T1 712009009 Full text

MEMPERTIMBANGKAN KEMBALI LARANGAN PRAKTEK PERKAWINAN
BEDA AGAMA BERDASARKAN STUDI HERMENEUTIK
TERHADAP II KORINTUS 6:11-7:1

Oleh,

Leoni Prameswari
712009009

TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologia
(S.Si. Teol)

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015


i

ii

iii

iv

KATA PENGANTAR

Pujian, hormat dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, sahabat karib
sepanjang masa, atas kelimpahan berkat dan anugerah yang diberikan sehingga penulis
dimampukan untuk menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini merupakan
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana
(UKSW) dan mendapatkan gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si. Teol).
Selama menyelesaikan tugas akhir ini, penulis menyadari ada begitu banyak campur
tangan dari orang-orang hebat yang diberikan Tuhan kepada penulis. Untuk itu, melalui
kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.


Universitas Kristen Satya Wacana melalui Fakultas Teologi yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk belajar dan menambah ilmu pengetahuan sebagai bekal
masa depan bagi penulis.

2.

Pdt. Yusak B. Setyawan, MATS, Ph.D selaku pembimbing tunggal. Terimakasih untuk
kesediaan, kesabaran dan masukan-masukan Bapak yang sangat bermanfaat bagi penulis
dalam menyusun dan menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih telah mengajarkan dan
selalu mengingatkan penulis bahwa Hermeneutik itu tidaklah mudah, namun bukan
berarti tidak bisa. Hanya ketekunan, semangat dan kerja keras yang akan membuat
semuanya tercapai dengan baik dan memuaskan. Kiranya Tuhan Yesus selalu
memberkati Bapak bersama keluarga dalam setiap tugas dan pelayanan.

3.

Segenap dosen dan karyawan Fakultas Teologi atas segala bantuan, kebersamaan,
kehangatan dan canda tawa yang telah diberikan kepada penulis.

4.


Orang tua terkasih, Ibu dan Bapak serta Mbak Tessa dan Bli Tut berserta keponakankeponakan tercinta, Shandya dan Maysha. Terimakasih buat dukungan dan doa yang
tidak pernah putus. Sangat beruntung bisa memiliki keluarga seperti kalian. Terkhusus
buat Ibu di Surga, Leo sangat menyayangi dan mencintai anda, Bu. Ini semua Leo
persembahkan hanya untuk Ibu. Terimakasih untuk semua pengorbanan yang telah Ibu
berikan. Leo akan selalu belajar dan berusaha agar bisa menjadi anak yang Ibu dan
Bapak dapat selalu banggakan. Sekali lagi terimakasih, Tuhan Yesus memberkati.

5.

Pdt. Herlin Lebrina Kunu, S.Si. Teol, supervisor lapangan penulis saat menjalani PPL VI
di GPIB Ebenhaezer Tanjung Batu, Pulau Kundur-Kepulauan Riau, Kak Eli Surya
Sembiring dan keluarga Kunu di Depok, yang telah menjadi bagian dari hidup penulis,
Terimakasih buat segala support, doa dan nasehat yang diberikan. Kiranya Tuhan Yesus
selalu memberkati.
v

6.

Seluruh Presbiter dan Jemaat GPIB Ebenhaezer Tanjung Batu, Pulau Kundur-Kepulauan

Riau, tempat penulis menjalani PPL VI. Terimakasih telah menerima dan mengganggap
penulis sebagai keluarga baru. Semua kenangan dan pengalaman yang penulis dapatkan
selama 4 bulan berada disana adalah anugerah terindah yang tidak akan pernah penulis
lupakan.

7.

Sahabat terbaik, Ika Kalpika Yudha. Terimakasih sudah selalu menemani, baik dalam
suka maupun duka, terimakasih buat persahabatan yang sangat indah dan juga buat
semua dukungan yang tidak pernah bosan diberikan kepada penulis selama menyusun
dan menyelesaikan tugas akhir ini. Kiranya Tuhan selalu memberkati Persahabatan kita.
Semangat terus jangan mudah putus asa, karena masa depan sungguh ada dan harapanmu
tidak akan hilang ^^ Go Jeleee Go! ♥

8.

Keluarga besar Fakultas Teologi Angkatan 2009. Terimakasih buat kebersamaan dan
persahabatan yang terjalin selama ini. Tuhan Yesus memberkati kalian semua dimanapun
berada.


9.

Terakhir, buat semua orang yang telah Tuhan hadirkan dalam kehidupan penulis, yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih yang tidak terhingga. Kalian semua
adalah orang-orang yang secara sengaja Tuhan hadirkan untuk mengajarkan berbagai
hal, baik dan buruk bagi penulis, agar penulis dapat lebih mengerti arti hidup yang telah
Dia berikan dan menjalaninya dengan lebih baik lagi dari hari ke hari. Terimakasih.
Tuhan Yesus memberkati.

Salatiga, 6 Februari 2015

Leoni Prameswari

vi

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...............................................................................................................

i


Lembar Pengesahan .....................................................................................................

ii

Pernyataan Tidak Plagiat ...............................................................................................

iii

Pernyataan Persetujuan Akses .......................................................................................

iv

Kata Pengantar ...............................................................................................................

v

Daftar Isi ........................................................................................................................

vii


Abstrak ...........................................................................................................................

ix

I.

PENDAHULUAN DAN PERMASALAHAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................................

1

1.2. Batasan, Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian .........................................

3

1.3. Metode Penelitian ............................................................................................

4


1.4. Manfaat Penelitian ...........................................................................................

5

1.5. Sistematika Penulisan ......................................................................................

5

II. KONTEKS SOSIO HISTORIS SURAT II KORINTUS
2.1. Latar Belakang Surat II Korintus .....................................................................

6

2.1.1. Penulis Surat ........................................................................................

6

2.1.2. Waktu dan Tempat Penulisan ..............................................................

7


2.1.3. Maksud Penulisan ................................................................................

8

2.2. Latar Belakang Kota Korintus .........................................................................

9

2.2.1. Korintus Pada Masa Paulus .................................................................

9

2.2.2. Keberadaan Masyarakat Korintus ........................................................

11

2.2.3. Jemaat di Korintus ...............................................................................

13


III. STUDI HERMENEUTIK SURAT II KORINTUS 6:11-7:1
3.1. Konsep Keterpisahan dalam Komunitas Kristen .............................................

14

3.2. Identitas Diri sebagai Fondasi Pertumbuhan Rohani dalam Komunitas Kristen
..........................................................................................................................

19

3.3. Proses Menuju Kesucian dalam Komunitas Kristen .......................................

22

vii

IV. RELEVANSI MAKNA PASANGAN YANG TIDAK SEIMBANG BERDASARKAN II
KORINTUS 6:11-7:1 BAGI MASYARAKAT INDONESIA DALAM KAITANNYA
DENGAN LARANGAN PRAKTEK PERKAWINAN BEDA AGAMA .................


23

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................

