PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 205/PMK.04/2015
\
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
'
SALINAN
\
PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK IND O NESIA
NOMOR
2 0 5 / PM K .04 / 2 0 1 5
TENTANG
TATA CARA PENGENAAN TARIF B EA MASUK
DALAM l�NGKA PERJANcJIAN ATAU KESEPAKATAN INTERNASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
a.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal
a
Undang-Undang
Kepabeanan
Nomor
10
scbagaimana
Undang-Undang
Nomor
17
13
ayat 1) huruf
Tahun
telah
19 9 5
diubah
Tahun
2006,
tentang
dengan
terhadap
barang impor dapat dikenakan bea masuk sesuai tarif
bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan
internasional;
b.
bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a,
dalam
rangka
( ATIGA ) ,
telah diberlakukan tarif bea masuk
ASEAN
ASEAN- China
A SEAN-Korea Free
Jap an
Economic
Trade
Free
In
Go ods
Trade
Trade Area
Partners hip
Area
Agreement
( AC FTA ) ,
( AKFTA ) , Indonesia
Agreement
( IJ EPA ) ,
ASEAN-India Free Trade Area {AIFTA}, A SEAN-Australia
New
Zealand
Free
Indo nesia-Pakistan
Trade
Area
Preferential
( AANZFTA ) ,
Trade
dan
Agreement
( IPPTA ) ;
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 2 -
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam
huruf a
dan
·
huruf b,
serta
dalam
rangka
melaksanakan ketentuan Pasal 1 3 ayat (2) Undang-Undang
Nomor
10
Tahun
1 995
tentang
Kepabeanan
sebagaimanatelah diubah dengan Undang-Undang Nomor
1 7 Tahun 2 006, ·perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk
Berdasarkan Perjanjian Atau Kesepakatan Internasional;
Mengingat
1.
Undang-Undang
Nomor
7
Tahun
1 994
Pengesahan Agreement Establishing The
Organization
(Lembaran
tentang
World Trade
Negara. Republik
Indonesia
Tahun 1 994 Nomor 5 7 , Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3 564) ;
2.
Undang-Undang
Kepabeanan
Nomor
(Lembaran
10
Tahun
Negara
1 995
Re publik
tentang
Indonesia
Tahun 19 95 Nomor 75 , Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor
3 6 1 2)
sebagaimana
telah
diubah dengan Undang Undang Nomor 1 7 Tahun 2 0 0 6
(Lembaran
Nomor
Negara
93 ,
Republik
Tambahan
Indonesia
Lembaran
Tahun
Negara
2006
Republik
Indonesia N omor 466 1 ) ;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG TATA CARA
PENGENAAN
TARIF
B EA
MASUK
DALAM
RANGA
PERJANJIAN ATAU KESEPAKATAN INTERNASIO NAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1.
Undang-Undang
Kepabeanan
adalah
Undang-Undang
Nomor 1 0 Tahun 1 995 tentang Kepabeanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 1 7 Tahun
2 0 06 .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 3 -
2.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat
,Jenderl Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban
pabean sesuai dengan Undang-Undng Kepabeanan.
3.
Direktur Jenderal adlah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
4.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam j abatn tertentu untuk
melaksanakan
tugas
tertentu
sesuai
dengan
Undang
Undang Kepabeanan.
5.
Tarif Preferensi
adalah
trif bea
masuk
berdasarkan
perjanjian atau kes epakatan internasional yalg besarnya
sesuai
dengan
Peraturan
Menteri
Keuangan
mengenai
penetapan tarif bea masuk dalam rangka perj anjin atau
kesepakatan internasional.
. 6.
Ketentuan Asal Brang (Rules of Origin) adalah ketentuan
khusus
yang
ditetapkan
berdasarkn
perjanjian
kesepakatan internasionl yang diterapkan oleh
atau
suatu
negara untuk menentukn negra asal barang.
7.
Negara
Anggota
adalah
negara
yang
menandatangani
perjanjin atau kesepakatan internasional dalam rangka
perdagangan barang.
8.
Surat Keterangan Asl ( Certicate of Origin) yang selanjutnya
disingkat SKA adalah dokumen yang diterbitkan oleh
instansi penerbit SKA di Negara Anggota pengekspor yang
menyatkan bahwa barang ekspor yng akn memasuki
daerah pabean Indonesia telah memenuhi Ketentuan Asal
Barang (Rules of Origin) .
9.
In stan si Penerbit S KA adalah instan si pemerintah a tau
in stitusi
yang
ditunjuk
pemerintah,
yang
diberi
kewenangan untuk menerbitkan S KA atas b arang yang
akan diekspor.
10.
Penerbitan Invoice Dari Negra/ Pihak Ketiga ( Third County
Invoicing/ Third Party Invoicing) yng selanjutnya disebut
Third
County
Invoicing/ Third
Party
Invoicing
adalah
penerbitan invoice oleh perusahaan lin ya�g berlokasi di
negara ketiga (baik Negra Anggota atau bukan Negara
Anggota) atau yang berlokasi di negra yng sama dengan
negara tempat diterbitknnya SA
K .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 4 -
1 1 . Back-To-Back
Certicate
of
atau
Origin
Mo vement
Certicate adalah SKA yang diterbitkan oleh Negara
Anggota
pengekspor
kedua
berdasarkan
SKA
yang
diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.
1 2 . Tanggal
Eksportasi
a tau Tanggal
Pengapalan
adalah
tanggal Bill of Lading untuk moda pengangkutan laut,
tanggal Air Way Bill untuk moda pengangkutan udara,
atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda
pengangkutan darat.
1 3 . Retroactive Check adalah penelitian mengenai keabsahan
dan kebenaran isi dari SKA yang dilakukan oleh Instansi
Penerbit SKA.
14.
Veiication
dilakukan
adalah
kegiatan
instansi
penerima
Visit
oleh
veriikasi
S KA
yang
(Receiving
Authority) , di negara penerbit SKA untuk memastikan
keabsahan dan kehenaran isi dari S KA dalam hal hasil
Retroactive Check diragukan .
15. Harmonized Commodity Desciption and Coding System
yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah
standar
internasional
penomoran
yang
atas
digunakan
sistem
untuk
penamaan
dan
pengklasiikasian
produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh
World Customs Organzation (WCO).
Pasal 2
(1)
Atas barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang
besarnya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang
berlaku umum (Most Favored Nation/ MF).
(2)
Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 ) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Tarif Preferensi
berlaku
terhadap
impor
untuk
dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean
impor berupa Pemberitahuan Impor B arang; atau
www.jdih.kemenkeu.go.id
-5b.
Tarif Preferensi dapat berlaku terhadap impor untuk
dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean
impor berupa Pemberitahuan Impor Barang dari
Tempat
Penimbunan
Berikat
yang
menerapkan
Sistem Inormasi Persediaan Berbasis Komputer (IT
Inventoy)
sesuai peraturan perundang-undangan
mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
Pengenaan Tarif Preferensi untuk importasi barang yang
(3)
berasal dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
bebas dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang
undangan mengenai kawasan perdagangan bebas dan
pelabuhan bebas .
BAB II
KETENTUAN ASAL BARANG (RULES OF ORIGI)
Pasal 3
(1)
Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana
·
dimaksud dalam Pasal 2 , barang yang diimpor harus
memenuhi Ketentuan Asal B arang (Ru les of Origin) .
(2)
Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ) meliputi :
(3)
a.
kriteria asal barang;
b.
kriteria pengiriman langsung; dan
c.
ketentuan pro sedural .
D alam hal barang impor tidak memenuhi Ketentuan Asal
Barang (Ru les of Origin) sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) , atas barang impor dikenakan tarif bea masuk
yang berlaku umum (Most Favored Nation/ MF).
(4)
Penj elasan lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang
(Ru les of Oigin) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2) dalam rangka:
a.
ATIGA
adalah
sebagaimana
tercantum
dalam
sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran I ;
b.
ACFTA
adalah
Lampiran II ;
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 6 -
c.
AKFTA
ad al ah
se bagaimana
tercantum
dalam
se bagaimana
tercantum
dalam
se bagaimana
tercantum
dalam
Lampiran III;
d.
IJEPA
ad al ah
Lampiran IV;
e.
AIFTA
adalah
Lampiran V;
f.
ANZFTA ad al ah
se bagaimana
tercantum
dalam
Lampiran VI ;
g.
IPPTA
ad alah
se bagaimana
tercantum
dalam
Lampiran VII ,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Bagian Pertama
Kriteria Asal Barang
Pasal 4
(1)
Kriteria asal baing sebagaimana dimaksud dlam Pasal
3
ayat (2) huruf a meliputi:
a.
barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di
satu Negara Anggota (holly Obtained atau holly
roduce);
b.
barang yang diproduksi di Negara Anggota dengn
hanya mengunakan bahan oiginating dari satu atau
lebih Negara Anggota;
c.
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan
non oiginating dengan hasil akhir memiliki:
1.
kandungan regional atau bilateral yang mencapai
sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam
persentase; atau
2.
kandungan Bahan non originating yang tidak
melebihi nilai tertentu yang dinyatakan dalam
persentase;
d.
barang yang proses produksinya menggunakan bahan
non oiginating dan seluruh bahan non oiginating
tersebut
harus
mengalami
perubahan
klasiikasi
( Change in Taiff Classication/ CTC) yang meliputi:
www.jdih.kemenkeu.go.id
-7 Change in Chapter (CC) , yaitu perubahan pada
1.
bab
2.
(2 (dua) digit pertama pada HS) ;
Change in Tariff Heading (CTH) , yaitu perubahan
pada pos (4 (empat) digit pertama pada HS) ; atau
3.
Change in Tariff Sub Heading (CTSH) , yaitu
perubahan pada subpos (6 (enam) digit pertama
pada HS) ; dan/ atau
e.
barang yang proses produksinya menggunakan bahan
non originating dan bahan non originating tersebut
mengalami peubahan melalui proses tertentu (specic
sesuai
pocess)
masing-masing
perJ anJian
atau
kesepakatan internasional.
(2)
Bahan atau barang originating merupakan bahan atau
barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of
Origin) sesuai masing-masing perjanjian atau kesepakatan
internasional yang disepakati.
(3)
Bahan atau barang non originating merupakan bahan atau
barang yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules
of
Origin)
sesuai
masing-masing
perj anjian
atau
kesepakatan internasional yang disepakati.
Bagian Kedua
Kriteria Pengirimn Langsung
Pasal 5
Kriteria peng1nman langsung sebagaimana dimaksud dalah
Pasal 3 ayat (2) huruf b meliputi:
a.
barang impor dikirim langsung dari Negara Anggota yang
menerbitkan SA ke dalam daerah pabean; atau
b.
barang
impor
menerbitkan
dikirim
SA
dari
melalui
Negara
negara
Anggota
lain
(transit
yang
atau
transhipment) dengan ketentuan:
1.
barang impor tersebut tidak terj adi proses pengolahan
di
negara
transhipment,
transit
selama
kecuali
melakukan
proses
bongkar
transit/
muat,
penyimpanan, atau proses lain yang ditujukan untuk
menj aga kualitas dan/ atau keamanan barang;
www.jdih.kemenkeu.go.id
-8barang impor tersebut tidak ada proses jual beli atau
2.
kegiatan komersial di negara transit; dan
3.
transit/ tranship m ent dilakukan semata-mata karena
pertimbangan
geograis,
ekonomis,
dan keperluan
logistik.
Bagian Ketiga
Ketentuan Prosedural
Pasal 6
(1)
Ketentuan
pro sedural
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf c yang berkaitan dengan penerbitan
SA,
a.
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
diterbitkan dalam Bahasa Inggris dengan bentuk,
jumlah lembar dan ormat tertentu termasuk halaman
depan dan halaman se balik
b.
SA
(overleaf notes) ;
memuat nomor referensi, tanda tangan pejabat yang·
bewenang, dan stempel resmi dari Instansi Penerbit
SA
negara pengekspor;
c.
ditandatangani oleh eksportir;
d.
diterbitkan dengan batasan waktu tertentu;
e.
dicantumkan kriteria asal barang untuk tiap-tiap jenis
barang dalam hal
SA
mencantumkan lebih dari 1
(satu) jenis barang;
f.
kolom-kolom
pada
SA
diisi
sesuai
peng1sian pada halaman sebaliknya
ketentuan
SA
(overleaf
notes) ;
g.
SA
yang tidak diterbitkan pada saat atau segera
setelah Tanggal Eksportasi atau Tanggal Pengapalan
dicantumkan
tanda/ tulisan/ cap
"ISSUED
RETROACTNELY" atau "ISSUED RETROSPECTELY' ;
dan
h.
SA
berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung sejak
tanggal penerbitan .
www.jdih.kemenkeu.go.id
-9(2)
D alam hal
SA yang diterbitkan hilang atau rusak
sebelum diserahkan kepada Pej abat Bea dan Cukai
untuk penyelesaian impor, Instansi Penerbit SA dapat
menerbitkan SA pengganti dengan ketentuan sebagai
berikut:
a.
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 );
b.
diberi tanda/ tulisan / cap "CERTIFIED TRUE COPY"
dalam kotak yang telah disediakan pada lem bar
SA;
c.
tanggal penerbitan
SA pengganti
harus
se suai
dengan tanggal penerbitan S A yang hilang atau
rusak; dan
d.
diterbitkan dalam j angka waktu paling lama 1 (satu)
tahun terhitung sej ak tanggal penerbitan SA yang
hilang atau rusak.
