Pendapat dokter umum di Rumah Sakit Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap peran apoteker : berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor 1197/Menkes/SK/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit - USD Repository

  

PENDAPAT DOKTER UMUM DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TERHADAP PERAN APOTEKER

(Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1197/Menkes/SK/X/2004

Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit)

  

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

  Program Studi Framasi Oleh:

  Diah Regziana NIM : 038114099

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  

Semakin banyak yang kita pelaj ari,

Semakin kita sadar betapa sedikit

yang kita ketahui.

  

Kuperpersembahkan karya ini untuk:

Keluargaku tersayang,

  

Bapak dan Ibuku yang paling aku sayangi dan aku

hormati,

Adikku Rika dan Dhoni yang kusayangi,

tak lupa untuk teman spesialku Denny,

Serta Almamaterku.

  PRAKATA

  Puji syukur kepada Allh SWT atas segala rahmat, berkah, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “PENDAPAT DOKTER UMUM DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TERHADAP PERAN APOTEKER (Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit)”.

  Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak lepas dari dorongan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

  1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,

  2. Bappeda kota Yogyakarta, Bappeda Kab. Sleman, Bappeda kab. Bantul, Bappeda kab. Kulon Progo, dan Bappeda kab. Gunungkidul atas izin penelitian yang diberikan kepada penulis,

  3. RSUD Kota Yogyakarta, RSUD Sleman, RSUD Panembahan Senopati Bantul, RSUD Kulon Progo, dan RSUD Wonosari atas izin penelitian yang diberikan kepada penulis,

  4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing, yang telah membimbing dan juga memberikan banyak masukan dan memberikan kesempatan diskusi kepada penulis,

  5. Ibu Rita Suhadi, M.Si.,Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang berharga kepada penulis,

  6. Bapak Drs. Sulasmono. Apt, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang berharga kepada penulis,

  7. Para dokter umum yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini,

  8. Bapak, ibu, Rika, dan Dhoni atas kasih sayang, doa dan dukungannya,

  9. Dheny atas dukungan, pengorbanan dan doa, yang telah diberikan selama ini,

  10. Eunike sebagai teman seperjuangan yang selalu memberikan semangat dan bantuan kepada penulis,

  11. Teman-teman kos (Anny, Wida, Ina, Shinta, Ranti dan Tyas) yang telah memberikan semangat dan dorongan bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini, 12. Semua teman-teman kelas C atas kerjasama, dan dukungannya selama ini.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran untuk menuju hasil yang lebih baik.

  Yogyakarta, 7 Agustus 2007 Penulis

  

INTISARI

  Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pada sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum melakukan kegiatan pelayanan farmasi seperti yang diharapkan. Salah satunya dikarenakan tanggapan dari tenaga kesehatan yang lain, ada yang mendukung tetapi ada pula yang menolak. Berdasarkan kenyataan tersebut maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pendapat dokter umum terhadap peran apoteker yang berdasarkan pada Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, serta harapannya terhadap perkembangan apoteker di masa mendatang.

  Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan jenis rancangan deskriptif. Responden yang digunakan adalah dokter umum di lima RSUD di DIY. Instrument yang digunakan berupa kuisioner. Data yang diperoleh diolah secara statistik diskriptif, dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram.

  Responden dalam penelitian ini sebanyak 42 dokter umum. Berdasarkan hasil penelitian responden setuju tehadap peran apoteker yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004, yang meliputi bertanggung jawab dalam penyusunan formularium obat (86%), pelayanan informasi obat (93%) dan koseling obat (76%), termasuk pemantauan penggunaan obat (79%). Namun responden tidak setuju bila apoteker bertanggung jawab dalam pencampuran obat suntik (57%) dan penanganan nutrisi parenteral (67%). Sebagian besar responden juga berharap apoteker di masa mendatang mulai dispesialisasikan (64%), dan terlibat langsung pada pasien bersama-sama dengan dokter dan tenaga medis lainnya (74%).

  Kata kunci: apoteker, dokter umum, pendapat, harapan

  

ABSTRACT

  Pharmacy service at hospital is one of activities that support the qualified health service. Most of the hospitals in Indonesian have not conducted the expectation pharmacy service yet. One of the reasons is because there are many opinions from other health care workers; some are supportive, while others are not. For that reason, this research is conducted in order to figure out the opinions of physicians on the roles of pharmacists based on the Standard of Pharmacy service at Hospital and also their expectations toward the development of pharmacists in future.

  This research is an observational with descriptive design. The respondents are physicians working at five District Hospitals in Yogyakarta. The Instrument used is questioner. The data are processed with descriptive statistic and performed in the form of tables and diagrams.

  The respondents of this research are 42 physicians. Based on the result of this research, the respondents agree with the role of pharmacists according to the Rule of Minister of Health Number 1197/Menkes/SK/X/2004, include responsible for the arrangement of drug formulary (86%), drug information service (93%), drug counselling service (76%), and responsible in drug related problem (79%). However, the respondents disagree that pharmacists are responsible for the mixture of injection drug (57%) and parenteral nutrition (67%). Most of the respondents expect that in the future pharmacists are specialized (64%), and directly involved together with physicians and other medical staff to take care of patients (47%).

  Key words: pharmacists, physicians, opinion, expectation.

  DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ………………………………………………….. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………...….. iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………….. v PRAKATA……………………………………………………………... vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA . ……………………………... viii

  INTISARI . …………………………………………………………….. ix

  ABSTRACT …………………………………………………………….. x

  DAFTAR ISI…………………………………………………………… xi DAFTAR TABEL……………………………………………………… xvii DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….. xviii BAB I PENGANTAR……………………………………………….….

  1 A. Latar Belakang Penelitian…………………………………………...

  1 1. Perumusan masalah……………………………………………..

  4 2. Keaslian penelitian……………………………………………...

  5

  3. Manfaat penelitian………………………………………………

  7 B. Tujuan Penelitian…………………………………………………….

  8 1. Tujuan umum…………………………………………………....

  8 2. Tujuan khusus…………………………………………………..

  8 BAB II PENELAAH PUSTAKA………………………………………

  9 A. Apoteker……………………………………………………….…… 9

  B. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004..................................... 11 C. Pelayanan Farmasi.............................................................................

  25 3. Penentuan subyek penelitian..…………………………………..

  A. Pendapat Responden Terhadap Peran Apoteker Rumah Sakit berdasarkan Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit …………………………... 30

  28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………. 30

  28 F. Kesulitan Penelitian…………………………………………............

  5. Pengolahan data…………………………………………………

  28

  26 4. Penyebaran dan pengumpulan kuisioner ……………………….

  2. Pembuatan kuisioner……………………………………………

  12 D. Keterangan Empiris………………………………………………… 19

  24

  24 1. Analisis situasi (orientasi) ……………………………………...

  21 D. Instrumen…………………………………………………………… 21 E. Tata Cara Penelitian ………………………………………………..

  20 C. Subyek Penelitian…………………………………………………...

  20 B. Definisi Operasional Penelitian………………………………….….

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………….. 20 A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………………...

  1. Pendapat responden tentang apoteker sebagai profesi yang menekuni ruang lingkup obat dan bertanggung jawab penuh pada pelayanan obat dan alat kesehatan.................................................................. 30

  2. Pendapat responden tentang apoteker harus lebih berorientasi pada .............................................................................. pasien dari pada produk

  33

  3. Pendapat responden terhadap apoteker memberikan perhatian pada kesejahteraan pasien dengan segala aspeknya............................... 34

  4. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memantau penggunaan obat pada pasien………………………..

  35

  5. Pendapat responden tentang apoteker tanggung jawab dalam menganalisis efektivitas biaya.......................................................

  37

  6. Pendapat responden tentang apoteker tidak harus ikut tanggung jawab dalam penyusunan formularium obat............................................

  39

  7. Pendapat responden tentang apoteker harus dapat berkomunikasi dengan dokter dan tenaga medis lain, serta berpartisipasi dalam membahas masalah terapi yang diberikan pada pasien................

  40

  8. Pendapat responden tentang apoteker harus mendokumentasi setiap kegiatan pelayanan farmasi.................................................... ......

  42

  9. Pendapat responden tentang apoteker harus terlibat secara langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.......................................

  43

  10. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga medis dan perawat.......................................................................................... 44

  11. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab terhadap masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (drugs related

  problem )...................................................................................... 46

  12. Pendapat responden tentang apoteker tidak bertanggung jawab dalam pemantauan kadar obat dalam darah (therapeuticdrugs

  monitoring )................................................................................... 47

  13. Pendapat responden tentang apoteker tidak harus menangani pencampuran obat suntik.............................................................

  49

  14. Pendapat responden tentang apoteker tidak harus menangani nutrisi parenteral...................................................................................... 50

  15. Pendapat responden tentang apoteker harus menangani obat kanker atau sitostatika.............................................................................

  51

  16. Pendapat responden tentang apoteker dapat mengakses riwayat penyakit dan riwayat pengobatan pasien dalam rekam medis untuk memantau penggunaan obat........................................................... 53

  17. Pendapat responden tentang apoteker dapat membantu menentukan terapi yang tepat bagi pasien dan memberikan masukkan kepada dokter dalam peresepan.................................................................. 54

  18. Pendapat responden tentang apoteker tidak perlu memberikan konseling obat pada pasien............................................................

  56

  19. Pendapat responden tentang keterlibatan apoteker dalam pelayanan kesehatan dapat membantu dokter dan tenaga medis lain dalam memaksimalkan proses terapi........................................................ 57

  B. Harapan Responden Terhadap Peran Apoteker di Masa Mendatang.. 59

  1. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat mendampingi dokter dalam pemeriksaan serta memberikan saran dalam peresepan obat..................................................................

  59

  2. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat ikut mendiskusikan hasil pemeriksaan baik fisik maupun laboratorium bersama dokter untuk memutuskan diagnosis dan menentukan terapi yang tepat bagi pasien.................................................................

  60

  3. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat menentukan obat yang sesuai dengan diagnosis dokter seperti yang telah dipraktekan oleh beberapa negara maju.............................

  62

  4. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat ikut dalam visitasi, siap memberikan saran tentang terapi pasien dan dapat menuliskan hasil assessment-nya di rekam medis.......................

  64

  5. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat dispesialisasi dan bekerjasama dengan dokter spesialis...............

  67

  6. Harapan responden dengan keterlibatan apoteker secara langsung pada pasien bersama dengan dokter dan tenaga medis lainnya dapat membantu terlaksananya proses terapi yang tepat bagi pasien.....

  68 C. Rangkuman ………………………………………………………….

  71 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……………………………….... 76

  A. Kesimpulan…………………………………………….…………….. 76

  B. Saran…………………………………………….……………………. 76

  DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….……… 78 LAMPIRAN…………………………………………….……………...... 81 BIOGRAFI PENULIS…………………………………………….……... 92

  DAFTAR TABEL

  Tabel I. Daftar pernyataan pendapat dokter umum terhadap peran apoteker rumah sakit berdasarkan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit ……………………….....................................…………

  23 Tabel II. Daftar pernyataan harapan dokter umum terhadap perkembangan peran apoteker di masa mendatang..........................................

  24 Tabel III. Jumlah apoteker di setiap rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogayakarta............................................................

  26 Tabel IV. Jumlah anggota populasi........................................................

  27 Tabel V. Usia responden.......................................................................

  30 Tabel VI. Lama kerja responden.............................................................

  30 Tabel VII. Pendapat responden terhadap peran apoteker rumah sakit berdasarkan pada Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit... 71 Tabel

  VII . Harapan dokter umum terhadap apoteker di masa mendatang .............................................................................

  73

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Profil populasi dan responden ……………….……………

  27 Gambar 2. Pendapat responden tentang apoteker sebagai profesi yang menekuni ruang lingkup obat dan bertanggung jawab penuh pada pelayanan obat dan alat kesehatan. ………….............

