Perpustakaan Biro Hukum - Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia

FILOSOFI DAN SEJARAH
PEMBENTUKAN UNDANGUNDANG NOMOR 2 TAHUN
2017 TENTANG JASA
KONSTRUKSI

SEKTOR JASA KONSTRUKSI
SALAH SATU SEKTOR STRATEGIS DALAM MENDUKUNG TERCAPAINYA PEMBANGUNAN NASIONAL






Dilihat dari adanya keterkaitan dengan sektor lain
Jasa Konstruksi merupakan bagian penting dari terbentuknya produk konstruksi
Arena pertemuan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa
Pada penyedia jasa berinteraksi pelaku usaha, pekerjanya, dan rantai pasok yang menentukan keberhasilan
proses penyediaan jasa konstruksi
Yang pada akhirnya memicu pertumbuhan sosial ekonomi.

Pengembangan Jasa Konstruksi agenda publik penting strategis







Karena terjadi perubahan cepat dalam konteks globalisasi dan liberalisasi
Kemiskinan dan kesenjangan
Demokratisasi dan otonomi daerah
Kerusakan dan bencana alam
Proses transformasi politik, budaya, ekonomi, dan birokrasi.

• Belum disentuhnya kenyataan jenis pekerjaan atau usaha jasa konstruksi bukan
hanya perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, tetapi berkembang
berdasarkan product life cycle, yang saat ini tidak pada konsep tetapi menjadi
sebuah realitas pasar konstruksi.

2

LATAR BELAKANG LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017


Adanya tuntutan tata kelola pemerintahan yang baik
Tuntutan mutu produk produksi
Perkembangan sistem penyelenggaraan jasa konstruksi
Tantangan penyelenggaraan jasa konstruksi meningkat dan membesar
Lingkungan strategis muncul signifikan sehingga memerlukan harmonisasi peraturan perundang-undangan
terkait pemerintahan daerah, bidang PUPR, bidang ketenagakerjaan, Standar Internasional Usaha Jasa
Konstruksi, Profesi Keinsinyiuran dan Arsitek, Sektor Yang Relevan seperti ESDM
o Wujud penyempurnaan pada pengaturan aspek pembinaan, penyelenggaraan, penegakan hukum, partisipasi
masyarakat, keamanan-keselamatan-kesehatan-keberlanjutan konstruksi.
o
o
o
o
o

3

FILOSOFI PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
JASA KONSTRUKSI

 Fungsi pembinaan oleh pemerintah daerah belum sepenuhnya menyentuh
masyarakat jasa konstruksi, sementara kemampuan pemerintah pusat terbatas;
 Badan usaha jasa konstruksi didominasi kualifikasi kecil yang memperebutkan
sebagian kecil pasar konstruksi, sementara kualifikasi besar menguasai pasar
konstruksi. Badan usaha jasa konstruksi masih didominasi generalis, sementara
badan usaha spesialis belum berkembang;
 Pengembangan usaha jasa konstruksi melalui investasi belum diatur di dalam
regulasi konstruksi sebelumnya;
 Terbatas tenaga kerja konstruksi bersertifikat sehingga perlu penataan ulang
pengaturan terhadap system sertifikasi;
 Perlu pengaturan dan pengawasan tenaga kerja asing;
 Tidak optimal upaya penyelesaian sengketa yang diatur dalam kontrak konstruksi dan
berpotensi penyalahgunaan kontrak konstruksi;
 Tingginya angka kecelakaan kerja sector konstruksi;

 Acapkali terjadi kegagalan bangunan akibat lalai memenuhi ketentuan konstruksi
berkelanjutan;
 Belum adanya sistem informasi jasa konstruksi terintegrasi;
 Belum jalannya mekanisme pengaturan remunerasi tenaga kerja ahli


 Ketidakprioritasan penyedia jasa memakai teknologi dan komponen dalam negeri.

Sejarah Pembentukannya
RUU Jasa Konstruksi menjadi RUU Inisiatif DPR yang
tercantum dalam Keputusan DPR nomor 7/DPR
RI/II/2016-2017 tentang Program Legislasi Nasional
RUU Prioritas Tahun 2017 dan Prolegnas Perubahan
RUU Tahun 2015-2017.
Tahapan Pembahasan RUU sbb:
RUU dibahas di Badan Legislasi DPR, diputuskan
dalam rapat paripurna bahwa RUU tsb merupakan
inisiatif DPR dengan stakeholder terkait.
RUU dikirimkan ke Presiden untuk dibuat Surat
Penunjukan Presiden kepada menteri terkait.
Menteri
yang
ditunjuk
Presiden:
PUPR,
Ketenagakerjaan, Hukum dan HAM. Menteri PUPR

sebagai leading sector.

Rangkaian Pembahasan RUU
 Pemerintah menyusun Daftar Inventarisasi Masalah
 Penyampaian DIM
 Pembahasan Raker untuk menyetujui pasal-pasal yang sudah
disepakati
 Pembentukan Tim Panitia Kerja
 Pembahasan oleh Panja
 Pembahasan oleh Timus
 Laporan Timus kepada Panja
 Laporan Panja kepada Raker
 Persetujuan Tingkat I
 Persetujuan Tingkat II
 Pengiriman RUU kepada Presiden
 Pengesahan RUU oleh Presiden

 Pengundangan di Kementerian Hukum dan HAM.

Hasil Pembentukannya

• DPR mengesahkan RUU Jasa Konstruksi pada
tanggal 15 Desember 2016.Des 2016

• Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan 12 Januari 2017.
• Undang-Undang ini terdiri dari 14 Bab dan 106
Pasal-Pasal berikut Penjelasan 96 hlm.
• Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini
harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak Undang Undang ini diundangkan.

PERBANDINGAN STRUKTUR UU NO. 18 TAHUN
1999 DENGAN UU NO. 2 TAHUN 2017 JASA
KONSTRUKSI
UU No. 18 Tahun 1999 tentang JASA
KONSTRUKSI
BAB I.

KETENTUAN UMUM


UU No. 2 Tahun 2017 tentang JASA
KONSTRUKSI
BAB I.

KETENTUAN UMUM

BAB II. ASAS DAN TUJUAN

BAB II. ASAS DAN TUJUAN

BAB III. USAHA JASA KONSTRUKSI

BAB III. TANGGUNG JAWAB DAN KEWENANGAN

BAB IV. PENGIKATAN JASA

BAB IV. USAHA JASA KONSTRUKSI

BAB V.


KONSTRUKSI

BAB V. PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

PENYELENGGARAAN JASA

BAB VI. KEAMANAN, KESELAMATAN,
KESEHATAN, DAN KEBERLANJUTAN

KONSTRUKSI

BAB VII. TENAGA KERJA KONSTRUKSI
BAB VI. KEGAGALAN BANGUNAN
BAB VII. PERAN MASYARAKAT

BAB VIII. PEMBINAAN
BAB IX. SISTEM INFORMASI JASA KONSTRUKSI

BAB VIII. PEMBINAAN


BAB X.

BAB IX.

PENYELESAIAN SENGKETA

BAB XI. PENYELESAIAN SENGKETA

BAB X.

SANKSI

BAB XII. SANKSI ADMINISTRATIF

PARTISIPASI MASYARAKAT

BAB XI . KETENTUAN PERALIHAN

BAB XIII. KETENTUAN PERALIHAN


BAB XII. KETENTUAN PENUTUP

BAB XIV. KETENTUAN PENUTUP

TERDIRI ATAS 12 BAB DENGAN 46 PASAL

TERDIRI ATAS 14 BAB DENGAN 106 PASAL

8

KERANGKA UNDANG-UNDANG

USAHA JASA KONSTRUKSI

KLASIFIKASI USAHA
UU
18/1999
ASMET
(Aristek, Sipil,
Mekanikal,

Elektrikal, dan
Tata
Lingkungan)

UU
2/2017

CPC (Central
Product
Classification)

Pasal 12: Jenis Usaha Jasa
Konstruksi
a. Jasa Konsultasi Konstruksi
b. Pekerjaan Konstruksi
c. Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi

Pasal 13-15: Sifat Usaha Jasa
Konstruksi
a. Umum
b. Spesialis

11

USAHA JASA KONSTRUKSI
Jenis Usaha Jasa Konsultansi Konstruksi

Pasal 11-16

Klasifikasi

Layanan

Umum

a.
b.
c.
d.

arsitektur
rekayasa
rekayasa terpadu
arsitektur lansdkap dan perencanaan wilayah

a.
b.
c.
d.

pengkajian
perencanaan
perancangan
pengawasan

Spesialis

a.
b.

konsultansi ilmiah dan teknis
pengujian dan analisis teknis

a.
b.
c.

survei
pengujian teknis
analisis

Jenis Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi

Klasifikasi

Layanan

Umum

a.
b.

bangunan gedung
bangunan sipil

a.
b.
c.
d.

Spesialis

a.
b.
c.
d.
e.
f.

penyiapan lapangan
instalasi
konstruksi khusus
konstruksi pra pabrikasi
penyelesaian bangunan
penyewaan peralatan

pekerjaan bagian tertentu dari
bangunan konstruksi atau bentuk fisik
lainnya

Jenis Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi
Terintregasi

Klasifikasi

a.
b.

bangunan gedung
bangunan sipil

JENIS, SIFAT, KLASIFIKASI, DAN LAYANAN USAHA

pembangunan
pemeliharaan
penghancuran
pembuatan kembali

Layanan

a.
b.
c.

rancang bangun
perencanaan, pengadaan, dan
pelaksanaan penghancuran
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
berbasis kinerja

USAHA
JASA
BENTUK
DAN KONSTRUKSI
KUALIFIKASI USAHA
Pasal 20

BENTUK DAN KUALIFIKASI USAHA
Usaha Jasa Konstruksi berbentuk usaha orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