(3)
Dalam hal terdapat kesalahan pengisian SA, koreksi
atas
peng1sian
dilakukan
sebelum
pengaj uan
pemberitahuan pabean impor, dengan cara:
a.
menerbitkan SA baru; atau
b.
melakukan perbaikan, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1.
mencoret (stiking out) data yang salah;
2.
menambahkan data yang benar; dan
3.
memberikan
tanda/ stempel
koreksi
dan
menandasahkan dengan membubuhkan tanda
tangan / paraf pej abat.
Pasal
7
Instansi Penerbit SA di negara transit yang merupakan
Negara Anggota dapat menerbitkan S A Back-To-Back atau
Movement Certicate dengan ketentuan :
a.
SA
Back-To-back atau
Movement
Certicate
dibuat
berdasarkan SA yang diterbitkan oleh Negara Anggota
pengekspor pertama;
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 10 -
b.
masa
berakhir
SA
Back
To
Back
atau
Movement
Certicate sebagaimana dimaksud pada huruf a sama
dengan masa berakhir SA yang diterbitkan oleh Negara
Anggota pengekspor pertama;
c.
barang yang akan diekspor dengan menggunakan S A
Back T o Back atau Movement Certicate, tidak melewati
proses pengolahan lebih lanjut di negara pengekspor
kedua, kecuali :
1.
untuk pengemasan kembali atau kegiatan-kegiatan
logistik seperti pembongkaran , pemuatan kembali,
penyimpanan; dan/ atau
2.
kegiatan operasional lainnya yang diperlukan untuk
menj aga kualitas produk ataupun untuk keperluan
pengangkutan ke negara pengimpor;
d.
total jumlah barang yang tercantum pada S A Back-to
Back atau Mo vement Certicate tidak boleh melebihi
jumlah barang yang tercantum pada SA pertama; dan
e.
nama eksportir yang tercantum pada S A Back-to-Back
atau Movement Certicate harus sama dengan nama
importir yang tercantum pada SA pertama.
Pasal
(1)
8
Terhadap SA yang diterbitkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 menggunakan Third Party Invoice/ Third
·
County Invoice, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
penggunaan
Third
Party
Invoice/ Third
County
Invoice harus dicantumkan dalam SA;
b.
nama perusahaan dan negara pihak ketiga harus
dicantumkan dalam SA; dan
c.
(2)
nomor invoice pihak ketiga dicantumkan dalam S A .
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf c
tidak berlaku dalam hal perj anj ian atau kesepakatan
internasional
tidak
mewjibkan
pencantuman
nomor
invoice pihak ketiga dalam SA.
(3)
Dalam hal invoice dari pihak ketiga sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1 ) huruf
c
belum diterbitkan, pada SA dapat
dicantumkan nomor invoice negara asal barang.
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 11 -
Pasal
9
Untuk dapat menggunakan Tarif Preerensi sebagaimana
(1)
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1 ) , pada saat penyerahan
Pemberitahuan Impor Barang atau Pemberitahuan Impor
Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat,
importir harus melampirkan :
a.
lembar asli dari
b.
lembar
SA
SA
asli
atas barang yang diimpornya;
Back to
back atau
Mo vement
Certicate;
c.
lembar
asli
Issued . Retroactively
Retrospectively
SA,
dari
waktu
j angka
dalam hal
SA
tertentu
atau
Issued
diterbitkan lebih
setelah
Tanggal
Eksportasi atau Tanggal Pengapalan;
d.
lembar asli Certied Tue Copy
SA,
dalam hal
SA
asli rusak atau hilang; atau
e.
lembar asli
SA
sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, huruf c, atau huruf d yang telah dikoreksi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) .
(2)
SA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) , harus masih
berlaku pada saat Pemberitahuan Impor Barang atau
Pemberitahuan Impor Barang dari Tempat Penimbunan
Berikat mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean .
(3 )
Importir
harus
mencantumkan
tanggal
SA,
serta
kode
nomor
Tarif
referensi
Preferensi
dan
pada
Pemberitahuan Impor Barang, atau Pemberitahuan Impor
B arang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat
dan
Pemberitahuan
Impor
B arang
dari
Tempat
Penimbunan Berikat.
(4)
Importir yang
pada
saat penyerahan
Pemberitahuan
Impor Barang atau Pemberitahuan Impor Barang untuk
Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat:
a.
tidak memiliki
b.
memiliki
dianggap
SA
SA;
atau
namun tidak menyampaikannya,
tidak menggunakan Tarif Preferensi
dalam
im portasinya.
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 12
( 5)
D alam
hal
Movement
-
inormasi pada S KA Back to back atau
diragukan
Certicate
atau
tidak
·
lengkap,
untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi,
wjib
menyerahkan
pengekspor
lembar
pertama
jika
S KA
copy
Pejabat
Bea
Importir
dari
negara
dan
Cukai
memintanya.
Pasal 1 0
(1)
Untuk
memenuhi
ketentuan
mengenai
kriteria
pengiriman langsung melalui negara lain (transit atau
transhipment) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5
huruf b , importir harus menyerahkan dokumen-dokumen
yang membuktikan bahwa barang yang diimpor telah
memenuhi kriteria pengiriman langsung kepada Pejabat
Bea dan Cukai .
(2)
Dokumen sebagimna dimaksud pada ayat ( 1 )
dilengkapi
dengan
doumen
dari
dapat
instnsi kepabeanan
negara transit yang menyatakan bahwa brang tersebut
tidak mengalami proses apapun kecuali proses bongkar dan
muat, penyimpnan, atau proses lainnya yang ditujukan
untuk menjaga kulitas dan/ atau keamnn barng.
Bagian Keempat
Pe �elitian oleh Pe jabat Bea dan Cukai
Pasal 1 1
(1)
Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk melakukan
penelitian
terhadap
memperoleh
Tarif
Surat
Preferensi
Keterangan
Asal
sebagaimana
untuk
dimaksud
dalam Pasal 2 atas barang yang diimpor.
(2)
D alam rangka pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
2,
Pejabat
Bea
dan
Cukai
melakukan penelitian SKA dan Pemberitahuan Pabean
Impor
meliputi
Pemberitahuan
Impor
B arang
atau
Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat
Penimbunan Berikat dan Pemberitahuan Impor Barang
dari Tempat Penimbunan Berikat.
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 13 -
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meli puti :
(3)
a.
pemenuhan
kriteria
asal
barang
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ;
b.
pemenuhan
kriteria
pengiriman
langsung
se bagaimana dimaksud dalam Pas al 5 dan Pas al 1 0 ;
c.
pemenuhan
ketentuan
pro s edural
dimaksud dalam Pasal 6, Pasal
sebagaimana
7,
8, dan
Pasal
Pasal 9;
d.
pencantuman kode Tarif Preferensi, nomor referensi
dan tanggal
SA
pada pemberitahuan pabean impor
sebagaimana dimaksud ayat (2) ;
e.
jenis dan jumlah barang yang mendapatkan Tarif
Preferensi;
f.
besaran
tarif
bea
masuk
yang
diberitahukan
berdasarkan Tarif Preferensi; dan
g.
ke sesuaian antara data pada pemberitahuan pabean
impor
dan
dokumen
dengan data pada
(4)
pelengkap
pabean
lainnya
SA.
D alam hal hasil penelitian menujukkan :
a.
jumlah
barang
pemberitahuan
yang
pabean
tercantum
impor
lebih
jumlah barang yang tercantum dalam
dalam
besar
dari
SA,
atas
kele bihan terse but dikenakan tarif bea masuk yang
berlaku umum (Most Favored Nation/MFN);
b.
jenis barang yang tercantum dalam pemberitahuan
pabean impor berbeda dengan jenis barang yang
tercantum
dalam
SA,
atas
jenis
barang yang
berbeda tersebut dikenakan tarif bea masuk yang
berlaku umum (Most Favored Nation/MFN); atau
c.
klasiikasi
barang
yang
tercantum
dalam
SA
berbeda dengan penetapan klasiikasi oleh Pejabat
Bea dan Cukai, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1.
dasar pengenaan tarif preferensi dan penelitian
kriteria asal barang adalah penetapan Pejabat
Bea dan Cukai tersebut; dan
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 14 -
2.
T\rif Preerensi tetap dapat diberikan sepanjang
klasiikasi barang yang ditetapkan oleh Pejabat
Bea dan Cukai terdapat pada Peraturan Menteri
Keuangan mengenai penetapan ta rif bea masuk
dalam
perjanj ian
rangka
atau
kesepakatan
internasional .
(5)
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan berdasarkan usulan atau inormasi dari institusi
pembina sektor terkait.
Pasal 12
SA diragukan keabsahan dan kebenaran isinya dalam hal :
a.
tanda tangan pej abat yang berwenang menandatangani
SA dan / atau stempel tidak sama atau tidak tercantum
dalam contoh spesimen tanda tangan dan / atau stempel;
b.
ormat, bentuk, dan pengisian SA tidak sesuai dengan
ketentuan penerbitan SA sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6; dan / atau
pemenuhan Ketentuan Asal Barang lainnya diragukan .
Pasal 1 3
D alam hal hasil penelitian SA sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 diragukan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
Kepala Kantor Pabean meminta Retroactive Check kepada
Instansi Penerbit SA; dan
b,
Pej abat Bea dan Cukai mengenakan tarif bea masuk yang
berlaku umum (Most Favored Nation/MFN) .
Pasal 14
( 1)
Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 3 dilampiri dengan copy SA yang akan
dimintakan
Retroactive
Check
dengan
menyebutkan
alasan permintaan Retroactive Check, disertai dengan
permintaan penjelasan keabsahan dan kebenaran isi
SA, dan / atau permintaan bukti-bukti terkait.
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 15 -
(2)
Kepala Kantor Pabean dapat meminta Retoactive Check
secara acak ( random) , sesuai masing - masing perjanjian
atau ke sepakatan internasional yang disepakati .
Pasal 1 5
(1)
D alam
hal
dilakukan
kepabeanan,
Kepala
penelitian
Kantor
ulang
Wilayah
atau
atau
audit
unit
di
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan
penelitian
ulang
mengajukan
atau
permintaan
audit
kepabeanan ,
Retroactive
Check
dapat
kepada
Instansi Penerbit SA apabila terdapat kera guan tentang
keabsahan dan kebenaran isi SA.
(2)
Pengenaan Tarif Preferensi atau tarif bea masuk yang
berlaku umum (Most Favored Nation/ MFN) ditetapkan
setelah diterimanya jawaban atas permintaan Retroactive
Check sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) .
(3)
Dalam hal jawaban atas permintaan Retroactive Check
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) :
a.
tidak diterima sampai dengan batas waktu yang
telah ditetapkan sesuai masing- masing perjanjian
atau
kesepakatan
internasional yang
disepakati;
a tau
b.
tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan
Ketentuan Asal B arang (Rules of Oigin),
dilakukan
atas
penagihan
selisih
kekurangan
pembayaran bea masuk dan Pajak D alam Rangka Impor
(PDRI) berdasarkan tarif bea masuk yang berlaku umum
(Most Favored Nation/MFN) .
Pasal 1 6
(1)
D alam hal jawaban atas permintaan Retroactive Check
diragukan kebenarannya atau tidak mencukupi untuk
�embuktikan pemenuhan Ketentuan Asal B arang (Rules
of Origin), Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk
dapat melakukan Verii cation Visit se suai masing-masing
perjanjian
a tau
kesepakatan
in ternasional
yang
disepakati .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 16 D alam hal diperlukan Verii cation Visit, Direktur Jenderal
(2)
atau pej abat yang ditunjuk menyampaikan permintaan
secara tertulis kepada Instansi Penerbit S A, atau badan
yang berwenang, dan pihak lain yang terkait dengan
mencantumkan inormasi yang dimintakan .
(3)
Dalam hal hasil Veiication Visit menunjukkan bahwa
barang yang diimpor tidak memenuhi Ketentuan Asal
Barang (Ru les of Oigin) atau tidak mencukupi untuk
membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang (Rules
of Oigin), Pej abat Bea dan Cukai melakukan tindak
lanjut se suai peraturan perundang-undangan .
(4)
Pelaksanaan Veiication isit dapat melibatkan institusi
terkait.
(5)
Pihak yang terlibat dalam Veiication Visit harus mejaga
kerahasiaan
inormasi
yang
diperoleh
dalam
proses
veriikasi.
17
Pasal
D alam hal SKA terdiri dari beberapa j enis barang, penolakan
terhadap
salah
pengenaan
satu
j enis
Tarif Preerensi
barang
tidak
atas j enis
membatalkan
barang
lain
yang
memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin).
Pasal
(1)
18
S KA tetap dianggap sah dalam hal terdapat perbedaan
yang bersiat minor ( minor discrepancies) .
(2)
Perbedaan yang bersiat minor sebagaimana dimaksud
pada ayat
a.
(1) tersebut dapat meliputi :
kesalahan
pengetikan
atau
ej aan
pada
SKA
sepanJ ang dapat diketahui kebenarannya melalui
dokumen
Packing
pelengkap
List
dan
pabean
dokumen
( invoice,
BL/ A WB,
pelengkap
pabean
lainnya) ;
b.
perbedaan ukuran dan tipe huruf pada SKA;
c.
perbedaan penggunaan centang atau silang pada
kotak dalam SKA, serta perbedaan ukuran centang
atau silang tersebut;
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 17 -
d.
perbedaan kecil antara tanda tangan pada S KA
dengan specimen;
e.
perbedaan
kecil
pada
ukuran
kertas
yang
digunakan ;
f.
perbedaan kecil pada warna tinta yang digunakan
dalam pengisian SKA ; dan / atau
g.
perbedaan kecil uraian bara ng antara S KA dengan
dokumen
pelengkap
pabean
lainnya
sepanj ang
barangnya adalah sama.
