BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Penelitian mengenai bahasa khususnya kalimat aktif dan pasif dengan menggunakan kajian sintaksis sebelumnya pernah diteliti oleh: 1. Penelitian yang berjudul “Analisis Kalimat Aktif dan Pasif pada Rubrik “Opini”

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Penelitian mengenai bahasa khususnya kalimat aktif dan pasif dengan

  menggunakan kajian sintaksis sebelumnya pernah diteliti oleh: 1.

   Penelitian yang berjudul “Analisis Kalimat Aktif dan Pasif pada Rubrik “Opini” dalam Surat Kabar Harian Suara Merdeka Berita Ekonomi-Bisnis Bulan Agustus 2014” karya Dewi Apriliani (2016), mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta.

  Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan tentang kalimat aktif dan pasif, berdasarkan jenisnya, strukturnya, dan cara mengubahnya yang terdapat pada surat kabar Suara Merdeka kolom Ekonomi-Bisnis edisi Agustus 2014. Subjek penelitian tersebut adalah surat kabar Suara Merdeka kolom Ekonomi-Bisnis bulan Agustus 2014. Objeknya yaitu kalimat aktif dan pasif yang meliputi jenis, struktur dan cara mengubah kalimat aktif menjadi pasif. Instrumen penelitian menggunakan human

  

instrumen , yaitu penelitian sendiri. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

  metode baca dan catat. Analisis data dengan metode agih. Keabsahan data diperoleh melalui intra-rater, yaitu membaca dan meneliti sasaran; dan interater, yaitu mendiskusikan dengan teman sejawat.

2. Penelitian yang berjudul “Analisis Bentuk Pasif pada Judul Berita Surat Kabar Harian Solopos Edisi Mei 2013” karya Widya Heru Wahyana (2013), mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Surakarta.

  Tujuan dari penelitian tersebut adalah mendeskripsikan bentuk pasif pada judul berita Surat Kabar Harian Solopos edisi Mei 2013, mendeskripsikan jenis bentuk pasif pada judul berita Surat Kabar Harian Solopos edisi Mei 2013. Dalam

  10 mengumpulkan data menggunakan teknik pustaka dan teknik simak dengan teknik catat. Objek penelitian tersebut yaitu bentuk pasif pada judul berita Surat Kabar Harian Solopos edisi Mei 2013. Data diperoleh dari beberapa judul berita yang terdapat pada Surat Kabar Harian Solopos edisi Mei 2013. Teknik analisis data dengan metode padan yang digunakan untuk menganalisa data yang terkumpul. Adapun teknik yang digunakan dari metode padan adalah teknik referensial. Peneilitian tersebut membahas tentang penganalisisan bentuk kalimat pasif. Hasil yang diperoleh 118 buah bentuk kalimat pasif. Dari 118 kalimat pasif terbagi atas 67 data yang termasuk pasif bentuk di-, 24 data yang termasuk dalam pasif bentuk di-/-

  

kan , 5 data yang termasuk dalam pasif bentuk di-/-i, 2 data pada judul berita Surat

Kabar Harian Solopos edisi Mei 2013.

  Perbedaannya dengan penelitian sekarang adalah penelitian sekarang menggunakan sumber data surat kabar harian Kompas edisi Februari 2017, sedangkan kedua peneliti tersebut menggunakan surat kabar harian Suara Merdeka berita Ekonomi-Bisnis bulan Agustus 2014 dan surat kabar harian Solopos edisi Mei 2013.

  Jadi, jelas bahwa penelitian yang peneliti lakukan benar-benar merupakan penelitian yang berbeda dan belum pernah dilakukan oleh peneliti yang terdahulu. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang kalimat aktif dan pasif, berdasarkan jenis, struktur, dan cara mengubahnya yang terdapat pada surat kabar harian Kompas rubrik “Opini” edisi Februari 2017. Selain memiliki tujuan tersebut, penelitian ini juga memiliki tujuan untuk memahami bagaimana realitas itu dibahasakan oleh media.

  Kalimat yang digunakan oleh media bukan hanya penanda atau identitas tetapi dihubungkan dengan ideologi tertentu, makna apa yang ingin dikomunikasikan kepada khalayak.

B. Kalimat 1. Pengertian Kalimat

  Kalimat adalah bagian ujaran yang didahului dan diikuti kesenyapan, sedang intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap. Kalimat diucapkan dalam bentuk kata-kata tidak mendatar saja melainkan disertai tekanan-tekanan kata; senyapan, tengah dan akhir; intonasi atau lagu (Depdiknas, 2008: 747).

  Alwi dkk (2010: 317) berpendapat bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.

  Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru melambangkan kesenyapan.

  Kalimat merupakan satuan dasar wacana. Artinya, wacana hanya akan terbentuk jika ada dua kalimat, atau lebih, yang letaknya berurutan dan berdasarkan kaidah kewacanaan. Dengan demikian, setiap tuturan, berupa kata atau untaian kata, yang memiliki ciri-ciri yang disebutkan di atas pada suatu wacana atau teks, berstatus kalimat. Berikut ini adalah kutipan sebuah wacana (teks) yang terdiri atas satu paragraf.

  (5) Wilis sendiri masih tercekam rasa berdosa atas tewasnya Satiari. Apakah sekarang ia harus mengulangi melamar Tantrini? Apa akal? Ia tidak dapat menipu diri sendiri. Ia membutuhkan teman hidup. Teman bertimbang. Teman di tempat tidur. Ternyata tidak banyak manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian. (Alwi, dkk., 2010: 317) Teks (5) itu terdiri atas delapan kalimat, dua di antaranya diakhiri dengan tanda tanya dan selebihnya diakhiri dengan tanda titik.

