makalah k3 fk unlam pspd 2015

  

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN K3 DI BANDARA

SYAMSUDIN NOOR

  Disusun Oleh

  

1. Apidha Kartinasari NIM. I1A015006 13. Fransiskus A NIM. I1A015087

  

2. Ghyna Fakhriyah NIM. I1A015023 14. M. Rofi’e NIM I1A015097

  

3. Muanam NIM. I1A015036 15. Nur Ainun NIM. I1A015103

  

4. Nur Mila NIM. I1A015047 16. Yulike R. NIM. I1A015112

  

5. Pauline Surya K NIM. I1A015051 17. Zakia NIM. I1A015113

  

6. Wulan Syafitri NIM. I1A015068 18. Chulud NIM. I1A015206

  

7. Yuna Rezkya K.Y NIM. I1A015069 19. Degritha RRLNIM. I1A015208

  

8. A. Zaky Hafizi NIM. I1A015071 20. Johanes DBC NIM. I1A015219

  

9. Aldiya Jamilah NIM. I1A015073 21. M. Iqbal H. NIM. I1A015220

  

10. Ayu Nastiti W. NIM. I1A015079 22. Marsya R.NA NIM. I1A015222

  

11. Dina Dian A. NIM. I1A015083 23. Putri Dayana NIM. I1A015232

  

12. Farizan Hasyim HP NIM. I1A015086 24. Windi Yani P.NIM. I1A015237

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

BANJARMASIN

  

November, 2018

  

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

  ii

  KATA PENGANTAR

  iii

  BAB I. PENDAHULUAN

  1 1.1 Latar Belakang…...……………………………………….

  1

  1.2 Tujuan Penulisan….………………………………………

  2 BAB II. LANDASAN TEORI 4 2,1 Alat Pelindung Diri…….……..………………………….

  4

  2.2 Penyakit Akibat Kerja..……………………………..……

  7 2.3 Kecelakaan Kerja……………………………………..….

  11

  2.4 Menejemen K3………………………………………..…

  18 BAB III. GAMBARAN KONDISI K3 DI BANDARA

   SYAMSUDIN NOOR

  22

  3.1 APDiri Yang Digunakan Pekerja yang Bekerja di PT Angkasa Pura I …..…………….....................................

  22

  3.2 Penyakit Akibat Kerja Yang Pernah Terjadi………….…

  24 3.3 Kecelakaan Kerja Yang Pernah Terjadi .………………..

  25 3.4 Menejemen K3 di Bandara Syamsudin Noor..………….

  27 BAB IV. PERMASALAHAN K3 DI BANDARA

  SYAMSUDIN NOOR

  29 4.1 Masalah Yang Dihadapi ...................……..……………..

  29

  4.2Usulan Pemecahan masalah.......................………………

  29 BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ......................................……..……………...

  30

  5.2 Saran.......................................................…………………

  30 DAFTAR PUSTAKA 31 ii

KATA PENGANTAR

  Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga kami kelompok belajar blok K3 dapat menyelesaikan laporan kunjungan lapangan di Bandara Syamsudin Noor tepat pada waktunya.

  Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas akhir pada blok kesehatan dan keselamatan kerja di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada para pembimbing saat kunjungan lapangan dr. Widya Nusantari, kemudian teman teman satu kelompok yang telah ikut serta membantu pengerjaan laporan ini, dan seluruh pihak yang telah membantu selama kunjungan hingga selesainya laporan ini.

  Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi kami berharap laporan ini bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan.

  Banjarmasin, 5 November 2018 iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. K3 tidak saja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi jauh dari itu K3 mempunyai dampak positif atas keberlanjutan produktivitas kerja. Oleh sebab itu, isu K3 pada saat ini bukan sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan. Dengan kata lain, pada saat ini K3 bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi setiap pekerja dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan.

  Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah, padahal tenaga kerja adalah faktor penting bagi kegiatan perusahaan, karena perusahaan tidak mungkin bisa lepas dari yang namanya tenaga kerja. Menurut data, Indonesia pada tahun 2007 terjadi 89000 kecelakaan kerja di seluruh perusahaan yang menjadi anggota jaminan sosial tenaga kerja yang meliputi 7 juta pekerja. ILO memperkirakan kerugian akibat kecelakaan kerja mencapai 2-4% dari pendapatan ekonomi suatu negara. Kerugian akibat kecelakaan dan kejadian lainnya ini merupakan risiko yang harus dihadapi oleh setiap organisasi atau perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu permasalahan yang banyak menyita perhatian berbagai organisasi saat ini karena mencakup permasalahan segi perikemanusiaan, biaya, dan manfaat ekonomi, aspek hukum, pertanggungjawaban serta citra organisasi itu sendiri. Semua hal tersebut mempunyai tingkat kepentingan yang sama besarnya.

  

1 Keselamatan dan kesehatan kerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan. Produktivitas sumber daya manusia ditentukan oleh sejauh mana sistem yang ada ddi perusahaan mampu menunjang dan memuaskan keinginan seluruh pihak. Apabila suatu perusahaan peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan karyawan, maka karyawan akan meningkatkan produktivitas kerjanya terhadap perusahaan. Apabila tingkat keselamatan kerja tinggi, maka kecelakaan yang menyebabkan sakit, cacat, dan kematian dapat ditekan sekecil mungkin. Apabila keselamatan kerja rendah, maka hal tersebut akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan pekerja sehingga berakibat pada produktivitas yang menurun.

  Bandara (bandara) merupakan tempat bertemunya banyak orang dari segala

penjuru dunia yang datang dan pergi dengan pesawat udara, dan juga tempat

berkumpulnya banyak orang yang melakukan kegiatannya masing-masing untuk

menunjang operasi penerbangan yang lancar, aman dan nyaman. Dengan

perkembangan dunia penerbangan dan mobilitas manusia serta barang yang makin

tinggi, maka fungsi bandara (bandara) makin bertambah penting. Maka dari itu

timbul masalah hygiene dan sanitasi di bandara yang harus ditangani sungguh-

sungguh. Masalah hygiene dan sanitasi di bandara berhubungan erat dengan

penyebaran penyakit menular dan juga dengan keselamatan penerbangan. Di

samping masalah-masalah tersebut di atas, sering melalui bandara seorang pasien

ingin berobat ke rumah sakit yang,besar di kota lain, bahkan ke luar negeri. Ini

menimbulkan masalah, karena tidak semua . orang sakit boleh diangkut dengan

pesawat udara (pesawat dari airline). Maka dari itu penerapan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) pun sangat penting untuk mencegah hal-hal yang dapat

menimbulkan kecelakaan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

  Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai pentingnya penerapan K3 baik dalam lingkungan bandara maupun tempat kerja lainnya. Tujuan lain dari pembuatan makalah ini adalah untuk tercapainya tujuan dari K3 sesuai dengan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 yaitu: (1) Melindungi dan menanggung keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain ditempat kerja; (2) Menanggung setiap sumber produksi dapat dipakai dengan cara aman dan efektif; (3) Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.

1.2.2 Tujuan Khusus

  a. Untuk mengetahui alat pelingdung diri yang digunakan di bandara

  b. Untuk mengetahui penyakit akibat kerja yang pernah terjadi di bandara

  c. Untuk mengetahui kecelakaan kerja yang pernah terjadi di bandara

  d. Untuk mengetahui manajemen K3 di bandara

  e. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi di bandara

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Alat Pelindung Diri

2.1.1 Definisi

  Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD ini terdiri dari kelengkapan wajib yang digunakan oleh pekerja sesuai dengan bahaya dan risiko kerja yang digunakan untuk menjaga keselamatan pekerja sekaligus orang di sekelilingnya. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. Dan pengusaha wajib untuk menyediakan APD sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi pekerjanya.