Pasal 1 9
(1)
Barang impor yang berasal dari Negara Anggota dengan
nilai Free on Board (FOB) tidak melebihi U S $2 0 0 . 00 (dua
ratus dolar Amerika) dapat dikenakan Tarif Preferensi
tanpa harus melampirkan S KA .
(2)
Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 ) , dapat diberikan sepanj ang importasi tersebut
bukan merupakan bagian dari satu atau lebih importasi
lainnya yang bertujuan untuk menghindari kewj iban
penyerahan S KA.
(3)
Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 ) hanya diberikan terhadap barang impor yang
menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor B arang.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 2 0
Ketentuan lebih lanjut mengenai :
(1)
tata laksana penelitian untuk pengenaan Tarif Preferensi
atas . impor barang untuk dipakai yang menggunakai
pemberitahuan
pabean
impor
berupa
Pemberitahuan
Impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat; d an
(2)
tata laksana Veriication Visit Dalam Rangka Perj anj ian
Atau Kesepakatan Internasional,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 18 Pasal 2 1
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 3 0 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal diundangkan .
Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indone sia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 6
November
201 5
MENTER! KEUANGAN REPUBLI K INDO NESIA,
ttd .
BAMBANG P. S . B RODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 1 7 November 2 0 1 5
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd .
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLI K INDONESIA TAHUN 2 0 1 5 NOM O R 1 7 2 9
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Umum
U. b.
'1
HfpJ,
KepIa Bagian T.
I
Gm
.
NIP I
U•
T
JUMUM
.
., �ienterian
��.
•
;
5,?rO� - ,�p'1001
--
�
-�· T lfAT Je\''� r/
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 19 -
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK IND ONESIA
2 0 5 / PMK. 04/ 2 0 1 5
NO M OR
TENTANG
TATA
CARA
PENGENAAN
MASUK
BEA
TARIF
BERDASARKAN
PERJANJIAN ATAU KESEPAKATAN
INTERNASI ONAL
KETENTUAN ASAL BARANG
DALAM RANGKA ASEAN TADE IN GOODS AGREEMENT (ATIGA)
A.
KRITERIA ASAL BARANG
Kriteria Asal B arang dalam rangka ATIGA meliputi:
1.
holly Obtained atau holly Produced
Barang-barang yang dikategorikan sebagai holly Obtained atau
holly Produced adalah sebagai berikut:
a.
Tanaman dan produk tanaman, termasuk buah-buahan , bunga,
sayuran , pohon, rumput laut, j amur, dan tanaman hidup lain
yang ditumbuhkan dan dipanen, dipetik atau diperoleh di satu
Negara Anggota pengekspor;
b.
Binatang
hidup ,
moluska,
krustasea,
mamalia,
termasuk
reptil,
bakteri,
ikan ,
burung/ unggas,
dan
virus ,
lahir
dan
dibesarkan di satu Negara Anggota pengekspor;
c.
d.
Produk yang diperoleh dari binatang hidup di satu Negara
Anggota pengekspor;
Hasil
perburuan,
perangkap,
pemancingan,
pertanian
dan
peternakan, budidaya air, pengumpulan atau penangkapan yang
dilakukan di satu Negara Anggota pengekspor;
e.
Mineral dan produk alam lainnya, selain huruf a sampai huruf d ,
diekstraksi atau
diambil dari tanah, perairan, dasar laut, atau di
bawahnya;
f.
Hasil penangkapan ikan di laut yang diambil oleh kapal yang
terdaftar
di
satu
Negara
Anggota
dan
berbendera
negara
tersebut, dan produk lain yang diambil dari perairan, dasar laut
atau di bawahnya di luar wilayah perairan teritorial (misal Zona
Ekonomi Eksklusif Negara Anggota, sepanj ang Negara Anggota
memiliki hak untuk mengeksploitasi perairan , dasar laut dan d
bawahnya tersebut se suai dengan hukum internasional;
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 20 -
g.
H asil penangkapan ikan di laut dan produk laut lainnya dari
laut lepas oleh kapal yang terdaftar di s atu N egara Anggota
dan berbendera Negara Anggota tersebut;
h.
Produk yang di pro s e s dan / atau dibuat di kapal p engolahan
hasil laut factory ship) yang terdaftar di s atu negara anggota
dan
berbendera
Negara
Anggota,
hanya
dari
produk
sebagaimana dimaksud pada huruf g;
1.
B arang yang dikumpulkan , tidak dapat lagi berfungsi se suai
fungsinya semula, tidak dapat dikembalikan kepada fungsi
semula atau tidak dapat diperbaiki dan hanya cocok untuk
dibuang atau digunakan sebagai b ah an b aku , atau untuk
tuj uan daur ulang;
J.
Sis a dan scrap yang berasal dari :
1)
pro s e s produksi di satu Negara Anggota p engekspor; atau
2)
barang bekas yang dikumpulkan d i s atu Ne gara Anggota
pengekspor, asalkan barang terse but hanya cocok untuk
diambil bahan mentah; dan
k.
B arang yang diproduksi atau diperoleh di s atu N egara Anggo ta
pengekspor dari produk sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sampai huruf j .
2.
Not holly Produced atau Not holly Obtained
2 . 1 . Regional Value Content (RVC)
Regional Value Content (RVC) yang memenuhi kriteria asal
b arang dalam rangka ATIGA adalah kandungan nilai re gional
paling se dikit 4 0% (empat puluh persen) dari FOB barang yang
dihasilkan , yang dihitung dengan menggunakan metod e :
a.
Metode. Langsung (Direct Method)
Biaya
Biaya
Bahn
Tenaga
Bku
RVC
ASEAN
t
Kerja
Langsung
t
Biaya
Overhead
Lngsung
=
t
Biaya
Linnya
t
Keuntungan
x
Nilai FOB
www.jdih.kemenkeu.go.id
100%
- 21 -
b.
Metode Tidak Langsung (Indirect Method)
Nilai Bahan, Ba�an atau
Barang Non Oiginating
Nilai FOB
RVC
=
x
100%
--
Nilai FOB
Kete rangan:
1)
B i aya B ahan B aku A S EAN adalah nilai Cos t, Insu rance,
and
Freight
(CI F)
dari
b ahan ,
b agian ,
atau
barang
o riginating, atau yang diproduksi sen diri o le h produsen
d alam pro s e s produksi barang;
2)
Nilai b ahan, b agian , atau b arang n o n - o riginating, adalah :
(a)
N ilai C I F dari nilai b ahan , b agian , atau barang non
o riginating pada saat importasi, atau ;
(b)
H arga pasti yang p e rtama dib ayarkan (the earliest
ascertained price paid) untuk s e mua bahan yang
tidak
d apat
ditentukan
Negara Anggota
keasalannya
dimana
penge rj aan
di
wilayah
atau
pro s e s
b erlangsung;
3)
B iaya Tenaga Kerj a Langsung meliputi upah , remunera s i ,
dan
tunj angan-tunj angan
tenaga
kerj a
lainnya
yang
terkait d engan pro s e s produksi;
4)
Perhitungan Biaya Overhead Langsung h arus meliputi
namun tidak terbatas pada aset tidak b ergerak ( re al
p roperty
ite m)
yang
terkait
dengan
pro s e s
produksi
(asuran s i , sewa dan leasing pabrik, p enyu sutan nilai
b atgunan ,
perbaikan dan pemelih araan ,
bunga hipo tik) ;
pembayaran bunga d an
paj ak-paj ak,
s ewa untuk
p abrik d an perlengkapan ; ke amanan pabrik; asuran s i
(p abrik, p erlengkapan d an bahan - bahan yan g digunakan
d alam pro duksi barang) ; utilitas (energi , li s trik, air d an
utilitas lainnya yang s e c ara langsung ditujukan untuk
pro s e s
produksi
barang) ;
penelitian ,
pengembangan ,
·
rancangan dan rekayasa; c etakan ( moulds dan dies) ,
p e rkakas
dan
penyu sutannya ,
pemeliharaan
d an
perbaikan pabrik dan perlengkapan , royalti atau lis e n s i
(terkait dengan paten me sin atau p ro s e s yang digunakan
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 22 -
dalam p embuatan barang atau hak untuk memproduksi
barang) , pemeriks aan dan penguj ian bah an dan barang,
penyimpanan dan penanganan di pabrik, p embuangan
limbah yang dapat didaur ulang dan un sur-unsur biaya
dalam menghitung nilai bahan baku , yaitu biaya bongkar
muat lan bea masuk serta pajak lalam rangka impor
lainnya; lan
5)
Nilai
FOB
alalah
nilai
free-on-board
barang,
yang
dihitung lengan menjumlahkan harga b ahan baku , biaya
produksi, keun tungan dan biaya lainnya.
2 . 2 . Change in Tarff Classification (CTC)
Perubahan klasiikasi barang yang ligunakan s eb agai kriteria
a s al barang adalah perubahan pada tingkat 4 (empat) digit
lan disebut Change in Tariff Heading (CTH}.
3.
Product Specic Rules (PSR)
Product Specic Ru les yang ligunakan sebagai kriteria asal barang
adalah proluk yang kriterianya tercantum lalam daftar PSR ATIGA .
B.
KRITERIA PENGIRIMAN LANGSUNG
1.
Dalam hal pengiriman barang impor melalui transit atau transhipment
di satu atau lebih negara bukan anggota, kriteria pengiriman langsung
lapat dibuktikan lengan dokumen sebagai berikut:
a.
Through Bill of Lading atau dokumen pengangkutan lainnya
yang literbitkan di negara pengekspor dan menunjukkan
ke seluruhan
termasuk
rute
kegiatan
perj alanan
tran sit
dari
atau
negara
pengekspor,
transhipment,
s ampai
ke
daerah pabean;
b.
S KA Form D yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit S KA di
negara anggota pengekspor; lan
c.
Invoice lari barang yang bersangkutan;
d.
Dokumen penlukung lainnya yang membuktikan pemenuhan
ketentuan Pasal 5 huruf b Peraturan Menteri ini.
2.
Dalam
hal
pengiriman
barang
impor
melalui
transit
atau
transhipment di Negara Anggota harus dilengkapi S KA Fom D yang
diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA di negara pengekspor dan
dokumen pendukung yang membuktikan pemenuhan ketentuan
Pasal 5 huruf b Peraturan Menteri ini .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 23
-
KETENTUAN PROSEDUAL
C.
Penelitian atas Pemenuhan Ketentuan Penerbitan Surat Keterangan
1.
Asal
Penelitian
atas pemenuhan ketentuan penerbitan
S KA Fan D
meliputi :
a.
Ukuran kertas ISO A4 warna putih .
b.
Penandatanganan SKA Fan D oleh pemohon/ eksportir.
c.
Penandatanganan
S KA Fan D
dan
stempel
oleh
instansi
penerbit.
d.
Penerbitan SKA Fom D sebelun tanggl ekportasi atau sampai
dengn paling lmbat 3 hari setelah Tanggal Eksportasi atau
Tanggal Pengapaln.
e.
Pemberian tanda (
Y ) atau ( X ) pada kolom 1 3 kotak "Issued
Retroactively' dalam hal SKA Form D diterbitkan lebih dari 3 hari
setelah Tanggal Eksportasi atau Tanggal Pengapalan .
f.
Pengisian kolom-kolom lainnya pada S KA Fan D .
g.
Penerbitan SKA Fom D baru atau perbaikan atas kesalahan
pengisian.
2.
Penelitian S KA Back to Back
Penelitian SKA Form D Back-to-Back yang diterbitkan oleh instansi
yang berwenang di Negara Anggota pengekspor kedua meliputi :
a.
Pemenuhan
ketentuan
sebagaimana
diatur
dalam
Pasal
7
Peraturan Menteri ini;
b.
Pencantuman Nilai FOB barang d i negara pengekspor kedua
pada Kolom
9 SKA Form D "Back-to-Back " dalam hal kriteria asal
barang barang adalah RVC ; dan
c.
Pemberian tanda (
Y ) atau ( X ) pada kolom 1 3 S A Fan D
kotak "Back-to-Back CO' .
d.
D alam hal inormasi yang dimuat dalam SKA Form D Back-to
Back tidak
lengkap
dan/ atau
diduga terj adi penghindaran
kewaj iban ( circu mvention) , lembar pertama asli S KA Form D
dapat diminta.
3.
Penelitian Third County Invoicing
Penelitian penggunaan Third County Invoicing meliputi :
a.
Pencantuman nama perusahaan dan negara yang menerbitkan
invoice pihak ketiga ( Third County Invoice) pada kolom 7 S KA
Fan D .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 24 -
b.
Pencantuman nomor invoice Eksportir pada Kolom 1 0 dan
pencantuman
nama
perusahaan
dan
negara
7
menerbitkan invoice pihak ketiga pada Kolom
yang
akan
SA Fom D
dalam hal invoice tersebut belum diterbitkan .
c.
Pencantuman tanda
( Y ) atau ( X ) pada kotak "Third County
Invoicing " pada kolom 1 3 SA Form D .
4.
Retroactive Check
Pelaksanaan Retroactive Check dilaksanakan dengan ketentuan :
a.
