T1 232008240 Full text

PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari The Hauser Center for Nonprofit Organizations di
Universitas Harvard, Amerika Serikat, pada tahun 2000 di seluruh dunia terdapat
sekitar 1,5 juta organisasi nirlaba . Jumlah ini meningkat sangat signifikan
dibandingkan tahun 1940 yang hanya terdapat sekitar 12.000 organisasi nirlaba
(Frumklin, 2000). Sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan data Kementrian
Hukum dan HAM tahun 2009 terdapat 21.569 organisasi nirlaba yang secara
resmi terdaftar di Indonesia. Sebanyak 99% berstatus yayasan dan sisanya atau
268 memiliki status hukum perkumpulan (http://organisasi-nirlaba-rentandisusupi-pencucian-uang-dan-pendanaan teroris.htm).
Organisasi nirlaba (ONL) memiliki karakteristik yang sangat berbeda
dengan organisasi bisnis. Perbedaan karakteristik ini dapat dilihat pada PSAK No
45 tahun 2000 alinea 1 yang dengan jelas menyatakan bahwa :
“Karakteristik organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan
utama yang mendasar terletak pada cara organisasi nirlaba memperoleh sumber
daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya.
Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan
para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi
tersebut.”
Organisasi nirlaba juga memiliki tujuan yang sangat berbeda dengan
oganisasi bisnis. Organisasi nirlaba lebih bertujuan untuk menjalankan misi
organisasi bukan untuk mencari laba, sedangkan organisasi bisnis bertujuan lebih

banyak untuk mencari laba (surplus) yang sebesar-besarnya. Meskipun organisasi
nirlaba tidak berorientasi pada laba (surplus), namun organisasi nirlaba tetap
membutuhkan laba (surplus) untuk menjalankan programnya. Laba (surplus) yang

1

diperoleh itu tidaklah signifikan atau mendekati nol, dalam artian tidak surplus
dan juga tidak defisit.
Organisasi nirlaba merupakan salah satu komponen dalam masyarakat
yang peranannya terasa menjadi sangat penting sejak era reformasi. Tanpa
disadari dalam kehidupan sehari-hari semakin banyak keterlibatan organisasi
nirlaba. Misalnya saja ada banyak kegiatan masyarakat yang didanai,
dilaksanakan, dan digerakkan oleh organisasi nirlaba, misalnya saja gereja,
masjid, panti asuhan, dan LSM.
Di Amerika setiap organisasi nirlaba wajib membuat laporan keuangan
untuk kepentingan pendonor atau penyumbang. Pendonor atau penyumbang tidak
akan bersedia menyumbangkan uang mereka pada sebuah organisasi nirlaba
apabila mereka tidak mengeluarkan

laporan keuangan. Sedangkan untuk di


Indonesia ada begitu banyak organisasi nirlaba tetapi belum semua organisasi
nirlaba tersebut membuat laporan keuangan. Dikarenakan sebagian besar
organisasi nirlaba di Indonesia sebagian besar berupa yayasan sehingga dibuat UU
28/2004 yang mengatur tentang yayasan. Dalam UU 28/2004 setiap organisasi
nirlaba yang berebentuk yayasan wajib menyusun laporan keuangan tahunan yang
berupa laporan keadaan dan kegiatan dari yayasan tersebut, sedangkan untuk
organisasi nirlaba yang tidak berbentuk yayasan tidak wajib membuat laporan
keuangan. Laporan keuangan yayasan wajib diumumkan dalam surat kabar harian
berbahasa Indonesia dan wajib diaudit oleh akuntan publik apabila jumlah
bantuan yang diperoleh yayasan sebesar Rp. 500 juta dalam satu tahun buku atau
2

lebih dan mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp. 20 Miliar.
Meskipun demikian, masih saja ada organisasi nirlaba yang belum membuat
laporan keuangan. Sebagaimana telah dibahas dalam UU 28/2004 sesuai dengan
PSAK No 45, laporan keuangan yayasan adalah laporan posisi keuangan, laporan
aktivitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Pada organisasi nirlaba ada biaya yang digunakan untuk mendanai
program. Program yang dijalankan merupakan wujud dari misi yang akan dicapai

