Observation Report 2 MIN 1 indo

Desain Pembelajaran PMRI Kedua:” Sedotan, Korek Api, dan Konsep Pengukuran
Panjang“
Achmad Dhany Fachrudin1
Ummy Salmah2, dan Sitti Busyrah3
International Master Program on Mathematics Education (IMPoME 2012)
email: [email protected], [email protected], [email protected]

I. Pendahuluan
Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar
siswa. Hal ini tampak dari banyaknya siswa yang tidak begitu menyukai pelajaran
matematika. Kesulitan itu sebenarnya muncul karena kurangnya pemahaman siswa
terhadap konsep matematika. Bahkan beberapa temuan menunjukkan bahwa pengajaran
matematika

banyak

memberikan

penekanan

pada


keterampilan

prosedural

dan

menyebabkan siswa hanya memahami matematika tanpa penalaran (Yuwono, 2007). Di
kelas, kebanyakan guru pun masih menggunakan pembelajaran konvensional. Di mana
suatu konsep matematika hanya disampaikan begitu saja tanpa dikaitkan dengan
pengalaman siswa. Sementara matematika menghendaki mereka berpikir logis, cermat, dan
teliti.
Pada dasarnya, pembelajaran matematika akan bermakna jika pembelajaran tersebut
dikaitkan dengan dunia nyata siswa. Untuk menjadikan pembelajaran matematika lebih
bermakna, maka siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali matematika di
bawah bimbingan orang dewasa (Gravemeijer; 1994). Hal ini didukung pula oleh pendapat
de Lange (1995) bahwa, proses penemuan kembali harus dikembangkan melalui
penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru
seharusnya tidak menjadi pusat pembelajaran melainkan siswalah yang menjadi pusat
pembelajaran, sehingga siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika

yang sudah jadi (passive receiver of ready-made mathematics). Oleh karena itu, Pendekatan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang mengaitkan konsep matematika dengan dunia
nyata siswa dianggap tepat untuk diterapkan.

Pada kesempatan kali ini peneliti mengembangkan desain pembelajaran untuk materi
pengukuran dengan sub materi pengukuran panjang. Desain pembelajaran kali ini
diterapkan pada siswa kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Palembang. Desain
pembelajaran dikembangkan dengan mengacu pada pendekatan PMRI. Dengan
menggunakan pendekatan PMRI, pembelajaran dimulai dengan masalah yang berasal dari
lingkungan siswa sendiri. Pada pembelajaran kali ini, peneliti menggunakan korek api dan
pipet sebagai alat ukur tidak baku untuk mengukur beberapa benda yang ada di sekitar
mereka, seperti meja, bangku, jendela, dan buku cetak matematika.
Berikut adalah tahapan yang dilakukan oleh peneliti dalam pelaksanaan
pembelajaran pada materi pengukuran panjang di kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1
Palembang.

II. Desain Pembelajaran
Adapun tahapan yang dilakukan adalah Preliminary design (analisis kurikulum dan
penentuan indikator dan tujuan pembelajaran), dilanjutkan dengan penerapan/ uji coba
desain (teaching experiment) dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah

dilakukan (analisis retrospektif/ retrospektive analysis) yang akan dideskripsikan sebagai
berikut.
1. Preliminary Design
Pada tahap ini langkah awal yang dilakukan peneliti adalah melakukan analisis
kurikulum untuk menentukan materi yang akan diajarkan, merumuskan tujuan dan
indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran, menentukan konteks yang sesuai
dengan materi yang akan diajarkan, serta menyusun perangkat pembelajaran berupa
RPP dan LKS yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran di kelas nantinya.
Berdasarkan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran matematika (Ibu Tartila),
maka materi yang akan diajarakan adalah materi pengukuran panjang dengan
kompetensi dasar yaitu menggunakan alat ukur panjang tidak baku dan baku yang
sering digunakan. Adapun indikator yang akan dicapai adalah mengukur panjang benda
dengan satuan baku dan tidak baku. Untuk menunjang agar kegiatan pembelajaran
berlangsung dengan baik, maka guru bersama dengan peneliti merancang RPP dan LKS

yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan, sekaligus menyusun skenario
pembelajaran dengan menerapkan pendekatan PMRI.
Penyusunan RPP, LKS dan skenarion pembelajaran yang akan diterapkan di
kelas dilakukan beberapa hari sebelum pelaksanaan pembelajaran dilakukan. Diskusi
dilaksanakan sebanyak dua kali. Pada diskusi pertama guru mitra dan peneliti

merancang skenarion pembelajaran yang tepat dan memilih konteks yang sesuai untuk
mengajarkan konsep pengukuran panjang. Pada diskusi tahap awal ini guru mitra dan
peneliti sepakat untuk menggunakan konteks mengukur tinggi badan sebagai jembatan
siswa untuk memahami konsep pengukuran panjang. Pada diskusi tahap kedua, draft
RPP dan LKS yang telah peneliti siapkan kembali didiskusikan. Begitu pula dengan
skenario pembelajaran awal yang telah didiskusikan sebelumnya. Ibu Tartila selaku
guru mitra memberikan beberapa masukan dan revisi pada LKS dan RPP yang telah
peneliti susun sebelumnya. Setelah diskusi tahap dua ini selesai, skenario pembelajaran
yang telah didiskusikan membagi aktivitas siswa ke dalam beberapa aktivitas.
Kegiatan pembelajaran dibagi ke dalam beberapa aktivitas, yaitu sebagai
berikut:
a. Aktivitas 1: Siswa diperkenalkan ke dalam konteks permasalahan yang
berkaitan dengan konteks pengukuran panjang.
Pada aktivitas ini siswa diingatkan kembali tentang pengukuran tinggi badan
yang biasanya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan untuk
mengarahkan siswa kepada konsep pengukuran panjang. Apa yang biasanya
orang lakukan saat mengukur tinggi badan dan alat apa yang biasa
digunakan.
b. Aktivitas 2: Siswa diajak untuk mengukur panjang benda-benda di sekitar
mereka dengan menggunakan sedotan dan korek api.

Pada aktivitas ini, siswa diajak untuk mengukur beberapa benda di kelas,
yaitu buku cetak, meja, bangku, dan jendela kelas. Sebagai alat ukur tidak
baku, disediakanlah sedotan dan korek api. Dengan menggunakan kedua
benda tersebut, mereka mengukur keempat benda yang telah disediakan satu

persatu dan menuliskan hasil pengukuran mereka pada Lembar Kegiatan
Siswa (LKS) yang telah dibagikan kepada masing-masing kelompok.
c. Aktivitas 3: Siswa membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan
sedotan dan korek api.
Pada aktivitas ini, siswa diminta untuk membandingkan hasil pengukuran
yang telah mereka lakukan dengan menggunakan sedotan dan korek api.
d. Aktivitas 4: Siswa mengukur benda-benda dengan menggunakan alat ukur
baku (penggaris).
Pada aktivitas ini, siswa diminta untuk mengukur kembali benda-benda pada
kegiatan sebelumnya dengan menggunakan penggaris. Selain itu, siswa
diberikan sebuah permasalahan yaitu mengukur panjang uang pecahan Rp
2.000,00 dengan menggunakan dua buah penggaris yang telah disediakan
pada lembar LKS. penggaris pertama merupakan penggaris utuh (dimulai
dari angka 0), sedangkan penggaris kedua adalah sebuah penggaris patah
yang skalanya dimuali dari angka1. Hal ini dilakukan untuk menggiring

pemahaman siswa tentang konsep panjang itu sendiri.
Berikut ini rancangan iceberg pembelajaran dalam desain eksperimen kali ini:

2. Teaching Experiment
Pelajaran matematika pada kelas 2A MIN 1 Palembang dimulai pada siang hari
yakni pada pukul 11.55 WIB, setelah pelajaran Penjaskes. Ibu Tartilah(selanjutnya ditulis
sebagai guru) dibantu guru bantu dan tim peneliti membagi siswa ke dalam 6 kelompok.
Selanjutnya, guru mengawali pembelajaran dengan menanyakan kepada siswa tentang
kegiatan mereka yang berkaitan dengan pengukuran atau kegiatan pengukuran yang pernah
mereka lihat. Para siswa antusias menjawab pertanyaan tersebut. Diantara mereka ada yang
menjawab pengukuran pintu atau jendela yang dilakukan tukang saat membangun rumah
atau sekolah. Kemudian guru menanyakan benda apa yang digunakan tukang tersebut. Ada
yang menjawab meter, dan ada pula yang menjawab meteran. Setelah itu guru meminta
siswa maju ke depan kelas untuk mengukur papan tulis dan tinggi kursi dengan
menggunakan penggaris (Gambar 2). Selanjutnya guru memancing siswa dengan
memberikan pertanyaan, apa yang dapat dilakukan untuk mengukur sesuatu tanpa
menggunakan penggaris atau alat ukur lain? Beberapa siswa menjawab dengan
menggunakan jengkal ataupun langkah kaki. Kemudian, gurupun menyampaikan kepada
siswa bahwa hari itu mereka akan melakukan kegiatan pengukuran dengan menggunakan
unit pengukuran yang lain yaitu batang korek api dan sedotan.


