M01911

Optimasi Gizi Mocaf Merah Ditinjau dari Berbagai Konsentrasi Angkak
Miger Nomensen Wali Allung* , Sri Hartini ** dan Margareta Novian Cahyanti**
*Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
**Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Jln. Diponegoro no. 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia
652012027@student.uksw.edu
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menentukan konsentrasi angkak yang menghasilkan
kandungan gizi optimum mocaf (modified cassava flour) merah. Fermentasi dilakukan dengan
angkak sebagai starter dengan berbagai konsentrasi angkak. Analisis kadar gizi mocaf merah
meliputi pengukuran kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar lemak, kadar karbohidrat,
dan kadar protein. Data penelitian dianalisis dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
5 perlakuan dan 5 kali ulangan, sebagai perlakuan adalah konsentrasi penambahan angkak
yaitu 0% (kontrol), 10%, 14%, 18%, dan 22% (b/b) dan sebagai ulangan adalah waktu analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angkak memberi pengaruh terhadap kadar gizi kecuali
kadar air mocaf merah. Kandungan gizi optimum diperoleh pada mocaf merah yang
difermentasi dengan 14% angkak. Kadar gizi yang diperoleh adalah kadar air 8,59 ± 2,15%;
kadar abu 2,35 ± 0,31%; kadar serat kasar 12,42 ± 1,72%; kadar lemak 3,24 ± 1,06%;
karbohidrat 34,78 ± 4,65%; dan kadar protein 5,32 ± 0,96%.
Kata kunci : angkak, fermentasi, mocaf merah, singkong.

PENDAHULUAN
Penggunaan tepung terigu sebagai bahan dasar dalam pembuatan olahan makanan
sangat dibutuhkan saat ini. Tingginya kebutuhan tepung terigu di Indonesia mengakibatkan
meningkatnya nilai impor akan tepung terigu (Ferawati dkk., 2014).
Di sisi lain Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang
mampu digunakan sebagai bahan subtitusi gandum. Salah satu hasilnya adalah umbi -umbian
seperti ubi kayu atau singkong. Lahan singkong seluas 1,4 juta hektar yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia, dengan rata-rata produksi singkong sebesar 16 juta ton per tahun.
Beberapa wilayah Indonesia, masyarakat mengkonsumsi singkong sebagai makanan pokok
(Darmawan dkk., 2013). Singkong merupakan salah satu sumber kalori pangan yang paling
murah di dunia. Kelebihan singkong dengan jenis umbi lain, tanaman singkong yang hampir
tumbuh di mana dan kapanpun, bahkan dengan fasilitas yang rendah (Abidin et al., 2013).
Singkong merupakan hasil pertanian yang mudah rusak atau waktu penyimpanan yang
relatif rendah karena kadar air singkong segar yang tinggi. Selain itu asam sianida (HCN) dalam
singkong dapat menyebabkan keracunan. Hal inilah yang menyebabkan harganya relatif
rendah (Kurniati dkk., 2012). Pengolahan singkong menjadi tepung singkong merupakan salah

1

2


satu cara untuk memperpanjang masa simpannya, satu sisi bahwa komposisi gizi tepung
singkong tidak jauh berbeda dengan tepung terigu putih yang sumber bahan bakunya dari
gandum (Abidin et al., 2013). Pengolahan singkong menjadi tepung menyebabkan kandungan
gizi singkong terutama protein mengalami penurunan (Marniza dkk., 2011).
Fermentasi dapat mengubah sifat fisikokimia dan sifat fungsional umbi -umbian serta
meningkatkan kemampuan daya cerna. Tandrianto (2014) menyatakan bahwa fermentasi
dapat meningkatkan protein yang terkandung di dalam singkong. Dengan demikian, tepung
singkong yang difermentasi mempunyai kelebihan daripada tepung singkong biasa, yaitu
kandungan protein yang tinggi, HCN lebih rendah, aplikasi l uas, dan dispersi ke produk pangan
lebih mudah. Dalam penelitian Marniza dkk. (2011), singkong yang diolah tanpa melalui
fermentasi (kontrol) terlihat kasar dibandingkan tepung singkong melalui fermentasi yang
terlihat halus. Hal ini disebabkan oleh kemampuan mikroorganisme dalam perubahan tekstur
umbi singkong selama proses fermentasi berlangsung. Mikroorganisme mampu menghidrolisis
serat yang berupa polisakarida (selulosa) menjadi monosakarida (glukosa).
Angkak atau ragi beras merah merupakan produk hasil fermentasi substrat tepung oleh
Monascus purpureus sehingga penampakannya berwarna merah. Angkak telah digunakan
secara luas di Asia sebagai pewarna alami pada ikan, keju Cina, anggur merah, dan sosis.
Angkak sudah ada sejak lama digunakan sebagai bahan bumbu, pewarna, dan obat karena
mengandung bahan bioaktif berkhasiat (Purwanto, 2011). Angkak kerap kali dipakai semacam

obat penyembuh waktu seorang menanggung derita demam berdarah serta pula dipakai
semacam bumbu masak. Harga angkak cukup murah serta bi sa didapati di beberapa pasar
tradisional dikarenakan beberapa orang yang memakai angkak sebagai penambah kesehatan
badan (Soleman, 2014). Angkak dapat digunakan pada produksi pada fermentasi pangan kering
dan minuman beralkohol seperti wine (Andarwulan & Faradilla, 2012). Dari latar belakang
permasalahan yang ada maka tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan (mocaf modified
cassava flour) merah dengan kandungan gizi optimum ditinjau dari berbagai konsentrasi
angkak.
METODE
Singkong segar dibersihkan dari kulitnya dan dicuci dengan air bersih. Singkong
kemudian dikukus selama ± 60 menit selanjutnya ditiriskan dan didinginkan hingga singkong
mencapai suhu ruang. Singkong tersebut dihaluskan lalu diinokulasi dengan angkak 10%, 14%,
18%, dan 22% b/b lalu difermentasi selama 3 hari. Sebagai kontrol adalah tepung singkong
tanpa angkak langsung dikeringkan pada suhu 50 ± 2 0 C selama 7 hari (Marniza dkk., 2011).
Hasil fermentasi dikeringkan pada suhu 50 ± 2 0C selama 7 hari. Setelah itu hasil pengeringan
dihaluskan dan disaring dengan ayakan 80 mesh (Tandrianto dkk., 2014). Tepung singkong
tersebut dikenal dengan mocaf (modified cassava flour).
Mocaf merah kemudian dianalisis kadar air, kadar abu, kadar serat kasar (SNI Tepung
Mocaf, 2011), kadar lemak, kadar protein (Sudarmadji dkk., 1997), analisis kadar karbohidrat
(Bintanah & Handarsari, 2014), dan analisis kadar asam sianida (HCN) (SNI Tepung Mocaf,

2011).

3

Data penelitian dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak
Kelompok) dengan 5 perlakuan dan 5 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah konsentrasi
angkak 0% (kontrol); 10%; 14%; 18%; dan 22% b/b, sedangkan sebagai kelompok adalah waktu
analisis. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan dengan menggunakan Uji Beda Nyata
Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel & Torie, 1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Kadar Gizi (% ± SE ) Mocaf Merah Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan Angkak (%
b/b)

Kadar Air
w = 2,22
Kadar Abu
w = 0,19
Serat Kasar
w = 3,58
Lemak

w = 1,21
Karbohidrat
w = 5,46
Protein
w = 2,51
Asam Sianida

0
8,20 ± 1,35

Konsentrasi Angkak (%)
10
14
18
8,78 ± 2,85
8,59 ± 2,15
8,68 ± 2,75

22
7,59 ± 1,63


(a)

(a)

(a)

(a)

(a)

2,48 ± 0,35

2,42 ± 0,29

2,35 ± 0,31

2,12 ± 0,29

1,99 ± 0,29


(b)

(b)

(b)

(a)

(a)

14,31 ± 2,24

11,71 ± 1,00

12,42 ± 1,72

10,80 ± 2,40

8,73 ± 1,62


(b)

(ab)

(b)

(ab)

(a)

1,34 ± 0,70

3,08 ± 0,68

3,24 ± 1,06

3,86 ± 0,57

3,36 ± 0,86


(a)

(b)

(b)

(b)

(b)

41,26 ± 3,15

36,92 ± 4,03

34,78 ± 4,65

35,01 ± 6,04

37,69 ± 2,87


(b)

(ab)

(a)

(a)

(ab)

2,15 ± 1,10

4,23 ± 1,83

5,32 ± 0,96

5,42 ± 2,07

6,14 ± 1,09


(a)

(ab)

(b)

(b)

(b)

-

-

-

-

-

Keterangan : *w = BNJ 5 % ** Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama menunjukkan
antarperlakuan tidak beda nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama
menunjukkan antarperlakuan berbeda nyata.

4

Pembuatan mocaf merah dilakukan melalui fermentasi singkong dengan penambahan
angkak berbagai konsentrasi. Nadzira dkk. (2016) menyatakan bahwa ragi Monascus sp. atau
angkak telah dibuat untuk suatu kemudahan yaitu lebih cepat, praktis dan efisien dalam
penggunaannya dalam proses fermentasi. Monascus sp. mampu tumbuh baik pada bahan yang
mengandung pati, protein atau lipid misalnya kentang, singkong, jagung, gandum, barley, oat,
dan beras. Hal tersebut disebabkan kapang ini memproduksi enzim-e zi α-a ilase, βamilase, glukoamilase, protease, lipase, glukosidase, dan ribonuklease (Triana & Yulenery,
2015).
Pada akhir proses fermentasi singkong yang difermentasi dengan 10% dan 14% angkak
secara kasat mata terlihat lebih berair atau basah, dan lembek. Purwanto (2011), Rahmadi
(2003) dan Nadzira dkk. (2016) menyatakan bahwa selama tahap pertama periode fermentasi,
mikroba memanfaatkan sumber karbon dari substrat untuk produksi gula-gula sederhana yang
kemudian diubah menjadi energi dengan hasil samping berupa metabolit primer, alkohol,
asam, karbon dioksida, dan air. Air merupakan salah satu hasil samping proses fermentasi yang
akan mempengaruhi kadar air substrat produk fermentasi.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar air mocaf merah berkisar pada 7 – 8%
dan nilai ini masih memenuhi standar kadar air mocaf (maksimal 13%) (SNI Mocaf, 2011). Hal
ini menunjukkan bahwa pengeringan telah optimum. Pada proses fermentasi, pengeringan,
dan dilanjutkan dengan grinding, terjadi pemecahan komponen-komponen bahan sehingga
jumlah air terikat yang terbebaskan semakin banyak. Akibatnya tekstur bahan semakin lunak
dan berpori sehingga menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan semakin mudah
(Rasulu dkk., 2012).
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa penambahan angkak 10% hingga 14% dalam proses
fermentasi tidak memberi pengaruh terhadap kadar abu mocaf merah. Namun pada
pemberian angkak 18% dapat menurunkan kadar abu mocaf merah. Pada penambahan angkak
22% dalam proses fermentasi tidak lagi berpengaruh terhadap kadar abu mocaf merah bilah
dibandingkan dengan 18%. Setyawati dkk. (2014) menyatakan bahwa penurunan kadar abu
terjadi karena dalam proses fermentasi terjadi peningkatan bahan organik akibat dari adanya
proses degradasi bahan (substrat) oleh mikroba. Semakin sedikit bahan organik yang
terdegradasi, maka relatif semakin sedikit juga terjadinya penurunan kadar abu secara
proporsional, sebaliknya semakin banyak bahan organik yang terdegradasi maka relatif
semakin banyak juga terjadinya peningkatan bahan organik secara proporsional. Berdasarkan
Sastra (2008), kadar abu bahan pangan merupakan total dari mineral yang dikandung oleh
bahan tersebut. Kurniawan dkk. (2016) menyatakan bahwa mikroba membutuhkan mineral
substrat untuk meningkatkan aktivitas enzim sebab dalam menghasilkan enzim, mikroba juga
memerlukan mineral sebagai aktivator enzim seperti Mn 2+, Mg2+, Ca2+, dan lain-lain.
Menurut Wibowo (2010), kadar abu berhubungan erat dengan kadar serat suatu
bahan pangan. Kadar serat dan abu mempunyai hubungan yang positif, tingginya serat kasar
akan berpengaruh positif terhadap kadar abu suatu bahan pangan.

5

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa terjadi fluktuasi kadar serat kasar mocaf
merah. Penambahan 10% angkak dapat menurunkan kadar serat kasar mocaf merah namun
pada pemberian 14% angkak tidak memberi pengaruh bila dibandingkan dengan kadar serat
kasar kontrol (tepung singkong). Penambahan angkak 18% dan 22% berpengaruh selama
proses fermentasi yaitu terjadi penurunan kadar serat kasar mocaf merah. Proses fermentasi
mocaf merah dimulai denga beberapa tahap termasuk pencucian dan pengukusan. Patty dkk.
(2014) mengemukakan bahwa pada saat pengukusan, uap air berdifusi masuk ke dalam
substrat secara perlahan dan larut sehingga komponen se rat yang terkandung oleh substrat
atau bahan menurun. Andayani & Indriati (2012) menyatakan bahwa penurunan kandungan
serat kasar dimungkinkan karena enzim yang dihasilkan oleh Monascus sp. seperti maltase,
lipase, dan ribonuklease mendegradasi bahan organik. Berdasarkan SNI Mocaf (2011) bahwa
kadar serat maksimum yaitu sebesar 2,0%, hal ini berarti kadar serat mocaf merah termasuk
cukup tinggi berkisar antara 8 – 14%. Hal ini berdasarkan Rahmadi (2003), bahwa fase
pertumbuhan mikroorganisme mencapai fase pertumbuhan diperlambat menyebabkan
kesempatan mikroorganisme mendegradasi komponen serat lebih terbatas.
Mulia dkk. (2016) menyatakan bahwa banyaknya serat kasar yang dikandung suatu
bahan pangan menyebabkan sel dinding yang kuat dan akibatnya daya cerna pangan menjadi
rendah. Daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kadar serat dalam
pangan, komposisi penyusun serat kasar, dan aktivitas mikroorganisme.
Berdasarkan Tabel 1, pemberian angkak 10% dapat meningkatkan kadar lemak mocaf
merah bila dibandingkan dengan kontrol. Namun pemberian 14 – 22% angkak tidak memberi
pengaruh terhadap kadar lemak mocaf merah. Rahmadi (2003) menyatakan bahwa
peningkatan kandungan lemak karena terjadi peningkatan jumlah mikroorganisme selama
proses fermentasi berlangsung sehingga meningkatnya aktivitas dalam mendegradasi bahan
organik menjadi asam lemak. Selama proses fermentasi berlangsung, mikroorganisme
melakukan biosintesis asam lemak de novo yang berasal dari pemecahan karbohidrat yang
mudah terfermentasi. Kurniati dkk. (2012) menyatakan bahwa kenaikan kadar lemak
disebabkan mikroorganisme dapat memproduksi minyak mikroba selama proses fermentasi.
Mikroorgnasime, seperti setiap sistem sel hidup lainnya, menghasilkan lipid atau lemak. Inilah
yang disebut dengan spesies berminyak. Enzim lipase memecahkan lemak menjadi asam lemak
dan gliserol, kemudian asam lemak dan gliserol digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan
(Kurniawan dkk., 2016).
Pada proses fermentasi, kandungan karbohidrat mocaf merah menurun seiring
bertambahnya konsentrasi angkak hingga 14%. Pada penambahan angkak 18% tidak
berpengaruh lagi bahkan kandungan karbohidrat pada mocaf merah 22% tidak ada beda nyata
dengan mocaf dengan angkak 10%. Dalam Rahmadi (2003) menyatakan bahwa perubahan
utama selama fermentasi ditunjukkan oleh menurunnya kadar karbohidrat. Selama proses
fermentasi, mikroorganisme melakukan biosintesis asam lemak de novo yang berasal dari
pemecahan karbodirat yang mudah terfermentasi. Karbohidrat akan dipecah menjadi glukosa
dan kemudian akan terbentuk energi yang digunakan bagi pertumbuhan dan aktivitas kapang
(Mirwandhono dkk., 2006). E zi α-a ilase da α-glukosidase merupakan enzim yang bekerja

6

dalam pencernaan karbohidrat menjadi glukosa. E zi α-amilase mempunyai spesivitas
e oto g ikata α-1,4 glikosida pada pati secara acak dan tidak akan memotong cabang yang
e iliki ikata α-1,6-glikosida. Gula-gula sederhana yang terbentuk akan dialihkan untuk
produksi pigmen angkak yang merupakan metabolit sekunder (Samudra dkk., 2015; Jenie dkk.,
1994). Amilase merupakan enzim yang mempunyai kemampuan memecahkan ikatan glukosida
pada poli er pati. Beberapa kelo pok e zi a ilase adalah α -a ilase, β-amilase, dan γamilase (Nangin & Sutrisno, 2015).
Proses fermentasi berpengaruh terhadap kandungan protein mocaf merah.
Dibandingkan dengan tepung singkong, protein
mocaf merah meningkat seiring
bertambahnya konsentrasi angkak. Selama proses fermentasi berlangsung, semakin banyak
mikroorganisme atau kapang yang dapat menguraikan substrat dan enzim dihasilkan juga
berbanding lurus dengan pertumbuhan kapang. Peningkatan jumlah enzim dan populasi
kapang akan meningkatkan kandungan protein hasil fermentasi sebab enzim juga disebut juga
protein (Ardiansyah dkk., 2014). Monascus sp. menghasilkan enzim protease selama proses
fermentasi berlangsung yang menyebabkan kenaikan kadar protein mocaf merah. Peningkatan
kandungan protein mocaf merah disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah
mikroorganisme yang berperan sebagai single cell protein (SCP), yaitu protein yang didapat
dari mikroorganisme (Purwanto, 2011; Tandianto dkk., 2014). Peningkatan jumlah mikroba
atau penggandaan mikroba ini saat mikroba berada pada pertumbuhan fase log, pada fase ini
mikroba menghasilkan enzim untuk mensintesis substrat dan pada kondisi yang optimal
populasi sel mikroba akan berlipat (Kurniawan dkk., 2016).
Pada proses fermentasi dengan konsentrasi angkak 18% dan 22% angkak tidak
memberi pengaruh terhadap peningkatan kandungan protein mocaf merah. Artinya bahwa
fase laju kerja kapang dalam meningkatkan protein telah mencapai titik optimum pada
penambahan angkak 14%. Mirwandhono dkk. (2006) mengatakan bahwa proses degradasi
protein karena jamur telah mencapai fase pertumbuhan eksponensial sehingga laju
pertumbuhan populasi kapang mulai mengalami penurunan.
Uji kualitatif asam sianida (HCN) mocaf merah menunjukkan hasil uji yang negatif. Uji
kualitatif HCN dilakukan juga pada singkong segar, singkong setelah dicuci dan singkong
setelah dikukus. Hasil uji menunjukkan bahwa singkong segar dan singkong setelah direndam
kurang lebih 10 menit lalu dibilas dengan air bersih positif masih positif HCN namun ada
perbedaan warna. Singkong segar lebih perubahan warna (mengindikasi bahwa positif HCN)
yang terjadi lebih mencolok dibandingkan dengan singkong setelah dicuci. Irzam & Harijono
(2014) menyatakan bahwa HCN bersifat mudah larut dalam air. Air akan menyebabkan
senyawa linamarin terhidrolisis dan memebentuk asam sianida yang larut dalam air. Ketika air
rendaman dalam beberapa menit dibuang, HCN yang larut dalam air akan ikut terbuang
bersama dengan air sehingga kadar HCN makin berkurang dibandingkan dengan HCN yang ada
pada singkong segar. Pada singkong setelah dikukus, uji HCN menunjukkan hasil uji negatif.
Marniza dkk. (2011) menyatakan bahwa kandungan HCN dapat dihilangkan atau dikurangi
jumlahnya dengan perlakuan pengeringan, pemotongan, perendaman, pengukusan dan
fermentasi. Proses pengeringan berperan mengurangi kadar HCN. HCN bersifat volatil yang

7

mudah menguap pada suhu ruang karena mempunyai titik didih rendah yaitu 25,70 0C. Proses
pengeringan dengan suhu 55 0 C menyebabkan linamarin banyak yang rusak dan hidrogen
sianidanya banyak yang terbuang keluar sehingga HCN pada tepung fermentasi ubi kayu pun
berkurang.
Pada uji kualitatif HCN tepung mocaf merah menunjukka hasil uji negatif. Proses
fermentasi berpengaruh terhadap kandungan HCN yang ada pada singkong segar. Mikroba
e ghasilka e zi li a arase (β-glukosidase) yang berperan penting dalam memecahkan
linamarin, sehingga banyak asam sianida yang dibebaskan hingga menjadi berkurang hingga
hingga bebas asam sianida. Sela a proses fer e tasi proses hidrolisis dilakuka oleh βglukosidase pada glukosa sianogenik menghasilkan sebagian gula dan hidroksinitril yang akan
kembali terpisahkan menjadi sianida dan campuran karbonil (ketosa dan aldosa) (Irzam &
Harijono, 2014).
SIMPULAN
Angkak berpengaruh terhadap kandungan gizi mocaf merah. Kandungan gizi optimum
diperoleh pada mocaf merah yang difermentasi dengan 14% angkak. Kadar gizi yang diperoleh
menunjukkan kadar air 8,59 ± 2,15%; kadar abu 2,35 ± 0,31%; kadar serat kasar 12,42 ± 1,72%;
kadar lemak 3,24 ± 1,06%; karbohidrat 34,78 ± 4,65%; dan kadar protein 5,32 ± 0,96%. Uji
kualitatif HCN mocaf merah menghasilkan hasil uji negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, A.Z., Devi, C., & Adeline., 2013. Development of Noodles Based on Cassava Flour. J. Eng.
Technol. Sci., 45(1), pp.97-111
Andarwulan, N., & Faradilla, R.F., 2012. Merah Angkak. Dalam Pewarna Alami untuk Pangan
(Hal. 10-19). Bogor: SEAFAST Centre institut Pertanian Bogor
Ardiansyah., Mulyani, S., & Fridarti., 2014. Perubahan Kandungan Nutirsi Pelepah dan Daun
Sawit Melalui Fermentasi dengan Kapang Phanerocaete chryscoporium. Jurnal
Penelitian. Universitas Taman Siswa: Padang
Bintanah, S., & Handarsari, E., 2014. Komposisi Kimia dan Organik Formula Nugget Berbasis
Tepung Tempe dan Tepung Ricerban. Indonesian Journal of Human Nutrition, 1, pp.5770
Darmawan, M.R., Andreas, P., Jos, B., & Sumardiono, S., 2013. Modifikasi Ubi Kayu dengan
Proses Menggunakan Starter Lactobacillus casei untuk Produk Pangan . Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri, 2(4), pp.137-145
Ferawati, P., Suhaidi, I., & Lubis, Z., 2014. Evaluasi Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori dari
Komposisi Terigu, Ubi Kayu, Kedelai, dan Pati Kentang dengan Penambahan Xanthan
Gum. J. Rekayasa Pangan dan Pert., 2(1), pp.76-84

8

Irzam, F.M., & Harijono., 2014. Pengaruh Penggantian Air dan Penggunaan NaHCO 3 dalam
Perendaman Ubi Kayu Iris (Manihot esculenta Crantz) Terhadap Kadar Sianida pada
Pengolahan Tepung Ubi Kayu. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(4), pp.188-199
Kurniawan, H., Utomo, R., & Yusiati, L.M., 2016. Kualitas Nutrisi Ampas Kelapa (Cocos nucifera
L.) Fermentasi Menggunakan Aspergillus niger. Buletin Peternakan, 40(1), pp.26-33
Kurniati, L.I., Aida, N., Gunawan, S., & Widjaja, T., 2012. Pembuatan Mocaf (Modified Cassava
FlourI) dengan Proses Fermentasi Menggunakan Lactobacillus plantarum,
Saccharomyces cereviseaeI, dan Rhizopus oryzae. Jurnal Teknik Pomits, 1(1), pp.1-6
Marniza., Medikasari., & Nurlaili. 2011., Produksi Tepung Ubi Kayu Berpotensi: Kajian
Pemanfaatan Tepung Kacang Bengkuk Sebagai Sumber Nitrogen Ragi Tempe. Jurnal
Teknologi dan Industri Hasil Pertanian, 16(1), pp.73-81
Mirwandhono, E., Bachhari, I., & Situmorang, D., 2006. Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang
Difermentasi dengan Aspergillus niger. Jurnal Agribisnis Perternakan, 2(3), pp.91-95
Mulia, D.S., Yulingsih, R.T., Maryanto, H., & Purbomartono, C., 2016. Pemanfaatan Limbah
Bulu Ayam Menjadi Bahan Pakan Ikan dengan Fermentasi Bacillus subtilis. J.Manusia
dan Lingkungan, 23(1), pp.49-57
Nadzira., Zubaidah, E., Sriherfyna, F.H., 2016. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi
Terhadap Viabilitas dan Metabolit Sekunder Ragi Angkak. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 4(2), pp.483-493
Nangin, D., & Sutrisno, A., 2015. Enzim Amilase Pemecah Pati Mentah dari Mikroba: Kajian
Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(2), pp.1032-1039
Patty, R.H., Antara, N.S., & Arnata, I.W., 2014. Pengaruh Bagian Rebung dan Perlakuan
Pendahulan Terhadap Karakteristik Tepung dari Rebung Bambu Tabah . Universitas
Udayan, Bali.
Purwanto, A. 2011., Produksi Angkak oleh Monascus purpureus dengan Menggunakan
Beberapa Varietas Padi yang Berbeda Tingkat Kepulenannya. Widya Warta No. 01
Tahun XXXV. ISSN 0854-1981
Rahmadi, D., 2003. Pengaruh Lama Fermentasi dengan Kultur Mikroorganisme Campuran
Terhadap Komposisi Kimiawi Limbah Kubis. J. Indon. Trop. Anim. Agric, 28(2), pp.90-94
Rasulu, H., Yuwono, S.S., & Kusnadi, J., 2012. Karakteristik Tepung Ubi Kayu Terfermentasi
Sebagai Bahan Pembuatan Sagukasbi. Jurnal Teknologi Pertanian, 13(1), pp.1-7
Samudra, A.G., Nugroho, A.E., & Husni, A., 2015. Aktivitas Inhibisi α-Amilase Karagenan dan
Senyawa Polifenol dari Eucheuma denticulantum. Media Farmasi, 12(3), pp.83-92

9

Setyawati, N.E., Muhtarudin., & Liman. 2014. Pengaruh Lama Fermentasi Trametes sp
Terhadap Kadar Bahan Kering, Kadar Abu, dan Kadar Serat Kasar Daun Nenas Varietas
Smooth cayene. Universitas Lampung, Lampung
SNI Tepung Mocaf., 2011. Tepung Mocaf. Badan Standarisasi Nasional: Jakarta
Soleman, M., 2014. Angkak Efektif Turunkan Kadar Kolesterol dan Murah.
http://obatherbal.id/detail-artikel/angkak-efektif-turunkan-kadar-kolesterol-danmurah-103.php [Diunduh 22 Juli 2015]
Steel, R., & Torie, J.H., 1989. Analisis Data Statistik Deskriptif. Surabaya: Erlangga
Sudarmadj, S., Haryono, B., & Suhardi., 1997. Prosedur Analitik untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty
Tandrianto, J., Mintoko, D. K., & Gunawam, S., 2014. Pengaruh Fermentasi pada Pembuatan
Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan Menggunakan Lactobacillus plantarum
terhadap Kandungan Protein. Jurnal Teknik Pomits, 3(2), pp.143-145
Triana, E., & Yulinery, T., 2015. Uji Toksisitas Citrin yang Dihasilkan oleh Angkak Hasil
Fermentasi Berbagai Isolat Mmirwaonascus purpureus Terhadap Larva Artemia salin
Leach. Pros. Sem. Nas. Masy. Biodiv. Indon., pp.283-288
Wibowo, A.H., 2010. Pendugaan Kandungan Nutien Dedak Padi Berdasarkan Karakteristik
Fisik. Tesis. Institut Pertanian Bogor: Bogor

10

Dokumen yang terkait