Gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia kronologis pada usia 14–22 tahun

ISSN 0024-9548

  

Gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia

kronologis pada usia 14–22 tahun

(Third molars as the chronological age estimation indicator

at the age of 14-22 years)

  Firdaus, 1 Menik Priaminiarti 2 dan Ria Puspitawati 1 1 Departemen Biologi Oral 2 Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Jakarta-Indonesia

Korespondensi (correspondence): Firdaus, Departemen Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jl. Salemba Raya No. 4 Jakarta

Pusat, Indonesia. E-mail: firdaus_drg@yahoo.com ABSTRACT

Background: In odontology forensic, age estimation after 14 years is still a constraint due to the eruption of human teeth only

lasted from 6 months to 14 years. Only third molars have not erupted perfectly into the oral cavity after the age of 14 years. Until

now there is no universal agreement about the use of certain methods for age estimation above 14 years. Purpose: The aim of this

paper was to discuss the various methods of age estimation by third molars identification above the age of 14 years. Reviews:

There are several methods of classifying age estimations with and without using third molars. Each method has its advantages

and limitations. Third molars have many varieties in morphology, the age of eruption, and the position in the dental arch. The

results of studies was showed that Demirjian methods have better results with smaller standard deviation when compared to

other methods. Conclusion: It can be concluded that methods of growth and development of third molars by Demirjian is

potentially developed to find the. age estimation above 14 years.

  Key words: Third molars, forensic odontology, age estimation Vol. 62, No. 1, Januari-April l 2013, Hal. 1-6

  |

  PENDAHULUAN

  Prakiraan usia merupakan salah satu faktor penting untuk mengidentifikasi individu. Dalam odontologi forensik terdapat berbagai metode prakiraan usia. Metode prakiraan usia yang lazim dilakukan adalah berdasarkan urutan erupsi gigi geligi ke dalam rongga mulut. Proses erupsi geligi manusia hanya berlangsung antara usia 6 bulan hingga 14 tahun, sehingga prakiraan usia di atas 14 tahun tidak semudah prakiraan usia di bawah 14 tahun. Setelah usia 14 tahun hanya gigi molar tiga yang belum erupsi sempurna ke dalam rongga mulut. Dengan demikian untuk subjek di atas 14 tahun prakiraan usia dapat dilakukan berdasarkan perubahan kondisi klinis gigi geligi, perubahan ruang pulpa atau berdasarkan perkembangan gigi molar tiga. 1 Salah satu metode prakiraan usia adalah berdasarkan perubahan ruang pulpa gigi seperti dikemukakan oleh Kvaal. Pada metode tersebut parameter prakiraan usia diukur berdasarkan proporsi ukuran panjang gigi dengan panjang pulpa, panjang akar pada sisi mesial serta lebar pulpa. Metode lain adalah metode tooth coronal index (TCI) yang menggunakan perbandingan tinggi mahkota dan tinggi tanduk pulpa gigi. Seperti diketahui, seiring dengan bertambahnya usia ruang pulpa gigi manusia menyempit karena adanya proses fisiologis pembentukan dentin sekunder. Selain dentin sekunder, gigi juga memiliki kapasitas regenerasi sebagai respon terhadap adanya gangguan patologis

  1 atau trauma berupa pembentukan dentin tersier atau

  reparative dentin . Berdasarkan hasil penelitian yang

  pernah dilakukan, hasil pengukuran prakiraan usia menggunakan perubahan ruang pulpa gigi memiliki standar deviasi yang besar dan beresiko distorsi foto radiografik yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran. 2,3