Gambar 2. Siswa mengukur papan tulis

Kegiatan Mengukur dengan Batang Korek Api dan Sedotan
Pada kegiatan ini siswa mengukur benda-benda di sekitar mereka seperti panjang meja,
tinggi kursi, lebar jendela, dan panjang buku paket matematika dengan menggunakan
batang korek api dan sedotan dengan tetap dalam bimbingan guru (Gambar 3). Tujuan
yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah siswa mampu melakukan iterasi standar yakni
menghitung berapa kali batang korek ataupun sedotan untuk mengukur benda-benda
tersebut kemudian membandingkannya.

Gambar 3. Siswa mengukur benda-benda dengan menggunakan batang korek api dan
sedotan

Dalam proses pengukuran tinggi kursi dengan menggunakan batang korek api, beberapa
siswa mengalami kesulitan. Bahkan ada yang menyerah tidak mau mengerjakannya.
Namun, setelah kami membantu, akhirnya mereka tahu bagaimana cara mengukur tinggi
kursi dengan menggunakan batang korek api. Hasil pengukuran panjang meja, lebar
jendela, tinggi kursi, dan panjang buku paket matematika, baik dengan menggunakan


batang korek api ataupun sedotan, semuanya dicatat dalam tabel yang telah disediakan di
Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
Kemudian, tiap kelompok menuliskan hasil pengukuran mereka di papan tulis dan
memaparkannya di depan kelas (Gambar 4). Saat pemaparan ini, ada beberapa kelompok
yang tidak memperhatikan kelompok yang sedang presentase. Jawaban dari berbagai
kelompokpun bervariasi, namun hal ini tidak dijadikan bahan diskusi kelas oleh guru.

Gambar 4. Presentase hasil kerja tiap kelompok

Kegiatan pengukuran dengan penggaris
Setelah semua wakil dari tiap kelompok memaparkan hasil kerja mereka,
pembelajaranpun dilanjutkan dengan melakukan kegiatan pengukuran benda dengan
menggunakan alat ukur standar yaitu penggaris.
Siswa diberikan LKS 2 yang berisi instruksi untuk mengukur uang kertas seribu dengan
menggunakan dua macam penggaris; penggaris normal dan penggaris patah (tidak ada
angka nol). LKS tersebut berguna untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa
tentang konsep pengukuran yang telah mereka pelajari.

Gambar 5. Siswa mengukur panjang uang kertas seribuan dengan `menggunakan dua
jenis penggaris


Dalam melakukan pengukuran tersebut, beberapa siswa masih melakukan kesalahan
seperti pada gambar di atas. Siswa juga mempunyai alasan yang bervariasi

terkait

perbedaan ukuran uang kertas seribuan dengan menggunakan dua penggaris tersebut.

3. Retrospective Analysis
Analisis retrospektif dilakukan oleh peneliti guru setelah kegiatan pembelajaran
selesai. Kegiatan ini bertujuan untuk merefleksi dan menganalisis proses pembelajaran
yang telah dilakukan yaitu mengenai masalah-masalah yang muncul selama proses
pembelajaran berlangsung. Selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk menganalisis cara
berpikir, hasil kerja dan jawaban siswa.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, secara keseluruhan pelaksanaan
pembelajaran berjalan cukup baik. Walaupun masih terdapat siswa yang tidak fokus dan
melakukan kegiatan lain selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Guru juga terlihat
dapat mengarahkan dan membimbing siswa dengan cukup baik meskipun sesekali
mendapat kesulitan karena keaadaan kelas yang sangat ramai dan siswa yang susah untuk
diarahkan.

