FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL TAHUN 2016-2017

   FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL TAHUN 2016-2017 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: Isrofiana Nur Fajarriyanti 1610104244 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2017

  FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN

ASFIKSIA NEONATORUM DI RSU PKU

MUHAMMADIYAH BANTUL

TAHUN 2016-2017

  

Isrofiana Nur Fajarriyanti

  Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta E-mail:

  

Abstract: Asphyxia is very influential in infants because asphyxia also means progestive

  hypoxia, CO2 accumulation and acidosis. If this process goes too far can result in brain damage or death. Neonatal mortality occurred in the first week of life. Every 1 hour there are 10 infant deaths in Indonesia. In Indonesia the number of public awareness of asphyxia is still very low. The main cause of early neonatal mortality in Indonesia is asphyxia (33.6%). Knowing Factors influencing the incidence of asphyxia neonatorum at RSU PKU Muhammadiyah Bantul Year 2016. This research use analytical survey research design with Cross Sectional time approach method. Sampling with total sampling technique was 82 respondents. The data collection tool uses madik record. Bivariate data analysis using Chi Square test. It showed that the incidence of severe asphyxia was 0-3 (1.2%), moderate asphyxia 4-6 (85.4%), mild asphyxia 7-9 (13.4%). There was correlation between maternal age and neonatorum asphyxia event 0,019, there was no correlation between mother parity with neonatorum asphyxia occurance 0,403. There was no correlation between mother's maternal age and neonatorum asphyxia incidence of 0.697. There was no correlation between maternal birth history and neonatorum asphyxia Of 0.746, There is no relationship between nutritional status of pregnant women with the incidence of asphyxia neonatorum of 0.575. Mothers should increase knowledge about risk factors of pregnant and infant mothers who may cause death and diligent pregnancy checks or ANC to know about the state of the baby and can be monitored properly.

  

Keywords : asphyxia, age, parity, age of pregnancy, nutritional status, birth

  history

  

Intisari: Asfiksia sangat berpengaruh pada bayi karena asfiksia juga berarti hipoksia

2

  yang progesif, penimbunan CO dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Angka kematian neonatus terjadi pada minggu pertama kehidupannya. Setiap 1 jam terdapat 10 kematian bayi di Indonesia. Penyebab utama kematian neonatal dini di Indonesia adalah asfiksia (33,6%). Mengetahui Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Tahun 2016. Penelitian ini menggunakan desain survey analitik dengan metode pendekatan waktu Cross Sectional. Pengambilan sampel dengan

  

total sampling berjumlah 82 responden. Alat pengumpulan data menggunakan rekam

  madik. Analisis data Bivariat menggunakan uji Chi Square. Menunjukkan bahwa kejadian asfiksia berat 0

  • –3 (1,2%), asfiksia sedang 4-6 (85,4%), asfiksia ringan 7-9 (13,4%). Ada hubungan usia ibu dengan asfiksia neonatorum

  ρ 0,019, tidak ada hubungan

  paritas ibu dengan asfiksia neonatorum

  ρ 0,403, tidak ada hubungan umur kehamilan ibu

  dengan asfiksia neonatorum

  ρ 0,697, tidak ada hubungan riwayat persalinan ibu dengan

  asfiksia neonatorum

  ρ 0,746, tidak ada hubungan status gizi ibu hamil dengan asfiksia

  neonatorum ρ 0,575. Ibu harus meningkatkan pengetahuan tentang faktor risiko ibu hamil dan bayi yang dapat menyebakan kematian dan rajin memeriksakan kehamilanya atau ANC untuk mengetahui tentang keadaan bayinya dan dapat dipantau dengan baik.

  Kata kunci :asfiksia, usia, paritas, umur kehamilan, status gizi, riwayat

  persalinan

  PENDAHULUAN

  Angka kematian neonatus terjadi pada minggu pertama kehidupannya. Setiap 1 jam terdapat 10 kematian bayi di Indonesia. Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut hasil SDKI 2012, AKN sebesar 19/1.000 kelahiran hidup, AKB sebesar 32/1.000 kelahiran hidup, AKABA sebesar 40/1.000 kelahiran hidup. Walaupun angka ini telah turun, penurunan ini masih jauh dari target SDGs tahun 2015 dimana AKB diharapkan turun menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup dan AKABA 32 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan negara tetangga di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina, AKB dan AKABA di negara kita jauh lebih tinggi (Kementrian Kesehatan RI, 2009). Kematian neonatal 75% terjadi pada minggu pertama kehidupan, antara 25% sampai 75% terjadi dalam usia 24 jam (Depkes, 2010; WHO, 2012).

  • – 28 hari), adalah dengan cara mengadakan pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN), mengadakan program Pelatihan Resusitasi dan program Pelatihn Kegawat Daruratan pada Bidan. Dalam melaksanakan upaya tersebut diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kesehatan kepada masyarakat, sehingga pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat diharapkan dapat mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap kesehatan (Radityo, 2011).

  Penyebab utama kematian neonatal dini di Indonesia adalah BBLR (35%), asfiksia (33,6%), tetanus (31,4%). Angka tersebut cukup memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap morbiditas dan mortilitas bayi baru lahir (SDKI, 2012). Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi dini, dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan. Capaian penanganan neonatal dengan komplikasi mengalami penurunan dari tahun 2014 yang sebesar 59,68% menjadi 51,37% pada tahun 2015 (Profil Kesnas Indonesia, 2015).

  Menurut Profil Kesehatan tahun 2015 Daerah Istimewa Yogyakarta, Angka Kematian Noenatus sebanyak 248 kasus, Angka Kematian Bayi sebanyak 329 kasus, dan Angka Kematian Balita sebanyak 378 kasus, penyebab kematian neonatus terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah asfiksia (63%). Data asfiksia di setiap kabupaten menyatakan Kulon Progo (11%),

  Sleman (13%), Bantul (22%), Gunung Kidul (10%), dan Kota Yogyakarta (7%). Berdasarkan study pendahuluan yang sudah dilakukan di RSU PKU Muhammadiyah Bantul pada 24 Desember 2016 didapatkan data bayi baru lahir selama bulan 2016 sebanyak 893. Diketahui dari 893 bayi baru lahir tersebut terdapat 82 bayi atau (9,18 %) yang mengalami asfiksia (Rekam Medik RSU PKU Muhammadiyah Bantul, 2016).

  Tidak hanya disebabkan dari faktor medis atau faktor pelayanan kesehatan saja akan tetapi juga sangat di pengaruhi oleh faktor sosial ekonomi kultural dan religious, sehingga sangat di perlukan peningkatan peran lintas sektor dalam upaya penurunan kematian bayi di Kota Yogyakarta (Dinkes Provinsi Yogyakarta, 2015).

  Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kematian neonatal (usia 0

  Penelitian yang dilakukan oleh Gilang tahun 2012 manyatakan bahwa perhatian masyarakat terhadap hal ini masih sangat rendah, ditandai dengan prilaku dan sikap masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk mencari penolong persalinan yang aman masih rendah serta pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur. Kehadiran asfiksia akan terus meningkat setiap tahun jika perhatian masyarakat tetap konstan. Anggapan masyarakat dalam menangani masalah tersebut hanya dengan cara pencegahan dasar, yaitu bersalin ditempat pelayanan kesehatan dan melakukan pemeriksaan kehamilan tanpa

METODE PENELITIAN

  Karakteristik Ibu Frekuensi (F) Psentase

  78 95,1 % Riwayat Persalinan 1= Perabdominal 30 36,6 % 2 = Pervaginam

  4.3 Berdasarkan hasil distribusi frekuensi tabulasi silang pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa ibu bersalin di RSU PKU Muhammadiyah Tahun 2016 paling banyak berusia 20

  Tabel

  Berdasarkan Tabel 4.2 menjelaskan bahwa 87,8 % berusia 20-35 th, memiliki Paritas Multipara ada 67,1%, dengan Umur Kehamilan 37 mg-42 mg ada 95,1 %. Riwayat Persalinan 63,4 % persalinan pervaginam. Status Gizi baik LILA > 23,5 cm ada 82,9%.

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kejadian asfiksia neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Tahun 2016

  Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa paling banyak neonatus dengan Asfiksia Ringan sebanyak 85,4 % dan paling sedikit neonatus dengan Asfikisa Berat 1,2 %.

  • – 35 th 72 87,8 % Paritas 1 = Primipara &Grandemultipara 27 32,9 % 2 = Multipara

  55 67,1 % Umur Kehamilan 1 = <37 mg & >42 mg 4 4,9 % 2 = 37 mg - 42 mg

  52 63,4 % Status Gizi 1 = LILA < 23,5 cm 14 17,1 % 2 = LILA > 23,5 cm

  (%) Usia 1 = < 20 th dan > 35 th 10 12,2 % 2 = 20 th

  68 82,9 %

  dengan Menghitung APGAR skor. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karekteristik setiap variabel penelitian bentuk analisa univariat tergantung dari jenis datanya. Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian.

  Total Sampling. Cara pengambilan data

  Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul sebanyak 82 bayi dengan Asfiksia. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

  Variabel Independen (bebas) penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia, antara lain usia ibu, paritas ibu, umur kehamilan ibu, status gizi ibu dan riwayat persalina. Variable Dependen (terikat) penelitian ini adalah Kejadian Asfiksia Neonatorum. Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal dan nominal. Alat ukur yang di gunakan yaitu Rekam medik, hasil 1: asfiksia berat (0-3) 2: asfiksia sedang (4-6) 3: asfiksia ringan (7-9).

  Jenis penelitian ini termasuk penelitian, kuantitatif, dengan menggunakan design penelitian survey analitik, menggunakan metode pendekatan cross sectional.

  mengetahui frekuensi wajib ANC (Gilang, 2012).

  • – 35 tahun (berisiko rendah) dan bayi yang paling banyak mengalami asfiksia neonatorum sebanyak 87,8%. Paritas yang paling banyak Multipara dan bayi yang dilahirkan paling banyak mengalami asfiksia neonatorum sebanyak 67,1%. Umur Kehamilan yang paling banyak berumur 37 mg dan 42 mg (berisiko rendah) dan bayi yang paling banyak menglami asfiksia neonatorum sebanyak 95,1%. Riwayat Kehamilan yang paling banyak pervaginam dan bayi yang paling banyak mengaklami asfiksia neonatorum sebanyak 63,4%. Status Gizi yang paling banyak > 23,5 cm dan bayi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

  11 85,4 % 13,4 % Jumlah

  70

  (%) Asfiksia berat 0-3 1 1,2 % Asfiksia sedang 4-6 Asfiksia ringan 7-9

  Kategorik Frekuensi (F) Psentase

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kejadian asfikaia neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Tahu 2016

  82 100 % paling banyak mengalami asfiksia neonatorum sebanyak 82,9%.

  Faktor Usia dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul

  Umur pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu untuk menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia muda atau remaja (di bawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat- alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (di atas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinan serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil (Prawirohardjo, 2012).

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan usia ibu dengan kejadian asfikisia neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul (ρ=0,019). Teori dan kenyataan dalam penelitian ini terdapat suatu kesenjangan yang signifikan di mana jumlah bayi baru lahir yang menderita asfiksia karena umur ibu risiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) lebih sedikit dibandingkan dengan bayi baru lahir yang menderita asfiksia karena umur ibu risiko rendah (20-35 tahun). Kesenjangan ini bisa disebabkan karena faktor risiko asfiksia yang lain seperti persalinan lama, penyulit persalinan, proses persalinan, power, passage, pasanger.

  Penelitian ini didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Gilang (2012) didapatkan hasil uji Chi- Square yang sudah dilakukan koreksi didapat p-value sebesar 0,040 (< 0,05) yang berarti menunjukan bahwa ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum karena umur ibu tidak secara langsung berpengaruh terhadap kejadian asfiksia neonatorum, namun demikian telah lama diketahui bahwa umur berpengaruh terhadap proses reproduksi. Umur yang dianggap optimal untuk kehamilan adalah antara 20-30 tahun. Sedangkan dibawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan maupun persalinan.

  Faktor paritas dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul

  Paritas yang rendah (paritas satu) menunjukan ketidak siapan ibu dalam menangani komplikasi yang terjadi dalam kehamilan, persalinan dan nifas. Paritas 1 beresiko karena ibu belum siap secara medis maupun secara mental. Hasil penelitian bahwa primipara merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas

  ≥ 4 secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kahamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, placenta previa, rupture uteri, solution placenta yang dapat berakhir dengan asfiksia bayi baru lahir.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan paritas ibu dengan kejadian asfikisia neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul (ρ=0,403). Hasil dari penelitian ini bisa di karenakan jumlah sampel yang di gunakan dalam penelitian dan menyebabkan atau mempengaruhi hasil dari penelitian.

  Penelitian ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa paritas yang tinggi memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan dan persalinan yang dapat menyebabkan terganggunya transport O

  2

  dari ibu ke janin yang akan menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR

  Score menit pertama setelah lahir (Manuba, 2010).

  Kehamilan grande multigravida (paritas tinggi) menyebabkan kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali direngangkan kehamilan. Sehingga cenderung untuk timbul kelainan letak ataupun kelainan pertumbuhan plasenta dan pertumbuhan janin. Hal ini dapat mempengaruhi suplai gizi maupun oksigen dari ibu ke janin dan semakin tinggi paritas maka risiko untuk melahirkan bayi dengan asfiksia juga akan semakin tinggi (Prawirohardjo, 2012).

  Faktor Umur Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul

  Persalinan preterm merupakan persalinan dengan masa gestasi kurang dari 259 hari atau kurang dari 37 minggu. Kesulitan utama dalam persalinan preterm adalah perawatan bayinya semakin muda usia kehamilan maka semakin besar morbiditas dan mortalitasnya. Serotinus merupakan persalinan melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu (kehamilan lewat waktu). Bayi premature dengan kondisi paru yang belum siap dan sebagai organ pertukaran gas yang efektif, hal ini merupakan faktor dalam terjadinya asfiksia (Prawirohardjo, 2012).

  Berdasarkan hasil penelitian ini (p-

  value 0,697), menunjukkan bahwa tidak ada

  hubungan umur kehamilan ibu dengan kejadian asfikisia neonatorum. Peneliti menarik kesimpulan bahwa variabel usia kehamilan pada kasus asfiksia neonatorum yang terjadi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul tidak memiliki hubungan yang signifikan, hal ini disebabkan masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan bayi lahir dalam kondisi asfiksia seperti tingkat pendidikan, jenis persalinan, lama persalinan, umur kehamilan, berat badan lahir rendah, kehamilan ganda.

  Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahma (2013) yang menyatakan (p-value > 0.05), bahwa variabel umur kehamilan pada kasus asfiksia yang terjadi di RSWS dan RSUD Syekh Yusuf 2013 tidak memiliki hubungan yang signifikan, hal ini disebabkan masih terdapat faktor- faktor lain yang dapat menyebabkan bayi lahir dalam kondisi asfiksia seperti tingkat pendidikan, lama persalinan, usia kehamilan, berat badan lahir rendah, kehamilan ganda.

  Faktor Riwayat Persalinan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul

  Menurut Helen Varney (2008) bayi yang lahir melalui ekstraksi vakum dan sectio secarea (SC) tidak ada pengurangan cairan paru dan penekana pada thoraks sehingga mengalami paru-paru basah yang lebih persisten, situasi ini dapat mengakibatkan takipnea sementara pada bayi baru lahir.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan riwayat persalinan ibu dengan kejadian asfikisia neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul (ρ=0,746). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fahruddin di Rumah Sakit Kabupaten Purworejo tahun 2003, hasilnya menunjukkan bahwa ibu yang mengalami persalinan dengan tindakan lebih berisiko 3,12 kali lipat melahirkan bayi asfiksia dibandingkan ibu yang partus normal dan spontan.

  Penelitian Sitepu (2011) jenis persalinan dengan tindakan mempunyai risiko 5,471 kali lebih besar terhadap kejadian asfiksia neonatorum dibandingkan dengan persalinan normal. Persalinan juga di pengaruhi oleh power, passage, passager dari ibu bersalin. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dari 104 bayi baru lahir yang menderita asfiksia, sebanyak 59 kasus (56,73%) berdasarkan jenis persalinan risiko tinggi (vakum, forsep, secsio

  caesarea ) merupakan penyebab asfiksia, dan

  45 kasus (43,27%) merupakan risiko rendah (normal, spontan).

  Faktor Status Gizi dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul

  Status gizi ibu pada trimester pertama akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan embrio pada masa perkembangan dan pembentukan dan pembentukan organ-organ tubuh (organogenesis). Pada trimester II daan III kebutuhan janin terhadap zat-zat gizi semakin meningka dan jika tidak terpenuhi, plasenta akan kekurangan zat makanan

  • – zat yang dibutuhkan oleh janin. Untuk mengetahui status gizi ibu hamil tersebut, dapat menggunakan beberapa cara antara lain dengan memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA), dan mengukur kadar Hb.

  Dinkes RI. ( 2015). Kesehatan Profinsi

  Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Radityo, M. (2011). Gagal Nafas Pada Bayi dalam

  Universitas Muhammadiyah Semarang, Skripsi. Prawirohardjo, S. (2012). Ilmu Kebidanan.

  M.D. (2012). Faktor

  __________. (2015). Profil Kesehatan Nasional Indonesia 2015, Depkes Jakarta. Gilang. Notoatmojo R. dan Rakhmawatie

  Profnsi D.I Yogyakarta 2014, Depkes Yogyakarta.

  Depkes RI, Jakarta. __________. (2013). Profil Kesehatan

  Kesehatan Perinatal di Puskesmas,

  Depkes RI. (2008). Pedoman Pelayanan

  Yogyakarta 2015 , Depkes Yogyakarta.

  Bagi Responden Ibu harus meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang faktor risiko atau penyulit saat persalinan pada ibu hamil dan bayi yang dapat menyebakan kematian dan rajin memeriksakan kehamilanya atau ANC untuk mengetahui tentang keadaan bayinya dan dapat dipantau dengan baik apabila mengalami penyulit dapat segera ditangani serta mengkonsumsi makan maknan yang bergizi.

  • – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum ( Studi Di RSUD Tugurejo Semarang) . Fakultas Kedokteran

  Bagi RSU PKU Muhammadiyah Bantul diharapkan dapat memberika informasi dan masukan bagi Pasien, Bidan, dan tim penjamin mutu RSU PKU Muhammadiyah Bantul dalam meningkatkan kualitas pelayanan berdasarkan standar profesi dalam memberikan asuhan kebidanan secara komperhensif kepada ibu dan bayi. Dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam penanganan pada bayi baru lahir dengan asfiksia secara adekuat.

  Saran

  dengan Sig (2-tailed) sebesar 0,697, riwayat persalinan dengan Sig.(2-tailed) sebesar 0,746, status gizi ibu dengan Sig.(2-tailed) sebesar 0,575 dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Tahun 2016.

  tailed) sebesar 0,403, umur kehamilan

  Ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Tahun 2016. Sig.(2-tailed) sebesar 0,019.Tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan Sig.(2-

  SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

  Penelitian Mustika (2012) menyatakan faktor ibu yang melahirkan dengan asfiksia di RSUD Wates Tahun 2012 sebagian besar 92,7% adalah ibu tidak KEK. Ibu dengan status gizi tidak KEK karena gizi yang ada pada tubuhnya itu baik sehingga tidak mengganggu proses penyerapan nutrisi pada janin saat kehamilan dan mencegah terjadinya BBLR maupun asfiksia saaat melahirkan.

  (ρ = 0,575). Kesenjangan hasil penelitian ini dengan teori yang ada dapat disebabkan karena ibu yang berada pada kelompok status gizi Tidak KEK juga memiliki faktor risiko yang lain.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan status gizi ibu dengan kejadian asfikisia neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah Bantul

  sehingga akan mengurangi kemampuannya dalam mensintesis zat

DAFTAR PUSTAKA

  Rahma, A.S & Mahdinah, A. (2013).

  Analisis Faktor Risiko Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Syekh Yusuf Gowa dan RSUP Wahidin Sudirohusodo Makasar”, Jurnal Kebidanan, UIN Alauudin Makasar, Vol VII No. 1.

  Sitepu, N.Y.B. (2011). Hubungan Antara Jenis Persalinan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD dr.

  M Soewandhi, Jurnal Kesehatan, Surabaya Program Studi S1 Kebidana Fakultas Kedokteran UNAIR, Skripsi.

  WHO. (2012). Mortality and Burden of Desease, Children Mortality,

  dilihat pada 15 November 2016