oleh organisasi nirlaba. Biaya yang digunakan untuk mendanai biaya program ini
disebut dengan biaya program. Ada begitu banyak penelitian yang telah dilakukan
mengenai biaya program. Berdasarakan General Accounting Office [GAO], 2002,
p, 8 antara tahun 1994-1998, badan amal Amerika Serikat mengalokasikan sekitar
87% dana mereka untuk program (Bowman, 2006). Sebagian besar organisasi,
menghabiskan kurang lebih 70% dari total pendapatan organisasi untuk program
atau pelayanan (Lammers, 2003). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Posnett
dan Sandler (1989), Tinkelman (1999), dan Weisbrod dan Dominguez (1986)
dalam Parsons dan Trussel (2003) disimpulkan bahwa pendonor pada organisasi
nirlaba sangat mempertimbangkan rasio biaya program yang dilaporkan oleh
organisasi yang bersangkutan. Sedangkan Hyndman (1991) dan Khumawala dan
Gordon (1997) dalam Parsons dan Trussel (2008) melaporkan perhatian utama
dari donor keuangan adalah persentase biaya yang didedikasikan untuk biaya
program.

3

Penelitian tentang biaya program kemudian juga dikaitkan dengan ukuran
organisasi. Beberapa peneliti seperti Kohler (2002) menemukan ada hubungan
yang jelas antara rasio biaya administrasi dengan ukuran organisasi yang

bersangkutan. Sargeant dan Kohler (1998) dalam Kohler (2002) juga
menunjukkan bahwa ukuran organisasi adalah faktor yang dominan terhadap
biaya administrasi dan struktur pengeluaran memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap rasio biaya administrasi.
Sebagian besar hasil penelitian yang telah ditemukan dilakukan di luar
negeri sedangkan, untuk Indonesia sendiri sepengetahuan penulis masih jarang
dilakukan penelitian yang meneliti tentang hubungan rasio biaya program dengan
ukuran organisasi. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian ini untuk
mengetahui lebih lanjut kebenaran hasil-hasil penelitian yang telah dijabarkan
pada badan amal atau organisasi nirlaba yang ada di Indonesia. Hal ini
dikarenakan sulitnya mendapatkan akses data laporan keuangan dari organisasi
nilaba. Hal tersebut yang menjadi alasan penulis tertarik melakukan penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antara rasio biaya program dengan ukuran organisasi pada organisasi nirlaba di
Indonesia. Dengan mengidentifikasi hubungan rasio biaya program dengan
ukuran organisasi diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai kegunaan dan manfaat dari akutansi nirlaba dan laporan keuangan.
Selain itu juga memberikan informasi kepada organisasi sektor publik dan
stakeholder mengenai hubungan rasio biaya program dengan ukuran organisasi
4


pada organisasi nirlaba, sehingga menjadikan informasi yang relevan sebagai
bahan pertimbangan selanjutnya. Selain memberikan informasi kepada organisasi
sektor publik, penelitian ini juga memberikan informasi kepada otoritas pembuat
laporan keuangan apakah dapat membuat laporan keuangan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
Penelitian ini terdiri dari lima bagian, bagian pertama berisi pendahuluan,
bagian kedua berisi telaah teoritis, bagian ketiga terdiri dari metode penelitian dan
sumber data, bagian yang keempat berisi analisis dan pembahasan bagian kelima
berisi kesimpulan dan penutup.

TINJAUAN LITERATUR
a.

Organisasi Nirlaba
PSAK No. 45 tahun 2000 mendefinisikan organisasi nirlaba sebagai
organisasi yang memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan
para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari
organisasi tersebut. Menurut Hardiyani (2009) organisasi nirlaba adalah
organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang

secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa
bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.

