Penghakiman Massa Kajian atas Kasus dan Pelaku.

Penghakiman

MASSA
Kaiian Atas
Kasus dan Pelaku

Penghakiman

MASSA

m
Accompli Publishing

Fenghakiman Massa
Kaiian atas Kasus dan Pelaku
Dr. Zainal Abidin

Publisher
Lina Jusuf

Editor

Endah Soekarsono

Grafis
Iulie C (Lay Out)
Arif Eka n. (Samput)

'

'

Foto Sampul
Hananto Satyo

Penerbit
Accompli Publishing
MPI- 511 Pondok Indah Plaza Blok UA 414
Iakarta 12310
Telp/Fax 021'7869531
E-mail: [email protected]


Cetakan Pe.rtama, Mei 2005
ISBN 979-99s03-0-9

@ Hot cipta dilhdungi oleh undang'uad61*

PenghakinanMassn

Pengantar
Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono
Buku ini, yang didasarkaa pada disertasi saudara Zainal Abidin untuk memperoleh
gelar Doktor dalam ilmu psikologi di Universitas lndonesia pada tanggal 19 Agustus 20M,

perlu mendapat penghargaankhusus dari duniapsikologi di IndonesiaBerbeda dari disertasi-disertasi sebelumnya, disertasi ini mengupas tuntas
gejala pengadilan massa, yang tiba-tiba meledak di Indonesia pada sekitar tahun
2002, dan menjadi gejala yang sangat umum di Indonesia ketika itu. Perbedaan dari
disertasi-disertasi sebelumnya (khususnya tentang perilaku massa) terletak pada dua
hal. Yang pertama adalah keberanian penulis untuk menggali data kepada pelakupelakunya langsung, yang sering kali cukup membahayakan keselamatan penulis,
selaku peneliti yang bekerja sendirian, tidak dilindungi oleh aparat keamanaa. Yang
kedua adalah keberanian penulis untuk menerobos dinding-dinding teori mapan
yang selama ini mendominasi pandangan ilmuwan psikologi tentang perilaku massa.


Hanya dengan visi seorang peneliti yang jauh ke depan dan ketekunan dan
komitmen yang sungguh-sungguh dari penulis, maka disertasi ini dapat diselesaikan
dan dijadikan buku, yang mudah-mudahan dapat memperluas walr/asan pembaca
tentang perilaku kejam, takberperikemanusiaan yang ternyata bisa juga dilakukan
oleh orang-orang Indonesia yang selama ini terkenal ramah. Kata orang, serigala
tidaktega makan sesama serigala, tetapi manusia Indonesia dengan riang memukulkan
batu ke kepala tersangka pencuri sepeda motor, sampai otaknya semburat keluar!
Syukurlah pengadilan massa ini tidak marak lagi akhir-akhir ini. Bahkan tiga
kali Pemilu di tahun 2004 telah berjalan dengan sangat aman dan terkendali, sama
sekali tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan, apalagi pengadilan massa.
Terbukti bahwa memang orang Indonesia pada dasarnya ramah-tamah, cinta damai
dan antikekerasan, sejauh tidak ada yang memicunya.

tidakakan terjadi lagi di masa depan. Doktor
Zahal Abidin telah mengidentifikasi beberapa faktor situasional yang dapat memicu
kekerasan massa, yang sangat perlu diperhatikan oleh para elite politik dan opinion
leaders, yang sering main-main dengan emosi massa melalui media massa. Kalau
kekerasan timbul, jangan ulahkan ilmupsikologilagi karenamelaluiDr. ZainalAbidin,
psikologi telah memberi peringatan sebelumnya.


Tidakberarti pengadilan

massa

Selamatmembaca
Kampus UI Depolq 28 Maret 2005
Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono

Penghakiman Massa

KATA PENGANTAR
Minat saya untuk melakukan penelitian tentang penghakiman massa
telah dimulai sejak saya mengikuti Program Doktor Psikologi di Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia pertengahan tahun 2001. Pada saat
mempersiapkan seminar-seminar untuk Pemantapan teori, penggodokan
rancangan atau model penelitian, dan ujian kualifikasi untuk menguji
kelayakan bakal penelitian (disertasi), kasus-kasus penghakiman massa
sedang marak-maraknya terjadi hampir di segenap pelosok tanah air.
Media massa ibu kota, baik cetak maupun audio-visual, hampir setiap

hari meliput adanya kasus-kasus tersebut. Koran-koran sekelas Pos Kota
sampai sekaliber Kompas, hampir setiaP hari memberitakan tentang
berbagai kasus pengeroyokan dan/atau pembakaran massa terhadap para
penjahat atau terhadap orang-orang yang diduga penjahat. Kompas dan
beberapa koran lainnya sePerti Media Indonesia, Koran Tempo, dan
Republika beberapa kali memberikan ulasan dalam bentuk feature dan
mewawancarai beberapa pakar ilmu-ilmu sosial untuk menjawab
pertanyaan tentang sebab-sebab munculnya kasus-kasus tersebut.
Demikian pula halnya dengan televisi. Beberapa stasiun televisi bukan
hanya memberitakan, tetapi juga menayangkan gambar-gambar
penghakiman massa, sehingga Penonton dapat menyaksikan secara
langsung keberingasan dan keliaran massa dalam kasus-kasus tersebut.
Maraknya kasus-kasus tersebut dan pemberitaan media massa tentang
kasus-kasus tersebut telah memotivasi saya untuk melakukan penelitian
tentang kasus-kasus tersebut'
Alasan lain yang lebih bersifat pribadi dan historis sebetulnya
berhubungan dengan rasa ingin tahu dan rasa heran saya ketika masih
remaja terhadap lasus-kasus tersebut. Masih terbayang dalam ingatan
saya sampai saat ini tentang kasus penghakiman massa yang pernah saya
saksikan ketika saya masih remaja, sekitar tahun 1979. Ketika itu saya

masih duduk di bangku SMA. Pada suatu malam menjelang pagi saya
menyaksikan dari dekat sejumlah penduduk di sebuah kampung di
Kabupaten Bandung menyeret seorang pencuri dengan cara mengikat
kedua belah tangannya pada sebatang bambu. Kedua ujung batang bambu

vt

PenglakimanMassa

tersebut ditarik oleh beberapa orang dan tubuh pencuri yang ada
ditengah-tengah bambu tersebut terseret-seret tak berdaya. Hanya suara
rintihan yang mengiris hati yang keluar dari mulutnya, entah sedang
meminta ampun kepada massa atauberdo'akepadaTuhan. Tubuh pencuri
tersebut hampir telanjang dan berdarah-darah, mukanya bengkak.dan
Iebam, dan nyaris tidak berbentuk Pada saat itu ia sedang digelandang ke
kantor polisi terdekat.
Kasus yang sama pun saya jr-rmpai sekitar tahun 1996 diYogyakarta.

itu, seorang pencuri kepergok sedang membongkar rumah
penduduk di sebuah perkampungan mahasiswa. Sejumlah pemuda

(sebagian di antara mereka adalah mahasiswa) menangkap dan
mengeroyok pencuri itu sampai pingsan. Pengeroyokan baru berhenti
setelah sejumlah polisidatangke TKP dan membawa sipencuriyang sudah
pingsan itu dengan mobil patroli polisi.

Pada saat

Pada jaman

itu, atau sebelum tahun 1998, penghakiman massa
jarang
(atau
tidak pernah?) menimbulkan korban iiwa. Setelah
memang
puas menghajar pencuri yang tertangkap sampai babak belur dan
berdarah-darah, massa biasanya membawanya ke kantor polisi. Atau,
ketika polisi datang ke tempat kejadian, massa secara suka rela
menyerahkan hasil tangkapannya yang sudah dipukuli kepada polisi. Baru
pada tahun 1998 dan memuncak pada tahun 2002 kasus ini jadi begitu
hebat dan mengerikan, menimbulkan korban yang tidak sedikit, dan

menyisakan dalam ingatan kita tentang kekejqman sejumlah warga dalam
masyarakat kita. Meski frekuensinya setelah tahun 2002 telah menumn
drastis, tetapi hingga saat ini di beberapa tempat masih dapat kita jumpai.
Kasus-kasus tersebut, dan pengalaman saya tentang kasus-kasus

tersebut, telah memunculkan beberapa pertanyaan dalam diri saya.
Misalnya, apa yang seseungguhnya terjadi dalam masyarakat kita? Apa
yang sebetulnya ada dalam pikiran dan perasaan para pelaku penghakiman
massa sebelum, pada saat, dan setelah mereka terlibat dalam kasus itu?
Apakah mereka bertindak secara spontan saja atau ada akumulasi
pengalaman yang tidak menyenangkan sebelumnya? Jika ada akumulasi
pengalainan, apa saja bentuknya? Dan masih ada pertanyaan-pertanyaan
lain yang berbau psikologis yang menghantui pikiran saya.

vil

Penghakiman Massa

pertanyaan-pertanyaan tersebut pada saat itu tidak dapat saya
jawab karena saya belum menemukan penelitian psikologi tentang kasus

itu. Sepengetahuan saya, hingga saat penelitian ini dilakukan pun, belum
ada penelitian psikologi yang berusaha menjawab Pertanyaan-pertanyaan

tadi. Hal itu semakin memperkuat tekad saya untuk melakukan penelitian
tentang kasus itu. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang
kasus itu di Indonesia a