EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH (HPL) DAN REALITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

  349

EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH (HPL)

DAN REALITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

  

Elit a Rahmi

  Fakult as Hukum Universit as Jambi E-mail:

  

Abst r act

Management Ri ght on Land (HPL) i s r i ght out si de i n Act No. 5 of 1960 on Basi c Regul at ion on

Agr ar i an Pr i nci pl es (Undang-undang Pokok Agr ar i a/ UUPA) t hat gr ow and develop i n accor dance wit h

t he demands of t he devel opment . Ri ght s t hat has exist ed since t he col oni al er a al r eady f or mul at ed

i n a speci al r egul at ion, so t hat t he hol der s of HPL wi t h ar e t hir d par t ies who ut i l i ze HPL wi t hi n t he

l aw and mor al s. Development hel d i n Indonesi a st i l l r equir es t he exi st ence of HPL, due t o l i mit ed

gover nment f unds and t he empower ment of gover nment agenci es cent r al gover nment and local

gover nment . HPL may become a t est of t he r i ght cont r ol of t he count r y. Ar e t he economi cal l y weak

have a pl ace in exi st ence i n or der t o compensat e par t ies who HPL al ways "l and ekl poi t at ion " t he

i nvest or s. Key wor d: Management Right , val ue, devel opment .

  

Abst rak

  Hak Pengelolaan At as Tanah (HPL) adalah hak di luar UUPA yang t umbuh dan berkembang sesuai dengan t unt ut an pembangunan. Hak yang t elah ada sej ak zaman penj aj ahan perlu dirumuskan dalam suat u perat uran perundang-undangan, sehingga ant ara pemegang HPL dengan pihak ket iga yang memanf aat kan HPL berada dalam koridor Kepast ian hukum, keadilan dan kemanf aat an. Pembangunan yang berlangsung di Indonesia masih membut uhkan eksist ensi HPL, akibat ket erbat asan dana pemerint ah, dan dalam rangka pemberdayaan Inst ansi Pemerint ah (pusat ) maupun Pemerint ah Daerah. HPL dapat menj adi alat uj i t erhadap hak menguasai dari negara. Apakah golongan ekonomi lemah t elah mendapat t empat dalam eksist ensi HPL guna mengimbangi pihak yang senant iasa “ mengeklpoit asi t anah” yait u pihak pemodal. Kat a Kunci: Hak Pengelolaan, nilai, Pembangunan

  2 Pendahuluan belum maksimal, sehingga luas t anah negara

  Pro dan kont ra t erhadap eksist ensi Hak akan lebih luas dibanding t anah hak, sebagai Pengelolaan at as Tanah (selanj ut nya disingkat cont oh 85 j ut a bidang t anah di Indonesia, baru HPL) t erus bergulir. Apabila kerancuan ini t e- 31 persen yang t erdaf t ar, dibut uhkan wakt u rus berlangsung, maka akan berdampak kepa- paling cepat 20 t ahun unt uk pendaf t aran se-

  3

  da persoalan pert anahan yang t idak kunj ung mua t anah. Akibat nya banyak t erj adi t anah

  1 4 selesai. Suka at au t idak suka HPL adalah rea- t erlant ar.

  lit as pembangunan Indonesia yang masyarakat sangat het erogen dan st rukt ur t anahnya sangat 2 Lihat Mhd Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Hukum variat if . Di sisi lain, sist em pendaf t aran t anah Pendaf t ar an Tanah, Mandar Maj u Bandung 2008, hl m. 6.

  Bandingkan dengan Adr ian Sut edi, 2006, Pol i t i k dan Kebi j aksanaan Hukum Per t anahan Ser t a Ber bagai 3 Per masal ahannya, Jakart a: BP. Cipt a Jaya, hl m. 1.

  Tanah Negar a adal ah t anah yang dikuasai l angsung ol eh 1 negara (Pasal 1 ayat (1) PP No. 8 Tahun 1953 Tent ang

Sej ak 2000 - Juni 2010, ada 1. 012 kasus yang mel ibat - Penguasaan Tanah Negar a), dengan kat a l ain t anah

kan pet ani dan nel ayan. Sebanyak 630 kasus t erkait negara adal ah t anah yang bel um dil ekat i sesuat u hak.

penguasaan l ahan. Akar masal ahnya t idak merat anya Sej at inya menurut hukum t anah negar a adal ah, t anah

penguasaan l ahan. Pet ani hanya menguasai rat a-rat a yang kont r as dengan t anah hak 4

0, 3 hekt ar. Lihat Kompas, 2010, Ref or ma Agr ar i a Suhari ningsih, 2007, Aspek Yur i di s Tanah Ter l ant ar Dan

  350 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010

  Akibat nya banyak pihak yang kont ra t erhadap eksist ensi HPl. Diant aranya pendapat Soedj ar- wo Soeromihardj o “ Hak-hak pemegang HPL meningat kan kembali pada hak-hak pert uanan dalam t anah part ikelir, sehingga hak-hak yang bert ent angan dengan t uj uan UUPA hidup kembali

  Hak Ekonomi Sosi al Dan Budaya, Jakart a: Kompas, hl m 203. 7 Soemar di j ono, 2006, Anal i si s Mengenai Hak Pengel ol a- an (HPL), Jakart a: Penerbit Lembaga Pengkaj i an Pert a- nahan (LPP), hl m Sampul Bel akang 8 Moral adal ah al at penunt un, pedoman sekal igus al at kont rol yang pal ing ampuh dal am mengar ahkan kehi- dupan manusia. Dal am Supri adi, 2006, Et i ka & Tang- gung Jawab Pr of esi Hukum Di Indonesi a, Jakart a: Si nar

  Harus diakui bahwa sej arah HPL t elah ada sej ak Pemerint ahan Hindia Belanda de- ngan menggunakan ist ilah “ i n beheer ” , yang kemudian oleh pemerint ah Indonesia dit erbit - kan PP Nomor 8 Tahun 1953 Tent ang Pe- nguasaan Tanah Negara. Filosof i penj aj ah t er- hadap eksist ensi HPL adalah ingin menguasai t anah j aj ahan sedangkan pada masa peme- rint ah Indonesia eksist ensi HPL adalah j awab- an t erhadap kebut uhan pembangunan dan kondisi obyekt if bangsa dan negara Indonesia. 6 Mar ia S. W. Sumardj ono, 2008, Tanah Dal am Per spekt i f

  , bahwa t anah sebesar-besarnya unt uk kesej aht eraan rakyat bukan kemakmuran kelompok pemodal dan “ t uan t anah” .

