Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Ampas Tebu Terhadap Stabilitas Tanah Lempung dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Uncofined Compression Test) dan Ditinjau dari Nilai CBR
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
TINJAUAN UMUM
2.1.1 Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)
disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat tersebut (Das,1991).
Berdasarkan sifat lekatnya tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tanah
tak berkohesif dan tanah berkohesif. Tanah tak berkohesif adalah tanah yang tidak
mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara butir – butirnya seperti tanah
berpasir. Tanah kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara butirbutirnya, contohnya tanah lempung.
Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara
dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi
sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya
dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah
dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Bagian-bagian
tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.1.
9
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Diagram fase tanah (Das, 1994)
Dalam hal ini:
V
= Isi (Volume)
(cm3)
Va
= Isi udara (Volume of air)
(cm3)
Vw
= Isi air (Volume of water)
(cm3)
Vv
= Isi pori/rongga (Volume of void)
(cm3)
Vs
= Isi butir-butir padat (Volume of solid)
(cm3)
W
= Berat (Weight)
(gr)
Wa
= Berat udara (Weight of air)
(gr)
Ww
= Berat air (Weight of water)
(gr)
Ws
= Berat butir-butir padat (Weight of solid)
(gr)
Dari Gambar 2.1 diatas maka dapat diperoleh persamaan-persamaan untuk
menghitung volume (V) dan berat tanah (W) sebagai berikut:
V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va
(2.1)
10
Universitas Sumatera Utara
Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka berat total contoh
tanah (W) dapat dinyatakan dengan:
W = Ws + Ww
(2.2)
2.1.2. Sifat-Sifat Fisik Tanah
2.1.2.1. Kadar Air (Water Content)
Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat
butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.
W(%) =
Ww
Ws
x 100
(2.3)
Dimana:
W
= Kadar air
(%)
Ww
= Berat air
(gr)
Ws
= Berat butiran
(gr)
2.1.2.2 Angka Pori (Void Ratio)
Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume rongga (�� ) dengan volume butiran (�� ) dalam tanah, atau :
Dimana:
�
� =
��
��
(2.4)
: angka pori
11
Universitas Sumatera Utara
�� : volume rongga (cm3)
��
: volume butiran (cm3)
2.1.2.3 Porositas (Porocity)
Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan
antara volume rongga (�� ) dengan volume total (�) dalam tanah, atau :
�=
Dimana:
�
: porositas
�
: volume total
��
�
� 100
(2.5)
�� : volume rongga (cm3)
(cm3)
2.1.2.4 Berat Volume Basah (Unit Weight)
Berat volume lembab atau basah (�� ) merupakan perbandingan antara
berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume tanah (V).
�� =
Dimana:
�
�
��
= Berat volume basah (gr/cm3)
W
= berat butiran tanah (gr)
V
= volume total tanah (cm3)
(2.6)
2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)
Berat volume kering (�� ) merupakan perbandingan antara berat butiran
(Ws) dengan volume total (V) tanah.
12
Universitas Sumatera Utara
�� =
��
(2.7)
�
Dimana:
��
= berat volume kering (gr/cm3)
V
= volume total tanah (cm3)
��
= berat butiran tanah (gr)
2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat volume butiran padat (�� ) merupakan perbandingan antara berat
butiran tanah (�� ) dengan volume butiran tanah padat (�� ).
�� =
Dimana:
��
��
��
��
��
(2.8)
= berat volume padat (gr/cm3)
= berat butiran tanah (gr)
= volume total padat (cm3)
2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume
butiran padat (�� ) dengan berat volume air (�� ) pada temperature 4º. Nilai suatu
berat jenis tanah tidak bersatuan (tidak berdimensi).
�� =
��
��
(2.9)
13
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
Gs
= berat jenis
��
= berat volume padat (gr/cm3)
��
(gr/cm3)
= berat volume air
Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel
2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah
Macam Tanah
Berat Jenis
Kerikil
2,65 – 2,68
Pasir
2,65 – 2,68
Lanau tak organik
2,62 – 2,68
Lempung organik
2, 58 – 2,65
Lempung tak organik
2,68 – 2,75
Humus
1,37
Gambut
1,25 – 1,80
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S)
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume air (�� ) dengan volume total rongga pori tanah (�� ).
Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka � = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (�)
dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.11.
� (%) =
��
��
� 100
(2.10)
14
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
�
: derajat kejenuhan
�� : berat volume air
(cm3)
�� : volume total rongga pori tanah (cm3)
Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Keadaan Tanah
Derajat Kejenuhan
Tanah kering
0
Tanah agak lembab
> 0 - 0,25
Tanah lembab
0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab
0,51 - 0,75
Tanah basah
0,76 - 0,99
Tanah jenuh
1
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
15
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis. Sifat plastis
tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah
setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan
berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang
bercampur pada tanah tersebut. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas
berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit)
dan batas susut (shrinkage limit).
Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung,
yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara untuk
menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan
mempertimbangkan kandungan kadar airnya. Tanah yang batas cairnya tinggi
biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah,
sedangkan kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatannya.
Oleh karena itu, atas dasar kandungan kadar air dalam tanah, tanah dapat
dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis dan
cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg
16
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas Cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya,
tanah akan berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan
keadaan plastis), yaitu batas atas dari daerah plastis.
Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan
menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi
sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan
pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan
dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah
dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan
sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki
batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair
kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981).
Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair
17
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung (Soedarmo, 1997)
2.1.3.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas Plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah
dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk
mengetahui Batas Plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung
tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan
menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami
retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah
Batas Plastis.
2.1.3.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (shrinkage limit) adalah
kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana
pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.
Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin
diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh
pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan
18
Universitas Sumatera Utara
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas
susut dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.12 seperti yang ditunjukkan pada
rumusan dibawah ini.
�� = �
(� 1 −� 2 )
Dimana:
�2
−
(�1 −�2 )��
�2
� � 100 %
(2.12)
�1 : berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
�2 : berat tanah kering oven
�1 : volume tanah basah dalam cawan
�2 : volume tanah kering oven
�� : berat jenis air
(gr)
(cm3)
(cm3)
(gr/cm3)
2.1.3.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat
plastis. Karena itu, indeks plastis menunjukkan sifat keplastisitasan tanah. Jika
tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis kecil, maka keadaan ini disebut
dengan tanah kurus. Kebalikannya, jika tanah mempunyai interval kadar air
daerah plastis besar disebut tanah gemuk. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung
dengan Persamaan 2.13 berikut :
IP = LL – PL
(2.13)
Dimana:
PI : indeks plastisitas
LL : batas cair
PL : batas plastis
Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3.
19
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah
PI
Sifat
Macam tanah
Kohesi
0
Non – Plastis
Pasir
Non – Kohesif
17
Plastisitas Tinggi
Lempung
Kohesif
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
2.1.3.5 Indeks Kecairan (Liquidity Index)
Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat
didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan
perbandingan antara selisih Kadar Air asli dengan Batas Plastis terhadap Indeks
Plastisitasnya. Dapat dilihat pada Persamaan 2.14 berikut :
�� = �� =
� � −��
��−��
=
� � −��
��
(2.14)
Dimana :
LI = Liquidity Index (%)
WN = Kadar air asli (%)
20
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL
(Bowles, 1991)
Dapat dilihat bahwa jika WN = LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan
1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk
lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL > WN > PL. Nilai
Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN >
LL akan mempunyai LI > 1.
2.1.3.6 Gradasi Ukuran Butiran
Gradasi (Distribusi) Ukuran Butiran adalah penentuan persentase berat
butiran pada satu unit saringan dengan ukuran diameter lubang tertentu.
Karakteristik pengelompokkan tanah :
1.
Tanah berbutir Kasar : Kerikil dan Pasir
2.
Tanah berbutir Halus : Lanau dan Lempung
Besar butiran tanah biasanya digambarkan dalam grafik yaitu merupakan
grafik lengkung (Grading Curve) atau grafik lengkung pembagi butir (Partial
Size Distribution Curve). Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran
21
Universitas Sumatera Utara
butir yang hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama)
disebut tanah yang uniform (Uniformly Graded). Apabila kurva membentang
pada daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.
Ada beberapa jenis tes yang digunakan untuk mendapatkan ukuran
butiran, antara lain:
• Analisis/Tes Ayakan (Sieve Analysis)
• Tes Hidrometer (Hydrometer Test)
1. Analisis/Tes Ayakan (Sieve Analysis)
Gambar 2.6 Ayakan Untuk Pengujian Sieve Analysis (Das, 1998)
2. Tes Hidrometer (Hydrometer Test)
Analisa hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi (pengendapan)
butir-butir tanah dalam air. Bila suatu contoh tanah dilarutkan dalam air, partikel
22
Universitas Sumatera Utara
partikel tanah akan mengendap dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung
pada bentuk, ukuran, dan beratnya (Das, 1998). Analisa hidrometer juga
digunakan untuk memperpanjang kurva distribusi analisa saringan dan untuk
memperkirakan ukuran-ukuran yang butirannya lebih kecil dari ayakan No.200.
Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisa
hidrometer (Hydrometer Analysis).
Gambar 2.7 Alat Hidrometer Jenis ASTM 152H (Das, 1998)
Karakteristik tanah berdasarkan distribusi partikelnya:
•
Cu
(uniformity
coefficient)
adalah
koefiseien
keseragaman
dimana
menunjukkan kemiringan kurva dan menunjukkan sifat seragam (uniform)
tanah. Cu makin kecil, kurva makin curam, dan butir makin seragam.
Sebaliknya Cu makin besar, kurva landai. Ukuran Cu minimal 1, yang berarti
semua butiran berukuran sama. Koefisien keseragaman dapat dilihat pada
Persamaan 2.15 berikut :
Cu =
D 60
D 10
(2.15)
23
Universitas Sumatera Utara
Dimana :
D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan
D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan
•
Cc (curvature coefficient) adalah koefiseien gradasi
- Tanah bergradasi sangat baik bila Cu > 15 .
- Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu > 4 (untuk
tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan
- Cc antara 1 – 3 (untuk kerikil dan pasir).
Koefisien gradasi dapat dilihat pada Persamaan 2.16 berikut :
Cc =
D 2 30
D 60 x D 10
(2.16)
Dimana :
D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan
D30 = Diameter yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan
D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan
24
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Sistem Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah
sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tujuan dari
pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis
tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya
diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah
bagi para ahli. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu
kondisi-kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika
didasarkan kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya. Untuk memperoleh hasil
klasifikasi yang lebih objektif, biasanya sampel tanah akan diuji di laboratorium
dengan serangkaian uji laboratorium yang dapat menghasilkan klasifikasi tanah.
Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian
tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :
1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir
2. Klasifikasi tanah sistem USCS
3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
Sistem-sitem ini menggunakan sifat-sifat indeks tanah yang sederhana
seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks plastisitasnya (Hardiyatmo,
1992).
2.1.4.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butir
Ukuran butir dapat dijadikan tolok ukur dalam mengklasifikasikan tanah
dan kebanyakan cara-cara dahulu yang lebih mengenal penggunakan ukuran butir
dalam mengklasifikasikan jenis tanah. Sistem yang dikembangkan oleh MIT
25
Universitas Sumatera Utara
merupakan salah satu sistem klasifikasi tanah yang banyak digunakan berdasarkan
ukuran butir tanah. Semakin berkembangnya jaman maka sistem klasifikasi tanah
juga berkembang. Kemudian AASHTO dan Unifed juga mengeluarkan sistem
klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir.
Gambar 2.8 Klasifikasi berdasar tekstur tanah oleh Departemen Pertanian
Amerika Serikat (USDA)
Meskipun klasifikasi tanah menggunakan ukuran butir memberikan hasil
yang sangat baik, tetapi pengklasifikasian dengan sistem ini memiliki kekurangan
yaitu hanya sedikit sekali hubungan antara ukuran butir dan sifat-sifat fisis bagi
tanah butir halus (Dunn et al., 1980). Namun seiring dengan berkembangnya
teknologi, maka adanya pengembangan sistem klasifikasi tanah yang mengikut
sertakan karakteristik konsistensi dan plastisitas dari fraksi halus.
26
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.2 Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)
Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Cassagrande (1942) sebagai
sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army
Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah
dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan
untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.
Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing and
Materials (ASTM) sebagai Metode Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487).
Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan
menjadi:
1. Tanah Butir Kasar (Coarse-Grained-Soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan
no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G
atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah
untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah Berbutir Halus (Fine-Grained-Soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos
ayakan no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf
awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan
O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk
tanah gambut (peat), dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.
Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:
1. Persentase butiran yang lolos ayakan no. 200 (fraksi halus)
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no. 40
27
Universitas Sumatera Utara
3. Koefisien Keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan Koefisien Gradasi
(Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0 - 12% lolos ayakan no.
200
4. Batas Cair dan Indeks Plastisitas bagian tanah yang lolos ayakan no.40
Tabel 2.4 Simbol Klasifikasi Tanah Sistem USCS
Simbol
Nama Klasifikasi Tanah
G
Kerikil (gravel)
S
Pasir (sand)
C
Lempung (clay)
M
Lanau (silt)
O
Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)
Pt
Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly
organic clay)
L
Plastisitas rendah (low plasticity)
H
Plastisitas tinggi (high plasticity)
W
Bergradasi baik (well graded)
P
Bergradasi buruk (poor graded)
28
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Klasifikasi Tanah Sistem Unified
29
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.3 Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO (American Association of State
Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public
Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami
beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh
Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road
of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan
tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang
diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau
kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah
A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no.
200.
Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke
kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data
pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan
data-data sebagai berikut :
1. Analisis Ukuran Butiran.
2. Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas yang dihitung.
3. Batas Susut.
Khusus
untuk
diidentifikasikan
tanah-tanah
lebih
lanjut
yang
mengandung
dengan
indeks
bahan
butir
kelompoknya.
halus
Bagan
pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.10.
30
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Das, 1991)
2.1.5 Sifat-Sifat Mekanis Tanah
2.1.5.1 Pemadatan Tanah (Compaction)
Pemadatan (compaction) adalah proses naiknya kerapatan tanah dengan
memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara: tidak
terjadi perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah ini. Pemadatan
berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah dan memperbaiki daya dukungnya,
serta mengurangi sifat mudah mampat (compressibilitas) dan permeabilitas tanah.
Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling
berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis
beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998).
Ada 2 macam percobaan di laboratorium yang biasa dipakai untuk menentukan
kadar air optimum (Optimum Moisture Content = O.M.C) dan berat isi kering
31
Universitas Sumatera Utara
maksimum (Maximum Dry Density = γd ). Percobaan-percobaan tersebut ialah
percobaan pemadatan standar (Standart Compaction Test) dan percobaan
pemadatan modifikasi (Modified Compaction Test). Pada tanah yang mengalami
pengujian pemadatan akan terbentuk grafik hubungan berat volume kering dengan
kadar air. Kemudian dari grafik hubungan antara kadar air dan berat volume
kering ditentukan kepadatan maksimum dan kadar air optimum.
Gambar 2.11 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah
Garis ZAVL (Zero Air Void Line) adalah hubungan antara Berat Isi Kering
dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali
tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu
menggambarkan grafik pemadatan. Grafik tersebut berada di bawah ZAVL dan
biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva
pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAVL maka
hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan
mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan
pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan Kadar Air
Optimum dan Berat Isi Kering maksimum adalah percobaan Pemadatan Standar
(Standard Compaction Test).
32
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.2 Pengujian Uji Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)
Pengujian uji tekan bebas ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya
kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam
keadaan asli maupun buatan (remoulded). Yang dimaksud dengan kekuatan tekan
bebas adalah beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami
keruntuhan pada saat regangan axialnya mencapai 20%. Bila maksud pengujian
adalah untuk menentukan parameter kuat geser tanah, pengujian
ini
hanya
cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana pada pembebanan cepat,air
tidak sempat mengalir keluar dari benda uji.
Berikut ini adalah gambar skematik dari prinsip pembebanan pada uji tekan bebas:
Gambar 2.12 Skema Uji Tekan Bebas
33
Universitas Sumatera Utara
Tegangan aksial yang diterapkan diatas benda uji berangsur-angsur
ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya,
karena σ3= 0,maka:
τf =
σ1
2
=
qu
2
= cu
(2.17)
Dimana:
τf
= kuat geser
(kg/cm2)
σ1
= tegangan utama
(kg/cm2)
qu
= kuat tekan bebas tanah
(kg/cm2)
cu
= kohesi
(kg/cm2)
Gambar 2.13 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined
Compression Test (UCT).
Gambar 2.13 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu Di Atas Sebagai
Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap (Das, 2008)
34
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Hubungan Konsistensi Dengan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung
Konsistensi
qu (kN/m2)
Lempung keras
>400
Lempung sangat kaku
200-400
Lempung kaku
100-200
Lempung sedang
50-100
Lempung lunak
25-50
Lempung sangat lunak
1,25
: Tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif
1,25
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
TINJAUAN UMUM
2.1.1 Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)
disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat tersebut (Das,1991).
Berdasarkan sifat lekatnya tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tanah
tak berkohesif dan tanah berkohesif. Tanah tak berkohesif adalah tanah yang tidak
mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara butir – butirnya seperti tanah
berpasir. Tanah kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara butirbutirnya, contohnya tanah lempung.
Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara
dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi
sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya
dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah
dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Bagian-bagian
tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.1.
9
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Diagram fase tanah (Das, 1994)
Dalam hal ini:
V
= Isi (Volume)
(cm3)
Va
= Isi udara (Volume of air)
(cm3)
Vw
= Isi air (Volume of water)
(cm3)
Vv
= Isi pori/rongga (Volume of void)
(cm3)
Vs
= Isi butir-butir padat (Volume of solid)
(cm3)
W
= Berat (Weight)
(gr)
Wa
= Berat udara (Weight of air)
(gr)
Ww
= Berat air (Weight of water)
(gr)
Ws
= Berat butir-butir padat (Weight of solid)
(gr)
Dari Gambar 2.1 diatas maka dapat diperoleh persamaan-persamaan untuk
menghitung volume (V) dan berat tanah (W) sebagai berikut:
V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va
(2.1)
10
Universitas Sumatera Utara
Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka berat total contoh
tanah (W) dapat dinyatakan dengan:
W = Ws + Ww
(2.2)
2.1.2. Sifat-Sifat Fisik Tanah
2.1.2.1. Kadar Air (Water Content)
Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat
butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.
W(%) =
Ww
Ws
x 100
(2.3)
Dimana:
W
= Kadar air
(%)
Ww
= Berat air
(gr)
Ws
= Berat butiran
(gr)
2.1.2.2 Angka Pori (Void Ratio)
Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume rongga (�� ) dengan volume butiran (�� ) dalam tanah, atau :
Dimana:
�
� =
��
��
(2.4)
: angka pori
11
Universitas Sumatera Utara
�� : volume rongga (cm3)
��
: volume butiran (cm3)
2.1.2.3 Porositas (Porocity)
Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan
antara volume rongga (�� ) dengan volume total (�) dalam tanah, atau :
�=
Dimana:
�
: porositas
�
: volume total
��
�
� 100
(2.5)
�� : volume rongga (cm3)
(cm3)
2.1.2.4 Berat Volume Basah (Unit Weight)
Berat volume lembab atau basah (�� ) merupakan perbandingan antara
berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume tanah (V).
�� =
Dimana:
�
�
��
= Berat volume basah (gr/cm3)
W
= berat butiran tanah (gr)
V
= volume total tanah (cm3)
(2.6)
2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)
Berat volume kering (�� ) merupakan perbandingan antara berat butiran
(Ws) dengan volume total (V) tanah.
12
Universitas Sumatera Utara
�� =
��
(2.7)
�
Dimana:
��
= berat volume kering (gr/cm3)
V
= volume total tanah (cm3)
��
= berat butiran tanah (gr)
2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat volume butiran padat (�� ) merupakan perbandingan antara berat
butiran tanah (�� ) dengan volume butiran tanah padat (�� ).
�� =
Dimana:
��
��
��
��
��
(2.8)
= berat volume padat (gr/cm3)
= berat butiran tanah (gr)
= volume total padat (cm3)
2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume
butiran padat (�� ) dengan berat volume air (�� ) pada temperature 4º. Nilai suatu
berat jenis tanah tidak bersatuan (tidak berdimensi).
�� =
��
��
(2.9)
13
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
Gs
= berat jenis
��
= berat volume padat (gr/cm3)
��
(gr/cm3)
= berat volume air
Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel
2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah
Macam Tanah
Berat Jenis
Kerikil
2,65 – 2,68
Pasir
2,65 – 2,68
Lanau tak organik
2,62 – 2,68
Lempung organik
2, 58 – 2,65
Lempung tak organik
2,68 – 2,75
Humus
1,37
Gambut
1,25 – 1,80
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S)
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume air (�� ) dengan volume total rongga pori tanah (�� ).
Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka � = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (�)
dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.11.
� (%) =
��
��
� 100
(2.10)
14
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
�
: derajat kejenuhan
�� : berat volume air
(cm3)
�� : volume total rongga pori tanah (cm3)
Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Keadaan Tanah
Derajat Kejenuhan
Tanah kering
0
Tanah agak lembab
> 0 - 0,25
Tanah lembab
0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab
0,51 - 0,75
Tanah basah
0,76 - 0,99
Tanah jenuh
1
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
15
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis. Sifat plastis
tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah
setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan
berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang
bercampur pada tanah tersebut. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas
berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit)
dan batas susut (shrinkage limit).
Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung,
yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara untuk
menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan
mempertimbangkan kandungan kadar airnya. Tanah yang batas cairnya tinggi
biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah,
sedangkan kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatannya.
Oleh karena itu, atas dasar kandungan kadar air dalam tanah, tanah dapat
dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis dan
cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg
16
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas Cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya,
tanah akan berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan
keadaan plastis), yaitu batas atas dari daerah plastis.
Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan
menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi
sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan
pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan
dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah
dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan
sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki
batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair
kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981).
Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair
17
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung (Soedarmo, 1997)
2.1.3.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas Plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah
dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk
mengetahui Batas Plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung
tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan
menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami
retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah
Batas Plastis.
2.1.3.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (shrinkage limit) adalah
kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana
pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.
Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin
diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh
pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan
18
Universitas Sumatera Utara
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas
susut dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.12 seperti yang ditunjukkan pada
rumusan dibawah ini.
�� = �
(� 1 −� 2 )
Dimana:
�2
−
(�1 −�2 )��
�2
� � 100 %
(2.12)
�1 : berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
�2 : berat tanah kering oven
�1 : volume tanah basah dalam cawan
�2 : volume tanah kering oven
�� : berat jenis air
(gr)
(cm3)
(cm3)
(gr/cm3)
2.1.3.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat
plastis. Karena itu, indeks plastis menunjukkan sifat keplastisitasan tanah. Jika
tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis kecil, maka keadaan ini disebut
dengan tanah kurus. Kebalikannya, jika tanah mempunyai interval kadar air
daerah plastis besar disebut tanah gemuk. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung
dengan Persamaan 2.13 berikut :
IP = LL – PL
(2.13)
Dimana:
PI : indeks plastisitas
LL : batas cair
PL : batas plastis
Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3.
19
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah
PI
Sifat
Macam tanah
Kohesi
0
Non – Plastis
Pasir
Non – Kohesif
17
Plastisitas Tinggi
Lempung
Kohesif
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
2.1.3.5 Indeks Kecairan (Liquidity Index)
Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat
didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan
perbandingan antara selisih Kadar Air asli dengan Batas Plastis terhadap Indeks
Plastisitasnya. Dapat dilihat pada Persamaan 2.14 berikut :
�� = �� =
� � −��
��−��
=
� � −��
��
(2.14)
Dimana :
LI = Liquidity Index (%)
WN = Kadar air asli (%)
20
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL
(Bowles, 1991)
Dapat dilihat bahwa jika WN = LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan
1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk
lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL > WN > PL. Nilai
Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN >
LL akan mempunyai LI > 1.
2.1.3.6 Gradasi Ukuran Butiran
Gradasi (Distribusi) Ukuran Butiran adalah penentuan persentase berat
butiran pada satu unit saringan dengan ukuran diameter lubang tertentu.
Karakteristik pengelompokkan tanah :
1.
Tanah berbutir Kasar : Kerikil dan Pasir
2.
Tanah berbutir Halus : Lanau dan Lempung
Besar butiran tanah biasanya digambarkan dalam grafik yaitu merupakan
grafik lengkung (Grading Curve) atau grafik lengkung pembagi butir (Partial
Size Distribution Curve). Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran
21
Universitas Sumatera Utara
butir yang hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama)
disebut tanah yang uniform (Uniformly Graded). Apabila kurva membentang
pada daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.
Ada beberapa jenis tes yang digunakan untuk mendapatkan ukuran
butiran, antara lain:
• Analisis/Tes Ayakan (Sieve Analysis)
• Tes Hidrometer (Hydrometer Test)
1. Analisis/Tes Ayakan (Sieve Analysis)
Gambar 2.6 Ayakan Untuk Pengujian Sieve Analysis (Das, 1998)
2. Tes Hidrometer (Hydrometer Test)
Analisa hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi (pengendapan)
butir-butir tanah dalam air. Bila suatu contoh tanah dilarutkan dalam air, partikel
22
Universitas Sumatera Utara
partikel tanah akan mengendap dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung
pada bentuk, ukuran, dan beratnya (Das, 1998). Analisa hidrometer juga
digunakan untuk memperpanjang kurva distribusi analisa saringan dan untuk
memperkirakan ukuran-ukuran yang butirannya lebih kecil dari ayakan No.200.
Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisa
hidrometer (Hydrometer Analysis).
Gambar 2.7 Alat Hidrometer Jenis ASTM 152H (Das, 1998)
Karakteristik tanah berdasarkan distribusi partikelnya:
•
Cu
(uniformity
coefficient)
adalah
koefiseien
keseragaman
dimana
menunjukkan kemiringan kurva dan menunjukkan sifat seragam (uniform)
tanah. Cu makin kecil, kurva makin curam, dan butir makin seragam.
Sebaliknya Cu makin besar, kurva landai. Ukuran Cu minimal 1, yang berarti
semua butiran berukuran sama. Koefisien keseragaman dapat dilihat pada
Persamaan 2.15 berikut :
Cu =
D 60
D 10
(2.15)
23
Universitas Sumatera Utara
Dimana :
D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan
D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan
•
Cc (curvature coefficient) adalah koefiseien gradasi
- Tanah bergradasi sangat baik bila Cu > 15 .
- Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu > 4 (untuk
tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan
- Cc antara 1 – 3 (untuk kerikil dan pasir).
Koefisien gradasi dapat dilihat pada Persamaan 2.16 berikut :
Cc =
D 2 30
D 60 x D 10
(2.16)
Dimana :
D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan
D30 = Diameter yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan
D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan
24
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Sistem Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah
sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tujuan dari
pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis
tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya
diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah
bagi para ahli. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu
kondisi-kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika
didasarkan kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya. Untuk memperoleh hasil
klasifikasi yang lebih objektif, biasanya sampel tanah akan diuji di laboratorium
dengan serangkaian uji laboratorium yang dapat menghasilkan klasifikasi tanah.
Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian
tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :
1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir
2. Klasifikasi tanah sistem USCS
3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
Sistem-sitem ini menggunakan sifat-sifat indeks tanah yang sederhana
seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks plastisitasnya (Hardiyatmo,
1992).
2.1.4.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butir
Ukuran butir dapat dijadikan tolok ukur dalam mengklasifikasikan tanah
dan kebanyakan cara-cara dahulu yang lebih mengenal penggunakan ukuran butir
dalam mengklasifikasikan jenis tanah. Sistem yang dikembangkan oleh MIT
25
Universitas Sumatera Utara
merupakan salah satu sistem klasifikasi tanah yang banyak digunakan berdasarkan
ukuran butir tanah. Semakin berkembangnya jaman maka sistem klasifikasi tanah
juga berkembang. Kemudian AASHTO dan Unifed juga mengeluarkan sistem
klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir.
Gambar 2.8 Klasifikasi berdasar tekstur tanah oleh Departemen Pertanian
Amerika Serikat (USDA)
Meskipun klasifikasi tanah menggunakan ukuran butir memberikan hasil
yang sangat baik, tetapi pengklasifikasian dengan sistem ini memiliki kekurangan
yaitu hanya sedikit sekali hubungan antara ukuran butir dan sifat-sifat fisis bagi
tanah butir halus (Dunn et al., 1980). Namun seiring dengan berkembangnya
teknologi, maka adanya pengembangan sistem klasifikasi tanah yang mengikut
sertakan karakteristik konsistensi dan plastisitas dari fraksi halus.
26
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.2 Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)
Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Cassagrande (1942) sebagai
sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army
Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah
dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan
untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.
Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing and
Materials (ASTM) sebagai Metode Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487).
Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan
menjadi:
1. Tanah Butir Kasar (Coarse-Grained-Soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan
no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G
atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah
untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah Berbutir Halus (Fine-Grained-Soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos
ayakan no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf
awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan
O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk
tanah gambut (peat), dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.
Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:
1. Persentase butiran yang lolos ayakan no. 200 (fraksi halus)
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no. 40
27
Universitas Sumatera Utara
3. Koefisien Keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan Koefisien Gradasi
(Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0 - 12% lolos ayakan no.