  Secara garis besar metode penelitian menggunakan tumbuh kembang gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia dapat dikelompokkan menjadi tiga metode pemeriksaan. Metode pertama berdasarkan pembentukan mahkota dan akar gigi molar tiga, metode ini dikemukakan oleh Demirjian. 4 Demirjian 4 dalam penelitiannya mengklasifikasikan tahap perkembangan mahkota dan akar gigi pada semua gigi sampai molar dua. Kemudian metode ini dimodifikasi oleh beberapa peneliti dengan menggunakan gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia. Prinsip metode ini adalah berdasarkan tahap perkembangan gigi molar tiga mulai dari pembentukan mahkota sampai penutupan saluran akar. Metode kedua dikemukakan oleh Olze, 5 berdasarkan stadium erupsi gigi molar tiga menembus tulang alveolar. Observasi pada metode ini dilakukan dengan melihat posisi gigi molar tiga menembus tulang alveolar sampai gigi molar tiga erupsi lengkap mencapai dataran oklusal. Metode ini lebih sederhana dibandingkan metode berdasarkan tahap perkembangan mahkota dan akar gigi molar tiga, tetapi pada metode ini bentuk morfologi, posisi erupsi gigi molar tiga serta berjejalnya gigi sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran. Metode ketiga berdasarkan penambahan panjang akar gigi molar tiga yang dikemukakan oleh Thevissen. 6 Metode ini memerlukan pengukuran panjang akar gigi molar dua dan molar tiga. Pada metode ini proses pengukuran memerlukan ketelitian. Resiko lain adalah terjadinya distorsi radiografik yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran.

  Salah satu keterbatasan metode prakiraan usia dengan menggunakan gigi molar tiga adalah tingginya frekuensi variasi posisi, erupsi, dan morfologi gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia diatas 14 tahun. Diketahui bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan gigi dipengaruhi oleh asupan gizi dan gender. Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah tingginya frekuensi kehilangan gigi molar tiga disebabkan karena pencabutan gigi ataupun karena tidak ada benih gigi molar tiga pada subjek usia 14-22 tahun. 7,8

  Makalah ini membandingkan berbagai metode prakiraan usia di atas 14 tahun, khususnya dengan menggunakan perkembangan gigi molar tiga sebagai rujukan. Tujuan penulisan untuk menganalisis metode prakiraan usia di atas 14 tahun yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Selain itu juga akan dianalisis bagaimana kemungkinan potensi akurasi metode tersebut untuk diaplikasikan pada populasi Indonesia.

  Pertumbuhan dan perkembangan gigi

  Kalsifikasi gigi desidui dimulai pada usia 4 bulan intra uterin. Selama proses perkembangan email dan dentin gigi dapat dijadikan sebagai perekam biologis kesehatan dan penyakit. Setelah proses pembentukan mahkota gigi dan pembentukan sebagian akar gigi, selanjutnya gigi akan menembus membran mukosa kemudian gigi erupsi kedalam rongga mulut. Selanjutnya akar gigi akan menjadi lebih aktif mengalami perkembangan dan mendorong mahkota gigi kearah rongga mulut. Selanjutnya mahkota bergerak lebih jauh kearah oklusal dan memposisikan gigi dengan gigi antagonisnya didalam rongga mulut. 9 Proses selanjutnya dilanjutkan dengan pembentukan akar gigi, dentin dan sementum. Pembentukan akar dimulai ketika gigi belum erupsi secara sempurna didalam rongga mulut, setelah akar terbentuk lengkap kemudian cementum gigi menutupi seluruh akar gigi. Selanjutnya terbentuk jaringan pulpa gigi yang berfungsi memberikan pasokan darah dan saraf pada gigi. Pulpa gigi merupakan organ yang berasal dari jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah arteri, vena, sistem limpatik dan saraf, fungsi utamanya untuk membentuk dentin gigi. 9 Pembentukan gigi dikatakan lengkap saat ujung apikal gigi selesai terbentuk. Proses ini akan terus berlangsung secara berlahan sepanjang kehidupan. Ketika gigi baru erupsi, pulpa gigi terlihat lebar, kemudian akan mengecil seiring proses pembentukan gigi selesai. Rongga pulpa akan menjadi lebih kecil dan menyempit karena adanya pembentukan dentin sekunder. Perubahan ruang pulpa ini dapat dihubungkan dengan pertambahan usia individu. 9 Metode prakiraan usia tanpa menggunakan gigi

  molar tiga

  Gigi geligi mengalami perubahan ukuran ruang pulpa karena adanya pembentukan dentin sekunder. Hal tersebut menjadi dasar pengukuran dalam prakiraan usia menurut Kvaal 3 (Gambar 1) dan TCI. Pada metode Kvaal 3 dilakukan observasi berdasarkan gambaran radiografik periapikal gigi mandibula dan maksila yaitu gigi insisivus satu, insisivus dua, dan

  Firdaus dkk. : Gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia kronologis pada usia 14–22 tahun Jurnal PDGI 62 (1) Hal. 1-6 © 2013 premolar dua rahang atas, insisivus dua, kaninus, dan premolar satu rahang bawah.

  Parameter yang diukur meliputi panjang maksimum gigi, panjang pulpa, panjang akar pada sisi mesial, lebar pulpa pada garis a (CEJ), garis c (pertengahan akar) dan garis b (pertengahan antara garis c dan a, lebar akar pada garis a (CEJ), garis c (pertengahan akar), dan garis b (pertengahan antara garis c dan a).

  Rasio yang dihitung: rasio panjang akar dan panjang gigi (T), rasio panjang pulpa dan panjang gigi (R), rasio panjang pulpa dan panjang akar (P), rasio lebar pulpa dan lebar akar pada titik a (A), rasio lebar pulpa dan lebar akar pada titik b (B), rasio lebar pulpa dan lebar akar pada titik c (C), rata-rata nilai seluruh rasio (M), rata-rata nilai dari rasio lebar dari titik b dan c (W), rata-rata nilai dari rasio panjang P dan R (L), perbedaan antara W dan L (W-L). 3 Kemudian rata- rata dari semua nilai (M), rata-rata dari rasio lebar B dan C (W), dan rata-rata rasio panjang P dan R, dimasukkan ke dalam rumus:

  Usia= 129,8 – (316,4 x M) (6,8 x (W – L) Metode ini hanya bisa dilakukan pada individu yang memiliki gigi dengan akar yang telah terbentuk sempurna. Oleh sebab itu, metode ini tidak dapat diterapkan untuk prakiraan usia individu pada periode gigi desidui atau periode gigi bercampur. Faktor lain yang mempengaruhi akurasi metode ini adalah risiko distorsi pada radiograf yang dapat mengakibatkan kesalahan pengukuran. 3 Prakiraan usia berdasarkan perubahan ukuran ruang pulpa menggunakan metode TCI (Gambar

  2) dikemukakan oleh Drusini 2 pada tahun 2008. Gigi yang digunakan adalah premolar dan molar rahang bawah kecuali molar tiga. Ada dua bagian yang diukur pada metode TCI ini, yaitu tinggi mahkota (CH), yang diukur secara vertikal dari garis cemento-

  email junction

  sampai ke ujung cups mahkota tertinggi. Ukuran kedua adalah tinggi koronal pulpa (CPCH) yang diukur secara vertikal dari garis servikal sampai ujung tertinggi dari tanduk pulpa. Prakiraan usia didapatkan dengan memasukkan hasil pengukuran ke dalam suatu rumus yaitu CPCH x 100)/CH. 2 Metode prakiraan usia menggunakan gigi molar

  tiga

  Metode Demirjian 4 mengklasifikasikan tahap perkembangan mahkota dan akar gigi mulai gigi insisivus satu sampai ke molar dua. Beberapa peneliti kemudian memodifikasi metode Demirjian 4 menggunakan gigi molar tiga sebagai indikator. Demirjian 4 mengemukakan teknik prakiraan usia berdasarkan tahap pembentukan mahkota dan akar gigi dengan mengamati tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi dari perkembangan mahkota sampai penutupan saluran akar sempurna.

  Metode modifikasi Demirjian 4 (Gambar 3) yang menggunakan gigi molar tiga membagi pertumbuhan mahkota dan akar gigi molar tiga menjadi delapan tahap kalsifikasi dari A-H, yaitu: (A) awal kalsifikasi gigi geligi, fusi belum terbentuk; (B) kalsifikasi titik-titik oklusal disertai fusi dari kalsifikasi pada bagian lain; (C) mahkota sudah terbentuk setengah; (D) pembentukan mahkota selesai sampai cemento-enamel junction; (E) panjang akar gigi lebih pendek daripada tinggi mahkota; (F) panjang akar gigi melebihi tinggi mahkota; (G) pembentukan akar telah selesai tetapi foramen apikalnya masih terbuka. (H) foramen apikal telah tertutup.

  Selain tahap perkembangan mahkota dan akar gigi molar tiga, teknik berbeda dilakukan dengan mengamati stadium erupsi gigi molar tiga. Teknik ini dikemukakan oleh Olze et al. 5 dan Monica et al., 11 yang menggunakan teknik dan metode yang sama. Tahap erupsi molar tiga dievaluasi dengan 3 tahap

  Gambar 2. Pengukuran rasio panjang akar, panjang gigi, lebar pulpa dan lebar akar pada metode Kvaal. 3 Firdaus dkk. : Gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia kronologis pada usia 14–22 tahun Jurnal PDGI 62 (1) Hal. 1-6 © 2013

  D CH CPCH M Gambar 1. Pengukuran rasio panjang akar, panjang gigi, lebar pulpa dan lebar akar pada metode Kvaal. 3

  Firdaus dkk. : Gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia kronologis pada usia 14–22 tahun Jurnal PDGI 62 (1) Hal. 1-6 © 2013

  6 Gambar 5. Metode Thevissen.

  pengukuran panjang akar gigi molar dua dan molar tiga rahang atas dan bawah, kanan dan kiri. Masing- masing gigi ditarik dua garis yaitu: garis A antara CEJ mesial dan distal molar dua dan molar tiga dan garis B dari tengah ujung akar, tegak lurus dengan garis A hingga diperoleh panjang akar tiap gigi.

  Hubungan panjang akar molar dua dan molar tiga dihitung sehingga dapat diperoleh gambaran tingkat pertumbuhan dari panjang akar molar tiga. Setelah itu dilakukan analisis dengan rumus:

  Formula regresi SD Laki-laki Usia = 11.50 + (L · 0,96) 1,75 Usia =12.17 + (U · 0,87) 1,90

  Usia = 11.23 + (U x 0,22) + (L x 0,77) 1,74 Perempuan Usia = 12.95 + (L · 0,85) 1,82 Usia = 13.63 + (U · 0,76) 1,84 Usia = 12.75 + (U x 0.21) + (L x 0.67) 1,80

  Gambar 3. Gambaran delapan tahap kalsifikasi perkembangan 10 * U=Upper (Rasio panjang akar molar atas) L=Lower (Rasio panjang akar molar bawah) gigi molar tiga (modifikasi Demirjian).

  Variasi gigi molar tiga

  (Gambar 4) yaitu: A: dataran oklusal molar tiga masih ditutupi tulang alveolar; B: erupsi molar tiga Gigi molar tiga merupakan gigi yang banyak sudah mencapai tulang alveolar; C: molar tiga telah memiliki variasi antar individu. Variasi gigi molar menembus gingiva; penetrasi gingiva setidaknya tiga yang banyak ditemui antara lain morfologi gigi, pada satu tonjol gigi molar tiga; D: proses erupsi waktu erupsi serta posisi gigi dalam lengkung lengkap di dataran oklusal. rahang.

  Teknik prakiraan usia menggunakan molar tiga Bila dibandingkan dengan gigi molar dua, gigi juga dapat dilakukan berdasarkan penambahan molar tiga merupakan gigi yang memiliki variasi panjang akar gigi molar tiga. Teknik ini 6 terbanyak, baik dalam hal ukuran, bentuk mahkota dikemukakan oleh Thevissen (Gambar 5), dengan serta akar. Erupsi merupakan proses yang bervariasi pada setiap individu. Secara umum variasi erupsi gigi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah faktor genetik yaitu sekitar 78%. Beberapa hasil penelitian lain menyebutkan terdapat perbedaan waktu erupsi gigi permanen antara laki laki dan perempuan. Waktu erupsi gigi 5,11 geligi pada perempuan biasanya lebih cepat sekitar 7,12,13 Gambar 4. Tahap erupsi A-D dari molar tiga.

  1-6 bulan dibanding dengan laki laki. Tingkat sosial ekonomi erat kaitannya dengan faktor gizi, hal ini dapat mempengaruhi waktu erupsi dan perkembangan gigi. Anak dengan tingkat ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu erupsi gigi yang lebih lambat dibandingkan anak dengan tingkat ekonomi menengah. Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor kekurangan gizi dan gangguan kelenjar endokrin. 7,13

  Posisi erupsi gigi molar tiga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, bentuk dan perkembangan gigi molar tiga, ukuran serta posisi gigi molar dua, pertumbuhan tulang mandibula. Di Indonesia menurut beberapa ahli, frekuensi impaksi gigi molar tiga mandibula lebih banyak dari pada gigi molar tiga maksila. Frekuensi molar tiga mengalami impaksi dilaporkan 28,3% dari 7468 pasien, dan lebih tinggi terjadi pada mandibula yaitu (82,5%). 14 PEMBAHASAN

  Keterbatasan yang sering ditemui menggunakan gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia umumnya kemungkinan tingginya frekuensi gigi molar tiga missing pada subjek usia 14-22 tahun disebabkan karena pencabutan ataupun karena tidak memiliki benih gigi. Selain itu metode ini terbatas hanya sampai setelah gigi molar tiga erupsi dengan sempurna kedalam rongga mulut. Setelah proses erupsi selesai prakiraan usia menggunakan gigi molar tiga tidak bisa digunakan lagi. Pada metode pembentukan mahkota dan akar gigi molar tiga posisi gigi molar tiga tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil pengukuran gigi molar tiga, karena proses pengukuran pada metode ini hanya dengan melakukan observasi tahap tahap pertumbuhan mahkota dan akar gigi molar tiga.

  Metode lain menggunakan molar tiga sebagai indikator prakiraan usia yaitu berdasarkan stadium erupsi gigi molar tiga menembus tulang alveolar. Pada metode ini juga hampir sama dengan metode perkembangan mahkota dan akar gigi molar tiga yaitu hanya dengan melakukan observasi pada gigi molar tiga. Bedanya pada metode ini mengamati proses erupsi gigi molar tiga menembus tulang alveolar. Metode ini lebih sederhana dibandingkan tahap perkembangan mahkota dan akar gigi molar tiga, tetapi pada metode ini variasi gigi molar tiga dalam hal bentuk mahkota, ukuran panjang akar, waktu erupsi serta impaksi gigi molar tiga berpengaruh bila digunakan pada metode stadium erupsi gigi molar tiga menembus tulang alveolar serta tahap penambahan panjang akar gigi. Karena pada metode berdasarkan stadium erupsi gigi ini berbagai bentuk variasi sangat mempengaruhi hasil pengukuran prakiraan usia. 5,11

  Selain dua metode di atas, metode lain menggunakan molar tiga sebagai indikator prakiraan usia yaitu berdasarkan penambahan panjang akar gigi molar tiga. Dibandingkan dengan dua metode lain menggunakan gigi molar tiga, metode penambahan panjang akar gigi molar tiga lebih sulit untuk dilakukan dikarenakan memerlukan pengukuran serta resiko adanya distorsi radiografik dan metode ini membutuhkan ketelitian dari seorang peneliti. 6 Dari berbagai metode prakiraan usia 14-22 tahun menggunakan gigi molar tiga, metode perkembangan mahkota dan akar gigi molar tiga menggunakan metode Demirjian 4 lebih sering dilakukan. Hal ini antara lain disebabkan karena pada metode modifikasi Demirjian 4 memiliki hasil pengukuran prakiraan usia lebih baik dengan standar deviasi yang kecil dibandingkan dengan metode prakiraan usia menggunakan gigi molar tiga lainnya. Penggunaan metode modifikasi Demirjian 4 selain lebih akurat dibandingkan dengan metode menggunakan gigi molar tiga lainnya, prakiraan usia berdasarkan tahap perkembangan mahkota dan akar gigi molar tiga juga lebih sederhana karena hanya berdasarkan observasi tahap perkembangan dan pertumbuhan mahkota dan akar gigi molar tiga, tanpa melakukan pengukuran sehingga kesalahan akibat distorsi foto radiografik dapat dihindari. Pada metode modifikasi Demirjian hasil observasi prakiraan usia tidak dipengaruhi oleh berbagai bentuk variasi gigi molar tiga seperti posisi erupsi gigi molar tiga, gigi impaksi serta distorsi foto radiografik dikarenakan metode modifikasi Demirjian dilakukan dengan mengamati tahap kalsifikasi gigi molar tiga. Faktor tersebut menjadi kelebihan dalam prakiraan usia berdasarkan tahap perkembangan mahkota dan akar gigi molar tiga menggunakan metode modifikasi Demirjian. 4 Kekurangan yang sering dijumpai untuk prakiraan usia menggunakan gigi molar tiga berdasarkan metode modifikasi Demirjian 4 antara lain adanya perbedaan hasil prakiraan usia antara etnis populasi yang berbeda. Beberapa penelitian menggunakan metode modifikasi Demirjian 4 menyimpulkan adanya perbedaan hasil penelitian pada populasi yang berbeda. Pada metode modifikasi Demirjian, 4 cara pengukuran hanya secara subjektif, hal ini bisa menimbulkan perbedaan hasil observasi bila dilakukan oleh dua orang yang berbeda. Hal lain yang mempengaruhi hasil observasi menggunakan

  Firdaus dkk. : Gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia kronologis pada usia 14–22 tahun Jurnal PDGI 62 (1) Hal. 1-6 © 2013

  modifikasi Demirjian 4 yaitu adanya pengaruh asupan gizi. Seperti yang diketahui asupan gizi merupakan faktor penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi. Faktor gizi erat kaitannya dengan tingkat sosial ekonomi seseorang. Karena individu dengan tingkat sosial ekonomi yang baik menunjukkan waktu erupsi yang lebih cepat dibandingkan dengan individu dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. 7,8,13

  7. Falkner F, Tanner J. Human growth. New York: Plenum Press; 1978. p. 413-26.

  Firdaus dkk. : Gigi molar tiga sebagai indikator prakiraan usia kronologis pada usia 14–22 tahun Jurnal PDGI 62 (1) Hal. 1-6 © 2013

  14. Alamsyah R, Situmarong N. Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kualitas hidup mahasiswa Universitas Sumatera Barat. Dentika Dental Journal 2005; 10(2): 4-73.

  h. 6-12

  13. Indriyanti R, Pertiwi A, Sasmita IS. Laporan penelitian: pola erupsi gigi permanen ditinjau dari usia kronologis pada anak usia 6 sampai 12 tahun di Kabupaten Sumedang. Universitas Padjadjaran, 2006.

  12. Fuller JL, Denehy GE. Concise dental anatomi and morphology. USA: Year Book Medical Publishers Inc; 1983. p. 307-13.

  11. Tuteja M, Bahirwani S, Balaji P. An evaluation of third molar eruption for assessment of chronologic age: A panoramic study. J Forensic Dent Sci 2012; 4: 13-8.

  10. McGettigan A, Timmins K, Herbison P, Liversigde H, Kieser J. Wisdom tooth formation as a method of estimating age in a new zealand population. Dental Anthropology Association 2011; 24: 33-41.

  9. Wheeler RC. Dental anatomy, physiology and occlusion. 5 th ed. USA: WB Saunders Company; 1974. p. 25-41.

  8. Manuela A, Olivia P. The third molar: A dentistry topic requiring an interdisciplinary approach. Proc Rom Acad 2008; 3: 175-8.

  Estimating age of majority on third molars developmental stages in young adults from Thailand using a modified scoring technique. J Forensic Sci 2009; 54: 428-32.

  Metode berdasarkan tahap perkembangan mahkota dan akar molar tiga menggunakan metode modifikasi Demirjian 4 dapat dijadikan sebagai indikator prakiraan usia 14-22 tahun pada populasi

  6. Thevissen PW, Pittayapat P, Fieuws S, Willems G.

  H, Schmeling A, Dental age estimation based on third molar eruption in first nations people of Canada. J Forensic Odontostomatol 2011; 1: 32-8.

  5. Olze A, Pynn B, Kraul V, Schulz R, Heinecke A, Pfeiffer

  4. Demirjian A, Goldstein H, Tanner J. A new system of dental age assessment. Hum Biol. 1973; 45(2): 211-27.

  3. Kvaal S, Kolltveit K, Thomsen I, Solheim T. Age estimation of adults from dental radiographs. Forensic Sci Int 1995; 74(3): 175-85.

  2. Drusini A. The coronal pulp cavity index: A forensic tool for age determination in human adults. Cuad Med Forense 2008; 14: 235-49.

  1. Ajmal M, Mody B, Kumar G. Age estimation using three established methods: A study on indian population. Forensic Sci Int 2001; 122(2-3): 150-4.

  Dari pembahasan diatas disimpulkan bahwa gigi molar dapat dijadikan sebagai indikator prakiraan usia 14-22 tahun. Adanya proses kalsifikasi gigi molar tiga dapat dijadikan sebagai dasar yang dapat digunakan sebagai indikator prakiraan usia.

  Indonesia. Beberapa kelebihan yang terdapat pada metode ini antara lain akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode prakiraan usia dengan menggunakan gigi molar tiga berdasarkan stadium erupsi dan penambahan panjang akar gigi molar tiga. Selain akurasi yang baik, metode ini lebih sederhana karena observasi berdasarkan tahap kalsifikasi gigi molar tiga, serta metode ini tidak dipengaruhi oleh impaksi gigi molar tiga, posisi erupsi gigi molar tiga serta distorsi foto radiografik.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Perlakuan Invigorasi pada Benih Kedelai Hitam (Glycine soja) terhadap Vigor Benih, Pertumbuhan Tanaman, dan Hasil Effect of Invigoration Applied on Black Soybean (Glycine soja) Seed on Seed Vigor, Plant Growth, and Yield

0 0 7

Pergeseran Jenis Gulma Akibat Perlakuan Bahan Organik pada Lahan Kering Bekas Tanaman Jagung (Zea mays L.) Shifting of Weeds Species Due to Organic Matter Treatments on Upland Previously Planted with Corn

0 0 8

Efisiensi Serapan Hara dan Hasil Padi pada Budidaya SRI di Persawahan Pasang Surut dengan Menggunakan Kompos Diperkaya Efficiency of Nutrient Uptake and Rice Yield with SRI Cultivation on Tidal Land with Enriched Compost Application

0 0 9

Perlakuan Benih untuk Meningkatkan Mutu dan Produksi Benih serta Mengendalikan Penyakit Bulai pada Jagung Manis Seed Treatment Improved Seed Quality, Seed Production and Controlled Downey Mildew Disease on Sweet Corn

0 1 7

Indikator dan Kriteria Seleksi pada Generasi Awal untuk Perbaikan Hasil Biji Kacang Hijau Berumur Genjah Indicators and Selection Criteria of the Seed Yield in Early Generation of Early-maturing Mungbean

0 0 7

Seed Coating Sebagai Pengganti Fungsi Polong pada Penyimpanan Benih Kacang Tanah Seed Coating as Pericarp Substitution on Peanut Seed Storage

0 0 6

Penentuan usia growth spurt pubertal mandibula perempuan berdasarkan Cervical Vertebral Maturation Indicators

0 0 5

Analisis pemakaian jasa pemasangan gigi tiruan sebagian lepasan akrilik pada dokter gigi dan tukang gigi di desa Peuniti Banda Aceh

1 1 6

Pemanfaatan Mikrob Pelarut Fosfat untuk Mengurangi Dosis Pupuk P Anorganik pada Padi Sawah Utilization of Phosphate Solubilizing Microbe in Reducing the Inorganic-P Fertilizer Rate on Lowland Rice

0 0 8

Pengaruh gangguan sendi temporomandibula terhadap kualitas hidup terkait kesehatan gigi dan mulut pada lansia

0 0 8