FUNGSI DAN MAKNAGONDANG LAE-LAE PADA RITUAL MANGALAHAT HORBO DI DESA HUTA TINGGI SAMOSIR.
FUNGSI DAN MAKNAGONDANG LAE-LAE PADA RITUAL
MANGALAHAT HORBO DI DESA HUTA TINGGI SAMOSIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
GRAY HUGO G NAIBAHO
NIM. 208142100
JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
i ABSTRAK
Gray Hugo G Naibaho, NIM: 208142100. Fungsi dan Makna Gondang
Lae-Lae Pada Ritual Mangalahat Horbo di Desa Huta Tinggi Samosir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi gondang pada ritual Mangalahat Horbo di Desa Huta Tinggi Samosir, untuk mengetahui fungsi dan makna gondang Lae-lae pada masyarakat Huta Tinggi Samosir, untuk mengetahui Tanggapan Masyarakat mengenai fungsi dan makna Gondang Lae-Lae pada ritual Mangalahat Horbo, dan alat music apa saja yang dimainkan pada Gondang Lae-Lae, dan juga semakin jarangnya diadakan ritual Mangalahat Horbo.
Teori yang digunakan adalah fungsi, makna, Gondang, danMangalahat Horbo. Fungsi merupakan kegunaan gondang pada ritual Mangalahat Horbo. Makna adalah maksud yang tersimpul dari hal yang mau ditunjukkan oleh sesuatu atau mau diungkapkan, dipaparkan, dengan kata sebenarnya tidak mencampuri nilai rasa. Gondang adalah komposisi music Batak Toba berupa ensambel musik. Mangalahat horbo adalah upacara kurban persembahan kepada Sang Pencipta. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini terdiri dari Kepala Desa Huta Tinggi 1 orang, Tokoh Adat 1 orang, pemusik 3 orang, penari/panortor 2 orang, masyarakat desa Huta Tinggi 5 orang. Sehingga jumlah keseluruhan 13 orang. Alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Huta Tinggi Kabupaten Samosir.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya sebuah gondang yang bertempo lambat dan khusus digunakan pada sebuah ritual yang disebut Mangalahat Horbo, dan nama dari gondang tersebut ialah Gondang Lae-Lae. Instrument musik yang dimainkan pada gondang ini antara lain sarune bolon, taganing, gordang bolon, dan ogung. Faktor yang menyebabkan semakin jarang dilaksanakan ritual mangalahat horbo ialah kondisi keluarga, biaya, dan kerbau.
(7)
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta karunia-Nya yang dilimpahkan dengan memberikan kesehatan, ketabahan serta ketekunan kepada penulis selama penyusunan Skripsi ini mulai dari awal sampai selesai. Adapun penulisan ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program sarjana Pendidikan Musik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengangkat permasalahan tentang Fungsi dan Makna Gondang lae-lae Pada Ritual Mangalahat Horbo di Desa Huta Tinggi Samosir. Dalam Skripsi ini penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyajikan hasil yang terbaik. Dan juga penulis menyadari tanpa bantuan berbagai pihak, Skripsi ini tidak akan mungkin dapat terselesaikan. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si, Selaku Rektor Universitas Negeri Medan.
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
3. Uyuni Widiastuti, M.Pd Selaku Ketua Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
4. Panji Suroso, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Musik. 5. Pita H.D Silitonga. M,Pd, selaku Pembimbing Skripsi I
6. Lamhot Basani Sihombing, M.Pd, selaku Pembimbing Skripsi II. 7. Esra P.T Siburian, M.Sn selaku Pembimbing Akademik
(8)
iii
8. Bapak / Ibu Dosen Program Studi Musik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan yang telah memberikan ilmunya selama proses pembelajaran berlangsung selama perkuliahan.