  Pendapat selanjutnya mengenai kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Inti definisi itu menyatakan bahwa kalimat terdiri atas konstituen dasar, intonasi final, dan konjungsi bila diperlukan.

  Konstituen dasar biasanya berupa klausa, kata dan frasa pun bisa menjadi konstituen dasar, yaitu pada kalimat jawaban singkat atau minor yang bukan kalimat bebas. Hal ini berbeda jika konstituen dasarnya berupa klausa, maka dapat terbentuk sebuah kalimat bebas (Ahmad dan Hendri P, 2015: 31).

  Menurut Kridalaksana (2001: 92) kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa. Klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan; satuan proposisi yang merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa, yang membentuk satuan bebas; jawaban minimal, seruan, salam, dsb. Konstruksi gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola tertentu, dan dapat berdiri sendiri satu satuan.

  Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat merupakan bagian ujaran dalam wujud lisan maupun tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran secara utuh dan merupakan satuan dasar wacana .

2. Jenis Kalimat

  Menurut Tarigan (2009: 6) kalimat dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara yaitu (a) jumlah dan jenis klausa yang terdapat pada dasar, (b) struktur internal klausa utama, (c) jenis responsi yang diharapkan, (d) sifat hubungan aktor-aksi, (e) ada atau tidaknya unsur negatif pada frase verbal utama, (f) kesederhanaan dan kelengkapan dasar, (g) posisnya dalam percakapan, (h) konteks dan jawaban yang diberikan.

  Selanjutnya pembagian jenis kalimat menurut Putrayasa (2009: 19-113) yaitu (a) berdasarkan isinya, (b) berdasarkan jumlah klausanya, (c) berdasarkan predikat yang membentuknya, (d) berdasarkan sifat hubungan aktor-aksi, (e) berdasarkan struktur internal klausa utama, (f) berdasarkan ada tidaknya perubahan dalam pengucapan.

  Sedangkan menurut Suhardi (2013: 80-104) penggolongan kalimat dibagi menjadi 10 bagian yaitu (a) berdasarkan kehadiran unsur pengisi predikat, (b) jumlah klausa yang membentuknya, (c) tujuan sesuai dengan situasinya, (d) kategori unsur pengisi fungtor P, (e) ada tidaknya unsur negasi, (f) struktur internalnya, (g) unsur klausa pokoknya, (h) sifat hubungan pelaku-tindakan, (i) langsung tidaknya penuturan, (j) pola inti/ dasar kalimat.

  Penggolongan kalimat menurut Suhardi (2013) berdasarkan sifat hubungan pelaku-tindakan, kalimat dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yakni (a) kalimat aktif, (b) kalimat pasif, (c) kalimat medial, dan (d) kalimat resiprokal. Kalimat aktif adalah kalimat yang fungtor S-nya diisi oleh peran pelaku yang disebut pula peran aktor atau agen. Kalimat pasif adalah verbal yang unsur pengisi fungtor S-nya berperan penderita atau pasien. Kalimat medial adalah kalimat verbal yang unsur pengisi fungtor S-nya berperan pelaku/agen dan sekaligus berperan penderita/pasien. Kalimat resiprokal adalah kalimat verbal yang unsur pengisi fungtor P-nya menyatak an „tindakan saling‟.

  3. Kalimat Aktif Pasif a. Kalimat Aktif 1) Pengertian Kalimat Aktif

  Dilihat dari segi peran pengisi fungtor S, kalimat aktif adalah kalimat yang fungtor S-nya diisi oleh peran pelaku yang disebut pula peran aktor atau agen (Suhardi, 2013: 100). Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan pekerjaan di dalam predikat verbalnya (Depdiknas, 2008: 332). Pendapat lain juga dikemukakan oleh Cook (dalam Tarigan, 2009: 25) kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku atau aktor.

  Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan suatu tindakan atau perbuatan.

  2) Ciri-Ciri Kalimat Aktif

  Berdasarkan maknanya, kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya dalam keadaan aktif melakukan pekerjaan yang tersebut pada predikat, dengan ketentuan tambahan: (a) pada kalimat aktif transitif predikatnya memerlukan objek penderita, dan (b) pada kalimat aktif intransitif predikatnya tidak memerlukan objek penderita (Putrayasa, 2009: 93). Menurut pendapat Sugono (2009: 118) jika subjek suatu kalimat merupakan pelaku perbuatan yang dinyatakan pada predikat, kalimat itu disebut kalimat aktif. Kalimat aktif dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu (a) kalimat aktif yang berobjek (dinamakan transitif) dan (b) kalimat aktif yang tidak berobjek (disebut) intransitif.

a) Prefiks me-

  Fungsi yang utama dari prefiks me- adalah membentuk kata kerja, baik transitif maupun intransitif. Bidang arti yang dapat didukung oleh prefiks me- dapat ditinjau dari dua segi berdasarkan fungsi me- itu: pertama sebagai unsur pembentuk kata kerja intransitif dan kedua sebagai unsur pembentuk kata kerja transitif. Unsur pembentuk kedua kata kerja tersebut sebagai berikut: (1) mengerjakan sesuatu perbuatan atau gerakan: menari, menyanyi, mengembara, mendidih, merangkak,

  

melompat dan sebagainya; (2) menghasilkan atau membuat sesuatu hal: menguak,

mencicit, meringkik, menyalak, dan sebagainya; (3) bila kata dasarnya menyatakan

  tempat, maka kata yang mengandung me- itu berarti menuju ke arah: menemi,

  

menyisi, meminggir, merantau, mengiri, melaut, mendarat , dan sebagainya; (4)

  prefiks me- dapat juga diartikan dengan berbuat seperti, berlaku seperti atau menjadi seperti: merajalela, membabibuta, membatu, menyemak, menghutan, dan sebagainya.

  (5) bila kata dasarnya kata sifat atau kata bilangan maka me- mengandung arti

  

menjadi: meninggi, merendah, memutih, mendua, dan sebagainya; (6) satu variasi lain

  dari me- + kata bilangan adalah membuat untuk kesekian kalinya, terutama dalam beberapa ungkapan seperti: menujuh hari, meniga hari, dan sebagainya; (7) melakukan suatu perbuatan: menulis, menikam, mencium, menyiksa, membuang,

  

menangkap dan lain-lain; (8) mempergunakan atau bekerja dengan apa yang

  terkandung dalam kata dasar: menyabit, memarang, menyapu, mengapak, dan lain- lain; (9) membuat atau menghasilkan apa yang disebut dalam kata dasar: menyambal,

  menggulai dan lain-lain (Keraf, 1984: 97-99).

  Prefiks me- (n) sangat bergantung pada kelas kata bentuk dasarnya. Dan,

  dalam suatu kelas kata, masih ada lagi keberagaman makna bagi berbagai konstruksi

  

me- (n). Apabila bentuk dasarnya berkelas kata kerja, imbuhan me- (n) mempunyai

  arti „melakukan tindakan seperti yang tersebut pada bentuk dasarnya‟. Arti itu, misalnya, terdapat pada kata membaca, menulis, menarik memukul, menjerat, dan masih banyak lagi. Dibagian lain, bergabung dengan datang sehingga menjadi

  , misalnya, arti imbuhan me- (n) menjadi lain; begitu juga bila me- (n)

  mendatang

  melekat pada benuk hilang sehingga menjadi menghilang, arti morfem me- (n) sudah lain lagi. Begitulah, meski yang dilekati sama-sama kata kerja, arti morfem me- (n) berbeda-beda untuk setiap konstruksinya (Muslich, 2009: 66).

b) Prefiks ber-

  Pada umumnya fungsi morfem ber- itu adalah membentuk kata kerja, misalnya

  

bersiul, bergerak, berjalan, dan sebagainya. Bila semua Tata Bahasa lama

  mengatakan bahwa ber- berfungsi untuk membentuk kata kerja, maka dengan meneliti ciri-ciri kata kerja itu sendiri, kita harus berhati-hati dengan pendapat lama. Arti yang dapat didukung oleh morfem ber- bermacam-macam. Dalam menentukan suatu kata, kita harus melihat suatu konteks (hubungan kalimat) dahulu, karena arti dalam kalimat itu sudah dibatasi, bila dibandingkan dengan arti satu kata yang lepas konteks, misalnya bersawah dapat berarti mempunyai sawah atau mengerjakan sawah.

  Kemungkinan-kemungkinan arti yang dapat didukung oleh morfem ber- adalah sebagai berikut: (1) Pertama-tama prefiks ber- mendukung atau mengandung arti mempunyai, atau memiliki: bernama, beristri, beribu, berkaki, berlayar, dan sebagainya; (2) Mempergunakan atau memakai sesuatu yang disebut dalam kata dasar: berkereta, berbaju, bersepeda, berauto, berkacamata, dan sebagainya; (3)

  

Mengerjakan sesuatu atau mengadakan sesuatu: bersawah, berkedai, berkuli,

  

bertukang, bernafas, dan sebagainya; (4) Memperoleh atau menghasilkan sesuatu:

berhujan, berpanas, beruntung, bertelur, bersiul, beranak, dan sebagainya; (5)

Berada dalam keadaan sebagai yang disebut dalam kata dasar: bermalas, beramai-

ramai, bergegas-gegas, dan sebagainya; (6) Bila kata dasarnya adalah kata bilangan

  atau kata benda yang menyatakan ukuran, maka ber- mengandung arti himpunan:

  

bersatu, berdua, bermeter-meter, bertahun-tahun, dan sebagainya; (7) Menyatakan

perbuatan yang taktransitif: berjalan, berkata, berdiri, berubah dan sebagainya; (8)

  Menyatakan perbuatan mengenai diri sendiri atau refleksif: berhias, bercukur,

  

berlindung , dan sebagainya; (9) Menyatakan perbuatan berbalasan atau timbal-balik

resiprok : berkelahi, bergulat, bertinju, dan sebagainya; (10) Bila dirangkaikan di

  depan sebuah kata yang berobyek maka ber- mengandung arti: mempunyai pekerjaan

itu: berkedai nasi, bermain mata, bermain bola, bertolak pinggang, dan sebagainya.

  Dalam hal terakhir ini kedai nasi, main mata, main bola adalah kata majemuk. Prefiks di sini mengikat seluruh rangkaian itu. Jadi analisa katanya adalah: mula-mula main bergabung dengan mata, kemudian ber- bergabung dengan main, mata dan sebagainya.

  

Catatan: Kata berniaga sebenarnya bukan kata yang mengandung prefiks ber-. Kata

berniaga pada mulanya adalah kata dasar, diambil dari kata San-sakerta vanijjya lalu

  menjadi banijjya dan akhirnya menjadi banyaga. Dengan adanya proses adaptasi silaba (suku kata) ba- dirubah menjadi ber-. Karena kita sering mendengar bentuk

  

berniaga akhirnya tidak dipikirkan lagi akan bentuk dasarnya, dan dikira bahwa

bentuk dasarnya adalah niaga (Keraf, 1984: 95-97).

  Bentuk dasar yang dapat bergabung dengan imbuhan ber- dapat dikelompokkan atas empat kelas, yaitu bentuk dasar yang berkelas kata kerja, benda, sifat (adjektiva), dan bilangan (numeralia). Berikut ini disajikan secara berkelompok arti imbuhan ber- pada setiap kelas kata tersebut.

  Apabila bentuk dasarnya berkelas kata kerja, maka imbuhan ber- mempunyai arti seperti berikut, (1) dalam keadaan bentuk dasar misalnya, berada dalam keadaan dalam keadaan (meng)kembang; dan sebagainya. (2) menjadi seperti

  ada; berkembang

  bentuk dasar misalnya, berubah menjadi ubah. (3) melakukan seperti bentuk dasar misalnya, bekerja melakukan kegiatan kerja, berlari melakukan kegiatan lari.

  Apabila bentuk dasarnya berkelas kata benda, imbuhan ber- mempunyai beberapa kemungkinan arti sebagai berikut; (1) memakai atau mengenakan, misalnya:

  

bersepatu memakai atau mengenakan sepatu; berdasi memakai atau mengenakan dasi.

  (2) mempunyai apa yang tersebut pada bentuk dasarnya, misalnya: bersuami mempunyai suami; berkumis mempunyai kumis. (3) mengeluarkan, misalnya:

  

berdarah mengerluarkan darah; bersuara mengeluarkan suara. (4) mengerjakan atau

  menggarap, misalnya: bersawah mengerjakan atau menggarap sawah; berladang mengerjakan atau menggarap ladang. (5) mengendarai atau mempergunakan, misalnya: berkuda mengendarai atau mempergunakan kuda; bersepeda mengendarai atau mempergunakan sepeda. (6) bermain seperti bentuk dasar, misalnya: bertinju bermain tinju; bercatur bermain catur; bersepak bola bermain sepak bola.

  Apabila bentuk dasarnya berkelas kata sifat, imbuhan ber- mempunyai arti dalam keadaan, misalnya berduka, bersedih, bergembira, dan masih banyak lagi.

  Apabila bentuk dasarnya berkelas kata bilangan, imbuhan ber- mempunyai arti „menjadi‟ atau „kumpulan yang terdiri atas jumlah yang tersebut pada bentuk dasar‟, misalnya bersatu

  „kumpulan yang terdiri atas satu, berdua, berlima, berempat, dan sebagainya‟. Bila ada proses pengulangan pada kelas numeralia ini, maka morfem

  ber- menunjuk arti

  „dalam jumlah kelipatan seperti tersebut bentuk dasar‟. Misalnya

  berpuluh-puluh „dalam jumlah kelipatan sepuluh‟, berjuta-juta, dan sebagainya.

  (Muslich, 2009: 69-70)

3) Jenis Kalimat Aktif

  Sugono (2009: 118) berpendapat bahwa kalimat aktif dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kalimat aktif yang berobjek (dinamakan transitif) dan kalimat aktif yang tidak berobjek (disebut intransitif). Menurut Putrayasa (2009: 92) kalimat aktif dapat diidentifikasi menjadi kata kerja transitif dan kata kerja intransitif.

a) Kalimat Aktif Transitif

  Kalimat aktif transitif yaitu kalimat verbal yang fungtor P-nya diikuti fungtor O, baik fungtor O tersebut dinyatakan secara eksplisit maupun dielipskan (Suhardi, 2013: 101). Apabila kata kerja pengisi fungtor P tersebut secara langsung hanya diikuti unsur yang mengisi fungtor O, kalimat verbal yang bersangkutan disebut kalimat aktif ekatransitif, sedangkan apabila kata kerja pengisi fungtor tersebut diikuti oleh unsur yang mengisi fungtor O dan Pel, kalimat verba yang bersangkutan disebut kalimat aktif dwitransitif. Menurut Sugono (2009: 121) selain menandai kalimat aktif yang berobjek, awalan me- (n) juga menandai kalimat aktif yang tidak memerlukan kehadiran objek, misalnya, menangis, melangkah, menyerah, melapor, dan menari. Contoh : No. Subjek Predikat Objek Pel. Ket.

  • 6. Dia kentang di ladang

  menanam

  7. Ayah membaca koran - -

  Berdasarkan contoh tersebut terlihat bahwa predikat kalimat itu adalah verba. Verba yang mengisi predikat kalimat aktif dinamanakan verba aktif. Jadi kalimat aktif juga ditandai oleh jenis verba yang mengisi predikat yaitu verba aktif. Verba aktif umumnya ditandai oleh prefiks me- (n) seperti menulis, membaca, mencatat, dan lain sebagainya.

b) Kalimat Aktif Intransitif

  Kalimat aktif intransitif yaitu kalimat verbal yang fungtor P-nya tidak diikuti unsur lain yang mengisi fungtor O, baik secara langsung maupun tidak langsung, bahkan juga tidak diikuti fungtor Pel (Suhardi, 2013: 101). Selain itu untuk menandai kalimat aktif yang berobjek prefiks me- (n) juga menandai kalimat aktif yang tidak memerlukan kehadiran objek misalnya dalam kata menangis, menari, menyerah, melangkah , dan lain sebagainya.

  Contoh kalimat aktif intransitif berprefiks ber- (n): No. Subjek Predikat Ket

  8. Ani berangkat ke sekolah

  9. Mahasiswa itu suka bertanya Kalimat di atas, selain masih terdapat sejumlah verba yang tidak berprefiks yang termasuk verba aktif. Verba tersebut diantara lain kembali, masuk, pergi, dan lain sebagainya. Contoh kalimat aktif intransitif tidak berprefiks:

  No. Subjek Predikat Ket

  10. Luna pergi setelah pulang sekolah

  11. Mereka masuk komunitas film tahun lalu Kalimat di atas termasuk kalimat aktif walaupun verbanya tidak ditandai oleh prefiks me- (n) ataupun prefiks ber-. Ciri-ciri struktur kalimat aktif intransitif sebagai berikut: semua kata jadian yang mendapat afiks (imbuhan) me-, ber-, dan ber-an adalah kalimat aktif intransitif.

b. Kalimat Pasif 1) Pengertian Kalimat Pasif

  Kalimat pasif adalah kalimat yang objeknya dikenai pekerjaan (Depdiknas, 2008: 332). Sedangkan menurut Suhardi (2013: 102) kalimat pasif adalah kalimat verbal yang unsur pengisi fungtor S-nya berperan penderita atau pasien. Bentuk kata kerja dalam kalimat pasif biasanya berafiks di- atau ter-, baik berkombinasi dengan surfiks maupun tidak. Disamping itu, dalam bahasa Indonesia juga terdapat bentuk kalimat pasif yang ditandai oleh penggunaan persona (kata ganti orang) yang berposisi sebelum verba. Kata ganti orang tersebut berperan menggantikan afiks penanda pasif.

  Menurut pendapat Suparman (dalam Putrayasa, 2009: 94) kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai pekerjaan. Kalimat pasif ini sering juga disebut kalimat tanggap, yaitu kalimat yang gatra pangkalnya (subjeknya) merupakan hasil suatu perbuatan.

  Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai penderita.

2) Ciri-Ciri Kalimat Pasif

  Menurut pendapat Putrayasa (dalam Suparman, 2009: 96) berdasarkan maknanya, kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dalam keadaan tidak mengerjakan apa-apa, atau dalam keadaan pasif bahkan menjadi penderita dari apa- apa yang dikerjakan oleh objek pelaku. Oleh karena itu, subjek kalimat pasif juga disebut subjek penderita. Sedangkan ciri-ciri struktur kalimat pasif sebagai berikut: (a) kata kerja pasif bentuk persona merupakan kebalikan bentuk me- (n), (b) kata kerja pasif bentuk ter- dan ke-an bukan kebalikan bentuk me- (n).

a) Prefiks ter-

  Dengan melihat penafsiran arti dari kata-kata yang mengandng prefiks ter- dapat dikatakan bahwa prefiks ter- mempunyai dua macam yaitu menyatakan aspek dan membentuk atau menyatakan perbandingan. Semua akan lebih jelas bila kita ikuti penafsiran artinya. Arti yang dapat didukung oleh prefiks ter- dapat disusun sebagai berikut: (1) Menyatakan aspek perfektif: suatu perbuatan telah selesai dikerjakan:

  

terikat, terhunus, dan lain-lain; (2) Menyatakan aspek kontinuatif: suatu perbuatan

  berlangsung terus: lampu itu terpasang sampai pagi; (3) Menyatakan aspek spontanitas: suatu perbuatan berlangsung dengan serta-merta atau disengaja: terlena,

  

terlengah, terperosok, teringat, terkejut, tertegun dan lain-lain; (4) Menyatakan

kesanggupan ; dan dalam hal ini dapat diartikan denga dapat di-: peti itu tidak

terangkat oleh kami; (5) Bila kata dasarnya mengalami reduplikasi, maka ter- dapat

  mengandung arti intensitas: kesangatan, atau perulangan suatu peristiwa (= aspek repetitif): nama baiknya terbawa-bawa; (6) Menyatakan tingkat yang paling tinggi atau tertinggi dalam suatu tingkat perbandingan (= superlatif): terbesar, tertinggi, terhina, termurah, dan sebagainya (Keraf, 1984: 105-106).

  Bentuk dasar yang dapat bergandeng dengan imbuhan ter- adalah bentuk dasar yang berkelas kata kerja, kata sifat, dan kata benda. Bila awalan ter- melekat pada kelas kata benda, makna yang timbul sebagai berikut: (1)

  „tak sengaja di (seperti bentuk dasar) ‟ misalkan tak sengaja dicangkul; (2) „dapat di (seperti bentuk dasar) kan/i

  ‟ misalkan dapat digambarkan, dapat dibuktikan, dapat dipengaruhi dan sebagainya.

  Apabila bentuk dasarnya berkelas kata kerja, maka imbuhan ter- mempunyai beberapa kemungkinan arti sebagai berikut: (1) „menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan tidak disengaja ‟, misalnya tersentuh, tertiup, tergeret, terganggu, dan sebagainya; (2) „dapat atau sanggup‟, misalnya terangkat dalam kalimat Meskipun

  berat, batu itu terangkat juga

  ; (3) „menyatakan bahwa pekerjaan sudah selesai (perspektif)‟, misalnya: tertulis dalam kalimat Pendapat dia tertulis di rumusan hasil

  seminar

  ; (4) „ketiba-tibaan‟, misalnya: teringat dalam kalimat Setelah melihat kejadian itu, ia teringat peristiwanya sendiri dua tahun yang lalu .

  Boleh jadi, ter- berganda arti; tercetak, misalnya, bisa berarti „tak sengaja dicetak

  ‟, bisa pula „sudah dicetak‟; termakan bisa berarti „sudah dimakan‟, bisa pula „dapat dimakan‟. Apabila bentuk dasarnya berupa kelas kata sifat, imbuhan ter- mempunyai arti paling, misalnya terpandai dapat memiliki arti “paling pandai‟, terpendek, tertinggi , dan masih banyak lagi (Muslich, 2009: 71-72).

b) Prefiks di-

  Hampir semua Tata Bahasa Indonesia menjajarkan prefiks di- dengan bentuk pasif dalam bahasa-bahasa Barat. Dengan demikian timbul lagi persoalan apakah bentuk-bentuk pasif dan aktif itu ada dalam bentuk-bentuk kata kerja dalam bahasa Indonesia. Agar persoalan ini menjadi jelas pertama-tama kita harus memahami dulu pengertian-pengertian pasif dan aktif dalam bahasa-bahasa Barat (Keraf, 1984: 102).

  Arti imbuhan di- hanya satu, yaitu „menyatakan suatu tindakan yang pasif‟, misalnya diambil, diangkat, disiram, dibayar, dan sebagainya. Pengertian pasif di sini tidak berarti tidak disengaja atau tidak melakukan apa pun sama sekali. Tetapi, pengertian pasif di sini semata-mata dihubungkan dengan fungsi subjeknya (Muslich, 2009: 70).

c) Konfiks ke – an

  Pada umumnya konfiks ke-an berfungsi untuk membentuk kata benda. Arti yang mungkin didukung oleh konfiks ke-an adalah: (1) menyatakan tempat atau

  

daerah : kedutaan, kerajaan, kesultanan, keinderaan, kehilangan, kementrian, dan

  lain-lain; (2) menyatakan sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi: kesatuan,

  

kenyataan, kebersihan, ketuhanan, kewajiban, keindahan , dan lain-lain; (3) kena atau

menderita sesuatu hal : kehujanan, kepanasan, kedinginan, kesiangan, kekurangan,

  dan lain-lain; (4) suatu perbuatan dilakukan tidak sengaja: kelupaan, ketiduran,

  

keguguran ; (5) menyatakan terlalu: kebesaran, ketinggian, kepahitan, dan lain-lain;

  (6) mengandung sedikit sifat seperti yang disebut dalam kata dasar, atau dapat diartikan menyerupai: kekanak-kanakan, kemerah-merahan, keputih-putihan, dan lain-lain (Keraf, 1984: 105-106).

  Bentuk dasar yang dapat dilekati morfem imbuhan ke-an pada umumnya berkelas kata kerja, benda, sifat, dan bilangan. Berturut-turut kemungkinan arti morfem imbuhan ke-an ialah sebagai berikut: (1) menyata kan „suatu abstraksi atau hal dari bentuk dasar‟, misalnya keberangkatan, kepergian, kemanusian, keduniaan, dan sebagainya; (2) menyatakan „menderita atau dikenai apa yang tersebut pada bentuk dasar‟, misalnya kedinginan, kehujanan, ketakutan, kehilangan, dan sebagainya; (3) menyatakan „tempat atau daerah‟, misalnya kelurahan, kecamatan, kepresidenan,

  

kerajaan dan sebagainya. Sebagaimana sebuah kebiasaan di dunia ini, pasti ada fakta

  yang menyimpang. Dan, itu adalah kemaluan yang kurang tepat bila diartikan „hal malu‟, „menderita malu‟, apalagi „tempat malu‟. Dengan demikian kasus ini, harus sportif dikatakan bahwa ini kekecualian. (4) „sifat seperti bentuk dasar‟, misalnya

  keindonesiaan

  „sifat indonesia‟, kejawaan „sifat jawa‟, dan sebagainya. Dua contoh untuk kontruksi “ke-an + kata bilangan” „hal (ber)satu‟ dan makna kesebelasan „kelompok yang berjumlah sebelas‟ (Muslich, 2009: 81-82).

3) Jenis Kalimat Pasif

  Menurut Alwi, dkk (2010: 353) bahwa pemasifan dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan tiga cara yaitu (1) menggunakan verba berprefiks di- (tipe I), (2) menggunakan verba tanpa prefiks di-plus pelaku (tipe II), dan (3) verba pasif berprefiks ter- (tipe III).

  Kridalaksana (2001: 156) menyatakan ada dua jenis kalimat pasif, yaitu pasif dengan subjek adalah kalimat ini memiliki objek atau subjek yang melakukan kegiatan; pasif tanpa subjek adalah kalimat ini tidak memiliki subjek, jadi subjek bukan fokus utama. Berdasarkan pendapat Sugono (2009: 122-127) kalimat pasif dalam bahasa Indonesia ada tiga macam bentuk verba pasif, yaitu (a) verba pasif berawalan di- (tipe I), (b) verba pasif tanpa awalan di- plus pelaku (tipe II), dan (3) verba pasif yang berawalan ter-.

  (a) Kalimat Pasif Tipe I

  Kalimat-kalimat aktif transitif dapat dijadikan kalimat pasif dengan mengubah unsur objek dijadikan subjek, dan hal itu akan mengakibatkan perubahan bentuk verba predikat berawalan me- (n) menjadi berawalan di- penelitian ini dikemukakan oleh Sugono (2009: 123). Contoh kalimat pasif tipe I.

  No. Subjek Predikat Pelengkap Ket.

  12. Ayah dipinjami uang oleh pengusaha itu

  13. Masalah harga sedang minyak dibicarakan

  Dalam kalimat (12) tidak terdapat unsur pelaku, siapa yang membicarakan harga minyak. Informasi/jawaban itu tidak ditemukan dalam kalimat pasif tersebut.

  Tampaknya, di dalam kalimat pasif unsur pelaku tidak wajib hadir karena unsur pelaku menjadi keterangan. Sebaliknya, unsur pelaku menjadi wajib hadir di dalam kalimat aktif karena di dalam kalimat aktif unsur pelaku menempati fungsi subjek. Jika demikian halnya, unsur peran semantik (terutama pelaku) dalam kalimat pasif bukan merupakan unsur yang wajib hadir. Berbeda halnya dengan unsur gramatikal, subjek dan predikat wajib hadir baik dalam kalimat aktif maupun dalam kalimat pasif. Hal itulah tampaknya yang menyebabkan orang memilih bentuk kalimat pasif di dalam kebanyakan ragam ilmu. Karena ada kecenderungan orang tidak mau menonjolkan dirinya sebagai pelaku, orang memilih kalimat-kalimat bentuk pasif. Dengan menggunakan kalimat pasif, orang dapat meniadakan unsur pelaku.

  (b) Kalimat Pasif Tipe II

  Penelitian kalimat pasif tipe II ini dikemukakan oleh Sugono (2009: 124-125) kalimat pasif yang berasal dari kalimat aktif dengan unsur pelaku pronomina persona (kata ganti orang) pertama, kedua, dan ketiga (saya, kita, kami, engkau, kamu, dia, dan mereka) mempunyai bentuk yang berbeda dari tipe I. Pada tipe I predikat kalimat berupa verba pasif yang ditandai oleh awalan di-, sedangkan pada tipe II ini predikat kalimat pasif tidak berawalan di-, dan tidak pula berawalan meng-, verba pengisi predikat kalimat pasif tipe II ini adalah verba yang diperoleh dari verba aktif dengan menanggalkan awalan meng-. Sebagai pengganti awalan di-, penanda verba pasif, digunakan pronomina persona atau nomina pelaku pada kalimat asal (kalimat aktifnya), seperti contoh: (14) Surat lamaran saya kirimkan ke kantor. (15) Produksi dalam negeri kami gunakan. Kalimat-kalimat pasif itu berasal dari kalimat aktif berikut.

  (16) Saya mengirimkan surat lamaran ke kantor. (17) Kami menggunakan produksi dalam negeri.

  (Kata ganti kedua kau dan ku diperlukan sebagai awalan dengan tulisan serangkai dengan verba).

  (c) Kalimat Pasif Tipe III

  Kalimat pasif tipe III ini juga dikemukakan oleh Sugono (2009: 127) ada sejumlah kalimat pasif yang ditandai oleh predikat verba pasif yang berawalan ter-.

  Kalimat-kalimat yang berpredikat verba berawalan ter- berikut memperlihatkan bahwa subjek dikenai (sasaran) perbuatan yang dinyatakan predikat dan mempunyai makna tidak disengaja. Contoh kalimat pasif tipe III.

  (18) Kaki saya terinjak orang. (19) Telunjuknya teriris pisau.

  Disamping itu, kalimat pasif dalam pengertian tidak disengaja ditandai oleh kata kena seperti contoh berikut ini.

  (20) Mereka kena tipu orang. (21) Dia kena bujuk wanita.

  Selain berciri verba berawalan ter- dan kata kena, kalimat pasif tipe III ini juga ditandai oleh verba berimbuhan ke- an. Predikat yang berisi berupa verba jenis ini juga menunjukkan makna subjek menjadi sasaran. Namun, verba jenis ini amat terbatas jumlahnya; biasanya berhubungan dengan peristiwa alam.

  c. Struktur Kalimat

  Suhardi (2013: 99-100) mengelompokkan struktur kalimat berdasarkan struktur unsur klausa pokoknya, kalimat dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yakni (1) kalimat yang berstruktur runtut (tidak inversi) dan (2) kalimat yang berstruktur terbalik (inversi). Sebuah kalimat dikatakan berstruktur runtut apabila unsur pengisi fungtor S berposisi sebelum P, sedangkan jika unsur pengisi fungtor S berposisi setelah P, kalimat yang bersangkutan merupakan kalimat inversi. Untuk memperjelas hal tersebut perhatikan contoh berikut.

  (22) Akhirnya, semua mahasiswa akan berangkat. (Kalimat Runtut) K S P

  (23) Berangkatlah mereka dengan segera. (Kalimat Inversi) P S K

  Ragam bahasa tulis harus memiliki unsur yang lengkap (S, P, O, Pel, K) sesuai dengan tipe verba predikat sehingga setiap kalimat yang dituliskan dapat dibaca dengan jelas dan mudah dipahami, tidak timbul ketaksaan (kerancuan). Oleh sebab itu, apabila secara sistematis setiap kalimat memiliki struktur kalimat tersendiri dan fungsi setiap unsur yang ada. Struktur kalimat dapat digolongkan menjadi dua yaitu penggolongan kalimat berdasarkan struktur internalnya berupa S-P, S-P-O, dan S-P- Pel. Selanjutnya berdasarkan struktur unsur klausa pokoknya berupa K-S-P, K-S-P- Pel, S-P-O, S-P-O-K, S-P-O-Pel, S-P-K, S-P-Pel, S-P-O-Pel-K, dan S-P-Pel-K (Suhardi, 2013: 99-100).

  d. Pemasifan Kalimat Aktif 1) Cara Pertama (Tipe I)

  Menukarkan S dengan O; menggantikan prefiks me- (n) dengan prefiks di- pada P; dan menambahkan kata oleh di depan unsur yang tadinya S.

  Contoh: (24) Pak Ahmad mengangkat seorang asisten baru (25) Seorang asisten baru diangkat oleh Pak Ahmad

  Kalimat (25) merupakan pemasifan kalimat aktif dengan cara pertama yang berasal dari contoh kalimat (24). Kalimat (25) menunjukkan bahwa kehadiran bentuk oleh pada kalimat pasif bersifat manasuka. Akan tetapi, jika verba predikat tidak diikuti langsung oleh pelengkap pelaku (yang sebelumnya subjek kalimat aktif), maka bentuk

  oleh wajib hadir.

  2) Cara Kedua (Tipe II)

  Memindahkan O ke awal kalimat; menanggalkan prefiks me- (n) pada P; dan memindahkan S ke tempat yang tepat sebelum verba.

  Contoh: (26) Saya sudah mencuci mobil itu (27) Mobil itu sudah saya cuci

  Jika subjek kalimat aktif transitif berupa pronomina persona ketiga atau nama diri yang relatif pendek, maka padanan pasifnya dapat dibentuk dengan cara pertama atau kedua. Perlu dicatat bahwa pembentukan kalimat pasif dengan cara kedua dari kalimat aktif transitif yang subjeknya berupa pronomina persona ketiga atau nama diri pada umumnya terbatas pada pemakaian sehari-hari. Pronomina aku, engkau, dan dia (yang mengikuti predikat) pada kalimat pasif cenderung dipendekkan menjadi ku-, kau-, dan

  • –nya.

  3) Cara Ketiga (Tipe III)

  Memindahkan O ke awal kalimat; menggantikan prefiks ter- pada P; dan menambahkan kata oleh di depan unsur yang tadinya S.

  Contoh: (28) Dia dipukul kakaknya (29) Kakaknya terpukul oleh dia

  Kalimat (28) menunjukkan bahwa seseorang melakukan perbuatan itu dengan niat dan kesengajaan. Sebaliknya, kalimat (29) mengacu ke suatu keadaan atau ketidaksengajaan pelaku dalam melakukan perbuatan.

4. Surat Kabar Harian Kompas

  Surat kabar adalah lembaran-lembaran kertas bertuliskan berita (Depdiknas, 2007: 1109). Sedangkan berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat (Depdiknas, 2007: 140). Menurut pendapat Komaruddin (2007: 258) surat kabar adalah kertas atau kertas yang dicetak dan didistribusikan, biasanya harian atau minggunan dan berisi berita, opini, karangan, dan iklan. Surat kabar merupakan suatu alat komunikasi tertulis yang berisi berita, tajuk rencana, artikel, reportase, kadang-kadang disertai dengan tulisan hasil kesenian, gambar, karikatur, surat pembaca, dan iklan.

  Surat kabar digunakan peneliti sebagai tujuan untuk menghasilkan hasil yang relevan. Surat kabar yang digunakan peneliti merupakan surat kabar harian Kompas.

  Surat kabar harian Kompas merupakan surat kabar yang berkantor pusat di Jakarta dan diterbitkan oleh PT Kompas Media Nusantara yang merupakan bagian dari Kompas Gramedia. Surat kabar harian Kompas merupakan surat kabar yang terbit setiap hari tak terkecuali hari minggu.

C. Peta Konsep Berdasarkan permasalahannya, penelitian ini merupakan penelitian sintaksis.

  Dalam penelitian ini, tujuan kajian yang diteliti berupa kalimat aktif dan pasif dalam rubrik “Opini” pada surat kabar Kompas edisi Februari 2017. Analisis yang dilakukan yakni menganalisis kalimat aktif pasif dalam rubrik “Opini” pada surat kabar Kompas dikaji berdasarkan jenis, struktur, dan cara mengubah kalimat aktif menjadi pasif.

  Analisis Kalimat Aktif dan Pasif dalam Rubrik “Opini” pada

Surat Kabar Harian Kompas Edisi Februari 2017

  Aktif Transitif Kalimat Aktif

  17 Aktif Intransitif

  20 ri Jenis rua

  Pasif tipe I Feb

  Kalimat Pasif si

  Pasif tipe II di s E

  Kalimat Medial pa

  Pasif tipe III om K

  Kalimat Resiprokal an S-P-O-K ri S-P-K r Ha

  Runtut Hubungan K-S-P aba K Kalimat pelaku dan

  Analisis Struktur S-P-O-Pel S-P at tindakan ur K-S-P-O S

  S-P-O S-P-O-Pel-K Kalimat Aktif..., pada

  Inversi ” K-S-P-O-Pel K-S-P-Pel ni

  S-P-Pel pi “O k ri ub

  Pertukarkan S dengan O; gantikan prefiks R

  Venti Dian Lestari, FKIP me- (n) dengan prefiks di- pada P; dan lam

  Cara I menambahkan kata oleh di depan unsur da f yang tadinya S. si

  Memindahkan O ke awal kalimat; menanggalkan dan Pa

  Cara II prefiks me- (n) pada P; dan pindahkan S ke tempat if

  Cara kt yang tepat sebelum verba.

  A mengubah at im

  UMP 2017 Memindahkan O ke awal kalimat; gantikan al Cara II

  K prefiks me- (n) dengan prefiks ter- pada P; dan menambahkan kata oleh di depan unsur yang tadinya S.

  33