  Sedangkan menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri, Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja.22 Dalam pasal 4 ayat satu pada PER.08/MEN/VII/ 2010 disebutkan APD wajib digunakan di tempat kerja di mana: 1) Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;

  2) Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, korosif, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi atau bersuhu rendah;

  3) Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan

  4 perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan; 4) Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;

  5) Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan batu-batuan, gas, minyak, panas bumi, atau mineral lainnya, baik di permukaan, di dalam bumi maupun di dasar perairan

  6) Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara; 7) Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun, bandara dan gudang; 8) Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air; 9) Dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan; 10) Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah; 11) Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting; 12) Dilakukan pekerjaan dalam ruang terbatas tangki, sumur atau lubang; 13) Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran 14) Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah; 15) Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan telekomunikasi radio, radar, televisi, atau telepon 16) Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset yang menggunakan alat teknis; 17) Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air; dan 18) Diselenggarakan rekreasi yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

  2.1.2 Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian APD

  Dalam penggunaan APD ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemakainya yaitu: 1) Pengujian mutu Alat pelindung diri harus memenuhi standar yang telah ditentukan untuk menjamin bahwa alat pelindung diri akan memberikan perlindungan sesuai yang diharapkan. Semua alat pelindung diri sebelum dipasarkan harus diuji lebih dahulu mutunya. 2) Cara pemakaian yang benar

  Sekalipun APD disediakan oleh perusahaan, alat-alat ini tidak akan memberikan manfaat yang maksimal bila cara memakainya tidak benar. Masker baik untuk dikenalan tapi kurang baik apabila terlalu lama. Bukalah masker anda setiap 2 jam sekali untuk memberikan relaksasi pada otot bagian muka atau apabila memungkinkan keluar dari ruangan tempat bekerja selama kurang lebih 5 menit untuk melepas masker tersebut. 3) Pemilihan masker yang tepat

  Alat pelindung diri yang akan digunakan harus benar-benar sesuai dengan kondisi tempat kerja, bahaya kerja dan pekerja sendiri agar benar-benar dapat memberikan perlindungan semaksimal mungkin pada tenaga kerja. Idealnya masker digunakan pada tempat yang tepat dengan jenis yang tepat. Tidak ada gunanya apabila kita menyarankan pekerja mengenakan masker penahan debu di area finishing, begitu pula sebaliknya.

  2.1.3 Syarat-syarat APD

  Adapun syarat-syarat APD agar dapat dipakai dan efektif dalam penggunaan dan pemeliharaan APD sebagai berikut : 1) Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif pada pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi di tempat kerja. 2) Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi pemakainya. 3) Bentuk cukup menarik, sehingga pekerja tidak malu memakainya.

  4) Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis bahayanya maupun kenyamanan dalam pemakaian. 5) Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali. 6) Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernapasan serta gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup lama. 7) Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda peringatan. 8) Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia di pasaran. 9) Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan 10) Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan.

2.1.4 Pemeliharaan dan penyimpanan APD

  Secara prinsip pemeliharaan APD dapat dilakukan dengan cara: 1) Penjemuran di panas matahari untuk menghilangkan bau dan mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri.

  2) Pencucian dengan air sabun untuk plindung diri seperti helm, kacamata, earplug yang terbuat dari karet, sarung tangan kain/kulit/karet dan lain-lain. 3) Penggantian cartirgde atau canister pada respirator setelah dipakai beberapa kali.

  Untuk penyimpanan APD diperlukan adanya beberapa syarat yaitu : 1) Tempat penyimpanan yang bebas dari debu, kotoran, dan tidak terlalu lembab, serta terhindar dari gigitan binatang.

  2) Penyimpanan harus diatur sedemikian rupa sehingga mudah diambil dan dijangkau oleh pekerja dan diupayakan disimpan di lemari khusus APD.

2.2 Penyakit Akibat Kerja

2.2.1 Definisi

  Penyakit Akibat Kerja (PAK), menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja. World Health Organization (WHO) membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja :

  1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.

  2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.

  3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor- faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis kronis.

  4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada

  1 sebelumnya, misalnya Asma .

  2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab

  Faktor-faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja (PAK) tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan :

  1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.

  2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.

  3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur.

  4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja.

  2 5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress .

  2.2.3 Diagnosis

  Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:

  1. Tentukan diagnosis klinisnya Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan kemudian dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan

  1 atau tidak .

  2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup: a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan

  c. Bahan yang diproduksi

  d. Materi (bahan baku) yang digunakan

  e. Jumlah pajanannya

  f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker)

  g. Pola waktu terjadinya gejala

  h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa) i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan

  3

  (MSDS, label, dan sebagainya)

  3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita

  4 (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya) .

  4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut

  Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat

  4 menentukan diagnosis penyakit akibat kerja .

  5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita

  5 lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami .

  6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat menjadi penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan

  4 untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja .

  7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/

  6 pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit .

2.3 Kecelakaan Kerja

  2.3.1 Definisi

  Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga oleh karena latar belakang peristiwa itu tidak terdapat adanya unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai pada yang paling berat.

  Silalahi (1995) mendefinisikan secara umum kecelakaan diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang mengakibatkan kecelakaan.

  Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mengungkapkan sebab akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak oleh pelaksana di tempat kerja.

  2.3.2 Kerugian Yang Terjadi Akibat Kecelakaan Kerja Peristiwa kecelakaan kerja dapat menimbulkan dampak negatif di berbagai aspek, yang dikelompokkan sebagai berikut:

  1. Dampak kecelakaan kerja terhadap manusia.

  Dampak yang ditimbulkan dari kecelakaan kerja pada aspek manusia meliputi:

  a. Meninggal dunia adalah dampak dari kecelakaan kerja fatal yang mengakibatkan penderita meninggal dunia.

  b. Cacat permanen total adalah dampak dari kecelakaan kerja yang

  mengakibatkan seseorang menjadi cacat permanen atau tidak mampu lagi sepenuhnya melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh.

  c. Cacat permanen sebagian adalah dampak dari kecelakaan kerja yang

  mengakibatkan cacat satu bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi lagi.

  d. Tidak mampu bekerja sementara adalah dampak kecelakaan kerja yang

  mengakibatkan pekerja tidak bekerja karena pengobatan atau beristirahat menunggu kesembuhan.

  2. Dampak kecelakaan kerja terhadap proyek.

  Selain berdampak pada manusia, maka kecelakaan kerja juga menimbulkan efek negative pada pembiayaan proyek, yaitu: a. Biaya langsung Kompensasi berupa biaya yang langsung dikeluarkan pada saat terjadi

kecelakaan, meliputi biaya pengobatan dan rumah sakit bagi pekerja yang cidera,

santunan yang harus dibayar ke pekerja yang mengalami cacat atau meninggal,

biaya perbaikan untuk kerusakan alat dan bangunan akibat adanya kecelakaan

kerja.

b. Biaya tidak langsung.

  Biaya yang muncul akibat efek tidak langsung dari sebuah kecelakaan kerja,

meliputi berupa biaya lembur yang terpaksa diadakan karena kekurangan tenaga

kerja, biaya penambahan tenaga kerja, biaya keterlambatan proyek akibat jam

kerja hilang.

  Selain berdampak pada biaya, kecelakaan kerja di proyek konstruksi juga

menimbulkan dampak terhadap kinerja proyek serta reputasi dari perusahaan

tersebut yang diakibatkan keterlambatan proyek serta menurunnya produksi akibat

jam kerja hilang

  3. Dampak kecelakaan kerja terhadap negara.

  Data empiris menunjukkan bahwa tingkat kecelakaan kerja memberikan

dampak negatif bagi perekonomian suatu negara. Hasil penelitian ILO (2003)

menunjukkan bahwa tingkat kecelakaan kerja berkolerasi dengan indeks daya

  

saing, yang mana jika tingkat kecelakaan kerja suatu negara tinggi maka

kecenderungannya adalah indeks daya saing negara tersebut akan rendah.

  Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dampak

kecelakaan kerja memberikan efek negative yang sangat signifikan di berbagai

level dari skala nasional (makro), skala industri (meso) sampai dengan skala

proyek (mikro).

  Pencegahaan Kecelakaan Kerja

2.3.3 Kecelakaan kerja pada prinsipnya dapat dicegah dan pencegahaan ini

  

menurut Bennet NBS (1995) merupakan tanggung jawab para manager,

supervisor, mandor kepala dan juga kepala urusan. Tetapi menurut M.

Sulaksmono (1997) dan yang tertulis dalam UU No.1 tahun 1970 pasal 10, bahwa

tanggung jawab pencegahan kecelakaan kerja selain pihak perusahaan juga

karyawan (tenaga kerja) dan pemerintah.