  31 Gambar 3. Pendapat responden tentang apoteker harus lebih berorientasi pada pasien dari pada produk................................................

  33 Gambar 4. Pendapat responden terhadap apoteker memberikan perhatian pada kesejahteraan pasien dengan segala aspeknya............... 35 Gambar 5. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memantau penggunaan obat pada pasien.............................

  36 Gambar 6. Pendapat responden tentang apoteker tanggung jawab dalam menganalisis efektivitas biaya..............................................

  37 Gambar 7. Pendapat responden tentang apoteker tidak harus ikut tanggung jawab dalam penyusunan formularium obat.........................

  39 Gambar 8. Pendapat responden tentang apoteker harus dapat berkomunikasi dengan dokter dan tenaga medis lain, serta berpartisipasi dalam membahas masalah terapi yang diberikan pada pasien...................................................................................... 41

  Gambar 9. Pendapat responden tentang apoteker harus mendokumentasi setiap kegiatan pelayanan farmasi.........................................

  42

  Gambar 10. Pendapat responden tentang apoteker harus terlibat secara langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.................

  43 Gambar 11. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga medis dan perawat................................................................................. 45

  Gambar 12. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab terhadap masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (drugs related problem)........................................................ 46

  Gambar 13. Pendapat responden tentang apoteker tidak bertanggung jawab dalam pemantauan kadar obat dalam darah (therapeuticdrugs

  monitoring )............................................................................ 48

  Gambar 14. Pendapat responden tentang apoteker tidak harus menangani pencampuran obat suntik.......................................................

  49 Gambar 15. Pendapat responden tentang apoteker tidak harus menangani nutrisi parenteral...................................................................

  51 Gambar 16. Pendapat responden tentang apoteker harus menangani obat kanker atau sitostatika...........................................................

  52 Gambar 17. Pendapat responden tentang apoteker dapat mengakses riwayat penyakit dan riwayat pengobatan pasien dalam rekam medis untuk memantau penggunaan obat........................................

  53

  Gambar 18. Pendapat responden tentang apoteker dapat membantu menentukan terapi yang tepat bagi pasien dan memberikan masukkan kepada dokter dalam peresepan...........................

  54 Gambar 19. Pendapat responden tentang apoteker tidak perlu memberikan konseling obat pada pasien..................................................... 56 Gambar 20. Pendapat responden tentang keterlibatan apoteker dalam pelayanan kesehatan dapat membantu dokter dan tenaga medis lain dalam memaksimalkan proses terapi..............................

  58 Gambar 21. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat mendampingi dokter dalam pemeriksaan serta memberikan saran .....................................................................................

  59 Gambar 22. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat ikut mendiskusikan hasil pemeriksaan baik fisik maupun laboratorium bersama dokter untuk memutuskan diagnosis dan menentukan terapi yang tepat bagi pasien.............................

  61 Gambar 23. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat menentukan obat yang sesuai dengan diagnosis dokter seperti yang telah dipraktekan oleh beberapa negara maju................. 63

  Gambar 24. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat ikut dalam visitasi, siap memberikan saran tentang terapi pasien dan dapat menuliskan hasil assessment-nya di rekam medis..................................................................................... 64

  Gambar 25. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat dispesialisasi dan bekerjasama dengan dokter spesialis........

  67 Gambar 26. Harapan responden dengan keterlibatan apoteker secara langsung pada pasien bersama dengan dokter dan tenaga medis lainnya dapat membantu terlaksananya proses terapi yang tepat bagi pasien............................................................................

  69

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan, dengan fungsi utama

  menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyembuhkan dan pemulihan bagi pasien. Pada rumah sakit terdapat pelayanan farmasi rumah sakit yang merupakan salah satu kegiatan penunjang pelayanan kesehatan yang bermutu (Anonim, 2004b).