Permintaan retroactive check harus melampirkan otokopi S A
Form D
terkait
dan
mencantumkan
alasan
dan inormasi
tambahan lain yang menyebabkan SA Form D diragukan,
kecuali dalam hal permintaan retroactive check dilakukan secara
random;
b.
Instansi penerbit yang menenma permintaan retroactive check
memberikan j awaban atas permintaan retoactive check dalam
j angka waktu
90
(sembilan puluh)
hari
sej ak diterimanya
permintaan retroactive check;
c.
D alam
hal j awaban
retroactive
check yang
diterima
tidak
mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal
B arang atau keabsahan SA Form D atau j awaban diterima
melebihi j angka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 5
hruf b , S A Form D ditolak sehingga Tarif Preferensi tidak
diberikan dengan mempertimbangan pro sedur penetapan tarif
Bea Masuk oleh Direktur Jenderal se suai Undang Undang
Kepabeanan.
5.
Veiication Visit
Veriication Visit dilaksanakan dengan ketentuan :
a.
Negara Anggota pengimpor haru s :
1)
Mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada:
a)
Eksportir / produsen yang akan dikunjungi;
b)
Instansi penerbit SA Form D di Negara Anggota
pengekspor;
c)
Instansi pabean Negara Anggota pengekspor;
d)
Importir
barang
terkait
SA
Form
D
yang
akan
diveriikasi .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 25 -
2)
Pemberitahuan
tertulis
pada
huruf
a
angka
1)
mencantumkan inormasi antara lain :
a)
Nama eksportir/ produsen yang akan dikunjungi;
b)
Rencana tanggal veiication visit;
c)
Rencana ruang lingkup
veiication visit,
termasuk
referensi atas barang yang diveriikasi; dan
d)
Nama
dan
j abatan
pej abat
yang
melaksanakan
veiication visit.
3)
b.
Memperoleh persetujuan tertulis dari eksportir/ produsen
D alam hal persetujuan tertuli§ sebagaimana dimaksud pada
huruf a angka 3 ) tidak diperoleh dalam j angka waktu 3 0 (tiga
puluh) hari setelah diterimanya pemberitahuan, S A Fan D
dinyatakan ditolak.
c.
Veiication Visit harus dilakukan dalam j angka waktu 60 (enam
puluh) hari sej ak diterimanya persetujuan tertulis.
d.
D alam hal atas barang terkait dinyatakan memenuhi Ketentuan
Asal B arang, SA Fan D dinyatakan diterima.
e.
Penetapan diterima atau ditolaknya S A Fan D dilakukan
dalam j angka waktu maksimal 1 80 (seratus delapan puluh) hari
sej ak izin tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3 )
diterima.
D.
KETENTUAN PENGISIAN PEMBERITAHUAN PAB EAN IMPOR
1.
Pengisian Pemberitahuan Impor Barang B C 2 . 0
Untuk tujuan pengenaan tarif preferensi, pada Pemberitahuan Impor
Barang (PIB) diisikan kode Tarif Preferensi, nomor referensi dan
tanggal S A Fan D sebagai berikut:
a.
Dalam hal PIB hanya menggunakan skema ATIGA, kode 0 6 ,
nomor referensi, dan tanggal SA Fan D , dicantumkan pada
Kolom 1 9 dan / atau Kolom 3 2 PIB ;
b.
D alam
hal
kepabeanan ,
sedangkan
PIB
menggunakan
kode
nomor
06
skema
dican tumkan
referensi
dan
ATI GA
pad a
tanggal
lan
Kol om
SA
asilitas
32
Fan
PIB ,
D
dicantumkan pada Lembar Lampiran Dokumen D an Pemenuhan
Persyaratan / Fasilitas Impor PIB .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 26 -
2.
Pengisian pada Pemberitahuan Impor Barang Untuk Ditimbun di
Tempat Penimbunan Berikat (B C 2 . 3) dan / atau Pemberitahuan Impor
B arang dari Tempat Penimbunan Berikat (BC 2 . 5) diatur tersendiri
dalam
Peraturan
Direktur
Jenderal
yang
mengatur
ketentuan
mengenai Kawasan Berikat dan Gudang Berikat.
3.
Hal - Hal Lain terkait Ketentuan Asal B arang
a.
Akumulasi
1)
Barang originating dari Negara Anggota yang digunakan
sebagai bahan baku untuk suatu barang j adi di Negara
Anggota lain yang memenuhi Ketentuan Asal B arang untuk
memperoleh tarif preferensi, harus dianggap sebagai barang
originating negara tempat di mana proses produksi barang
j adi dilakukan.
2)
Dalam hal nilai RVC bahan baku kurang dari 4 0% (empat
puluh persen) , nilai yang dapat diakumulasikan dalam
perhitungan RVC ASEAN adalah nilai kandungan domestik
negara pengekspor bahan baku yang besarnya tidak kurang
dari 2 0% (dua puluh persen) .
b.
Pro ses dan pengerj aan minimal (Minimal Operation)
1)
Pro ses
atau
minimal
dan
menentukan
Anggota.
pengerj aan
tidak
apakah
Minimal
berikut
dapat
suatu
Proses
dia bggap
sebagai
diperhitungkan
dalam
ini
barang
oiginating
tersebut adalah
Negara
proses
yang
bertujuan untuk :
a)
Memastikan barang berada dalam kondisi baik untuk
keperluan penyimpanan atau pengangkutan ;
b)
Memasilitasi pengiriman atau pengangkutan; dan
c)
Keperluan pengemasan atau penyajian barang untuk
djual .
2)
Suatu barang originating dari Negara Anggota yang diekspor
ke Negara Anggota lain, tetap dianggap sebagai originating
Negara Anggota pertama apabila pengerj aan yang dilakukan
tidak melebihi pengerj aan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 ) .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 27 -
c.
De Minimis
Dalam hal suatu b arang jadi menggunakan kriteria asal
1)
barang CTC , bahan baku non originating yang nilainya
tidak melebihi 10% (sepuluh persen) nilai FOB barang
jadinya, tidak waj i b mengalami peru b ahan tarif klasiikasi .
2)
Dalam hal suatu barang j adi menggunakan kriteria asal
barang RVC , nilai b ahan baku non originating se b agaimana
dimaksud pada angka 1) harus tetap diperhitungkan .
d.
Perlakuan terhadap pengemas
1)
Pengemas untuk penjualan eceran :
a)
Dalam hal barang menggunakan kriteria asal barang
RVC , nilai pengemas untuk penjualan eceran harus
ikut dihitung sebagai komponen barang dalam RVC
apabila
pengemas
tersebut
dianggap
membentuk
keseluruhan barang.
b)
Dalam hal ketentuan huruf a) tidak dapat diterapkan,
pengemas
untuk
penjualan
eceran,
apabila
diklasiikasikan dalam satu pos tarif dengan barangnya,
tidak diperhitungkan dalam menentukan asal barang
sepanjang kriteria asal barang yang digunakan adalah
CTC.
2)
Kontainer dan pengemas yang khusus digunakan untuk
tujuan
pengangkutan
tidak
·diperhitungkan
untuk
penentuan keasalan barang.
e.
Akse sori s , Spare Part dan Peralatan
1)
D alam hal suatu barang menggunakan kriteria asal barang
CTC
atau
proses
khusus,
keasalan
dari
spare pat,
akse soris, peralatan dan petunjuk/ manual a tau inormasi
lainnya yang disertakan dengan barang tersebut tidak
diperhitungkan
dalam
menentukan
oiginating
suatu
barang apabila:
a)
Aksesoris, spare part, peralatan dan petunjuk/ manual
atau inormasi lainnya tersebut tidak dalam in voice
yang terpisah dengan barangnya, dan
b)
Jumlah dan nilai aksesoris, spare part, peralatan dan
instruksional atau manual inormasi lainnya tersebut
waJ ar .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 28 -
2)
Dalam hal suatu barang menggunakan kriteria asal barang
RVC ,
nilai
dari
aksesori s ,
spare part,
peralatan,
dan
instruksi atau petunjuk/ manual a tau inormasi lainnya
harus diperhitungkan sesuai dengan Kriteria Asal Barang
masing-masing .
E.
BENTUK DAN FORMAT FORM D
1 .
G o o d s consig n e d from (Exporter's b u s i n e s s
Reference N o .
ASEAN
name,
a d d re s s , c o u n t ry)
2. Goods
c o n s ig n e d to ( C o n s l g n ee•s n a m e ,
c o u n try)
3 . M e a ns of tra n . p o t a n d ro ute (as fa r a s
D e p a rt u re d ate
Vessel's n a m e/Aircrat
Pot
5.
of
rssued l n
4 . For Ololal Use
k n o wn )
"o
u"
n- tr.
y°
.)'
cc
Overl e a f
N otes
Treatment G i v e n U n d e r A S EA N
Co operation Scheme
Preferentrai
etc.
I n d ustrial
6.
state
7 . N u m b er a n d type of
n un1 b ers on
p a ckages
M a rks and
g o od s
pa ckages , d e s o rl p tl o nr
reas o n/s)
of
a p p ropriate and H S
n u m b e r o f the I m poting
where
D e c l a ratlon by
the exp orter
t h a t they c o m p l y with the o r i g i n r e q u i re m e nt s
s p e cified for t h e s e goods I n the ASEAN Tra d e i n
G o o d s Ag reem e n t f o r
g o o d s expoted t o
(Please
S l g n ature of Aut11orfsed Slg natoy of the I m poting
( I n c l u d i n g q u a ntity
The undersigned h e re b y d e clares th a t the a b o ve
details a n d state m e n l are corre ct; that a l l the g o o d s
we re p rod u ced I n
8 . Orig i n criteri o n
(see Overlsef
County
Notes)
Q. Gross welg h1
or oth e r
qua ntity a n d
(FOB)
where RVC Is
applied
value
1 0 . N u m ber a n d
date of
Invoices
1 2 . C e rtiication
It i s h ereby ce tied , o n the bas i s of control
carried out. that the d eclara,llon by t h e
expoter Is correct.
(Co u n ty)
the
( l n p o rl.l n g Coun ty)
Place and date, s ig n a t u re of
a u t h oised s l g n a1oy
T h i rd
See
Preferentrel Tre atment N o·t Give n
and
13
FORM D
_
_
_
Preferential Tre atment Given Under A S A N
Tra d e In Goods A g re e m e n t
c o u ntv)
1 ·f .
C O O P E ATION SC H E M E
C ERTI F I CATE OF O R I G I N
{Combined Declaration a n d Cetiicate)
a d d ress,
D i s c h a rg e
n u m ber
l te�n
TRADE IN G O O D S AGREEM ENT/
ASEAN I N D U S T RIAL
P l a c e a:nd date. slgnatu"e and sta m p of
certiying .�uthorlty
County I n v o i c i n g
a
Accu m u l a t i on
o
Patlal
Back--to-Back CO
De M ln � m l s
Cl
Issued
Retroa ctively
C u m u l ation
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 29 -
OVE R L EAF NOTES
1 .
· Me m b e r S t a l e s whl ..1 1 i::ept t h i s fnrm fo r lhA purpose o f p r e fe rential tre a t m e n t u n d e r the A S E A N C o m m o n
Prefern n l l 0 l Tmltr { C E P T) Scl i o n 1i o r the A S E A N l n d lJ S t r i J I C o o peration {A I C O ) S c h e m e :
LAOS
BRUNEI
MAAYS I A
S I N GA P O R E
(i)
(Ii)
(i i i )
ran within
description of
comply w i t h thi cons i 9 1 1 1 n e n l co n d i t i o n s ir1 a ccord a n e wi t h Atlclo 7 of
a
origin
C o m m o n Effective P r e feren t i a l Tari ff S c h e m e f o r tl,e
c o m p l y with the
ASEAN Free Trad e
criteria set out I n "CEPT-AFTA ROO.
ROO
G o o d s s a t i s ying Arli;la 4(1
Val u �
)(a},
4(1 ) ( b ) o r 5 ( 1 ) o f
O.
1 0.
11.
1 2.
1 3.
14
1 5.
16.
th i s
of
Form,
C E PT-AFTA
The acttl 1 1 CTC rul e , ex a m p l e "CC"
"CTH" or "CTS H"
example
G o o d s s n t l s lyl n g Article i ( 2 )
"40%"
P e rcen t a g e of ASEAN v a l u e .conte n t .
Conte n t
S p e c;Hic Proce s s e s
(c)
9.
8
.�--���-��_,
Goods w h o l l y p r o d uced I n l h o c ou n t ry o f e x p o r t a t i o n ( s e e
. "WO"
p.ra g ra pt, 3 (I) a bove)
F!eg i o n a l
fl.
R u l e s of Origin for ttie A g re em en t o n t h e
A r e a (CEPT-AFTA R O O ) : and
p roducts ellglble for conces s i o n s i n the county o f desti n a t i o n ;
C h a n g e I n Trlf C l a s s ification
7.
C E PT S c h e m e o r t h e AICO
� --·��·- ��
�
Circumsta nces of pnrl u c l i o n or m a n u facture i n the irst c o u nt1y
I n s e rt I n Box 8
n A mad in Box 1 1 o f l h i s form
{b)
o.
under t h e
O R I G I N C R I TE R I A : For g o o d s t h a t meet the origin cri te r i a , the expor1er a1,d/or producer m u s t I nd i a t e i n B o x
the origin c ri l e ri a m e t, In l11e m ann e r s h own I n the fol l o w t n g table:
{R)
4.
