Tingkat Pengetahuan Remaja Siswi tentang Abortus di SMA Negeri 1 Delitua Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengetahuan

2.1.1. Definisi pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” pengindraan manusia terhadap suatu
objek tertentu. Proses pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni
indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa dna peraba melalui kulit.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2010).

2.1.2. Cara memperoleh pengetahuan
Menurut (Notoatmodjo, 2010), ada beberapa cara untuk memperoleh
pengetahuan, yaitu:
1) Cara Coba-Salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan
dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak
berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan yang

kedua ini gagal pula, maka dicoba dengan kemungkinan ketiga, dan
apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan
seterusnya, sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya
maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah)
atau metode coba salah coba-coba
2) Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaankebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaankebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke
generasi berikutnya, dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh
berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas
pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ahli ilmu

pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu
menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta
empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan
karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa
yang dikemukakannya adalah benar
3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah, pepatah

ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber
pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh pengetahuan
4) Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berfikir manusia
pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan
penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain,
dalam

memperoleh

kebenaran

pengetahuan

manusia

telah

menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi

5) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian
ilmiah”, atau lebih popular disebut metodelogi penelitian (research
methodology).
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut (Notoatmodjo, 2007), faktor yang mempengaruhi pengetahuan
meliputi :
1) Pendidikan
Merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi
perubahan.

2) Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan
tentang sesuati yang bersifat nonformal
3) Informasi
Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan
memiliki pengetahuan yang lebih luas pula. Salah satu sumber
infomasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah media masa
4) Lingkungan budaya

Dalam hal ini faktor keturunan dan bagaimana orang tua mendidik
sejak kecil mendasari pengetahuan yang dimiliki oleh remaja dalam
berfikir selama jenjang hidupnya
5) Sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya
untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun rendah.
2.1.4. Tingkat Pengetahuan
Menurut (Notoatmodjo, 2007), dalam domain kognitif berkaitan dengan
pengetahuan yang bersifat intelektual (cara berfikir, berintraksi, analisa,
memecahkan masalah dan lain-lain) yang berjenjang sebagai berikut:
1) Tahu (Knowledge)
Menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya.
Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan mengenali atau
mengingat kembali hal-hal atau keterangan yang pernah berhasil di
himpun atau dikenali (recall of facts)
2) Memahami (Comprehension)
Pemahaman diartikan dicapainya pengertian (understanding) tentang
hal yang sudah kita kenali. Karena sudah memahami hal yang
bersangkutan maka juga sudah mampu mengenali hal tadi meskipun
diberi bentuk lain. Termasuk dalam jenjang kognitif ini misalnya

kemampuan

menterjemahkan,

menginterpretasikan,

meramalkan dan mengeksplorasikan

menafsirkan,

3) Menerapkan (Aplication)
Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan hal yang sudah
dipahami ke dalam situasi dan kondisi yang sesuai. Kemampuan
menterjemahkan, menginterpretasikan, menafsirkan, meramalkan dan
mengeksplorasikan
4) Analisa (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan hal tadi menjadi
rincian yang terdiri unsur-unsur atau komponen-komponen yang
berhubungan antara yang satu dengan lainnya dalam suatu bentuk
susunan berarti

5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun kembali bagianbagian atau unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang
mengandung arti tertentu
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk membandingkan hal
yang bersangkutan dengan hal-hal serupa atau setara lainnya, sehingga
diperoleh kesan yang lengkap dan menyeluruh tentang hal yang sedang
dinilainya (Notoatmodjo, 2010).
2.2.

Remaja

2.2.1. Definisi Remaja
Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata
Belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini
mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan
fisik (Hurlock, 1999).
Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi
dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak merasa di bawah tingkat

orang-orang yang lebih tua, melainkan berada di dalam tingkatan yang sama,
sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Masa remaja merupakan masa peralihan

dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, di mulai saat anak secara seksual matang
dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hokum (Hurlock, 1999).
Remaja juga didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan dari
transisi antara masa anak-anak dan dewasa, yang diikuti oleh perubahan biologis,
kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 1998). Remaja adalah individu yang
berusia antara 12-21 tahun yang sudah mengalami peralihan dari masa anak-anak
ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18
tahun adalah masa remaja penengahan, dan 18–21 tahun adalah masa remaja akhir
(Monks, 1999)
(Sarwono ,2001) menyatakan definisi remaja untuk masyarakat Indonesia
adalah menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan
pertimbangan sebagai berikut:
1) Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda seksual
sekunder mulai tampak (kriteria fisik)
2) Di banyak masyarakat Indonesia usia 11 tahun sudah dianggap akil
balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak
lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria seksual)

3) Pada

usia

tersebut

mulai

ada

tanda-tanda

penyempurnaan

perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity),
tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual, dan
tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral
4) Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi
peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih
menggantungkan diri pada orang tua

5) Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan karena
arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara
menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usiaberapapun
dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara
hukum maupun kehidupan bermasyarakat dan keluarga. Karena itu
defenisi remaja di sini dibatasi khusus untuk orang yang belum
menikah.

Dari berbagai defenisi mengenai remaja di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa remaja merupakan suatu periode perkembangan dari transisi antara masa
anak-anak dan dewasa, yang diikuti oleh perubahan biologis, kognitif, dan
sosioemosional.
2.2.2. Ciri-ciri Masa Remaja
Ciri-ciri masa remaja antara lain:
1) Masa remaja sebagai periode yang penting
Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan
penting dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya
penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru
2) Masa remaja sebagai periode peralihan
Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang

telah terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan dari
satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, dengan
demikian dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya
akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang
akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru
pada tahap berikutnya
3) Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja
sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi
dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga
berlangsung pesat. Perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap
dan perilaku juga menurun
4) Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah
masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak
laki-laki maupun anak perempuan.

Ada dua alasan bagi kesulitan ini, yaitu:
a. Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian
diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan

remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah
b. Remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.
5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian
diri dengan standar kelompok lebih penting daripada bersikap
individualistis. Penyesuaian diri dengan kelompok pada remaja awal
masih tetap penting bagi anaklaki-laki dan perempuan, namun lambat
laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin
menjadi pribadi yang berbeda dengan oranglain
6) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang
tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan
berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus
membimbing

dan

mengawasi

kehidupan

remaja

muda

takut

bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku
remaja yang normal
7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain
sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih
dalam hal cita-cita. Semakin tidak realistik cita-citanya ia semakin
menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain
mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang
ditetapkannya sendiri
8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah
untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan
kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, remaja mulai memusatkan

diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu
merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan dan
terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini
akan memberi citra yang mereka inginkan (Hurlock, 1999).
Sesuai dengan pembagian usia remaja maka terdapat tiga tahap proses
perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai
dengankarakteristiknya, yaitu :
1) Remaja awal (12-15 tahun)
Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang
menyertai

perubahan-perubahan

tersebut.

Mereka

mulai

mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis
dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini
ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan
menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa
2) Remaja madya (15-18 tahun)
Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada
kecendrungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara
lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama
dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi
kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau
peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya
3) Remaja akhir (18-21 tahun)
Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan
pencapaian :
a. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang
lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.
c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d. Egosentrisme (terlalu memusatkanperhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara kepentinagn diri sendiri
dengan orang lain
e. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat
umum (Monks, 1999).
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri masa
remaja adalah bahwa masa remaja adalahmerupakan periode yang penting,
periode peralihan, periode perubahan, usia yang bermasalah, mencari identitas,
usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik dan ambang masa
kedewasaan.

2.2.3. Tugas-tugas Perkembangan pada Masa Remaja
Tugas-tugas perkembangan tersebut adalah :
1) Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik
laki-laki maupun perempuan.
2) Mencapai peran sosial pria dan wanita.
3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
4) Mengharapkan dan mencapai perilakusosial yang bertanggung jawab
5) Mencapai kemandirian emosional dariorang tua dan orang-orang
dewasa lainnya.
6) Mempersiapkan karir ekonomi.
7) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
8) Memperoleh perangkat nilai dan sisitim etis sebagai pegangan untuk
berperilaku-mengembangkan ideology (Hurlock, 1999).
Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi penguasaan tugas-tugas
perkembangan. Faktor-faktor yang menghalanginya adalah:
1) Tingkat perkembangan yang mundur.
2) Tidak ada kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan
atau tidak ada bimbingan untuk dapat menguasainya.
3) Tidak ada motivasi.
4) Kesehatan yang buruk.

5) Cacat tubuh.
6) Tingkat kecerdasan yang rendah.
Faktor-faktor yang membantu penguasaan tugas-tugas perkembangan :
1) Tingkat perkembangan yang normal atau yang diakselarasikan
2) Kesempatan-kesempatan

untuk

mempelajari

tugas-tugas

dalam

perkembangan dan bimbingan untuk menguasainya
3) Motivasi
4) Kesehatan yang baik dan tidak ada cacat tubuh
5) Kreatifitas (Hurlock, 1999).

2.2.4. Perubahan Sosial pada Masa Remaja
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan
lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus
menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.
Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan teman-teman
sebaya, maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat,
penampilan, dan perilaku lebih besar daripadapengaruh keluarga. Misalnya,
sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian
yang sama dengan anggota kelompok yang popular, maka kesempatan untuk
diterima menjadi anggota kelompok lebih besar (Hurlock, 1999).
Kelompok sosial yang paling sering terjadi pada masa remaja adalah :
1) Teman dekat
Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau
sahabat karib. Mereka terdiri dari jenis kelamin yang sama,
mempunyai minat dan kemampuan yang sama. Teman dekat saling
mempengaruhi satu sama lain
2) Kelompok kecil
Kelompok ini terdiri dari kelompok teman-teman dekat. Pada mulanya,
terdiri dari seks yang sama, tetapi kemudian meliputi kedua jenis seks.

3) Kelompok besar
Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok
teman dekat, berkembang dengan meningkatnya minat pesta dan
berkencan. Kelompok ini besar sehingga penyesuaian minat berkurang
di antara anggota-anggotanya. Terdapat jarak sosial yang lebih besar di
antara mereka
4) Kelompok yang terorganisasi
Kelompok ini adalah kelompok yang dibina oleh orang dewasa,
dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai klik atau
kelompok besar
5) Kelompok geng
Remaja yang tidak termasuk kelompok atau kelompok besar dan
merasa tidak puas dengan kelompok yang terorganisasi akan mengikuti
kelompok geng. Anggotanya biasanya terdiri dari anak-anak sejenis
dan minat utama mereka adalah untuk menghadapi penolakan temanteman melalui perilaku anti sosial (Hurlock, 1999).
2.3.

Abortus

2.3.1. Definisi Abortus
Abortus (aborsi, abortion) adalah berhentinya kehamilan sebelum janin
mampu hidup di luar kandungan atau sebelum usia kehamilan 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram. Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan
(Cunningham, 2010).
Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia/ berat lahir
janin yang viabel ( yang mampu bertahan hidup diluar kandungan ), akhirnya
ditentukan suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin
mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan 20 minggu (Cunningham, 2010).

Adapun istilah-istilah yang digunakan untuk membedakan abortus:
1) Abortus spontan, apabila abortus terjadi tanpa perilaku mekanis atau
medis untuk mengosongkan uterus. Kata lain yang luas digunakan
adalah keguguran (miscarriage)
2) Abortus terinduksi, adalah terminasi kehamilan secara medis atau
bedah sebelum janin mampu hidup (viabel). Termasuk di dalamnya
adalah :
2.1. Therapeutic abortion, terminasi kehamilan sebelum janin mampu
hidup dengan tujuan menyelamatkan nyawa ibu
2.2. Eugenic abortion, terminasi yang dilakukan terhadap janin yang
cacat/malformasi berat
2.3. Elective abortion, interupsi kehamilan sebelum janin mampu
hidup atas permintaan wanita yang bersangkutan, tetapi bukan
atas alasan penyakit janin atau gangguan kesehatan ibu (Miller,
2008).

2.3.2. Etiologi Abortus
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu:
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus
pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan
kelainan ini adalah:
a.

Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X

b.

Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna

c.

Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau
dan alcohol.

2) Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialiskarena
hipertensi menahun
3) Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan
dan toksoplasmosis
4) Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk
abortus pada trimester kedua), retroversi uteri mioma uteri dan
kelainan bawaan uterus (Miller, 2008).

2.3.3. Patologi Abortus
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta dilepaskan sempurna yang
dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas
umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa
waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas
dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk
miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.
Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (blighted ovum), mungkin pula janin telah mati lama (missed
abortion).
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka
ia dapat diliputi oleh lapisan beku darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam
sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain
adalah mola tuberose, dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena
terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi, janin mongering karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab
diserap, ia akan menjadi agak gepeng. Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis
seperti kertas perkamen. Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas
dikeluarkan ialah terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek,
perut membesar karena terisis cairan dan seluruh janin berwarna kemerahmerahan (Prawirohardjo, 2008).

2.3.4. Klasifikasi Abortus
Beberapa tipe abortus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.

Abortus spontan
Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa
disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau
medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
Dalam hal ini dibedakan sebagai berikut:
1) Abortus

Imminens,

abortus

imminens

adalah

perdarahan

pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa ada
tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat.

Gambar 2.1. Abortus Imminens
2) Abortus Insipiens, merupakan peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri
yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus

Gambar 2.2. Abortus Insipiens

3) Abortus Inkompletus, merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal
dalam uterus

Gambar 2.3. Abortus Inkompletus
4) Abortus Kompletus, merupakan pengeluaran seluruh hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu

Gambar 2.4. Abortus Kompletus

5) Missed Abortion, hal ini didefinisikan sebagai retensi produk konsepsi
yang telah meninggal in utero selama beberapa minggu

Gambar 2.5. Missed Abortion (Mocthar, 1998)

6) Abortus Rekuren, keadaan ini didefinisikan menurut berbagai kriteria
jumlah dan urutan, tetapi definisi yang mungkin paling luas diterima
adalah abortus spontan berturut-turut selama tiga kali atau lebih.
Seorang wanita menderita abortus rekuren/habitualis, apabila ia
mengalami abortus berturut-turut 3 kali atau lebih
7) Abortus Infeksiosus/Abortus Septik, abortus infeksiosus ialah abortus
yang diserti infeksi pada alat genitalia. Abortus septik ialah abortus
yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau
peritoneum (Miller, 2008).

b. Abortus provokatus (terinduksi)
Abortus

provokatus

merupakan

jenis

abortus

yang

sengaja

dibuat/dilakukan. Pada umumnya bayi dianggap belum dapat hidup
diluar kandungan apabila usia kehamilan belum mencapai 28 minggu,
atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat
beberapa kasus bayi dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus
hidup (Cunningham, 2010).
Pengelompokan Abortus provokatus secara lebih spesifik:
1) Abortus

Provokatus

Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus,

abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medik, dengan
alasan bila kehamilan dilanjutkan akan dapat membahayakan jiwa
si ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya diperlukan
persetujuan dari 2 sampai 3 orang dokter ahli. Di banyak negara,
induksi (terapetik) aborsi kini dianggap legal
2) Abortus Provokatus Kriminalis, abortus yang sengaja dilakukan
tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Perilaku ini sifatnya ilegal
dan seringkali dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga
tradisional (Cunningham, 2010).

ABORTUS

ABORTUS

ABORTUS

SPONTANEUS

PROVOKATUS

ABORTUS

ABORTUS

PROVOKATU

PROVOKATU

S

S KRIM INALIS

Gambar 2.6. Kategori Abortus

2.3.5. Manifestasi Klinis Abortus
Adapun manifestasi klinis abortus adalah:
1) Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu
2) Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal
atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
3) Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil
konsepsi
4) Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai
nyeri pinggang akibat kontraksi uterus (Miller, 2008).

2.3.6. Risiko dan Komplikasi Abortus
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi
(Major, 2009):
1) Risiko kesehatan dan keselamatan fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada
beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita yaitu:
1) Kematian mendadak karena pendarahan hebat
2) Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3) Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
4) Rahim yang robek (Uterine Perforation)
5) Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations)
6) Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic
Pregnancy)
7) Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
8) Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis) (Haddad, 2009).

2) Risiko gangguan psikologi dan kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari
segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi
juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental
seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post Abortion
Syndrome” (Sindrom Paska Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini
dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di
dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan
mengalami hal-hal seperti berikut ini :
1) Kehilangan harga diri
2) Berteriak-teriak histeris
3) Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi
4) Ingin melakukan bunuh diri

5) Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang
6) Tidak bisa menikmati lagi seksual.
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi
akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun
dalam hidupnya (Hawari, 2006).

2.3.7. Aspek Hukum Abortus
Abortus provokatus, adalah aborsi yang disengaja baik dengan memakai
obat-obatan maupun alat-alat. Aborsi provocatus merupakan istilah lain yang
secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu
proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute For Social,
Studies andaAction, Maret 1991, dalam istilah kesehatan” aborsi didefinisikan
sebagai penghentian kehamilan setelahtertanamnya telur (ovum) yang telah
dibuahi rahim (uterus), sebelum janin (fetus) mencapai 20 minggu.”
Aborsi yang dilakukan secara sengaja (abortus provocatus) ini terbagi
menjadi dua :
1) Abortus provocatus medicinalis
Adalah aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis,
yaitu apabila perilaku aborsi tidak diambil akan membahayakan jiwa
ibu. Abortus provokatus medisinalis / artificialis / therapeuticus adalah
aborsi yang dilakukan dengan disertai indikasi medis. Di Indonesia
yang dimaksud dengan indikasi medis adalah demi menyelamatkan
nyawa ibu.
Adapun syarat-syarat yang ditentukan sebagai indikasi medis adalah :
a. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab
profesi
b. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama,
hukum, psikologi)

c. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atausuaminya atau
keluarga terdekat
d. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah
e. Prosedur tidak dirahasiakan
f. Dokumen medik harus lengkap (Dewi, 2011).
2) Abortus provocatus criminalis
Adalah aborsi yang terjadi oleh karena perilakuperilaku yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis, sebagai contoh aborsi yang
dilakukan dalam rangka melenyapkan janin sebagai akibat hubungan
seksual di luar perkawinan. Secara umum pengertian abortus
provokatus criminalis adalah suatu kelahiran dini sebelum bayi itu
pada waktunya dapat hidup sendiri di luar kandungan. Pada umumnya
janin yang keluar itu sudah tidak bernyawa lagi.
Sedangkan secara yuridis abortus provokatus criminalis adalah setiap
penghentian kehamilan sebelum hasil konsepsi dilahirkan, tanpa
memperhitungkan umur bayi dalam kandungan dan janin dilahirkan
dalam keadaan mati atau hidup. Bertolak pada pengertian diatas,
dapatlah diketahui bahwa pada abortus provocatus ini ada unsur
kesengajaan. Artinya, suatu perbuatan atau perilaku yang dilakukan
agar kandungan lahir sebelum tiba waktunya. Menurut kebiasaan maka
bayi dalam kandungan seorang wanita akan lahir setelah jangka waktu
9 bulan 10 hari. Hanya dalam hal tertentu saja seorang bayi dalam
kandungan dapat lahir pada saat usia kandungan baru mencapai 7
bulan ataupun 8 bulan (Dewi, 2011).
Di Negara Indonesia, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan kedalam
kejahatan terhadap nyawa (BAB XIX 346-349).

Dalam KUHP BAB XIX 346-349 dinyatakan sebagai berikut :
Pasal 346 : Diakatan bahwa wanita yang dengan sengaja menggugurkan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk melakukan
hal itu di ancam hukuman penjara paling lama 4 tahun.
Pasal 347 : (1) Disebutkan orang yang menggugurkan atau mematikan
kehamilan seorang wanita tanpa persetujuan wanita itu
diancam hukuman paling lama 12 tahun penjara.
(2) Menyebutkan jika dalam menggugurkan kandungan
tersebut berakibat pada hilangnya nyawa wanita yang
mengandung itu, maka pihak pelaku dikenakan hukuman
penjara paling lama 15 tahun.
Pasal 348 : (1)

Disebutkan

bahwa

orang

yang

dengan

sengaja

menggugurkan kandungan seorang wanita atas persetujuan
wanita itu diancam hukuman paling lama 15 tahun penjara.
(2) Jika dalam perbuatan itu menyebabkan wanita itu
meninggal, maka pelaku diancam hukuman paling lama 17
tahun penjara
Pasal 349 : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan

kejahatan berdasarkan

pasal 346

ataupun

membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347
dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu
ditambah dengan sepertiga dan dapat di cabut hak untuk
menjalankan pencaharian mana kejahatan yang dilakukan
(Nainggolan, 2006).