5

Berdasarkan PSAK Organisasi nirlaba ini memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
a. Sumber daya entitas
Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak
mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang
sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
b. Menghasilkan barang/jasa tanpa bertujuan menumpuk laba
Menghasilkan barang/jasa tanpa bertujuan menumpuk laba, kalau suatu
entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada
para atau pemilik entitas tersebut.
c. Tidak ada kepemilikan
Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti
bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan
atau ditebus kembali atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan
proporsi pembagian sumber daya entitas pada suatu likuidasi atau
pembubaran entitas.

Berdasarkan penggalangan dananya organisasi nirlaba dibedakan
menjadi dua, yaitu : (1) Organisasi nirlaba yang mendapat dana dari pihak
kedua dan pihak kedua tersebut dapat merasakan secara langsung manfaat
6

dari dana yang diberikan. Contoh dari organisasi nirlaba ini adalah sekolah,
universitas, dll. (2) Organisasi nirlaba yang mendapat dana dari pihak
ketiga, sementara pihak ketiga tidak merasakan manfaat dari dana yang
diberikan tetapi yang merasakan manfaatny adalah pihak lain. Contoh dari
organisasi nirlaba ini adalah yayasan, LSM, panti asuhan, dll (Hansman,
1996).
Organisasi nirlaba bertujuan untuk melayani beberapa kelompok
stakeholders, yang anggotanya lebih luas daripada stockholders, manajer,
pegawai atau karyawan, kreditur, supplier, konsumen dan masyarakat
sekitar (Sartono, 2000). Organisasi nirlaba dapat terus bertahan hidup
dengan lama karena mereka memiliki sumber daya kas yang memadai untuk
program-program mereka, sehingga lembaga keuangan organisasi nirlaba
seringkali menekankan sumber daya finansial yang likuid dalam organisasi.
Organisasi bisnis sangat memperhatikan kas, apabila mereka dapat
menghasilkan laba mungkin mereka akan mampu membiayai kebutuhan

mereka melalui pinjaman atau investasi.
Tujuan utama bisnis nirlaba adalah menyediakan jasa kepada
masyarakat sekitarnya dan bukan memaksimumkan kemakmuran pemegang
saham.

Dalam

kondisi

demikian

maka

capital

budgeting

harus

memperhatikan beberapa faktor seperti program dari organisasi nirlaba yang

dibiayai dari donatur (Sartono, 2000).

7

b.

Rasio Biaya Program
Biaya program adalah total biaya yang dihabiskan untuk menjalankan
suatu program atau suatu proyek (Hager, 2001). Sedangkan rasio biaya
program didefenisikan sebagai persentase dari total biaya yang digunakan
untuk program (Parsons dan Trussel, 2008). Dalam Parsons dan Trussel
(2008) rasio biaya program ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Baber et al. (2001) dalam Parsons dan Trussel (2008) menggunakan
rasio biaya program sebagai alternatif variabel harga. Baber et al. (2001)
dalam Parsons dan Trussel (2008) menyatakan bahwa rasio biaya program
dapat menunjukkan strategi penggalangan dana pada organisasi nirlaba.
Baber et al. (2001) dalam Parsons dan Trussel (2008) juga menemukan
bahwa rasio biaya program berkorelasi positif dengan pendapatan.
Sedangkan Roberts et al. (2006) dalam Parsons dan Trussel (2008)

menggunakan rasio program untuk menilai efisiensi manajer organisasi
nirlaba untuk menilai perubahan yang terjadi pada sumber daya pada
organisasi.
Secara khusus, badan amal mungkin saja memiliki insentif untuk
memanipulasi rasio biaya program karena pendonor beranggapan bahwa
rasio biaya program ini menjadi dasar dalam membuat suatu keputusan
apakah turut memberikan kontribusi atau tidak (Greenlee & Brown, 1999;
Tinkelman, 1999; Weisbrod & Dominguez, 1986, dalam Trussel (2003)).
8