9. Teristimewa dan terkhusus kepada Kedua Orang Tua penulis yang sangat luar biasa BapakJ. Naibaho dan Ibu tercinta N. Butar-butar yang tidak henti-hentinya mendoakan penulis serta mendukung baik dari sisi materi maupun semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan semua ini, begitu juga kepada adik-adik penulis, Cindy, Rina, Alberdo, dan Nico yang tidak pernah berhenti membantu dan mendoakan penulis untuk terus semangat dalam menyelesaikan Skripsi ini.
10.Bua teman terdekat, Ade Irma Suryani Tambunan yang senantiasa menemani dan memberi dukungan.
11.Sahabat-sahabat terbaik penulis Fenty, Dian, Haholongan, Bang Albert, Canra, Sofian, Rocky, dan semua mahasiswa seni musik stambuk 2008 yang telah memberikan banyak dukungan motivasi dan semangat kepada penulis.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut serta mendukung dan membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan,Maret 2015
Gray Hugo G Naibaho NIM. 208142100
(9)
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II. LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Landasan Teoritis ... 10
1. Pengertian Fungsi... 10
2. Pengertian Makna ... 11
3. Teori Musik ... 12
4. Teori Gondang ... 16
5. Gondang Lae-Lae... 21
6. Pengertian Ritual ... 22
7. Mangalahat Horbo ... 24
B. Kerangka Konseptual ... 25
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 27
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
C. Populasi dan Sampel ... 28
(10)
v
2. Sampel ... 28
D. Teknik Pengumpulan Data ... 30
1. Observasi ... 30
2. Wawancara ... 31
3. Dokumentasi ... 32
E. Teknik Analisis Data ... 34
BAB IV. PEMBAHASANDAN HASIL PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Samosir Desa Huta Tinggi ... 36
B. Tata Pelaksanaan Ritual Mangalahat Horbo di Desa Huta Tinggi Samosir ... 36
1. Manogu Tu Alaman ... 37
2. ManambathonTuBorotan ... 37
C. Fungsi Gondang Lae-lae Pada Ritual Mangalahat Horbo ... 38
D. Makna Gondang Lae-lae ... 41
E. Tanggapan Masyarakat Batak Toba Di HutaTinggi Samosir Terhadap Fungsi dan Makna Gondang Lae-lae Pada Ritual Mangalahat Horbo .... ... 43
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 46
B. Saran ... 48
(11)
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Instrumen Gondang Sabangunan ... 22
Gambar 2.2 Sarune ... 22
Gambar 4.1 Proses Manogu Horbo Tu Alaman ... 37
Gambar 4.2 Proses Manambat Tu Borotan ... 38
Gambar 4.3 Sarune Bolon ... 39
Gambar4.4 Taganing ... 40
Gambar 4.5 Gordan Bolon... 40
(12)
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Hasil Dokumentasi... 51
Lampiran II Glosarium ... 54
Lampiran III Daftar Pertanyaan ... 58
(13)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Musik merupakan bunyi yang terorganisir dan tersusun menjadi karya yang dapat dinikmati oleh manusia. Musik memiliki bentuk dan struktur yang berbeda-beda dan bervariasi. Bentuk dan struktur yang bervariasi, membuat musik menjadi seni yang yang terbatas, artinya bahwa musik menjadi wadah untuk mengekspresikan segudang ide-ide kreatif para pecinta seni khususnya seni musik.
Setiap jenis-jenis musik pasti memiliki spesifiknya masing-masing seperti musik pop, jazz, rock, blues, keroncong, dangdut, klasik, bahkan musik tradisional juga memiliki ciri khas tersendiri baik dari segi alat-alat musiknya, alirannya maupun cara penyajiannya. Bentuk musik jazz terkenal dengan perpindahan/progress akordnya, musik rock yang biasanya selalu beraliran keras, musik klasik yang kental dengan notasi, sedangkan bentuk musik tradisional yang identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka yang menjadi tangga nada pentatoniknya adalah C, D, E, G, A, C, dan pentatonic minornya adalah A, C, D, E, G, A dalam penyajiannya, dan begitu juga dengan jenis-jenis musik lainnya.
Musik tradisional merupakan musik khas suatu daerah atau suku tertentu yang secara turun- temurun dilestarikan dan menjadi sebuah kebudayaan. Setiap
(14)
2
daerah atau wilayah regional memilki musik tradisionalnya masing-masing seperti Jawa, Bali, Melayu, Dayak, Melayu, Toraja, Betawi, Batak dan lainnya.
Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah provinsi yang ada di negara Indonesia. Provinsi Sumatera Utara memiliki banyak sekali suku, salah satunya ialah suku Batak. Istilah Batak pada umumnya dikenal untuk menyebutkan kelompok-kelompok etnis yang terdiri dari Toba, Karo, Mandailing, Angkola, Pak-pak, dan Simalungun. Tidak demikian halnya bagi sesama kelompok etnis yang ada. Sebutan “Batak” sendiri lebih sering ditujukan secara khusus untuk menyebutkan kelompok etnis Batak Toba.
Ditinjau dari letak geografisnya, wilayah kediaman masyarakat Batak Toba diapit oleh kelompok-kelompok etnis Batak lainnya, yakni kelompok etnis Pak-Pak, Simalungun, dan Karo disebelah barat laut hingga timur laut, dan kelompok masyarakat Mandailing dan Angkola-Sipirok disebelah tenggara hingga barat daya. Jika dilihat dari letak kediamannya, masyarakat Batak Toba persis berada ditengah wilayah etnis Batak lainnya. Bagi orang luar, pulau Samosir pada umumnya identik dengan wilayah kediaman orang Batak. Pulau ini terletak di tengah-tengah Danau Toba.
Di masyarakat Samosir dapat ditemukan berbagai bentuk kesenian seperti seni rupa, seni tekstil, seni sastra, seni tari, dan seni musik. Dalam konteks kehidupan tradisional masyarakat samosir, kegiatan bermain musik merupakan sesuatu yang menonjol. Berbagai kegiatan musik dapat dilihat dari dua konteks kegunaan, yakni kegiatan pertunjukan musik yang dilakukan untuk sesuatu yang
(15)
3
sifatnya hiburan/ nonseremonial, dan kegiatan pertunjukan musik yang dilakukan konteks adat dan ritual keagamaan. Aktifitas musik yang bersifat hiburan umumnya ditampilkan dalam bentuk nyanyian atau permainan alat-alat musik tunggal. Adapun jenis kegiatan musik yang bersifat seremonial/ ritual yang disebut gondang umumnya dimainkan dalam bentuk ensambel.
Masyarakat Batak Toba menyatakan bahwa gondang merupakan alat utama untuk mencapai hubungan antara manusia dan Sang Pencipta yang disebut Debata Mulajadi Na Bolon. Sama halnya dengan pemusik. Pemain musik juga mendapat status dan peran yang penting. Hal ini terlihat dari bagaimana masyarakatnya menempatkan status para pemusiknya.
Didalam setiap pelaksanaan upacara adat, masyarakat Batak Toba selalu menggunakan musik tradisional sebagai media setiap pelaksanaan upacara adat. Pada masyarakat Batak Toba terdapat dua jenis ensambel musik yang penting, yakni gondang hasapi dan gondang sabangunan. Kedua ensambel musik ini selalu menjadi bagian dari aktifitas upacara ritual dan adat bagi masyarakat Batak Toba dalam mengiringi musik gondang, seperti gondang mula-mula, gondang somba-somba, gondang lae-lae, gondang liat-liat dan gondang hasahatan.
Melihat perkembangan dalam musik Batak/gondang jaman sekarang ini yang semakin bervariasi cara penyajiannya, bentuk komposisinya maupun struktur gondangnya, timbul niat penulis untuk meneliti bentuk fungsi dan struktur gondang Batak. Mengingat banyaknya gondang Batak, atau judul gondang yang biasa disajikan pada acara adat suku Batak Toba, penulis memilih salah satu judul gondang Batak yaitu Gondang Lae-Lae.
(16)
4
Pada setiap jenis gondang memiliki fungsi dan makna yang berbeda dengan gondang yang lainnya. Gondang Lae-lae merupakan salah satu gondang Batak yang disajikan dalam upacara adat dan keagamaan di Samosir. Biasanya disajikan dalam ritual Mangalahat Horbo Lae-lae (memberi kerbau persembahan kepada Sang Pencipta). Kerbau diajak keluar dari kandang dan digiring ketempat yang sudah ditentukan sambil manortor. Ritual ini merupakan sebuah ritual yang unik namun sangat sakral, dan gondangnya juga memiliki karakteristik yang berbeda dengan gondang batak lainnya. Namun seiring dengan berjalan nya waktu gondang dan ritual tersebut sudah jarang dilakukan pada upacara adat masyarakat Batak Toba.
Dari seluruh ritual adat yang sering dilakukan didalam kehidupan masyarakat Batak Toba, Gondang lae-lae dan Mangalahat Horbo salah satu ritual yang disajikan pada upacara Saur Matua/Meninggal dunia. Saur matua adalah orang yang meninggal dunia telah beranak cucu baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan. Saur artinya lengkap/sempurna dalam kekerabatan, telah beranak cucu. Karena yang telah meninggal itu adalah sempurna dalam kekerabatan, maka harus dilaksanakan dengan sempurna.
Melihat masalah diatas, hal tersebut merupakan hal yang sangat menarik bagi penulis untuk menjadikannya sebagai bahan penelitian. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis memilih judul “FUNGSI DAN MAKNAGONDANG
LAE-LAE PADA RITUAL MANGALAHAT HORBO DI DESA HUTA
(17)
5
B. Identifikasi Masalah
Dalam penelitian perlu diadakan identifikasi masalah. Hal tersebut dilakukan agar penelitian menjadi terarah serta cakupan masalah yang dibahas tidak terlalu luas. Menurut Sugiyono (2010 : 281) dalam bagian ini perlu dituliskan berbagai masalah yang ada pada obyek yang diteliti, baik yang akan diteliti maupun yang tidak akan diteliti sedapat mungkin dikemukakan.
Agar tidak terjadi kesalah pahaman tentang masalah yang diteliti, maka perlu identifikasi masalah terkait dengan judul yang diteliti, yaitu:
1. Bagaimana tata pelaksanaan ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir?
2. Bagaimana fungsi gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir?
3. Apa makna gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir?
4. Instrumen/alat musik apa saja yang dimainkan pada gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir? 5. Bagaimana tanggapan masyarakat Batak Toba yang ada di
Samosir terhadap fungsi dan makna gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo?
6. Mengapa masyarakat Batak Toba melakukan ritual Mangalahat Horbo?
(18)
6
C. Pembatasan Masalah
Menurut Sugiyono (2010 :281), karena adanya keterbatasan, waktu, dana, tenaga, teori-teori, dan supaya penelitian dapat dilakukan secara mendalam, maka tidak semua masalah yang diidentifikasikan akan diteliti. Oleh karena itu, peneliti memberi batasan dimana akan dilakukan penelitian, variabel apa saja yang akan diteliti, serta bagaimana hubungan variabel yang satu dengan variabel yang lain.
Berdasarkan pendapat diatas, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun masalah tersebut yaitu :
1. Bagaimana tata pelaksanaan ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir?
2. Bagaimana fungsi gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir?
3. Apa makna gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir?
4. Bagaimana tanggapan masyarakat Batak Tobadi Huta Tinggi Samosir terhadap fungsi dan makna gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo?
D. Rumusan Masalah
Menurut Sugiyono (2010 :35), rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Rumusan masalah sangat erat kaitannya dengan masalah, karena setiap rumusan masalah didasarkan pada suatu masalah yang akan diteliti.