KUALIFIKASI

Dasar Penetapan Kualifikasi :
Kecil
• berisiko kecil
• berteknologi
sederhana

• berbiaya kecil

Menengah
• berisiko
sedang
• berteknologi
madya
• berbiaya
sedang

Besar

• berisiko besar
• berteknologi
tinggi

• berbiaya
besar

Kemampuan
dalam
Penyediaan
Peralatan
Konstruksi

Ketersediaan
Tenaga Kerja

Perjualan
Tahunan

Kemampuan
Keuangan

USAHA JASA KONSTRUKSI
Pasal 21

SEGMENTASI PASAR

Jenis Usaha

Sementasi Pasar

1. Orang Perseorangan
2. Badan Usaha Kualifikasi Kecil

1. Beresiko Kecil
2. Berteknologi Sederhana
3. Berbiaya Kecil

1. Badan Usaha Kualifikasi
Menengah

1. Beresiko Sedang
2. Berteknologi Madya
3. Berbiaya Sedang

1. Badan Usaha Kualifikasi Besar
2. Perwakilan Usaha Jasa
Konstruksi Asing

1. Beresiko Besar
2. Berteknologi Tinggi
3. Berbiaya Besar

USAHA JASA KONSTRUKSI
Pasal 24

PERLIDUNGAN USAHA KUALIFIKASI KECIL
 Dalam UU ini telah diatur terkait penyelenggaraan Jasa
Konstruksi yang menggunakan APBD dan pekerjaan Jasa
Konstruksi yang berisiko kecil sampai dengan sedang,
berteknologi sederhana sampai dengan madya, dan
berbiaya

kecil

sampai

dengan

sedang,

Pemerintah

Daerah provinsi dapat membuat kebijakan khusus.

 Kebijakan khusus tersebut mengatur :
a. kerja sama operasi dengan BUJK daerah; dan/atau
b. penggunaan Subpenyedia Jasa Daerah.

PERSYARATAN USAHA
TDUP

IUJK

wajib dimiliki oleh setiap usaha
orang perseorangan yang
memberikan layanan jasa
konstruksi

wajib dimiliki oleh setiap
badan usaha yang
memberikan layanan jasa
konstruksi

diterbitkan oleh

Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
sesuai domisili
wilayahnya

• TDUP dan IUJK berlaku untuk melaksanakan kegiatan Usaha Jasa Konstruksi di
NKRI
• Syarat mengenai TDUP dan IUJK diatur oleh peraturan di daerah

TANDA DAFTAR PENGALAMAN
TK. Konstruksi  Registrasi kepada Menteri  Pengakuan Pengalaman Profesional
Tanda Daftar Pengalaman Professional, paling sedikit memuat :
1. jenis layanan profesional yang diberikan;
2. nilai pekerjaan konstruksi yang terkait dengan hasil layanan profesional;
3. tahun pelaksanaan pekerjaan; dan
4. rekomendasi Penguna Jasa.

Meregistrasi Pengalaman
TK. KONSTRUKSI

Pasal 31

Tanda Daftar Pengalaman
Menteri

BADAN USAHA KONSTRUKSI
Menengah dan Besar

Tanda Daftar Pengalaman Badan Usaha Jasa
Konstruksi, paling sedikit memuat :
1. nama paket pekerjaan;
2. Pengguna Jasa;
3. tahun pelaksanaan pekerjaan;
4. nilai pekerjaan; dan
5. kinerja Penyedia Jasa.

pengalaman
sudah melalui
proses serah
terima

17

PERSYARATAN USAHA
BADAN USAHA ASING

Pasal: 32-35


BENTUK :
Kantor Perwakilan

Ketentuan Kantor Perwakilan yang wajib dipenuhi:
1.

berbentuk badan usaha dengan kualifikasi yang
setara dengan kualifikasi besar;

2.

memiliki izin perwakilan badan usaha Jasa
Konstruksi asing;

3.

membentuk kerja sama operasi dengan badan
usaha Jasa Konstruksi nasional berkualifikasi
besar yang memiliki Izin Usaha;

4.

mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja
Indonesia daripada tenaga kerja asing;

5.

menempatkan WNI sebagai pimpinan tertinggi
kantor perwakilan;

6.

mengutamakan penggunaan material dan
teknologi konstruksi dalam negeri;

7.

memiliki teknologi tinggi, mutakhir, efisien,
berwawasan lingkungan, serta memperhatikan
kearifan lokal;

8.

melaksanakan proses alih teknologi; dan

9.

melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Prinsip JO :
kesetaraan kualifikasi,
kesamaan layanan, dan
tanggung renteng.

Badan Usaha
berbadan hukum
Indonesia melalui
kerja sama modal
dengan BUJKN


Badan Usaha Jasa Konstruksi yang dibentuk dalam rangka
kerja sama modal harus memenuhi persyaratan kualifikasi
besar dan wajib memiliki Izin Usaha.



Wajib memiliki IZIN USAHA yang diberikan oleh Menteri.