Rasio biaya administrasi merupakan kebalikan dari rasio biaya
program (Parsons dan Trussel, 2008). Parsons dan Trussel

(2008)

menunjukkan bahwa rasio biaya administrasi berkorelasi negatif dengan
sumbangan. Greenlee dan Trussel (2000) dalam Parsons dan Trussel (2008)
mengilustrasikan organisasi akan lebih stabil (dengan rasio administrasi
yang tinggi) kurang rentan terhadap kerentanan keuangan. Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Greenlee dan Brown (1999) dalam Parsons dan Trussel

(2008), ditemukan bahwa donor lebih memilih untuk menyumbangkan
uangnya pada organisasi nirlaba yang memiliki rasio administrasi yang lebih
rendah. Penelitian yang dilakukan Greenlee dan Brown (1999) dalam
Parsons dan Trussel (2008) ini membantah hasil penelitian yang dilakukan
oleh Tuckman dan Chang (1991) dalam Parsons dan Trussel (2008) yang
menyimpulkan bahwa organisasi nirlaba dengan rasio yang lebih rendah
akan rentan terhadap krisis keuangan.
c.

Hubungan Rasio Biaya Program dengan Ukuran Organisasi
Rasio biaya program memiliki hubungan dengan ukuran organisasi.
Ukuran organisasi dapat diukur dengan menggunakan total pendapatan
organisasi nirlaba. Saat perusahaan memiliki total pendapatan yang kecil,
maka organisasi nirlaba memiliki ukuran yang kecil. Sedangkan apabila
organisasi nirlaba memiliki total pendapatan yang semakin besar, maka
semakin besar pula ukuran organisasi nirlaba tersebut.

9

Rasio biaya administrasi merupakan kebalikan dari rasio biaya
program (Parsons dan Trussel, 2008). Temuan Wise (1997) dalam Kohler
(2002) menunjukkan bahwa sebuah badan amal yang besar memiliki rasio
biaya administrasi yang lebih rendah daripada badan amal yang lebih kecil.
Dengan demikian dapat dikatakan apabila sebuah badan amal besar
memiliki rasio biaya administrasi yang rendah dan rasio biaya program yang
tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh skala ekonomi. Sampel analisis yang
digunakan terdiri dari tujuh puluh lima badan amal yang terdapat pada
Henderson Top 2000 Charities (1994), Wise (1997) dalam Kohler (2002)
menyatakan bahwa rasio biaya administrasi dari 75 sampel tersebut sangat
dipengaruhi oleh ukuran.
Kohler (2002) dalam temuannya juga menemukan ada hubungan yang
jelas antara rasio biaya administrasi dengan ukuran organisasi yang
bersangkutan. Sargeant dan Kohler (1998) dalam Kohler (2002) juga
menunjukkan bahwa ukuran adalah faktor yang dominan terhadap biaya
administrasi dan struktur pengeluaran memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap rasio biaya administrasi.
Dalam penelitiannya Rooney, Hager, dan Pollak (2003) dalam
Bowman (2006) berhasil memberikan bukti bahwa (a) biaya administrasi
berbanding terbalik dengan ukuran organisasi, (b) sebagai sebuah organisasi
tumbuh menjadi semakin besar, maka biaya administrasi juga akan
meningkat relatif terhadap total biaya. Hynmand dan McKillop (1999)
10

dalam penelitiannya membagi organisasi nirlaba CAF Top 500 Charities
menjadi lima kelompok yang didasarkan berdasarkan ukuran dan total
pendapatan yang diterima. Perbedaan rasio biaya administrasi yang
signifikan ditemukan antara kelompok dengan efek skala yang besar
daripada kelompok yang skalanya lebih kecil.
Berdasarkan argumen diatas, maka peneliti menduga bahwa semakin
besar rasio biaya program suatu organisasi maka semakin besar pula ukuran
organisasi tersebut. Oleh karena itu, hipotesis yang akan diuji dalam
penelitian ini adalah :
Ha = Terdapat hubungan yang positif antara rasio biaya program dengan
ukuran organisasi.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini data yang digunakan penulis adalah data sekunder
yaitu berupa laporan keuangan organisasi nirlaba antara tahun 1999 sampai
dengan tahun 2010 yang sudah diaudit. Laporan keuangan organisasi nirlaba
diperoleh penulis dari pusat data Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Kristen Satya Wacana. Jenis organisasi nirlaba yang akan diteliti penulis bukan
organisasi nirlaba yang memperolah dana dari penerima manfaat secara langsung
tetapi organisasi nirlaba yang menerima dana atau sumbangan dari pihak ketiga
dan tetapi digunakan untuk pihak yang lain yang membutuhkan.

11

Laporan keuangan yang sudah didapat dari masing-masing organisasi
nirlaba kemudian dihitung rasio biaya programnya. Dalam Parsons dan Trussel
(2008) rasio biaya program dihitung dengan menggunakan rumus:

Dari laporan keuangan yang sudah didapat dari masing-masing organisasi
nirlaba yang menjadi indikator dari ukuran organisasi adalah total pendapatan dari
organisasi tersebut.
Rasio biaya program yang telah dihitung kemudian diuji dengan
menggunakan pengujian statistik deskriptif. Setelah dilakukan pengujian statistik
deskriptif selanjutnya akan dilakukan pengujian korelasi untuk mengetahui ada
atau tidak adanya hubungan antara rasio biaya program dengan ukuran organisasi.
Selanjutnya akan dilakukan pengujian atas hipotesis sementara yang telah
diajukan. Penelitian ini menggunakan pengujian non-parametrik dengan korelasi
spearman dikarenakan dari 21.569 organisasi nirlaba penelitian ini hanya
menggunakan 71 organisasi nirlaba. Apabila dibandingkan dengan banyaknya
jumlah organisasi nirlaba awal maka jumlah organisasi yang digunakan dalam
penelitian ini masih kurang representatif.
Hipotesis diterima apabila signifikansi dari pengujian yang telah dilakukan
lebih kecil dari tingkat signifikansi. Dan hipotesis ditolak apabila signifikansi dari
pengujian yang dilakukan lebih besar dari tingkat signifikansi.

12

ANALISIS DATA
Dalam bab ini akan disajikan hasil dari analisis terhadap data yang
diperoleh untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara rasio biaya
program dengan ukuran organisasi nirlaba di Indonesia. Untuk mengetahui ada
atau tidaknya hubungan tersebut, maka penelitian ini menggunakan pengujian
korelasi.
Sebelum dilakukannya pengujian, yang pertama sekali dilakukan peneliti
adalah melakukan pengumpulan data. Data yang digunakan adalah berupa laporan
keuangan tahunan dari masing-masing organisasi nirlaba. Data yang diperoleh
dari pusat data Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana,
diperoleh 71 organisasi nirlaba dengan jumlah laporan keuangan sebanyak 220
tahun pelaporan. Dari data yang diperoleh di dalamnya terdapat 26 organisasi
nirlaba yang bergerak di bidang sosial baik sosial ekonomi, sosial politik, dan
bidang sosial secara umum. Selain itu terdapat 11 organisasi nirlaba yang
bergerak di bidang pendidikan yang memiliki tujuan untuk membantu
terwujudnya penelitian dan pendidikan, 5 organisasi nirlaba yang bergerak dalam
bidang lingkungan hidup baik dalam pelestarian hutan maupun pelestarian satwa
yang ada di dalam hutan misalnya saja orang utan. Dari data yang ada terdapat
juga 17 organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang penyaluran zakat, 10
organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang pemerintahan. Organisasi nirlaba
tersebut biasanya bertugas untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Serta 1
organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang pengembangan UKM yang
bertujuan untuk membantu masyarakat yang ingin membuka UKM.
13

Setelah laporan diperolah maka langkah selanjutnya adalah menghitung
rasio biaya program dari masing-masing laporan keuangan tahunan organisasi
nirlaba tersebut. Rasio biaya program dihitung dengan menggunakan rumus:

Rasio biaya program yang telah dihitung akan digunakan penulis sebagai
data dalam menganalisis penelitian ini.
Analisis statistik yang pertama sekali dilakukan peneliti adalah analisis
statistik deskriptif. Analisis statistik deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui
gambaran mengenai variabel yang akan diteliti. Dalam penelitian ini ada dua
variabel penelitian yang akan dianalisis statistik deskriptif yaitu rasio biaya
program dan ukuran organisasi. Berikut ini adalah hasil analisis statistik deskriptif
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Rasio Biaya Program
Jumlah Minimum Maksimum Rata-Rata
220
0.028
1.000
0.72797

Rasio Biaya
Program
Valid
220
Sumber : Data Sekunder diolah, 2012

Standar Deviasi
0.231755

Dalam tabel 4.1 menunjukkan bahwa dalam hasil pengujian ini ada
perbedaan yang sangat signifikan antara rasio biaya program minimum, rasio
biaya program maksimum dan rata-rata rasio biaya program. Apabila dilihat nilai
rata-rata sebesar 0,72797, nilai rasio biaya program minimum sebesar 0,028, dan
nilai maksimum rasio biaya program sebesar 1,000 dengan nilai standar deviasi
sebesar 0,231755 menunjukkan bahwa adanya penyimpangan besar yang terjadi,
14

yaitu adanya yayasan yang memiliki rasio biaya program sebesar 1,000 sebanyak
13 yayasan dan ada 1 yayasan yang memiliki rasio biaya program yang sangat
rendah sekali yaitu sebesar 0,028. Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan ratarata 72% organisasi nirlaba di Indonesia menggunakan sebagian besar total biaya
yang dikeluarkan untuk menjalankan misi atau menjalankan program.
Berdasarkan data, penulis juga menyimpulkan bahwa organisasi nirlaba atau
yayasan yang bergerak dalam bidang sosial dan pemerintahan

dapat

menghabiskan 100% (semua biaya) mereka untuk menjalankan program. Hal ini
disebabkan karena bidang sosial dan pemerintahan ini yang mampu menjalankan
misi hingga ke pelosok daerah sedangkan sektor swasta sebagai donatur karena
sektor swasta tidak akan mau menghabiskan banyak biaya apabila tidak
menghasilkan keuntungan.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Ukuran Organisasi
Ukuran
Organisasi
Valid

Jumlah
220

Minimum
31.532.680

Maksimum
723.736.713.818

Rata-Rata
25.437.405.118,51

Standar Deviasi
84.615.353.899,78

220

Sumber : Data Sekunder diolah, 2012
Dalam tabel 4.2 hasil pengujian statistik deskriptif ukuran organisasi
nirlaba dan yayasan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara
ukuran organisasi minimum, ukuran organisasi maksimum dan rata-rata ukuran
organisasi. Apabila dilihat dari total pendapatan minimum sebesar Rp.
31.532.680, total pendapatan maksimum sebesar Rp. 723.736.713.818 dan dengan
standar deviasi total pendapatan sebesar Rp. 84.615.353.899,78, menunjukkan
bahwa ada penyimpangan pada data. Misalnya saja ada yayasan yang memiliki
15

total pendapatan ratusan miliar dimiliki oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat
Amungme dan Kamoro (LPMAK) untuk laporan keuangan tahun 2003 sampai
dengan tahun 2009 dan Sampoerna Foundation untuk laporan keuangan tahun
2009, dan ada juga satu yayasan yaitu Yayasan Zakat Membangun (YAZAM)
yang memiliki total pendapatan yang terlalu kecil sebesar Rp. 31.532.680. Dari
hasil pengujian ini dapat pula disimpulkan bahwa organisasi nirlaba atau yayasan
yang besar akan mendapat donor atau donatur dari perusahaan besar pula dan
organisasi atau yayasan yang berukuran kecil akan sulit untuk mendapatkan
donatur dari perusahaan besar. Hal ini dikarenakan sektor swasta memiliki tujuan
khusus apabila menyumbangkan dananya kepada yayasan yang berukuran besar.
Pengujian analisis statistik deskriptif saja tidak cukup untuk
mengetahui hubungan rasio biaya program dengan ukuran organisasi pada
organisasi nirlaba di Indonesia. Maka dilakukan tahap analisis selanjutnya
yaitu dengan melakukan analisis korelasi spearman. Analisis korelasi spearman
dilakukan untuk mengetahui hubungan kedua variabel tersebut. Berikut ini
adalah hasil korelasi spearman antara rasio biaya program dengan ukuran
organisasi yang dilihat dari total pendapatan.
Tabel 4.3
Hubungan Antara Rasio Biaya Program dengan Ukuran Organisasi
Rasio Biaya
Ukuran
Program
Organisasi
Rasio Biaya
Spearman
1,000
-0,013
Program
Correlation
Sig. (2-tailed)
0,849
N
220
220
Sumber : Data sekunder diolah, 2012
16

Dilihat dari tabel 4.3 hasil pengujian hubungan antara rasio biaya
program dengan ukuran organisasi dari 71 organisasi nirlaba dan yayasan
adalah sebesar -0,013. Dengan hasil signifikansi sebesar 0,849 lebih besar dari
tingkat signifikansi yang digunakan yaitu sebesar 0,05 (5%). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa rasio biaya program dengan ukuran organisasi tidak
memiliki hubungan. Sehingga hipotesis yang diajukan peneliti yang
menyatakan ada hubungan positif antara rasio biaya program dengan ukuran
organisasi ditolak. Penulis menduga hasil penelitian ini ditolak karena adanya
indikasi manipulasi pada pelaporan keuangan yaitu dengan memasukkan
bagian yang merupakan biaya administrasi ke biaya program, sehingga biaya
administrasi menjadi sedikit sedangkan biaya program semakin besar.
Dengan tidak ditemukannya hubungan antara rasio biaya program
dengan ukuran organisasi, maka hasil penelitian ini menolak hasil temuan
Kohler (2002) yang dalam temuannya menemukan ada hubungan yang jelas
antara rasio biaya administrasi dengan ukuran organisasi yang bersangkutan.
Dan juga dalam temuan Sargeant dan Kohler (1998) dalam Kohler (2002) yang
menunjukkan bahwa ukuran adalah faktor yang dominan terhadap biaya
administrasi dan struktur pengeluaran memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap rasio biaya administrasi. Hasil penelitian ini juga menolak hasil
penelitian Baber et al. (2001) dalam Parsons dan Trussel (2008) yang
menemukan bahwa rasio biaya program berkorelasi positif dengan pendapatan.

17

Hasil penelitian ini juga sangat bertolak belakang dengan hasil temuan
Baber et al. (2001) dalam Parsons dan Trussel (2008) juga menemukan bahwa
rasio biaya program berkorelasi positif dengan pendapatan.
KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN dan SARAN
Penelitian ini membahas hubungan antara rasio biaya program dengan
ukuran organisasi pada organisasi nirlaba di Indonesia. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan analisis korelasi spearman untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara kedua variabel tersebut yang sebelum dilakukan pengujian korelasi
dilakukan analisis statistik deskriptif.
Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebanyak 71 organisasi
nirlaba dengan 220 tahun laporan keuangan. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa rata-rata 72% organisasi nirlaba atau yayasan menggunakan sebagian besar
biaya untuk membiayai program. Selain itu organisasi nirlaba atau yayasan
berukuran besar akan dengam mudah mendapatkan donatur.
Berdasarkan pengujian dengan menggunakan korelasi spearman, dan hasil
pengujian hubungan antara rasio biaya program dengan ukuran organisasi tidak
memiliki hubungan. Hasil dari pengujian ini menolak hasil temuan Kohler (2002)
yang menyatakan adanya hubungan antara rasio biaya program dengan ukuran
organisasi. Selain itu menolak temuan Baber et al. (2001) dalam Parsons dan
Trussel (2008) juga menemukan bahwa rasio biaya program berkorelasi positif
dengan pendapatan.

18

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu jumlah sampel yang diteliti
masih kurang, untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menembah
sampel yang akan diteliti. Yang kedua, organisasi nirlaba yang diteliti masih
beragam ukuran sehingga menyebabkan adanya perbedaan yang sangat jauh
sekali, untuk penelitian selanjutnya sebaiknya mengelompokkan besaran
organisasi nirlaba menjadi 3 kelompok misalnya, sehingga tidak ada organisasi
yang terlalu besar dan terlalu kecil. Yang ketiga, laporan keuangan yang diteliti
masih ada yang belum sesuai dengan standar PSAK N0. 45 sehingga ada
organisasi yang membuat laporan keuangan berdasarkan standar yang
dikembangkan sendiri oleh pihak organisasi, untuk penelitian selanjutnya
organisasi nirlaba yang akan diteliti sebaiknya organisasi yang laporan
keuangannya sesuai dengan PSAK No. 45. Yang keempat, tahun laporan dan
jumlah tahun setiap laporan keuangan organisasi nirlaba masih berbeda-beda,
untuk penelitian selanjutnya organisasi nirlaba yang diteliti sebaiknya
organisasi nirlaba yang tahun pelaporan dan jumlah tahun pelaporan
keuangannya sama dan jumlahnya sama.

19

DAFTAR PUSTAKA

Bowman, (2006), “Should Donors Care About Overhead Costs? Do They
Care?”, Nonprofit and Voluntary Sector Quartely, Vol. 35, No. 2.
Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,
Edisi Ketiga, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hager, Mark, A., (2003), “Current Practice in Allocation of Fundraising
Expenditures”, Newdirection for Philantropic Fundraising No. 41.
Hansman, Henry, 2000, The Ownership of Enterprise, First Harvard
UniversityPress Paperback Edition, London.
Hardiyani, Puspita Rachmawati., 2009. Profil Kinerja Keuangan Organisasi
Nirlaba di Indonesia. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas
Kristen Satya Wacana.(Tidak Dipublikasikan).
Ikatan Akuntan Indonesia, 2000, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
No.45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba.
Kȁhler, J., (2002), “The Size Effect in The Administration Costs of Charities”,
The European Accounting Riview 2002, 11:2, 215-243.
Lammers, Jennifer, A., (2003), “Know Your Ratios? Everyone Else Does”, The
Nonprofit Quarterly, Vol. 10, No. 1.
Nainggolan, Pahala, 2005, Manajemen
Jogjakarta : USC-Satunama

Keuangan

Lembaga

Nirlaba,

Parsons, L. M., & Trussel, J. M., (2008), “Financial Reporting Factors Affecting
Donation to Charitable Organization”, Advances in Accounting, Vol. 23,
No. 263-285.
Pemerintah Republik Indonesia, Undang - Undang
tentang Yayasan

No. 28 Tahun 2001

Peter Frumkin, “The Long Recoil from Regulation: Private Philanthropic
Foundations and the Tax Reform Act of 1969”. The American Review of
Public Administration , 28 (3):266-286 (1998).
Sartono, Agus. 2000. Manajemen Keuangan. Yogyakarta. BPFE
Trussel, John, 2003, “Revisting The Prediction of Financial Vulnerability”,
Nonprofit Managemen and Leadership 13 (1) : (17-31)
Trussel, J.M., (2003), Assesing Potential Accounting Manipulation : “The
Financial Characteristics of Charitable Organizations With Higher
1

Than Expected Program-Spending Ratios”, Nonprofit and Voluntary
Sector Quarterly, Vol. 32 No. 4.
Wing, K., & Hager, M. A. (2004). The quality of financial reporting by
nonprofits: Findings and implications [Brief #4 from the Nonprofit
Overhead Cost Project series]. Washington, DC: Urban Institute.

2