PRODUKSI BIOETANOL DARI AMPAS SAGU (Metroxylon Sp) MELALUI PROSES PRETREATMENT DAN METODE SIMULTANEOUS SACCHARIFICATION FERMENTATION (SSF).

PRODUKSI BIOETANOL DARI AMPAS SAGU (Metroxylon Sp)
MELALUI PROSES PRETREATMENT DAN METODE
SIMULTANEOUS SACCHARIFICATION FERMENTATION (SSF)

Skripsi Sarjana Kimia

Oleh
KHAIRUNNISAH
BP : 0910413084

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013

i

INTISARI
Produksi Bioetanol dari Ampas Sagu (Metroxylon sp) Melalui Proses
Pretreatment dan Metode Simultaneous Saccharification Fermentation

(SSF)
Oleh:
Khairunnisah (BP : 0910413084)
Dibimbing oleh Marniati Salim, MS dan Elida Mardiah, MS

Ampas sagu merupakan salah satu biomassa lignoselulosa yang dapat berpotensi
menjadi bahan baku pembuatan bioetanol. Bahan lignoselulosa tersusun dari tiga
komponen utama selulosa, hemiselulosa dan lignin. Keberadaan lignin dapat
mengganggu proses enzimatik dan harus dihilangkan dengan proses
pretreatment. Penelitian pembuatan bioetanol dari ampas sagu melalui proses
pretreatment dengan menggunakan variasi konsentrasi larutan basa NaOH 1%,
NH4OH 8%, NaOH 1% + NH4OH 4% dan NaOH 1% + NH4OH 8% dengan
perbandingan padatan ampas sagu dan larutan basa 1:10 (w/v). Kondisi optimum
pengurangan jumlah sampel setelah pretreatment didapatkan pada konsentrasi
campuran basa NaOH 1% + NH4OH 8% sebesar 49,3017% dengan lama waktu
inkubasi 3 hari dan suhu 500C. Hasil pengujian aktivitas enzim selulase yang
dihasilkan oleh Trichoderma viride strain T1 sk terhadap substrat CMC adalah
0,1144 unit dan perolehan kadar glukosa tertinggi sebesar 921,25 µg/mL pada
0,9 gram jumlah ampas sagu sedangkan waktu optimum untuk proses sakarifikasi
diperoleh pada 75 menit. Selanjutnya dillakukan metode SSF dimana sakarifikasi

dan fermentasi terjadi dalam satu tahap yaitu menggunakan ekstrak kasar enzim
selulase dari Trichoderma viride strain T1 sk dan inokulum Saccharomyces
cerevisiae. Analisa etanol dengan GC/MS diperoleh (% area) etanol sebesar
12,99% pada lama fermentasi 168 jam.
Kata Kunci : ampas sagu, lignoselulosa, pretreatment basa, SSF, bioetanol

vii

ABSTRACT
Bioethanol Production from Sago Waste (Metroxylon sp) with Pretreatment
Process and Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF) Method
By :
Khairunnisah (0910413084)
Marniati Salim, MS*, Elida Mardiah, MS**
*Advisor I, ** Advisor II

Sago waste is one of biomass lignocellulose that potential to produce
bioethanol. Lignocellulose material consist of three major component such as
cellulose, hemicellulose and lignin. The available of lignin become inhibitor for
enzymatic process it must removed by pretreatment. Research for bioethanol

production from sago waste through pretreatment process by using a variation
of alkaline solution; 1% NaOH, 8% NH4OH, 1% NaOH + 4% NH4OH and 1%
NaOH + 8% NH4OH with a ratio solid to liquid 1:10 (w/v) after that, followed by
SSF method involved two kind of fungi like Trichoderma viride strain T1 sk for
saccharification and Saccharomyces cerevisiae for fermentation process. The
optimum conditions for the reduction of samples obtained after pretreatment at
concentration of 1% NaOH + 8% NH4OH at 49,3017% with a long incubation
period of 3 days with a temperature 500C. Result of determination cellulase
enzyme activity from Trichoderma viride strain T1 sk by 0.1% CMC is 0,1144
unit and the highest glucose yield is 921,25 µg/mL from 0,9 grams substrate of
sago waste while the optimum time for the saccharification process obtained in
75 minutes. Ethanol content was analyzed by GC/MS resulted 12.99% (% area)
or equal with 0,38 mL ethanol yield for 168 hours of fermentation .
Keywords : Sago waste, bioethanol, alkaline pretreatment, SSF

viii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Harga bahan bakar minyak yang terus meningkat dan cadangan minyak dunia
yang semakin terbatas telah mendorong upaya untuk mendapatkan bahan
bakar alternatif. Berbagai faktor seperti kesadaran akan keamanan energi,
meningkatkan pendapatan domestik, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan
potensi untuk meningkatkan pengembangan regional sangat mempengaruhi
minat untuk memproduksi Bahan Bakar Nabati (BBN) yang dikenal dalam istilah
asing sebagai biofuel 1.

Bioetanol (C2H5OH) merupakan etanol hasil fermentasi biomassa yang hadir
sebagai bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan. Merupakan bahan
bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan yang memiliki keunggulan karena
mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18% dibandingkan dengan emisi bahan
bakar fosil seperti minyak tanah. Bioetanol dapat dibuat dari bahan nabati yang
mengandung gula (nira tebu, aren, molases), pati (ubi kayu, ubi jalar, sorgum,
jagung) atau lignoselulosa (jerami padi, tongkol jagung, tandan kosong kelapa
sawit, bambu, kayu) 2.