  Adanya tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, menyebakan terjadinya pergeseran secara bertahap pelayanan farmasi yang diberikan. Pergeseran tersebut meliputi perubahan paradigma teknis yang menekankan pada produk obat dan peracikan, menjadi pendekatan yang lebih berorientasi kepada pelayanan pasien dan penanganan penyakit dengan sasaran akhir meningkatnya kualitas hidup pasien. Dengan adanya perubahan tersebut maka akan menambah beban dan tanggung jawab apoteker rumah sakit terutama dalam pelayanan farmasi klinik (Yusmainita, 2002).

  Peran apoteker dalam pelayanan farmasi diharapkan tidak hanya menjual obat seperti yang selama ini terjadi. Peran apoteker yang sesungguhnya lebih diharapkan kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman bagi pemakainya, dan harganya yang wajar. Termasuk juga pemberian informasi terhadap pasien tentang penggunaan obat yang efektif dan efisien, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan evaluasi pengobatan. Dalam proses terapi seorang pasien perlu adanya kerjasama antara apoteker, dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini bertujuan agar proses terapi yang menjadi tanggung jawab bersama antara apoteker, tenaga kesehatan lain dan juga pasien memperoleh keluaran yang optimal (Anonim, 2004d).

  Pada kenyataannya pelayanan farmasi pada sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum berjalan seperti yang diharapkan, terutama pada rumah sakit milik pemerintah. Hampir semua Instalasi farmasi rumah sakit pemerintah di Indonesia masih pada pelayanan farmasi non-klinik, itupun belum optimal (Yusmainita, 2003). Akibat kondisi tersebut pelayanan farmasi rumah sakit saat ini kebanyakan masih berorientasi pada produk yaitu sebatas penyedian dan pendistribusian perbekalan farmasi. Hal tersebut dikarenakan beberapa kendala yang meliputi rendahnya kemampuan dan motivasi dari apoteker, terbatasnya pengetahuan manajemen rumah sakit akan fungsi apoteker rumah sakit, kebijakan manajemen rumah sakit, serta terbatasnya pengetahuan dan juga dukungan pihak-pihak terkait terhadap pelayanan farmasi rumah sakit (Anonim, 2004b). Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Manurung (2002). Pada penelitian tersebut ditunjukkan lebih dari 60% apoteker di rumah sakit belum melaksanakan semua pelayanan farmasi klinik, dengan alasan tidak ada kebijakan dan prosedur dari rumah sakit, tidak ada dukungan dari dokter dan perawat, sulit mengerjakan pelayanan, tidak ada waktu, serta tidak ada fasilitas.

  Oleh karena itu untuk dapat memulai pelayanan farmasi yang optimal baik dalam pelayanan klinik maupun non klinik, diperlukan persiapan yang cukup dalam hal sosialisasi konsepnya kepada pimpinan rumah sakit, dokter, perawat dan apoteker tentang tujuan, sasaran, manfaat dan pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi yang diprioritaska bersama. Hal lain yang tidak dapat diabaikan dalam memulai kegiatan tersebut adalah jalinan komunikasi yang intensif dan saling mempercayai antar tenaga kesehatan yang terlibat (Aslam dkk, 2003). Pada penelitian yang dilakukan oleh Savitri (2005) hasil penelitiannya menunjukan sebanyak 93,33% dokter sudah menganggap apoteker sebagai mitra kerja dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan antara apoteker dan dokter telah terjalin hubungan kerjasama yang baik. Dengan adanya hubungan kerjasama dan komunikasi yang baik antara apoteker dan dokter maka akan berpengaruh pada perbaikan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.

  Berkembangnya pelayanan farmasi yang mengarah pada farmasi klinik, merupakan peluang bagi apoteker untuk menunjukkan eksistensinya di bidang profesi farmasi karena selama ini peran tenaga apoteker lebih banyak sebagai tenaga manajemen (Yusmainita, 2001). Banyak apoteker sudah mulai mengembangkan fungsi-fungsi baru dan mencoba menerapkannya. Akan tetapi tampaknya, perkembangannya masih cukup lambat. Hal tersebut dikarenakan adanya tanggapan dari para dokter, perawat serta apotekernya sendiri ada yang mendukung tetapi ada pula yang menolak kegiatan tersebut (Aslam, Tan, dan Prayitno, 2003). Peran apoteker dalam menjalankan praktek pelayanan farmasi di rumah sakit membutuhkan penerimaan yang baik dari tenaga kesehatan lain. Dengan adanya penerimaan yang baik dari tenaga kesehatan lain diharapkan dapat terjalin kerjasama dan komunikasi yang baik antara apoteker dengan tenaga kesehatan lain. Hal ini dapat berpengaruh pada peningkatan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan kepada pasien. Pada penelitian yang dilakukan Manurung (2002) ditunjukkan adanya penerimaan yang kurang baik dari tenaga kesehatan lain (dokter dan perawat) terhadap beberapa peran apoteker di rumah sakit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan dokter kurang setuju bila apoteker melakukan pemilihan obat dan regimen obat (63,89%), pengadaan profil pengobatan penderita (55,56%), visite (69,44%), pelayanan di unit perawatan kritis (63,89%) dan pelayanan di unit gawat darurat (50%). Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan perawat kurang setuju bila apoteker melakukan pelayanan visite (57,26%), pencampuran sediaan intravena (70,97%), dan penanganan bahan sitotoksik/bahan berbahaya (60,48%).

  Berdasarkan keadaan tersebut maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana pendapat tenaga kesehatan lain, khususnya dokter di rumah sakit umum daerah terhadap peran apoteker rumah sakit yang berasaskan

  

pharmaceutical care . Selama ini diketahui pula bahwa pelayanan farmasi di rumah

  sakit umum daerah yang juga merupakan rumah sakit pemerintah belum berjalan optimal. Berdasarkan keadaan tersebut maka perlu juga diidentifikasi apa yang menjadi harapan dokter tentang peran apoteker di rumah sakit, sehingga hal tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki dan juga mengembangkan standar pelayanan farmasi di rumah sakit yang sudah ada, guna mengoptimalkan pelayanan farmasi di rumah sakit.

1. Perumusan masalah

  a. Seperti apa pendapat dokter umum di rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap peran apoteker rumah sakit berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit? b. Seperti apa harapan dokter umum di rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap perkembangan apoteker rumah sakit di masa mendatang?

2. Keaslian penelitian

  Penelitian yang serupa telah dilakukan oleh Eunike (2007) dengan judul “Persepsi dan Harapan Dokter Umum Rumah Sakit Swasta di Kota Yogyakarta terhadap Perkembangan Peran Farmasis Klinik”. Penelitian tersebut menitikberatkan pada bahasan mengenai peran apoteker sebagai Health Care Team. Perbedaan penelitian ini dibanding penelitian yang dilakukan oleh Eunike (2007) adalah lokasi penelitian yang digunakan. Penelitian yang dilakukan Eunike (2007) berlokasi di rumah sakit umum swasta di Kota Yogyakarta dengan kriteria minimal memiliki 2 apoteker dan telah melakukan praktek pelayanan farmasi klinik. Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eunike (2007), pada penelitian ini rumah sakit yang digunakan adalah seluruh rumah sakit umum daerah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan tidak menggunakan kriteria minimal memiliki 2 apoteker serta telah melakukan pelayanan farmasi klinik.

  Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Nurdiati (2005) dengan judul “Profesi Farmasis di Rumah Sakit Dalam Perspektif Dokter Spesialis di Daerah Istimewa Yogyakarta” dan Savitri (2005) dengan judul “Persepsi Dokter Umum terhadap Profesi Farmasis Terkait Konsep Farmasi Klinik di Rumah Sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian yang dilakukan oleh Nurdiati (2005) dan Savitri (2005) menitikberatkan pada permasalahan mengenai sejauh mana pengenalan dokter terhadap profesi apoteker dan lingkup kerjanya, serta sikap, penilaian dan juga saran dokter terhadap apoteker sebagai tenaga kesehatan yang profesional, sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi pelayanan farmasi di rumah sakit. Acuan yang digunakan oleh peneliti guna menjawab permasalahan dalam kedua penelitian tersebut adalah Standar Kompetensi Farmasi Indonesia, dan Kode Etik farmasi Indonesia. Lokasi yang digunakan pada kedua penelitian tersebut adalah rumah sakit umum swasta dan juga rumah sakit umum pemerintah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

  Perbedaan antara penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Nurdiati (2005) dan juga Savitri (2005) adalah penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pendapat dokter umum yang berupa penerimaannya terhadap peran apoteker rumah sakit yang berasaskan

  

pharmaceutical care mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

  1197/Menkes/SK/X/2004. Selain itu penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana harapan dokter umum terhadap peran apoteker di masa mendatang. Acuan yang digunakan adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, dan ada beberapa pernyataan yang juga mengacu pada “Farmasi Klinik” (Aslam dkk, 2003), dan “Will Community Pharmacists Really be Able to Prescribe

  

Independently? ” (Moberly, 2005). Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini

  adalah rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan menggunakan dokter umum yang berpraktek di rumah sakit umum daerah tersebut sebagai responden.

  Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Manurung (2002), dengan judul “Studi Tentang Pendapat Dokter, Perawat dan Apoteker Mengenai Gagasan Pelaksanaan Pelayanan Farmasi klinik di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung”.

  Penelitian ini menitikberatkan pada bagaimana penerimaan dokter, perawat dan apoteker terhadap gagasan pelaksanaan pelayanan farmasi klinik. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian Manurung (2002) berlokasi di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, dan penelitian tersebut juga dimaksudkan untuk mengetahui dan membandingkan pendapat dari dokter, perawat dan apoteker; sedangkan pada penelitian ini hanya melihat pendapat dari dokter umum saja tanpa melihat pendapat tenaga kesehatan yang lain.

   (2005), dengan judul “Survey on Understanding of and Satisfaction with in-

  ” yang dilakukan di Jepang. Perbedaan dengan penelitian

  Hospital Pharmacist's Work

  ini adalah penelitian Sagara, dkk (2005) menitikberatkan pada pengetahuan dan juga kepuasan dari dokter dan perawat atas peran apoteker di rumah sakit. Perbedaan yang lain adalah pada penelitian tersebut peneliti mengelompokkan responden berdasarkan profesi dan juga lama praktek di rumah sakit.

3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pendapat dan juga harapan dokter umum di rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa

  Yogyakarta terhadap peran apoteker rumah sakit. b. Manfaat praktis 1.) Dapat digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki dan juga mengembangkan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yang sudah ada.

  2.) Sebagai bahan evaluasi terhadap peran apoteker di rumah sakit.

B. Tujuan Penelitian 1.

   Tujuan umum

  Mengetahui pendapat dan harapan dokter umum di rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap peran apoteker rumah sakit.

2. Tujuan khusus

  a. Mengetahui pendapat dokter umum di rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap peran apoteker rumah sakit berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

  b. Mengetahui harapan dokter umum di rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap perkembangan peran apoteker rumah sakit di masa mendatang.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Apoteker Undang-undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 pasal 50 menyatakan

  bahwa, tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 pasal 2 menyebutkan bahwa salah satu tenaga kesehatan yang diakui pemerintah adalah tenaga kefarmasian yang terdiri dari apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

  Apoteker didefinisikan sebagai sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di indonesia sebagai apoteker (Anonim, 2004a). Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan, dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Anonim, 1992).

  Apoteker merupakan suatu profesi. International Pharmaceutical

  

Federation mengidentifikasikan profesi sebagai kemauan individu apoteker untuk

  melakukan praktek kefarmasian sesuai syarat legal minimum yang berlaku serta mematuhi standar profesi dan etik kefarmasian. Praktek kefarmasian merupakan upaya penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian dalam rangka pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit bagi perorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat. (Anonim, 2004d).

  Apoteker termasuk profesi yang harus ditingkatkan perannya. Peran Apoteker diharapkan tidak hanya menjual obat seperti yang selama ini terjadi, tetapi lebih kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman bagi pemakainya, dan harganya wajar serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup memadai, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan evaluasi. Apoteker juga harus memberikan jaminan bahwa obat yang diberikan adalah obat yang benar dan diperoleh maupun diberikan dengan benar, dan pasien menggunakannya dengan benar. Segala keputusan profesional didasarkan pada pertimbangan atas kepentingan pasien dan aspek ekonomi yang menguntungkan pasien (Anonim, 2004d).

  Peran apoteker yang digariskan oleh WHO dikenal dengan istilah “seven

  star pharmacist ”, peran tersebut meliputi (Anonim, 2004d):

  1. care giver Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinik, analitik, teknik, sesuai peraturan perundang-undangan dan pelayanan farmasi yang diberikan harus bermutu tinggi. 2. decision-maker

  Apoteker menggunakan secara efektif dan efisien terhadap seluruh sumber daya yang ada misalnya sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan, prosedur, pelayanan dan lain-lain.

  3. comunicator

  Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. 4. leader Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.

  Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan dalam menghadapi berbagai permasalahan.

  5. manager Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. 6. life-long learner

  Apoteker harus terus belajar sejak dari kuliah dan semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa keahlian dan keterampilan selalu baru dalam melakukan praktek profesi. 7. teacher

  Apoteker bertanggung jawab untuk mendidik dan melatih apoteker generasi mendatang.

  

B. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004

  Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

  Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 disebutkan beberapa tujuan pelayanan farmasi.

  a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.

  b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.

  c. Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai obat.

  d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.

  e. Melakukan dan memberikan pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.

  f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.

  g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode. Tugas pokok apoteker di rumah sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 terdiri atas beberapa kegiatan.

  a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal

  b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional yang berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi c. Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)

  d. Memberikan pelayanan yang bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku

  f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi

  g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi

  h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunya standar pengobatan dan formularium rumah sakit.

C. Pelayanan Farmasi Praktek kefarmasian di rumah sakit mengalami pergeseran secara bertahap.

  Pergeseran tersebut meliputi paradigma teknis yang menekankan pada produk obat dan peracikan, berubah menjadi pendekatan yang lebih berorientasi kepada pelayanan pasien dan penanganan penyakit secara komprehensif. Menjawab tantangan ini profesi farmasi dalam pelayanan farmasi di rumah sakit harus bekerja keras untuk meningkatkan profesionalisme. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang terus berkembang terhadap pelayanan farmasi yang bermutu (Yusmainita, 2002).

  Menurut Aslam dkk (2003) profesi farmasi mengalami berbagai tahap perubahan. Perubahan-perubahan dalam profesi farmasi dapat dibagi dalam 4 periode, yang terdiri dari: periode tradisional, periode transisi, periode masa kini, dan periode masa depan (pharmaceutical care). Pada periode tradisional fungsi apoteker meliputi menyediakan, membuat,dan mendistribusikan produk yang berkhasiat obat. Periode ini mulai goyah ketika pembuatan sediaan obat mulai dikerjakan oleh industi farmasi. Periode transisi merupakan masa perubahan yang cepat dari perkembangan fungsi dan jenis-jenis pelayanan profesional, konsep farmasi klinik muncul pada periode ini. Pada periode transisi banyak apoteker mulai mengembangkan fungsi- fungsi baru dan mencoba menerapkannya, akan tetapi perkembanganya masih cukup lambat. Pada periode masa kini pelayanan farmasi rumah sakit dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. pelayanan teknik dan non-klinik

  Pelayanan teknik meliputi penyiapan nutrisi parenteral total, penyiapan bahan tambahan sediaan intravena, pembuatan (manufacturing) dan kontrol kualitas.

  Pelayanan non klinik terdiri dari pengadaan, pegelolaan, dan distribusi obat serta alat kesehatan, selain itu juga termasuk penelitian dan pengembangan, terhadap stabilitas obat, dan pembuatan sediaan obat baru.