T PSN 1402615 Chapter5
105
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Sistem Pewarisan Silat Perisai
Proses pewarisan Silat Perisai terjadi pada garis keturunan langsung dan
bukan garis keturunan. Garis keturunan langsung adalah pewaris memiliki
hubungan darah secara langsung dengan yang mewariskan Silat Perisai. Namun,
sekarang Silat Perisai dapat diwariskan kepada siapapun walaupun tidak memiliki
hubungan darah dari seniman pesilat. Cara pewarisan silat perisai dilakukan oleh
dukungan pendidikan dari keluarga, dan dukungan serta peranan masyarakat di
sekitarnya.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan kepada dua generasi
yaitu generasi Syafi’i (tahun 1980-an) dan generasi Yus Heri (tahun 2000-an),
maka dapat diambil kesimpulan bahwa Sistem Pewarisan Silat Perisai di Riau
dipengaruhi oleh tiga hal yakni: 1. cara pewarisan; 2. pelaku yang terlibat dalam
pewarisan; 3. peristiwa yang mewadahi keberadaan Silat Perisai. Ketiga hal ini
secara tidak langsung telah mempengaruhi bentuk dan struktur penyajian Silat
Perisai.
Pada masa Syafi’I (tahun 1980) cara pewarisannya dilakukan dengan cara
berlatih (trained action), dan belajar di langgar (absorbed action), serta
penguasaan jejampi dilaksanakan pada bulan ramadhan (absorbed action). Pelaku
yang terlibat dalam pewarisan Silat Perisai yakni keturunan langsung. Peristiwa
yang mewadahi Silat Perisai yaitu kegiatan ritual adat yang didukung oleh adat
(ninik mamak), dan masyarakat, misalnya pada pengangkatan Datuok (otok cacao
ninik mamak) ataupun kegiatan pernikahan yang menggunakan adat. Bentuk dan
struktur penyajian Silat Perisai pada masa Syafi’i ditujukan untuk kepentingan
ritual adat.
Pada masa Yus Heri yang dimulai dari tahun 2007, cara pewarisan silat
perisai dilakukan sesuai dengan minat, dan diajarkan dengan kegiatan latihan
Fikhen Tri Wulandari, 2014
SISTEM PEWARISAN SILAT PERISAI DI RIAU
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
106
(trained action) yang dilakukan kapan saja. Pelaku yang terlibat dalam pewarisan
Silat Perisai bukan keturunan langsung dari generasi Silat Perisai. Peristiwa yang
mewadahi lebih cenderung pada kegiatan yang bersifat pertunjukan. Bentuk dan
struktur penyajian Silat Perisai pada masa Yus Heri ditujukan untuk kebutuhan
pertunjukan dan hiburan.
Dua generasi di atas terdapat perubahan konsep pewarisan yang terjadi
berdasarkan kebutuhan masyarakat yang hidup pada zaman silat perisai
berlangsung. Secara tidak langsung, perubahan zaman ini menyebabkan
perubahan fungsi kesenian Silat Perisai.
Pewarisan Silat Perisai tidak hanya dari sisi keterampilan fisik, dan
pengetahuan saja, namun terdapat pewarisan nilai-nilai yang tidak kasat mata
yaitu
keberanian,
percaya
diri,
semangat
juang,
kedisiplinan
didalam
mengahadapi segala tantangan. Nilai-nilai tersebut tertanam dan tidak hilang dari
generasi Syafi’i ke generasi Yus Heri. Nilai-nilai ini melekat dalam kegiatan silat
perisai dan diwariskan secara turun temurun. Hal ini perlu dilestarikan dalam
dunia pendidikan, baik formal maupun non formal.
5.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Pewarisan Silat Perisai
Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarisan silat perisai ialah keluarga,
masyarakat, budaya lain. Keluarga berperan penting dalam mendidik penerus atau
generasi yang akan menerima warisan kesenian silat perisai. Keluarga juga dapat
memberikan pendidikan informal sesuai aturan atau metode yang orang tua atau
keluarga lakukan terhadap pewarisnya.