Bahan baku pembuatan bioetanol yang kini sedang dilirik dunia adalah
pemanfaatan bahan baku tanaman berlignoselulosa. Ada beberapa faktor yang
mendorong semakin intensifnya dilakukan penelitian pemanfaatan bahan

lignoselulosa menjadi sumber energi. Pertama, kebutuhan dan konsumsi energi
terus meningkat dari tahun ke tahun, sementara sumber daya alam yang dapat
menghasilkan energi makin terkuras karena sebagian besar sumber energi saat
ini berasal dari sumber daya alam yang tidak terbarukan, seperti minyak, gas,
dan batubara. Kedua, bioetanol memiliki karakteristik yang lebih baik
dibandingkan dengan bensin karena dapat meningkatkan efisiensi pembakaran
dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Ketiga, bahan lignoselulosa tersedia
cukup melimpah dan tidak digunakan sebagai bahan pangan sehingga
penggunaannya sebagai sumber energi tidak mengganggu pasokan bahan

1

pangan. Sekitar 90% dari berat kering tanaman berbahan lignoselulosa ini
tersimpan dalam bentuk selulosa, hemiselulosa dan lignin 3,4.

Salah satu biomassa lignoselulosa yang berpotensi sebagai biofuel yaitu
tanaman sagu (Metroxylon sp) yang sudah berupa ampas. Ampas sagu terdiri
dari serat-serat empulur yang diperoleh dari hasil pemarutan atau pemerasan
isi batang sagu. Ampas sagu belum banyak dimanfaatkan sampai saat ini,
sehingga banyak yang dibuang begitu saja sebagai limbah. Ketersediaan

ampas sagu pada tahun 2006 di daerah Mentawai, Sumatera Barat cukup
melimpah yaitu sebesar 14.000 ton yang diperkirakan dari produksi tepung
sagu 3500 ton (ratio tepung sagu dan ampas sagu adalah 1 : 4)

yang

kondisinya telah mencemari lingkungan. Di daerah Sumatera Barat selain di
daerah mentawai, ampas sagu juga banyak ditemukan di daerah Pesisir
Selatan dan Pariaman. Pada tahun 2003 di daerah Pesisir Selatan terdapat
ampas sagu sebanyak 3000 ton. Semakin banyak

produksi tepung sagu,

semakin banyak pula limbah ampas sagu yang dihasilkan 5,6.

Industri ekstraksi pati sagu di Indonesia masih menggunakan teknologi yang
sederhana sehingga ampas sagu masih cukup banyak mengandung pati. Oleh
karena itu, ampas sagu biasanya dimanfaatkan sebagai campuran bahan
pakan ternak dan media untuk fermentasi rumen dan pelepah sagu yang
digunakan dalam industri pulp dan kertas. Ampas sagu mengandung 58.21%

pati, 22.45% selulosa, 11.8% hemiselulosa, 1.6% senyawa ekstraktif, dan
8.95% lignin. Berdasarkan komposisi ini ampas sagu masih banyak kandungan
senyawa lain seperti hemiselulosa, lignin dan senyawa ekstraktif yang harus
dihilangkan untuk memaksimalkan produksi bioetanol dengan cara melakukan
proses perlakuan awal (pretreatment) 7.

Berdasarkan latarbelakang di atas peneliti mencoba melakukan pretreatment
terhadap ampas sagu untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak
dperlukan seperti, pati, lignin, hemiselulosa dan senyawa ekstraktif lainnya
dengan menggunakan larutan basa NaOH dan NH4OH. Larutan NH4OH
merupakan basa lemah yang selektif untuk menghidrolisis ikatan eter pada
lignin terutama pada bahan lignoselulosa yang mengandung lignin rendah, tidak
merusak struktur glukosa, tidak mencemari lingkungan dan lebih ekonomis.

2

Dengan penambahan NaOH sebagai basa kuat dapat memutus ikatan hidrogen
intermolekular pada pati selain itu, membantu mempercepat jalannya reaksi.
Pretreatment dengan basa ini telah dilakukan Zhuang Zhuo,dkk untuk
mendegradasi lignin yang terkandung pada tongkol jagung hingga 50%. Proses

pretreatment sangat diperlukan agar kontak enzim mencapai selulosa ataupun
hemiselulosa dan mendegradasi menjadi monomer-monomer gula fermentasi
8,9,10.

Proses sakarifikasi dan fermentasi dalam penelitian ini akan dilakukan secara
serentak dalam satu batch dengan melibatkan jamur Trichoderma viride strain
T1 sk sebagai penghasil enzim selulolitik dan xyloglukanolitik untuk sakarifikasi
dan Saccharomyces cerevisiae untuk konversi gula menjadi bioetanol metode
ini dikenal dengan metode SSF. Diharapkan dalam penelitian ini ampas sagu
yang telah dilakukan proses pretreatment, sakarifikasi dan fermentasi dapat
menghasilkan bioetanol yang dapat menjadi bahan bakar alternatif pengganti
bahan bakar fosil 11.

1.2. Rumusan Masalah
Dari latarbelakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah dalam
penelitian ini yaitu;
1. Berapakah

konsentrasi


larutan

basa

NaOH

dan

NH4OH

yang

menunjukkan reaksi hidrolisis sempurna pada proses pretreatment
ampas sagu.
2. Bagaimana aktivitas enzim selulase dari Trichoderma viride strain T1 sk
dalam proses sakarifikasi enzimatik
3. Bagaimana hasil bioetanol dari ampas sagu dengan menggunakan
metode SSF.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk ;

1. Mengetahui konsentrasi NaOH dan NH4OH yang tepat untuk melakukan
hidrolisis pada lignoselulosa ampas sagu.

3