27

viii

ABSTRAK
Perkawinan beda agama merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Hukum perkawinan di Indonesia diatur
dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun di dalam UndangUndang tersebut tidak ada satu pasal pun yang secara tegas dan jelas mengatur mengenai
perkawinan beda agama, sehingga perkawinan beda selalu menjadi permasalahan yang tidak
kunjung usai.
Ucapan Paulus mengenai pasangan yang tidak seimbang dalam II Korintus 6:11-7:1
sering dipakai oleh sebagian umat Kristen masa kini untuk melegitimasi larangan melakukan
perkawinan dengan pasangan yang berbeda keyakinan. Ucapan Paulus ini kemudian menjadi
salah satu ucapan Paulus yang sulit karena implikasinya yang nampak keras dalam hubungan
sehari-hari dengan orang-orang yang tidak seiman, khususnya mengenai masalah cinta yang
berujung pada perkawinan.
Teks II Korintus 6:11-7:1 sesungguhnya bukanlah teks yang berbicara mengenai
perkawinan beda agama. Teks ini berbicara mengenai bagaimana seharusnya komunitas
Kristen Korintus bersikap dalam menjalin relasi dengan masyarakat yang lebih luas, seperti
dalam pekerjaaan, persahabatan, keluarga, perkawinan dan lain sebagainya. Teks ini tidak
bisa dijadikan dasar atau prinsip untuk melegitimasi larangan perkawinan beda agama.
Pemerintah juga sudah sepatutnya menetapkan hukum perkawinan yang jelas dan tegas, yang
berlaku bagi pasangan yang berbeda keyakinan, sehingga masyarakat Indonesia yang berbeda
keyakinan tidak perlu lagi pergi ke negara lain atau berpindah agama agar perkawinan
mereka dapat disahkan.

Kata Kunci: Perkawinan Beda Agama, Paulus, II Korintus 6:11 7:1, Pasangan Tidak
Seimbang

ix

1.

Pendahuluan dan Permasalahan

1.1

Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504

pulau.1 Keadaan geografis ini membuat Indonesia memiliki berbagai keanekaragaman,
mulai dari suku, budaya, bahasa, adat istiadat dan juga agama. Hal ini kemudian
menjadikan

Indonesia

sebagai

negara

dengan

masyarakat

yang

majemuk.

Kemajemukan Indonesia di bidang agama terwujud dalam banyaknya agama yang
diakui di Indonesia. Ada enam agama besar yang diakui, yaitu Islam, Kristen,
Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu. Keberagaman pemeluk agama di Indonesia
ternyata telah ikut membentuk pola hubungan antar agama dalam berbagai aspek
kehidupan sosial kemasyarakatan. Salah satu bentuk pola hubungan tersebut tercermin
dalam hubungan pria dan wanita yang kemudian berujung pada sebuah ikatan
perkawinan yang selalu menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat, yaitu
perkawinan beda agama.
Perkawinan beda agama adalah kenyataan yang ada dan sulit untuk dihindari
di negara dengan ciri masyarakat yang majemuk ini. Pergaulan manusia tidak lagi
dapat dibatasi hanya dalam satu lingkup masyarakat kecil dan sempit, seperti hanya
dalam kekerabatannya saja, tetapi juga semakin terbuka dan pada akhirnya menembus
batas, golongan, suku, ras dan agamanya sendiri. Di Indonesia, hukum perkawinan
diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. UndangUndang Perkawinan ini memberikan pengertian perkawinan sebagai ikatan lahir
bathin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

1

Berdasarkan data terakhir yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri tahun 2004, diunduh pada
tanggal 14 Oktober 2014, http://www.bps.go.id/

1

Yang Maha Esa.2 Dengan hidup bersama, kemudian melahirkan keturunan yang
merupakan sendi utama bagi pembentukan negara dan bangsa. Mengingat pentingnya
peranan hidup bersama, peraturan mengenai perkawinan memang harus dilakukan
oleh setiap negara karena negara berperan untuk melegalkan hubungan hukum antara
seorang pria dan wanita.3 Namun mengenai perkawinan beda agama, Riduan Syahrani
dan Abdurrahman dalam bukunya Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia
mengatakan bahwa Undang-Undang Perkawinan dapat dikatakan mengalami
kekosongan hukum karena di dalam undang-undang tersebut tidak ada pasal yang
mengatur masalah perkawinan beda agama.4 Walaupun demikian, kenyataan yang
terjadi di Indonesia adalah perkawinan beda agama tetap tidak diperbolehkan.
Masalah mengenai perkawinan beda agama bukanlah masalah yang baru.
Dalam Alkitab, masalah ini sudah lebih dulu terjadi dan pembahasan mengenai
perkawinan beda agama dapat ditemukan dalam tulisan Paulus kepada jemaat di
Korintus. Korintus merupakan kota pelabuhan yang sangat terkenal pada jamannya.
Letak geografisnya yang strategis membuat Korintus ramai dikunjungi oleh orangorang di seluruh dunia dan menjadikan kota ini sebagai pusat perdagangan yang
berkembang. Keadaan ini yang kemudian membuat Korintus menjadi kota majemuk.
Berbagai macam kebudayaan dan aliran-aliran kepercayaan berkembang di kota ini.
Kenyataan ini tentu berpengaruh dalam perkembangan jemaat Korintus, khususnya
yang berkaitan dengan interaksinya terhadap masyarakat luas yang nantinya berakhir
dalam sebuah ikatan perkawinan.

2

3

4

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, diunduh pada tanggal 14 Oktober 2014,
http://www.kemenag.go.id/
Asmin SH, Status Perkawinan Antar Agama ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974
(Jakarta: PT Dian Rakyat, 1986), 1.
Riduan Syahrani dan Abdurrahman, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia (Bandung:
Penerbit Alumni, 1978), 20.

2

Permasalahan mengenai perkawinan, termasuk perkawinan beda agama yang
dihadapi jemaat di Korintus telah Paulus bahas dan selesaikan di suratnya yang
pertama kepada jemaat di Korintus. Namun kemudian, dalam surat Paulus yang kedua
kepada jemaat di Korintus terdapat ucapan Paulus yang oleh sebagian besar umat
Kristen dianggap sebagai ucapan Paulus yang sulit karena implikasinya yang nampak
keras dalam hubungan sehari-hari dengan orang-orang yang tidak seiman, terkhusus
mengenai masalah cinta dan perkawinan.5 Ucapan Paulus ini kemudian dijadikan
dasar atau prinsip untuk melegitimasi pelarangan melakukan perkawinan beda agama:
“Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang
yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan
kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Tapi apakah
benar hubungan yang dimaksud Paulus dalam teks ini adalah perkawinan? Banyak
cara yang kemudian dilakukan oleh setiap pasangan yang berbeda keyakinan untuk
dapat menyatukan cinta mereka secara resmi dalam sebuah ikatan, salah satunya
adalah dengan melangsungkan perkawinan mereka di luar negeri. Berdasarkan uraian
diatas, maka penulis mengangkat topik dengan judul: Mempertimbangkan Kembali
Larangan Praktek Perkawinan Beda Agama Berdasarkan Studi Hermeneutik Terhadap
II Korintus 6:11–7:1.
1.2

Batasan, Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan judul yang dipilih penulis, maka penulis membatasi masalah

penelitian pada makna ucapan Paulus tentang pasangan yang tidak seimbang dalam II
Korintus 6:11–7:1 dengan kaitannya terhadap larangan praktek perkawinan beda
agama di Indonesia. Kata perkawinan yang dimaksudkan oleh penulis disini sama
pengertiannya dengan kata pernikahan. Penulis menggunakan kata perkawinan karena
5

Manfred T. Brauch, Ucapan Paulus Yang Sulit (Malang: Literatur SAAT, 2005), 185.