I N DO N E S I A
MYANMAR
THAIAND
CONDITIONS:
Th e m a i n
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
'
SALINAN
\
PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK IND O NESIA
NOMOR
2 0 5 / PM K .04 / 2 0 1 5
TENTANG
TATA CARA PENGENAAN TARIF B EA MASUK
DALAM l�NGKA PERJANcJIAN ATAU KESEPAKATAN INTERNASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
a.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal
a
Undang-Undang
Kepabeanan
Nomor
10
scbagaimana
Undang-Undang
Nomor
17
13
ayat 1) huruf
Tahun
telah
19 9 5
diubah
Tahun
2006,
tentang
dengan
terhadap
barang impor dapat dikenakan bea masuk sesuai tarif
bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan
internasional;
b.
bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a,
dalam
rangka
( ATIGA ) ,
telah diberlakukan tarif bea masuk
ASEAN
ASEAN- China
A SEAN-Korea Free
Jap an
Economic
Trade
Free
In
Go ods
Trade
Trade Area
Partners hip
Area
Agreement
( AC FTA ) ,
( AKFTA ) , Indonesia
Agreement
( IJ EPA ) ,
ASEAN-India Free Trade Area {AIFTA}, A SEAN-Australia
New
Zealand
Free
Indo nesia-Pakistan
Trade
Area
Preferential
( AANZFTA ) ,
Trade
dan
Agreement
( IPPTA ) ;
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 2 -
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam
huruf a
dan
·
huruf b,
serta
dalam
rangka
melaksanakan ketentuan Pasal 1 3 ayat (2) Undang-Undang
Nomor
10
Tahun
1 995
tentang
Kepabeanan
sebagaimanatelah diubah dengan Undang-Undang Nomor
1 7 Tahun 2 006, ·perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk
Berdasarkan Perjanjian Atau Kesepakatan Internasional;
Mengingat
1.
Undang-Undang
Nomor
7
Tahun
1 994
Pengesahan Agreement Establishing The
Organization
(Lembaran
tentang
World Trade
Negara. Republik
Indonesia
Tahun 1 994 Nomor 5 7 , Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3 564) ;
2.
Undang-Undang
Kepabeanan
Nomor
(Lembaran
10
Tahun
Negara
1 995
Re publik
tentang
Indonesia
Tahun 19 95 Nomor 75 , Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor
3 6 1 2)
sebagaimana
telah
diubah dengan Undang Undang Nomor 1 7 Tahun 2 0 0 6
(Lembaran
Nomor
Negara
93 ,
Republik
Tambahan
Indonesia
Lembaran
Tahun
Negara
2006
Republik
Indonesia N omor 466 1 ) ;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG TATA CARA
PENGENAAN
TARIF
B EA
MASUK
DALAM
RANGA
PERJANJIAN ATAU KESEPAKATAN INTERNASIO NAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1.
Undang-Undang
Kepabeanan
adalah
Undang-Undang
Nomor 1 0 Tahun 1 995 tentang Kepabeanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 1 7 Tahun
2 0 06 .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 3 -
2.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat
,Jenderl Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban
pabean sesuai dengan Undang-Undng Kepabeanan.
3.
Direktur Jenderal adlah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
4.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam j abatn tertentu untuk
melaksanakan
tugas
tertentu
sesuai
dengan
Undang
Undang Kepabeanan.
5.
Tarif Preferensi
adalah
trif bea
masuk
berdasarkan
perjanjian atau kes epakatan internasional yalg besarnya
sesuai
dengan
Peraturan
Menteri
Keuangan
mengenai
penetapan tarif bea masuk dalam rangka perj anjin atau
kesepakatan internasional.
. 6.
Ketentuan Asal Brang (Rules of Origin) adalah ketentuan
khusus
yang
ditetapkan
berdasarkn
perjanjian
kesepakatan internasionl yang diterapkan oleh
atau
suatu
negara untuk menentukn negra asal barang.
7.
Negara
Anggota
adalah
negara
yang
menandatangani
perjanjin atau kesepakatan internasional dalam rangka
perdagangan barang.
8.
Surat Keterangan Asl ( Certicate of Origin) yang selanjutnya
disingkat SKA adalah dokumen yang diterbitkan oleh
instansi penerbit SKA di Negara Anggota pengekspor yang
menyatkan bahwa barang ekspor yng akn memasuki
daerah pabean Indonesia telah memenuhi Ketentuan Asal
Barang (Rules of Origin) .
9.
In stan si Penerbit S KA adalah instan si pemerintah a tau
in stitusi
yang
ditunjuk
pemerintah,
yang
diberi
kewenangan untuk menerbitkan S KA atas b arang yang
akan diekspor.
10.
Penerbitan Invoice Dari Negra/ Pihak Ketiga ( Third County
Invoicing/ Third Party Invoicing) yng selanjutnya disebut
Third
County
Invoicing/ Third
Party
Invoicing
adalah
penerbitan invoice oleh perusahaan lin ya�g berlokasi di
negara ketiga (baik Negra Anggota atau bukan Negara
Anggota) atau yang berlokasi di negra yng sama dengan
negara tempat diterbitknnya SA
K .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 4 -
1 1 . Back-To-Back
Certicate
of
atau
Origin
Mo vement
Certicate adalah SKA yang diterbitkan oleh Negara
Anggota
pengekspor
kedua
berdasarkan
SKA
yang
diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.
1 2 . Tanggal
Eksportasi
a tau Tanggal
Pengapalan
adalah
tanggal Bill of Lading untuk moda pengangkutan laut,
tanggal Air Way Bill untuk moda pengangkutan udara,
atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda
pengangkutan darat.
1 3 . Retroactive Check adalah penelitian mengenai keabsahan
dan kebenaran isi dari SKA yang dilakukan oleh Instansi
Penerbit SKA.
14.
Veiication
dilakukan
adalah
kegiatan
instansi
penerima
Visit
oleh
veriikasi
S KA
yang
(Receiving
Authority) , di negara penerbit SKA untuk memastikan
keabsahan dan kehenaran isi dari S KA dalam hal hasil
Retroactive Check diragukan .
15. Harmonized Commodity Desciption and Coding System
yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah
standar
internasional
penomoran
yang
atas
digunakan
sistem
untuk
penamaan
dan
pengklasiikasian
produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh
World Customs Organzation (WCO).
Pasal 2
(1)
Atas barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang
besarnya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang
berlaku umum (Most Favored Nation/ MF).
(2)
Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 ) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Tarif Preferensi
berlaku
terhadap
impor
untuk
dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean
impor berupa Pemberitahuan Impor B arang; atau
www.jdih.kemenkeu.go.id
-5b.
Tarif Preferensi dapat berlaku terhadap impor untuk
dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean
impor berupa Pemberitahuan Impor Barang dari
Tempat
Penimbunan
Berikat
yang
menerapkan
Sistem Inormasi Persediaan Berbasis Komputer (IT
Inventoy)
sesuai peraturan perundang-undangan
mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
Pengenaan Tarif Preferensi untuk importasi barang yang
(3)
berasal dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
bebas dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang
undangan mengenai kawasan perdagangan bebas dan
pelabuhan bebas .
BAB II
KETENTUAN ASAL BARANG (RULES OF ORIGI)
Pasal 3
(1)
Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana
·
dimaksud dalam Pasal 2 , barang yang diimpor harus
memenuhi Ketentuan Asal B arang (Ru les of Origin) .
(2)
Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ) meliputi :
(3)
a.
kriteria asal barang;
b.
kriteria pengiriman langsung; dan
c.
ketentuan pro sedural .
D alam hal barang impor tidak memenuhi Ketentuan Asal
Barang (Ru les of Origin) sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) , atas barang impor dikenakan tarif bea masuk
yang berlaku umum (Most Favored Nation/ MF).
(4)
Penj elasan lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang
(Ru les of Oigin) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2) dalam rangka:
a.
ATIGA
adalah
sebagaimana
tercantum
dalam
sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran I ;
b.
ACFTA
adalah
Lampiran II ;
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 6 -
c.
AKFTA
ad al ah
se bagaimana
tercantum
dalam
se bagaimana
tercantum
dalam
se bagaimana
tercantum
dalam
Lampiran III;
d.
IJEPA
ad al ah
Lampiran IV;
e.
AIFTA
adalah
Lampiran V;
f.
ANZFTA ad al ah
se bagaimana
tercantum
dalam
Lampiran VI ;
g.
IPPTA
ad alah
se bagaimana
tercantum
dalam
Lampiran VII ,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Bagian Pertama
Kriteria Asal Barang
Pasal 4
(1)
Kriteria asal baing sebagaimana dimaksud dlam Pasal
3
ayat (2) huruf a meliputi:
a.
barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di
satu Negara Anggota (holly Obtained atau holly
roduce);
b.
barang yang diproduksi di Negara Anggota dengn
hanya mengunakan bahan oiginating dari satu atau
lebih Negara Anggota;
c.
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan
non oiginating dengan hasil akhir memiliki:
1.
kandungan regional atau bilateral yang mencapai
sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam
persentase; atau
2.
kandungan Bahan non originating yang tidak
melebihi nilai tertentu yang dinyatakan dalam
persentase;
d.
barang yang proses produksinya menggunakan bahan
non oiginating dan seluruh bahan non oiginating
tersebut
harus
mengalami
perubahan
klasiikasi
( Change in Taiff Classication/ CTC) yang meliputi:
www.jdih.kemenkeu.go.id
-7 Change in Chapter (CC) , yaitu perubahan pada
1.
bab
2.
(2 (dua) digit pertama pada HS) ;
Change in Tariff Heading (CTH) , yaitu perubahan
pada pos (4 (empat) digit pertama pada HS) ; atau
3.
Change in Tariff Sub Heading (CTSH) , yaitu
perubahan pada subpos (6 (enam) digit pertama
pada HS) ; dan/ atau
e.
barang yang proses produksinya menggunakan bahan
non originating dan bahan non originating tersebut
mengalami peubahan melalui proses tertentu (specic
sesuai
pocess)
masing-masing
perJ anJian
atau
kesepakatan internasional.
(2)
Bahan atau barang originating merupakan bahan atau
barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of
Origin) sesuai masing-masing perjanjian atau kesepakatan
internasional yang disepakati.
(3)
Bahan atau barang non originating merupakan bahan atau
barang yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules
of
Origin)
sesuai
masing-masing
perj anjian
atau
kesepakatan internasional yang disepakati.
Bagian Kedua
Kriteria Pengirimn Langsung
Pasal 5
Kriteria peng1nman langsung sebagaimana dimaksud dalah
Pasal 3 ayat (2) huruf b meliputi:
a.
barang impor dikirim langsung dari Negara Anggota yang
menerbitkan SA ke dalam daerah pabean; atau
b.
barang
impor
menerbitkan
dikirim
SA
dari
melalui
Negara
negara
Anggota
lain
(transit
yang
atau
transhipment) dengan ketentuan:
1.
barang impor tersebut tidak terj adi proses pengolahan
di
negara
transhipment,
transit
selama
kecuali
melakukan
proses
bongkar
transit/
muat,
penyimpanan, atau proses lain yang ditujukan untuk
menj aga kualitas dan/ atau keamanan barang;
www.jdih.kemenkeu.go.id
-8barang impor tersebut tidak ada proses jual beli atau
2.
kegiatan komersial di negara transit; dan
3.
transit/ tranship m ent dilakukan semata-mata karena
pertimbangan
geograis,
ekonomis,
dan keperluan
logistik.
Bagian Ketiga
Ketentuan Prosedural
Pasal 6
(1)
Ketentuan
pro sedural
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf c yang berkaitan dengan penerbitan
SA,
a.
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
diterbitkan dalam Bahasa Inggris dengan bentuk,
jumlah lembar dan ormat tertentu termasuk halaman
depan dan halaman se balik
b.
SA
(overleaf notes) ;
memuat nomor referensi, tanda tangan pejabat yang·
bewenang, dan stempel resmi dari Instansi Penerbit
SA
negara pengekspor;
c.
ditandatangani oleh eksportir;
d.
diterbitkan dengan batasan waktu tertentu;
e.
dicantumkan kriteria asal barang untuk tiap-tiap jenis
barang dalam hal
SA
mencantumkan lebih dari 1
(satu) jenis barang;
f.
kolom-kolom
pada
SA
diisi
sesuai
peng1sian pada halaman sebaliknya
ketentuan
SA
(overleaf
notes) ;
g.
SA
yang tidak diterbitkan pada saat atau segera
setelah Tanggal Eksportasi atau Tanggal Pengapalan
dicantumkan
tanda/ tulisan/ cap
"ISSUED
RETROACTNELY" atau "ISSUED RETROSPECTELY' ;
dan
h.
SA
berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung sejak
tanggal penerbitan .
www.jdih.kemenkeu.go.id
-9(2)
D alam hal
SA yang diterbitkan hilang atau rusak
sebelum diserahkan kepada Pej abat Bea dan Cukai
untuk penyelesaian impor, Instansi Penerbit SA dapat
menerbitkan SA pengganti dengan ketentuan sebagai
berikut:
a.
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 );
b.
diberi tanda/ tulisan / cap "CERTIFIED TRUE COPY"
dalam kotak yang telah disediakan pada lem bar
SA;
c.
tanggal penerbitan
SA pengganti
harus
se suai
dengan tanggal penerbitan S A yang hilang atau
rusak; dan
d.
diterbitkan dalam j angka waktu paling lama 1 (satu)
tahun terhitung sej ak tanggal penerbitan SA yang
hilang atau rusak.
(3)
Dalam hal terdapat kesalahan pengisian SA, koreksi
atas
peng1sian
dilakukan
sebelum
pengaj uan
pemberitahuan pabean impor, dengan cara:
a.
menerbitkan SA baru; atau
b.
melakukan perbaikan, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1.
mencoret (stiking out) data yang salah;
2.
menambahkan data yang benar; dan
3.
memberikan
tanda/ stempel
koreksi
dan
menandasahkan dengan membubuhkan tanda
tangan / paraf pej abat.
Pasal
7
Instansi Penerbit SA di negara transit yang merupakan
Negara Anggota dapat menerbitkan S A Back-To-Back atau
Movement Certicate dengan ketentuan :
a.
SA
Back-To-back atau
Movement
Certicate
dibuat
berdasarkan SA yang diterbitkan oleh Negara Anggota
pengekspor pertama;
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 10 -
b.
masa
berakhir
SA
Back
To
Back
atau
Movement
Certicate sebagaimana dimaksud pada huruf a sama
dengan masa berakhir SA yang diterbitkan oleh Negara
Anggota pengekspor pertama;
c.
barang yang akan diekspor dengan menggunakan S A
Back T o Back atau Movement Certicate, tidak melewati
proses pengolahan lebih lanjut di negara pengekspor
kedua, kecuali :
1.
untuk pengemasan kembali atau kegiatan-kegiatan
logistik seperti pembongkaran , pemuatan kembali,
penyimpanan; dan/ atau
2.
kegiatan operasional lainnya yang diperlukan untuk
menj aga kualitas produk ataupun untuk keperluan
pengangkutan ke negara pengimpor;
d.
total jumlah barang yang tercantum pada S A Back-to
Back atau Mo vement Certicate tidak boleh melebihi
jumlah barang yang tercantum pada SA pertama; dan
e.
nama eksportir yang tercantum pada S A Back-to-Back
atau Movement Certicate harus sama dengan nama
importir yang tercantum pada SA pertama.
Pasal
(1)
8
Terhadap SA yang diterbitkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 menggunakan Third Party Invoice/ Third
·
County Invoice, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
penggunaan
Third
Party
Invoice/ Third
County
Invoice harus dicantumkan dalam SA;
b.
nama perusahaan dan negara pihak ketiga harus
dicantumkan dalam SA; dan
c.
(2)
nomor invoice pihak ketiga dicantumkan dalam S A .
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf c
tidak berlaku dalam hal perj anj ian atau kesepakatan
internasional
tidak
mewjibkan
pencantuman
nomor
invoice pihak ketiga dalam SA.
(3)
Dalam hal invoice dari pihak ketiga sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1 ) huruf
c
belum diterbitkan, pada SA dapat
dicantumkan nomor invoice negara asal barang.
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 11 -
Pasal
9
Untuk dapat menggunakan Tarif Preerensi sebagaimana
(1)
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1 ) , pada saat penyerahan
Pemberitahuan Impor Barang atau Pemberitahuan Impor
Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat,
importir harus melampirkan :
a.
lembar asli dari
b.
lembar
SA
SA
asli
atas barang yang diimpornya;
Back to
back atau
Mo vement
Certicate;
c.
lembar
asli
Issued . Retroactively
Retrospectively
SA,
dari
waktu
j angka
dalam hal
SA
tertentu
atau
Issued
diterbitkan lebih
setelah
Tanggal
Eksportasi atau Tanggal Pengapalan;
d.
lembar asli Certied Tue Copy
SA,
dalam hal
SA
asli rusak atau hilang; atau
e.
lembar asli
SA
sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, huruf c, atau huruf d yang telah dikoreksi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) .
(2)
SA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) , harus masih
berlaku pada saat Pemberitahuan Impor Barang atau
Pemberitahuan Impor Barang dari Tempat Penimbunan
Berikat mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean .
(3 )
Importir
harus
mencantumkan
tanggal
SA,
serta
kode
nomor
Tarif
referensi
Preferensi
dan
pada
Pemberitahuan Impor Barang, atau Pemberitahuan Impor
B arang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat
dan
Pemberitahuan
Impor
B arang
dari
Tempat
Penimbunan Berikat.
(4)
Importir yang
pada
saat penyerahan
Pemberitahuan
Impor Barang atau Pemberitahuan Impor Barang untuk
Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat:
a.
tidak memiliki
b.
memiliki
dianggap
SA
SA;
atau
namun tidak menyampaikannya,
tidak menggunakan Tarif Preferensi
dalam
im portasinya.
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 12
( 5)
D alam
hal
Movement
-
inormasi pada S KA Back to back atau
diragukan
Certicate
atau
tidak
·
lengkap,
untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi,
wjib
menyerahkan
pengekspor
lembar
pertama
jika
S KA
copy
Pejabat
Bea
Importir
dari
negara
dan
Cukai
memintanya.
Pasal 1 0
(1)
Untuk
memenuhi
ketentuan
mengenai
kriteria
pengiriman langsung melalui negara lain (transit atau
transhipment) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5
huruf b , importir harus menyerahkan dokumen-dokumen
yang membuktikan bahwa barang yang diimpor telah
memenuhi kriteria pengiriman langsung kepada Pejabat
Bea dan Cukai .
(2)
Dokumen sebagimna dimaksud pada ayat ( 1 )
dilengkapi
dengan
doumen
dari
dapat
instnsi kepabeanan
negara transit yang menyatakan bahwa brang tersebut
tidak mengalami proses apapun kecuali proses bongkar dan
muat, penyimpnan, atau proses lainnya yang ditujukan
untuk menjaga kulitas dan/ atau keamnn barng.
Bagian Keempat
Pe �elitian oleh Pe jabat Bea dan Cukai
Pasal 1 1
(1)
Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk melakukan
penelitian
terhadap
memperoleh
Tarif
Surat
Preferensi
Keterangan
Asal
sebagaimana
untuk
dimaksud
dalam Pasal 2 atas barang yang diimpor.
(2)
D alam rangka pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
2,
Pejabat
Bea
dan
Cukai
melakukan penelitian SKA dan Pemberitahuan Pabean
Impor
meliputi
Pemberitahuan
Impor
B arang
atau
Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat
Penimbunan Berikat dan Pemberitahuan Impor Barang
dari Tempat Penimbunan Berikat.
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 13 -
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meli puti :
(3)
a.
pemenuhan
kriteria
asal
barang
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ;
b.
pemenuhan
kriteria
pengiriman
langsung
se bagaimana dimaksud dalam Pas al 5 dan Pas al 1 0 ;
c.
pemenuhan
ketentuan
pro s edural
dimaksud dalam Pasal 6, Pasal
sebagaimana
7,
8, dan
Pasal
Pasal 9;
d.
pencantuman kode Tarif Preferensi, nomor referensi
dan tanggal
SA
pada pemberitahuan pabean impor
sebagaimana dimaksud ayat (2) ;
e.
jenis dan jumlah barang yang mendapatkan Tarif
Preferensi;
f.
besaran
tarif
bea
masuk
yang
diberitahukan
berdasarkan Tarif Preferensi; dan
g.
ke sesuaian antara data pada pemberitahuan pabean
impor
dan
dokumen
dengan data pada
(4)
pelengkap
pabean
lainnya
SA.
D alam hal hasil penelitian menujukkan :
a.
jumlah
barang
pemberitahuan
yang
pabean
tercantum
impor
lebih
jumlah barang yang tercantum dalam
dalam
besar
dari
SA,
atas
kele bihan terse but dikenakan tarif bea masuk yang
berlaku umum (Most Favored Nation/MFN);
b.
jenis barang yang tercantum dalam pemberitahuan
pabean impor berbeda dengan jenis barang yang
tercantum
dalam
SA,
atas
jenis
barang yang
berbeda tersebut dikenakan tarif bea masuk yang
berlaku umum (Most Favored Nation/MFN); atau
c.
klasiikasi
barang
yang
tercantum
dalam
SA
berbeda dengan penetapan klasiikasi oleh Pejabat
Bea dan Cukai, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1.
dasar pengenaan tarif preferensi dan penelitian
kriteria asal barang adalah penetapan Pejabat
Bea dan Cukai tersebut; dan
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 14 -
2.
T\rif Preerensi tetap dapat diberikan sepanjang
klasiikasi barang yang ditetapkan oleh Pejabat
Bea dan Cukai terdapat pada Peraturan Menteri
Keuangan mengenai penetapan ta rif bea masuk
dalam
perjanj ian
rangka
atau
kesepakatan
internasional .
(5)
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan berdasarkan usulan atau inormasi dari institusi
pembina sektor terkait.
Pasal 12
SA diragukan keabsahan dan kebenaran isinya dalam hal :
a.
tanda tangan pej abat yang berwenang menandatangani
SA dan / atau stempel tidak sama atau tidak tercantum
dalam contoh spesimen tanda tangan dan / atau stempel;
b.
ormat, bentuk, dan pengisian SA tidak sesuai dengan
ketentuan penerbitan SA sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6; dan / atau
pemenuhan Ketentuan Asal Barang lainnya diragukan .
Pasal 1 3
D alam hal hasil penelitian SA sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 diragukan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
Kepala Kantor Pabean meminta Retroactive Check kepada
Instansi Penerbit SA; dan
b,
Pej abat Bea dan Cukai mengenakan tarif bea masuk yang
berlaku umum (Most Favored Nation/MFN) .
Pasal 14
( 1)
Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 3 dilampiri dengan copy SA yang akan
dimintakan
Retroactive
Check
dengan
menyebutkan
alasan permintaan Retroactive Check, disertai dengan
permintaan penjelasan keabsahan dan kebenaran isi
SA, dan / atau permintaan bukti-bukti terkait.
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 15 -
(2)
Kepala Kantor Pabean dapat meminta Retoactive Check
secara acak ( random) , sesuai masing - masing perjanjian
atau ke sepakatan internasional yang disepakati .
Pasal 1 5
(1)
D alam
hal
dilakukan
kepabeanan,
Kepala
penelitian
Kantor
ulang
Wilayah
atau
atau
audit
unit
di
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan
penelitian
ulang
mengajukan
atau
permintaan
audit
kepabeanan ,
Retroactive
Check
dapat
kepada
Instansi Penerbit SA apabila terdapat kera guan tentang
keabsahan dan kebenaran isi SA.
(2)
Pengenaan Tarif Preferensi atau tarif bea masuk yang
berlaku umum (Most Favored Nation/ MFN) ditetapkan
setelah diterimanya jawaban atas permintaan Retroactive
Check sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) .
(3)
Dalam hal jawaban atas permintaan Retroactive Check
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) :
a.
tidak diterima sampai dengan batas waktu yang
telah ditetapkan sesuai masing- masing perjanjian
atau
kesepakatan
internasional yang
disepakati;
a tau
b.
tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan
Ketentuan Asal B arang (Rules of Oigin),
dilakukan
atas
penagihan
selisih
kekurangan
pembayaran bea masuk dan Pajak D alam Rangka Impor
(PDRI) berdasarkan tarif bea masuk yang berlaku umum
(Most Favored Nation/MFN) .
Pasal 1 6
(1)
D alam hal jawaban atas permintaan Retroactive Check
diragukan kebenarannya atau tidak mencukupi untuk
�embuktikan pemenuhan Ketentuan Asal B arang (Rules
of Origin), Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk
dapat melakukan Verii cation Visit se suai masing-masing
perjanjian
a tau
kesepakatan
in ternasional
yang
disepakati .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 16 D alam hal diperlukan Verii cation Visit, Direktur Jenderal
(2)
atau pej abat yang ditunjuk menyampaikan permintaan
secara tertulis kepada Instansi Penerbit S A, atau badan
yang berwenang, dan pihak lain yang terkait dengan
mencantumkan inormasi yang dimintakan .
(3)
Dalam hal hasil Veiication Visit menunjukkan bahwa
barang yang diimpor tidak memenuhi Ketentuan Asal
Barang (Ru les of Oigin) atau tidak mencukupi untuk
membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang (Rules
of Oigin), Pej abat Bea dan Cukai melakukan tindak
lanjut se suai peraturan perundang-undangan .
(4)
Pelaksanaan Veiication isit dapat melibatkan institusi
terkait.
(5)
Pihak yang terlibat dalam Veiication Visit harus mejaga
kerahasiaan
inormasi
yang
diperoleh
dalam
proses
veriikasi.
17
Pasal
D alam hal SKA terdiri dari beberapa j enis barang, penolakan
terhadap
salah
pengenaan
satu
j enis
Tarif Preerensi
barang
tidak
atas j enis
membatalkan
barang
lain
yang
memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin).
Pasal
(1)
18
S KA tetap dianggap sah dalam hal terdapat perbedaan
yang bersiat minor ( minor discrepancies) .
(2)
Perbedaan yang bersiat minor sebagaimana dimaksud
pada ayat
a.
(1) tersebut dapat meliputi :
kesalahan
pengetikan
atau
ej aan
pada
SKA
sepanJ ang dapat diketahui kebenarannya melalui
dokumen
Packing
pelengkap
List
dan
pabean
dokumen
( invoice,
BL/ A WB,
pelengkap
pabean
lainnya) ;
b.
perbedaan ukuran dan tipe huruf pada SKA;
c.
perbedaan penggunaan centang atau silang pada
kotak dalam SKA, serta perbedaan ukuran centang
atau silang tersebut;
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 17 -
d.
perbedaan kecil antara tanda tangan pada S KA
dengan specimen;
e.
perbedaan
kecil
pada
ukuran
kertas
yang
digunakan ;
f.
perbedaan kecil pada warna tinta yang digunakan
dalam pengisian SKA ; dan / atau
g.
perbedaan kecil uraian bara ng antara S KA dengan
dokumen
pelengkap
pabean
lainnya
sepanj ang
barangnya adalah sama.
Pasal 1 9
(1)
Barang impor yang berasal dari Negara Anggota dengan
nilai Free on Board (FOB) tidak melebihi U S $2 0 0 . 00 (dua
ratus dolar Amerika) dapat dikenakan Tarif Preferensi
tanpa harus melampirkan S KA .
(2)
Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 ) , dapat diberikan sepanj ang importasi tersebut
bukan merupakan bagian dari satu atau lebih importasi
lainnya yang bertujuan untuk menghindari kewj iban
penyerahan S KA.
(3)
Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 ) hanya diberikan terhadap barang impor yang
menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor B arang.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 2 0
Ketentuan lebih lanjut mengenai :
(1)
tata laksana penelitian untuk pengenaan Tarif Preferensi
atas . impor barang untuk dipakai yang menggunakai
pemberitahuan
pabean
impor
berupa
Pemberitahuan
Impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat; d an
(2)
tata laksana Veriication Visit Dalam Rangka Perj anj ian
Atau Kesepakatan Internasional,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 18 Pasal 2 1
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 3 0 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal diundangkan .
Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indone sia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 6
November
201 5
MENTER! KEUANGAN REPUBLI K INDO NESIA,
ttd .
BAMBANG P. S . B RODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 1 7 November 2 0 1 5
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd .
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLI K INDONESIA TAHUN 2 0 1 5 NOM O R 1 7 2 9
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Umum
U. b.
'1
HfpJ,
KepIa Bagian T.
I
Gm
.
NIP I
U•
T
JUMUM
.
., �ienterian
��.
•
;
5,?rO� - ,�p'1001
--
�
-�· T lfAT Je\''� r/
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 19 -
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK IND ONESIA
2 0 5 / PMK. 04/ 2 0 1 5
NO M OR
TENTANG
TATA
CARA
PENGENAAN
MASUK
BEA
TARIF
BERDASARKAN
PERJANJIAN ATAU KESEPAKATAN
INTERNASI ONAL
KETENTUAN ASAL BARANG
DALAM RANGKA ASEAN TADE IN GOODS AGREEMENT (ATIGA)
A.
KRITERIA ASAL BARANG
Kriteria Asal B arang dalam rangka ATIGA meliputi:
1.
holly Obtained atau holly Produced
Barang-barang yang dikategorikan sebagai holly Obtained atau
holly Produced adalah sebagai berikut:
a.
Tanaman dan produk tanaman, termasuk buah-buahan , bunga,
sayuran , pohon, rumput laut, j amur, dan tanaman hidup lain
yang ditumbuhkan dan dipanen, dipetik atau diperoleh di satu
Negara Anggota pengekspor;
b.
Binatang
hidup ,
moluska,
krustasea,
mamalia,
termasuk
reptil,
bakteri,
ikan ,
burung/ unggas,
dan
virus ,
lahir
dan
dibesarkan di satu Negara Anggota pengekspor;
c.
d.
Produk yang diperoleh dari binatang hidup di satu Negara
Anggota pengekspor;
Hasil
perburuan,
perangkap,
pemancingan,
pertanian
dan
peternakan, budidaya air, pengumpulan atau penangkapan yang
dilakukan di satu Negara Anggota pengekspor;
e.
Mineral dan produk alam lainnya, selain huruf a sampai huruf d ,
diekstraksi atau
diambil dari tanah, perairan, dasar laut, atau di
bawahnya;
f.
Hasil penangkapan ikan di laut yang diambil oleh kapal yang
terdaftar
di
satu
Negara
Anggota
dan
berbendera
negara
tersebut, dan produk lain yang diambil dari perairan, dasar laut
atau di bawahnya di luar wilayah perairan teritorial (misal Zona
Ekonomi Eksklusif Negara Anggota, sepanj ang Negara Anggota
memiliki hak untuk mengeksploitasi perairan , dasar laut dan d
bawahnya tersebut se suai dengan hukum internasional;
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 20 -
g.
H asil penangkapan ikan di laut dan produk laut lainnya dari
laut lepas oleh kapal yang terdaftar di s atu N egara Anggota
dan berbendera Negara Anggota tersebut;
h.
Produk yang di pro s e s dan / atau dibuat di kapal p engolahan
hasil laut factory ship) yang terdaftar di s atu negara anggota
dan
berbendera
Negara
Anggota,
hanya
dari
produk
sebagaimana dimaksud pada huruf g;
1.
B arang yang dikumpulkan , tidak dapat lagi berfungsi se suai
fungsinya semula, tidak dapat dikembalikan kepada fungsi
semula atau tidak dapat diperbaiki dan hanya cocok untuk
dibuang atau digunakan sebagai b ah an b aku , atau untuk
tuj uan daur ulang;
J.
Sis a dan scrap yang berasal dari :
1)
pro s e s produksi di satu Negara Anggota p engekspor; atau
2)
barang bekas yang dikumpulkan d i s atu Ne gara Anggota
pengekspor, asalkan barang terse but hanya cocok untuk
diambil bahan mentah; dan
k.
B arang yang diproduksi atau diperoleh di s atu N egara Anggo ta
pengekspor dari produk sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sampai huruf j .
2.
Not holly Produced atau Not holly Obtained
2 . 1 . Regional Value Content (RVC)
Regional Value Content (RVC) yang memenuhi kriteria asal
b arang dalam rangka ATIGA adalah kandungan nilai re gional
paling se dikit 4 0% (empat puluh persen) dari FOB barang yang
dihasilkan , yang dihitung dengan menggunakan metod e :
a.
Metode. Langsung (Direct Method)
Biaya
Biaya
Bahn
Tenaga
Bku
RVC
ASEAN
t
Kerja
Langsung
t
Biaya
Overhead
Lngsung
=
t
Biaya
Linnya
t
Keuntungan
x
Nilai FOB
www.jdih.kemenkeu.go.id
100%
- 21 -
b.
Metode Tidak Langsung (Indirect Method)
Nilai Bahan, Ba�an atau
Barang Non Oiginating
Nilai FOB
RVC
=
x
100%
--
Nilai FOB
Kete rangan:
1)
B i aya B ahan B aku A S EAN adalah nilai Cos t, Insu rance,
and
Freight
(CI F)
dari
b ahan ,
b agian ,
atau
barang
o riginating, atau yang diproduksi sen diri o le h produsen
d alam pro s e s produksi barang;
2)
Nilai b ahan, b agian , atau b arang n o n - o riginating, adalah :
(a)
N ilai C I F dari nilai b ahan , b agian , atau barang non
o riginating pada saat importasi, atau ;
(b)
H arga pasti yang p e rtama dib ayarkan (the earliest
ascertained price paid) untuk s e mua bahan yang
tidak
d apat
ditentukan
Negara Anggota
keasalannya
dimana
penge rj aan
di
wilayah
atau
pro s e s
b erlangsung;
3)
B iaya Tenaga Kerj a Langsung meliputi upah , remunera s i ,
dan
tunj angan-tunj angan
tenaga
kerj a
lainnya
yang
terkait d engan pro s e s produksi;
4)
Perhitungan Biaya Overhead Langsung h arus meliputi
namun tidak terbatas pada aset tidak b ergerak ( re al
p roperty
ite m)
yang
terkait
dengan
pro s e s
produksi
(asuran s i , sewa dan leasing pabrik, p enyu sutan nilai
b atgunan ,
perbaikan dan pemelih araan ,
bunga hipo tik) ;
pembayaran bunga d an
paj ak-paj ak,
s ewa untuk
p abrik d an perlengkapan ; ke amanan pabrik; asuran s i
(p abrik, p erlengkapan d an bahan - bahan yan g digunakan
d alam pro duksi barang) ; utilitas (energi , li s trik, air d an
utilitas lainnya yang s e c ara langsung ditujukan untuk
pro s e s
produksi
barang) ;
penelitian ,
pengembangan ,
·
rancangan dan rekayasa; c etakan ( moulds dan dies) ,
p e rkakas
dan
penyu sutannya ,
pemeliharaan
d an
perbaikan pabrik dan perlengkapan , royalti atau lis e n s i
(terkait dengan paten me sin atau p ro s e s yang digunakan
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 22 -
dalam p embuatan barang atau hak untuk memproduksi
barang) , pemeriks aan dan penguj ian bah an dan barang,
penyimpanan dan penanganan di pabrik, p embuangan
limbah yang dapat didaur ulang dan un sur-unsur biaya
dalam menghitung nilai bahan baku , yaitu biaya bongkar
muat lan bea masuk serta pajak lalam rangka impor
lainnya; lan
5)
Nilai
FOB
alalah
nilai
free-on-board
barang,
yang
dihitung lengan menjumlahkan harga b ahan baku , biaya
produksi, keun tungan dan biaya lainnya.
2 . 2 . Change in Tarff Classification (CTC)
Perubahan klasiikasi barang yang ligunakan s eb agai kriteria
a s al barang adalah perubahan pada tingkat 4 (empat) digit
lan disebut Change in Tariff Heading (CTH}.
3.
Product Specic Rules (PSR)
Product Specic Ru les yang ligunakan sebagai kriteria asal barang
adalah proluk yang kriterianya tercantum lalam daftar PSR ATIGA .
B.
KRITERIA PENGIRIMAN LANGSUNG
1.
Dalam hal pengiriman barang impor melalui transit atau transhipment
di satu atau lebih negara bukan anggota, kriteria pengiriman langsung
lapat dibuktikan lengan dokumen sebagai berikut:
a.
Through Bill of Lading atau dokumen pengangkutan lainnya
yang literbitkan di negara pengekspor dan menunjukkan
ke seluruhan
termasuk
rute
kegiatan
perj alanan
tran sit
dari
atau
negara
pengekspor,
transhipment,
s ampai
ke
daerah pabean;
b.
S KA Form D yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit S KA di
negara anggota pengekspor; lan
c.
Invoice lari barang yang bersangkutan;
d.
Dokumen penlukung lainnya yang membuktikan pemenuhan
ketentuan Pasal 5 huruf b Peraturan Menteri ini.
2.
Dalam
hal
pengiriman
barang
impor
melalui
transit
atau
transhipment di Negara Anggota harus dilengkapi S KA Fom D yang
diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA di negara pengekspor dan
dokumen pendukung yang membuktikan pemenuhan ketentuan
Pasal 5 huruf b Peraturan Menteri ini .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 23
-
KETENTUAN PROSEDUAL
C.
Penelitian atas Pemenuhan Ketentuan Penerbitan Surat Keterangan
1.
Asal
Penelitian
atas pemenuhan ketentuan penerbitan
S KA Fan D
meliputi :
a.
Ukuran kertas ISO A4 warna putih .
b.
Penandatanganan SKA Fan D oleh pemohon/ eksportir.
c.
Penandatanganan
S KA Fan D
dan
stempel
oleh
instansi
penerbit.
d.
Penerbitan SKA Fom D sebelun tanggl ekportasi atau sampai
dengn paling lmbat 3 hari setelah Tanggal Eksportasi atau
Tanggal Pengapaln.
e.
Pemberian tanda (
Y ) atau ( X ) pada kolom 1 3 kotak "Issued
Retroactively' dalam hal SKA Form D diterbitkan lebih dari 3 hari
setelah Tanggal Eksportasi atau Tanggal Pengapalan .
f.
Pengisian kolom-kolom lainnya pada S KA Fan D .
g.
Penerbitan SKA Fom D baru atau perbaikan atas kesalahan
pengisian.
2.
Penelitian S KA Back to Back
Penelitian SKA Form D Back-to-Back yang diterbitkan oleh instansi
yang berwenang di Negara Anggota pengekspor kedua meliputi :
a.
Pemenuhan
ketentuan
sebagaimana
diatur
dalam
Pasal
7
Peraturan Menteri ini;
b.
Pencantuman Nilai FOB barang d i negara pengekspor kedua
pada Kolom
9 SKA Form D "Back-to-Back " dalam hal kriteria asal
barang barang adalah RVC ; dan
c.
Pemberian tanda (
Y ) atau ( X ) pada kolom 1 3 S A Fan D
kotak "Back-to-Back CO' .
d.
D alam hal inormasi yang dimuat dalam SKA Form D Back-to
Back tidak
lengkap
dan/ atau
diduga terj adi penghindaran
kewaj iban ( circu mvention) , lembar pertama asli S KA Form D
dapat diminta.
3.
Penelitian Third County Invoicing
Penelitian penggunaan Third County Invoicing meliputi :
a.
Pencantuman nama perusahaan dan negara yang menerbitkan
invoice pihak ketiga ( Third County Invoice) pada kolom 7 S KA
Fan D .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 24 -
b.
Pencantuman nomor invoice Eksportir pada Kolom 1 0 dan
pencantuman
nama
perusahaan
dan
negara
7
menerbitkan invoice pihak ketiga pada Kolom
yang
akan
SA Fom D
dalam hal invoice tersebut belum diterbitkan .
c.
Pencantuman tanda
( Y ) atau ( X ) pada kotak "Third County
Invoicing " pada kolom 1 3 SA Form D .
4.
Retroactive Check
Pelaksanaan Retroactive Check dilaksanakan dengan ketentuan :
a.
Permintaan retroactive check harus melampirkan otokopi S A
Form D
terkait
dan
mencantumkan
alasan
dan inormasi
tambahan lain yang menyebabkan SA Form D diragukan,
kecuali dalam hal permintaan retroactive check dilakukan secara
random;
b.
Instansi penerbit yang menenma permintaan retroactive check
memberikan j awaban atas permintaan retoactive check dalam
j angka waktu
90
(sembilan puluh)
hari
sej ak diterimanya
permintaan retroactive check;
c.
D alam
hal j awaban
retroactive
check yang
diterima
tidak
mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal
B arang atau keabsahan SA Form D atau j awaban diterima
melebihi j angka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 5
hruf b , S A Form D ditolak sehingga Tarif Preferensi tidak
diberikan dengan mempertimbangan pro sedur penetapan tarif
Bea Masuk oleh Direktur Jenderal se suai Undang Undang
Kepabeanan.
5.
Veiication Visit
Veriication Visit dilaksanakan dengan ketentuan :
a.
Negara Anggota pengimpor haru s :
1)
Mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada:
a)
Eksportir / produsen yang akan dikunjungi;
b)
Instansi penerbit SA Form D di Negara Anggota
pengekspor;
c)
Instansi pabean Negara Anggota pengekspor;
d)
Importir
barang
terkait
SA
Form
D
yang
akan
diveriikasi .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 25 -
2)
Pemberitahuan
tertulis
pada
huruf
a
angka
1)
mencantumkan inormasi antara lain :
a)
Nama eksportir/ produsen yang akan dikunjungi;
b)
Rencana tanggal veiication visit;
c)
Rencana ruang lingkup
veiication visit,
termasuk
referensi atas barang yang diveriikasi; dan
d)
Nama
dan
j abatan
pej abat
yang
melaksanakan
veiication visit.
3)
b.
Memperoleh persetujuan tertulis dari eksportir/ produsen
D alam hal persetujuan tertuli§ sebagaimana dimaksud pada
huruf a angka 3 ) tidak diperoleh dalam j angka waktu 3 0 (tiga
puluh) hari setelah diterimanya pemberitahuan, S A Fan D
dinyatakan ditolak.
c.
Veiication Visit harus dilakukan dalam j angka waktu 60 (enam
puluh) hari sej ak diterimanya persetujuan tertulis.
d.
D alam hal atas barang terkait dinyatakan memenuhi Ketentuan
Asal B arang, SA Fan D dinyatakan diterima.
e.
Penetapan diterima atau ditolaknya S A Fan D dilakukan
dalam j angka waktu maksimal 1 80 (seratus delapan puluh) hari
sej ak izin tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3 )
diterima.
D.
KETENTUAN PENGISIAN PEMBERITAHUAN PAB EAN IMPOR
1.
Pengisian Pemberitahuan Impor Barang B C 2 . 0
Untuk tujuan pengenaan tarif preferensi, pada Pemberitahuan Impor
Barang (PIB) diisikan kode Tarif Preferensi, nomor referensi dan
tanggal S A Fan D sebagai berikut:
a.
Dalam hal PIB hanya menggunakan skema ATIGA, kode 0 6 ,
nomor referensi, dan tanggal SA Fan D , dicantumkan pada
Kolom 1 9 dan / atau Kolom 3 2 PIB ;
b.
D alam
hal
kepabeanan ,
sedangkan
PIB
menggunakan
kode
nomor
06
skema
dican tumkan
referensi
dan
ATI GA
pad a
tanggal
lan
Kol om
SA
asilitas
32
Fan
PIB ,
D
dicantumkan pada Lembar Lampiran Dokumen D an Pemenuhan
Persyaratan / Fasilitas Impor PIB .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 26 -
2.
Pengisian pada Pemberitahuan Impor Barang Untuk Ditimbun di
Tempat Penimbunan Berikat (B C 2 . 3) dan / atau Pemberitahuan Impor
B arang dari Tempat Penimbunan Berikat (BC 2 . 5) diatur tersendiri
dalam
Peraturan
Direktur
Jenderal
yang
mengatur
ketentuan
mengenai Kawasan Berikat dan Gudang Berikat.
3.
Hal - Hal Lain terkait Ketentuan Asal B arang
a.
Akumulasi
1)
Barang originating dari Negara Anggota yang digunakan
sebagai bahan baku untuk suatu barang j adi di Negara
Anggota lain yang memenuhi Ketentuan Asal B arang untuk
memperoleh tarif preferensi, harus dianggap sebagai barang
originating negara tempat di mana proses produksi barang
j adi dilakukan.
2)
Dalam hal nilai RVC bahan baku kurang dari 4 0% (empat
puluh persen) , nilai yang dapat diakumulasikan dalam
perhitungan RVC ASEAN adalah nilai kandungan domestik
negara pengekspor bahan baku yang besarnya tidak kurang
dari 2 0% (dua puluh persen) .
b.
Pro ses dan pengerj aan minimal (Minimal Operation)
1)
Pro ses
atau
minimal
dan
menentukan
Anggota.
pengerj aan
tidak
apakah
Minimal
berikut
dapat
suatu
Proses
dia bggap
sebagai
diperhitungkan
dalam
ini
barang
oiginating
tersebut adalah
Negara
proses
yang
bertujuan untuk :
a)
Memastikan barang berada dalam kondisi baik untuk
keperluan penyimpanan atau pengangkutan ;
b)
Memasilitasi pengiriman atau pengangkutan; dan
c)
Keperluan pengemasan atau penyajian barang untuk
djual .
2)
Suatu barang originating dari Negara Anggota yang diekspor
ke Negara Anggota lain, tetap dianggap sebagai originating
Negara Anggota pertama apabila pengerj aan yang dilakukan
tidak melebihi pengerj aan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 ) .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 27 -
c.
De Minimis
Dalam hal suatu b arang jadi menggunakan kriteria asal
1)
barang CTC , bahan baku non originating yang nilainya
tidak melebihi 10% (sepuluh persen) nilai FOB barang
jadinya, tidak waj i b mengalami peru b ahan tarif klasiikasi .
2)
Dalam hal suatu barang j adi menggunakan kriteria asal
barang RVC , nilai b ahan baku non originating se b agaimana
dimaksud pada angka 1) harus tetap diperhitungkan .
d.
Perlakuan terhadap pengemas
1)
Pengemas untuk penjualan eceran :
a)
Dalam hal barang menggunakan kriteria asal barang
RVC , nilai pengemas untuk penjualan eceran harus
ikut dihitung sebagai komponen barang dalam RVC
apabila
pengemas
tersebut
dianggap
membentuk
keseluruhan barang.
b)
Dalam hal ketentuan huruf a) tidak dapat diterapkan,
pengemas
untuk
penjualan
eceran,
apabila
diklasiikasikan dalam satu pos tarif dengan barangnya,
tidak diperhitungkan dalam menentukan asal barang
sepanjang kriteria asal barang yang digunakan adalah
CTC.
2)
Kontainer dan pengemas yang khusus digunakan untuk
tujuan
pengangkutan
tidak
·diperhitungkan
untuk
penentuan keasalan barang.
e.
Akse sori s , Spare Part dan Peralatan
1)
D alam hal suatu barang menggunakan kriteria asal barang
CTC
atau
proses
khusus,
keasalan
dari
spare pat,
akse soris, peralatan dan petunjuk/ manual a tau inormasi
lainnya yang disertakan dengan barang tersebut tidak
diperhitungkan
dalam
menentukan
oiginating
suatu
barang apabila:
a)
Aksesoris, spare part, peralatan dan petunjuk/ manual
atau inormasi lainnya tersebut tidak dalam in voice
yang terpisah dengan barangnya, dan
b)
Jumlah dan nilai aksesoris, spare part, peralatan dan
instruksional atau manual inormasi lainnya tersebut
waJ ar .
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 28 -
2)
Dalam hal suatu barang menggunakan kriteria asal barang
RVC ,
nilai
dari
aksesori s ,
spare part,
peralatan,
dan
instruksi atau petunjuk/ manual a tau inormasi lainnya
harus diperhitungkan sesuai dengan Kriteria Asal Barang
masing-masing .
E.
BENTUK DAN FORMAT FORM D
1 .
G o o d s consig n e d from (Exporter's b u s i n e s s
Reference N o .
ASEAN
name,
a d d re s s , c o u n t ry)
2. Goods
c o n s ig n e d to ( C o n s l g n ee•s n a m e ,
c o u n try)
3 . M e a ns of tra n . p o t a n d ro ute (as fa r a s
D e p a rt u re d ate
Vessel's n a m e/Aircrat
Pot
5.
of
rssued l n
4 . For Ololal Use
k n o wn )
"o
u"
n- tr.
y°
.)'
cc
Overl e a f
N otes
Treatment G i v e n U n d e r A S EA N
Co operation Scheme
Preferentrai
etc.
I n d ustrial
6.
state
7 . N u m b er a n d type of
n un1 b ers on
p a ckages
M a rks and
g o od s
pa ckages , d e s o rl p tl o nr
reas o n/s)
of
a p p ropriate and H S
n u m b e r o f the I m poting
where
D e c l a ratlon by
the exp orter
t h a t they c o m p l y with the o r i g i n r e q u i re m e nt s
s p e cified for t h e s e goods I n the ASEAN Tra d e i n
G o o d s Ag reem e n t f o r
g o o d s expoted t o
(Please
S l g n ature of Aut11orfsed Slg natoy of the I m poting
( I n c l u d i n g q u a ntity
The undersigned h e re b y d e clares th a t the a b o ve
details a n d state m e n l are corre ct; that a l l the g o o d s
we re p rod u ced I n
8 . Orig i n criteri o n
(see Overlsef
County
Notes)
Q. Gross welg h1
or oth e r
qua ntity a n d
(FOB)
where RVC Is
applied
value
1 0 . N u m ber a n d
date of
Invoices
1 2 . C e rtiication
It i s h ereby ce tied , o n the bas i s of control
carried out. that the d eclara,llon by t h e
expoter Is correct.
(Co u n ty)
the
( l n p o rl.l n g Coun ty)
Place and date, s ig n a t u re of
a u t h oised s l g n a1oy
T h i rd
See
Preferentrel Tre atment N o·t Give n
and
13
FORM D
_
_
_
Preferential Tre atment Given Under A S A N
Tra d e In Goods A g re e m e n t
c o u ntv)
1 ·f .
C O O P E ATION SC H E M E
C ERTI F I CATE OF O R I G I N
{Combined Declaration a n d Cetiicate)
a d d ress,
D i s c h a rg e
n u m ber
l te�n
TRADE IN G O O D S AGREEM ENT/
ASEAN I N D U S T RIAL
P l a c e a:nd date. slgnatu"e and sta m p of
certiying .�uthorlty
County I n v o i c i n g
a
Accu m u l a t i on
o
Patlal
Back--to-Back CO
De M ln � m l s
Cl
Issued
Retroa ctively
C u m u l ation
www.jdih.kemenkeu.go.id
- 29 -
OVE R L EAF NOTES
1 .
· Me m b e r S t a l e s whl ..1 1 i::ept t h i s fnrm fo r lhA purpose o f p r e fe rential tre a t m e n t u n d e r the A S E A N C o m m o n
Prefern n l l 0 l Tmltr { C E P T) Scl i o n 1i o r the A S E A N l n d lJ S t r i J I C o o peration {A I C O ) S c h e m e :
LAOS
BRUNEI
MAAYS I A
S I N GA P O R E
(i)
(Ii)
(i i i )
ran within
description of
comply w i t h thi cons i 9 1 1 1 n e n l co n d i t i o n s ir1 a ccord a n e wi t h Atlclo 7 of
a
origin
C o m m o n Effective P r e feren t i a l Tari ff S c h e m e f o r tl,e
c o m p l y with the
ASEAN Free Trad e
criteria set out I n "CEPT-AFTA ROO.
ROO
G o o d s s a t i s ying Arli;la 4(1
Val u �
)(a},
4(1 ) ( b ) o r 5 ( 1 ) o f
O.
1 0.
11.
1 2.
1 3.
14
1 5.
16.
th i s
of
Form,
C E PT-AFTA
The acttl 1 1 CTC rul e , ex a m p l e "CC"
"CTH" or "CTS H"
example
G o o d s s n t l s lyl n g Article i ( 2 )
"40%"
P e rcen t a g e of ASEAN v a l u e .conte n t .
Conte n t
S p e c;Hic Proce s s e s
(c)
9.
8
.�--���-��_,
Goods w h o l l y p r o d uced I n l h o c ou n t ry o f e x p o r t a t i o n ( s e e
. "WO"
p.ra g ra pt, 3 (I) a bove)
F!eg i o n a l
fl.
R u l e s of Origin for ttie A g re em en t o n t h e
A r e a (CEPT-AFTA R O O ) : and
p roducts ellglble for conces s i o n s i n the county o f desti n a t i o n ;
C h a n g e I n Trlf C l a s s ification
7.
C E PT S c h e m e o r t h e AICO
� --·��·- ��
�
Circumsta nces of pnrl u c l i o n or m a n u facture i n the irst c o u nt1y
I n s e rt I n Box 8
n A mad in Box 1 1 o f l h i s form
{b)
o.
under t h e
O R I G I N C R I TE R I A : For g o o d s t h a t meet the origin cri te r i a , the expor1er a1,d/or producer m u s t I nd i a t e i n B o x
the origin c ri l e ri a m e t, In l11e m ann e r s h own I n the fol l o w t n g table:
{R)
4.
I N DO N E S I A
MYANMAR
THAIAND
CONDITIONS:
Th e m a i n