200
4. Batas Cair dan Indeks Plastisitas bagian tanah yang lolos ayakan no.40
Tabel 2.4 Simbol Klasifikasi Tanah Sistem USCS
Simbol
Nama Klasifikasi Tanah
G
Kerikil (gravel)
S
Pasir (sand)
C
Lempung (clay)
M
Lanau (silt)
O
Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)
Pt
Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly
organic clay)
L
Plastisitas rendah (low plasticity)
H
Plastisitas tinggi (high plasticity)
W
Bergradasi baik (well graded)
P
Bergradasi buruk (poor graded)
28
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Klasifikasi Tanah Sistem Unified
29
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.3 Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO (American Association of State
Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public
Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami
beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh
Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road
of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan
tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang
diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau
kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah
A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no.
200.
Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke
kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data
pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan
data-data sebagai berikut :
1. Analisis Ukuran Butiran.
2. Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas yang dihitung.
3. Batas Susut.
Khusus
untuk
diidentifikasikan
tanah-tanah
lebih
lanjut
yang
mengandung
dengan
indeks
bahan
butir
kelompoknya.
halus
Bagan
pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.10.
30
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Das, 1991)
2.1.5 Sifat-Sifat Mekanis Tanah
2.1.5.1 Pemadatan Tanah (Compaction)
Pemadatan (compaction) adalah proses naiknya kerapatan tanah dengan
memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara: tidak
terjadi perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah ini. Pemadatan
berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah dan memperbaiki daya dukungnya,
serta mengurangi sifat mudah mampat (compressibilitas) dan permeabilitas tanah.
Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling
berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis
beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998).
Ada 2 macam percobaan di laboratorium yang biasa dipakai untuk menentukan
kadar air optimum (Optimum Moisture Content = O.M.C) dan berat isi kering
31
Universitas Sumatera Utara
maksimum (Maximum Dry Density = γd ). Percobaan-percobaan tersebut ialah
percobaan pemadatan standar (Standart Compaction Test) dan percobaan
pemadatan modifikasi (Modified Compaction Test). Pada tanah yang mengalami
pengujian pemadatan akan terbentuk grafik hubungan berat volume kering dengan
kadar air. Kemudian dari grafik hubungan antara kadar air dan berat volume
kering ditentukan kepadatan maksimum dan kadar air optimum.
Gambar 2.11 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah
Garis ZAVL (Zero Air Void Line) adalah hubungan antara Berat Isi Kering
dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali
tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu
menggambarkan grafik pemadatan. Grafik tersebut berada di bawah ZAVL dan
biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva
pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAVL maka
hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan
mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan
pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan Kadar Air
Optimum dan Berat Isi Kering maksimum adalah percobaan Pemadatan Standar
(Standard Compaction Test).
32
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.2 Pengujian Uji Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)
Pengujian uji tekan bebas ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya
kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam
keadaan asli maupun buatan (remoulded). Yang dimaksud dengan kekuatan tekan
bebas adalah beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami
keruntuhan pada saat regangan axialnya mencapai 20%. Bila maksud pengujian
adalah untuk menentukan parameter kuat geser tanah, pengujian
ini
hanya
cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana pada pembebanan cepat,air
tidak sempat mengalir keluar dari benda uji.
Berikut ini adalah gambar skematik dari prinsip pembebanan pada uji tekan bebas:
Gambar 2.12 Skema Uji Tekan Bebas
33
Universitas Sumatera Utara
Tegangan aksial yang diterapkan diatas benda uji berangsur-angsur
ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya,
karena σ3= 0,maka:
τf =
σ1
2
=
qu
2
= cu
(2.17)
Dimana:
τf
= kuat geser
(kg/cm2)
σ1
= tegangan utama
(kg/cm2)
qu
= kuat tekan bebas tanah
(kg/cm2)
cu
= kohesi
(kg/cm2)
Gambar 2.13 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined
Compression Test (UCT).
Gambar 2.13 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu Di Atas Sebagai
Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap (Das, 2008)
34
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Hubungan Konsistensi Dengan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung
Konsistensi
qu (kN/m2)
Lempung keras
>400
Lempung sangat kaku
200-400
Lempung kaku
100-200
Lempung sedang
50-100
Lempung lunak
25-50
Lempung sangat lunak
1,25
: Tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif
1,25