(19)
7
Oleh karena itu, rumusan masalah menjadi semacam kontrak bagi penulis karena penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan sebagaimana terpapar pada rumusan masalah. Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah, serta pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “Bagaimana Fungsi dan Makna Gondang Lae-Lae Pada Ritual Mangalahat Horbo Di Desa Huta Tinggi Samosir”?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian menjadi kerangka yang selalu dirumuskan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hasil yang diperoleh. Berhasil atau tidaknya suatu penelitian yang dilakukan terlihat dari tercapai tidaknya tujuan penelitian.
Tanpa ada tujuan yang jelas, maka arah kegiatan yang dilakukan tidak terarah karena tidak tahu apa yang akan dicapai dalam kegiatan tersebut. Maka dapat disimpulkan setiap penelitian akan tertuju kepada tujuan tertentu, untuk melihat berhasil tidaknya suatu penelitian dapat dilihat dari tercapainya tujuan yang telah diterapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2009:397) yang menyatakan bahwa : “Tujuan penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan dan membuktikan pengetahuan yang sebelumnya belum pernah ada atau belum diketahui”.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui tata pelaksanaan ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir?
(20)
8
2. Untuk mengetahui fungsi gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir?
3. Untuk mengetahui makna gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir?
4. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat Batak Toba di Huta Tinggi Samosir terhadap fungsi dan makna gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo?
F. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian pastilah hasilnya sangat bermanfaat, karena penelitian akan dilakukan untuk mengetahui peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi, sehingga dengan adanya hasil dari penelitian manusia akan tahu bagaimana masa lalu dan bagaimana menghadapi masa yang akan datang. Dalam penelitian ini penulis dapat melihat yang bisa diuraikan, segala sesuatu yang dapat digunakan baik oleh peneliti itu sendiri maupun lembaga, instansi tertentu ataupun yang lain.
Menurut Sugiyono (2010:283), manfaat atau kegunaan hasil penelitian merupakan dampak tercapainya tujuan pada masalah yang dirumusakan untuk diteliti. Manfaat penelitian dapat diuraikan menjadi dua bagian, yakni bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan atau kegunaan teoritis dan juga bermanfaat sebagai kegunaan praktis, yaitu membantu memecahkan dan mengantisipasi masalah yang ada pada obyek yang diteliti.
(21)
9
Setelah penelitian dirangkumkan, maka penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Bahan informasi kepada masyarakat tentang budaya Batak Toba mengenai Gondang Batak dan ritual Mangalahat Horbo.
2. Menambah wawasan penulis dalam menuangkan gagasan kedalam suatu karya tulis.
3. Sebagai pedoman bagi peneliti dan masyarakat untuk melestarikan musik Tradisional dan Budaya Batak.
4. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi menjadi bahan masukan di jurusan SENDRATASIK FBS UNIMED, khususnya Prodi Seni Musik.
(22)
46
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Ritual mangalahat horbo adalah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh suku Batak Toba di Huta Tinggi Samosir pada upacara kematian saur matua.
2. Fungsi gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo adalah untuk mengiringi kerbau mulai dari kandang menuju tempat yang telah disediakan di tengah halaman hasuhuton/keluarga, yang disebut dengan borotan.
3. Makna gondang lae-lae adalah sebagai media penghantar kerbau yang akan dikurbankan manusia kepada Sang Pencipta, dengan harapan di beri berkat dari Sang Pencipta.
4. Berbagai macam tanggapan masyarakat Batak Toba yang berada di Huta Tinggi Samosir mengenai gondang lae-lae dan ritual mangalahat horbo. Beberapa orang menyebutkan ritual itu tidak lagi terlalu penting dilakukan, karena sudah hampir semua masyarakat Batak Toba yang berada di Huta Tinggi Samosir sudah menganut dan memiliki Agama. Ada juga yang beranggapan bahwa ritual ini perlu dilakukan, karna berguna sekali dalam mempertahankan budaya dan adat istiadat Batak Toba, terutama di Samosir.
