T1 802009022 Full text

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN
MENGHADAPI MASA PENSIUN DI PT. INDOCEMENT
TUNGGAL PRAKARSA TBK CIREBON

OLEH
CHARVELIN TRIANDINI
802009022

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN
MENGHADAPI MASA PENSIUN DI PT. INDOCEMENT

TUNGGAL PRAKARSA TBK CIREBON

Charvelin Triandini
Chr. Hari Soetjiningsih
Krismi Diah Ambarwati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan
kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan di PT. Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk Cirebon. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah
sampel jenuh dengan populasi, dan partisipan sebanyak 70 karyawan. Alat ukur yang
digunakan untuk mengukur konsep diri mengacu pada The Tennesse Self Concept Scale
(TSCS), 78 aitem, dan kecemasan menghadapi masa pensiun 40 aitem. Hubungan

antara konsep diri dan kecemasan menghadapi masa pensiun diuji dengan korelasi
Pearson’s Product Moment. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar –0,514 dengan
nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif
signifikan antara konsep diri dan kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan
PT. Indocement Tunggal Prakarsa. Artinya semakin tinggi tingkat konsep diri akan
menuntun pada menurunnya tingkat kecemasan menghadapi masa pensiun, dan begitu
pula sebaliknya.
Kata kunci: konsep diri, kecemasan menghadapi masa pensiun.

i

ABSTRACT
The purpose of this study is to examine correlation between self-concept and anxiety
toward the retirement of PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon. The sampling
technique used in this research is saturated sample with a population and the
participants are 70 employees. Measuring instrument used to measure self-concept
refers to The TennesseSelf Concept Scale (TSCS) 78 items, and anxieties toward their
retirement 40 items. The relationship between self-concept and anxiety toward the
retirement is tested with Pearson's product moment correlation. The correlation
coefficient is -0.514 with a significant value of 0.000 (p < 0.05). In conclusion there is a

negative significant correlation between self-concept and anxiety toward the retirement
on employees of PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon. It means that the
higher the self-concept the less level of anxiety employees toward retirement will face ,
and vice versa.
Keywords: self-concept, anxiety toward the retirement.

ii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa madya adalah individu dengan batasan usia 40 tahun, dan berakhir di
sekitar usia 65 tahun. Karakteristik dewasa madya terbagi menjadi dua berdasarkan
usia, yaitu 40 tahun sampai dengan 50 tahun, dan 50 tahun sampai dengan 65 tahun.
Dewasa madya yang berusia 40 tahun sampai dengan 50 tahun mengalami penurunan
fungsi indera seperti penglihatan, pendengaran, berkurangnya elastisitas kulit disertai
dengan penurunan masa tubuh (otot dan tulang), intensitas respon seksual menurun,
frekuensi aktivitas seksual sedikit menurun, dan angka penyakit kanker, serta
kardiovaskular meningkat. Secara kognitif, dewasa madya memiliki kesadaran akan

penuaan, kecerdasan mengkristal bertambah tinggi, kemampuan untuk membagi, dan
mengendalikan atensi serta mengolah informasi menurun (Berk, 2012).
Meskipun demikian, pemecahan masalah praktik, dan keahlian dewasa madya
semakin bagus karena diimbangi dengan pengalaman dan praktik. Pengetahuan umum
faktual, prosedural, kreativitas, dan terkait dengan pekerjaan tetap tidak berubah atau
mungkin meningkat. Secara emosional atau sosial, generativitas, dan fleksibilitas
kognitif semakin meningkat yang membuat dewasa madya mampu mandiri; identitas
gender menjadi lebih androgini; lebih banyak memelihara kekerabatan: kepuasan kerja
meningkat; dan mempersiapkan diri untuk melepas anak yang hendak meninggalkan
rumah. Pada usia 50 tahun sampai dengan 65 tahun kemampuan fisik dan kognitif
secara signifikan menurun serta angka penyakit kanker dan kardiovaskular meningkat.
Bantuan orangtua pada anak berkurang, bantuan anak ke orangtua bertambah, dan
kemungkinan pensiun (Berk, 2012).

2

Pada umumnya dewasa madya memasuki usia pensiun pada usia berkisar 55
tahun. Pensiun adalah suatu kondisi individu telah berhenti bekerja pada suatu
pekerjaan yang biasa dilakukan. Sudut psikologi perkembangan memandang pensiun
dari siklus pekerjaan turning point (titik balik), dan crisis point (titik krisis). Masa ini

ditandai dengan adanya suatu periode untuk melakukan proses penyesuaian diri
kembali, dan melakukan proses sosialisasi kembali sejalan dengan tuntutan dari
pekerjaan yang baru. Pensiun dapat dikatakan masa titik balik karena masa ini adalah
masa peralihan dari individu memasuki dewasa madya. Pensiun juga merupakan titik
krisis karena ketidakmampuan individu untuk mencari pekerjaan atau melangkah akhir
dalam perjalanan karir (Eliana, 2003).
Masa pensiun sering menimbulkan perasaan cemas, dan tidak berguna di
lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, serta cenderung menolak
datangnya masa pensiun karena takut kehilangan masa keberartian. Saat menghadapi
masa pensiun ada gejala fisiologis seperti mudah lelah ketika bekerja, jantung berdebardebar, kepala pusing, kadang-kadang mengalami gangguan tidur. Sedangkan gejala
psikologisnya yaitu rendah diri, tidak dapat memusatkan perhatian, timbulnya perasaan
kecewa sehingga dapat memengaruhi interaksi dengan orang lain (Sari, 2009).
Berdasarkan hasil wawancara pada 25 November 2013 dengan tiga karyawan
PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk di Cirebon, karyawan A dan B mengalami
kecemasan menghadapi masa pensiun, sedangkan karyawan C tidak mengalami
kecemasan menghadapi masa pensiun. Karyawan A gelisah dengan masa pensiun
karena gaji berkurang, dan takut mengalami kesulitan ekonomi sehingga mudah
tersinggung. Karyawan B merasa kuatir dengan masa pensiun karena takut tidak dapat
mencukupi kebutuhan keluarga, serta merasa pengeluaran lebih banyak daripada


3

pemasukan yang membuat B mencari pekerjaan lain untuk mencukupi pengeluaran.
Sedangkan karyawan C merasa tidak gelisah menghadapi masa pensiun karena merasa
senang menghadapi masa pensiun.
Kecemasan adalah suatu keadaan yang menakutkan atau keadaan kuatir yang
mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi seperti kesehatan, relasi
sosial, ujian, karir, dan kondisi lingkungan (Nevid, 2005). Penelitian yang dilakukan
oleh Oktavianus (2011) menunjukkan individu mengalami ketidakpuasan terhadap
pekerjaan karena merasa tidak memiliki kesempatan melanjutkan pendidikan, dan tidak
sesuainya penghargaan diri yang diterima. Hal tersebut merupakan stressor . Individu
tidak merasakan kecemasan menjelang pensiun karena terbiasa dengan stressor . Masa
pensiun merupakan hal biasa.
Menurut Purwanti (2009) fenomena kecemasan menghadapi masa pensiun terjadi
banyak faktor meliputi kepuasan kerja, usia, kesehatan, persepsi individu tentang
bagaimana individu akan menyesuaikan diri dengan masa pensiunnya, dan status sosial
sebelum pensiun. Konsep diri yang baik akan memberikan daya adaptasi yang baik pula
bagi individu dalam menghadapi masa pensiun. Lebih lanjut Gilmer (dalam Purwanti,
2009) berpendapat bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pensiun adalah
konsep diri.

Konsep diri adalah diri yang diamati, dialami dan dinilai oleh individu sendiri,
yaitu diri yang individu sadari. Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri
individu karena konsep diri merupakan kerangka acuan individu dalam berinteraksi
dengan lingkungannya (Fitts, dalam Agustiani, 2006).
Individu dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika individu meyakini, dan
memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak

4

kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai, dan kehilangan daya tarik hidup.
Individu dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap
kehidupan, dan kesempatan yang dihadapinya. Individu tidak melihat tantangan sebagai
kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Individu dengan konsep diri negatif, akan
mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua pihak yang
disalahkan, baik itu menyalahkan diri sendiri maupun menyalahkan orang lain (Rini,
2001).
Sebaliknya individu dengan konsep diri positif akan terlihat optimis, penuh
percaya diri, dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap
kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun
lebih menjadikannya sebagai penemuan, dan pelajaran berharga untuk melangkah ke

depan. Individu dengan konsep diri positif akan mampu menghargai dirinya, akan
melihat hal-hal positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan
datang (Rini, 2001).
Penelitian-penelitian sebelumnya tentang konsep diri dan kecemasan menghadapi
masa pensiun belum banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Astuty (dalam
Mashud, 2003) mengatakan bahwa individu cenderung dapat meminimalisir kecemasan
apabila individu memiliki konsep diri, dan penyesuaian diri yang positif. Konsep diri
individu mampu memberikan kontribusi terhadap dirinya saat menghadapi masa
pensiun penuh dengan kecemasan karena pensiun menyebabkan individu kehilangan
peran, identitas dalam masyarakat yang memengaruhi harga diri individu. Pensiun akan
kehilangan peran dalam masyarakat yang selanjutnya memengaruhi statusnya, dan pada
akhir bisa memengaruhi konsep diri. Oleh karena belum banyak yang melakukan
penelitian maka penulis ingin menguji apakah ada hubungan antara konsep diri dengan

5

kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk Cirebon.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka rumusan masalahnya yaitu
apakah ada hubungan negatif antara konsep diri dengan kecemasan menghadapi masa

pensiun pada karyawan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon.
TINJAUAN PUSTAKA
Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
Kecemasan adalah suatu keadaan yang menakutkan atau keadaan kuatir bahwa
sesuatu yang buruk akan terjadi berkaitan dengan kesehatan, relasi sosial, ujian, karir,
dan kondisi lingkungan (Nevid, 2005). Pensiun dapat dibagi berdasarkan pandangan
mengenai peran pekerjaan itu sendiri dan tinjauan definisi dari sudut psikologi
perkembangan. Pensiun dapat dijelaskan sebagai suatu transisi ke pola hidup baru,
ataupun merupakan akhir pola hidup. Transisi ini meliputi perubahan peran dalam
lingkungan sosial, perubahan minat, nilai dan perubahan dalam segenap aspek
kehidupan individu. Jadi individu yang memasuki masa pensiun, bisa merubah arah
hidupnya dengan mengerjakan aktivitas lain, tetapi bisa juga tidak mengerjakan
aktivitas tertentu lagi (Eliana, 2003).
Kecemasan pada masa pensiun sering muncul pada setiap individu yang sedang
menghadapi masa pensiun, dalam diri individu mengalami goncangan perasaan yang
begitu berat karena harus meninggalkan pekerjaannya (Sari, 2009).
Dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi masa pensiun adalah ketakutan
karyawan dalam meninggalkan pekerjaannya karena memasuki batas usia berhenti
bekerja, dan karyawan tersebut menganggap hal ini sebagai keadaan yang mengancam
atau keadaan yang tidak menyenangkan.


6

Gejala kecemasan individu dapat dilihat dari beberapa gejala yaitu fisik,
behavioral, dan kognitif. Gejala fisik meliputi kegelisahan, gemetar, dan berkeringat,
pusing, sulit berbicara, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, gangguan perut atau
mual, dan mudah marah. Gejala behavioral meliputi perilaku menghindar, dan perilaku
melekat atau dependen. Gejala Kognitif meliputi kuatir tentang sesuatu, perasaan
terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan akan
sesuatu yang mengerikan akan terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, ketakutan akan
kehilangan kontrol, kuatir akan di tinggal sendirian, ketakutan akan ketidakmampuan
untuk mengatasi masalah, berpikir bahwa semuanya tidak bisa di kendalikan, berfikir
hal mengganggu secara berulang-ulang, merasa sulit memfokuskan pikiran atau
konsentrasi, dan sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan (Nevid, 2005).
Faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan menghadapi masa pensiun menurut
Purwanti (2009), yaitu kepuasan pekerjaan, usia, kesehatan, persepsi individu tentang
bagaimana individu akan menyesuaikan diri pada masa pensiun, status sosial sebelum
pensiun, dan konsep diri. Kepuasan pekerjaan membawa kepuasan tersendiri karena di
samping mendatangkan uang dan fasilitas, dapat juga memberikan nilai dan kebanggaan
pada diri sendiri (karena berprestasi atau pun kebebasan menuangkan kreativitas).

Orang yang mengalami masalah saat pensiun biasanya individu memiliki mental tidak
stabil, konsep diri yang negatif, dan rasa kurang percaya diri terutama berkaitan dengan
kompetensi diri dan keuangan. Sedangkan individu yang memiliki mental stabil
memiliki konsep diri positif, rasa percaya diri kuat maka individu akan lebih dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi pensiun.
Banyak orang yang takut menghadapi masa tua karena jika sudah tua maka fisik
akan semakin lemah, makin banyak penyakit, cepat lupa, dan penampilan tidak

7

menarik. Banyak individu mempersepsi secara negatif dengan menganggap bahwa
pensiun itu merupakan tanda individu memasuki masa tua, dan menganggap bahwa
pensiun itu merupakan pertanda dirinya sudah tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi
karena usia dari produktivitas makin menurun sehingga tidak menguntungkan lagi bagi
perusahaan tempat individu bekerja. Kesehatan mental dan fisik merupakan prekondisi
yang mendukung keberhasilan individu beradaptasi terhadap perubahan hidup yang
disebabkan oleh pensiun (Sofia, 2007).
Penyesuaian diri terhadap masa pensiun berkaitan dengan rencana persiapan yang
dibuat jauh sebelum masa pensiun tiba. Perencanaan yang dibuat sebelum pensiun (pola
gaya hidup yang dilakukan) akan memberikan kepuasan dan rasa percaya diri pada
individu yang bersangkutan. Bagaimana pun juga, perencanaan untuk masa pensiun
bukanlah sesuatu yang berlebihan karena banyak aspek kehidupan yang harus
disiapkan, dan dipertahankan seperti keuangan, kesehatan, spiritual dan kehidupan
sosial. Status sosial berpengaruh terhadap kemampuan individu pada masa pensiunnya.
Jika semasa kerja individu mempunyai status sosial tertentu sebagai hasil dari prestasi
dan kerja keras, maka akan cenderung lebih memiliki kemampuan adaptasi yang lebih
baik (Rini, 2001).
Selain faktor diatas menurut Gilmer (dalam Purwanti, 2009) bahwa kecemasan
pada pensiunan dipengaruhi oleh konsep diri yang dapat membawa dampak pada self
image individu yang biasanya cenderung negatif. Sedangkan self image merupakan

bagian dari konsep diri. Jadi dapat dikatakan bahwa individu yang mempunyai self
image yang negatif akan mempunyai konsep diri negatif. Salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap pensiun adalah konsep diri. Konsep diri pada dewasa madya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu penerimaan atau penolakan terhadap steriotipe

8

pada usia lanjut, keberhasilan atau kegagalan dalam hidup dan bagaimana individu
menghabiskan waktu luangnya. Konsep diri merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi kecemasan menghadapi masa pensiun.
Konsep Diri
Menurut Fitts (dalam Agustiani, 2006) konsep diri adalah diri yang diamati,
dialami dan dinilai oleh individu sendiri, yaitu diri yang individu sadari.
Menurut Fitts (dalam Agustiani, 2006) aspek-aspek konsep diri terdiri dari :
1.

Aspek fisik menyangkut persepsi individu terhadap keadaan dirinya secara fisik.
Dalam hal ini persepsi individu mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya
(jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk dan
kurus).

2.

Aspek moral-etik menggambarkan persepsi individu terhadap dirinya dilihat dari
standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi individu
mengenai

hubungan

dengan Tuhan, kepuasan individu

akan

kehidupan

keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya yang meliputi baik atau
buruk.
3.

Aspek pribadi menggambarkan perasaan atau persepsi individu tentang keadaan
pribadinya.

4.

Aspek keluarga menggambarkan perasaan atau harga diri dalam kedudukannya
sebagai anggota keluarga.

5.

Aspek sosial merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan
oranglain maupun lingkungan di sekitarnya.

6.

Aspek identitas merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan
mengacu pada pertanyaan “siapakah saya”?.

9

7.

Aspek penerimaan dan penilai menggambarkan sejauh mana individu merasa puas
akan dirinya atau seberapa jauh individu menerima dirinya.

8.

Aspek pelaku menjelaskan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang
berisikan segala kesadaran mengenai” apa yang dilakukan oleh diri”.

Hubungan Konsep Diri dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Di PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon
Masalah-masalah rumit yang dialami manusia, seringkali, dan bahkan hampir
semua, sebenarnya berasal dari diri. Individu tanpa sadar menciptakan mata rantai
masalah yang berakar dari masalah konsep diri. Dengan kemampuan berpikir, dan
menilai, manusia malah suka menilai yang macam-macam terhadap diri sendiri maupun
sesuatu atau oranglain, dan bahkan meyakini persepsinya yang belum tentu objektif.
Dari situ muncul masalah inferioritas, kurang percaya diri, dan hobi mengkritik diri
sendiri (Purwanti, 2009).
Terjadinya kecemasan merupakan implementasi dari konsep diri, sedangkan
konsep diri merupakan bagaimana individu memandang dirinya sendiri, menilai dirinya,
juga bagaimana harapannya terhadap dirinya sendiri, begitu pula dengan penilaian, dan
harapan oranglain terhadap individu tersebut.Individu yang memiliki konsep diri positif
akan menghasilkan sosok individu yang bisa meminimalkan adanya kecemasan,
sedangkan individu dengan konsep diri negatif cenderung menghasilkan individu yang
memiliki tingkat kecemasan yang tinggi (Sofia, 2007).
Dalam kaitannya dengan kecemasan menghadapi masa pensiun individu,
memiliki konsep diri positif akan mempersiapkan diri sedini mungkin dalam
menghadapi masa pensiun. Individu akan memandang masa pensiun sebagai sesuatu
yang menyenangkan, individu mulai memikirkan untuk melakukan hal-hal yang tidak

10

biasa individu lakukan ketika masih bekerja, menyalurkan hobi atau aktif dalam
kegiatan sosial atau keagamaan. Individu yang memiliki konsep diri negatif akan
memandang pensiun sebagai sesuatu yang menakutkan, karena penghasilan akan
berkurang, individu akan kehilangan prestise, kehilangan kekuasaan, dan kontak sosial.
Sehingga hal tersebut menimbulkan kecemasan, dan kekuatiran dalam dirinya. Individu
dengan konsep diri positif dapat lebih menghargai dirinya sesuai dengan kondisi yang
ada dalam lingkungan sekitarnya. Pemahaman diri yang positif akan mendorong
individu untuk melakukan kegiatan lain yang positif dan bermanfaat bagi orang lain.
kecemasan dalam menghadapi masa pensiun dipengaruhi oleh konsep diri yang dapat
membawa dampak self imageindividu yang biasanya cenderung negatif (Sofia, 2007).
HIPOTESIS
Ada hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dengan kecemasan
menghadapi masa pensiun. Semakin tinggi konsep diri maka semakin rendah
kecemasan menghadapi masa pensiun. Sebaliknya semakin rendah konsep diri maka
tingkat kecemasan menghadapi masa pensiun semakin tinggi.
METODE
Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
dengan desain korelasional. Variabel dependen pada penelitian ini adalah kecemasan
menghadapi masa pensiun, sedangkan variabel independen pada penelitian ini adalah
konsep diri.

11

Partisipan Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini adalah karyawan dewasa madya, yang akan memasuki
masa pensiun di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon yang berjumlah 70 orang
semuanya ( laki-laki) , dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Pegawai yang menghadapi masa pensiun, berusia 53 tahun sampai dengan 55
tahun.
b. Pegawai yang akan menghadapi masa pensiun pada tahun 2016 sampai dengan
tahun 2017.
Prosedur Sampling
Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah sampel jenuh dimana partisipan
dari penelitian ini adalah karyawan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon
yang akan memasuki masa pensiun. Populasi pada penelitian ini sampel yang
digunakan adalah karyawan yang akan pensiun yaitu 70 orang.
Pengukuran
Dalam penelitian ini penulis menggunakan skala sebagai alat pengambil data.
Terdapat dua skala yang digunakan, yaitu skala konsep diri yang disusun oleh Fitts
(1971) yang di modifikasi oleh penulis. Skala kecemasan menghadapi masa pensiun
disusun oleh penulis menggunakan aspek dari Nevid (2005).
Alternatif pilihan jawaban untuk setiap item skala konsep diri dan kecemasan
menghadapi masa pensiun yang tersedia, yaitu : SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS
(Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Adapun skoring skala pada item-item
yang favorable adalah SS (Sangat Sesuai) diberi nilai 4, S (Sesuai) diberi nilai 3,
TS(Tidak Sesuai) diberi nilai 2 dan jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai) diberi nilai 1.

12

Sedangkan item-item unfavorable, skor skalanya kebalikan dengan skor untuk item
favorable.
Dalam penelitian ini pengukuran analisis aitem dan reliabilitas menggunakan
program SPSS 17.00 for windows. Uji analisis aitem dilakukan dengan menggunakan
teknik

Person

Product

Moment

(corrected

item-total

correlation).

Penulis

menggunakan batasan koefisien korelasi sebesar r  0,30 (Azwar, 2012) hasilnya untuk
skala Konsep Diri terdapat 49 item yang baik, koefisien korelasinya berkisar 0,3180,718. Koefisien reliabilitas yang diukur menggunakan teknik Alpha Cronbach α =
0,932. Untuk skala kecemasan menghadapi masa pensiun hasilnya 36 item yang baik
dengan koefisien korelasi 0,326-0,728, koefisien reliabilitasnya α = 0,947.
Prosedur pengumpulan data
Penelitian ini dimulai dengan pembuatan skala psikologis. Pembuatan skala
psikologis ini mengalami proses bimbingan yang kemudian menghasilkan dua skala
pengukuran. Skala satu mengukur variabel konsep diri dengan jumlah 78 item. Skala
dua mengukur variabel kecemasan menghadapi masa pensiun dengan jumlah 40 item.
Setelah proses bimbingan menemui kesepakatan, maka penulis mendapat ijin
melakukan penelitian pada tanggal 18 Juni 2015. Jumlah skala psikologis yang
dibagikan sesuai dengan populasi penelitian, di karenakan penelitian ini menggunakan
teknik sampel jenuh yaitu berjumlah 70 orang. Pengambilan data dilakukan pada
tanggal 23 Juni 2015- 27 Juni 2015. Dari 70 skala psikologis yang dibagikan, hanya 58
skala yang diterima penulis. Hal ini disebabkan dua belas orang karyawan tidak
mengembalikan. Maka dari itu, jumlah partisipan pada penelitian ini berjumlah 58
orang karyawan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk di Cirebon.

13

HASIL PENELITIAN
Uji Normalitas
Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan metode Kolmogorof Smirnov.
Data dikatakan berdisribusi normal apabila nilai p > 0,05 yang didapatkan dari
perhitungan menggunakan SPSS 17.00 sebagai berikut:
Tabel 1
Tabel Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KD
N

Kecemasan
58

58

Mean

154.2241

66.1207

Std. Deviation

13.98375

12.75557

Absolute

.057

.145

Positive

.057

.116

Negative

-.051

-.145

Kolmogorov-Smirnov Z

.432

1.103

Asymp. Sig. (2-tailed)

.992

.176

Normal

Parametersa,,b

Most Extreme Differences

a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Dari hasil Perhitungan diperoleh hasil bahwa Konsep Diri berdistribusi normal.
Pernyataan ini ditunjukkan oleh tabel diatas yang menunjukkan besarnya K-S-Z sebesar
0,432 dengan nilai sign = 0,992 ( p > 0,05). Begitu pula dengan data kecemasan dalam
menghadapi masa pensiun juga berdistribusi normal, hal ini ditunjukkan oleh nilai K-SZ sebesar 1,103 dengan nilai sign = 0,176.
Uji Linieritas
Uji linieritas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang
linear signifikan antara dua variabel (antara variabel bebas dan variabel tergantung).
Kedua variabel dapat dikatakan linier bila nilai signifikasinya > 0,05. Hasil uji
Linearitas dapat dilihat pada tabel berikut:

14

Tabel 2
Tabel Uji Linieritas
ANOVA Table
Sum of
Squares
Kecemasan * KD

Between Groups (Combined)

6199.572

Mean

df

Square

32

193.737

F

Sig.

1.575

.123

1 2450.818 19.928

.000

Linearity

2450.818

Deviation from Linearity

3748.754

31

120.928

Within Groups

3074.583

25

122.983

Total

9274.155

57

.983

.523

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara konsep diri
dengan kecemasan menghadapi masa pensiun memiliki hubungan yang linier, karena
dari hasil uji linieritas diperoleh F beda= 0,983 dengan signifikansi sebesar 0, 523 (
p>0,05).
Analisis Deskriptif
1.Variabel Konsep Diri
Tabel 3 Kategorisasi Pengukuran Skala Konsep Diri
No

Interval

Kategorisasi

Mean

N

Persentase

12

20,68%

39

67,24 %

1

166,6 ≤ × ≤ 196

2

137,2 ≤ × < 166,6

Tinggi

3

107,8≤ × < 137,2

Sedang

7

12,06 %

4

78,4