PENYELENGGARAAN
JASA KONSTRUKSI

19

PRINSIP PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI
Pasal 38-43
dikerjakan sendiri

Usaha Jasa
Konstruksi

Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi

Usaha
Penyediaan
Bangunan

pengikatan jasa konstrusi

dikerjakan sendiri

perjanjian penyediaan
bangunan

pengikatan terdiri atas Pengguna dan Penyedia Jasa  bisa orang perseorangan
atau badan
Pemilihan Penyedia Jasa dengan sumber APBN/APBD melalui tender/seleksi, pengadaan
secara elektronik, penunjukan langsung, dan pengadaan langsung.

20

KONTRAK KERJA KOSNTRUKSI
Pasal 46-47

 Berisikan pengaturan hubungan kerja antara Pengguna dan Penyedia Jasa, sesuai
perkembangan kebutuhan, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Kontrak Kerja mencakup :
• identitas para pihak;

• rumusan pekerjaan (lingkup kerja, nilai
pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan
batasan waktu pelaksanaan);
• masa pertanggungan (jangka waktu
pelaksanaan dan pemeliharaan menjadi
tanggung jawab penyedia jasa);
• hak dan kewajiban yang setara;
• penggunaan tenaga kerja konstruksi
 tenaga kerja bersertifikat;
• cara pembayaran;
• wanprestasi;
• penyelesaian perselisihan;

• pemutusan kontrak kerja;
• keadaan memaksa;
• kegagalan bangunan;
• pelindungan pekerja;
• pelindungan terhadap pihak
ketiga selain para pihak dan
pekerja;
• aspek lingkungan;
• jaminan atas resiko yang timbul
dan tanggung jawab hukum
kepada pihak lain; dan
• pilihan penyelesaian sengketa
konstruksi.
21

STANDAR KEAMANAN, KESELAMATAN,
KESEHATAN, DAN KEBERLANJUTAN
Pasal 59

 Dalam setiap penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa wajib
memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan.
 Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan paling sedikit meliputi:
o

standar mutu bahan;

o

standar mutu peralatan;

o

standar keselamatan dan kesehatan kerja;

o

standar prosedur pelaksanaan Jasa Konstruksi;

o

standar mutu hasil pelaksanaan Jasa Konstruksi;

o

standar operasi dan pemeliharaan;

o

pedoman perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan Jasa Konstruksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

o

standar pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Dalam penyusunannya perlu diperhatikan kondisi geografis dan kenyamanan lingkungan terbangun.
22

KEGAGALAN BANGUNAN

Pasal 60-65

Kegagalan Bangunan adalah suatu keadaan keruntuhan bangunan
dan/atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir
hasil Jasa Konstruksi.
1.
2.

Kegagalan
Bangunan

3.

memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja pada jenjang jabatan ahli di bidang yang
sesuai klasifikasi bangunan yang dinilai;
memiliki pengalaman sebagai perencana, pelaksana, dan/atau pengawas
untuk klasifikasi bangunan yang dinilai; dan
terdaftar di Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang Jasa Konstruksi.
Kriteria Penilai Ahli

Laporan
Menetapkan
paling lambat 30 hari kerja sejak
menerima laporan

Penilai Ahli

Menteri
Laporan Penilaian

Tugas :
1. menetapkan tingkat kepatuhan terhadap K4;
2. menetapkan penyebab terjadinya Kegagalan
Bangunan;
3. menetapkan tingkat keruntuhan dan/atau tidak
berfungsinya bangunan;
4. menetapkan pihak yang bertanggung jawab;
5. melaporkan kepada Menteri dan Unit IMB; dan
6. memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk
mencegah terjadinya Kegagalan Bangunan.

 Penyedia Jasa wajib bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan dalam jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan rencana umur
konstruksi paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penyerahan akhir layanan Jasa Konstruksi.
 Pengguna Jasa bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan yang terjadi setelah jangka waktu yang telah ditentukan.
 Jangka waktu pertanggungjawaban atas Kegagalan Bangunan harus dinyatakan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
 Pengguna Jasa dan/atau pihak lain yang dirugikan akibat Kegagalan Bangunan dapat melaporkan terjadinya suatu Kegagalan
Bangunan kepada Menteri.
.23
 Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa wajib memberikan ganti kerugian dalam hal terjadi Kegagalan Bangunan .

PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 88

tidak tercapai

Penyelesaian
Sengketa

Musyawarah
untuk Mufakat

Tahapan upaya penyelesaian sengketa meliputi :
a. mediasi;
selain upaya penyelesaian sengketa di atas
b. konsiliasi dan;
(mediasi dan konsiliasi), para pihak dapat
membentuk dewan sengketa.
c. arbitrase.

disesuaikan berdasarkan
Kontrak Kerja Konstruksi

YA

tercantum upaya
penyelesaian?
TIDAK

pemilihan keanggotaan dewan sengketa
dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas dan
tidak menjadi bagian dari salah satu pihak

para pihak bersengketa
membuat persetujuan tertulis
mengenai tata cara
penyelesaian sengketa yang
dipilih

24

PERAN PEMERINTAH
PUSAT DAN DAERAH

25

KERANGKA PIKIR PENYUSUNAN TUGAS DAN
KEWENANGAN PEMERINTAH

UU 23/2014
tentang
Pemerintah
Daerah

Sub Urusan
Jasa Konstruksi

SPM Pemerintah
Daerah sebagai Wakil
Pemerintah Pusat
dan Daerah Otonom

Prinsip UU 23/2014 :

maka dalam UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi dilakukan penyelarasan antara :

Desentralisasi kewenangan
berkeseimbangan antara
Pemerintah Pusat, Daerah
Provinsi, dan Daerah
Kabupaten/Kota.

1. Sub Urusan Jasa Konstruksi;
2. Kewenangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah
Pusat dan sebagai Daerah Otonom;
3. Kewenangan Bupati / Walikota; dan
4. Fungsi Pembinaan.

26

TANGGUNG JAWAB DAN KEWENANGAN
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH PUSAT

KEWENANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL
PEMERINTAH PUSAT



Meningkatnya kemampuan dan kapasitas
usaha Jasa Konstruksi Nasional.

• Memberdayakan BU jaskon, pengawasan proses
IUJK-tertib usaha-rantai pasok, dan fasilitasi
kemitraan BUJK.



Terciptanya iklim usaha yang kondusif,
transparan, persaingan usaha yang
sehat, serta jaminan kesetaraan hakkewajiban pengguna dan penyedia jasa.

• Menyelengarakan pengawasan pemilihan
penyedia jasa, kontrak kerja konstruksi, tertib
penyelenggaraan, dan pemanfaatan jasa
konstruksi di Provinsi.



Terselenggaranya usaha konstruksi
sesuai standar keamanan, keselematan,
kesehatan, dan keberlanjutan (K4).

• Menyelenggarakan pengawasan penerapan
standar keamanan, keselematan, kesehatan, dan
keberlanjutan (K4).



Meningkatnya kompetensi,
profesionalitas, dan produktivitas
tenaga kerja konstruksi nasional.

• Menyelenggarakan pengawasan sistem
SKA, pelatihan, dan upah tenaga kerja
konstruksi.



Meningkatknya kualitas dan penggunaan
material dan peralatan konstruksi, serta
teknologi konstruksi dalam negeri.

• Menyelenggarakan pengawasan penggunaan
MPK dan teknologi konstruksi, fasilitasi kerjasama
institusi litbang, fasilitasi pengembangan
tekhologi prioritas, penggunaan standar mutu
material, dan peralatan sesuai SNI.



Meningkatnya partisipasi masyarakat.

• Memperkuat kapasitas lembaga, meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pengawasan
penyelenggaraan dan usaha penyediaan
bangunan.



Tersedianya sistem informasi usaha
konstruksi.

• Mengumpulkan data dan informasi usaha
konstruksi di Provinsi.

Pasal 4-10

KEWENANGAN SEBAGAI
PIMPINAN DAERAH OTONOM
Selain melaksanakan tanggung
jawab sebagai wakil dari
Pemerintah Pusat, Gubernur juga
memiliki kewenangan sebagai
daerah Otonom, yaitu :
a. penyelenggaraan Pelatihan
Tenaga Ahli Jasa Konstruksi;
dan
b. penyelenggaraan Sistem
Informasi cakupan daerah
Provinsi.
Kewenangan Bupati/Walikota
sebagai daerah Otonom, yaitu:
a. penyelenggaraan Pelatihan
Tenaga Terampil Konstruksi;
b. penyelenggaraan Sistem
Informasi Jasa Konstruksi
cakupan daerah
Kabupaten/Kota;
c. penerbitan Izin Usaha Jasa
Konstruksi Nasional kualifikasi
kecil, menengah, dan besar;
serta
d. pengawasan tertib usaha, tertib
penyelenggaraan, dan tertib
pemanfaatan jasa konstruksi.

Selaras dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
untuk Sub Urusan Jasa Konstruksi

27

FUNGSI PEMBINAAN
KOMPONEN

Pasal 76-79

PUSAT

PROVINSI

KAB/KOTA

Pembina

Pemerintah Pusat

Gubernur

Walikota/Bupati

Substansi

1. Arah kebijakan nasional.
2. Kebijakan strategis, lintas
negara, lintas provinsi, dan
berdampak nasional.
3. Pemantauan evaluasi
terhadap penyelengaraan
kebijakan .
4. Pengembangan kerja sama
dengan Pemerintah Daerah
Provinsi.
5. Dukungan kepada
Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah Pusat.

1. Penetapan pedoman
teknis pelaksanaan
kebijakan nasional di
Provinsi.
2. Penyelenggaraan
kebijakan lintas
Kabupaten/Kota.
3. Monev
penyelenggaraan
kebijakan di
Provinsi.
4. Pemberdayaan
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.

1. Penyelenggaraan
kebijakan
berdampak hanya
di Kabupaten/Kota.
2. Monev
penyelenggaraan
kebijakan di
Kabupaten/Kota.

Pengawasan

1. Tertib penyelenggaraan.
2. Tertib persyaratan usaha dan perijinan tata bangunan.
3. Tertib pemanfaatan dan kinerja penyedia jasa.

Pendanaan

APBN

APBD
28

PENGATURAN MENGENAI
TENAGA KERJA

29

PENGATURAN TENAGA KERJA KONSTRUKSI

Pasal 68-73

1. jumlah dan sebaran anggota
2. pemberdayaan kepada anggota
3. pemilihan pengurus secara
demokratis
4. sarana dan prasarana di tingkat
pusat dan daerah
5. pelaksanaan kewajiban sesuai
dengan ketentuan perundangundangan

klasifikasi  keilmuan terkait Jaskon
kualifikasi  a. operator
b. teknis atau analis
c. ahli

Asosiasi Profesi
terakreditasi

Sertifikat Kompetensi Kerja
1.
2.
3.

diperoleh melalui Uji Kompetensi Kerja sesuai
Standar Kompetensi Kerja
SKK diregistrasi oleh Menteri
pelaksana Uji Kompetensi LSP sesuai
ketentuan kompetensi
akreditasi

dibentuk :



berhak atas imbalan jasa
layak

MENTERI

Asosiasi Profesi terakreditasi
Diklat
memuat :
a. jenis layanan profesional yang
diberikan
b. nilai pekerjaan lonstruksi
terkait hasil layanan
professional
c. tahun pelaksanaan pekerjaan
d. nama pengguna jasa

registrasi

(Tanda Daftar Pengalaman
Profesional)

30

PELATIHAN TENAGA KERJA KONSTRUKSI

pelatihan untuk produktivitas kerja sesuai

STANDAR KOMPETENSI KERJA
Tenaga Kerja
Konstruksi

Pasal 69

dilakukan oleh

yang punya izin dan/atau
terakreditasi

Lembaga Diklat
diregistrasi

tata cara registrasi diatur
oleh Permen

MENTERI
31

PERSYARATAN TENAGA KERJA JASA
KONSTRUKSI ASING
Pasal 74

SERTIFIKAT
KOMPETENSI
KERJA

PENYELENGGARAAN
JASA KONSTRUKSI

wajib

KETENTUAN YANG WAJIB DIPENUHI:
1. Pemberi Kerja wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
(RPTKA) dan Ijin Memperkerjakan Tenaga kerja Asing (IMTA).
2. Hanya untuk Jabatan tertentu sesuai Peraturan Perundangan.
3. Harus miliki Surat Tanda Registrasi dari Menteri.
4. Melakukan alih pengetahuan dan alih teknologi kepada tenaga kerja
pendamping sesuai Peraturan Perundangan.

Tenaga Kerja
Konstruksi Asing

5. Pengawasan penggunaan tenaga kerja konstruksi asing
dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan..

32

PERAN SERTA MASYARAKAT

33

Persetujuan Pengurus Lembaga

Pasal 84

DPR
Unsur
Pakar/PT

Unsur
Rantai
Pasok

Unsur
Asosiasi
BU

PERAN SERTA MASYARAKAT MELALUI
LEMBAGA

Menteri
DIBENTUK DAN
BERTANGGUNG JAWAB

Unsur
Asosiasi
Profesi
 LEMBAGA dibiayai dengan APBN dan/atau
sumber lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
 Biaya yang diperoleh dari masyarakat atas
jasa layanan yang merupakan penerimaan
negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan.
 Untuk mendukung tugas dan wewenang
LEMBAGA dibentuk Sekretariat.

LEMBAGA

membentuk

Tk. Provinsi
Pasal 6 :

Unsur
Pengguna
Jasa
Memperkuat kapasitas kelembagaan Masy.Jakon

Pengaturan bentuk Lembaga, Tugas, dan Wewenang termasuk peran Asosiasi ditetapkan
kemudian melalui Peraturan Menteri.
34

PARTISIPASI MASYARAKAT
(KELEMBAGAAN)
• Badan Usaha Jasa Konstruksi mengajukan
permohonan Sertifikat Badan Usaha
kepada Menteri melalui Lembaga
Sertifikasi Badan Usaha yang dibentuk
oleh Asosiasi Badan Usaha terakreditasi.
 Penyelenggaraan sebagian kewenangan
Pemerintah Pusat mengikutsertakan masyarakat
Jasa Konstruksi melalui Lembaga yang dibentuk
oleh Menteri.
 Pengurus Lembaga ditetapkan oleh Menteri
setelah mendapatkan persetujuan dari Dewan
Perwakilan Rakyat.
 Lembaga dibiayai oleh APBN dan/atau sumber lain
yang sah.
 Biaya yang diperoleh dari masyarakat Jasa
Konstruksi atas layanan penyelenggaraan sebagai
kewenangan Lembaga merupakan PNBP sesuai
ketentuan perundang-undangan.

Pasal 84

 Setiap tenaga konstruksi di bidang
konstruksi wajib memiliki Sertifikat
Kompetensi Kerja.
 Setiap Pengguna Jasa dan/atau
Penyedia Jasa wajib mempekerjakan
tenaga kerja konstruksi yang memiliki
Sertifikat Kompetensi Kerja.
 Sertifikat Kompetensi Kerja diperoleh
melalui Uji Kompetensi yang dilakukan
oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
 LSP dapat dibentuk oleh Asosiasi Profesi
terakreditasi dan lembaga diklat yang
sesuai persyaratan.
 LSP diberikan lisensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan setelah mendapat
rekomendasi dari Menteri.
35

PARTISIPASI MASYARAKAT





mengakses informasi dan keterangan
terkait dengan kegiatan konstruksi.

Pasal 85-87

1. Dugaan Kejahatan dan Pelanggaran:

Pemeriksaan

hukum

tidak

mengganggu

atau

menghentikan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

melakukan pengaduan, gugatan, dan upaya
mendapatkan ganti kerugian atau kompensasi
terhadap dampak kegiatan Jasa Konstruksi.

2. Dugaan Kerugian Negera:

BPK

membentuk Asosiasi Profesi dan Asosiasi
Badan Usaha di bidang Jasa Konstruksi.

Proses pemeriksaan hukum dilakukan berdasarkan
hasil pemeriksaan keuangan dari lembaga negara
yang berwenang untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara.

Pemeriksaan

Pengaduan :

Masyarakat Umum

Aparat Penegak Hukum
Pekerjaan Konstruksi

partisipasi masyarakat dalam pemberian masukan kepada
Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Perumusan Kebijakan Jasa
Konstruksi.



Ketentuan angka (1) dan (2) tidak berlaku atau
dikecualikan dalam hal terjadi:

partisipasi masyarakat dapat dilakukan juga melalui Forum Jasa
Konstruksi.

a.

terjadi hilangnya nyawa seseorang; dan

b.

tertangkap tangan melakukan tindak pidana
korupsi.

36

PROSES AKREDITASI DAN SERTIFIKASI
REGISTRASI

dibentuk

permohonan
DELEGASI
melalui

SERTIFIKAT BADAN
USAHA

LEMBAGA SBU

BADAN USAHA

AKREDITASI

Asosiasi
Profesi
terakreditasi

REGISTRASI

SERTIFIKAT
KOMPETENSI KERJA

akreditasi

MENTERI

akreditasi

Syarat :
1. jumlah dan sebaran anggota
2. pemberdayaan kepada
anggota
3. pemilihan pengurus secara
demokratis
4.
sarana dan prasarana ditingkat
Asosiasi BU
pusat dan daerah
terakreditasi
5. pelaksanaan kewajiban sesuai
dengan ketentuan perundangundangan

SYARAT :
1. jumlah dan sebaran anggota
2. pemberdayaan kepada anggota
3. pemilihan pengurus secara demokratis
4. sarana dan prasarana ditingkat pusat
dan daerah
5. pelaksanaan kewajiban sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan

Lembaga Diklat
LISENSI

BILA DALAM PERJALANAN ASOSIASI TERAKREDITASI TIDAK MENJALANKAN TUGAS
DENGAN BAIK, MAKA AKREDITASI DAPAT DICABUT.

Lembaga
Sertifkasi
Profesi

SISTEM INFORMASI USAHA KONSTRUKSI
Pasal 83

 Untuk menyediakan data dan informasi yang akurat dan terintegrasi dalam
penyelenggaraan usaha konstruksi dibentuk suatu sistem informasi.
 Sistem informasi yang terintegrasi memuat data dan informasi yang berkaitan
dengan:
o tanggung jawab dan kewenangan di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
o tugas pembinaan di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan Pemerintah Pusat; dan

o Tugas layanan dibidang usaha konstruksi yang dilakukan oleh masyarakat
konstruksi.
 Setiap pengguna jasa dan penyedia jasa, serta institusi terkait harus memberikan data dan
informasi tersebut.
 Sistem informasi yang terintegrasi dikelola oleh Pemerintah Pusat.
 Pembiayaan yang diperlukan dalam pengembangan dan pemeliharaan sistem informasi yang
terintegrasi dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara.

38

SANKSI

39

SANKSI ADMINISTRATIF
Jenis-jenis sanksi administratif yang akan diatur lebih lanjut dalam PP
Pasal 89-90
Usaha Perseorangan yang
tidak memiliki Tanda Daftar
Usaha Perseorangan:

• Peringatan tertulis;
• Denda administratif; dan/atau
• Penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.

BUJK & BUJKA yang tidak
memenuhi kewajiban IUJK
yang berlaku:

• Peringatan tertulis;
• Denda administratif; dan/atau
• Penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.

BUJK yang tidak memiliki
SBU sesuai Pasal 30 (1):

Asosiasi Badan Usaha
terakreditasi yang tidak
melakukan kewajiban:

• Denda administratif;
• Penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi; dan/atau
• Pencantuman dalam daftar hitam.

• Peringatan tertulis;
• Pembekuan akreditasi; dan/atau
• Pencabutan akreditasi.

40

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 91-92

BUJKA atau usaha
perseorangan Jasa Konstruksi
asing yang tidak memenuhi
ketentuan membentuk kantor
perwakilan dan kerjasama
modal dengan BUJKN :

• Peringatan tertulis;
• Denda administratif, dan/atau
• Penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.

Kantor perwakilan BUJKA
yang tidak menjalankan
kewajiban sesuai UndangUndang:

• Peringatan tertulis;
• Denda administratif;
• Penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;
• Pencantuman dalam daftar hitam;
• Pembekuan izin; dan/atau
• Pencabutan izin.

41

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 93-95

Pengguna Jasa yang
menggunakan layanan
Profesional tenaga kerja
konstruksi pada kualifikasi AHLI
yang tidak memperhatikan
standar remunerasi minimal:

Pengguna Jasa yang
menggunakan Penyedia Jasa
yang terafiliasi utk
pembangunan kepentingan
umum tanpa melalui tender/
seleksi/ pengadaan secara
elektronik:

Peyedia Jasa yang melanggar
ketentuan pemberian pekerjaan
utama:

• Peringatan tertulis; dan/atau
• Denda administratif.

• Peringatan tertulis; dan/atau
• Penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.

• Peringatan tertulis;
• Denda administratif;
• Penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi; dan/atau
• Pembekuan izin.

42

DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI

SANKSI
ADMINISTRATIF
KEMENTERIAN
PEKERJAAN UMUM DAN
PERUMAHAN RAKYAT

Pasal 96

Penyedia Jasa dan/atau
Pengguna Jasa yang tidak
memenuhi Standar K4
dalam penyelenggaraan
Jasa Konstruksi:

• Peringatan tertulis;
• Denda administratif;
• Penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;
• Pencantuman dalam daftar hitam;
• Pembekuan izin; dan/atau
• Pencabutan izin.

Pengguna Jasa dan/atau
Penyedia Jasa yang dalam
memberikan pengesahan/
persetujuan melanggar
pasal 59 (2):

• Peringatan tertulis;
• Denda administratif;
• Penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;
• Pencantuman dalam daftar hitam;
• Pembekuan izin; dan/atau
• Pencabutan izin.

43

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 97-98

PENILAI AHLI yang dalam
melakukan pekerjaannya
tidak sesuai Pasal 62 (2):

Penyedia Jasa yang tidak
memenuhi kewajiban utk
mengganti/ memperbaiki
kegagalan bangunan sesuai
Pasal 63:

• Peringatan tertulis;
• Pemberhentian dari tugas; dan/atau
• Dikeluarkan dari daftar penilai ahli teregistrasi.

• Peringatan tertulis;
• Denda administratif;
• Penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;
• Pencantuman dalam daftar hitam;
• Pembekuan izin; dan/atau
• Pencabutan izin.

44

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 99

Tenaga kerja yang bekerja di
bidang Jasa Konstruksi tidak
memiliki SERTIFIKAT
KOMPETENSI KERJA sesuai
Pasal 70 (1)

Penyedia Jasa dan/atau
Pengguna Jasa yang
mempekerjakan tenaga kerja
tidak bersertifikat sesuai Pasal
70 (2):

Setiap LSP yang tidak
mengikuti ketentuan
pelaksanaan uji kompetensi
dikenai sanksi sesuai Pasal 70
(3):

• Pemberhentian dari tempat kerja.

• Denda administratif; dan/atau
• Penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.

• Peringatan tertulis;
• Denda administratif;
• Pembekuan lisensi; dan/atau
• Pencabutan lisensi.

45

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 100-101

Asosiasi profesi yang tidak
melakukan kewajiban
sesuai Pasal 71 (5):

• Peringatan tertulis;
• Pembekuan akreditasi; dan/atau
• Pencabutan akreditasi.

Pemberi tenaga kerja
konstruksi asing yang tidak
memiliki RPTKA dan IMTA
sesuai Pasal 74 (1) dan
mempekerjakan tenaga
kerja asing yang tidak
memiliki registrasi dari
Menteri sesuai Pasal 74
(3):

• Peringatan tertulis;
• Denda administratif;
• Penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi; dan/atau
• Pencantuman dalam daftar hitam.

Setiap tenaga kerja
konstruksi asing pada
jabatan ahli yang tidak
melakukan alih
pengetahuan dan alih
teknologi sesuai Pasal 74
(5):

• Peringatan tertulis;
• Denda administratif;
• Pemberhentian dari pekerjaan; dan/atau
• Pencantuman dalam daftar hitam.

* KETENTUAN LEBIH LANJUT MENGENAI TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF AKAN DIATUR DALAM
PERATURAN PEMERINTAH

46

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 103-106

• Lembaga yang dibentuk berdasarkan UU 18/1999 tetap
menjalankan tugas sertifikasi dan registrasi sampai
dengan terbentuknya lembaga baru berdasarkan UU
Nomor 2 Tahun 2017.

KETENTUAN PENUTUP
• Semua peraturan perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari UU Nomor
18 Tahun 1999 dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam UU ini.
• UU Nomor 18 Tahun 1999 dicabut dan dinyatakan
47
tidak berlaku.