  8

  hak menguasai dari negara, perundang-un- dangan perlu menselaraskan f ungsi hak penge- lolaan baik secara vert ikal maupun horizont al, sehingga kehadiran HPL t idak mengacaukan HPL maupun pihak ket iga yang memanf aat kan t anah HPL t et ap dalam kerangka hukum dan moral

  khi t ohnya yait u hak publik at au bagian dari

  Ke depan HPL perlu dikembalikan pada

  7 .

  mein” (negara pemilik t anah) sebagai polit ik penj aj ah akan kembali berkibar di Indonesia.

  Pembangunan Indonesia menunt ut eksis- t ensi HPL perlu disempurnakan unt uk dikoreksi sesuai dengan hakekat dan prinsip-prinsip hukum baik it u segi f ilosof is, yuridis dan sosiologis. Fakt a hukum menunj ukkan pem- bangunan yang t engah berlangsung di Indo- nesia masih memerlukan keberadaan HPL se- bagai bagian dari hak menguasai dari negara, segera diat ur dengan t epat dalam rangka mengat asi persoalan kemiskinan, ket idak- merat aan penduduk, let ak geograf is Indonesia, pemusat an pembangunan, dan dampak dari t anah t erlant ar.

  . Puncak dari keinginan Pemerint ah unt uk mengiring HPL pada ranah privat t erakumulasi pada konsep Rancangan Perubahan UUPA “ pernah ada ke- inginan” unt uk memasukkan hak pengelolaan pada hak keperdat aan (Pasal 16 UUPA). Apa- bila keinginan ini t erwuj ud maka “ asas do-

  6

  pendapat bahwa t elah t erj adi pergeseran sif at HPL cenderung ke arah Perdat a

  1. 5 Ut recht mengat akan, Hukum Agrar ia (Hukum Tanah) adal ah menj adi bagian Hukum Administ r asi Negar a, yang mengkaj i hubungan hukum, t erut ama yang memungkinkan par a pej abat yang bert ugas mengur us soal -soal agrari a, pent ing sekal i hak-hak yang ber sif at agrari s diurus secar a baik. Dikut i p dari Al i Achmad Chomzah, 2003, Hukum Agr ar i a (Per t anahan Indonesi a),

  bunan) Di Sat uan Wi l ayah Pengembangan (SWP) Jawa Ti mur (Disert asi), Mal ang: Universit as Brawi j aya, hl m.

  mendudukkan eksist ensi HPL menimbulkan

  Hak Pengelolaan At as Tanah adalah hak Tent ang Perat uran Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanj ut nya disebut UUPA). Sekalipun para ahli banyak yang menyangsikan bahwa HPL bukanlah hak at as t anah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 UUPA (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Guna usaha, dan lain-lain) at au hak-hak Keperdat aan at as t anah. Namun Pasal 12 Perat uran Ment eri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 Tent ang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak At as Tanah t elah mengkont ruksikan HPL adalah hak administ rasi t anah. HPL merupakan salah sat u wuj ud nyat a bahwa hukum pert anahan adalah bagian hukum administ rasi.

  Penyeimbangan pengunaan HPL unt uk golongan ekonomi lemah dengan akses yang t erbat as adalah mimpi yang harus diwuj udkan negara. Kecenderungan t anah HPL pada komo- dit as ekonomi, dimana t anah dieksploit asi unt uk kepent ingan spekulasi dan pembangunan yang kurang berpihak kepada rakyat , harus diwaspadai baik secara prevent if dan ref resif oleh sist em perundang-undangan nasional.

5 Ket idaksingkronan perundang-undangan

  Eksist ensi Hak Pengel ol aan At as Tanah (HPL) dan Real it as Pembangunan Indonesia 351 Pembahasan Pembaharuan Pengaturan dan Pergeseran Istilah sert a Subyek HPL

  Hak Pengelolaan at as t anah yang sering disebut HPL. Hak Pengelolaan lahir bukanlah didasarkan at as undang-undang akan t et api di dasarkan at as Perat uran Ment eri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tent ang Pelaksanaan Konversi Hak Menguasai Negara dan Ke- t ent uan-Ket ent uan Tent ang Kebij aksanaan Se- lanj ut nya. Perat uran inilah yang pert ama kami mengunakan ist ilah hak pengelolaan, sebagai- mana disebut kan dalam Pasal 2 Perat uran Ment eri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tent ang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan At as Tanah dan ket ent uan-Ket ent uan t ent ang Kebi- j aksanaan yang menent ukan bahwa, “ Jika t anah negara sebagai dimaksud dalam Pasal 1, selain dipergunakan unt uk kepent ingan ins- t ansi-inst ansi it u sendiri, dimaksudkan j uga unt uk dapat diberikan dengan sesuat u hak kepada pihak ket iga, maka hak penguasaan t ersebut di at as dikonversi menj adi hak penge- yang berlangsung selama t anah t ersebut dipergunakan unt uk keperluan it u oleh inst ansi yang bersangkut an”

  Padahal UU No 5 Tahun 1960 Tent ang Perat uran Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pada bagian Penj elasan Umum t idak menye- but kan dengan ist ilah “ hak pengelolaan” me- lainkan “ pengelolaan” . Hal it u dapat dit emui pada Penj elasan Umum II angka (2) yang menyebut kan bahwa dengan berpedoman pada t uj uan yang disebut kan di at as, Negara dapat memberikan t anah yang demikian (yang di- maksudkan adalah t anah yang t idak dipunyai dengan sesuat u hak oleh seseorang at au pihak lain)kepada seseorang at au badan-badan dengan sesuat u hak menurut perunt ukkan dan keperluannya, misalnya dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan at au hak pakai at au memberikannya dalam pengelolaan ke- pada suat u badan Penguasa ((Depart emen, Ja- wat an at au Daerah Swat ant ra) unt uk diper- gunakan bagi pelaksanaan t ugasnya masing- masing(Pasal 2 ayat 4) .

  Dapat dikat akan bahwa Hak Pengelola- an dalam sist em hukum pert anahan nasional t idak disebut dalam UUPA secara nyat a, t et api hanya t ersirat dalam penj elasan umum. Apa- bila diperhat ikan secara seksama ant ara pen- j elasan umum UUPA dan Perat uran Ment eri Ag- raria Nomor 9 Tahun 1965 Tent ang Pelak- sanaan Konversi Hak Penguasaan At as Tanah dan ket ent uan-Ket ent uan t ent ang Kebij ak- sanaan, t erdapat penambahan kat a “ Hak” didepan ist ilah “ Pengelolaan” . Perkembangan selanj ut nya “ f ungsi” at au aspek “ kewenang- an” pengelolaan t elah bergeser kepada “ hak” .

  Pergeseran subyek HPl t erj adi ant ara pasal dan Penj elasan UUPA. Perbedaan Pasal 2 ayat (4) dan penj elasan UUPA cukup dra- mat is. Pasal 2 ayat (4) hanya menyebut (2)dua subyek HPL yait u daerah swat ant ra dan ma- syarakat hukum adat

  9

  . Pada Penj elasan Subyek HPL dengan t iba-t iba muncul kat a “ Depar- t emen” , sedangkan kat a-kat a “ masyarakat hukum adat ” hilang.

  10 Dengan demikian secara

  yuridis ant ara pasal dan Penj elasan UUPA ada yang “ dikembangkan” dan ada bagian yang “ dihilangkan” . Dalam dinamikanya sub- j ek HPL semakin meluas ke badan prof it pemerint ah yakni BUMN dan BUMD.

  Ist ilah “ hak pengelolaan” semakin sering dij umpai baik dalam prakt ik, maupun t eori hukum pert anahan, sebagaimana dit emui di dalam Pasal 1 ayat 3 Perat uran Ment eri Ne- gara Kepala Badan Pert anahan Nasional Nomor

  9 Tahun 1999 Tent ang Tat a Cara Pemberian dan Pembat alan Hak At as Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, yang memberi def inisi Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. 9 Pasal 2 ayat (4) ber bunyi UU No 5 Tahun 1960 Tent ang

  UUPA menyat akan : Hak Menguasai dari Negara t er se- but di at as pel aksanaannya dapat dikuasakan kepada daer ah swat ant ra dan masyar akat -masyar akat hukum adat , sekadar diperl ukan dan t idak bert ent angan de- ngan kepent ingan nasioal menurut ket ent uan-ket ent uan Per at ur an Pemer i nt ah. 10 Supri yadi , 2010, Aspek Hukum Tanah Aset Daer ah (Me- nemukan Keadi l an, Kemanf aat an dan Kepast i an At as

  Eksi st ensi Tanah Aset Daer ah), Jakar t a: Prest asi Pus-

  352 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010

  11

  Perkembangan kebij akan hak penge- lolaan at as t anah yang dikont ruksikan peme- laan sebagai suat u hak at as permukaan bumi yang didelegasikan oleh negara kepada suat u lembaga pemerint ah, at au pemerint ah daerah, badan hukum pemerint ah, at au badan hukum pemerint ah daerah, masyarakat hukum adat dengan kewenangan unt uk: merencanakan perunt ukan dan penggunaan t anah yang ber- sangkut an; Menggunakan t anah t ersebut unt uk keperluan pelaksanaan usahanya; menyerah- kan bagian-bagian dari t anah it u kepada pihak ket iga menurut persyarat an yang dit ent ukan oleh pemegang hak pengelolaan t ersebut , yang meliput i segi perunt ukkan, penggunaan, j angka wakt u dan keuangan, dengan ket en- t uan bahwa pemberi hak at as t anah kepada pihak ket iga yang bersangkut an dilakukan oleh pej abat -pej abat yang berwenang menurut Perat uran Ment eri Dalam negeri Nomor 6 Tahun 1972 Tent ang pelimpahan Wewenang 11 Mar ia S. W. Sumardj ono, op. ci t , hl m. 213. 12 Boedi Harsono, 2007, Hukum Agr ar i a Indonesi a Sej ar ah

  memberi art i bahwa HPL adalah bagian dari hak menguasai negara yang diat ur di luar UUPA. Padahal yang menarik dari HPL t idak hanya ari pergeseran kewenangan t et api “ meluas” dan “ menghilangnya” subyek HPL dalam UUPA it u sendiri.

  13 Pendapat ahli di at as, sama-sama

  , Hak pengelolaan sebagai gempit an Hak Menguasai dari negara; Ket i ga, A. P. Parlindungan adalah hak at as t anah di luar UUPA.

  12

  , memaknai hak pengelolaan (HPL) adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya (dalam hal ini pemegang HPL); Kedua, Boedi Harsono

  Ist ilah hak pengelolaan dari kalangan para ahli, sering dilihat dari segi makna dan subt ansi yang diberikan perundang-undangan at as keberadaan hak pengelolaan, Per t ama, Maria S. W. Sumardj ono

  Ist ilah Hak pengelolaan t ernyat a t idak hanya dipergunakan oleh perat uran-perat uran yang dikeluarkan oleh Badan Pert anahan Na- sional selaku badan negara yang menyeleng- garakan bidang pert anahan, t et api t elah merambah kepada produk hukum berupa Per- at uran Pemerint ah (PP) sampai pada undang- undang. Hal t ersebut dapat dit emui pada

  Ist ilah “ hak pengelolaan” dari bebera- pa perundang-udangan di at as sudah demikian populer dalam perundang-undangan di Indo- nesia t idak hanya dalam bidang pert anahan, t et api j uga bidang-bidang Sumber Daya Alam dan perpaj akan, propert y, dan lain-lain. Se- mua produk perundang-undangan berkeinginan mengkont ruksikan kewenangan pengelolaan menj adi hak pengelolaan. Menurut hemat pe- nulis salah sat unya dipengaruhi oleh polit ik hukum sent ralisasi. Unt uk it u perlu diimbangi dengan polit ik hukum yang populis melalui pemberdayaan ot onomi (menginvent arisasi ulang hak-hak masyarakat adat ). Di masa mendat ang “ desa” dirasa perlu unt uk di- j adikan subj ek HPL.

  Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan hak Pakai at as Tanah, Pasal 1 ayat 2 menyebut kan hak pengelolaan adalah hak menguaai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya se- bagian dilimpahkan kepada pemegangnya; 1985 yang berbunj i: Rumah susun hanya dapat dibangun di at as t anah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai at as t anah negara at au hak pengelolaan sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku; Keempat , UU Nomor 21 Tahun 1997 Tent ang Bea Per- olehan Hak At as Tanah Dan Bangunan Pada Bab II Tent ang Obyek paj ak Pasal 2 ayat (3) huruf (f ), hak pengelolaan t ermasuk salah sat u obyek paj ak

  Kedua, PP Nomor 40 Tahun 1996 Tent ang Hak

  24 Tahun 1997 Tent ang pendaf t aran Tanah, j uga mengat ur bahwa hak pengelolaan me- rupakan salah sat u obyek pendaf t aran t anah;

  1997 Tent ang Pendaf t aran Tanah, yang mem- beri def inisi bahwa hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pada Pasal 9 ayat (1) PP Nomor

  Per t ama, Pasal 1 ayat (4) PP Nomor 24 Tahun

  Pembent ukan Undang-Undang Pokok Agr ar i a, Isi dan pel aksanaannya, Jakart a: Dj ambat an, hl m. 277. 13 A. P. Parl indungan, 1994, Hak Pengel ol aan Menur ut Si s- Eksist ensi Hak Pengel ol aan At as Tanah (HPL) dan Real it as Pembangunan Indonesia 353

  Pemberian Hak At as Tanah, sesuai dengan per- at uran perundang-undangan yang berlaku.

  Keadaan semakin rumit dengan hadirnya UU Nomor 1 Tahun 2004 Tent ang Perbenda- haraan Negara dan PP No. 6 Tahun 2006 Tent ang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah. Mendef inisikan Barang Milik Negara adalah barang yang dibeli at au diperoleh at as beban Anggaran Pendapat an dan Belanj a Negara (APBN) at au berasal dari perolehan lainnya yang sah. Apakah HPL aset at au t idak ? karena HPL bukanlah diperoleh dari dana APBN. Apakah HPL dapat dikat egorikan pada “ perolehan lainnya” . Lebih t egas lagi at uran PP Nomor 6 Tahun 2006 menegaskan bahwa pihak ket iga yang memperoleh hak at as t anah di at as HPL t idak diperkenankan menj adikan obj ek bangun, kelola, sewa, serah (Build, Operat e, and Transf er-BOT). Padahal di sebagian Daerah t elah mengat ur melalui Perda t ent ang kerj asama dengan pihak ket iga, sepert i Kot a Bandung melalui Perda Nomor 3 Tahun 2004. kah pemerint ah mengelola sendiri seluruh aset t anah yang dimilikinya? Dan bagaimana dengan HPL yang selama ini t elah dikerj a- samakan dengan pihak ket iga melalui per- j anj ian yang mengikat ?. Perundang-undangan di Indonesia t idak memberikan solusi yang cukup unt uk mengat ur masa t ransisi ini?.

  HPL t idak dapat dilihat dari “ kaca mat a kuda” , t et api diperlukan pandangan yang kom- prehensif dan harmonis, karena HPL t erkait dengan persoalan pert anahan, khususnya pe- ngelolaan aset t anah pemerint ah, t idak dapat dipungkiri diperlukan kerj a sama dari pihak ket iga sebagai mit ra kerj a sama, karena t idak cukup t ersedia dana unt uk melakukan kegiat an operasional pembangunan maupun pemeliha- raannya. Pada sisi lain pihak ket iga t ersebut memerlukan bant uan dana at au j asa perbank- an unt uk membiayai kegiat an usahanya.

  Indonesia sebagai penganut negara hu- kum mat erial (negara kesej aht eraan), dimana negara ikut campur dalam berbagai bidang t ermasuk t anah. Suat u negara kesej aht eraan menunt ut adanya kebebasan yang diberikan kepada badan at au pej abat administ rasi dalam rangka penyelenggaraan pemerint ahan.

  14 Pe-

  ran seluruh lapisan masyarakat , badan usaha dalam upaya peningkat an kesej aht eraan rak- yat , t ak t erkecuali pihak swast a. Art inya pe- merint ah t idak dapat sendirian melaksanakan pembangunan “ one man show” .

  Persoalan hukum yang krusial adalah bagaimana caranya prinsip-prinsip hukum

  15

  secara f ilosof is, yuridis dan sosiologis sebagai asas hukum yang obyekt if dit erj emahkan da- lam norma hukum dalam wuj ud Undang- Undang at au set idak-t idaknya Perat uran Pe- merint ah yang mengat ur aspek administ rasi sebagai asas obyekt if yang harus dipedomani dalam mengat ur dan mengurus HPL. Hak dan kewaj iban pemegang HPL, pihak ket iga (mit ra kerj a pemegang HPL) maupun hak pakai ruang yang biasanya t erj adi pada pemakai kios-kios HGB di at as HPL.

  Pemegang HPL diharapkan “ t i dak men-

  j adi t uan t anah” . Kasus yang t erj adi, peme-

  gang HPl, mengalihkan kewaj ibannya kepada HPL, pengosongan penghuni liar dibebankan kepada pihak ke III (ket iga) dalam perj anj ian kerj a sama. Dibut uhkan t anggung j awab no- t aris dalam melet akkan hak dan kewaj iban pemegang HPL dan pihak ket iga sesuai dengan prinsip-prinsip perj anj ian yang seimbang dan berit ikad baik. Secara yuridis pihak ket iga hanyalah pihak yang menumpang t anah. Se- pert i halnya hak at as t anah yang bersif at se- kunder yait u hak at as t anah yang bersif at sement ara, karena dinikmat i dalam wakt u t erbat as. Kedudukan ant ara pemegang HPL 14 Abdul Lat i ef , 2005, Hukum dan Per at ur an Kebi j ak-

  sanaan (Bel ei dsr egel ) pada Pemer i nt ahan Daer ah, Yog- yakart a: UII Press, hl m. xi. 15 Prinsi p dapat dianal ogikan dengan pemahaman t ent ang asas hukum. Asas hukum di bedakan asas hukum yang obyekt if dan asas hukum yang subyekt i f . Asas hukum yang obyekt if adal ah pr insip yang menj adi dasar bagi pembent ukan hukum. Asas hukum obyekt i f dibedakan asas hukum yang ber sif at moral dan asas hukum yang bersif at rasional . Sedangkan asas hukum subyekt if ada- l ah pr insi p yang menyat akan kedudukan subyek da-l am hubungannya dengan hukum. Asas hukum subyekt i f ada yang bersi f at moral dan ber sif at rasional , yai t u hak-hak yang ada pada manusi a dan menj adi t it ik t ol ak pem- bent ukan hukum. Huj ber s, sebagaimana dikut i p Ida Nur- l inda, 2009, Pr i nsi p-Pr i nsi p Pembahar uan Agr ar i a (Pr es-

  354 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010

  Peralihan HPL menj adi hak milik, bukan lah t anpa persoalan, karena program t rans- migrasi di Indonesia merupakan program pemindahan penduduk t erbesar di dunia yang dikelola pemerint ah.

  Jakart a, hl m 3. Banding Mirwant o Manuwi yot o, 2008, Mengenal dan memahami Tr ansmi gr asi . Jakart a: Pust aka Sinar Harapan, hl m. Xii i. 19 J. B. Dal ij o, 1992, Pengant ar Il mu Hukum, Jakart a: PT.

  Negar a Kepul auan Ber penduduk Het er ogen Dengan Per sebar an Yang Ti mpang}. Pener bi t PT Tema Baru.

  dan kepast ian hukum sert a keseimbangan, keserasi an dana kesel arasan. 17 Pasal 2 Per at ur an Ment er i Dal am Neger i Nomor 6 Tahun 1972 Tent ang Pel i mpahan Wewenang Pemberi an Hak At as Tanah. Lihat j uga Pasal 23, 24 UU Nomor 29 Tahun 2009 Tent ang Perubahan At as UU Nomor 15 Tahun 1997 Tent ang Ket ransmigr asian. 18 Siswono Yudo Husodo, 2003, Tr ansmi gr asi (Kebut uhan

  asas, akan menent ukan norma hukum, dari abst rak menj adi konkrit . Norma yang t idak didasari asas hukum akan menj adi “ kering” dan “ t idak berwibawa” , akibat nya norma menj adi “ rapuh” dan t ak dipat uhi masyarakat .

  19 Formula

  Asas hukum yang dimaksud adalah lan- dasan at au lat ar belakang dari lahirnya per- at uran perundang-undangan, at au merupakan dasar-dasar pemikiran yang umum dan abs- t rak, sert a di dalamnya t erkandung nilai-nilai et is, sehingga perat uran yang lahir nant inya mengandung nilai-nilai et is pula.

  Kedua, Asas Adat ist iadat set empat

  diant aranya kecemburuan penduduk lokal de- ngan pendat ang (pesert a t ransmigrasi). De- ngan demikian asas hukum harus dipert im- bangkan dalam peralihan HPL menj adi hak

  18 Persoalan yang t erj adi

  . Unt uk bidang Perumahan peralihan hak milik melalui Hak Guna Bangunan(HGB) dengan seizin pemegang HPL, yang biasanya t erj adi dalam bidang propert y. Sepert i alih rumah perumnas.

  dengan pihak ket iga harus t aat hukum dan t aat asas.

  17

  Program pemerint ah yang mendelega- sikan HPL pada golongan ekonomi lemah adalah program t ransmigrasi (set iap pesert a t ransmigrasi mendapat t anah sekit ar 2 (dua) hekt are yang t erdiri lahan usaha dan pe- mukiman. Tanah HPL Depart emen Transmi- grasi dapat dialihkan menj adi t anah hak milik bagi pesert a t ransmigrai. Program pemerint ah di bidang t ransmigrasi, j uga dimaksudkan pelaksanaan dari landref orm

  Pembent ukan Perat uran Perundang-Undangan. Bahkan menurut Pasal 6 pada mat eri muat an Perat ur an perundang-undangan mengandung asas : Pengayoman; kemanusiaan, kebangsaan; kekel uargaan; kenusant ar a- an dan bhi nneka t unggal ika; keadil an dan kesamaan

  16 Pasal 5 UU Nomor 10 Tahun 2004 Tent ang

  HPL adalah “ uj ung t ombak” hak me- nguasai dari negara. Art inya apabila pemegang HPl dapat mengsinergikan HPL unt uk golongan “ ekonomi lemah” yang dalam UUPA diist ilah- kan dengan “ masyarakat hukum adat ” dan go- longan “ ekonomi kuat ” . Cit a-Cit a Hak me- nguasai dari negara t erwuj ud, t api sebaliknya apabila HPL hanya unt uk kelompok pemodal yang mengeksploit asi t anah unt uk golongan t ert ent u, maka cit a-cit a hak menguasai dari negara “ gagal” . Dengan demikian asas kej elas- an t uj uan; kelembagaan at au organ pemben- t uk yang t epat ; kesesuaian ant ara j enis dan mat eri muat an; dapat dilaksanakan; kedaya- gunaan dan kehasilgunaan; kej elasan t uj uan; dan ket erbukaan.

  demikian banyak dan demikian luas. Namun kunci dari aspek f ilosof is dan yuridis adalah harus ada asas keseimbangan at au keadilan dalam membagi t anah HPl, sudah seper- berapakah kebij akan pemerint ah “ car e” baru dinikmat i golongan pemodal ?.

  f esional ” memanf aat kan aset t anahnya yang

  Keberadaan HPl baik secara vert ikal maupun horizont al perlu diharmonisasikan. Secara vert ikal dan rorizont al perundang-un- dangan yang lebih rendah t idak boleh ber- t ent angan dengan yang lebih t inggi. Demikian pula ant ara sesama undang-undang lainnya yang sederaj at . Bukankah Secara Filosof i UUPA bercit a-cit a bahwa t anah unt uk sebesar- besarnya unt uk kemakmuran rakyat ?. Oleh karena it u secara normat if hukum t idak boleh menut up peluang kepada siapapun yang ingin berpart isipasi dalam pembangunan. Juj ur, harus diakui bahwa pemerint ah “ bel um pr o-

  Eksist ensi HPL

16 Harus t ercermin dalam perundang-undangan yang mengat ur HPL .

  Eksist ensi Hak Pengel ol aan At as Tanah (HPL) dan Real it as Pembangunan Indonesia 355

  9 Tahun 1965, memberi wewenang kepada pe- megang HPL unt uk menerima uang pemasukan dan/ at au uang waj ib t ahunan yang dit et apkan sesuai dengan perj anj ian, banyak kasus yang t erj adi ant ara pemegang HPL dengan pihak ket iga sering t erj adi perselisihan berkait an dengan uang pemasukan ini. Unt uk it u ke- hadiran perat uran perundang-undang menj adi demikian pent ing unt uk menent ukan pro- sent asi minimal dan maksimal penent uan uang pemasukan. Apakah st andar-st andar yang da- pat dij adikan pat okan penent uan uang pe- masukan (umpamanya Nilai Jual Obyek Paj ak- NJOP). Di samping it u pihak ket iga j uga di t unt ut unt uk membayar Bea Perolehan Hak At as Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagai- mana diat ur dalam UU nomor 21 Tahun 1997. HPL memberi kont ribusi posit if t erhadap

  Per kem-bangan Pemi ki r an Hukum Di Indonesi a 1945-

  Dal am Rangka Pembangunan Nasi onal (Lembaga Pene- l it i an Hukum dan Kr iminol ogi, FH Unpad, Bandung: Bina-ci pt a. 24 Khudzaif ah Di myat i , 2005, Teor i sasi Hukum. St udi

  Prakt ik pemanf aat an HPl dalam pem- bangunan di Indonesia, dapat dikat egorikan pada 3 (t iga) bagian besar. yait u pemanf aat an 23 Mocht ar Kusumaat madj a, 1986, Pembi naan Hukum

  . Unt uk it u peran ne- gara dalam memprot ek warga negaranya men- j adi unsur pent ing, disamping mengakomodasi perubahan-perubahan yang t erj adi.

  24

  . Dalam Prespekt if masa depan, dunia akan menj adi sebuah perkampungan besar, sement ara bat as-bat as negara menj adi sangat kabur. Sement ara it u ekonomi global meng- ikut i logikanya sendiri

  23

  Fungsi hukum dalam proses pembangun- an adalah sebagai sarana pembangunan. Hukum merupakan sarana yang membuka j alan dan menyalurkan kehendak-kehendak dan kebut uhan masyarakat ke arah yang dikehen- daki

  HPL dan Realit as Pembangunan di Indonesia

  nyak menimbulkan persoalan baik bagi peme- gang HPL maupun bagi pihak ket iga. Bidang pembangunan yang memanf aat kan peluang ini diant aranya Perumnas; Indust ri; Pariwisat a, dll. Menurut Perat uran Ment eri Agraria Nomor

  Sebut an masyarakat hukum adat da- lam lit erat ur adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara t urun menurun) di wilayah geograf is t ert ent u, sert a memiliki sist em nilai, ideologi, ekonomi, po- lit ik, budaya, sosial dan wilayah sendiri

  Asas Hukum Bagi Pembangunan Hukum Nasi onal , Ban-

  Adat (Uni t ed nat i ons Decl ar at i on The Ri ght s Of Indi - genous Peopl es). Si dang Umum Per serikat an Bangsa- Bangsa Sesi ke-61 New York, Yogyakart a : Gal ang Press, hl m. 17. 22 Sunaryat i Hart ono, 2006, Bhi nneka Tunggal Ika Sebagai

  Kehut anan Yang Ber keadi l an Dal am Kai t annya Pem- ber i an Izi n HPH Di hubungkan Dengan Hak Menguasai Negar a At as Sumber Daya Al am (Di sert asi), Bandung: Unpad, hl m. 199. 21 Sem Karoba (Penerj emah), 2007, Hak Asasi Masr akat

  ngunan adalah bidang t anah yang paling ba- 20 Bambang Daru Nugroho, 2008, Pengel ol aan Hak Ul ayat

  hukum posit if yang baik dan ef ekt if adalah hukum posit if yang sesuai dengan l i vi ng l aw. Demikian urgennya peran hukum adat dalam pembangunan Indonesia, sehingga Sunaryat i mengist ilahkan dengan sebut an asas Bhineka Tunggal Ika.

  l ogi cal j ur i spr udence” mangat akan bahwa

  Pengakuan masyarakat adat dalam pro- gram-program pemerint ah sering kali j ust ru diabaikan, karena dinilai menghambat pro- gram pemerint ah. Padahal hukum adat adalah dalam dan bagi pembangunan nasional. Bukan- kah Mazhab sej arah t elah memberi pandangan bahwa hukum adat sebagai pencerminan dari nilai-nilai budaya asli penduduk pribumi. Bahkan dalam f ilsaf at hukum aliran “ socio-

  mempert ahankan kearif an lokal masyarakat adat perlu diberi ruang yang cukup oleh suat u kebij akan negara.

  . Pe- ngakuan hak-hak masyarakat adat secara uni- versal oleh PBB dimuat dalam Resolusi Sidang Umum PBB. Pasal 5, menyat akan: Masyarakat Adat berhak unt uk mempert ahankan dan memperkukuh lembaga-lembaga polit ik, hu- kum, ekonomi, sosial dan budaya mereka un- t uk mengambil bagian sepenuhnya, kalau me- reka j uga memilih, dalam kehidupan polit ik, ekonomi, sosial dan budaya dari negara.

  20

21 Resolusi ini menggambarkan bahwa dalam

22 Peralihan HPL menj adi Hak Guna Ba-

  356 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010

  HPL unt uk Golongan ekonomi menengah ke bawah, Pemanf aat an HPL unt uk Golongan ekonomi menengah ke bawah, Pemanf aat an Unt uk Fasilit as Umum.

  Tanah adalah aset dan modal pem- bangunan sekaligus non ekonomi. Keduanya merupakan sat u kesat uan, dimana di at asnya t erdapat manusia sebagai penghuninya dan kandungan sumber kekayaan alam di dalam- nya. Indonesia merupakan negara kepulauan yang t erdiri dari 17. 508 dan bahkan dij uluki sebagai Benua Marit im. Seluruh wilayah yurisdiksinya 7, 8 j ut a Km2, t ermasuk luas darat an 2. 027. 087 Km2.

  bahwa pemencaran kekuasaan kepada sat uan yang lebih kecil akan mengef ekt if kan suat u pemerint ahan unt uk mengeksplorasi pot ensi t ugas dan t anggung j awab pemerint ah dalam melakukan pelayanan publik kepada masya- rakat . A pabila hal ini dihubungakan dengan HPL, maka pendelegasian hak menguasai ne- gara kepada badan pemerint ah akan men- dat angkan manf aat bagi pemegang HPL berupa prof esionalisme dalam menj alin kemit raan dengan pihak ket iga, yang dikenal dengan sebut an “ Prinsip ent er pr ener shi p ”

  26 Ide Osborne di at as, menggambarkan

  pemerint ahan yang beroriant asi pasar, dimana perubahan didorong melalui pasar.

  Kesepul uh,

  yait u mengut amakan pencegahan, dibanding- kan pengobat an/ perbaikan; Kesembi l an, Pe- merint ahan yang didesent ralisasi

  Kedel apan, Pemerint ahan yang ant isipat if ,

25 Berdasarkan kondisi di at as, maka se-

  enam, Pemerint ahan yang beroriant asi pelang-

  rint ahan yang berorient asi kepada hasil dan mengut amakan penganggaran unt uk mem- biayai hasil dan bukan masukan ( i nput ); Ke-

  Perspekt i f Pert anahan keamanan Dal am Kont eks negara Kesat uan Republ ik Indonesi a, dal am Brahmana Adhie dan Hasan Basri Nat a Menggal a (Penyunt ing), 2002, Ref or masi Per t anahan, Bandung: Mandar Maj u, hl m. 13-

  Kel ima, Peme-

  kompet it if , yait u menyunt ikkan unsur per- saingan di dalam memberikan pelayanan ke- pada masyarakat ; Keempat , Pemerint ahan yanag digerakkan oleh misi;

  power i ng ser vi ce); Ket i ga, Pemerint ahan yang

  mengut amakan pengarahan, daripada melak- sanakan sendiri ( st eer i ng-r owi ng); Kedua, Pemerint ahan merupakan milik masyarakat , yait u lebih mengut amakan pemberian wewe- nang dibandingkan sekedar melayani (em-

  Per t ama, pemerint ahan yang kat alis, yait u

  cara geograf i unt uk memaj ukan pulau-pulau di at as, perlu keikut sert aan swast a dalam upaya mempercepat pembangunan. Melibat kan ba- dan usaha swast a dalam suat u program pem- bangunan mengingat kan pada pemikiran David Osborne, yang menggambarkan semangat at au j iwa wirausaha ( ent r epr eneur i al spir it ) ke dalam birokrasi, menawarkan 10 (sepuluh)

  Pulau Bat am adalah salah sat u cont oh HPl “ sukses” . sej ak pemberian Hak Pengelo- laan at as seluruh wilayah di Pulau Bat am, di t et apkan berdasarkan Keput usan Presiden Pulau Bat am. dan Keput usan Ment eri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 Tent ang Penge- lolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Indus- t ri Pulau Bat am. Melalui Keput usan Mendagri t ersebut , hak pengelolaan pulau Bat am di- serahkan kepada Ot orit a Pengembangan Dae- rah Indust ri Pulau Bat am (selanj ut nya disebut Ot orit a Bat am). Namun dengan hadirnya pemerint ah Kot amadya Bat am , dikhawat irkan banyak persoalan baru di bidang pert anahan yang muncul (Di Bat am ada t iga inst ansi yang mengurus t anah, Kant or Pert anahan, Dinas Pert anahan, ot orit a Bat am). Inilah bukt i t arik menarik kewenangan pemerint ah di urusan pert anahan ant ara pemerint ah (pusat ) dan

  26 David Osbor ne dan Ted Gaebl er (Terj emahan Abdul Rosyid, 1992, Mewi r ausahan Bi r okr asi , Pust aka Binaman Pressindo, Jakart a , hl m. 1-343. Lihat j uga Sur at Kabar Harian Kompas, Sel asa 16 Desember 1997, Tul isan Su- t risno Iwant oro. Ide Osbor ne : Rei nvent i ng Gover nment .

  Bandingkan j uga Wihana Kirana Jaya. 1997, Vi si Inst i t usi Bi r okr asi Dal am Memandang Ker j asama dengan Pi hak Ket i ga (Makal ah), Pada Rakor BUMD di Depdagri Jakar t a

  gan, bukan sekedar memenuhi persyarat an birokrasi; Ket uj uh, Adanya pemerint ahan yang berj iwa wirausa, yait u lebih berorient asi pada pendapat an, bukan pengeluaran (belanj a); 25 Agum Gumel ar, Kebi j akan Agrar ia/ per t anahan dari

  Eksist ensi Hak Pengel ol aan At as Tanah (HPL) dan Real it as Pembangunan Indonesia 357

  Asas kearif an lokal t ermasuk hal yang cukup pent ing dalam pengembangan pelabuh- an. Mari kit a belaj ar dari Pelabuhan Kaohsiung di Taiwan, dimana Kuil keramat , bangunan t ua yang dihuni nelayan berikut t empat ibadah peninggalan nenek moyang berbaur dengan berbagai akt ivit as pelabuhan t ruk pengang- kut an pet i kemas, kapal cargo dan super t an- ker menj adi daya t arik pelabuhan Kaohsiung.

  Bagi Umum, Jur nal Konst i t usi , PPK-FH Univ. Brawi j aya Mal ang, hl m. 33. 31 Laode M. Kamal uddin, 2002, Pembangunan Ekpnomi Mar it i m di Indonesi a, Jakart a: Gramedia Pust aka

  Eksist ensi Hak Pengelolaan sebagai hak publik merupakan bagian hak menguasaan dari negara. HPL adalah hak administ rat if , di mana pemegang HPl diberi kewenangan unt uk mengat ur dan mengurus t anah yang didele- gasikan negara. Ant ara pemegang HPL dan 29 Kompas, 16 April 2010, hl m. 25. 30 Imam Koesw ahyono, 2008, Mel acak Dasar Konst it usional Pengadaan Tanah Unt uk Kepent ingan Pembangunan

  Penut up Simpulan

  . Indonesia sebagai negara marit im dapat mengembang- kan kot a-kot a pant ai berbasis pelabuhan se- bagai lokomot if ekonomi.

  31

  bah- wa pengadaan t anah unt uk kepent ingan pem- bangunan megabaikan variabel non hukum yang j ust ru sangat besar relevansi dan pe- ngaruhnya t erhadap variabel hukum. HPl Pe- labuhan memegang peranan pent ing dalam mendorong t umbuhnya kot a-kot a pelabuhan, t a pelabuhan merupakan pusat pert umbuhan dengan penggerak ut ama j asa-j asa yang berkait an dengan perhubungan

  30

  29 Sebagaimana diakui Imam Koeswahyono

  norma hukumnya bahkan t elah t ert uangkan dalam Pasal 15 UUPA: “ Memelihara t anah, t er- masuk menambah kesuburannya sert a men- cegah kerusakannya, adalah kewaj iban t iap- t iap orang, badan hukum at au inst ansi yang mempunyai hubungan hukum dengan t anah it u” .

  daerah masih menj adi persoalan besar di republik ini.

27 Pulau Bat am adalah salah sat u pulau ke-

  Indonesi a St udi Kasus Bat am, Jakart a : Pust aka Si nar Harapan, hl m 35. Lihat j uga Abdul Kar im Lesar, 2003 , FTZ Bat am Demi Kemakmur an Indonesi a, Jakar t a : UI Press, Jakart a, hl m. 12; Aksar a Karunia, Bat am Komi t men Set engah Hat i , Jakart a: Gramedia Pust aka Ut ama, hl m 63. Bandingkan. Devel opment Pr ogr ess of Bat am yang di t erbit kan Bat am Indust r ial Devel opment

  dan Sent ral isasi Kewenangan Pemer int ah Daer ah dal am Urusan Pert anahan, Jur nal Hukum Vol 16 . UII Yogyakart a ISSN 0854-8498 , hl m 137. 28 Apul D. Maharaj a (Penyunt ing), 2003, Membanguan

  Kasus HPL Tanj ung Priok, mengindikasi- kan bahwa prinsip-prinsip HPL Pelabuhan perlu diperhit ungkan, diant aranyan adalah prinsip lingkungan hidup. Prinsip lingkungan hidup dianut oleh undang-undang agraria nasional. Misalnya Asas pelest arian Fungsi Lingkungan hidup, sayangnya asas ini t idak diuraikan da- lam penj elasan Umum (II) UUPA, akan t et api 27 El it a Rahmi , 2009, Tar ik Menarik Ant ara Desent r al i sasi

  Ant ara Sat pol PP yang menj alankan t ugas dari Walikot a berdasarkan inst ruksi dari Wakil Gubernur DKI Jakart a). Persengket aan ant ara PT Pelindo II (BUMN) Pengelola Pelabuhan Tan- j ung Priok dengan masyarakat lokal. Secara yuridis PT Pelindo II, merasa pihak yang paling 145 hekt ar. Dengan alas hak at as t anah berupa sert if ikat Hak Pengelolaan No. 1/ Koj a Ut ara yang t erbit t ahun 1987. Di sisi lain ahli waris Mbah Priok adalah pihak yang mempunyai hu- bungan bat hin dengan t anah makam yang dipersengket akan seluas 5, 4 hekt ar.

  Pelabuhan t ermasuk salah sat u t anah HPL. Bicara HPL Pelabuhan, mengingat kan kit a pada Kasus Mbah Priok yang cukup meng- hebohkan, (kerusuhan berdarah di kelurahan Koj a Jakart a Ut ara, pada Kamis 15 April 2010.

  at au disebut j uga “ Bayi aj ai b Indonesi a” , dan mampu men- j adi “ mesi n pencet ak uang” bagi Indonesia. HPL Pulau Bat am dapat menj adi inspirasi bahwa daerah-daerah kepulauan yang pada umumnya berbat asan dengan negara lain dapat menj adi pert umbuhan ekonomi baru bagi Indonesia.

  28

  banggaan di Indonesia karena menj adi kawas- an kompet it if di Asia Pasif ik

DAFTAR PUSTAKA

  Prest asi Pust akaraya; Dalij o, JB. 1992. Pengant ar Il mu Hukum. Jakart a: PT. Prenhalindo; Dimyat i, Khudzaif ah. 2005. Teor i sasi Hukum.

  pihak ket iga selaku mit ra kerj a, memiliki hak dan kewaj iban masing-masing. Perj anj ian se- bagai dasar peralihan HPL menunt ut t anggung j awab not aris dalam memberikan kedudukan yang proporsional. Ket idaksesuaian ant ara norma hukum Pasal 2 ayat (4) dengan Pen- j elasan UUPA. Mengindikasikan ada “ polit isasi” t erhadap masyarakat hukum adat dalam sist em hukum pert anahan di Indonesia.

  Pembangunan hukum adalah pembaha- ruan hukum. Dalam hukum pert anahan HPL harus diberi t empat sebagai hak administ rasi dalam rangka mempercepat pembangunan Indonesia, t erut ama daerah-daerah perbat as- an, kepulauan, dan lain-lain. HPL t elah banyak memberikan kont ribusi posit if t ehadap pem- bangunan Indonesia. Cont oh bidang Transmi- grasi. Perumnas, Pelabuhan. Perkeret aapian, Pariwisat a. Sebagai negara hukum mat erial (negara kesej aht eraan), pemerint ah bersama badan usaha dan masyarakat , menggerakkan pemerint ahan melalui prinsip ent er pr ener shi p.

  358 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010

  Adit ya Bakt i;

  Ika Sebagai Asas Hukum Bagi Pemba- ngunan Hukum Nasional . Bandung: Cit ra

  Press; Hart ono, Sunaryat i. 2006. Bhinneka Tunggal

  St udi Per kembangan Pemi kir an Hukum Di Indonesi a 1945-1990. Surakart a: UMS

  Adhie, Brahmana dan Hasan Basri Nat a Menggala (ed). 2002. Ref or masi Per t a-

  nahan. Bandung: Mandar Maj u;

  Chomzah, Ali Achmad. 2003. Hukum Agr ar i a

  (Per t anahan Indonesia) Ji l i d 1. Jakart a:

  • . 2007. Hukum Agr ar i a Indonesi a Sej ar ah