MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KOLABORATIF UNTUK MENINGKATKAN PENGENDALIAN DIRI ANAK USIA DINI DI PAUD KOTA SALATIGA TAHUN 2014 DISERTASI Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Doktor Bimbingan dan Konseling
MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KOLABORATIF
UNTUK MENINGKATKAN PENGENDALIAN DIRIANAK USIA DINI DI PAUD KOTA SALATIGA
TAHUN 2014
DISERTASI
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar
Doktor Bimbingan dan Konseling
PROMOVENDUS
Lilik Sriyanti
NIM 1005076
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
==================================================================
Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif untuk
Meningkatkan Pengendalian Diri Anak Usia Dini di PAUD
Kota Salatiga Tahun 2014
Oleh
Lilik Sriyanti
Dra, Bimbingan Konseling UKSW Salatiga, 1988
M.Si, Psikologi UGM Yogyakarta, 2002
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Doktor Pendidikan (Dr.) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling
© Lilik Sriyanti
Universitas Pendidikan Indonesia
Maret 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
Abstrak
Lilik Sriyanti, 2015. Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif untuk Meningkatkan
Pengendalian Diri Anak Usia Dini di Kota Salatiga Tahun 2014. Disertasi. Dibimbing
oleh : Prof. Dr. H. Muh Surya (Promotor); Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd.
(Kopromotor); Prof.Dr.H.Ahmad Juntika Nurihsan, M.Pd. (Anggota ).Pengendalian diri merupakan kondisi psikologis yang mempengaruhi terbentuknya
perilaku lain. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa perilaku negatif dan destruktif
bersumber dari pengendalian diri yang rendah. Saat ini fenomena kenakalan anak dan
remaja sangat memprihatinkan, hal tersebut sesungguhnya dapat direduksi apabila sejak
dini anak dilatih untuk mengembangkan pengendalian diri yang baik. Hasil penelitian lain
menunjukkan bahwa anak usia dini mempunyai pengendalian diri yang rendah bahkan
cenderung impulsive, sementara pola pengasuhan orang tua dan kerjasama guru- –orang
tua yang belum tepat. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan
mengembangkan Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif untuk meningkatkan
pengendalian diri anak usia dini. Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif
merupakan kerangka acuan yang digunakan dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling dengan melibatkan pihak lain yang kompeten terhadap masalah yang dihadapi
anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan Reseach and Development (R & D),
dengan subjek penelitian sebanyak 27 anak PAUD. Kolaborator yang dilibatkan adalah 3
kepala sekolah, 3 orang guru dan 27 orang tua siswa. Questionaire, observasi,
wawancara, tes digunakan sebagai tehnik pengumpul data. Kondisi pengendalian diri
anak usia dini sebelum penerapan model dalam kategori rendah dan kolaborasi yang
terjalin antara kepala sekolah, guru dan orang tua dalam kategori kurang tepat. Model
bimbingan konseling kolaboratif dikembangkan melalui uji pakar, uji kepraktisan serta uji
lapangan yang dilakukan secara sistematis dan terencana sehingga menghasilkan model
yang dapat meningkatkan pengendalian diri anak. Melalui uji t, Model Bimbingan dan
Konseling Kolaboratif terbukti efektif untuk meningkatkan pengendalian diri anak usia
dini. Berdasar hasil tersebut, direkomendasikan agar lembaga PAUD menerapkan model
ini sebagai bagian dari program sekolah, guru BK di PAUD dapat menggunakan esensi
model ini untuk mengembangkan aspek perkembangan anak lainnya, peneliti berikutnya
dapat mengadopsi model ini pada aspek perkembangan anak lain serta memperbaiki desain penelitian yang digunakan.
Kata kunci : Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif, Pengendalian Diri, Anak Usia Dini
Lilik Sriyanti, 2015. Collaborative Guidance and Counseling Model to Improve Early
Childhood Self-Control on Salatiga 2014. Dissertation. Supervised by Prof. Dr. H. Muh
Surya (Promoter); Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd. (Copromoter); Prof.Dr.H.Ahmad
Juntika Nurihsan, M.Pd. (Member ).
Self controlling was a psychological condition which affected the formation of other
behaviour. Many research concluded that negative and destructive behaviours were
rooted from low self controlling. Nowadays, Juvenile delinquency phenomenon was
apprehending, tt actually could be reduced if children were skilled with well self
controlling from their early childhood. Other research result showed that early childhood
had low self controlling even tended to be impulsive, while parents‟ way in taking them
care and the inappropriateness of teacher-parents collaboration. Based on the background,
this research was aimed to developed Colaborative Guidance and Counseling Model to
increase early childhood self controlling. Colaborative Guidance and Counseling Model
was reference framework that was used in conducting guidance and counseling. It
involved the other element who knew well problems faced by children. The research was
used Reseach and Development (R & D) approach, involved 27 kindergarten students as
subject of research. Collaborator were 3 School principals, 4 teachers and 27 parents as
informants. Questionnaires, observations, interview, and tests were used in the technique
of collecting the data. The condition of early childhood‟s self controlling before the
model implemented was low and the collaboration among school principals, teachers and
parents was inappropriate. Colaborative Guidance and Counseling Model which was
developed through systematic and well-planned expert testing, practical testing and field
testing resulted a model that could develop child‟s self controlling and improve
collaboration among principals, teachers, and parents. Through t-test, it can be concluded
that Colaborative Guidance and Counseling Model was effective to develop early
childhood self controlling. Based on the result of the study, it was recommended to all
Early Childhood Education to implement this model as part of school program and to
guidance and counselling teacher in Early Childhood Education could use the gist of this
model to improve other aspect of children development. Then, to the next researcher, this
model could be adopted to study the other aspect of children development and to correct
the research design which was used.Key words : Colaborative Guidance and Counseling Model, self-control, early childhood
education
DAFTAR ISI
21 B. Anak Usia Dini ........................................................................
2. Prinsip, Fungsi dan Ciri Bimbingan dan Konseling bagi Anak Usia Dini ..................................................................
35
1. Hakekat Bimbingan dan Konseling bagi Anak Usia Dini ...................................................................................
35
30 C. Bimbingan Konseling untuk Anak Usia Dini .........................
2. Karakteristik dan Tugas Perkembangan Anak Usia Dini ....................................................................................
28
28 1. Konsep Anak Usia Dini .....................................................
16 2. Konsep Bimbingan Konseling Kolaboratif .......................
Lembar Pengesahan ........................................................................................ ii Pernyataan Keaslian ........................................................................................ iii Abstrak ............................................................................................................. iv Kata Pengantar ................................................................................................. vi Ucapan Terimakasih......................................................................................... viii Daftar Isi........................................................................................................... x Daftar Tabel ..................................................................................................... xv Daftar Bagan .................................................................................................... xviii Daftar Grafik ................................................................................................... xix Daftar Lampiran .............................................................................................. xxi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................
16 1. Konsep Model Kolaborasi ...............................................
16 A. Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif .......................
15 BAB II BIMBINGAN KONSELING KOLABORATIF DAN PENGENDALIAN DIRI ANAK USIA DINI ..............................
14 E. Manfaat Penelitian .................................................................
13 D. Tujuan Penelitian ....................................................................
11 C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian .......................
1 B. Identifikasi Masalah Penelitian ..............................................
1 A. Latar Belakang Masalah .........................................................
38
Dini ....................................................................................
41 4. Permasalahan Perkembangan Anak Usia Dini ..................
43 D. Pengendalian Diri ....................................................................
45 1. Pengertian dan Fungsi Pengendalian diri ..........................
45 2. Jenis Pengendalian diri ......................................................
49 3. Faktor yang Mempengaruhi Pengendalian diri .................
53 4. Metode Membentuk Pengendalian diri .............................
54
5. Peran orang tua terhadap pembentukan pengendalian diri ....................................................................................
57
6. Hubungan Pengendalian diri dengan Perkembangan Perilaku Anak ....................................................................
58 E. Pentingnya Kolaborasi dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di TK/ PAUD...................................................
60 F. Penelitian Terdahulu yang Relevan .........................................
65 G. Hipotesis .................................................................................
67 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................
68 A. Pendekatan dan Metode Penelitian ........................................
68 B. Langkah Penelitian .................................................................
70 1. Studi Pendahuluan ............................................................
71 2. Merancang Model Hipotetik ............................................
71 3. Perbaikan Rancangan Model ............................................
72 4. Uji Coba Lapangan ..........................................................
73 5. Tahap Perbaikan Model II ................................................
73 6. Diseminasi dan Pengembangan Model Akhir ..................
74 C. Subjek dan Lokasi Penelitian ..................................................
75 D. Definisi Operasional................................................................
76 1. Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif ..................
76 2. Pengendalian diri anak usia dini .......................................
77 E. Pengembangan Instrumen .......................................................
78 1. Kisi-kisi Instrumen ...........................................................
78 2. Penimbangan Instrumen ....................................................
85 3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen .................................
85
F. Teknik Pengumpulan Data ......................................................
89 1. Observasi ..........................................................................
89 2. Wawancara .......................................................................
90 3. Tes ....................................................................................
91 4. Angket ..............................................................................
91 G. Teknik Analisis Data ...............................................................
92 1. Uji Validitas dan Reliabilitas .............................................
92 2. Uji Normalitas ..................................................................
92 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................
96 A. Hasil Penelitian ......................................................................
96 1. Profil Pengendalian Diri Anak Usia Dini ..........................
96 a. Profil Pengendalian Emosi Anak Usia Dini ...............
97 b. ProfilPengendalian Pikiran Anak Usia Dini ..............
99
c. Profil Pengendalian Perilaku Anak Usia Dini ............ 101
2. Profil Kolaborasi antara Kepala sekolah, Guru dan Orang tua .................................................................... 104
3. Proses Pengembangan Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif untuk Meningkatkan Pengendalian Diri Anak Usia Dini ........................................................................... 106
a. Model Hipotetik Bimbingan dan Konseling Kolaboratif untuk Meningkatkan Pengendalian Diri Anak Usia Dini ........................................................... 106
b. Validasi Model ............................................................ 115
c. Perbaikan Model ........................................................ 118
d. Uji Coba Model .......................................................... 119
e. Evaluasi Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif ............................................... 120
f. Pengembangan Model Akhir ...................................... 122
4. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Kolaboratif untuk Meningkatkan Pengendalian Diri Anak Usia Dini .. 123 a. Peran dan Tugas Kolaborator ..................................... 123
b. Profil Kolaborasi antara Kepala Sekolah, Guru dan Orang Tua dalam Pelaksanaan BKK ......................... 127
c. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BKK ........................ 135
d. Materi Kegiatan BKK ............................................... 136
e. Evaluasi terhadap kegiatan BKK ............................... 137
5. Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif dalam Meningkatkan Pengendalian Diri Anak Usia Dini Uji coba Terbatas ............................................................... 139
a. Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling
b. Kolaborasi dalam Meningkatkan Pengendalian Diri Anak Usia Dini Berdasarkan Penilaian Guru ............. 139
c. Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling Kolaborasi dalam Meningkatkan Pengendalian Diri Anak Usia Dini Berdasarkan Penilaian Orang Tua Hasil Uji Coba Terbatas.............................................. 142
6. Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif dalam Meningkatkan Pengendalian Diri Anak Usia Dini ................................................................. 147
a. Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif dalam Meningkatkan Pengendalian Diri Anak Usia Dini Berdasarkan Penilaian Guru ............. 147
b. Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling Kolaborasi dalam Meningkatkan Pengendalian Diri Anak Usia Dini Berdasarkan Penilaian Orang Tua .... 153
B. Pembahasan Hasil Penelitian .................................................. 158
1. Profil Pengendalian Diri Anak Usia Dini .......................... 158
2. Profil Kolaborasi antara Kepala sekolah, Guru dan Orang tua ........................................................................... 162
3. Proses Pengembangan Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif untuk Meningkatkan Pengendalian Diri Anak Usia Dini .......................................................................... 165
4. Pelaksanaan Kolaborasi antara Kepala Sekolah, Guru dan Orang Tua .......................................................................... 169
5. Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling kolaboratif untuk Meningkatkan Pengendalian Diri Anak Usia Dini ................................................................................... 174
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................... 180 A. Kesimpulan ............................................................................ 180 B. Implemetasi dan Rekomendasi .............................................. 184 Daftar Pustaka .................................................................................................. 189 Lampiran-lampiran ........................................................................................... 196
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan di Indonesia mempunyai tantangan besar untuk menyiapkan
generasi emas menyambut satu abad kemerdekaan Indonesia tahun 2045 yang akan
datang. Salah satu tantangan yang dihadapi dunia pendidikan saat ini adalah
perubahan perilaku peserta didik, bergesernya gaya hidup dan pola pikir yang jauh dari
harapan pendidik sebagai dampak arus globalisasi dan era informasi yang melanda
seluruh pelosok negeri. Menyiapkan generasi yang yang tangguh, berakhlak mulia,
cakap dan kreatif menjadi tugas utama pendidikan yang harus didukung oleh semua
unsur pendidikan termasuk menjadi tugas bidang Bimbingan dan Konseling. Tugas ini
sejalan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-
Undang No. 20, Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan, pasal 3 menyebutkan, bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat, membentuk manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-
Undang No. 20, Tahun 2003).Tercapainya bangsa yang bermartabat, beriman dan bertakwa diperlukan kondisi
mental yang tangguh, yang mampu mengontrol diri agar terhindar dari perilaku yang
tidak bertanggungjawab. Salah satu kondisi mental yang dapat mendukung
terwujudnya bangsa yang bermartabat dan beriman adalah kemampuan seseorang
mengontrol semua perilaku dan tindakannya, atau dikenal dengan pengendalian diri.
Pengendalian diri atau self control merupakan kemampuan untuk menahan keinginan
dan dorongan sesaat yang bertentangan dengan norma atau aturan yang berlaku (Berk,
1993, hlm. 455). Pengendalian diri juga merupakan kemampuan menunda keinginan
(delay of gratification) (Logue, 1995, hlm. 8).Kemampuan seseorang mengontrol dirinya akan mempengaruhi terbentuknya
perilaku lainnya. Berbagai penelitian dalam psikologi menunjukkan bahwa pengendalian
diri merupakan fungsi psikologis yang sangat penting dan menentukan kesehatan fisik
dan kesehatan mental seseorang (Skinner, 1996, hlm. 549). Skinner menuliskan
berbagai hasil penelitian sebelumnya (Baltes & Baltes, 1986; Fiske & Taylor, 1991;
Thomson & Spacapan, 1991) bahwa pengendalian diri seseorang juga berhubungan
dengan kesuksesan, berhubungan dengan kesehatan, prestasi, motivasi, coping,
kemampuan menyesuaikan diri serta berhubungan dengan keberhasilan atau kegagalan
dalam berbagai aspek kehidupan. Penelitian Finkel & W Keith (2001, hlm. 274-275)
menyimpulkan bahwa pengendalian diri berhubungan dengan kemampuan membangun
hubungan antar pribadi yang romantis dengan pasangan. Hasil yang diterbitkan dalam
Proceedings of the National Academy of Sciences menemukan bahwa pemuda yang
mendapatkan penilaian memiliki kontrol rendah di masa anak-anak, ternyata
menghadapi masalah kesehatan, keuangan dan penyalahgunaan obat terlarang,
memiliki catatan kriminal dan cenderung menjadi orang tua tunggal
Penelitian tersebut juga dilakukan terhadap 500
pasangan kembar, ternyata pasangan kembar yang mempunyai pengendalian diri
rendah menunjukkan perilaku merokok lebih awal, terlibat dalam perilaku antisosial dan
mempunyai prestasi rendah di sekolah. Mischel (dalam Mischel, Shoda, & Rodriguez,
2006, hlm. 480), pernah melakukan eksperimen marshmallow terhadap anak usia 4-6
tahun. Anak-anak yang dapat mengontrol dirinya untuk tidak mengambil kue ternyata di
kemudian hari mempunyai prestasi akademik yang lebih tinggi dan mempunyai
lingkungan sosial yang lebih bagus.Pengendalian diri sangat penting bagi kesuksesan dalam berbagai bidang
kehidupan. Terbentuknya perilaku yang baik, positif dan produktif memerlukan
pengendalian diri yang kuat. Keharmonisan membangun hubungan dengan orang lain,
kebiasaan belajar yang benar, kedisiplinan, perilaku tertib di sekolah dan di masyarakat,
perilaku seksual sehat, serta pembentukan kebiasaan hidup lain dipengaruhi oleh
kemampuan pengendalian diri (self control). Penelitian Tangney, Baumeister, & Boone
(2004) menyimpulkan bahwa pelajar yang mempunyai pengendalian diri tinggi memiliki
penyesuaian diri yang lebih baik, memiliki kemampuan membangun hubungan
interpersonal dan mempunyai prestasi yang lebih baik. Pengendalian diri lebih
Seligman, 2006, dalam McCullough & Brian, 2009, hlm. 72-73). Orang dengan
pengendalian diri tinggi mempunyai kemungkinan kecil untuk mengkonsumsi alkohol,
terlibat dalam tindak kriminalitas serta terhindari dari perilaku nakal, lebih bisa menjaga
kesehatannya dan mempunyai perilaku sehat (Baumeister & Vohs, 2007, hlm. 355).
Orang yang ketika anak-anak yang mempunyai kemampuan menahan diri atau menunda
kepuasan menunjukkan prestasi akademik dan penyesuaian sosial yang lebih baik
(Mischel, dkk. hlm. 478-479).Saat ini, fenomena perilaku destruktif dan asosial di kalangan pelajar makin
meningkat. Pemberitaan tentang tawuran antar pelajar, pengeroyokan oleh geng,
penggunaan obat terlarang, pemerkosaan dan perilaku destruktif banyak menghiasi
media elektronik maupun media cetak. Salah satu stasiun televisi memberitakan
beberapa pasang remaja di Samarinda ditemukan mabuk, sementara dua siswa di
lainnya ditemukan sedang berbuat mesum di pinggir jalan (Berita Pagi Trans-7, 4
Pebruari 2013). Beberapa siswa SD melakukan penganiayaan hingga menyebabkan
teman sekelasnya meninggal (Metro Hari Ini, 2014). Fenomena perilaku menyimpang di
kalangan anak dan remaja terlihat dengan beredarnya rekaman video sekelompok siswi
SMP yang sedang berpesta rokok dan minuman keras di Mandar Sulawesi (Liputan Enam
Pagi SCTV, 27 Pebruari, 2013), serta siswa SMP di Semarang melakukan penodongan dan
membacok korbannya untuk mendapatkan handphone (Suara Merdeka, 25 Pebruari
2013). Dua siswa SMP terpaksa harus ujian nasional di tahanan karena ketahuan
mencuri tabung gas elpiji (Merdeka.com, 8 Mei 2014).Berbagai bentuk pelanggaran dan kejahatan tersebut tidak akan terjadi apabila
sejak dini anak sudah mendapat bimbingan dalam mengembangkan pengendalian
dirinya. Hasil penelitian Childs (2005) terhadap 3907 subjek dari berbagai ras dan etnis di
Florida, menemukan bahwa rendahnya pengendalian diri menjadi prediktor terhadap
tindak kekerasan, temuan ini diperkuat dari hasil penelitian Baron (2003), Evan dkk,
(1997), Burton dkk (1998), yang menyatakan bahawa rendahnya pengendalian diri
menjadi prediksi dari tindak kejahatan dan penggunaan obat terlarang. McMullen (1999,
hlm.28), mendukung temuan diatas bahwa rendahnya pengendalian diri berkaitan
dengan tindak kriminal dan perilaku menyimpang. Sementara Wood dkk (dalam
McMullen 1999, hlm. 29) menemukan pengaruh rendahnya pengendalian diri dengan
pencurian, vandalism, kejahatan interpersonal, dan perilaku legal dan illegal. Penelitian
tersebut dipertajam oleh pandangan Messina dan Messina (2006) yang menyatakan
bahwa self-destructive bersumber dari pengendalian diri yang rendah. Selain
berhubungan dengan perilaku destruktif, pengendalian diri juga berhubungan dengan
psikopathologi terutama narsisme dan psikopath, sebagai bentuk antisosial (Vaughn,
2007, hlm. 816), serta berkaitan perilaku yang membahayakan seperti bunuh diri, seks
bebas, penggunaan narkoba, ceroboh dalam mengemudi dan kekerasan (Bogg
&Roberts, dalam McCullough & Brian, 2009, hlm. 2).Layanan bimbingan dan konseling khususnya untuk meningkatkan pengendalian
diri harus mulai dilaksanakan di PAUD agar sejak dini anak belajar tentang perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai kehidupan serta menyiapkan anak untuk mengikuti tugas
belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Salah satu alasan pemberian layanan
bimbingan dan konseling bagi anak usia dini adalah berkembangnya paradigma baru
dalam bimbingan dan konseling bahwa target populasi layanan bimbingan dan konseling
saat ini menjadi lebih terbuka dan berada dalam berbagai adegan dan tataran
kehidupan seperti di sekolah, luar sekolah, keluarga, industri dan bisnis, rumah sakit dan
lembaga pemasyarakatan, untuk semua rentang perkembangan mulai dari kanak-kanak
sampai usia lanjut, dan diperuntukkan bagi individu yang normal maupun yang
berkebutuhan khusus (Kartadinadata, 2001, hlm. 7).Bimbingan dan konseling merupakan layanan bantuan yang diberikan pada
berbagai jenis pendidikan dan dalam berbagai seting kehidupan, artinya bimbingan
dan konseling tidak hanya dilaksanakan pada jalur pendidikan formal, melainkan harus
mulai dikembangkan layanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan nonformal
yaitu bagi anak PAUD, guru dan orang tua. Hal tersebut sejalan dengan salah satu
prinsip bimbingan yaitu bimbingan dilaksanakan dalam berbagai seting kehidupan,
artinya bimbingan tidak hanya dilaksanakan di sekolah, melainkan bisa berlangsung
dalam seting keluarga, lembaga pemerintah maupun swasta (Departemen Pendidikan
Nasional, 2007, hlm. 203-204). Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi anak
prasekolah diperkuat adanya ekspektasi kinerja konselor yang sudah dimulai sejak
jenjang Taman-Kanak-kanak, sebagaimana tertuang dalam Rambu-rambu
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, bahwa
ekspektasi kinerja konselor sudah dimulai sejak jenjang Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi (Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 187-189). Pelaksanaan bimbingan dan konseling di PAUD sebagai aktualisasi penyiapan
generasi emas tahun 2045 nanti. Kemendikbud mempunyai agenda besar menyiapkan
generasi emas sebagai hadiah seratus tahun kemerdekaan Indonesia tahun 2045
melalui gerakan PAUDisasi. Grand design pendidikan Indonesia yang diagendakan
adalah memberikan perhatian besar terhadap pendidikan anak usia dini, karena anak
usia PAUD saat ini nanti yang akan memimpin bangsa, menggantikan generasi tua di
tahun 2045 nanti.Salah satu bentuk perhatian terhadap anak usia dini adalah memberikan layanan
bimbingan dan konseling untuk meningkatkan pengendalian dirinya. Pengendalian diri
sudah harus dilatihkan sejak usia prasekolah, hal ini karena berbagai literatur
menyatakan bahwa pengendalian diri anak usia ini masih rendah dan cenderung
impulsive (Logue, 1995, hlm.8; Hurlock 1978, hlm. 208-209)). Hasil survei di TK/PAUD
Kota Salatiga (2012) tentang perilaku yang sering muncul pada anak , dari 35 orang guru
TK/RA/PAUD, 85% menyatakan anak sering berebut mainan dan tidak mau mengalah,
75 % menyatakan anak sering mengganggu anak lain, 65 % tidak patuh, 78 %
menyatakan anak sering menyela pembicaraan,56 % menyatakan
berteriak/mengumpat pada saat marah. Perilaku lain seperti mengejek teman,
melempar benda pada saat marah, berkelahi, tidak sabar menunggu giliran merengek
untuk mendapatkan sesuatu,tidak mau melaksanakan tugas dan tidak mau merapikan
barang pribadinya dinyatakan kadang-kadang muncul pada anak.Sementara hasil survei terhadap 150 orang tua siswa TK/RA/PAUD di Salatiga dan
sekitarnya, 85% menyatakan anak sering tidak mau mengalah, 73% menyatakan anak
sering berkelahi, 60 % menyatakan anak sering menangis untuk menyatakan keinginan,
sementara 80 % orang tua menyatakan anak tidak mau merapikan barang miliknya, 75%
kadang-kadang anak tidak sabar menunggu giliran, 75 % anak tidak mau mengerjakan
tugas hingga selesai, 75% kadang-kadang anak berteriak-teriak untuk menyatakan
keinginan. Berdasar hasil survei tersebut menunjukkan anak usia prasekolah
mempunyai pengendalian diri yang cenderung rendah.Berbagai perilaku yang muncul pada anak usia PAUD tersebut menjadi tantangan
bagi guru dan orang tua. Kadarharutami (2011, hlm. 19-22) menuliskan tantangan
dalam mengasuh anak usia dini antara lain anak sangat aktif, tidak bisa diam, sering
emosinya, belum bisa mematuhi jadwal kegiatan rutin dan mulai suka melawan atau
menghindar bila diminta melakukan sesuatu. Tidak semua orang tua dan guru
menggunakan cara yang tepat dalam mengatasi beberapa perilaku anak yang tidak
sejalan dengan harapan guru dan orang tua. Hasil surve terhadap 30 guru dan 150 orang
tua PAUD di Salatiga dan sekitarnya, 75 % orang tua menyatakan tidak berusaha mencari
penyebab kemarahan anak, 74% guru menyatakan hal yang sama. 75 % orang tua dan
49 % guru menyatakan sering kesulitan untuk membuat anak tertib, 73 % orang tua
menyatakan ikut jengkel ketika anak marah-marah, sementara 68 % guru menyatakan
sering hanya bisa bersabar dalam menghadapi kenakalan anak. 78 % orang tua sering
mengalah untuk mengerjakan tugas anak ketika anak tidak mau mengerjakan, 71 %
kadang-kadang membentak apabila anak tidak patuh, 64 % kadang memukul bila anak
sulit diatur, 60% guru menyatakan kadang-kadang mengalah merapikan mainan anak,
57% kadang-kadang membentak apabila anak membuat keributan, 57% kadang-kadang
mendidik kedisiplinan secara paksa, 68 % guru menyatakan kadang-kadang sulit
mengatasi anak yang rewel di kelas, 56 % guru sering tidak ada waktu untuk mencari
sumber penyebab kenakalan anak.Perilaku yang tidak mendapatkan penanganan dengan tepat dapat menimbulkan
problem perilaku yang lebih komplek juga dapat menimbulkan kekacauan di dalam
kelas, suasana pembelajaran menjadi kurang kondusif sehingga perlu penanganan
secara seksama. Hasil penelitian Morey dkk. (ACA, 2006) menyimpulkan bahwa
bimbingan dan konseling dapat mengatasi kekacauan di dalam kelas. Morrison (2012,
hlm. 344) mengupas beberapa hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa akar dari
kenakalan dan perilaku menyimpang ada dalam usia dini.Bimbingan dan konseling untuk membentuk pengendalian diri anak pada usia
dini sangat penting sebagai fondasi terbentuknya perilaku baik yang berguna bagi
perkembangan anak sebagai totalitas. Sholehuddin (2010, hlm. 108) menyatakan
bahwa pendidikan untuk anak usia dini merupakan fondasi yang kuat bagi
terbentuknya generasi yang berkualitas.Bimbingan dan konseling bagi anak usia dini merupakan program krusial yang
harus dilaksanakan karena lima tahun pertama kehidupan anak merupakan masa emas
yang paling tepat bagi pembentukaan kepribadian. Pengasuhan anak pada lima tahun
diri sebagai salah satu aspek dari perkembangan emosi dan sosial merupakan faktor
penting bagi kesiapan anak masuk sekolah dari pada keterampilan akademis (Johnson,
Gallagher, Cook, & Wong; Lin, Lawrence, and Gorrell; Piotrkowski, Botsko & Matthews;
Wesley & Buysse dalam Muelle, 2010, hlm. 1). Freud (dalam Corey, 2005, hlm. 13)
mengatakan bahwa perkembangan anak pada lima tahun pertama kehidupannya
berpengaruh terhadap perkembangan anak di masa mendatang. Lima tahun pertama
menjadi peletak dasar bagi perkembangan anak di masa berikutnya. Usia prasekolah
berada pada fase emas perkembangan, yang perlu mendapat perhatian seksama.
Kehidupan awal masa anak menjadi fondasi bagi penyesuaian terhadap kehidupan
berikutnya (Hurlock, 1978, hlm. 151). Muelle (2010, hlm. 50) menyatakan bahwa
pengendalian diri sebagai salah satu spektrum dari perkembangan sosial dan emosi
dapat menjadi prediksi keberhasilan akademik anak di Taman Kanak-kanak hingga kelas
tiga. Muelle (2010, hlm. 19) menyatakan bahwa kemampuan mengontrol diri, bekerja
dengan anak-anak lainnya, mengatasi konflik, bekerja dalam kelompok merupakan
syarat kesiapan anak masuk sekolah. Kadarharutami (2011, hlm. 16-18) menuliskan
bahwa belajar menunda dan pengendalikan keinginan, menunjukkan perasaan dengan
cara yang sehat, berani mengemukakan keinginan merupakan sebagian kemampuan
yang harus diajarkan pada anak usia dini.Pentingnya melatih pengendalian diri anak prasekolah juga muncul dari orang tua
dan guru sebagai pribadi yang banyak mengetahui perilaku anak atau muridnya sehari-
hari. Muelle (2010, hlm.1) mengutip berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa
guru memandang kesiapan anak masuk Taman Kanak-kanak dan sukses belajar di
Taman Kanak-kanak apabila anak menunjukkan kemampuan mengontrol diri seperti
dapat bekerja secara mandiri, mengikuti aturan di kelas, menunjukkan keterampilan
sosial yang positif, dapat bermain dengan anak lain dengan baik dan dapat
mengkomunikasikan perasaannya. Baik orang tua maupun guru merasa bahwa
keterampilan sosial merupakan kemampuan paling penting bagi anak agar siap dan
sukses masuk sekolah (Piotrkowski, dkk. dalam Muelle, 2010, hlm. 18). Pentingnya aspek
pengendalian diri bagi anak usia dini juga terbukti dari hasil penelitian McAllister, dkk.
(dalam Muelle, 2010, hlm. 19), menyatakan orang tua siswa merasa bahwa keterampilan
dalam bidang spasial dan emosi terutama kemampuan mengontrol diri sama pentingnya
dengan kemampuan dalam bidang akademik dan berpikir sebagai syarat kesiapan
belajar sekolah.Pelaksanaan bimbingan dan konseling bagi anak usia prasekolah perlu melibatkan
beberapa pihak agar hasil dicapai lebih optimal. Orang tua dan guru adalah dua pribadi
yang lebih dekat dengan anak dan berinteraksi lebih intensif, karena itu melibatkan
guru dan orang tua dalam pelaksanaan bimbingan akan mengefektifkan tercapainya
tujuan bimbingan dan konseling. Efektivitas bimbingan dan konseling kolaboratif sudah
dibuktikan dari hasil penelitian Ginintasasi (2012) bahwa bimbingan dan konseling
kolaboratif efektif bagi penanganan anak autis, hasil penelitian Hidayat (2010)
menyimpulkan bimbingan kolaboratif dapat meningkatkan keterampilan belajar siswa,
serta Soendari (2011) menyimpulkan bimbingan kolaboratif dapat meningkatkan
perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di Sekolah Dasar. Demikian juga dengan
penelitian Becicka (2000) menyimpulkan bahwa kolaborasi konselor dengan guru dapat
meningkatkan kompetensi sosial siswa. Penelitian terbaru dilakukan oleh Chotijah
(2013) berhasil membuktikan bahwa bimbingan dan konseling kolaboratif efektif untuk
meningkatkan prestasi belajar anak dengan kesulitan belajar. Proses pendidikan di
sekolah yang dilaksanakan secara kolaboratif didukung oleh pandangan Lassonde (2010,
hlm. 4-5) yang menyatakan bahwa kegiatan pendidikan yang dilaksanakan secara
kolaboratif dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan dapat berkembang secara
profesional. Lassonde menuliskan : “ We can and must make collaborative learning a
priority in our profesional development. Collaboration with interested colleagues can
help us overcome those not- enough time feelings”.Kolaborasi dalam layanan pendidikan di Taman Kanak-kanak, khususnya antara
guru dan orang tua menjadi sangat penting dan mendesak karena selama ini kerjasama