3

di dalam Alkitab, kata yang dipakai adalah perkawinan. Selain itu undang-undang di
Indonesia yang mengatur mengenai perkawinan juga memakai kata perkawinan, yaitu
Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Rumusan masalah yang akan menjadi fokus penulis untuk diteliti adalah: (1)
Apa makna pernyataan Paulus tentang pasangan yang tidak seimbang dalam Surat II
Korintus 6:11–7:1, menurut studi hermeneutik dengan pendekatan sosio-historis? (2)
Apa sumbangan pemikiran bagi masyarakat Indonesia, terkhusus gereja yang
berkaitan dengan larangan praktek perkawinan beda agama yang selama ini terjadi di
Indonesia?
Berdasarkan latar belakang, batasan dan rumusan masalah yang ada, maka
penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan dan memahami makna
pernyataan Paulus tentang pasangan yang tidak seimbang dalam II Korintus 6:11–7:1
dengan menggunakan studi Hermeneutik yang melihat teks tersebut dari sudut
pandang sosio-historis. (2) Memberikan sumbangan pemikiran baru bagi masyarakat
Indonesia, terkhusus gereja terhadap larangan praktek perkawinan beda agama yang
selama ini masih terus terjadi.
1.3

Metode Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian diatas, penulis menggunakan metode

Hermeneutik, melalui pendekatan sosio-historis terhadap II Korintus 6:11–7:1. Penulis
memakai pendekatan sosio-historis untuk melihat dan mengetahui sejarah dalam teks
dan sejarah dari teks. Sejarah dalam teks berkaitan dengan6

tokoh-tokoh yang

memainkan peranan penting dalam peristiwa historis yang ada dalam teks hal-hal yang
berkaitan dengan teks. Sedangkan sejarah dari teks bertujuan untuk melihat7 siapa
6

7

Yusak B. Setyawan, Critical Approaches in New Testament Hereneutics (Salatiga: Fakultas
Teologi-UKSW, 2010) 17.
Yusak B. Setyawan, Critical Approaches, 18-19.

4

penulis teks, kapan teks ini ditulis, kepada siapa teks ini dimaksudkan dan apa
sebenarnya yang menjadi tujuan teks ini. Teknik pengumpulan data yang dilakukan
adalah penelitian kepustakaan, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan
penelitian.8
1.4

Manfaat Penelitian
Melalui tulisan ini, penulis berharap dapat memberikan sumbangan pemikiran

baru bagi masyarakat Indonesia, terkhusus kepada gereja-gereja mengenai makna
yang terkandung dalam ucapan Paulus dalam II korintus tentang pasangan yang tidak
seimbang, yang selama ini menjadi dasar atau prinsip yang sering dipakai oleh umat
Kristiani untuk melegitimasi pelarangan melakukan perkawinan beda agama. Selain
itu, penulis juga berharap dapat memberikan sumbangan pemikiran baru bagi Fakultas
Teologi, terutama dalam mata kuliah Etika.
1.5

Sistematika Penulisan
Pada bagian satu penulisan tugas akhir ini, penulis akan menguraikan apa yang

menjadi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode
penelitian yang digunakan, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Dalam
bagian dua, penulis akan mendeskripsikan latar belakang surat II Korintus dan
permasalahan dalam teks. Dalam bagian tiga, penulis akan menggunakan kemampuan
hermeneutik untuk menafsir ucapan Paulus tentang pasangan yang tidak seimbang
dalam II Korintus 6:11–7:1. Penulis juga akan menggunakan tafsiran para ahli untuk
mempertegas dan mendukung penafsiran penulis. Dalam bagian empat, penulis akan
memberikan pemikiran baru tentang makna dari ucapan Paulus dalam II Korintus
6:11–7:1 dalam kaitannya dengan larangan praktek perkawinan beda agama yang
8

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 3.

5

terjadi di Indonesia. Dan pada bagian lima, penulis akan memberikan kesimpulan
yang merangkum apa yang ingin disampaikan penulis mulai dari bagian satu sampai
bagian empat.

2.

Konteks Sosio Historis Surat II Korintus

2.1

Latar Belakang Surat II Korintus

2.1.1 Penulis Surat
Dilihat dari nada surat dan sifat ajarannya serta dalam perbendaharaan kata dan
gayanya, menunjukan dengan jelas bahwa penulisnya adalah Paulus sebagaimana ia
juga menulis surat I Korintus.9 Dalam II Korintus, Paulus juga menyebut namanya
sendiri sebanyak dua kali sebagai klaim bahwa dirinyalah yang menulis surat tersebut
(II Korintus 1:1, 10:1). Rasul Paulus merupakan penulis hampir setengah dari kitabkitab Perjanjian Baru. Namanya muncul di bagian salam dari tiga belas surat di
Perjanjian Baru. Namun di masa kini banyak ahli yang meyakini bahwa tidak semua
surat itu ditulis oleh Paulus.10
Paulus adalah pemimpin yang sangat berpengaruh pada kehidupan jemaat mulamula. Ia memberitakan Injil dan mengajar dibanyak tempat selama perjalanan

9

10

Donald Guthrie, dkk, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3: Matius-Wahyu (Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih, 2010), 475.
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Edisi Studi (Jakarta: Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia,
2011), 1838. Surat Efesus, Filipi dan Kolose mengandung banyak ajaran mendasar Paulus, tetapi
ketiga surat ini memperlihatkan berbagai gagasan yang tidak ditemukan dalam ke tujuh surat yang
telah dipastikan ditulis oleh Paulus. Hal ini juga ditambah beberapa perbedaan di dalam gaya
penulisan dan penggunaan kosakata. Surat kepada para pemimpin jemaat mula-mula, I dan 2
Timotius dan Titus, juga diyakini bukan surat yang ditulis oleh Paulus. Surat ini menghadirkan isu
kepemimpinan dan dipandang oleh para ahli sebagai isu penting satu atau dua generasi setelah
kematian Paulus. Jadi sangatlah mungkin bila surat-surat ini ditulis oleh oleh orang yang sangat
mengenal surat-surat dan ajaran Paulus dan ingin menerapkannya kepada jemaat. Sebagian besar
para ahli sependapat bahwa Paulus menulis surat Roma, I dan II Korintus, Galatia, Filipi, I
Tesalonika dan Filemon.

6

misinya. Ia dilahirkan dalam keluarga Yahudi Ortodoks di Tarsus (Filipi 3:5-6) dan
memiliki dua kewarganegaraan, Yunani dan Romawi.11
2.1.2 Waktu dan Tempat Penulisan
Banyak argumentasi mengenai kapan tepatnya surat Paulus yang kedua kepada
jemaat Korintus ditulis. Groenen meyakini bahwa surat ini ditulis pada tahun 51 ZB.
Pendapat lain memberi perkiraan tahun 55-56 ZB. Surat II Korintus merupakan surat
keempat Paulus yang ditulis kepada jemaat di Korintus.12 Perjalanan Paulus ke
Korintus dimulai pada tahun 50-52 ZB. Pada saat itu Paulus tinggal di Korintus
selama 18 bulan (Kisah Para Rasul 18:1-17) bersama Akwila dan Priskila. Pada tahun
52 ZB, di Korintus hadir gubernur baru, seorang Roma bernama Galio. Sebuah
inskripsi kuno yang ditemukan di Delfi menunjukan bahwa Galio adalah penguasa
(prokonsul) di Akhaya tahun 51-52 ZB.13 Orang-orang Yahudi yang memusuhi Paulus
membawa Paulus kepada Galio untuk diadili dengan tuduhan Paulus telah
mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan hukum mereka. Namun Galio
berpihak pada peradilan Roma yang netral dan menolak berurusan dengan masalah

11

12

13

W.R.F Browning, Kamus Alkitab: a Dictionary of the Bible (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010),
310. Kewarganegaraan Roma Paulus ia dapatkan sejak lahir dan mungkin merupakan pengakuan
penghargaan kerajaan kepada ayahnya yang menurun kepada anaknya, Kewarganegaraan Roma
memberi hal-hal istimewa, seperti kebebasan dari hukuman yang merendahkan diri dan hak naik
banding kepada Kaisar atas tuduhan dengan ancaman hukuman mati.
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat 1 dan 2 Korintus (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2012), 16-19. Setidaknya ada empat surat yang Paulus tulis untuk jemaat di Korintus. Surat
yang pertama disebut sebagai Surat yang Terdahulu, yang disinggung dalam I Korintus 5:9-11.
Beberapa para ahli meyakini bahwa surat tersebut telah hilang, namun yang lain meyakini bahwa
surat ini terkandung dalam II Korintus 6:14-7:1. Surat yang kedua adalah yang disebut sekarang
sebagai Surat I Korintus. Surat ketiga disebut sebagai Surat yang Keras. Surat ini dapat dipelajari
dari bagian-bagian tertentu dalam II Korintus, yaitu II Korintus 2:4; 7:8. Berdasarkan ayat tersebut,
Paulus diketahui menulis surat ini dengan sangat menderita sehingga Paulus hampir menyesal
pernah mengirimnya. Kebanyakan para ahli meyakini bahwa surat ini adalah II korintus pasal 1013, dimana pasal-pasal tersebut telah salah diletakan saat surat-surat Paulus dikumpulkan kembali.
Dan surat keempat adalah yang disebut sekarang sebagai Surat II Korintus, sebuah surat
rekonsiliasi. Surat tersebut adalah surat II Korintus pasal 1-9.
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Edisi Studi, 1817.

7

tersebut maupun mengambil tindakan apa pun sehingga Paulus dapat menyelesaikan
tugasnya di Korintus dan kemudian pergi dari sana untuk melanjutkan perjalanan.14
Kapan tepatnya surat II Korintus ditulis tentu tidak lepas dari penanggalan surat
I Korintus. Dalam II Korintus 8:10, Paulus menulis: “Inilah pendapatku tentang hal
itu, yang mungkin berfaedah bagimu. Memang sudah sejak tahun yang lalu kamu
mulai melaksanakannya dan mengambil keputusan untuk menyelesaikannya juga.“
Ayat ini mendorong beberapa kita untuk menduga bahwa surat II Korintus ditulis kirakira setahun kemudian.15 Dan jika dugaan ini benar berarti surat II Korintus ditulis
pada tahun 56 ZB, karena berdasarkan informasi dari Kisah Para Rasul 20:31, surat I
Korintus kemungkinan besar ditulis pada tahun terakhir dari masa tinggal selama 3
tahun di Efesus, yaitu tahun 55 ZB.16 Berdasarkan penanggalan perjalanan Rasul
Paulus maka akan lebih meyakinkan jika surat II Korintus ditulis tahun 56 ZB dan
bukan tahun 51 ZB, karena ketika Galio menjabat sebagai Gubernur Akhaya, Paulus
masih berada di Korintus dan belum menulis sebuah surat apapun.
Surat II Korintus ditulis Paulus di suatu tempat di Makedonia (II Korintus 2:13;
7:5-7; 8:1; 9:2-4), sesudah kunjungannya ke Efesus (Kisah Para Rasul 19:23-41).
Suatu tempat yang dimaksud di Makedonia tersebut kemungkinan besar ialah Filipi.17
2.1.3 Maksud Penulisan
Maksud penulisan surat ini terkait erat dengan pertikaian yang pernah terjadi
sebelumnya. Ketika itu di Korintus terjadi pertikaian antara Paulus dan golongan
orang yang memfitnahnya. Para pengacau itu adalah orang Kristen keturunan Yahudi
14

15
16
17

John Drane, Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2006), 346. Setelah meninggalkan Korintus, Paulus mengadakan kunjungan singkat ke
Efesus dan Kaisarea di Palestina, kemudian ia pergi ke Antiokhia di Siria. Setelah tinggal sebentar
disana, ia melanjutkan perjalanannya melintasi Galatia, Frigia dan langsung menuju Efesus. Di
Efesus Paulus tinggal selama 3 tahun.
Donald Guthrie, dkk, Tafsiran Alkitab, 474.
Merrill C. Tenney, Survey Perjanjian Baru (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1993), 367.
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 21.

8

dari Palestina dan mengaku diri sebagai rasul (II Korintus 12:11) dan membawa surat
rekomendasi (3:1). Mereka memfitnah Paulus dan membuat nama Paulus menjadi
buruk. Surat II Korintus ini merupakan pembelaan diri Paulus. Mati-matian Paulus
membela dirinya dan kewibawaannya sebagai rasul sejati.18 Paulus juga menasehati
jemaat Korintus agar memenuhi janjinya untuk mengumpulkan uang yang nantinya
akan diberikan kepada orang-orang kudus yang miskin di Yerusalem. Surat ini juga
menceritakan kesedihan Paulus karena tidak bisa datang ke Korintus sebagaimana
yang telah dijanjikannya (I Korintus 16:5-6).19
2.2

Latar Belakang Kota Korintus
Korintus adalah salah satu kota besar pada jaman imperialisme Romawi.