Lingkungan masyarakat juga memiliki andil yang cukup besar dalam menjaga
eksistensi silat perisai. Melalui kegiatan-kegiatan di masyarakat, masyarakat ikut
mendukung serta berpasrtisipasi secara langsung maupun memfasilitasi kesenian
tersebut. Peran serta masyarakat mempengaruhi perubahan fungsi kesenian yang
hidup ditengah-tengah masyarakat tersebut.
Faktor lain yang mempengaruhi pewarisan silat perisai adalah hadirnya
budaya lain di daerah perkembangan Silat Perisai. Salah satu contohnya adalah
hadirnya budaya Minangkabau di Riau yang menyebabkan perubahan bentuk
Fikhen Tri Wulandari, 2014
SISTEM PEWARISAN SILAT PERISAI DI RIAU
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
107
pertunjukan. Budaya lain hadir membuat masyarakat memilih mempertahankan
atau menambahkan unsur kesenian dari budaya lain tersebut.
5.2 Rekomendasi
5.2.1 Bagi Subjek penelitian
Silat Perisai adalah salah satu bentuk sebuah kesenian yang dimiliki oleh
Kabupaten Kampar, Riau yang harus dilestarikan. Silat Perisai ini merupakan
silat yang unik karena gerakan yang terdapat pada silat perisai ini menyerupai
gerakan harimau yang menunduk. Berbeda dengan silat lainnya yang terdapat di
Kampar silat perisai ini menggunakan propeti dalam membawakannya yaitu
pedang dan tameng. Banyak hal yang masih bisa digali dari silat perisai, keunikan
yang dimiliki silat perisai ini menjadikan silat perisai sebagai aset yang penting
dan harus tetap dilestarikan oleh generasi berikutnya agar kesenian silat perisai ini
tidak redup kemudian menghilang begitu saja. Selain itu pelaku seni dapat
memperdalam pengetahuan yang berkaitan dengan seni tradisi.
5.2.2 Bagi Instansi Pendidikan
Bagi instansi pendidikan hendaknya bahu-membahu dalam berupaya
melestarikan kesenian daerah dengan cara mendekatkan generasi muda kepada
kesenian tradisi. Instansi pemerintah antara lain adalah DIKNAS, dan
DISPARBUD. Salah satu cara yang efektif untuk melestarikan kesenian tradisi
sebagai salah satu upaya menjadikan silat perisai sebagai wadah dalam pelajaran
pada pendidikan formal, dengan melakukan implementasi terhadap siswa sekolah
melalui pembelajaran. Hal ini merupakan sebuah wadah pewarisan dari kesenian
tradisional yang bisa berlangsung secara natural yaitu melalui media pendidikan
formal, pengajaran di sekolah umum sangat signifikan dalam mendorong dan
mengembangkan kecerdasan kognitif anak. Sedangkan pada pendidikan informal
dari keluarga langsung yang mendukung keturunannya agar selalu dekat dengan
kesenian daerah, walaupun telah mengenal kesenian modern yang bersifat
menjamu bahkan dapat memudarkan atau menghilangkan kesenian tradisi.
5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Fikhen Tri Wulandari, 2014
SISTEM PEWARISAN SILAT PERISAI DI RIAU
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
108
Peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai acuan untuk
dapat diteliti serta disempurnakan, khususnya dari analisis secara etnokoreologi
yang lebih mendalam mengenai Silat Perisai. Hasil penelitian ini dapat
dikembangkan kembali menjadi bahan pembelajaran di sekolah dengan harapan
dan tujuan yang sama yaitu, mengenalkan serta melestarikan kesenian tradisi Silat
Perisai. Selain itu, Silat Perisai juga bisa menjadi pembelajaran yang bersifat non
formal (sanggar), dikelompok-kelompok masyarakat (komunitas).
