Tanya Jawab MENGHADAPI ANAK REMAJA

MENGHADAPI ANAK REMAJA
Tanya:
Pengasuh rubrik Keluarga Sakinah yang terhormat, Assalaamua’laikum wr. wb.
Saya seorang ibu dari 4 orang anak. Saat ini saya amat bingung, jengkel dan
kesal menghadapi anak saya yang nomer 3, laki-laki usia 17 tahun. Ia paling
bandel diantara saudara-saudaranya. Meski sebenarnya ia amat mudah bergaul.
Temannya banyak dan beragam usianya.
Pada waktu duduk di kelas I dan II SMA prestasinya lumayan bagus dan dilalui
dengan lancar. Meski prestasi klas II tidak sebagus kelas I alias merosot. Sampai
kini ia kelas III prestasinya kian merosot. Yang membuat saya bingung, ia
sengaja tidak mau belajar bahkan kadang tidak mengikuti pelajaran karena ia
merasa tidak bisa mengejar ketertinggalannya, ia tidak akan ikut ujian supaya
tidak lulus dan berniat untuk mengulang. Ketika saya konsultasi dengan gurugurunya, mereka memperlihatkan nilai-nilai ulangan harian anak saya. Nilainya
memang pas-pasan, tetapi kalau mau belajar giat insya Allah ujian nanti bisa
baik hasilnya. Karena menurut gurunya, sebenarnya anak saya mampu. Dan
menurut saya pun demikian. Hanya, karena khir-akhir ini ia (memang
kelihatannya banyak menghadapi masalah) lebih sering keluar rumah main ke
tempat temannya. Bila saya ingatkan untuk belajar ia marah-marah dan semakin
jarang di rumah. Belakangan ini, ia bersikeras untuk pindah sekolah. Ia sudah
tidak cocok dengan guru-gurunya.
Bagaimana saya harus menghadapinya? Rasanya sayang ia harus mengulang

kelas III. Sedang ujian sudah tinggal beberapa bulan lagi. Tetapi saya juga takut
kalau tidak dituruti ia akan semakin tidak pernah di rumah dan terpengaruh
pergaulan anak-anak nakal.
Terima kasih atas jawabannya.
Ny. Anah, di T.
Wassalaamua’alaikum wwb.
Ibu Anah yang terhormat,
Dalam periode perkembangan seorang anak, usia anak ibu merupakan periode
yang cukup berat. Dalam masa puber ini, remaja memiliki kebutuhan yang
sangat besar untuk mengekspresikan diri sendiri. Ia senantiasa berusaha
mengurangi ketergantungannya pada orang tua dan guru yang merupakan
tokoh-tokoh otoritas. Sebaliknya ia lebih senang berada diantara rekan sebaya
yang memiliki gaya bicara, model rambut dan pakaian yang untuk ukuran kita
sebagai orang tua tampak aneh.
Dalam psikologi, masa ini sering diisebut sebagai masa-masa ‘topan dan badai’.
Karena begitu banyak kesulitan penyesuaian diri yang harus dihadapi remaja.
Namun, berdasarkan penelitian, remaja yang memiliki keluarga yang hangat dan
komunikatif ternyata dapat melalui masa ini tanpa kesulitan yang berarti.
Untuk menciptakan keluarga yang demikian harus dimulai dari orang tua. Orang
tua hendaknya bersedia untuk bersikap terbuka untuk mendiskusikan segala

masalah, tidak bertindak menyalahkan atau menyudutkan si anak dan mau
mendengarkan argumentasi anak. Selain itu juga berusaha menciptakan

suasana rumah yang damai dan hangat. Suasana rumah seperti ini akan
menyebabkan penghuni rumah antar anggota keluarga merasa “rindu” untuk
pulang. Kondisi semacam ini juga mampu menjadi “penangkal” ampuh bagi anak
untuk menyaring hal-hal buruk yang diperolehnya dari lingkungan luar rumah.
Kembali ke anak ibu, tindakan ibu untuk konsultasi dengan guru sangat baik
untuk mengetahui keadaan masalah anak ibu di sekolah. Hal ini bisa dipakai
untuk bekal berdiskusi dengan anak ibu mengenai dirinya. Setelah itu coba ibu
cari waktu yang tepat untuk berbicara dengannya. Tanyakanlah alasan-alasan
mengapa ia mempunyai keinginan-keinginan demikian. Jadilah pendengan yang
baik, jangan cepat-cepat menganalisa atau mengomentarinya. Biarkan dia
mengekspresikan semua uneg-unegnya. Setelah dirasa cukup ganti minta
kesempatan padanya untuk bicara dan mendengarkan juga pandanganpandangan ibu sebagai orang tua. Katakan padanya tentang resiko-resiko
dengan pilihannya tersebut, misalnya : tentang kerugian waktu, biaya dan
sebagainya yang semua itu tidak hanya merugikan dirinya tetapi juga orang
tuanya.
Setelah itu beri ia kesempatan untuk merenungkannya. Dengan begitu ia merasa
dihargai dan diorangkan. Insya Allah ia juga akan membuat keputusan yang tidak

hanya berdasarkan emosi saja.
Demikianlah jawaban saya semoga dengan mengetahui perkembangan usia
anak ibu, ibu tidak lagi resah dan jengkel tetapi lebih sabar dan bijaksana dalam
menghadapi anak ibu. Apapun keputusannya hendaknya ibu mengerti dan
menghormatinya dan tentu saja tetap menyayanginya.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 17-02