Hal pertama yang menjadi perhatian tim peneliti adalah berdasarkan desain
pembelajaran yang telah dibuat, pada pada awal pembelajaran guru seharusnya

mengenalkan konteks tentang pengukuran kepada siswa, tetapi guru langsung memberi
pertanyaan kepada siswa tentang macam-macam alat ukur tidak baku, selanjutnya baru
memberikan konteks atau contoh pengukuran dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut
mungkin dikarenakan guru sebelumnya telah mengenalkan tentang pengukuran kepada
siswa sehingga guru merasa anak-anak sudah mengetahui dan dapat menjawab pertanyaan
tersebut. Tetapi hal tersebut kami rasa tidak terlalu berpengaruh pada proses pembelajaran.
Pada kegiatan pengukuran menggunakan alat ukur tidak baku, ternyata masih banyak
siswa yang belum dapat mengukur dengan menggunakan alat ukur tidak baku yang telah
disiapkan. Di sisi lain, ada kelompok yang sudah mengetahui cara mengukur tetapi masih
terdapat kesalahan dalam pengukurannya, seperti yang terliha pada gambar 6 mereka
mengukur meja dengan menggunakan batang korek api sacara tidak lurus, namun agak
menyimpang ke samping yang mengakibatkan hasil pengukuran yang kurang tepat. Oleh
karena itu tim peneliti bersama guru memberi sedikit bimbingan kepada hampir semua
kelompok tentang bagaimana cara mengukur dengan benar.

Gambar 6. Cara siswa mengukur yang masih kurang tepat


Karena batang korek api yang diberikan kepada tiap kelompok cukup banyak pada kagiatan
mengukur dengan satuan tidak baku dengan menggunakan batang korek api, mereka
cenderung melakukan pengukuran dengan cara menyusun korek api pada benda yang
mereka ukur (gambar 7). Pada kegiatan ini, semua kelompok rata-rata memakai metode
yang sama yaitu menyusun korek api pada benda yang diukur, kemudian menghitung
jumlah korek api yang dibutuhkan. Pada saat mengukur tinggi kursi, kebanyakan kelompok

terlihat mengalami kesulitan, hal tersebut dikarenakan batang korek yang tidak dapat
disusun secara berdiri.

Gambar 7. Cara siswa mengukur menggunakan korek api

Dalam melakukan pengukuran dengan menggunakan sedotan, meode yang digunakan siswa
hampir sama dengan yang telah mereka gunakan saat mengukur dengan menggunakan
korek api. Namun sedikit berbeda karena sedotan yang diberikan untuk masing-masing
kelompok terbatas.
Setelah melihat jawaban di LKS siswa, sebagian siswa menuliskan dengan bilangan
bulat hasil pengukurannya, tetapi sebagian kelompok ternyata ada yang sudah mengenal
bilangan desimal. Saat menemui hasil pengukurannya tidak tepat satu satuan, sebagai
contoh saat salah satu kelompok melakukan pengukuran meja dengan menggunakan korek
api dan hasil pengukurannya adalah 11 batang lebih, mereka menuliskan hasilnya dengan
11,5. Namun sebagian kelompok yang lain hanya menuliskan 11 batang.

Gambar 8. Perbedaan jawaban siswa

Pada kegiatan pengukuran panjang dengan alat ukur baku, kebanyakan siswa masih
belum dapat menggunakan dan membaca skala penggaris dengan benar. Hal tersebut

ditunjukkan dengan kesalahan jawaban mereka pada kegiatan pengukuran yang terdapat
pada LKS. Dari dua penggaris yang disediakan, yaitu penggaris yang skalanya dimulai dari
angka 1 (penggaris 1) dan penggaris yang dimulai dari skala 0 (penggaris 2), siswa
menuliskan jawaban yang berbeda disaat mengukur panjang benda (uang kertas Rp. 1000)
yang sama. ketika menggunakan penggaris 1, mereka menuliskan jawaban 15 cm, namun
ketika menggunakan penggaris 2 jawaban mereka 14 cm. Tetapi, masih ada satu kelompok
yang mempu menuliskan jawaban dengan benar (14 cm), yaitu menjawab dengan jawaban
yang sama saat menggunakan dua penggaris yang berbeda tersebut.