Fikhen Tri Wulandari, 2014
SISTEM PEWARISAN SILAT PERISAI DI RIAU
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
109
Fikhen Tri Wulandari, 2014
SISTEM PEWARISAN SILAT PERISAI DI RIAU
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Sistem Pewarisan Silat Perisai
Proses pewarisan Silat Perisai terjadi pada garis keturunan langsung dan
bukan garis keturunan. Garis keturunan langsung adalah pewaris memiliki
hubungan darah secara langsung dengan yang mewariskan Silat Perisai. Namun,
sekarang Silat Perisai dapat diwariskan kepada siapapun walaupun tidak memiliki
hubungan darah dari seniman pesilat. Cara pewarisan silat perisai dilakukan oleh
dukungan pendidikan dari keluarga, dan dukungan serta peranan masyarakat di
sekitarnya.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan kepada dua generasi
yaitu generasi Syafi’i (tahun 1980-an) dan generasi Yus Heri (tahun 2000-an),
maka dapat diambil kesimpulan bahwa Sistem Pewarisan Silat Perisai di Riau
dipengaruhi oleh tiga hal yakni: 1. cara pewarisan; 2. pelaku yang terlibat dalam
pewarisan; 3. peristiwa yang mewadahi keberadaan Silat Perisai. Ketiga hal ini
secara tidak langsung telah mempengaruhi bentuk dan struktur penyajian Silat
Perisai.
Pada masa Syafi’I (tahun 1980) cara pewarisannya dilakukan dengan cara
berlatih (trained action), dan belajar di langgar (absorbed action), serta
penguasaan jejampi dilaksanakan pada bulan ramadhan (absorbed action). Pelaku
yang terlibat dalam pewarisan Silat Perisai yakni keturunan langsung. Peristiwa
yang mewadahi Silat Perisai yaitu kegiatan ritual adat yang didukung oleh adat
(ninik mamak), dan masyarakat, misalnya pada pengangkatan Datuok (otok cacao
ninik mamak) ataupun kegiatan pernikahan yang menggunakan adat. Bentuk dan
struktur penyajian Silat Perisai pada masa Syafi’i ditujukan untuk kepentingan
ritual adat.
Pada masa Yus Heri yang dimulai dari tahun 2007, cara pewarisan silat
perisai dilakukan sesuai dengan minat, dan diajarkan dengan kegiatan latihan
Fikhen Tri Wulandari, 2014
SISTEM PEWARISAN SILAT PERISAI DI RIAU
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
106
(trained action) yang dilakukan kapan saja. Pelaku yang terlibat dalam pewarisan
Silat Perisai bukan keturunan langsung dari generasi Silat Perisai. Peristiwa yang
mewadahi lebih cenderung pada kegiatan yang bersifat pertunjukan. Bentuk dan
struktur penyajian Silat Perisai pada masa Yus Heri ditujukan untuk kebutuhan
pertunjukan dan hiburan.
Dua generasi di atas terdapat perubahan konsep pewarisan yang terjadi
berdasarkan kebutuhan masyarakat yang hidup pada zaman silat perisai
berlangsung. Secara tidak langsung, perubahan zaman ini menyebabkan
perubahan fungsi kesenian Silat Perisai.
Pewarisan Silat Perisai tidak hanya dari sisi keterampilan fisik, dan
pengetahuan saja, namun terdapat pewarisan nilai-nilai yang tidak kasat mata
yaitu
keberanian,
percaya
diri,
semangat
juang,
kedisiplinan
didalam
mengahadapi segala tantangan. Nilai-nilai tersebut tertanam dan tidak hilang dari
generasi Syafi’i ke generasi Yus Heri. Nilai-nilai ini melekat dalam kegiatan silat
perisai dan diwariskan secara turun temurun. Hal ini perlu dilestarikan dalam
dunia pendidikan, baik formal maupun non formal.
5.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Pewarisan Silat Perisai
Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarisan silat perisai ialah keluarga,
masyarakat, budaya lain. Keluarga berperan penting dalam mendidik penerus atau
generasi yang akan menerima warisan kesenian silat perisai. Keluarga juga dapat
memberikan pendidikan informal sesuai aturan atau metode yang orang tua atau
keluarga lakukan terhadap pewarisnya.
Lingkungan masyarakat juga memiliki andil yang cukup besar dalam menjaga
eksistensi silat perisai. Melalui kegiatan-kegiatan di masyarakat, masyarakat ikut
mendukung serta berpasrtisipasi secara langsung maupun memfasilitasi kesenian
tersebut. Peran serta masyarakat mempengaruhi perubahan fungsi kesenian yang
hidup ditengah-tengah masyarakat tersebut.
Faktor lain yang mempengaruhi pewarisan silat perisai adalah hadirnya
budaya lain di daerah perkembangan Silat Perisai. Salah satu contohnya adalah
hadirnya budaya Minangkabau di Riau yang menyebabkan perubahan bentuk
Fikhen Tri Wulandari, 2014
SISTEM PEWARISAN SILAT PERISAI DI RIAU
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
107
pertunjukan. Budaya lain hadir membuat masyarakat memilih mempertahankan
atau menambahkan unsur kesenian dari budaya lain tersebut.
5.2 Rekomendasi
5.2.1 Bagi Subjek penelitian
Silat Perisai adalah salah satu bentuk sebuah kesenian yang dimiliki oleh
Kabupaten Kampar, Riau yang harus dilestarikan. Silat Perisai ini merupakan
silat yang unik karena gerakan yang terdapat pada silat perisai ini menyerupai
gerakan harimau yang menunduk. Berbeda dengan silat lainnya yang terdapat di
Kampar silat perisai ini menggunakan propeti dalam membawakannya yaitu
pedang dan tameng. Banyak hal yang masih bisa digali dari silat perisai, keunikan
yang dimiliki silat perisai ini menjadikan silat perisai sebagai aset yang penting
dan harus tetap dilestarikan oleh generasi berikutnya agar kesenian silat perisai ini
tidak redup kemudian menghilang begitu saja. Selain itu pelaku seni dapat
memperdalam pengetahuan yang berkaitan dengan seni tradisi.
5.2.2 Bagi Instansi Pendidikan
Bagi instansi pendidikan hendaknya bahu-membahu dalam berupaya
melestarikan kesenian daerah dengan cara mendekatkan generasi muda kepada
kesenian tradisi. Instansi pemerintah antara lain adalah DIKNAS, dan
DISPARBUD. Salah satu cara yang efektif untuk melestarikan kesenian tradisi
sebagai salah satu upaya menjadikan silat perisai sebagai wadah dalam pelajaran
pada pendidikan formal, dengan melakukan implementasi terhadap siswa sekolah
melalui pembelajaran. Hal ini merupakan sebuah wadah pewarisan dari kesenian
tradisional yang bisa berlangsung secara natural yaitu melalui media pendidikan
formal, pengajaran di sekolah umum sangat signifikan dalam mendorong dan
mengembangkan kecerdasan kognitif anak. Sedangkan pada pendidikan informal
dari keluarga langsung yang mendukung keturunannya agar selalu dekat dengan
kesenian daerah, walaupun telah mengenal kesenian modern yang bersifat
menjamu bahkan dapat memudarkan atau menghilangkan kesenian tradisi.
5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Fikhen Tri Wulandari, 2014
SISTEM PEWARISAN SILAT PERISAI DI RIAU
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
108
Peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai acuan untuk
dapat diteliti serta disempurnakan, khususnya dari analisis secara etnokoreologi
yang lebih mendalam mengenai Silat Perisai. Hasil penelitian ini dapat
dikembangkan kembali menjadi bahan pembelajaran di sekolah dengan harapan
dan tujuan yang sama yaitu, mengenalkan serta melestarikan kesenian tradisi Silat
Perisai. Selain itu, Silat Perisai juga bisa menjadi pembelajaran yang bersifat non
formal (sanggar), dikelompok-kelompok masyarakat (komunitas).
Fikhen Tri Wulandari, 2014
SISTEM PEWARISAN SILAT PERISAI DI RIAU
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
109
Fikhen Tri Wulandari, 2014
SISTEM PEWARISAN SILAT PERISAI DI RIAU
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu