10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

  Pada bab dua ini penulis membagi menjadi dua bagian, yaitu tinjauan pustaka dan landasan teori. Pada tijauan pustaka penulis menulis hasil tinjauan pustaka yang bisa digunakan untuk referensi penulisan skripsi. Beberapa karya ilmiah yang mendukung anatar lain sebagi berikut:

  Penelitian yang pertama yaitu penulis dapatakan dari jurnal. Penelitian yang dilakukan oleh Lika Trisnawati dengan judu l “Keabsahan Surat

  Keterangan Bebas Pajak Sebagai Syarat Permohonan Balik Nama Sertifikat Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan”. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa Surat Keterangan Bebas (SKB) pajak atas Pajak Penghasilan Final memiliki keabsahan yang sama dengan Surat Setoran Pajak (SSP) sehingga dapat dipergunakan sebagai syarat pendaftaran balik nama sertifikat hak atas tanah dan/atau bangunan.

  Jurnal kedua yang bisa penulis dapatkan yaitu jurnal yang dibuat oleh Fauzi Achmad Mustofa, Kertahadi, dan Mirza Maulinarhadi R. Judul dari jurnal ini “Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan, Tarif Pajak dan Asas Keadilan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ( Studi pada Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang Berada Di Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu Setelah Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor perpajakan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, tarif pajak secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, asas keadilan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, dan pemahaman peraturan perpajakan, tarif pajak dan asas keadilan secara simultan berpengaruh segnifikan terhadap kepatuhan waji pajak.

  Jurnal ketiga yang bisa penulis dapatkan yaitu jurnal yang ditulis oleh Maulida Alfi Lofiana Sa’diya, Siti Ragil Handayani, dan Idris Effendy. Judul dari jurnal tersebut yaitu “Analisis Penerapan Peraaturan Pemerintah Nomor

  46 Tahun 2013 untuk Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Studi Pada KPP Pratama Malang Utara)”. Kesimpulan dari jurnal ini adalah Penerapan PP 46 Tahun 2013 di KPP Pratama Malang Utara berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, meskipun masih terkendala beberapa faktor yang meliputi ketidakseimbangan jumlah account

  

representative dan wajib pajak, ketersediaan data untuk pengawasan,

  ketidakpahaman wajib pajak serta ketelatenan wajib pajak dalam penyetoran pajak perbulan. Tingkat kontribusinya secara keseluruhan dalam kriteria sangat kurang, hal ini dipengarughi oleh objek Pajak Penghasilan Pasaal 4 ayat (2) lain yang lebih mendominasi yaitu Penghasilan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Pertumbuhan Wajib secara keseluruhan mengalami pertumbuhan positif apabila dilihat dari kategori usahanya, pertumbuhan Wajib Pajak serta penerimaan masih fluktuatif. Penurunan Wajib Pajak akhirnya berdampak pada menurunnya setoran pajak. Sedangkan penurunan penerimaan lainnya berasal dari kategori usaha informasi dan komunikasi, serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Pajak.

  Jurnal keempat yang bisa penulis dapatkan yaitu jurnal yang ditulis oleh Fadli Hakim dan Grace B. Nan goi. Judul dari jurnal tersebut yaitu “Analisis Penerapan PP Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan UMKM terhadap tingkat pertumbuhan Wajib Pajak dan Penerimaan PPh Pasal 4 ayat (2) pada KPP Pratama Manado”. Kesimpulan dari jurnal ini adalah terjadi penurunan pertumbuhan Wajib Pajak sebesar 0,23%. Hal ini menunjukkan bahwa upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan potensi penerimaan pajak secara khusus Pajak UMKM tidak tercapai dengan baik.

  Penerimaan PPh Pasal 4 ayat (2) dari PPh UMKM selama kurun waktu tujuh belas bulan sejak diterapkannya PP No.46 Tahun 2013 mengalami fluktuatif dan masih dalam kategori sangat kurang.

  Jurnal kelima yang bisa penulis dapatkan yaitu jurnal yang ditulis oleh Speny Ria Manengkey, Sifrif Pengemanan, dan Winston Pontoh. Judul dari jurnal tersebut yaitu “Dampak Pemahaman Wajib Pajak atas PP Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada KPP Pratama Kotamobagu”. Kesimpulan dari jurnal ini adalah pemahaman wajib pajak atas PP No. 46 Tahun 2013 berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan. Ketika pemahaman wajib pajak meningkat, maka penerimaan

  Adanya lima jurnal yang penulis dapatkan untuk referensi penelitian, penulis ingin mengetahui penerapan PP No. 46 Tahun 2013 terkit pembebasan pemotongan maupun pemungutan pajak dengan menggunakan surat keterangan bebas. Penulis tertarik melakukan penelitian ini di perusahaan yang bergerak dibidang jasa karena kebanyakan penulis lain melakukan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak bukan di perusahaan swasta.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Pajak

  Menurut Prof. Dr. Rochmat soemitro, SH. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipakai) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

  Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur- unsur:

  • Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
  • Berdasarkan undang-undang

  Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

  • Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
  • pengeluaran-pengeluran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

  Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni

  Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 16 Tahun 2009 pengertian pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2.2.2. Fungsi Pajak

  Pajak mempunyai beberapa fungsi, anatar lain: Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)

  • Pajak berfungsi sebagai sumber pendapatan Negara yang memiliki tujuan penyeimbang pengeluaran Negara dengan pendapatan Negara. Contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
  • Pajak berfungsi sebagai alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan Negara dalam lapangan sosial ekonomi. Contoh: pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi, pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi dari dalam negeri, pajak dapat mengatur dan menarik

  Fungsi Mengatur (Fungsi Regulation) investasi modal yang membantu perekonomian agar semakin produktif.

  • Pajak digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan antara pembagian pendapatan dengan kesejahteraan masyarakat.

  Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)

  • Pajak digunaka untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian, seperti mengatasi inflasi pemerintah menetapkan pajak yang tinggi sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.

  Fungsi Stabilitas

2.2.3. Sistem Pemungutan Pajak

  Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi berikut: Sistem Official Assessment

  • Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Cirir-ciri Official Assessment System: wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif, utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
  • Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk

  Sistem Self Assessment menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

  • Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

  Sistem Withholding

2.2.4. Surat Pemberitahuan (SPT)

  Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) baik masa maupun tahunan terkait hasil penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang. Penyampaian SPT harus dilaksanakan sebelum jatuh tempo pelaporan pajak, sedangkan pembayaran pajak harus dilaksanakan sebelum jatuh tempo pembayaran. Pelanggaran terhadap jatuh tempo pelaporan maupun pembayaran akan berakibat pada timbulnya sanksi adminitrasi berupa denda, bunga, atau kenaikan.

Tabel 2.1. Batas Waktu Pembayaran Pajak Masa

  Jenis Pajak Batas Waktu Pemayaran Pajak PPh Pasal 21, 22, 23, Paling lama 10 hari setelah masa pajak berakhir 25, 26, 4 ayat 2 PPh Pasal 4 ayat 2 Paling lama 15 hari setelah masa pajak berakhir (1% dari omset) PPN dan PPnBM Paling lama akhir bulan berikutnya setelah (oleh PKP) berakhirnya masa pajak

Tabel 2.2. Batas Waktu Pembayaran Pajak Tahunan

  Jenis Pajak Batas Waktu Pembayaran Pajak SPT Tahunan Orang Pribadi Paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak SPT Tahunan PPh Badan Paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak

  Sumber : Modul Pelatihan Pajak Aplikatif Brevet A dan B Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) adalah surat yang oleh pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Terdapat dua macam SPT, yaitu:

  • Tabel 2.3. Batas Waktu Penyampaian SPT Masa Jenis Pajak Batas Waktu Penyampaian SPT

  SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

  PPh Pasal 21, 22, Paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir 23, 25, 26, 4 ayat 2 PPN dan PPnBM Paling lama akhir bulan berikutnya setelah (oleh PKP) berakhirnya masa pajak

  Sumber : Modul Pelatihan Pajak Aplikatif Brevet A dan B SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun

  • Pajak atau Bagian Tahunan Pajak.

Tabel 2.4. Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan

  Jenis Pajak Batas Waktu Penyampaian SPT SPT Tahunan Orang Paling lama 3 bulan setelah akhir tahun Pribadi pajak SPT Tahunan PPh Badan Paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak

  Sumber : Modul Pelatihan Pajak Aplikatif Brevet A dan B Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas. Dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.

  Sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007, ada beberapa fungsi dari SPT sesuai dengan pembagian: Wajib Pajak Penghasilan berfungsi sebagai sarana untuk

  • melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang, pembayaran pajak yang telah
yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak, harta dan kewajiban serta pembayaran dari pemotong atau pemungut pajak.

  • dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran serta pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak atau melalui pihak lain.

  Pengusaha Kena Pajak berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan

  • melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

  Pemotong atau Pemungut pajak berfungsi sebagai sarana untuk

  2.2.5. Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat 2

  Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 merupakan pajak penghasilan yang bersifat final sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun pajak. Dalam ketentuan tantang pajak penghasilan, diatur pengenaan pajak penghasilan atas objek-objek tertentu yang termuat dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang diantaranya sebagai berikut :

  • giro (Tarif 20%)

  Penghasilan berupa bunga deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa

  • pendiri (Tarif 0,5% dan 0,1%)

  Penghasilan dari transaksi saham baik pendiri maupun bukan saham

  Penghasilan dari penyerahan hadiah undian (Tarif 25%)

  • Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan (tarif 10%)
  • Penghasilan dari penyerahan jasa konstruksi (Tarif dari 2% sampai
  • 6%) Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
  • (Tarif 5%) 2.2.6.

   Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013

  Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013. Penerbitan PP 46 Tahun 2013 ditujukan untuk kesederhanaan yakni Wajib Pajak hanya menghitung dan membayar pajak berdasarkan peredaraan bruto (omset) setiap bulannya. Objek pajak dari PP 46 Tahun 2013 adalah penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto (omset) yang tidak melebihi Rp 4,8 Miliar dalam satu tahun pajak. Yang dimaksud usaha yaitu usaha dagang, industri, dan jasa, seperti toko/kios kelontong, pakaian, elektronik, warung makan, salon, dan sebagainya. Bukan termasuk objek pajak PP 46 Tahun 2013 yaitu:

  • misalnya: dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Tahun 2013.

  Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas,seperti

  Penghasilan dari usaha dagang dan jasa yang dikenai PPh Final

konstruksi (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

  Subjek pajak dari PP 46 Tahun 2013 ini ada pada orang pribadi dan badan (tidak termasuk Badan Usaha Tetap). Adapun yang dikecualikan bukan subjek pajak yaitu:

  • jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum. misalnya pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki-lima, dan sejenisnya.

  Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau

  • jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4,8 miliar.

  Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam

  Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun dikenai PPh final dengan tarif sebesar 1% (satu persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari setiap tempat usaha.

  PPh Terutang = 1% x Peredaran Bruto Setiap Bulan Pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang

  Penyetoran PPh Final Pasal 4 ayat 2 paling lambat dibayar tanggal 15 bulan berikutnya. SSP berfungsi sekaligus sebagai SPT Masa PPh

  Pasal 4 ayat 2. Jika sudah divalidasi NTPN tidak perlu lapor SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2. Penghasilan yang dibayar berdasarkan PP 46 Tahun 2013 dilaporkan dalam SPT Tahunan pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final.

2.2.7. Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

  Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan adalah suatu mekanisme yang memberikan penugasan dan tanggungjawab kepada pihak ketiga untuk melakukan pemotongan atau pemungutan atas pajak penghasilan yang terutang pada suatu transaksi yang dikenakan pajak.

  Pemotong dan pemungut pajak bukanlah subjek pajak, namun diberi tanggungjawab untuk memotong, memungut dan menyetorkan serta melaporkan pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukannya. Yang menjadi Subjek Pajak adalah penerima penghasilan, dan objek pajaknya adalah penghasilan yang diterima dan atau diperoleh.

  Dalam sistem perpajakan self assessment, pemotong dan pemungut pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memotong dan memungut, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Mengingat fungsi yang strategis dari PPh Pemotongan dan pemungutan ini maka diperlukan penguasaan yang cukup oleh para aparat perpajakan agar bisa pengawasan kepada wajib pajak terkait dengan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan.

  Pemotongan dan pemungutan pajak dilakukan pada suatu saat dimana pajak dinyatakan terutang. Saat yang tepat untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak adalah pada saat pendapatan tersebut diterima atau diperoleh. Secara umum Pajak Penghasilan terutang pada satu tahun pajak, sehingga jumlah penghasilan yang terakumulasi pada satu tahun pajak merupakan dasar untuk menghitung pajak penghasilan yang terutang. Dengan ditetapkannya pajak terutang pada suatu saat yaitu pada saat dianggap berpotensi timbulnya penghasilan, maka sistem

  witholding ini akan memaksa wajib pajak melakukan penyetoran pajak tanpa menunggu perhitungan hingga akhir tahun pajak.

2.2.8. Surat Keterangan Bebas

  Menurut PER-32/PJ/2013 menyatakan bahwa pengertian dari Surat Keterangan Bebas (SKB) adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nornor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain yang dapat dikreditkan.

  Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai pembebasan dari pemotongan pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final kepada Direktur Jenderal Pajak. Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan dengan beberapa syarat, syarat tersebut diantaranya:

  Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak sebelum

  • Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukannya Surat Keterangan Bebas Menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani Wajib Pajak - atau kuasa Wajib Pajak yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan bersifat final disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukannya Surat Keterangan Bebas, untuk Wajib Pajak yang terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat diajukannya Surat Keterangan Bebas.
  • Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.

  Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti

  Ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan

  Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.

  Permohonan atas pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang diajukan oleh Wajib Pajak pihak Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan Surat Keterangan Bebas atau Surat Penolakan Permohonan Surat Keterangan Bebas dalam jangka waktu paling lama lima hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Apabila dalam jangka waktu lima hari kerja sejak permohonan Kepala Kantor Pelayanan Pajak belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak tersebut dianggap diterima.