MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM.pdf (3)

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

PERADABAN ISLAM PASCA DINASTI ABBASIAH
HINGGA MUNCUL TIGA KERAJAAN BESAR
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
SUFYAN ILYAS
215 301 0747
DOSEN :
Dr. H. TOHA ANDIKO. M.Ag

PROGRAM PASCA SARJANA
STUDY HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
TAHUN 2015


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 3
A. RUNTUHNYA DINASTI ABBASIAH .......................................... 3
1. Faktor Internal ............................................................................ 3
2. Faktor Eksternal ......................................................................... 7
B. PERADABAN ISLAM PASCA DINASTI ABBASIAH ............... 8
C. TURKI USMANI............................................................................. 10
1. Asal-Usul Dinasti Usmani ......................................................... 11
2. Perkembangan Dinasti Usmani .................................................. 12
3. Kemajuan-Kemajuan Dinasti Usmani ....................................... 14
4. Kemunduran Turki Usmani ....................................................... 16
BAB III PENUTUP ................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 19


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah
keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah
al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah
pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H.
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M.
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang
paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara
pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah).
Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria,
berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan
Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja
pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi.
Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi.
Dinasti Bani Abbasiyah, sebagai dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat
Islam setelah dinasti Bani Umayyah, dalam sejarah perjalanannya mengalami fase-fase yang
sama dengan dinasti Umayyah, yakni fase kelahiran, perkembangan, kejayaan, kemudian

memasuki masa-masa sulit dan akhirnya mundur dan jatuh.
Kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah yang menjadi awal kemunduran
dunia Islam terjadi dengan proses kausalitas sebagaimana yang dialami oleh dinasti
sebelumnya. Konflik internal, ketidak mampuan khalifah dalam mengkonsolidasi wilayah
kekuasaannya, budaya hedonis yang melanda keluarga istana dan sebagainya, disamping itu
juga terdapat ancaman dari luar seperti serbuan tentara salib ke wilayah-wilayah Islam dan
serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.
Tak ada gading yang tak retak. Mungkin pepatah inilah yang sangat pas untuk
dijadikan cermin atas kejayaan yang digapai bani Abbasiah. Meskipun Daulah Abbasiyah
begitu bercahaya dalam mendulang kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya
iapun mulai menurun dan akhirnya runtuh.

Kemunduran umat Islam dalam dunia politik mulai bangkit kembali mengalami
kemajuan ketika muncul dan berkembang tiga kerajaan Islam, yaitu kerajaan Usmani yang
didirikan oleh Usman putra Ertoghol, kerajaan Syafawi di Persia yang didirikan oleh
Saifuddin, dan kerajaan Mughal di India yang didirikan oleh Zahiruddin Babur

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari paparan diatas, kita tarik beberapa pokok permasalahan yang menjadi
pembahasan dalam makalah ini yaitu:

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kemunduran pada Dinasti
Bani Abbasiyah?
2. Bagaimana peradaban Islam pasca runtuhnya Dinasti Abbasiah?
3. Bagimana peradaban Islam pada Masa pemerintahan Turki Usmani?

BAB II
PEMBAHASAN
A. RUNTUHNYA DINASTI ABBASIAH
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, faktor-faktor penyebab
kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode
pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, sehingga benih-benih itu tidak
sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah
kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah
lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah
Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:1

1. Faktor Internal
a. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orangorang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada
masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah
berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun,
ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab.
Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka
merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya
ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas
ashabiyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan
sebuah

dinasti

dengan

raja

dan

pegawai


dari

Persia

pula.

Sementara

itu

bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras)
istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di dunia Islam.
Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa,
sementara itu para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak
bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H)
yang memberi peluang besar kepada bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka
1

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiayah II, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2000), hal.80


di diangkat menjadi orang-orang penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam
kota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai tempat yang mereka diami.2
Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta,
dominasi tentaraTurki semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi
Khalifah. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di
tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada
periode ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk, bangsa Turki pada
periode keempat (447-590H).3

b. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat
luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak. Persia,
Turki dan India. Walaupun dalam kenyataannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh
Khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur
bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti.4
Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan
nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena Khalifah tidak cukup kuat untuk
membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan pelaksana
pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan

pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi. 5 Selain itu, penyebab
utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau
perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki.6
Akibatnya provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani
Abbas. Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah
Abbasiyah, di antaranya adalah:
1) Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars
(254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad (320-447).
Yusuf al-Isy, Tarikh ‘Ashr Al-Khilafah Al-‘Abbasiyyah, Terj. Arif Munandar, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2007), hal. 102-104
3
Badari yatim , op.cit., hal. 50
4
Ibid., h.63
5
Ibid.,
6
Yusuuf al-Isy, op. cit., hal. 137
2


2) Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di Turkistan
(320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti Seljuk dan cabangcabangnya
3) Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah
(564-648 H).
4) Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia
(18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di Tabaristan (250-316
H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil (317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H), Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
5) Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.7
c. Kemerosotan Perekonomian
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya.
Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta.
Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan
industri. Tetapi setelah memasuki masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut
mengalami kemunduran yang drastis.8
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun
sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu
disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang
mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil
yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran
membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin

mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.9
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit.
Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah,
faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

7

Yusuf al-Isy, op.cit, hal. 261- 297
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: Serambi, 2008), hal. 436 dan
618
9
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Jil. 1, Kairo, Lajnah al-Ta’lif wa al-Nasyr. yang dikutip Badri Yatim , Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiayah II. Hal. 82
8

d. Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa,
maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran sesat,
munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para
khalifah.

Khalifah Al-Manshur yang berusaha keras memberantasnya, beliau juga memerangi
Khawarij yang mendirikan Negara Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H.10 Setelah alManshur wafat digantikan oleh putranya Al-Mahdi yang lebih keras dalam memerangi orangorang Zindiq bahkan beliau mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan mereka
serta melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak
menghentikan

kegiatan

mereka.

Konflik

antara

kaum

beriman

dengan

golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang
ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak.
Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik
ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap
menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran
politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering
terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya,
memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, alMuntashir (861-862 M.) kembali memperkenankan orang syi'ah "menziarahi" makam Husein
tersebut.11 Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih
dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua
dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.
Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara
Ahlusunnah dengan Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti
Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan
melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan
sebagai aliran negara dan golongan ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit
kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa dinasti Seljuk yang menganut
10
11

Ahmad al-Usyairy, Attarikh al-Islami, Terj. Samson Rahman, (Jakarta: Akbar, 2003), hal. 224
Badri Yatim, op.cit., hal. 83

paham Asy'ariyyah penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis.
Dengan didukung penguasa, aliranAsy'ariyah tumbuh subur dan berjaya.12

2. Faktor Eksternal
a. Perang Salib
Kekalahan tentara Romawi telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian
orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk
yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat
menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun
1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang
suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau periode telah banyak
menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara
tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli
dan kota Tyre.13

b. Serangan Mongolia ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah
kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis
Khan (603-624 H).
Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia
menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil.14
Pada bulan September 1257 M, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada Khalifah agar
menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap
enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258 M, Hulagu Khan menghancurkan
tembok ibukota.15 Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke
base pasukan Mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari
kemudian mereka semua dieksekusi. Dan Hulagu beserta pasukannya menghancurkan kota
Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban
12

Ibid. h. 84
K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pra Modern , (Cet. IV; Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003), hal. 411
14
Ahmad al-Usyairy, Attarikh al-Islami, terj. Samson Rahman, (Jakarta: Akbar, 2003). hal. 258
15
Philip K. Hitti, op. cit., hal. 619
13

sekitar dua juta orang.16 Dan Dengan terbunuhnya Khalifah al-Mu’tashim telah menandai
babak akhir dari Dinasti Abbasiyah.

B. PERADABAN ISLAM PASCA DINASTI ABBASIAH
Menurut Ibnu Khaldun, sebenarnya keruntuhan kekuasaan Bani Abbas mulai terlihat
sejak awal abad kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpinpemimpin yang memiliki kekuatan militer di provinsi-provinsi tertentu yang membuat
mereka benar-benar independen. Kekuatan militer Abbasiyah waktu itu mulai mengalami
kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang
profesional di bidang kemiliteran, khususnya tentara Turki dengan sistem perbudakan baru
seperti diuraikan di atas. Pengangkatan anggota militer Turki ini, dalam perkembangan
selanjutnya teryata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan khalifah. Apalagi pada
periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul fanatisme kebangsaan
berupa gerakan syu'u arabiyah (kebangsaan/anti Arab).
Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di
samping persoalan-persoalan keagamaan. Nampaknya, para khalifah tidak sadar akan bahaya
politik dari fanatisme kebangsaan dan aliran keagamaan itu, sehingga meskipun dirasakan
dalam hampir semua segi kehidupan, seperti dalam kesusasteraan dan karya-karya ilmiah,
mereka tidak bersungguh-sungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan ada di antara
mereka yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.
Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan periode pertama Bani Abbasiyah
mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya pemerintahan dinasti ini mulai menurun,
terutama di bidang politik. Dimana salah satu sebabnya adalah kecenderungan penguasa
untuk hidup mewah dan kelemahan khalifah dalam memimpin roda pemerintahan.
Berakhirnya

kekuasaan Dinasti

Seljuk atas Baghdad atau

khilafah

Abbasiyah

merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada
di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Ada
di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah
Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.
Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa
16

Ahmad al-Usyairy, op. cit., hal. 259

inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur
luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara
Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan.
Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara mongol,
kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya
tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi.
Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan
bangsa Mongol, namun kemalangan tidak berhenti sampai disitu, Keadaan politik umat Islam
secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya
tiga kerajaan besar, diantaranya Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia.
Kerajaan Usmani ini adalah yang pertama berdiri juga yang terbesar dan paling lama
bertahan dibanding dua kerajaan lainnya. Untuk mengetahui lebih jelasnya maka dalam
makalah ini akan kami terangkan lebih lanjut mengenai Turki Usmani.

C. TURKI USMANI
Menurut Harun Nasution, secara politis, periodesasi peradaban Islam terbagi menjadi 3
periode, yaitu: Pertama, periode klasik (650 M – 1250 M) yang merupakan era perintisan dan

kemajuan yang terdiri atas fase ekspansi, integrasi, dan puncak kemajuan (650 M – 1000 M)
serta fase disintegrasi (1000 M – 1250 M). Dunia Islam pada masa ini mengalami kemajuan

yang luar biasa. Ilmu pengetahuan berkembang dalam berbagai bidang, baik agama, politik,
kesusastraan, filsafat, seni, arsitektur, termasuk dalam bidang kebudayaan. Masa ini sering
disebut dengan abad mu’jizat Arab. Sedangkan di fase kedua dari periode klasik, merupakan
fase disintegrasi, dimana keutuhan umat Islam dalam lapangan politik mulai pecah dan

kekuasaan khalifah menurun sehingga Baghdad dapat dirampas dan dihancurkan oleh
Hulaghu Khan pada tanggal 10 Februari 1258 M. Meskipun demikian, di Mesir pada saat
yang hampir bersamaan juga berdiri dinasti Mamluk (1250 M -1517 M), serta dinasti Turki
Utsmani di Turki (1281-1924 M) yang disinyalir merupakan kerajaan Islam terbesar dan
paling lama.
Kedua , periode pertengahan dapat pula di bagi menjadi dua fase, yaitu fase

kemunduran (1250 M – 1500 M) dan fase tiga kerajaan besar (1500 M – 1800 M) yakni
Kerajaan Utsmani di Turki, Kerajaan Syafawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India. Masa

ini berhasil mencapai kemajuan (1500 – 1700 M) dan kemunduran (1700 – 1800 M). Abad
pertengahan ini di Eropa sering disebut dengan masa kemunduran Islam. Negara-negara Arab
pada abad pertengahan mengalami kemajuan yang sangat pesat pada sekitar abad ke-17,
namun pada ahirnya sedikit demi sedikit mengalami kemerosotan di bidang kebudayaan dan
kekuasaan.

Tahap ketiga adalah periode modern. Periode ini dimulai pada 1800 - sekarang.
Dalam sejarah peradaban manusia, abad ke-18 menempati posisi tersendiri. Ia dipandang
sebagai awal dari satu peradaban yang kemudian dikenal dengan masa modern, di bawah
dominasi budaya Barat, masa ini ditandai dengan adanya kemajuan pesat dalam bidang sains
dan teknologi yang dipandang mampu mengubah hal-hal yang fundamental dalam kehidupan
manusia.

Dari preodesasi tersebut di atas, maka Dinasti Turki Utsmani telah mengalami
perjalanan dua periode, yakni periode pertengahan dan periode modern. Wilayahnya pun
sangat luas yang meliputi: Balkan, Turki, Timur Tengah Arab, Mesir dan Afrika Utara.
Sedangkan pengaruhnya sampai ke Asia Tengah, Asia Kecil, Eropa Timur, Laut Merah
(Timur Tengah Arab) dan Sahara (Afrika Utara). Eksistensi dinasti Turki Utsmani yang
mempengaruhi tiga benua, sangat penting bagi peradaban Islam selanjutnya. Hal ini
didasarkan pada realita sejarah bahwa selama berabad-abad kekuasaannya, Dinasti Turki
Utsmani telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan peradaban,
baik di negara-negara Arab, Asia, Afrika maupun Eropa.

1. Asal-Usul Dinasti Turki Usmani
Nama kerajaan Usmaniyah itu diambil dari dan dibangsakan kepada nenek moyang
mereka yang pertama, Sultan Usmani Ibnu Sauji Ibnu Arthogol Ibnu Sulaimansyah Ibn Kia
Alp, kepala Kabilah Kab di Asia Tengah (Hamka,1975:205). Awal mula berdirinya Dinasti
ini banyak tertulis dalam legenda dan sejarah sebelum tahun 1300. Dinasti ini berasal dari
suku Qoyigh Oghus. Yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina kurang
lebih tiga abad. Kemudian mereka pindah ke Turkistan, Persia dan Iraq. Mereka masuk Islam
pada abad ke-9/10 ketika menetap di Asia Tengah.17

17

Boshworth, C.E. 1990. Dinasti-Dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan, hal. 163

Pada abad ke-13 M, mereka mendapat serangan dan tekanan dari Mongol, akhirnya
mereka melarikan diri ke Barat dan mencari perlindungan di antara saudara-saudaranya yaitu
orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia kecil.18 Dibawah pimpinan Orthogul, mereka
mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin II yang sedang berperang melawan Bizantium.
Karena bantuan mereka inilah, Bizantium dapat dikalahkan. Kemudian Sultan Alauddin
memberi imbalan tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka
terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibukota.19
Ertoghrul meninggal Dunia tahun 1289. Kepemimpinan dilanjutkan oleh puteranya,
Usman. Putera Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman
memerintah antara tahun 1290-1326 M. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol kembali
menyerang Kerajaan Seljuk, dan dalam pertempuran tersebut Sultan Alaudin terbunuh.
Setelah wafatnya Sultan Alaudin tersebut, Usman memproklamasikan kemerdekaannya dan
berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Penguasa pertamanya adalah Usman yang
sering disebut Usman I. Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al- Usman
(raja besar keluarga Usman) tahun 1300 M setapak demi setapak wilayah kerajaan diperluas.
Dipilihnya negeri Iskisyihar menjadi pusat kerajaan. Usman mengirim surat kepada
raja-raja kecil guna memberitahukan bahwa sekarang dia raja yang besar dan dia menawar
agar raja-raja kecil itu memilih salah satu diantara tiga perkara, yakni ; Islam, membayar
Jaziah dan perang. Setelah menerima surat itu, separuh ada yang masuk Islam ada juga yang
mau membayar Jizyah. Mereka yang tidak mau menerima tawaran Usman merasa terganggu
sehingga mereka meminta bantuan kepada bangsa Tartar, akan tetapi Usman tidak merasa
takut menghadapinya. Usman menyiapkan tentaranya dalam mengahdapi bangsa Tartar,
sehingga mereka dapat ditaklukkan. Usman mempertahankan kekuasaan nenek moyang
dengan setia dan gagah perkasa sehingga kekuasaan tetap tegak dan kokoh sehingga
kemudian dilanjutkan dengan putera dan saudara-saudaranya yang gagah berani meneruskan
perjuangan sang ayah dan demi kokohnya kekuasaan nenek moyangnya.

18
19

Hassan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (cet;II; Yogyakarta: Bandung,1989), hal. 324-325
Badri Yatim. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 130

2. Perkembangan Turki Usmani
Setelah Usman mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al Usman (raja besar
keluarga Usman), setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang
daerah perbatasan Byzantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada
tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan. Pada masa pemerintahan Orkhan (13261359 M), kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukkan Azmir (1327 M), Thawasyanli (1330
M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M). Daerah-daerah itulah
yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani,ketika Murad I, pengganti Orkhan berkuasa
(1359-1389 M). Selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah
ke benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adnanopel yang kemudian dijadikan ibukota kerajaan
yang baru. Merasa cemas terhadap ekspansi kerajaan ke Eropa, Paus mengobarkan semangat
perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki
Usmani, namun Sultan Bayazid I (1389-1403 M), dapat menghancurkan pasukan sekutu
KRISTEN Eropa tersebut. Ekspansi Bayazid I sempat berhenti karena adanya tekanan dan
serangan dari pasukan Timur Lenk ke Asia kecil. Pertempuran hebat terjadi antara tahun
1402 M dan pasukan Turki mengalami kekalahan. Bayazid I dan putranya ditawan kemudian
meninggal pada tahun 1403 M (Ali, 1991:183). Kekalahan tersebut membawa dampak yang
buruk bagi Kerajaan Usmani yaitu banyaknya penguasa-penguasa Seljuk di Asia kecil yang
melepaskan diri. Begitu pula dengan Bulgaria dan Serbia, tetapi hal itu dapat diatasi oleh
Sultan Muhammad I (1403-1421 M). Usaha beliau yang pertama yaitu meletakkan dasardasar
keamanan dan perbaikan-perbaikan dalam negeri. Usaha beliau kemudian diteruskan oleh
Sultan Murad II (1421-1451).
Turki Usmani mengalami kemajuannya pada masa Sultan Muhammad II (1451-1484
M) atau Muhammad Al-Fatah. Beliau mengalahkan Bizantium dan menaklukkan
Konstantinopel pada tahun 1453 M yang merupakan kekuatan terakhir Imperium Romawi
Timur. Pada masa Sultan Salim I (1512-1520 M), ekspansi dialihkan ke Timur, Persia, Syiria
dan Mesir berhasil ditaklukkannya. Ekspansi tersebut dilanjutkan oleh putranya Sulaiman I
(1520-1526 M) dan berhasil menaklukkam Irak, Belgaro,kepulauan Rhodes, Tunis dan
Yaman. Masa beliau merupakan puncak keemasan dari kerajaan Turki Usmani, karena
dibawah pemerintahannya berhasil menyatukan wilayah yang meliputi Afrika Utara, Mesir,
Hijaz, Irak, Armenia, Asia Kecil, Krimea, Balkan, Yunani, Bulgaria, Bosnia, Hongaria,

Rumania sampai batas sungai Danube dengan tiga lautan, yaitu laut Merah, laut Tengah dan
laut Hitam.20
Usmani yang berhasil menaklukkan Mesir tetap melestarikan beberapa system
kemasyarakatan yang ada sekalipun dengan beberapa modifikasi. Usmani menyusun kembali
sistem pemerintahan yang memusat dan mengangkat beberapa Gubernur militer dan pejabatpejabat keuangan untuk mengamankan pengumpulan pajak dan penyetoran surplus
pendapatan ke Istambul. Peranan utama pemerintahan Usmani adalah menentramkan negeri
ini, melindungi pertanian, irigasi dan perdagangan sehingga mengamankan arus perputaran
pendapatan pajak.
Dalam rentangan abad pertama dan abad pertengahan dari pereode pemerintahan
Usmani, sistem irigasi di Mesir diperbaiki, kegiatan pertanian meningkat dengan pesat dan
kegiatan perdagangan dikembangkan melalui pembukaan kembali beberapa jalur
perdagangan antara India dan Mesir.21
Demikianlah perkembangan dalam kerajaan Turki Usmani yang selalu berganti
penguasa dalam mempertahankan kerajaannya. Diantara mereka (para penguasa) memimpin
dengan tegasnya atas tinggalan dari nenek moyang agar jangan sampai jatuh ke tangan negeri
/ penguasa lain selain Turki Usmani. Hal ini terbukti dengan adanya para pemimpin yang
saling melengnkapi dalam memimpin perjuangannya menuju kejayaan dengan meraih semua
yang membawa kemajuan dalam kehidupan masyarakat.
3. Kemajuan-Kemajuan Turki Usmani
Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam
mempertahankan Turki Usmani membawa dampak yang baik sehingga kemajuankemajuan
dalam perkembangan wilayah Turki Usmani dapat di raihnya dengan cepat. Dengan cara atau
taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperi Sultan Muhammad yang
mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya
yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M).22 Sehingga Turki Usmani mencapai
puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484 M). Usaha ini di tindak lanjuti oleh
raja-raja berikutnya, sehingga dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak

20

Ambary, Hasan Muarif, Prof. Dr., Menemukan Peradaban , 1993, PT. Logos Wacana Ilmu :Jakarta, hal. 211
Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta : Rajawali Pers, 1999. hal.553
22
Badri Yatim. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 133-134

21

mengarahkan ekspansinya kesalah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang
berada disekitar Turki Usmani itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil.
Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Usmani yang luas berlangsung
dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang
penting, diantaranya :
a) Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Untuk pertama kalinya Kerajaan Usmani mulai mengorganisasi taktik, strategi tempur
dan kekuatan militer dengan baik dan teratur. Sejak kepemimpinan Ertoghul sampai Orkhan
adalah masa pembentukan kekuatan militer. Perang dengan Bizantium merupakan awal
didirikannya pusat pendidikan dan pelatihan militer, sehingga terbentuklah kesatuan militer
yang disebut dengan Jenissari atau Inkisyariah. Selain itu kerajaan Usmani membuat struktur
pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan Sultan yang dibantu oleh Perdana
Menteri yang membawahi Gubernur. Gubernur mengepalai daerah tingakat I. Di bawahnya
terdapat beberapa bupati. Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan
Sulaiman I dibuatlah UU yang diberi nama Multaqa Al-Abhur , yang menjadi pegangan
hukum bagi kerajaan Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasanya
ini, di ujung namanya di tambah gelar al-Qanuni.23
b) Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan
diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia mereka
banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana rajaraja.
Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak diserap dari Bizantium. Dan ajaran tentang
prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf diambil dari Arab.
Dalam bidang Ilmu Pengetahuan di Turki Usmani tidak begitu menonjol karena mereka lebih
memfokuskan pada kegiatan militernya, sehingga dalam khasanah Intelektual Islam tidak ada
Ilmuan yang terkemuka dari Turki Usmani .

23

Hitti, Philip K. 2006. History of The Arab: Rujukan Induk dan Paling Otoriatif Tentang Sejarah Peradaban
Islam, Penj. Cecep Lukman Yasin dan Dede Slamet Riyadi. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. Cet. Ke II,
hal. 713-714

c) Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan
sosial dan politik. Masyarakat di golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat
terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Oleh karena itru,
ajaran ajaran thorikot berkembang dan juga mengalami kemajuan di Turki Usmani. Para
Mufti menjadi pejabat tertinggi dalam urusan agama dan beliau mempunyai wewenang dalam
memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan yang terjadi dalam masyarakat.
Kemajuan-kemajuan yang diperoleh kerajaan Turki Usmani tersebut tidak terlepas daripada
kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, antara lain:
1) Mereka adalah bangsa yang penuh semangat, berjiwa besar dan giat.
2) Mereka memiliki kekuatan militer yang besar.
3) Mereka menghuni tempat yang sangat strategis, yaitu Constantinopel yang berada
pada tititk temu antara Asia dan Eropa.24
Disamping itu keberanian, ketangguhan dan kepandaian taktik yang dilakukan olah
para penguasa Turki Usmani sangatlah baik, serta terjalinnya hubungan yang baik dengan
rakyat kecil, sehingga hal ini pun juga mendukung dalam memajukan dan mempertahankan
kerajaan Turki Usmani.
4. Kemunduran Kerajaan Turki Usmani
Masa pemerintahan Sulaiman I (1520-1566 M) merupakan puncak kejayaan daripada
kerajaan Turki Usmani. Beliau terkenal dengan sebutan Sulaiman Agung atau Sulaiman AlQonuni Kemunduran Turki Usmani terjadi setelah wafatnya Sulaiman Al-Qonuni. Hal ini
disebabkan karena banyaknya kekacauan yang terjadi setelah Sultan Sulaiman meninggal
diantaranya perebutan kekuasaan antara putera beliau sendiri. Para pengganti Sulaiman
sebagian besar orang yang lemah dan mempunyai sifat dan kepribadian yang buruk. Juga
karena melemahnya semangat perjuangan prajurit Usmani yang mengakibatkan kekalahan
dalam mengahadapi beberapa peperangan. Ekonomi semakin memburuk dan system
pemerintahan tidak berjalan semestinya.
Selain faktor diatas, ada juga faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani
mengalami kemunduran, diantaranya adalah :

24

Al-Nadawi, Abu al-Hasan, madza khasiral a`lam binhithothil muslimin , Darul Qalam,:Cairo 1987, hal. 244

a) Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas
Perluasan wilayah yang begitu cepat yang terjadi pada kerajaan Usmani,
menyebabkan pemerintahan merasa kesulitan dalam melakukan administrasi pemerintahan,
terutama pasca pemerintahan Sultan Sulaiman. Sehingga administrasi pemerintahan kerajaan
Usmani tidak beres. Tampaknya penguasa Turki Usmani hanya mengadakan ekspansi, tanpa
mengabaikan penataan sistem pemerintahan. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah yang
jauh dari pusat mudah direbut oleh musuh dan sebagian berusaha melepaskan diri.
b) Heterogenitas Penduduk
Sebagai kerajaan besar, yang merupakan hasil ekspansi dari berbagai kerajaan,
mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Siria dan negara lain, maka di kerajaan Turki terjadi
heterogenitas penduduk. Dari banyaknya dan beragamnya penduduk, maka jelaslah
administrasi yang dibutuhkan juga harus memadai dan bisa memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Akan tetapi kerajaan Usmani pasca Sulaiman tidak memiliki administrasi
pemerintahan yang bagus di tambah lagi dengan pemimpinpemimpin yang berkuasa sangat
lemah dan mempunyai perangai yang jelek.
c) Kelemahan para Penguasa
Setelah

sultan

Sulaiman

wafat,

maka

terjadilah

pergantian

penguasa.

Penguasapenguasa tersebut memiliki kepribadian dan kepemimpinan yang lemah akibatnya
pemerintahan menjadi kacau dan susah teratasi.
d) Budaya Pungli
Budaya ini telah meraja lela yang mengakibatkan dekadensi moral terutama
dikalangan pejabat yang sedang memperebutkan kekuasaan (jabatan).
e) Pemberontakan Tentara Jenissari
Pemberontakan Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632
M, 1727 M dan 1826 M. Pada masa belakangan pihak Jenissari tidak lagi menerapkan
prinsip seleksi dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh keturunan dan golongan tertentu
yang mengakibatkan adanya pemberontakan-pemberontakan.
f) Merosotnya Ekonomi
Akibat peperangan yang terjadi secara terus menerus maka biaya pun semakin
membengkak, sementara belanja negara pun sangat besar, sehingga perekonomian kerajaan
Turki pun merosot.

g) Terjadinya Stagnasi dalam Lapangan Ilmu dan Teknologi
Ilmu dan Teknologi selalu berjalan beriringan sehingga keduanya sangat dibutuhkan
dalam kehidupan. Keraajan usmani kurang berhasil dalam pengembagan Ilmu dan Teknologi
ini karena hanya mengutamakan pengembangan militernya. Kemajuan militer yang tidak
diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan Usmani tidak
sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.

BAB III
PENUTUP
Islam mengalami zaman keemasan pada masa Bani Abbasiyyah. Hal ini merupakan
sumbangsih Dinasti Abbasiyah yang termaktub dalam Sejarah Peradaban Islam. Pada masa
ini, kegiatan pendidikan dan pengajaran mencapai kemajuan yang signifikan. Mayoritas
Khalifah dari Bani Abbasiyah merupakan orang yang berpendidikan. Selain itu, masa
pemerintahan dinasti Abbasiyah membuka era baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan
kesusastraan. Pada masa awal era Abbasiyah telah tercipta karya-karya kebudayaan yang
sangat berpengaruh dalam mendorong lahirnya ilmu dan peradaban muslim.
Kontribusi umat Islam pada masa ini sangat besar dalam bidang kedokteran, filsafat,
kimia, matematika, geografi, hukum, teologi, dan filologi. Sesungguhnya, dalam hal ini,
peradaban Barat berhutang budi kepada umat Islam, sama halnya seperti Islam yang
berhutang budi terhadap peradaban Yunani.
Namun, sangat disayangkan Khalifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan
urusan pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap Negara. Mereka
menjalani kehidupan dengan bermegah-megahan dan bermewah-mewahan. Selain itu,
supremasi bangsa Turki pada periode akhir Abbasiyah menyebabkan jatuhnya Dinasti
Abbasiyah. Hal itu karena kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas ketinggian
posisi mereka. Sikap anti Turki ini pada akhirnya melatarbelakangi timbulnya gerakan
penglepasan diri sejumlah dinasti yang membawa akibat fatal pada keutuhan Imperium
Abbasiyah.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad al-Usyairy, Attarikh al-Islami, terj. Samson Rahman, Jakarta: Akbar, 2003
Badri yatim , Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiayah II, Jakarta: Raja Grapindo
Persada, 2000
Ambary, Hasan Muarif, Menemukan Peradaban, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1993
Boshworth, C.E. 1990. Dinasti-Dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan
Hassan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet:II. Yogyakarta: Bandung,1989
K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pra Modern, Cet. IV; Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003
Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta : Rajawali Pers, 1999
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin, Jakarta: Serambi, 2008
Yusuuf al-Isy, Tarikh ‘Ashr Al-Khilafah Al-‘Abbasiyyah, Terj. Arif Munandar, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2007