Gambar 9. Perbedaan jawaban siswa pada aktivitas pengukuran kedua

Secara umum pada kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, semua karekteristik
PMRI sudah dapat terlaksana walaupun masih kurang maksimal. Salah satunya
dikarenakan banyak terjadi misunderstanding tentang desain yang telah dirancang antara
guru dan tim peneliti. Sebagai contoh, pada saat selesai mengarjakan LKS guru meminta
siswa untuk mengumpulkan semua LKS ke depan. Seharusnya LKS tidak perlu
dikumpulkan agar siswa dapat mengingat jawaban mereka saat persentasi dan berdiskusi

tentang jawaban LKS yang berbeda-beda. Selain itu guru tidak mengarahkan pada
kesimpulan yang ada pada LKS, yang ditunjukkan dengan masih banyaknya kelompok
yang belum mengisi jawaban pada bagian kesimpulan, tetapi guru sudah meminta mereka
untuk mengumpulkan jawabannya.
Masalah lain yang muncul selama pembelajaran berlangsung adalah siswa yang
sangat ramai dan susah untuk diarahkan. Bahkan terdapat siswa yang tidak mau
bekerjasama dengan kelompoknya. Di sisi lain terdapat pula siswa yang membaca komik di
kelas ketika dia selesai mengerjakan tugas yang dibeerikan oleh guru (gambar 10). Guru
menyatakan bahwa hal tersebut merupakan masalah yang sering muncul pada anak seusia
mereka yang cenderung lebih suka bermain dan kurang suka bekerjasama dengan temannya
pada saat mengerjakan tugas. Kondisi pembelajaran yang dimulai pada jam terakhir yaitu
pukul 11.55 siang dan seusai jam olahraga, juga memberi banyak berpengaruh kepada
konsentrasi belajar siswa. Kebanyakan dari siswa sudah mulai lelah, sehingga mereka ingin
cepat-cepat pulang dan tidak fokus pada saat pelajaran berlangsung.

Gambar 10. Siswa membaca komik saat pelajaran berlangsung

Pembelajaran tersebut sebenarnya akan lebih baik jika pada bagian akhir, siswa
diberikan soal latihan untuk memastikan pemahaman mereka. Namun karena banyaknya
waktu yang dihabiskan pada aktivitas sebelumnya, pada pembelajaran kali ini tidak
diberikan soal latihan. Tatapi, siswa sudah mulai dapat memahami tentang bagaimana
membacca skala pada penggaris.

III.

Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi di atas, dapat diketahui bahwa bahwa siswa dapat belajar
tentang pangukuran dengan menggunakan jengkal, langkah dan benda-benda tertentu selain
menggunakan alat ukur baku seperti penggaris. Selain itu, pengukuran tidak baku dalam
pembelajaran kali ini digunakan sebagai pengantar agar siswa lebih memahami cara
menggunakan penggaris. Sehingga pada akhir pembelajaran siswa dapat menyimpulkan
bahwa untuk mengukur dangan menggukan panggaris tidak hanya merujuk pada nomor
penggaris, tetapi dengan menghitung skala pada saat pengukuran.
Secara umum pembelajaran kali ini sudah memenuhi lima karakteristik PMRI yaitu
pengukuran yang digunakan dalam kehidupan sehari seperti yang dilakukan oleh tukang
dan penjahit baju (penggunaan konteks), alat peraga berupa batang korek api dan sedotan
(penggunaan model), kegiatan pengukuran dan penarikan kesimpulan oleh siswa
(pengunaan kontruksi dan kontribusi siswa), persentasi dan diskusi kelompok
(interaktivitas) dan penjumlahan (intertwining). Proses matematisasi yang terjadi pada
pembelajaran dapat digambarkan pada iceberg di bawah ini.
Pangukuran menggunakan penggaris
sebagai alat ukur baku

Mengukur dengan menggunakan korek api
dan sedotan sebagai alat ukur tidak baku

Pengukuran dalam kehidupan sehari-hari

Gambar 11. Ice berg pambelajaran yang telah berlangsung.

Referensi:
Gravemeijer, K.P.E. 1994.Developing Realistic Mathematics Education . Disertasi Doktor,
Freudenthal Institute.

Yuwono, Ipung. 2007. Pembelajaran Matematika Realistik. Malang: UM Press.