Letaknya yang strategis membuat kota ini selalu ramai dikunjungi oleh setiap orang
dari berbagai tempat dan membawa kota ini dalam kejayaan. Korintus menjadi kota
yang menguasai persimpangan internasional, yang mengendalikan perdagangan di
darat antara utara-selatan dan juga di laut antara timur-barat. Keadaan ini membuat
Korintus menjadi pusat perdagangan yang berkembang, khususnya industri keramik
(barang tembikar) dan menjadikan kota ini sangat kaya. Korintus juga terkenal sebagai
kota yang memiliki kemajuan pesat dalam bidang pendidikan, kebudayaan serta
menjadi tujuan wisata.
2.2.1 Korintus pada masa Paulus
Sebelum mengalami pembangunan kembali, Korintus merupakan sebuah kota
yang sangat kuno. Pada tahun 146 SZB, Lucius Mummius, jenderal Roma, berhasil
merebut Korintus dari bangsa Yunani dan memorak-porandakannya sebagai puing-

18
19

C. Groenen OFM, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 241.
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Edisi Studi, 1889. Paulus menjelaskan bahwa ia dahulu
berubah pikiran dan tidak datang ke Korintus supaya ia tidak dianggap terlalu keras dan menuntut
(II Korintus 1:23) dan juga karena ia ingin melihat apakah mereka mengikuti petunjuk-petunjuknya
untuk mengampuni dan menghibur orang-orang yang bersalah.

9

puing. Namun karena letak geografis Korintus yang sangat strategis, kota ini tidak
ditinggalkan begitu saja walupun sudah dihancurkan. Pada tahun 44 ZB, Julius Caesar
membangun kembali Korintus diatas puing-puing kota lama dan

menjadikannya

koloni Roma. Selanjutnya Korintus menjadi ibu kota provinsi Akhaya, tempat
kedudukan Gubernur Romawi.20
Secara geografis, kota Korintus terletak di lajur tanah21 yang menghubungkan
Yunani Selatan dan Yunani Utara dan karena letaknya tersebut kota Korintus menjadi
kota pelabuhan. Ada dua pelabuhan besar disana, yaitu Kengkrea di pantai timur dan
Lekhaion di pantai barat. Bahasa resmi di Korintus adalah bahasa Latin, tetapi
masyarakat pada umumnya menggunakan bahasa Yunani. Sebagai sebuah kota koloni
Kekaisaran Romawi, Korintus ada di bawah hukum Romawi. Sistem perdagangan dan
kegiatan komersialnya bercirikan sebuah kota romawi, walaupun secara geografis
Korintus adalah sebuah kota Yunani dengan tradisi filsafat dan warisan kebudayaan
Yunani. Korintus kemudian menjadi sebuah kota metropolitan yang menarik banyak
orang dari berbagai daerah untuk datang dan menetap di Korintus sehingga
menjadikannya sebagai kota yang majemuk.22
Selain terkenal sebagai kota yang memiliki reputasi yang sangat baik di bidang
perdagangan dan perindustrian, Korintus juga terkenal sebagai kota yang bejat secara
20
21

22

William Barclay, Duta Bagi Kristus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 141.
Lajur tanah atau disebut juga tanah genting adalah tempat yang daratannya sangat sempit sehingga
sebuah kapal dapat diseret dari satu pintu air ke pintu air lainnya. Kapal-kapal dari barat diseret ke
timur melalui darat, begitu juga sebaliknya. Para pelaut dan pedagang lebih suka melalui jalur darat
tersebut daripada berlayar lewat laut selatan. Selain dapat menghemat waktu, cara ini dipakai untuk
menghindari laut selatan yang berbahaya dengan ombak-ombak besar dan badai yang sering terjadi
disana. Kota ini menjadi titik sambung lalu lintas antara Yunani utara dengan Yunani Selatan dan
lebih jauh ke pantai Siria.
Tenney, Survei Perjanjian Baru, 356. Penduduk asli Korintus telah terbunuh atau terusir keluar
ketika kota ini dihancurkan. Dan ketika dibangun kembali masuklah unsur-unsur baru ke dalam kota
itu. Orang-orang Yahudi datang untuk berdagang, orang-orang Rowawi tinggal disana karena
urusan pemerintahan atau sebagai keturunan para penjajah pertama, orang-orang Yunani dari
pedesaan datang karena tertarik pada kehidupan kota itu dan perniagaan menghimpun berbagai
pendatang seperti para pelaut, pedagang, pengusaha bank dan orang-orang dari perlbagai pelosok di
sekitar Laut Tengah.

10

moral. Di Korintus, pelacuran dianggap sebagai hal yang biasa. Secara resmi orang
Roma tidak mengizinkan pelacuran, tetapi nyatanya mereka membiarkan saja
pelacuran terus terjadi di Korintus.23 Cinta yang diperjualbelikan menjadi barang
dagangan yang laris di Korintus. Korintus terkenal sebagi kota bisnis kenikmatan atau
prostitusi. Aelian, penulis Yunani kontemporer, mengatakan bahwa dalam sandiwara
Yunani, orang Korintus selalu diperlihatkan sebagai tokoh pemabuk.24 Korintus
kemudian tidak hanya identik dengan lambang kemakmuran dan kemewahan, tapi
juga kemerosotan moral. Begitu parahnya keadaan kota ini sampai memunculkan
suatu istilah baru, yaitu “mengkorintus-kan”. Kata kerja mengkorintuskan diri
mempunyai hubungan dengan keterlibatan dalam kegiatan bisnis seks, baik menjual
maupun membelinya.25
2.2.2. Keberadaan Masyarakat Korintus
Penduduk di kota Korintus pada jaman Perjanjian baru cukup padat yaitu
sekitar 600.000 jiwa. Mereka mempunyai watak yang sangat dinamis dan terbuka
terhadap berbagai macam pengaruh asing karena mereka tidak mempunyai pegangan
asli atau tradisional. Sehingga tidak mengherankan jika di kota ini berbagai macam
agama dan aliran tersebar dengan mudah dan cepat. Agama-agama yang berasal dari
Roma dan Yunani, begitu juga dari Mesir ada di kota Korintus.
Mayarakat Korintus mengenal adanya perbedaan kelas. Mereka sangat
terobsesi oleh tingkat sosial dan status sosial yang ditandai oleh sistem hierarki yang
tajam dan perbedaan status yang jelas antara kelompok minoritas, yaitu kaum elite dan
kelompok mayoritas, yaitu orang banyak.26 Posisi tertinggi dalam puncak piramida

23
24
25

26

Groenen, Pengantar ke dalam, 228.
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 11-12.
Yusak B. Setyawan, Introduction to the New Testament (Salatiga: Fakultas Teologi-UKSW, 2010),
64.
Debora K. Malik, Kesatuan dalam Keragaman (Jakarta; BPK Gunung Mulia, 2011), 17.

11

sosial adalah milik kaisar dan keluarganya. Tingkat di bawah kaisar adalah tiga kelas
aristokrat yang terdiri dari kaum terhormat Romawi, yaitu para senator, para
equestrian atau ahli penunggang kereta kuda dan orang-orang kaya lokal. Di bagian
paling bawah dalam piramida sosial ini adalah mayoritas penduduk seperti para
pemilik toko, para pengrajin, orang-orang yang sudah dimerdekakan dari status
mereka sebagai budak, orang-orang asing dan para budak.
Hierarki sosial ini ditekankan dan dinyatakan dalam kehidupan politik,
keagamaan dan juga dalam kegiatan-kegiatan publik. Kelompok elite selalu
memastikan bahwa tingkat sosial yang tajam tetap terpelihara dan dilaksanakan.
Mereka akan memperlihatkan dengan jelas tingkatan sosial ini dengan berbagai cara
dalam hidup sehari-hari, seperti melakukan pelayanan umum dalam masyarakat dan
bersedekah kepada orang miskin demi mendapatkan balasan. Pola hubungan sosial
seperti ini dilembagakan dalam pranata clientela.27 Unsur terpenting yang mengatur
pola hubungan sosial ini adalah sifat timbal-balik antara seorang pelindung (pihak
yang lebih tinggi secara hierarki) dengan pihak klien-klien (pihak yang lebih rendah).
Sebagai balasan atau timbal balik atas bantuan dari pelindung, klien akan memberikan
berbagai macam pelayanan yang dibutuhkan oleh pelindung, seperti dukungan politik,
kesetiaan dan kehormatan. Tidak jarang juga seorang pelindung akan mengadakan
jamuan makan umum dan mengundang sejumlah bawahan serta sesama warganya.
Dari keadaan sosial ini dapat dilihat bahwa masyarakat di Korintus menggambarkan
sebuah susunan masyarakat yang vertikal karena semua lapisan masyarakat, baik dari
kelas atas maupun kelas bawah saling berhubungan dan saling membutuhkan satu
sama lain walaupun ada maksud tersendiri di dalamnya.

27

John Stambaugh-David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1997), 67.

12

2.2.3 Jemaat di Korintus
Paulus mendirikan jemaat di Korintus pada perjalanan misinya yang kedua
ketika tinggal selama 18 bulan di Korintus (Kisah Para Rasul 18:1-17). Jemaat
Korintus adalah jemaat yang besar dan melimpah dengan karunia Roh. Ada beberapa
orang Yahudi yang menjadi anggota (Kisah Para rasul 18:7, 8), namun sebagian besar
anggotanya terdiri dari orang Kristen non-Yahudi dan orang-orang yang sifatnya
bekas kafir serta mencakup banyak orang yang sudah dibebaskan dari kedudukan
sebagai sampah masyarakat (I Korintus 6:9-11).28 Orang Kristen non-Yahudi yang
dimaksud adalah sebagian besar orang-orang Yunani.

Selain orang Yahudi dan

Yunani, jemaat Korintus nampaknya juga beranggotakan orang Roma dan Mesir.
Pembangunan kembali kota Korintus oleh Julius Caesar memungkinkan banyak orang
Roma yang datang ke Korintus dan menjadi jemaat korintus saat itu.
Kenyataan kota Korintus yang dipenuhi dengan berbagai penyimpangan tentu
membawa dampak buruk kepada jemaat. Sebagai kesatuan jemaat, mereka tidak dapat
menghindari kenyataan bahwa mereka tetap harus berada di tengah-tengah masyarakat
Korintus yang tidak bermoral serta memiliki banyak aliran kepercayaan. Keadaan ini
menjadi permasalahan tersendiri bagi jemaat dalam interaksinya dengan masyarakat
luas. Hal-hal yang berkaitan dengan relasi antara iman mereka sebagai orang Kristen
dan praktek-praktek kehidupan penyembahan kepada dewa dewi, pelacuran, perzinaan
dan penyimpangan moral lainnya yang masih dilakukan oleh masyarakat selalu hadir
berdampingan dan terus menghantui jemaat.
Beberapa permasalahan itu seperti persoalan makan daging yang sebelumnya
telah dipersembahkan kepada berhala ketika mereka mendapat undangan makan dari
teman atau keluarga mereka yang tidak percaya, persoalan mengenai seks bebas yang
28

Donald Guthrie, dkk, Tafsiran Alkitab, 471.

13

masih dilakukan oleh sebagian jemaat, juga masalah perkawinan dimana mereka
masih terus melakukan perzinaan dan hubungan seksual dengan pelacur atau hamba
walaupun mereka telah terikat dalam sebuah perkawinan. Bagi mereka laki-laki yang
telah memiliki ikatan perkawinan, pelacur dianggap untuk sebuah kesenangan, budak
untuk perawatan sehari-hari dan istri untuk memperoleh keturunan yang sah dan
sebagai penjaga yang setia dalam hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga.29

3.

Studi Hermeneutik Surat II Korintus 6:11-7:1
Dalam bagian ini, penulis akan mengemukakan hasil studi hermeneutik terhadap

II Korintus 6:11-7:1 dengan mengacu kepada konteks sosio historis ketika teks ini
ditulis. Hasil studi hermeneutik memberikan tiga pemahaman mengenai makna
Pasangan yang Tidak Seimbang menurut Paulus.
3.1

Konsep Keterpisahan dalam Komunitas Kristen
Dalam banyak tafsiran dan juga pemahaman orang awam, teks II Korintus

6:11-7:1 dipakai untuk melegitimasi larangan perkawinan beda agama. Namun dalam
penafsiran yang penulis lakukan, teks ini ternyata tidak berbicara mengenai
perkawinan beda agama melainkan mengenai kehidupan komunitas Kristen di
Korintus dalam kaitannya dengan relasi-relasi sosial masyarakat.
Konsep mengenai keterpisahan ini adalah suatu konsep yang harus
diaplikasikan dalam kehidupan jemaat di Korintus. Kata terpisah mempunyai arti
ganda, yaitu terpisah dari yang jahat dan mengabdi kepada pelayanan Allah.30
Keterpisahan dari yang jahat ditunjukan melalui cara hidup yang berbeda, yaitu
memisahkan diri secara moral dan rohani dari dosa kekafiran dan dari segala sesuatu

29
30

Henk Ten Napel, Jalan Yang Lebih Utama Lagi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 140.
Manfred, Ucapan Paulus Yang Sulit, 189.

14

yang bertentangan dengan Firman Allah. Sementara pengabdian kepada Allah
ditunjukan melalui penolakan terhadap semua campur tangan berhala, dalam
bentuknya yang kuno maupun modern, karena berhala berarti memberikan kesetiaan
yang terutama kepada manusia atau kekuasaan atau barang dan bukan kepada Allah.
Namun keterpisahan yang dimaksud oleh Paulus bukanlah keterpisahan dari dunia,
seperti mengisolasi diri dari dunia sekitar. Paulus menyadari bahwa keterpisahan dari
duniawi itu tidaklah mungkin, karena itu berarti bahwa kita harus meninggalkan dunia
ini (I Korintus 5:10).31 Konsep mengenai keterpisahan ini akan diperjelas dalam ayat
14-17.
Pertama, kata
ἀπ

ο γοῦ

dalam kalimat Μ

γ

ο γοῦ

ο · (14a) merupakan kata Yunani untuk frasa “pasangan yang tidak seimbang”,

yang berasal dari kata dasar

ο γ ω dan sesungguhnya berarti “bersatu kuk

dengan orang/pihak yang jenisnya berbeda”.32 Dalam Perjanjian Lama bahasa Yunani
(Septuaginta), kata

ο γ ω digunakan untuk melarang pengawinan ternak dengan

jenis ternak yang berbeda (Imamat 19:19).33 Dari penggunaan kata ini, muncullah
penafsiran yang mungkin merupakan pengertian paling umum, yaitu Paulus
memberikan peringatan kepada orang percaya untuk tidak kawin dengan mereka yang
tidak percaya. Selain itu, penggunaan kata “pasangan” dalam terjemahan Lembaga
Alkitab Indonesia (LAI) juga membuat kebanyakan orang menjadi salah mengerti
maksud Paulus karena kata ini kemudian ditafsirkan sebagai pasangan hidup
(perkawinan). Pfitzner mengatakan bahwa penafsiran seperti ini adalah penafsiran
31

32

33

Herman Riderboss, Paulus: Pemikiran Utama Teologinya (Surabaya: Penerbit Momentum, 2010),
320.
Berkasus verb participle present aktif. Bentuk ini berbicara tentang suatu pekerjaan/perbuatan yang
sedang dilakukan atau yang dilakukan berulang-ulang dalam waktu sekarang. Berdasarkan hal ini
dapat diketahui bahwa kehidupan jemaat di Korintus masih mengecewakan Paulus. Walaupun telah
bertobat, namun mereka tetap hidup seperti kehidupan lama mereka yang kurang berkenan bagi
Paulus sehingga Paulus mengeluarkan perintah larangan ini.
Reimund Bieringer, dkk, Theologizing in the Corinthian Conflict: Studies in the Exegesis and
Theology of 2 Corinthians (Leuven: Peeters, 2013), 234.

15

yang sempit.34 Teks ini memang tidak menyatakan dalam hal apa saja orang-orang
percaya tidak boleh bersatu kuk bersama orang-orang yang tidak percaya, namun
penulis setuju dengan apa yang dikatakan Pfitzner karena melihat konteksnya, Paulus
tidak sedang membicarakan mengenai perkawinan, walaupun itu termasuk dalam
pernyataan yang lebih luas. Pengajaran secara khusus mengenai perkawinan sudah
Paulus tulisan dalam suratnya yang terdahulu (I Korintus 7).
Secara harafiah kuk adalah kerangka kayu yang menghubungkan dua ekor
binatang yang sejenis, agar mereka bersama-sama dapat menarik kereta atau bajak.
Kuk tidak dirancang untuk dua jenis binatang yang berbeda karena tidak akan serasi
dalam melakukan pekerjaan, seperti yang tertulis dalam Kitab Ulangan 22:10:
“Janganlah engkau membajak dengan lembu dan keledai bersama-sama”.35 Di dalam
hukum Taurat, lembu adalah binatang yang bersih (halal), sedangkan keledai adalah
binatang yang tidak bersih (haram). Binatang-binatang yang bersih secara rohani
menunjuk kepada orang-orang percaya yang sudah diselamatkan melalui darah
Kristus. Sedangkan binatang-binatang yang tidak bersih menunjuk kepada orangorang tidak percaya. Larangan mengenai berbagai macam kombinasi yang tidak
seimbang dalam Imamat 19:19 dan juga Ulangan 22:10 yang dipakai sebagai dasar
ucapannya “menjadi pasangan yang tidak seimbang” digunakan oleh ἢaulus sebagai
sebuah kiasan yang menunjukan ketidaksesuaian.36 Gagasannya adalah bahwa ada
hal-hal tertentu yang bertentangan dan tidak pernah dimaksudkan untuk disatukan dan
implikasi dari semua ini adalah orang percaya harus memisahkan diri dari segala

34

35
36

V.C. Pfitzner, Kekuatan dalam Kelemahan: Tafsiran atas Surat 2 Korintus (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007), 102.
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 387.
Cornelius R stam, Commentary on the Second Epistle of Paul to the Corinthians (Chicago: Barean
Literature Foundation, 1978), 118.

16

bentuk hubungan yang salah.37 Bukan keterpisahan dari dunia, seperti mengasingkan
diri dan tidak berinteraksi dengan orang lain yang dimaksudkan Paulus, melainkan
jangan menjadi satu hati dengan mereka yang tidak percaya, jangan berkompromi
dengan nilai-nilai mereka dan terbujuk oleh komitmen mereka terhadap berbagai allah
dan tuhan. Jadi “janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan
orang-orang yang tak percaya” bukanlah larangan yang Paulus tujukan secara khusus
pada masalah perkawinan saja, namun Paulus tujukan kepada semua hubungan yang
dapat terjalin antara jemaat dan masyarakat Korintus, seperti persahabatan, keluarga,
dan juga pekerjaan.38
Kedua, larangan Paulus tersebut diatas diikuti oleh rangkaian pertanyaan
retoris bertentangan yang semakin mendefinisikan hakikat ketidaksesuaian antara
orang-orang percaya dan orang-orang yang tidak percaya, “
α ἀ ο ᾳ,
Β

,

ο ω α ω π
π

ο ν (14b)
ἀπ

ο ν(15)

γ

ο


γ α

αο ύ ῃ
Χ

οῦ π

α

οῦ

ἰ ώ ω ν(1θa)”. Paulus menggunakan lima kata kunci yang merupakan sinonim kata
untuk menggambarkan ketidaksesuaian ini. Dalam teks aslinya digunakan kata
ο , ο ω α,



,

dan

γ α

, yang mana kelima kata ini

mempunyai makna dasar yang sama, yaitu persekutuan. Terjemahan LAI tidak
menggunakan kata persekutuan,

ο ω α diterjemahkan dengan bersatu. Baik

terjemahan bersatu ataupun persekutuan, kata

ο ω α mengungkapkan suatu

kebersamaan, sharing, yang dapat mempunyai beraneka objek. Kata ini memang
selalu menyangkut objek yang dimiliki bersama dan jika menyangkut manusia, kata

37

38

Victoria A. Wheeler, A Plea For Holy Fellowship 2 Corinthians 6:14-7:1, Ashland Theological
Journal Vol 31 (1999), 27
V.G. Shilington, 2 Corinthians (Ontario: Herald Press, 1998), 154.

17

ini dapat berarti “tersangkut atau terlibat” dalam penyembahan berhala yang ada di
Korintus.39
Rangkaian pertanyaan yang bersifat retoris ini Paulus maksudkan agar jemaat
di Korintus semakin mengerti dan sadar bahwa ada perbedaan yang jelas antara orang
percaya dengan orang yang tidak percaya. Ada ketidaksesuaian mendasar yang harus
diketahui oleh jemaat di Korintus dan implikasinya atas kehidupan dalam lingkungan
ketidakpercayaan, yaitu untuk tidak ambil bagian dalam kegiatan para penyembah
berhala dan tidak membentuk persekutuan dengan mereka yang dapat membahayakan
iman percaya akan Kristus. Hubungan apapun dengan orang-orang yang tidak percaya
yang dapat mengancam eklusivisme konfesi Kristen dan kesucian kehidupan Kristen
harus dijauhi.40 Karena Iman tidak dapat dicampuradukan dengan ketidakpercayaan
dan kesucian tidak dapat bersahabat dengan ketidaksucian.
Ketiga, kata “keluarlah”, “pisahkanlah” dan “janganlah menjamah apa yang
najis” dalam ayat 1ι kemungkinan besar merupakan singgungan terhadap Perjanjian
Lama (Yesaya 52:11). Dalam berbagai suratnya yang ia sampaikan kepada jemaat
mula-mula, Paulus memang sangat terpengaruh terhadap tulisan-tulisan Perjanjian
Lama.41 Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang Yahudinya dan juga pendidikannya
selaku orang Farisi, sehingga tidak mengherankan jika Paulus sangat memahami
Perjanjian Lama dan menggunakannya dalam tulisannya.42 Selain itu ada
kemungkinan sebagian dari jemaat Korintus juga mengenal teks-teks Perjanjian Lama,
sehingga dengan memakai kutipan-kutipan dari teks-teks Perjanjian Lama Paulus
mengharapkan agar jemaat lebih memahami ajaran-ajaran yang ia sampaikan.

39
40
41

42

Shilington, 2 Corinthians, 157.
Pftziner, Kekuatan dalam Kelemahan, 103.
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2: Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2003), 172.
Drane, memahami Perjanjian Baru, 292.

18

Dalam konteks Perjanjian Lama, bangsa Israel dipanggil keluar dari Kota
Babel, tempat mereka hidup sebagai tawanan. Dalam konteks Perjanjian Baru, kutipan
ini diterapkan kepada kepada jemaat di Korintus bahwa mereka harus memisahkan
diri mereka dan tidak lagi berpartisipasi dari kebiasaan yang tidak benar dan dari
pengaruh orang-orang yang tidak percaya. Barclay mengatakan bahwa memang ada
hal-hal di dunia ini yang orang percaya tidak boleh dan tidak seharusnya melekatkan
diri dengan mereka yang tidak percaya.43
3.2

Identitas Diri sebagai Fondasi Pertumbuhan Rohani dalam Komunitas
Kristen
Sebagaimana dalam bagian 3.1, teks ini juga semakin meyakinkan bahwa

larangan Paulus tidak berkaitan dengan perkawinan beda agama. Melainkan teks ini
juga berkaitan dengan pertumbuhan identitas diri sebagai fondasi pertumbuhan rohani
bagi komunitas Kristen.
Paulus mempunyai pandangan bahwa perkembangan rohani dimulai dengan
kejelasan akan identitas diri.44 Jemaat di Korintus yang datang dari berbagai latar
belakang sosio-ekonomi dan agama masih bergumul untuk hidup sesuai dengan
identitas diri mereka yang baru di dalam Kristus. Disatu sisi mereka telah bertobat dan
mengikut Kristus, tapi disisi lain, mereka juga masih mengikuti berbagai macam
praktek penyembahan kepada ilah-ilah lain dan memiliki berbagai macam hubungan
yang salah dengan mereka yang tidak percaya. 45 Paulus mengatakan
οῦ

ῖ γ

ο (16b), yang diterjemahkan dengan “karena kita adalah bait dari

τllah yang hidup”. Kata yang dipakai untuk menerangkan bait (temple) adalah

43
44
45

α

α ,

William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 388.
Debora, Kesatuan dalam Keberagaman, 81.
Herman Riderboss, Paulus, 119.

19

yang mana kata ini menunjuk kepada ruang maha kudus dimana Allah bertahta.46
Persekutuan orang percaya di Korintus adalah tempat dimana Allah hadir dan bekerja,
hal ini menyatakan dengan jelas bahwa mereka adalah milik Allah. Paulus
mengingatkan jemaat di Korintus untuk menyadari identitas mereka sebagai bait Allah
dan hidup berdasarkan identitas tersebut.
Dalam 2 Korintus 6:1, Paulus mengatakan kepada jemaat di Korintus jangan
membuat sia-sia karunia yang telah mereka terima. Paulus menyebut jemaat Korintus
adalah jemaat yang tidak kekurangan dalam suatu karunia apapun. Namun berbagai
macam dosa justru ada di dalam jemaat ini dan membuat Paulus kecewa. Kuatnya
pengaruh agama serta kebiasaan yang berasal dari agama jemaat Korintus sebelum
mereka menjadi percaya dan mengikut Kristus menjadi salah satu penyebab adanya
berbagai permasalahan ini. Hal tersebut sudah mendarah daging dan tidak dapat
dihilangkan dengan mudah sehingga mengakibatkan tidak adanya kesamaan dalam
pendapat maupun praktek kehidupan Kristiani para jemaat. Manfred mengatakan
bahwa jemaat Korintus berada dalam bahaya menghancurkan diri sendiri.47
Seharusnya mereka menjadi teladan di tengah-tengah kehancuran masyarakat
Korintus dan menjadi utusan-utusan Allah dalam pelayanan perdamaian. Tapi itu
semua terhambat karena masalah-masalah internal yang ada jemaat itu sendiri.
Pertama, jemaat Korintus membatasi kasih sayang mereka terhadap Paulus
padahal Paulus sangat mengasihi jemaat ini. “Τ
Κο

ο,

α

α

π π

α

ἀ ῳγ

π

ᾶ,

α (11)” diterjemahkan dengan “Hai orang

Korintus! Kami telah berbicara terus terang kepada kamu, hati kami terbuka lebarlebar bagi kamu.” Dalam terjemahan asli, dipakai kata
46

47

α yang berarti mulut dan

Bob Utley, Surat-surat Paulus kepada sebuah Gereja yang Bemasalah (Marshall: Bible Lesson
International, 2001), 354.
Manfred, Ucapan Paulus, 81.

20

diikuti dengan kata kerja ἀ ῳγ

yang berarti “melebar, membuka lebar, terbuka”.48

Hal yang sama juga berlaku bagi kata
π π

α

yang

diterjemahkan

α

dengan

α49 yang diikuti dengan kata kerja
“terbuka

lebar-lebar”.

Shilington

berpendapat bahwa mulut dan hati yang terbuka adalah simbol komunikasi penuh dan
Paulus ingin agar mereka berlaku demikian.50 Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Paulus mengatakan “ο

ο ω ῖ

ῖ ,

ο ω ῖ

οῖ

·(12)”. Kata tempat yang sempit merupakan terjemahan dari

π γ ο

ο ω ῖ

yang

sesungguhnya berarti “menghalangi, mengekang, membatasi”. Kata ini melukiskan
betapa tertutup rapat sikap jemaat Korintus k