(23)
47
Keadan keluarga, biaya, dan kelangkaan kerbau adalah penyebab mengapa semakin jarang dan hampir tidak pernah lagi dilakukannya kegiatan margondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir.
(24)
48
A. Saran
Dari beberapa kesimpulan di atas, penulis mengajukan beberapa saran, antara lain :
1. Gondang lae-lae harus sering dimainkan dalam ritual dan upacara adat masyarakat Batak Toba. Gunanya untuk tetap melestarikan kebudayaan batak toba terutama di bidang seni musik.
2. Sebaiknya masyarakat batak toba jika memiliki kemampuan terutama dalam materi, sebaiknya kegiatan mangalahat horbo yang diiringi dengan gondang lae-lae tetap selalu diadakan pada setiap upacara adat terlebih pada upacara kematian dan mangongkal holi.
3. Masyarakat batak toba dan pemerintah sangat mengharapkan agar generasi muda juga turut berperan dalam upaya melestarikan adat, alat-alat musik, dan semua kesenian yang ada di tanah batak agar tidak punah.
(25)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian.Jakarta. Rineka Cipta
Aziz Alimut Hidayat. 2007. Metode Penulisan Kebinaan dan Teknik Analisa Data. Surabaya: Salemba Media
Berger Peter dan Luckman, Thomas. 1990, “Tafsiran Sosial Atas Kenyataan
Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan” LP3ES, Jakarta.
Budilinggono. 1993. Bentuk dan Analisis Musik. Jakarta: Mahendra Sampana Esdawara. Suwardi.2006. Penelitian Kebudayaan, Yogyakarta. Pustaka
Widyatama.
Hariani, Dini. 2012. Makna Simbol Tor-Tor Naposo nauli Bulung Pada Masyarakat Angkola. Skripsi FBS, Unimed.
http://devitarapunya.blogspot.com/2014/03/doa-ritual-10-titah-dalam-gondang.html. 1 April 2015
http://www.tnol.co.id/wisata-kuliner/11145-pesta-adat-mangalahat-horbo-pukau-bule-bule.html, 1 April 2015.
Hutajulu. Rithaony & Harahap. Irwansyah. 2005. Gondang Batak. Bandung. P4ST UPI.
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta. Bumi Aksara.
Pasaribu. M. Ben. 2004. Pluralitas Musik Etnik. Medan. Pusat dokumentasi dan pengkajian kebudayaan Batak Universitas Nommensen
Sianturi, Sovian. 2014. Keberadaan Alat Musik Keyboard Dan Sulim Pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba Di Kecamatan Sosorgadong Kabupaten Tapanuli Tengah. Skripsi FBS, Unimed
Sitohang. Krisman. Daulat. 2012. Keberadaan Hardoni Sitohang Pada Group Musik Neo Tradisional. Skripsi. Universitas Negeri Medan.
Situmorang, H. 2008. Sejarah dan Adat Batak Toba. Medan
Soedarsono. R. M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
(26)
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta
(1)
Setelah penelitian dirangkumkan, maka penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Bahan informasi kepada masyarakat tentang budaya Batak Toba mengenai Gondang Batak dan ritual Mangalahat Horbo.
2. Menambah wawasan penulis dalam menuangkan gagasan kedalam suatu karya tulis.
3. Sebagai pedoman bagi peneliti dan masyarakat untuk melestarikan musik Tradisional dan Budaya Batak.
4. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi menjadi bahan masukan di jurusan SENDRATASIK FBS UNIMED, khususnya Prodi Seni Musik.
(2)
46
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Ritual mangalahat horbo adalah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh suku Batak Toba di Huta Tinggi Samosir pada upacara kematian saur matua.
2. Fungsi gondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo adalah untuk mengiringi kerbau mulai dari kandang menuju tempat yang telah disediakan di tengah halaman hasuhuton/keluarga, yang disebut dengan borotan.
3. Makna gondang lae-lae adalah sebagai media penghantar kerbau yang akan dikurbankan manusia kepada Sang Pencipta, dengan harapan di beri berkat dari Sang Pencipta.
4. Berbagai macam tanggapan masyarakat Batak Toba yang berada di Huta Tinggi Samosir mengenai gondang lae-lae dan ritual mangalahat horbo. Beberapa orang menyebutkan ritual itu tidak lagi terlalu penting dilakukan, karena sudah hampir semua masyarakat Batak Toba yang berada di Huta Tinggi Samosir sudah menganut dan memiliki Agama. Ada juga yang beranggapan bahwa ritual ini perlu dilakukan, karna berguna sekali dalam mempertahankan budaya dan adat istiadat Batak Toba, terutama di Samosir.
(3)
Keadan keluarga, biaya, dan kelangkaan kerbau adalah penyebab mengapa semakin jarang dan hampir tidak pernah lagi dilakukannya kegiatan margondang lae-lae pada ritual mangalahat horbo di desa Huta Tinggi Samosir.
(4)
48
A. Saran
Dari beberapa kesimpulan di atas, penulis mengajukan beberapa saran, antara lain :
1. Gondang lae-lae harus sering dimainkan dalam ritual dan upacara adat masyarakat Batak Toba. Gunanya untuk tetap melestarikan kebudayaan batak toba terutama di bidang seni musik.
2. Sebaiknya masyarakat batak toba jika memiliki kemampuan terutama dalam materi, sebaiknya kegiatan mangalahat horbo yang diiringi dengan gondang lae-lae tetap selalu diadakan pada setiap upacara adat terlebih pada upacara kematian dan mangongkal holi.
3. Masyarakat batak toba dan pemerintah sangat mengharapkan agar generasi muda juga turut berperan dalam upaya melestarikan adat, alat-alat musik, dan semua kesenian yang ada di tanah batak agar tidak punah.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian.Jakarta. Rineka Cipta
Aziz Alimut Hidayat. 2007. Metode Penulisan Kebinaan dan Teknik Analisa Data. Surabaya: Salemba Media
Berger Peter dan Luckman, Thomas. 1990, “Tafsiran Sosial Atas Kenyataan
Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan” LP3ES, Jakarta.
Budilinggono. 1993. Bentuk dan Analisis Musik. Jakarta: Mahendra Sampana Esdawara. Suwardi.2006. Penelitian Kebudayaan, Yogyakarta. Pustaka
Widyatama.
Hariani, Dini. 2012. Makna Simbol Tor-Tor Naposo nauli Bulung Pada Masyarakat Angkola. Skripsi FBS, Unimed.
http://devitarapunya.blogspot.com/2014/03/doa-ritual-10-titah-dalam-gondang.html. 1 April 2015
http://www.tnol.co.id/wisata-kuliner/11145-pesta-adat-mangalahat-horbo-pukau-bule-bule.html, 1 April 2015.
Hutajulu. Rithaony & Harahap. Irwansyah. 2005. Gondang Batak. Bandung. P4ST UPI.
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta. Bumi Aksara.
Pasaribu. M. Ben. 2004. Pluralitas Musik Etnik. Medan. Pusat dokumentasi dan pengkajian kebudayaan Batak Universitas Nommensen
Sianturi, Sovian. 2014. Keberadaan Alat Musik Keyboard Dan Sulim Pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba Di Kecamatan Sosorgadong Kabupaten Tapanuli Tengah. Skripsi FBS, Unimed
Sitohang. Krisman. Daulat. 2012. Keberadaan Hardoni Sitohang Pada Group Musik Neo Tradisional. Skripsi. Universitas Negeri Medan.
Situmorang, H. 2008. Sejarah dan Adat Batak Toba. Medan
Soedarsono. R. M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
(6)
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta