T1 802011120 Full text

(1)

PERBEDAAN MOTIVASI BEROLAHRAGA PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA DITINJAU DARI

JENIS KELAMIN

Oleh

RISANG ANGGARA 802011120

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA


(2)

(3)

(4)

(5)

PERBEDAAN MOTIVASI BEROLAHRAGA PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA DITINJAU DARI

JENIS KELAMIN

Risang Anggara Berta Esti Ari Prasetya

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA


(6)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi berolahraga pada mahasiswa Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Subjek penelitian berjumlah 178 mahasiswa yang dibagi menjadi dua yaitu laki-laki sebanyak 89 dan perempuan sebanyak 89. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah insidental sample. Data penelitian diambil menggunakan skala MPAM-R terdiri dari 30 item dinyatakan lolos seleksi daya diskriminasi item dengan koefisien alpha cronbachnya 0,966. Berdasarkan uji perbedaan menggunakan teknik uji beda uji t diperoleh nilai t = 0.309 dengan nilai signifikansi atau p = 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan motivasi berolahraga pada mahasiswa Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana ditinjau dari jenis kelamin, dengan motivasi berolahraga mahasiswa laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Berdasarkan hasil uji analisis menunjukkan bahwa mahasiswa laki-laki tergolong pada kategori tinggi dan sedangkan mahasiswa perempuan tergolong dalam kategori sedang, sehingga terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Dengan hasil tiap-tiap aspek: interest/ enjoyment α= 29,70, appearance α= 41,99 , social α= 17,84, fitness/ health α= 17,35 , dan competence/ challenge α= 12,54.

Kata Kunci : Motivasi Berolahraga, Jenis Kelamin


(7)

Abstract

The purpose of the research is to know about different of sport motivation in students of Psychology Satya Wacana Christian University, which is riviewed by gender. The type of research is quantitative research. The research subjects are 178 students that divided to 2 groups, 89 men and 89 women. sampling technique used is incidental sample. Data research is taken with MPAM-R, which is consisted of 30 items that got away of from item discrimination power with alpha cronbach’s coefficient is 0,966. According to difference test T, we got t = 0,309 with significant value or p = 0,000. This result shows that there is a difference of sport motivation in students from faculty of psychology SWCU, which is reviewed by gender, with sport motivation in men are higher than women according to analysis test, we can know that men are belong to high section and women are belong to midlle section. Because of that, we said that there is a difference between men and women. The result item aspect: interest/ enjoyment α= 29,70, appearance α= 41,99 , social α= 17,84, fitness/ health α= 17,35 , dan competence/ challenge α= 12,54.


(8)

PENDAHULUAN

Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial. Pelaku olahraga adalah setiap orang dan/atau kelompok orang yang terlibat secara langsung dalam kegiatan olahraga yang meliputi pengolahraga, pembina olahraga, dan tenaga keolahragaan. Sementara itu pengolahraga adalah orang yang berolahraga dalam usaha mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial (UU Keolahragaan 2005).

Dalam UU Keolahragaan 2005, aktivitas olahraga sendiri bila dilihat dari tujuan pelakunya dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori, yaitu: olahraga pendidikan, olahraga prestasi, olahraga rekreasi, olahraga amatir, olahraga profesional, dan olahraga penyandang cacat. Keolahragaan diselenggarakan dengan prinsip: demokratis, tidak diskriminatif dan menjunjung tinggi nilai keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa, keadilan sosial dan nilai kemanusiaan yang beradab, sportivitas dan menjunjung tinggi nilai etika dan estetika, pembudayaan dan keterbukaan, pengembangan kebiasaan hidup sehat dan aktif bagi masyarakat, pemberdayaan peran serta masyarakat, keselamatan dan keamanan, dan keutuhan jasmani dan rohani.

Sementara itu menurut Ekrima (2009) olahraga adalah aktivitas gerak manusia menurut teknik tertentu, dalam pelaksanaannya terdapat unsur bermain, ada rasa senang, dilakukan pada waktu luang, dan kepuasan tersendiri. Manusia sendiri adalah mahkluk hidup yang aktivitasnya sangat tinggi. Rutinitas yang sangat tinggi tersebut harus ditunjang dengan kondisi psikologis dan fisik tubuh yang seimbang. Keseimbangan kondisi fisik dan psikologis tersebut dapat dicapai dengan usaha


(9)

manusia melalui aktivitas olahraga dan rekreasi yang bertujuan mengurangi tegangan-tegangan pada pikiran (refreshing dan relaksasi).

Menurut Berger, Pargman, Weinberg (dalam Molanorouzi, 2015) aktivitas fisik sendiri didefinisikan sebagai penggabungan gerakan yang dilakukan menggunakan energi untuk meningkatkan otot-otot dan metabolisme tubuh. Di dalam Aktivitas fisik, sport adalah aktifitas yang lebih mangarah kepada situasi kompetitif terstruktur yang diatur dengan aturan, seperti: sepak bola, basket, batminton, tenis meja, dan lain sebagainya. Sementara exercise adalah aktivitas fisik yang lebih mengarah pada latihan yang gerakannya terstruktur dan berulang-ulang, seperti: jogging, fitness, aerobik, dan lain sebagainya. Penelitian ini tidak membedakan sport maupun exercise, karena bagi orang awam mereka beranggapan bahwa sport maupun exercise adalah sama-sama olahraga.

Kamal dan Supandi (dalam Ismail, 2013) mengutarakan pentingnya olahraga bagi masyarakat ditinjau dari berbagai segi dan kepentinganya, dalam hal ini tinjauan diarahkan kepada “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat” yang pada hakekatnya mengandung banyak nilai-nilai olahraga untuk setiap orang, manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan olahraga baik sosial dan lain-lain adalah: a) Untuk hal yang menyangkut segi biologis, olahraga akan merangsang perkembangan tubuh lebih baik, mengaktifkan dan memperkuat berbagai kelompok otot, kapasitas vital, umumnya cenderung mewujudkan perkembangan organ tubuh secara harmonis dan fungsional. b) Dilihat dari segi sosiologi olahraga bisa memupuk tali persaudaraan, pengintegrasian kelompok, kesempatan kontak sosial, bekerja, dan memupuk tanggung jawab yang besar akan kasih sayang dan harga menghargai antara sesama. c) Segi psikologis, olahraga akan memberi kemampuan mengadakan 2


(10)

seleksi terhadap apa yang dapat dicapai serta efisien dan bermutu, juga memperluas cakrawala pandangan seseorang dalam mengarungi kehidupan.

Selain hal itu, menurut (Triangto, 2014) dokter spesialis keolahragaan. Olahraga secara teratur memiliki banyak manfaat, diantaranya: mengurangi risiko berbagai penyakit, membuat tidur lebih nyenyak, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kemampuan otak, menunda proses penuaan, menutrisi kulit, meningkatkan kecerdasan pada anak, dan membantu tumbuh kembang anak. Pentingnya olahraga membuat otot dan rangka tubuh bergerak, denyut jantung meningkat sehingga darah beserta oksigen dan nutrisi bisa disalurkan dengan baik ke seluruh tubuh.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) sekitar dua juta orang di seluruh dunia meninggal karena penyakit akibat gaya hidup malas dan kurang berolahraga. (Triangto, 2014). Dalam artikel tersebut lebih lanjut dijelaskan bahwa penelitian yang dilakukan oleh University of Hong Kong menyebutkan, dampak jangka panjang dari tidak pernah berolahraga sama berbahayanya dengan merokok. Penelitian yang dilakukan tahun 2004 itu menyebutkan sekitar 20 persen penyebab kematian orang dewasa berusia 35 tahun ke atas adalah karena kurang olahraga. Jarang berolahraga membuat distribusi oksigen ke seluruh tubuh terganggu. Dampaknya, otot tubuh akan kekurangan oksigen sehingga membuat badan terasa pegal-gegal dan kaku. Kekurangan oksigen juga membuat kerja otak tidak maksimal sehingga mudah pusing dan susah konsentrasi. Selain itu kurangnya olahraga juga berdampak negatif, yaitu: hipertensi, sakit jantung, osteoporosis, kanker payudara, obesitas, diabetes tipe 2, dan depresi.


(11)

Kamal dan Supandi (dalam Ismail, 2013) berpendapat “Akibat majunya teknologi menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap gerak manusia khususnya dalam olahraga, dengan teknologi yang semakin maju membuat manusia tidak banyak bergerak (malas), karena majunya transportasi, komunikasi yang semuanya serba otomatis”. Meskipun demikian, sebagian dari masyarakat masih ada yang aktif melakukan olahraga dari anak-anak hingga usia lanjut baik laki-laki dan perempuan. Meskipun dengan macam-macam olahraga dan dengan cara yang berbeda, tujuannya adalah sama yaitu untuk mencapai kesehatan. Hal tersebut tergantung bagaimana setiap orang memotivasi dirinya untuk berpartisipasi terhadap olahraga, baik itu laki-laki maupun perempuan.

Jumlah perempuan yang hobi olahraga mungkin sama banyaknya dengan pria. Namun, dalam hal motivasi, ternyata mereka tetaplah dua makhluk yang berbeda. Pria berolahraga karena ingin terlihat lebih berotot, entah itu di bagian lengan, perut, atau kaki. Pria memiliki agenda yang menyimpan tujuan spesifik dan mereka bertekad mencapainya Perez, V (kompas, 2010). Bagi banyak pria, berlatih itu adalah olahraga dan mereka melakukannya karena menyenangkan, kompetitif, dan sesuatu yang selalu mereka lakukan, sedangkan bagi perempuan, olahraga adalah bukanlah aktivitas yang cocok bagi dirinya. Meskipun begitu, mereka melakukannya karena bisa membuat penampilan mereka lebih menarik. Incledon, L (kompas, 2010). Pria senang bila terlihat habis berolahraga, semakin berkeringat, semakin baik. Sementara itu, perempuan paling risih ketika berkeringat. Ketika berhasil mengatasi rasa malas untuk berolahraga, perempuan cenderung melakukan pendekatan seimbang untuk berolahraga. Latihan mereka meliputi beberapa jenis kardio, latihan kekuatan, dan latihan mind dan body seperti yoga atau tai chi. Itu 4


(12)

sebabnya, group exercise di pusat-pusat kebugaran selalu didominasi perempuan. Peeke, P (kompas, 2010).

Meskipun laki-laki dan perempuan diharapkan sama-sama memiliki motivasi olahraga demi kesehatan mereka, namun berkaitan dengan motivasi berolahraga, kebutuhan antara pria wanita juga berbeda. Huddleston (dalam Molanorouzi, 2015) analisis diskriminan menunjukkan bahwa diskriminator terbesar adalah prestasi dan status, yang keduanya peringkat laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan untuk keterlibatan aktivitas fisik. Sementara itu dalam penelitian sebelumnya menurut Bem (dalam Koivula 1999) didapati hasil bahwa faktor tubuh dan sosial merupakan motif kuat untuk wanita, dan sedangkan motif kompetisi dan kompetensi lebih dihargai oleh laki-laki yang cenderung muncul karena harapan masyarakat. Dalam hal ini secara umum masyarakat memandang bahwa laki-laki diharapkan untuk menjadi kompetitif karena memiliki tubuh yang lebih kuat dan rasa percaya diri yang kuat untuk menaklukan tantangan dibandingkan perempuan, sedangkan perempuan diharapkan menjadi unggul dan peduli pada fisiknya, tidak bersaing dengan orang lain.

Sedangkan menurut Garner, Garfinkel, Schwartz, dan Thompson, 1980; Henley, 1977; Willis & Campbell, 1992 (dalam Koivula 1999), penampilan perempuan lebih penting daripada laki-laki, dan dibandingkan dengan laki-laki juga ada tekanan yang lebih kuat pada wanita untuk memiliki penampilan muda dan menjadi langsing. Berkaitan dengan hal tersebut penampilan pada perempuan cenderung lebih penting karena adanya tuntutan dari masyarakat untuk berpenampilan lebih menarik tanpa melakukan olahraga. Selain itu menurut Willis dan Campbell (dalam Koivula 1999), bentuk tubuh wanita yang ideal telah


(13)

dikembangkan dari tahun 1960, kombinasi dari ketipisan dan otot-otot. Dengan adanya hal tersebut budaya cenderung memberikan dampak pada perempuan untuk mementingkan penampilan dibandingkan olahraga.

Berkaitan dengan fisik dalam berolahraga, Aastrand (dalam Klomsten 2006) berpendapat bahwa sebelum pubertas, anak laki-laki dan perempuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam kekuatan aerobik maksimal, atau kekuatan. Selain itu menurut Shapka dan Keating (dalam Klomsten 2006) menemukan bahwa dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam berolahraga, kompetensi dalam domain fisik penampilan dan kemampuan atletik. Dengan hal tersebut laki-laki yang berpenampilan fisik tubuh yang kekar akan merasa lebih percaya diri dalam memperlihatkan bentuk tubuhnya dan merasa memiliki kemampuan yang lebih terhadap aktivitas yang dilakukan, sementara itu bagi perempuan yang memiliki tubuh kekar akan merasa berbeda jika berkumpul dengan teman yang feminin, selain itu juga dapat mengurangi daya tariknya terhadap laki-laki.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afsanepurak, Hossini, Seyfari dan Fathi (2012) ditemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam motivasi untuk partisipasi dalam olahraga untuk semua antara laki-laki dan perempuan. Selain itu menurut Fredricks dan Eccles (2005) secara signifikan kompetensi perempuan dalam olahraga lebih rendah, peringkat yang lebih rendah, dan partisipasi olahraga juga lebih rendah dari anak laki-laki. Penelitian tersebut semakin diperkuat oleh Murcia (2007) yaitu anak laki-laki memiliki kadar kompetensi dan rasa percaya diri yang lebih sehubungan dengan kegiatan olahraga, sedangkan anak perempuan memiliki persepsi yang lebih menguntungkan dari fisik 6


(14)

mereka yaitu penampilan dan kekuatan fisik daripada anak laki-laki. Namun hasil penelitian tersebut berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Monazami, Hedayatikatooli, Neshati, dan Beiki (2012) yaitu diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara atlet laki-laki dan perempuan dalam hal motivasi berolahraga.

Seperti di Fakultas Psikologi UKSW sendiri, kebanyakan mahasiswa yang mengikuti dan berpartisipasi dalam KBM di bidang olahraga adalah laki-laki, sedangkan perempuan hanya sedikit yang berpartisipasi. Kebanyakan dari perempuan hanya sekedar mendaftar di KBM olahraga, namun ketika berlangsungnya KBM tersebut yang hadir dan berpartisipasi hanya sedikit bahkan hanya orang-orang tertentu saja, dan kebanyakan mahasiswa perempuan hanya menyaksikan. Akan tetapi prestasi yang diraih Fakultas Psikologi dalam bidang olahraga pada beberapa tahun terakhir lebih didominasi mahasiswa perempuan, mereka selalu berhasil meraih hasil yang lebih baik seperti dalam Pekan Olahraga Mahasiswa (POM) UKSW dan Ekspose UNDIP tahun 2013, 2014 dan 2015.

Melalui hasil dari wawancara dengan dengan 4 mahasiswa Psikologi yang terdiri dari dua perempuan dan dua laki-laki berkaitan dengan motivasi berolahraga. Hasilnya dari dua perempuan dan satu laki-laki menyebutkan bahwa mereka tidak setiap hari berolahraga. Salah satu contoh yaitu mahasiswa cenderung aktif dalam kegiatan fakultas maupun kampus, sehingga waktu yang dimilikinya kurang untuk melakukan olahraga meskipun sebenarnya sangat ingin berolahraga. Sedangkan hasil wawancara dengan salah satu mahasiswa laki-laki yang lain menyebutkan bahwa dia senang dalam berolahraga, selain untuk mengisi waktu luang dan meningkatkan


(15)

kemampuan dalam olahraga, dia juga berpendapat dengan melakukan olahraga dapat menjaga kebugaran tubuhnya.

Berdasarkan wawancara, perbedaan hasil penelitian dan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang perbedaan motivasi berolahraga terhadap mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana ditinjau dari jenis kelamin.

TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berolahraga

Deci & Ryan (1985) mendefinisikan motivasi adalah sebagai energi dan arah perilaku. Dalam hal ini komponen energi motivasi mencerminkan jumlah usaha yang ditujukan seseorang dalam melakukan kegiatan tertentu. Komponen arah mengacu pada tingkat unik individu dari kepentingan pribadi dalam menentukan apa yang akan dilakukan. Energi dan arah dari setiap perilaku, yaitu motivasi mungkin berbeda untuk individu yang berbeda.

Olahraga adalah gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Dalam hal ini mengacu pada aspek kebugaran seseorang. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995). Santrock (2002) mengatakan olahraga adalah salah satu aktifitas utama yang memperbaiki kualitas hidup, baik pada remaja maupun pada orang dewasa.

Motivasi berolahraga menurut Gunarsa (dalam Ismail 2013) adalah keseluruhan daya penggerak (motif-motif) di dalam diri individu yang menimbulkan kegiatan berolahraga, menjamin kelangsungan latihan dan memberikan arahan pada setiap kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Sementara itu Ismail (2013) mengatakan motivasi olahraga 8


(16)

adalah suatu keadaan dalam diri seseorang untuk berperilaku yang didasari motif-motif dari dalam individu atau dari luar individu untuk melakukan kegiatan olahraga.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berolahraga adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorong dirinya untuk berpartisipasi dalam aktifitas fisik atau gerak badan untuk memperoleh kebugaran.

1. Dimensi Motivasi Berolahraga

Ryan, Frederick, Lepes, Rubio dan Sheldon (1997) membuat alat ukur untuk menilai kekuatan lima motif untuk berpartisipasi dalam kegiatan fisik yaitu Motivation for Physical Activity Measure-Revised (MPAM-R) yang berisi 30 item. Ryan dkk (1997) mengatakan dimensi-dimensi untuk mengukur partisipasi dalam kegiatan fisik, yaitu:

a. Interest/ Enjoyment

Aktif secara fisik hanya karena menyenangkan, membuat dirinya merasa bahagia, menarik, merangsang, dan menyenangkan.

b. Appearance

Aktif berolahraga karena ingin menjadi aktif, lebih menarik secara fisik, memiliki bentuk tubuh yang ideal, dan memperoleh atau mempertahankan berat badan yang diinginkan.

c. Social

Menjadi aktif secara fisik agar dengan teman-teman dan bertemu orang baru. Atau tujuan dari melakukan olahraga kebugaran untuk melakukan kontak/ interaksi sosial.


(17)

d. Fitness/ Health

Merujuk pada motivasi untuk aktif berolahraga karena berkeinginan menjadi sehat secara fisik, kuat dan berenergi.

e. Competence/ Challenge

Mengacu untuk menjadi aktif secara fisik karena keinginan hanya untuk meningkatkan pada suatu kegiatan, untuk memenuhi tantangan, dan untuk memperoleh keterampilan baru.

2. Jenis-jenis yang Menyebabkan Motivasi Berolahraga

Frederick dan Ryan (1993) menjelaskan beberapa jenis yang dapat menyebabkan motivasi dalam berolahraga ialah:

a. Motivasi Intrinsik

Seorang individu akan melakukan perilaku berolahraga dengan sukarela, tanpa adanya imbalan materi atau kendala eksternal. Karena individu merasa olahraga itu menarik dan memuaskan untuk mempelajari lebih lanjut tentang olahraga yang dilakukannya, atau individu yang berlatih olahraga untuk kesenangan terus mencoba untuk melampaui dirinya sendiri dianggap termotivasi terhadap olahraga mereka.

Motivasi intrinsik sendiri merujuk pada keadaan di mana seseorang memulai suatu aktivitas untuk dirinya sendiri karena merasa aktivitas tersebut menarik dan dapat mencapai kepuasan dengan melakukan aktivitas tersebut (Ryan & Deci, 2000).

b. Motivasi Ekstrinsik


(18)

Seorang individu melakukan dan terlibat dalam perilaku olahraga sebagai alat untuk mencapai tujuan dan bukan untuk kepentingan mereka sendiri. Hal ini dikarenakan adanya dorongan dari luar.

B. Jenis Kelamin

1. Pengertian Jenis Kelamin

Jenis kelamin didefinisikan sebagi sifat (keadaan) jantan atau betina. Dalam hal ini lebih mengacu pada aspek biologis seseorang apakah ia laki-laki atau perempuan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995). Menurut Sears (1994) menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan unsur dari konsep diri pribadi. Banyak orang memandang bahwa mereka memiliki minat dan kepribadian yang bergantung pada jenis kelamin mereka.

Mengacu pada pengertian-pengertian jenis kelamin di atas maka dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin berkaitan dengan pembedaan pria dan wanita berdasarkan ciri-ciri fisik dan anatomis.

2. Perbedaan laki-laki dan perempuan.

Perbedaan sifat-sifat yang dimiliki oleh pria dan wanita disebabkan oleh perbedaan perlakuan pada pria dan wanita. Perbedaan mencolok antara pria dan wanita adalah secara fisik (Monks,dkk 1999).

Secara keseluruhan, perbedaan fisik ini adanya perbedaan-perbedaan hormonal, terutama sekali testoteron dan hormon mengatur segalanya (Sanders, 2002). Bentuk sosial atas laki-laki dan perempuan antara lain: jika laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sedangkan perempuan dikenal sebagai mahkluk yang lemah, lembut, cantik, emosional, dan keibuan.


(19)

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: “terdapat perbedaan Motivasi Berolahraga antara laki-laki dan perempuan pada mahasiswa Psikologi UKSW.

METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel

Populasi adalah serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. Penentuan populasi harus berpedoman pada tujuan dan permasalahan penelitian (Bungin, 2006). Purwanto (2008) juga berpendapat populasi adalah keseluruhan objek yang mempunyai satu karakteristik yang sama.

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif psikologi UKSW. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 586 orang dengan sampel sebanyak 89 mahasiswa laki-laki dan 89 mahasiswa perempuan.

Tehnik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang ditentukan dengan teknik tertentu sehingga mempunyai sifat yang sama dengan populasi (Purwanto 2008). Tehnik Sampling adalah merupakan tehnik pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah insidental sample yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/ insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok dengan sumber data (Purwanto 2008).


(20)

Dalam penarikan sampel jumlahnya harus representatif agar hasilnya dapat digeneralisasi. Untuk memenuhi persyaratan tersebut dalam penentuan sampel penulis menggunakan rumus:

1 ) (   2 d N N n Keterangan :

n = jumlah sampel yang dicari N = jumlah populasi

d = presisi

42 , 85 86 , 6 586 1 ) 01 , 0 ( 586 586 1 ) 1 , 0 ( 586 586       2 n

Alat Ukur Penelitian

Skala ukur untuk menilai kekuatan lima motif untuk berpartisipasi dalam kegiatan fisik dikemukakan oleh Ryan dkk (1997), diadaptasi oleh penulis dengan bahasa Indonesia dengan sistem back translation yaitu: Interest/Enjoyment, Appearance, Social, Fitness/Health, dan Competence/Challenge. Variabel partisipasi dalam kegiatan fisik diukur menggunakan skala yang diadaptasi dari Ryan dkk (1997) yaitu Motivation for Physical Activities Measure-Revised (MPAM-R) yang terdiri dari 30 item. Alternatif pilihan jawaban untuk setiap item skala partisipasi dalam kegiatan fisik yang tersedia, yaitu: (1) sangat tidak sesuai dengan diri saya, (2) tidak sesuai, (3) agak tidak sesuai, (4) netral, (5) agak sesuai, (6) sesuai, (7) sangat sesuai dengan diri saya. Alat ukur sudah pernah diuji dengan


(21)

reabilitas Interest/enjoyment α = 0,92, Appearance α = 0,91, Social α = 0,83, Fitness/Health α = 0,78 dan Competence/Challenge α = 0,88 Ryan dkk (1997).

Selanjutnya alat ukur yang digunakan telah diuji lagi dengan uji daya diskriminasi item dan reliabilitasnya menggunakan bantuan SPSS.16 for Windows dengan standar validitas.

Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas Skala motiovasi berolahraga yang terdiri dari 30 item, sama sekali tidak ada item yang gugur. Daya diskriminasi item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara (0,391-0,834). Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada Skala motivasi berolahraga sebesar 0,966. Hal ini berarti Skala motivasi berolahraga reliabel. Dengan aspek interest/enjoyment α = 29,70, appearance α = 41,99, social α = 17,84, fitness/health α = 17,35, competence/challangeα = 12,54.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji t (Independent Sample t test) dengan bantuan SPSS.16 for Windows. Beberapa pengujian sebelum dilakukan uji perbedaan atau uji t adalah pengujian terhadap normalitas data dan homogenitas varians.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Deskriptif

Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal, dan standar deviasi sebagai hasil pengukuran skala motivasi berolahraga pada mahasiswa Psikologi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(22)

Tabel 1

Tabel Statistik Deskriptif

Kategori Skor Motivasi Berolahraga Laki-laki dan Perempuan

Interval Kategori

Laki-laki

% Perempuan % Mean SD

174 ≤ x < 210 Sangat Tinggi

26 29,21% 1 1,12%

1.3560 34.61774

138 ≤ x < 174 Tinggi 37 41,57% 27 30,34%

102 ≤ x < 138 Sedang 16 17,98% 40 44,94%

66 ≤ x < 102 Rendah 8 8,99% 16 17,98% 30 ≤ x < 66 Sangat

Rendah

2 2,25% 5 5,62%

Jumlah 89 100% 89 100% Max :

210

Min : 39

Data tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 2 (2,25%) mahasiswa laki-laki Fakultas Psikologi UKSW tergolong dalam motivasi berolahraga sangat rendah, 8 (8,99%) mahasiswa laki-laki berada pada kategori motivasi berolahraga rendah, 16 (17,98%) mahasiswa laki-laki berada pada kategori sedang, 37 (41,57%) mahasisawa laki-laki berada pada kategori tinggi dan 26 (29,21%) mahasiswa laki-laki berada pada kategori sangat tinggi. Dalam hal ini motivasi berolahraga laki-laki tergolong dalam kategori tinggi.

Sedangkan 5 (5,62%) mahasiswa perempuan Fakultas Psikologi UKSW tergolong dalam kategori sangat rendah, 16 (17,98%) mahasiswa perempuan tergolong dalam kategori rendah, 40 (44,94%) mahasiswa perempuan tergolong pada kategori sedang, 27 (30,34%) mahasiswa perempuan tergolong pada kategori tinggi, dan 1 (1,12%) mahasiswa perempuan tergolong pada kategori sangat tinggi. Dalam hal ini motivasi berolahraga perempuan tergolong dalam kategori sedang.


(23)

Uji Asumsi

Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2

Tabel Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Female Male

N 89 89

Normal Parametersa Mean 121.5955 149.6067

Std. Deviation 30.23609 33.15721

Most Extreme Differences

Absolute .090 .117

Positive .051 .084

Negative -.090 -.117

Kolmogorov-Smirnov Z .845 1.107

Asymp. Sig. (2-tailed) .472 .172

Pada Skala motivasi berolahraga pada kelompok perempuan diperoleh nilai K-S-Z sebesar 0,845 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,472 (p>0,05). Sedangkan pada skor motivasi berolahraga pada kelompok laki-laki memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,107 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,172. Dengan demikian kedua jenis kelompok berdistribusi normal.

Sementara dari hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3

Tabel Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances

Motivation Levene

Statistic df1 df2 Sig.

1.041 1 176 .309

Dari tabel di atas dapat dilihat nilai signifikansi dari uji homogenitas dari sampel motivasi pada kelompok laki-laki dan motivasi pada kelompok perempuan menunjukan bahwa nilai koefisien Levene Statistic sebesar 1,041. Dengan


(24)

signifikansi sebesar 0,309. Karena signifikansi 0,309 > 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini bersifat homogen atau memiliki varians yang sama. Uji-t

Dari perhitungan uji-t, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4

Tabel Hasil Uji-t motivasi berolahraga pada kelompok laki-laki dan pada kelompok perempuan

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Differenc e Std. Error Differen ce 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Motivasi Equal

variance s assumed

1.041 .309 -5.889 176 .000 -28.01124 4.75657 -37.39849 -18.62398

Equal variance s not assumed

-5.889 174.524 .000 -28.01124 4.75657 -37.39904 -18.62343

Hasil perhitungan uji beda (ujit), diperoleh nilai thitung adalah sebesar -5,889 dengan signifikansi = 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara motivasi berolahraga laki-laki dan perempuan.

Selain itu, penelitian ini juga melakukan uji beda untuk masing-masing aspek motivasi berolahraga dan hasilnya dapat dilihat di tabel 5.


(25)

Tabel 5

Perbedaan Laki-laki dan Perempuan ditinjau dari Aspek

Group Statistics

Aspek t Sig.

(2-tailed) N

Male Female

Std.

Deviation Mean

Std.

Deviation Mean Interest

-5.450 .000 89 8.80464 37.5618 8.29552 30.5730 Competence

-6.480 .000 89 9.46770 35.8989 8.64928 27.0899 Appearance

-4.224 .000 89 7.82552 27.6180 7.39192 22.7978 Fitness

-4.165 .000 89 6.56456 27.5169 6.60702 23.4045 Social

3.542 .001 89 6.43763 21.0112 5.90986 17.7303

Berdasarkan tabel di atas, motivasi berolahraga laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Dengan rata-rata aspek interest/enjoyment, competence, appearance, fitness, dan social pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Tabel 6

Perbedaan Laki-laki dan perempuan dalam olahraga Jenis

kelamin Jumlah

Olahraga

Sport Exercise Ya Tidak

Laki-laki 89 79 10 42 37

peremuan 89 53 36 21 32

Berdasarkan tabel di atas, dari 89 mahasiswa laki-laki yang digunakan sebagai sampel, mahasiswa yang aktif berolaraga sebanyak 79 orang, 42 diantara aktif dalam aktivitas sport dan 37 mahasiswa aktif dalam exercise. Sedangkan dari 18


(26)

89 mahasiswa perempuan yang digunakan sebagai sampel, mahasiswa yang aktif berolahraga sebanyak 53 orang, 21 mahasiswa diantaranya aktif dalam aktivitas sport dan 32 mahasiswa aktif dalam aktivitas exercise.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisa data penelitian mengenai perbedaan motivasi berolahraga mahasiswa Psikologi ditinjau dari jenis kelamin dengan menggunakan program SPSS versi 16.0, diperoleh t-hitung sebesar -5, 889 dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Dapat disimpukan bahwa terdapat perbedaan motivasi berolahraga mahasiswa Psikologi antara laki-laki dan perempuan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afsanepurak, dkk (2012) ditemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam motivasi untuk partisipasi dalam olahraga untuk semua antara laki-laki dan perempuan. Selain itu menurut Hines (dalam Chalabaev, dkk, 2013) Memang, sejak masa kanak-kanak laki-laki lebih berpartisipasi dalam kegiatan motorik daripada perempuan. Knisel (dalam Chalabaev, dkk, 2013) dalam penelitiannya mendapatkan hasil bahwa ada perbedaan antara jenis kelamin dalam penentu psikologis penting kinerja yaitu anak laki-laki lebih termotivasi dibandingkan anak perempuan untuk berpartisipasi dalam olahraga dan pendidikan jasmani.

Adanya perbedaan motivasi berolahraga antara laki-laki dan perempuan nampak pada hasil penelitian ini yaitu laki-laki lebih tinggi dari perempuan dalam setiap aspeknya. Begitu pula pada hasil rata-ratanya, laki-laki cenderung lebih tinggi dibandingkan perempuan. Di sini menunjukkan bahwa laki-laki percaya bahwa dirinya lebih berkompeten dan mampu untuk berkompetisi dengan orang lain, sedangkan perempuan merasa olahraga adalah aktivitas yang melelahkan, kemudian


(27)

jika dirinya berolahraga dan jika nantinya terjadi apa-apa ia akan merasa bahwa penampilan dan kepercayaan dirinya terasa kurang baik dihadapan lawan jenis maupun sejenis.

Dalam penelitian ini juga ditemukan perbedaan dalam aspek interest/ enjoyment antara laki-laki dan perempuan dengan nilai t= -5,450 (-5,450 < 0,05). Rata-rata laki-laki sebanyak 37,5618 sedangkan perempuan 30,5730 yang menunjukkan motivasi laki-laki dari aspek interest/ enjoyment lebih tinggi dari perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang dinyatakan Incledon (dalam Kompas, 2010) yaitu bagi banyak pria, berlatih itu adalah olahraga dan mereka melakukannya karena menyenangkan, kompetitif, dan sesuatu yang selalu mereka lakukan, sedangkan bagi perempuan, olahraga adalah bukanlah aktivitas yang cocok bagi dirinya. Laki-laki melakukannya karena bisa membuat penampilan mereka lebih menarik. Seperti di Fakultas Psikologi sendiri, motivasi berolahraga laki-laki di aspek interest/ enjoyment lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kebanyakan dari mahasiswa laki-laki melakukan olahraga karena aktivitas tersebut lebih menyenangkan, dapat membuatnya nyaman, dan meraka percaya bahwa dirinya lebih kompetitif dibandingkan dengan perempuan.Sedangkan bagi mahasiswa perempuan, mereka memiliki angganggap bahwa olahraga adalah kegiatan yang melelahkan, meskipun senang dalam melakukannya akan tetapi perempuan tetap beranggapan olahraga adalah kegiatan yang menguras tenaga.

Kemudian dalam aspek appearance juga ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dengan nilai t= -6,480 (-6,480 < 0,05). Rata-rata laki-laki 27,6180 berbanding 22,7978 yang menunjukkan motivasi laki-laki dari aspek appearance lebih tinggi dari perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang diyatakan


(28)

(Peeke, dalam Kompas 2012) yaitu pria senang bila terlihat habis berolahraga, semakin berkeringat, semakin baik. Sementara itu, perempuan paling risih ketika berkeringat. Dengan hal tersebut perempuan beranggapan jika berolahraga menghasilkan keringat akan mengganggu penampilannya. Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan (Garner, dkk & Willis dalam Koivula 1999) yang menyatakan penampilan pada perempuan lebih penting dibandingkan dengan laki-laki. Seperti di Fakultas Psikologi sendiri, motivasi berolahraga mahasiswa laki-laki di aspek interest/ enjoyment lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kebanyakan dari mahasiswa laki-laki beranggapan bahwa dengan melakukan olahraga mereka dapat membuat penampilannya menjadi lebih baik. Sedangkan bagi mahasiswa perempuan sendiri, mereka beranggapan bahwa tanpa berolahraga mereka juga dapat membuat penampilan lebih baik, selain adanya tekanan yang lebih kuat pada dirinya untuk berpenampilan lebih muda, mereka juga menginginkan bentuk tubuh yang ideal dan ketipisan otot-otot.

Begitu pula dengan aspek social, ada perbedaan antara laki-laki dengan perempuan dengan nilai t= -4,224 (-4,224 < 0,05) hasil rata-rata 21.0112 berbanding 17.7303 yang menunjukkan motivasi laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hasil penalitian ini sesuai dengan penelitian Bem (dalam Koivula, 1999) yaitu didapati hasil bahwa faktor tubuh dan sosial merupakan motif kuat untuk wanita, dan sedangkan motif kompetisi dan kompetensi lebih dihargai oleh laki-laki yang cenderung muncul karena harapan masyarakat. Seperti di Fakultas Psikologi sendiri, motivasi berolahraga mahasiswa laki-laki di aspek social lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kebanyakan dari mahasiswa laki-laki beranggapan bahwa dengan melakukan olahraga mereka dapat menjalin relasi yang lebih banyak lagi, dengan


(29)

berolaraga juga mereka dapat bersosialisasi dan berkumpul dengan teman-temannya. Sedangkan bagi mahasiswa perempuan, mereka beranggapan bahwa jika mereka berolahraga dan jika nantinya terjadi yang tidak diinginkan dengan bagian tubuhnya maka perempuan akan merasa tidak percaya diri dengan penampilannya di mata laki-laki maupun perempuan. Selain itu mereka juga beranggapan bahwa tanpa melakukan olahragapun mereka dapat menjalin relasi dengan baik.

Kemudian dalam aspek fitness/health laki-laki juga masih lebih tinggi dari perempuan dengan nilai t= -4,165 (-4,165 < 0,05). Hasil rata-rata laki-laki 27.5169 berbanding 23.4045 yang menunjukkan motivasi laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Jayasti (2010) yang menunjukkan bahwa laki-laki lebih memiliki motivasi lebih tinggi di aspek fitness. Seperti di Fakultas Psikologi sendiri, motivasi berolahraga mahasiswa laki-laki di aspek fitness lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kebanyakan dari mahasiswa laki-laki beranggapan bahwa dengan melakukan olahraga dapat membuatnya semakin sehat dan perkembangan otot lebih baik. Sedangkan bagi mahasiswa perempuan, mereka beranggapan bahwa menjaga kebugaran fisik tidak perlu dengan berolahraga, kebugaran fisik akan terjaga tanpa harus melakukan aktivitas yang melelahkan.

Selanjutnya dalam aspek competence/challenge laki-laki tetap lebih dari perempuan dengan nilai t= 3,542 (3,542 < 0,05) dengan rata-rata 35,8989 berbanding 27,0899 yang menunjukkan motivasi laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hasil pelitian tersebut juga sesuai dengan hasil dari Fredricks dan Eccles (2005) secara signifikan kompetensi perempuan dalam olahraga lebih rendah, peringkat yang lebih rendah, dan partisipasi olahraga juga lebih rendah dari anak laki-laki. Penelitian


(30)

tersebut semakin diperkuat oleh Murcia (2007) yaitu anak laki-laki memiliki kadar kompetensi dan rasa percaya diri yang lebih sehubungan dengan kegiatan olahraga, sedangkan anak perempuan memiliki persepsi yang lebih menguntungkan dari fisik mereka yaitu penampilan dan kekuatan fisik daripada anak laki-laki. Seperti di Fakultas Psikologi sendiri, motivasi berolahraga mahasiswa laki-laki di aspek competence/challenge lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kebanyakan dari mahasiswa laki-laki beranggapan bahwa dengan melakukan olahraga mereka akan lebih merasa percaya akan dirinya yang mampu melakukan tantangan dalam olahraga dan lebih berkompeten dalam hal olahraga karena fisiknya yang lebih kuat. Sedangkan bagi mahasiswa perempuan, mereka beranggapan bahwa olahraga merupakan kegiatan yang cenderung kurang cocok baginya dan olahraga bukanlah bagian dari dunianya.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas tentang perbedaan motivasi berlahraga mahasiswa Psikologi UKSW ditinjau dari jenis kelamin, maka dapat disimpulkan :

1. Bahwa ada perbedaan motivasi berolahraga antara mahasiswa laki-laki dan perempuan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 2. Sebagian besar mahasiswa laki-laki tergolong dalam kategori motivasi

berolahraga tinggi, sedangkan mahasiswa perempuan tergolong dalam kategori sedang.


(31)

Saran

Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung dilapangan serta melihat hasil penelitian yang ada, maka berikut ini beberapa saran yang penulis ajukan:

1. Bagi Fakultas Psikologi

Olahraga merupakan aktivitas yang sangat penting bagi kesehatan setiap mahasiswa, karena banyak hal positif yang akan didapat. Pihak Fakultas Psikologi dapat meningkatkan KBM di bidang olahraga lebih khususnya bagi perempuan agar lebih tertarik dalam olahraga. Selain meningkatkan kesehatan olahraga juga dapat menyalurkan bakat para mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan.

2. Mahasiswa

Berdasarkan hasil dari motif-motif yang didapatkan, setidaknya mahasiswa perempuan lebih termotivasi dan mulai menyukai aktivitas berolahraga. Selain olahraga adalah aktivitas yang menyenangkan, olahraga juga dapat menyehatkan kebugaran tubuh, menurunkan ketegangan-ketegangan otot dari rutinitas yang dikerjakan mahasiswa, dan meningkatkan penampilan fisik.

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat mengukur lebih mendalam tentang jenis kelamin seperti seberapa besar partisipasi atau ketertarikan dalam olahraga, dan dapat memakai subjek lain di luar Fakultas Psikologi seperti atlet dan lain sebagainya. Selain itu juga dapat menggunakan variabel lain seperti self-efficacy, body image, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap motivasi berolahraga, dan membedakan mengenai olahraga sport dan exercise.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Afsanepurak, S.A., Hossini, R.N.S., Seyfari, M.K., & Fathi, H. (2012). Analysis of motivation for participation in sport for all. International Research Journal of Applied and Basic Sciences, 3, 790-795.

Bungin, B. (2010). Metodologi penelitian kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Chalabaev, A.,Sarrazin, P., Fontayne, P., Boiché, J., & Guillotin, C.C. (2013). The influence of sex stereotypes and gender roles on participation and performance in sport and exercise: Review and future directions. Psychology of Sport and Exercise, 14, 136-144.

Frederick, C. M., & Ryan, R. M. (1993). Differences in motivation for sport and exercise and their relations with participation and mental health. Journal of sport behavior, 16, 124-146.

Fredricks, J. A., & Eccles, J. S. (2005). Family socialization, gender, and sport motivation and involment. Journal of sport & exercise psychology, 27, 1-31. Ekrima, A. H., (2009). Landasan konseptual perencanaan dan perancangan Sport

center di Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Ismail, A.W. (2013). Motivasi berolahraga bagi para santri pondok pesantren Al Asror. Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Jayasti. (2010). Analisa Perbedaan Motivasi Melakukan Fitness Pada Dewasa Muda (Studi Pada Anggota Pusat Kebugaran “X”). Skripsi. Malang: Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1995). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Klomsten, A. T. (2006). A study of multidimensional physical self-concept and

values among adolescent boys and girls. Thesis for the degree doctor rerumpoliticarum. Norwegian University of Science and Technology, 27, 1-229.

Koivula, N. (1999). Sport participation: Differences in motivation and actual participation due to gender typing. Journal of Sport Behavior, 22, 1-13.


(33)

http://female.kompas.com/read/2010/10/20/18494057/beda.motivasi.pria.dan.w anita.saat.olahraga

Molanorouzi, K. (2015). Measuring motives for physical activity in adults. Thesis. Kuala Lumpur. Sports Centre University Of Malaya.

Monazami, M., Hedayatikatooli, A., Neshati, A., & Beiki, Y. (2012). A comparison of the motivation of male and female competitive athletes in golestan Iran. Annals of Biological Research, 1, 31-35.

Monks, F. J, Knoers., & Haditono, S. R. (1999). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Murcia, J. A. M.. (2007). Physical self-concept of Spanish Schoolchildren: Differences by gender, sport practice and levels of sport involvement. Journal of Education and Human Development, 1, 1-16.

Purwanto. (2008). Metodologi peneltian kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ryan, R. M., Frederick, C. M., Lepes, D., Rubio, N., & Sheldon, K. M. (1997).

Intrinsic motivation and exercise adherence. International Journal of Sport Psychology, 28, 335-354.

Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2002). Intrinsic and extrinsic motivations: Classic and new directions. Contemporary educational psychology, 25, 54-67.

Sanders, J. (2002). Gender Smart. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Sears. G. (1994). Psikologi Sosial. Jilid 2. PT. Glor Aksara Pratama.

Triangto, M. (2014). Bahaya kurang berolahraga. Dokita. http://dokita.co/blog/bahaya-kurang-berolahraga/

Udang-Undang Keolahragaan Republik Indonesia. (2005). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.


(1)

(Peeke, dalam Kompas 2012) yaitu pria senang bila terlihat habis berolahraga,

semakin berkeringat, semakin baik. Sementara itu, perempuan paling risih ketika

berkeringat. Dengan hal tersebut perempuan beranggapan jika berolahraga

menghasilkan keringat akan mengganggu penampilannya. Namun hasil penelitian ini

bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan (Garner, dkk & Willis

dalam Koivula 1999) yang menyatakan penampilan pada perempuan lebih penting

dibandingkan dengan laki-laki. Seperti di Fakultas Psikologi sendiri, motivasi

berolahraga mahasiswa laki-laki di aspek interest/ enjoyment lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kebanyakan dari mahasiswa laki-laki beranggapan bahwa

dengan melakukan olahraga mereka dapat membuat penampilannya menjadi lebih

baik. Sedangkan bagi mahasiswa perempuan sendiri, mereka beranggapan bahwa

tanpa berolahraga mereka juga dapat membuat penampilan lebih baik, selain adanya

tekanan yang lebih kuat pada dirinya untuk berpenampilan lebih muda, mereka juga

menginginkan bentuk tubuh yang ideal dan ketipisan otot-otot.

Begitu pula dengan aspek social, ada perbedaan antara laki-laki dengan perempuan dengan nilai t= -4,224 (-4,224 < 0,05) hasil rata-rata 21.0112 berbanding

17.7303 yang menunjukkan motivasi laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hasil

penalitian ini sesuai dengan penelitian Bem (dalam Koivula, 1999) yaitu didapati

hasil bahwa faktor tubuh dan sosial merupakan motif kuat untuk wanita, dan

sedangkan motif kompetisi dan kompetensi lebih dihargai oleh laki-laki yang

cenderung muncul karena harapan masyarakat. Seperti di Fakultas Psikologi sendiri,

motivasi berolahraga mahasiswa laki-laki di aspek social lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kebanyakan dari mahasiswa laki-laki beranggapan bahwa dengan


(2)

berolaraga juga mereka dapat bersosialisasi dan berkumpul dengan teman-temannya.

Sedangkan bagi mahasiswa perempuan, mereka beranggapan bahwa jika mereka

berolahraga dan jika nantinya terjadi yang tidak diinginkan dengan bagian tubuhnya

maka perempuan akan merasa tidak percaya diri dengan penampilannya di mata

laki-laki maupun perempuan. Selain itu mereka juga beranggapan bahwa tanpa

melakukan olahragapun mereka dapat menjalin relasi dengan baik.

Kemudian dalam aspek fitness/health laki-laki juga masih lebih tinggi dari perempuan dengan nilai t= -4,165 (-4,165 < 0,05). Hasil rata-rata laki-laki 27.5169

berbanding 23.4045 yang menunjukkan motivasi laki-laki lebih tinggi dari

perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Jayasti (2010) yang

menunjukkan bahwa laki-laki lebih memiliki motivasi lebih tinggi di aspek fitness. Seperti di Fakultas Psikologi sendiri, motivasi berolahraga mahasiswa laki-laki di

aspek fitness lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kebanyakan dari mahasiswa laki-laki beranggapan bahwa dengan melakukan olahraga dapat membuatnya

semakin sehat dan perkembangan otot lebih baik. Sedangkan bagi mahasiswa

perempuan, mereka beranggapan bahwa menjaga kebugaran fisik tidak perlu dengan

berolahraga, kebugaran fisik akan terjaga tanpa harus melakukan aktivitas yang

melelahkan.

Selanjutnya dalam aspek competence/challenge laki-laki tetap lebih dari perempuan dengan nilai t= 3,542 (3,542 < 0,05) dengan rata-rata 35,8989 berbanding

27,0899 yang menunjukkan motivasi laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hasil

pelitian tersebut juga sesuai dengan hasil dari Fredricks dan Eccles (2005) secara

signifikan kompetensi perempuan dalam olahraga lebih rendah, peringkat yang lebih


(3)

tersebut semakin diperkuat oleh Murcia (2007) yaitu anak laki-laki memiliki kadar

kompetensi dan rasa percaya diri yang lebih sehubungan dengan kegiatan olahraga,

sedangkan anak perempuan memiliki persepsi yang lebih menguntungkan dari fisik

mereka yaitu penampilan dan kekuatan fisik daripada anak laki-laki. Seperti di

Fakultas Psikologi sendiri, motivasi berolahraga mahasiswa laki-laki di aspek

competence/challenge lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kebanyakan dari mahasiswa laki-laki beranggapan bahwa dengan melakukan olahraga mereka akan

lebih merasa percaya akan dirinya yang mampu melakukan tantangan dalam

olahraga dan lebih berkompeten dalam hal olahraga karena fisiknya yang lebih kuat.

Sedangkan bagi mahasiswa perempuan, mereka beranggapan bahwa olahraga

merupakan kegiatan yang cenderung kurang cocok baginya dan olahraga bukanlah

bagian dari dunianya.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas tentang perbedaan motivasi

berlahraga mahasiswa Psikologi UKSW ditinjau dari jenis kelamin, maka dapat

disimpulkan :

1. Bahwa ada perbedaan motivasi berolahraga antara mahasiswa laki-laki dan

perempuan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

2. Sebagian besar mahasiswa laki-laki tergolong dalam kategori motivasi

berolahraga tinggi, sedangkan mahasiswa perempuan tergolong dalam


(4)

Saran

Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung dilapangan serta

melihat hasil penelitian yang ada, maka berikut ini beberapa saran yang penulis

ajukan:

1. Bagi Fakultas Psikologi

Olahraga merupakan aktivitas yang sangat penting bagi kesehatan setiap

mahasiswa, karena banyak hal positif yang akan didapat. Pihak Fakultas Psikologi

dapat meningkatkan KBM di bidang olahraga lebih khususnya bagi perempuan agar

lebih tertarik dalam olahraga. Selain meningkatkan kesehatan olahraga juga dapat

menyalurkan bakat para mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan.

2. Mahasiswa

Berdasarkan hasil dari motif-motif yang didapatkan, setidaknya mahasiswa

perempuan lebih termotivasi dan mulai menyukai aktivitas berolahraga. Selain

olahraga adalah aktivitas yang menyenangkan, olahraga juga dapat menyehatkan

kebugaran tubuh, menurunkan ketegangan-ketegangan otot dari rutinitas yang

dikerjakan mahasiswa, dan meningkatkan penampilan fisik.

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat mengukur lebih mendalam tentang jenis kelamin

seperti seberapa besar partisipasi atau ketertarikan dalam olahraga, dan dapat

memakai subjek lain di luar Fakultas Psikologi seperti atlet dan lain sebagainya.

Selain itu juga dapat menggunakan variabel lain seperti self-efficacy, body image, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap motivasi berolahraga, dan membedakan


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Afsanepurak, S.A., Hossini, R.N.S., Seyfari, M.K., & Fathi, H. (2012). Analysis of motivation for participation in sport for all. International Research Journal of Applied and Basic Sciences, 3, 790-795.

Bungin, B. (2010). Metodologi penelitian kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Chalabaev, A.,Sarrazin, P., Fontayne, P., Boiché, J., & Guillotin, C.C. (2013). The influence of sex stereotypes and gender roles on participation and performance in sport and exercise: Review and future directions. Psychology of Sport and Exercise, 14, 136-144.

Frederick, C. M., & Ryan, R. M. (1993). Differences in motivation for sport and exercise and their relations with participation and mental health. Journal of sport behavior, 16, 124-146.

Fredricks, J. A., & Eccles, J. S. (2005). Family socialization, gender, and sport motivation and involment. Journal of sport & exercise psychology, 27, 1-31. Ekrima, A. H., (2009). Landasan konseptual perencanaan dan perancangan Sport

center di Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Ismail, A.W. (2013). Motivasi berolahraga bagi para santri pondok pesantren Al Asror. Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Jayasti. (2010). Analisa Perbedaan Motivasi Melakukan Fitness Pada Dewasa Muda (Studi Pada Anggota Pusat Kebugaran “X”). Skripsi. Malang: Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1995). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Klomsten, A. T. (2006). A study of multidimensional physical self-concept and

values among adolescent boys and girls. Thesis for the degree doctor rerumpoliticarum. Norwegian University of Science and Technology, 27, 1-229.

Koivula, N. (1999). Sport participation: Differences in motivation and actual participation due to gender typing. Journal of Sport Behavior, 22, 1-13.


(6)

http://female.kompas.com/read/2010/10/20/18494057/beda.motivasi.pria.dan.w anita.saat.olahraga

Molanorouzi, K. (2015). Measuring motives for physical activity in adults. Thesis. Kuala Lumpur. Sports Centre University Of Malaya.

Monazami, M., Hedayatikatooli, A., Neshati, A., & Beiki, Y. (2012). A comparison of the motivation of male and female competitive athletes in golestan Iran. Annals of Biological Research, 1, 31-35.

Monks, F. J, Knoers., & Haditono, S. R. (1999). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Murcia, J. A. M.. (2007). Physical self-concept of Spanish Schoolchildren: Differences by gender, sport practice and levels of sport involvement. Journal of Education and Human Development, 1, 1-16.

Purwanto. (2008). Metodologi peneltian kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ryan, R. M., Frederick, C. M., Lepes, D., Rubio, N., & Sheldon, K. M. (1997).

Intrinsic motivation and exercise adherence. International Journal of Sport Psychology, 28, 335-354.

Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2002). Intrinsic and extrinsic motivations: Classic and new directions. Contemporary educational psychology, 25, 54-67.

Sanders, J. (2002). Gender Smart. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Sears. G. (1994). Psikologi Sosial. Jilid 2. PT. Glor Aksara Pratama.

Triangto, M. (2014). Bahaya kurang berolahraga. Dokita. http://dokita.co/blog/bahaya-kurang-berolahraga/

Udang-Undang Keolahragaan Republik Indonesia. (2005). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.