran atau kepatutan; dan,
4. Selain bentuk-bentuk yang dinyatakan tidak wajib dilaporkan datam rangkaian kegiatan
kedinasan.
Contoh dari penerimaan dalam kedinasan antara lain:
1. Fasilitas transportasi, akomodasi, uang saku, jamuan makan, cinderamata yang diterima
oleh Pejabat/Pegawai dari instansi atau lernbaga lain berdasarkan penunjukan dan
penugasan resmi;
2. Plakat, vandel, goody bag/gimmick dari panitia seminar, lokakarya, pelatihan yang
diterima oleh Pejabat/Pegawai instansi dari instansi atau lembaga lain berdasarkan
penunjukan atau penugasan resmi;
_
3. Hadiah pada waktu kegiatan kontes atau kompetisi terbuka yang diselenggarakan oleh
instansi atau lembaga lain berdasarkan penunjukan atau penugasan resmi;
4. Penerimaan honor, insentif baik, dalam bentuk uang maupun setara uang, sebagai
kompensasi atas pelaksanaan tugas sebagai pembicara, narasumber, konsultan dan
fungsi serupa lainnya yang diterima oleh Pejabat/Pegawai dari instansi atau lembaga
lain berdasarkan penunjukan atau penugasan resmi.
Mengingat bahwa penerimaan gratifikasi dalam kedinasan dapat terjadi ketika
Pejabat/Pegawai menjalankan penugasan resmi dari lembagalinstansinya, m'aka perlu
adanya pengelolaan dan mekanisme kontrot dari lembaga/instansi, melatui kewajiban
pelaporan setiap penerimaan gratifikasi terkait kedinasan kepada instansi/lembaga.
Mekanisme kontrol tersebut tidak hanya untuk menempatkan secara proporsional segala
penerimaan yang secara nature menjadi hak instansi ke dalam pengelolaan instansi,
namun juga untuk mencegah 'terjebaknya' Pejabat/Pegawai dalam kondisi adanya
pemberian yang tidak sesuai dengan tujuan penugasan serta memutus potensi terjadinya
praktik korupsi invensif dari pihak pember! kepada PejabatiPegawai.
Mekanisme yang perlu dibangun adalah proses reviu, negosiasi dan kesepakatan kepada
lembaga/instansilmitra terkait biaya dan pemberian apa saja yang akan diberikan kepada
Pejabat/Pegawai dalam pelaksanaan tugas atau kerja sarna antar instansi tersebut.
Apabita lembaga/instansi asal menilai bahwa pemberian tersebut tidak memenuhi
karakteristik sebagaimana disampaikan di atas, sudah selayaknya lembaga/instansi
menotak rencana penerimaan tersebut.
Namun periu dicermati potensi penyalahgunaan gratifikasi terkait kedinasan. Dalam
kondisi ini, gratifikasi tersebut seolah-olah merupakan gratifikasi kedinasan, padahal
secara substantif dapat diduga sebagai gratifikasi yang dianggap suap atau pelanggaran
aturan lainnya yang dibungkus dengan formalitas kedinasan. Penerimaan gratifikasi seperti
itu seringkali berasal dari pihak yang secara aktual maupun natural memiliki benturan
kepentingan, seperti hubungan antara pengawas/pemeriksa dengan pihak yang
diawasi/diperiksa, hubungan antara pemberi layanan/Perijinan dengan penerima
layanan/Perijinan, hubungan antar pihak dalam koordinasi, supervisi dan monitoring
program dan kegiatan, hubungan antara pemberi kerja dengan pelaksana kerja, dan lainlain. Praktik-praktik penyetubungan seperti ihi dapat berbentuk antara lain:
Halaman 11

I

30

..
1. Pemberian honor atau insentif lainnya dalam jumlah atau frekuensi tidak wajar;
2. Pemberian honor dalam kegiatan fiktif;
3. Pemberian bantuan dalam bentuk uang, setara uang, barang bergerak maupun barang
tidak bergerak dari pihak lain kepada instansiuntuk menarik perhatian atasan; dan
4. Pemberian fasilitas hiburan/wisata di dalam rangkaian kegiatan resmi.
Contoh praktik pemberian honorarium, insentif atau penghasilan dalam bentuk apapun
tersebut misalnya: seorang PejabatlPegawai di Kementerian Kehutanan yang
mendapatkan honorarium secara rutin dari perusahaan yang bergerak atau terkait dengan
bidang Kehutanan. Hal yang sama dapat terjadi di Kementerian/Lembaga lainnya. Isu
mendasar dari contoh-contoh di atas adalah adanya konflik kepentingan antara pihak
pemberi dan penerima yang jika dihubungkan dengan jumlah, baik secara tunggal atau
kumulatif, ataupun frekuensi pemberian dapat dianggap sebagai pemberian yang potensial
mempengaruhi penerima dalam menjalankan tugas dan jabatannya.
Terhadap penerimaan seperti di atas sudahsepatutnya instansi/lembaga menerapkan
prinsip kehati-hatian. Sehingga, akan lebih baik jika penerimaan tersebut dihindari atau
setidaknya dikoordinasikan dengan lembaga terkait yang mempunyai kewenangan di
bidang masing-masing. Dalam konteks ini, penyelesaian atas penerimaan dengan modus
sebagaimana disebutkan di atas dapat ditindaklanjuti dengan melaporkannya kepada KPK,
untuk selanjutnya akan diproses oleh KPK sesuai nature penerimaan, yaitu melalui
penetapan status Gratifikasi oleh Pimpinan KPK maupun rekomendasi pengelolaan di
instansi melalui mekanisme yang berlaku sesuai ketentuan pengelolaan kekayaan dan
aset Negara/daerah/instansi.
C. Gratifikasi yang tidak Wajib Dilaporkan
Mengingat begitu luasnya ruang Iingkup gratifikasi, perlu juga diuraikan bentuk-bentuk
gratifikasi di luar yang wajib dilaporkan. Karena secara prinsip terdapat begitu banyak
bentuk pemberian yang sesungguhnya tidak terkait sarna sekali dengan jabatan dan tidak
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, sehingga gratifikasi tersebut tidak wajib
dilaporkan.
Karakteristik gratifikasi seperti ini secara umum adalah:
1. Berlaku umum, yaitu suatu kondisi pemberian yang diberlakukan sama dalam hal jenis,
bentuk, persyaratan atau nilai, untuk semua peserta dan memenuhi prinsip kewajaran
atau kepatutan;
2. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Dipandang sebagai wujud ekspresi, keramah-tamahan, penghormatan dalam hubungan
sosial antar sesama dalam batasan nilai yang wajar; dan
4. Merupakan bentuk pemberian yang berada dalam ranah ad at istiadat, kebiasaan, dan
norma yang hidup di masyarakat dalam batasan nilai yang wajar.

Halaman 12

I

30

Bentuk-bentuk gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan, meliputi:
1. pemberian karena hubungan keluarga, yaitu kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri,
anak/menantu, cucu, besan, pamanibibi, kakak/adik/ipar,sepupu dan keponakan,
sepanjang tidak memiiiki konflik kepentingan.
2. hadiah (tanda kasih) dalam bentuk uang atau barang yang memiliki nilai jual dalam
penyelenggaraan pesta pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, dan potong gigi,
atau upacara adatlagama lainnya dengan batasan nilai per pemberi dalam setiap acara
paling banyak Rp1.000.000,OO (satu juta rupiah) ..
3. pemberian terkait dengan Musibah atau Bencana yang dial ami oleh penerima,
bapak/ibu/mertua, suamiiistri, atau anak penerima gratifikasi paling banyak
Rp1.000.000,OO (satu juta rupiah);
4. pemberian sesama Pegawai dalam rangka pisah sambut, pensiun, prornosi jabatan, dan
ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau tidak berbentuk setara uang yang paling
banyak Rp300.000,OO (tiga ratus ribu rupiah) per pemberian per orang dengan total
pemberian Rp1.000.000,OO (satu jqta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang
sama;
5. pemberian sesama rekan kerja tidak dalam bentuk uang atau tidak berbentuk setara
uang (cek, bilyet gori, saham, deposito, voucher, pulsa, dan lain-lain) paling banyak
Rp200.000,OO (dua ratus ribu rupiah) per pemberian per orang dengan total pemberian
maksimal Rp1.000.000,OO (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pernberi yang
sama;
6. hidangan atau sajian yang Berlaku Umum;
7. prestasi akademis atau non akademis yang diikuti dengan menggunakan biaya sendiri
seperti kejuaraan, perlombaan atau kompetisi tidak terkait kedinasan;
8. keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham
pribadi yang Berlaku Umum;
9. manfaat bagi seluruh peserta koperasi pegawai berdasarkan· keanggotaan koperasi
pegawai negeri yang Berlaku Umum;
10. seminar kit yang berbentuk seperangkat modul dan alat tulis serta sertifikat yang
diperoleh dari kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi,
pelatihan, atau kegiatan lain sejenis yang Berlaku Umum;
11. penerimaan hadiah atau tunjangan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya
dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh Pemerintah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
12. diperoleh dari kompensasi atas profesi diluar kedinasan, yang tidak terkait dengan
tupoksi dari pejabatipegawai, tidak memiliki konflik kepentingan dan tidak melanggar
aturan internal instansi pegawai;
Contoh bentuk gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan pada poin ke-12 adalah:
1. Honorarium yang diterima pegawai di Kementerian X yang tidak berhubungan sama
sekali dengan tugas dan fungsinya, seperti: honor menjadi guru mengaji yang
kegiatannya dilaksanakan di luar jam kerja di lingkungan rumah;
2. Honor yang diterima pegawai Kementerian/Lembaga tertentu saat menjadi panitia 17
Agustus di kampungnya; dan
3. Dan bentuk lainnya sepanjang memenuhi syarat: dilakukan diluar kedinasan, tidak
terkait tupoksi, tidak rnemiliki unsur konflik kepentingan, tidak melanggar/dilarang oleh
peraturan internal/kode etik yang berlaku di masing-masing Kementerian/Lembaga.

Halaman 13

I

30

Bentuk-bentuk gratifikasi di atas berangkat dari 4 (empat) karakteristik umum yang perlu
dilihat secara mendalam ketika rnempertirnbangkan apakah sebuah gratifikasi perlu
dilaporkan atau tidak. Pedoman ini mernberikan rincian seperti terdapat pada huruf (I)
sampai dengan (xii) dengan tujuan rnempermudah Pejabal/Pegawai mengidentifikasi,
apakah gratifikasi yang diterima perlu dilaporkan atau tidak. Jika penerimaan masuk pada
salah satu bentuk gratifikasi sebagaimana dluraikan di atas, maka gratifikasi tersebut tidak
wajib dilaporkan, dan sebaliknya jika Pejabat/Pegawai menerima gratifikasi selain yang
tercantum pada "bentuk-bentuk gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan", maka secara acontrario hal tersebut wajib dllaporkan pada KPK.
Akan tetapi, hal yang lebih mendasar yang tetap perlu diperhatikan adalah meskipun
penerimaan tersebut masuk pada bentuk gratifikasi (i) sampai dengan (xii), penerima tetap
harus memperhatikan 4 (empat) karakteristik umum yang menjadi dasar penguraian lebih
jauh. Jika penerima merasa terdapat substansi yang meragukan yang tidak memenuhi
salah satu dari 4 (empat) karakteristik tersebut, rnaka gratifikasi itu sebaiknya dilaporkan.
Hal ini penting untuk melindungi penerima gratifikasi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Halaman 14

I

30

BAB III'
TUGAS Unit Pengendalian Gratifikasi
Tugas Unit Pengendalian Gratifikasi adalah:
1. Menerima laporan gratifikasi dari pejabat/pegawai dan meminta pemenuhan kelengkapan
dokumen yang diperlukan dalarn kegiatan pemilahan kategori gratifikasi kepada
pejabat/pegawai;
2. Berkoordinasi dengan SKPO/UKPD yang terkait dalam penelaahan gratifikasi;
3. Melakukan penelaahan dan merekomendasikan gratifikasi yang dianggap suap, gratifikasi
terkait kedinasan atau rekomendasi lain kepada KPK;
4. Menyampaikan laporan rekapitulasi penanganan dan tindak lanjut laporan penerimaan
gratifikasi yang dikelola Unit Pengemdalian Gratifikasi kepada KPK paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja sejak laporan .gratifikasi diterima;
5. Melakukan koordinasi, konsultasi dan surat menyurat kepada KPK atas nama Pemerintah
Oaei·ah;
6. Memantau tindak lanjut atas pemanfaatan penerimaan gratifikasi tidak dianggap suap
terkait kedinasan oleh Pemerintah Provinsi Jakarta maupun oleh penerima;
7. Meminta data dan informasi dan/atau pejabat/pegawai pengendalian gratifikasi; kepada
.SKPO/UKPO atau unit kerja terkait pemantauan penerapan;
8. Memberikan rekomendasi tindak lanjut kepada Tim Pengawas Internal dalam terjadi
pelanggaran terhadap Peraturan Gubernur inl oleh pejabat pegawai;
9. Melakukan pengkajian titik rawan potensi terjadinya gratifikasi di ling kung an Pemerintah
Provinsi OKI Jakarta;
10. Mengusulkan kebijakan pengelolaan, pembentukan ling kung an anti gratifikasi dan
pencegahan korupsi di Iingkungan Pemerintah Provlnsi OKI Jakarta; dan melakukan
sosialisasi PPG;
11 Menentukan pemanfaatan dalam hal penerimaan gratifikasi ditetapkan oleh KPK untuk
dikelola Pemerintah Provinsi OKI Jakarta;
12. Menyampaikan laporan rekapitulasi penanganan dan tindak lanjut .Iaporan penerimaan
dan pemberian gratifikasi kepada Gubernur melalui Inspektorat secara periodik; dan
13. Merahasiakan pelapor penerima gratifikasi;

Halaman 15 I 30

BAB IV
RINCIAN TUGAS Unit Pengendalian Gratifikasi
A. Unit Pengendalian Gratifikasi Provinsi
1. Gubernur sebagai Pengarah Unit Pengendalian Gratifikasi Provinsi
Pengarah Tim Unit Pengendalian Gratifikasi mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Menetapkan kebijakan pengendalian umum gratifikasi;
b. Memberikan arahan atas laporan yang disampaikan Unit Pengendalian Gratifikasi;
2. Ketua Tim Unit Pengendalian Gratifikas.i Provinsi
Ketua Tim Unit Pengendalian Gratifikasi mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Memimpin, mengendalikandan mengkoordinasikan tugas Tim Unit Pengendalian
Gratifikasi;
b. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan SKPD/UKPD dan Instansi terkait;
c. Menerima dan menindaklanjuti laporan dan usulan Tim;
d. Mengendalikan pelaksanaan penanganan laporan gratifikasi oleh Tim; dan
e. Melaporkan tugas Unit Pengendalian Gratifikasi kepada Gubernur dan Instansi
terkait.
3.

Sekretaris Tim Unit Pengendalian Gratifikasi Provinsi
Sekretaris Tim Unit Pengendalian Gratifikasi mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Menerima laporan gratifikasi;
b. Mempelajari secara umum laporan gratifkasi;
c. Melanjutkan laporan disposisi Ketua kepada Anggota Tim;
d. Mengendalikan langsung ·kegiatan penelaahan laporan gratifikasi oleh Anggota
Tim;
e. Menerima laporan hasi! penelaahan laporan gratifikasi dari Anggota Tim;
f. Mengoreksi atau menyempurnakan laporan hasil penelaahan laporan gratifikasi
yang diterima dari Anggota Tim;
g. Menyampaikan laporan hasi! penelaahan laporan gratifikasi kepada Ketua Tim;
h. Menyiapkan laporan gratifikasi yang ditandatangani oleh Ketua Tim untuk
disampaikan kepada Gubernur, SKPD/UKPD dan KPK;
I. Mengendalikan tindaklanjut keputusan hasil laporan penelaahan laporan gratifikasi
oleh Unit Pengendalian Gratifikasi;
j. Mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan tugas Anggota Tim; dan
k. Menyiapkan laporan berkala dan/atau sewaktu-waktu Unit Pengendalian Gratifikasi.

4.

Anggota Tim Unit Pengendalian Gratifikasi Provinsi
Anggota Tim mempunyai tugas sebagai berikut:
a Menerima disposisi laporan gratifikasi dari Sekretaris Tim;
b. Memeriksa/menelaah laporan gratifikasi yang diterima dari Sekretaris Tim;
c. Menyusun dan menandatangani Beriia Acara Pelaksanaan Penelaahan laporan
gratifikasi beserta rekomendasi tindak lanjutnya;
d. Mengusulkan pemanfaatan dalam hal penerimaan Gratifikasi terkait kedinasan;
Halaman 16

I

30

e. Menyerahkan laporan hasil penelaahan laporan gratifikasi yang telah
ditandatanganinya kepada Ketua Tim melalui Sekretaris Tim;
f. Mengusulkan kebijakan pengelolaan, pembentukan lingkungan anti gratifikasi dan
pencegahan korupsi di Iingkungan Pemerintah Provinsi OKI Jakarta;
g. Melayani konsultasi dan sosialisasi. mengenai pengendalian gratifikasi kepada
Pejabat/Pegawai SKPO/UKPO dan pihak lain;
h. Melakukan pengkajian titik rawan potensi terjadinya gratifikasi di lingkungan
Pemerintah Provinsi OKI Jakarta;
i. Membuat dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Ketua Tim melalui Sekretaris
Tim.
5.

Sekretariat Tim Unit Pengendalian Gratifikasi Provinsi

Sekretariat Tim mempunyai tugas sebagai berikut
a. Menerima langsung setiap laporan gratifikasi;
b. Memberikan tanda terima penerimaan laporan gratifikasi kepada pelapor;
c. Mencantumkan lembar disposisi pada laporan gratifikasi;
d. Mencatat laporan gratifikasi pada bukll agenda persuratan;
e. Meneruskan laporan gratifikasi kepada Sekretaris Tim;
f. Menerima berkas dan disposisi laporan gratifikasi kembali dari Ketlla Tim/Sekretaris
Tim;
g. Meneruskan berkas dan disposisi laporan gratifikasi kepada Anggota Tim;
h. Memonitor penyelesaian telaahan terhadap laporan gratifikasi oleh Anggota Tim;
i. Menerima hasil telaahan terhadap laporan gratifikasi dari Anggota Tim dan
meneruskan ke Sekretaris Tim;
j. Mengelola surat menyurat dan arsip Unit Pengendalian Gratifikasi;
k. Menyusun, menjadwalkan dan melaksanakan rapat-rapat Unit Pengendalian
Gratifikasi;
L Menjadi Liaison Officer antara Unit Pengendalian Gratifikasi dengan SKPO/UKPO
dan/atau KPK;
m. Menyusun dan mengelola kebutuhan ATK Unit Pengendalian Gratifikasi; dan
n. Menyusun laporan Unit Pengendalian Gratifikasi secara berkala/sewaktu-waktu.
B. Unit Pengendalian Gratifikasi Wilayah Kota/Kabupaten

1. Walikota/Bupati sebagai Pengarah Unit Pengendalian Gratifikasi Kota/Kabupaten
Pengarah Tim Unit Pengendalian Gratifikasi mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Koordinasi Tim Unit Pengendalian Gratifikasi;
2. Ketua Tim Unit Pengendalian Gratifikasi Kota/Kabupaten

Ketua Tim Unit Pengendalian Gratifikasi mempunyai tugas sebagai berikut
a. Memimpin, mengendalikan dan mengkoordinasikan tugas Unit Pengendalian
Gratifikasi;
b. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan SKPO/UKPO dan Instansi terkait;
c. Menerima dan menindaklanjuti laporan dan usulan Tim;
d. Mengendalikan pelaksanaanpe'nanganan laporan gratifikasi ッャセィ
Tim; dan
e. Melaporkan tugas Unit Pengendalian Gratifikasi kepada Inspektur dan
Walikota/Bupati.
Halaman 17

I

30

3. Sekretaris Tim Unit Pengendalian Gratifikasi Kota/Kabupaten
Sekretaris Tim Unit Pengendalian Gratifikasi mempunyai tug as sebagai berikut:
a. Menerima laporan gratifikasi;
b.. Mempelajari secara umum laporan gratifkasi;
c. Melanjutkan laporandisposisi Ketua kepada Anggota Tim;
d. Mengendalikan .Iangsung kegiatan penelaahan laporan gratifikasi oleh Anggota
Tim;
e. Menerima laporan hasil penelaahan lapor.an gratifikasi dari Anggota Tim;
f. Mengoreksi atau menyempurnakan laporan hasil penelaahan laporan gratifikasi
yang diterima dari ·Anggota Tim;
g. Menyampaikan laporan hasil penelaahan laporan gratifikasi kepada Ketua Tim; dan
h. Menyiapkan laporan gratifikasi yang ditandatangani oleh Ketua Tim untuk
disampaikan kepada Inspektur; .
i. Mengendalikan tindaklanjut keputusan hasil laporan penelaahan laporan gratifikasi
oleh Unit Pengendalian Gratifikasi;
j. Mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan tugas Anggota Tim; dan
k. Menyiapkan laporan berkala dan/atau sewaktu-waktu Unit Pengendalian Gratifikasi.
4. Anggota Tim Unit Pengendalian Gratifikasi Kota/Kabupaten
Anggota Tim mempunyai tug as sebagai berikut:
a. Menerima disposisi laporan gratifikasi dari Sekretaris Tim;
b. Memeriksa/menelaah laporan gratifikasi yang diterima dari Sekretaris Tim;
c. Menyusun dan menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Penelaahan laporan
gratifikasi beserta rekomendasinya tindak lanjutnya;
d. Mengusulkan pemanfaatan dalam hal penerimaan Gratifikasi terkait kedinasan;
e. Menyerahkan laporan hasil penelaahan laporan gratifikasi yang telah
ditandatanganinya kepada Ketua Tim melalui Sekretaris Tim;
f. Melayani konsultasi dan sosialisasi mengenai pengendalian gratifikasi kepada
Pejabat/Pegawai SKPD/UKPD dan pihak lain;
g. Membuat dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Ketua Tirn melalui Sekretaris
Tirn; dan
h. Melakukan pengkajian titik rawan potensi terjadinya gratifikasi di lingkungan
pemerintah Witayah Kota/Kabupaten;
5. Sekretariat Tim Unit Pengendalian Gratifikasi Kota/Kabupaten
Sekretariat Tim mernpunyai tugas sebagai beri.kut:
a. Menerirna lang sung setiap laporan gratifikasi;
b. Memberikan tanda terima penerlrnaan laporan gratifikasi kepada pelapor;
c. Mencanturnkan lembar disposisi pada laporan gratifikasi;
d. Mencatat laporan gratifikasi pad a buku agenda persuratan;
e. Meneruskan laporan gratifikasi kepada Sekretaris Tim;
Halaman 18

I

30

f, Menerima berkas dan disposisi laporan gratifikasi kembali dari Ketua Tim/Sekretaris
Tim;
g, Meneruskan berkas dan disposisi laporan gratifikasi kepada Anggota Tim;
h, Memonitor penyelesaian telaahan terhadap laporan gratifikasi oleh Anggota Tim;
i, Menerima hasil telaahan terhadap laporan gratifikasi dari Anggota Tim dan
meneruskan ke Sekretaris Tim;
j. Mengelola surat menyurat dan arsip Unit Pengendalian Gratifikasi;
k. Menyusun, menjadwalkan dan melaksanakan rapat-rapat Unit Pengendalian
Gratifikasi;
I. Menjadi Liaison Officer antara Unit Pengendalian Gratifikasi dengan SKPD/UKPD
dan/atau KPK;
m. Menyusun dan mengelola kebutuhan ATK Unit Pengendalian Gratifikasi; dan
n. Menyusun laporan Unit Pengendalian Gratifikasi secara berkala/sewaktu-waktu.

Halaman 19

I

30

BABV
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAPORAN
A. Pelapor

1. Laporan penolakan gratifikasi:
a. Setiap PejabatlPegawai SKPD/UKPD wajib menolak gratifikasi dalam bentuk apapun;
b. Penolakan atas gratifikasi dilaporkan kepada Unit Pengendalian Gratifikasi dalam
kurun waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak gratifikasi diterima atau langsung
kepada KPK dalam kurun waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak gratifikasi
diterima. Penyampaian formulir dapat disampaikan melalui pos, e-mail, atau website
KPKlpelaporan online.
c. Laporan penolakan gratifikasi tersebut pada huruf b harus memuatldilengkapi dengan
uraian/penjelasan yang dapat menggambarkan secara komprehensif penolakan atas
pemberian dan/atau penerimaan gratifikasi;
d. Dalam menyampaikan laporan penolakan perlu dicantumkan kontak pelapor berupa
nomor telepon, nomor telepon kantor, alamat email dan nomar komunikasi lain yang
bisa dihubungi mengingat adanya proses klarifikasi dan keterbatasan waktu
pemrosesan laporan yang ditentukan oleh undang-undang; dan
e. Menerima tanda terima pelaporan dari Sehetariat Tim Unit Pengendalian Gratifikasi
atau KPK.
2. Laporan penerimaan gratifikasi:
a. Setiap
PejabatlPegawai
SKPD/UKPD
yang
menerima
gratifikasi
wajib
mengidentifikasi dan mencatat gratifikasi yang diterima secara patut dan benar;
b. Gratifikasi yang telah diidentifikasi dan dicatat dilaporkan kepada Unit Pengendalian
Gratifikasi dalam kurun waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak gratifikasi diterima
atau langsung kepada KPK dalam kurun waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak gratifikasi diterima. Penyampaian formulir dapat disampaikan melalui pos, email, atau website KPKlpelaporan online;
c. Laporan penerimaan gratifikasi tersebut pada huruf b harus memuatldilengkapi
dengan uraian/penjelasan yang dapat menggambarkan secara komprehensif
pemberian dan/atau penerimaan gratifikasi;
d. Dalam menyampaikan laporan penerimaan perlu dicantumkan kontak pelapor berupa
nomor telepon, nomor telepon kantor, alamat email dan nomor komunikasi lain yang
bisa dihubungi mengingat adanya' proses klarifikasi dan keterbatasan waktu
pemrosesan laparan yang ditentukan oleh undang-undang; dan
e. Menerima tanda terima pelaporan dari Sekretariat Tim Unit Pengendalian Gratifikasi
atau KPK.
3. Tindaklanjut arahan/keputusan Unit Pengendalian Gratifikasi atau KPK atas laparan
penerimaan gratifikasi
a. Menerima arahan/keputusan Unit Pengendalian Gratifikasi atau KPK atas laporan
penerimaan gratifikasi yang disampaikan;
b. Melaksanakan arahan/keputusan Unit Pengendalian Gratifikasi atau KPK atas
!aporan penerimaan gratifikasi yang disampaikan; dan
c. Melaporkan pelaksanaan arahan/keputusan Unit Pengendalian Gratifikasi atau KPK
atas laporan penerimaan gratifikasi yang. disampaikan kepada Unit Pengendalian
Gratifikasi atau KPK.
Halaman 20 I 30

B. Tim Unit Pengendalian Gratifikasi
1. Sekretariat
a. Laporan penolakan gratifikasi:
1) Menerima pelaporan penolakan gratifikasi dari pelapor;
2) Membaca materi laporan penolakan gratifikasi dari pelapor;
3) Membuat dan memberikan penerimaan laporan penolakan gratifikasi kepada
pelapor;
4) Mencantumkan lembar disposisi pada berkas laporan penolakan gratifikasi dari
pelapor;
5) Mencatat laporan penolakan gratifikasi pada buku agenda persuratan;
6) Meneruskan laporan penolakan gratifikasi kepada Sekretaris Tim dilanjutkan ke
Ketua Tim; dan
7) Menerima berkas dan disposisi laporan penolakan gratifikasi kembali dari Ketua
Tim/Sekretaris Tim untuk didokumentasikan dan di(ekapitulasi.
b. Laporan penerimaan gratifikasi:
1) Menerima pelaporan penerimaan gratifikasi dari pelapor;
2) Membaca materi laporan penerimaan gratifikasi dari pelapor;
3) Membuat dan memberikan penerimaan laporan penerimaan gratifikasi kepada
pelapor;
4) Mencantumkan lembar disposisi pada berkas laporan penerimaan gratifikasi dari
pelapor;
5) Mencatat laporan penerimaan gratifikasi pada buku agenda persuratan;
6) Meneruskan laporan penerimaan gratifikasi kepada Sekretaris Tim dilanjutkan ke
Ketua Tim;
7) Menerima berkas dan disposisi laporan penerimaan gratifikasi kembali dari Ketua
Tim/Sekretaris Tim:
8) Menindaklanjuti berkas dan disposisi Unit Pengendalian Gratifikasi atas laporan
penerimaan gratifikasi dari Ketua/Sekretaris Tim kepada Anggota Tim untuk
ditelaah;
9) Menerima hasil telaahan laporan penerimaan gratifikasi dari Anggota Tim;
10) Menyampaikan hasil telaahan laporan penerimaan gratifikasi dariAnggota Tim
kepada Sekretaris Tim untuk dilanjutkan ke Ketua Tim;
11) Menerima arahan/Keputusan Ketua/Sekretaris Tim atas hasil telaahan laporan
penerimaan gratifikasi;
12) Meneruskan arahan/keputusan Unit Pengendalian Gratifikasi atas hasil telaahan
laporan penerimaan gratifikasi kepada pelapor atau KPK; dan
13) Mendokumentasikan dan merekapituiasi laporan penerimaan gratifikasi dan
seluruh prosesnya.
c. Pelaksanaan arahan/keputusan Unit Pengendalian Gratifikasi atau KPK atas
telaahan laporan penerimaan gratifikasi oleh pelapor:
1)Menerima laporan pelaksanaan arahan/keputusan telaahan laporan penerimaan
gratifikasi oleh pelapor; dan
2)Mendokumentasikan dan merekapitulasi laporan pelaksanaan arahan/keputusan
atas laporan penerimaan gratifikasi oleh pelapor.

Halaman 21

I

30

2. Sekretaris
a. Laporan penolakan gratifikasi:
1) Menerima pelaporan penolakan gratifikasi dari sekretariat;
2) Membaca materi laporan penolakan gratifikasi;
3) Membuat catatan atas laporan penolakan gratifikasi apabila diperlukan; dan
4) meneruskan laporan penolakan gratifikasi Ketua Tim.
5) Menerima berkas dan disposisi pelaporan penolakan gratifikasidar