  Pencegahan kecelakaan kerja menurut Julian B. Oslishifki (1985) bahwa aktivitas pencegahan yang profesional adalah:

  1. Memperkecil atau menekan kejadian yang mebahayakan dari mesin, cara kerja material dan struktur perencanaan.

  2. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada

  dalam perusahaan tersebut

  3. Memberikan pendidikan atau training kepada karyawan tentang kecelakaan

  dan keselamatan kerja

  4. Memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja yang berada pada area yang membahayakan.

  Dari uraian pakar diatas bahwa kecelakaan kerja dapat dicegah, pada intinya perlu memperhatikan 4 faktor yaitu:

  1. Lingkungan

  2. Manusia

  3. Peralatan

  4. Bahaya (hal-hal yang membahayakan)

  Untuk mencegah gangguan kesehatan dan daya kerja, ada beberapa usaha

yang dapat dilakukan agar para buruh tetap produktif dan mendapatkan jaminan

perlindungan keselamatan kerja, yaitu:

  1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja. Kemudian pemeriksaan kesehatan

  calon pekerja untuk mengetahui, apakah calon tersebut serasi dengan

pekerjaan yang akan diberikan kepadanya, baik fisik, maupun mentalnya.

  2. Pemeriksaan kesehatan berkala, yaitu untuk evaluasi. Apakah faktor- faktor

  penyebab itu telah menimbulkan gangguan-gangguan atau kelainan-kelainan kepada tubuh pekerja atau tidak

  3. Pendidikan tentang keselamatan dan kesehatan kepada para buruh secara

  berkelanjutan. Itu penting agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaanya

  4. Penerangan sebelum kerja, agar mereka mengetahui dan menaati peraturan- peraturan dan lebih berhati-hati.

  5. Pakaian pelindung, misalnya: masker, kacamata, sarung tangan, safety shoes,

  topi pakaian dan sebagainya

  6. Isolasi, yaitu mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang

  membahayakan, misalnya isolasi mesin yang sangat hiruk agar tidak menjadi gangguan. Contoh lain, ialah isolasi pencampuran bensin dengan tetra-etil- timah hitam.

2.3.4 Faktor Kecelakaan di bandara

  Aspek kesehatan di bandara juga perlu mendapat perhatian. Karena banyak sekali faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada atau di sekitar bandara. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. bising; 2. bahan kimia; 3. debu atau bahan radioaktif; 4. gelombang mikro dan sinar X; 5. polusi udara.

  Bising yang terdapat di bandara terutama berasal dari mesin pesawat yang mempunyai frekuensi tinggi dan intensitas besar, yaitu 90-110 dBA atau lebih. Menurut Kepmenaker No. Kep 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja bahwa untuk NAB kebisingan adalah 85 dBA untuk pemajanan 8 jam sehari. Artinya tenaga kerja dapat bekerja dengan intensitas kebisingan sebesar 85 dBA maksimal hanya 8 jam. Sedangkan kebisingan di bandara yang mencapai 90-100 dBA hanya boleh di alami tenaga kerja maksimal selama 2 jam. Untuk itu tenaga kerja harus memakai alat pelindung diri, karena intensitas pekerjaan hampir selama 24 jam.

  Akibat bising yang paling penting adalah menurunnya pendengaran dan dapat terjadi tuli permanen (sensoric deafness). Hampir 15% dari awak darat airline mengalami gangguan ini secara tak langsung. Dalam hubungannya dengan pesawat tersebut karyawan dibagi dalam golongan, yaitu:

  1. Golongan I : Mereka yang bekerja dekat sekali dengan pesawat (kurang dari 8 meter) selama runs up.

  2. Golongan II : Mereka yang relatif dekat (8 – 50 m) pesawat, misalnya maintenance personnel, starting crew, dan trouble line personnel.

  3. Golongan lII : Mereka yang kadang-kadang harus bekerja tidak jauh dari pesawat (50 – 120 m), misalnya pramugari darat, personel kargo, dsb.

  Menurut tingkatan bising (noise level) daerah sekitar pesawat dibagi menjadi 4 (empat) zona yaitu:

  1. Zona A Daerah dengan tingkatan bising antara 150 dB. Zona ini jangan dimasuki sama sekali.

  2. Zona B Daerah dengan tingkatan bising antara 135 – 150 dB. Di daerah ini orang harus berusaha sesingkat mungkin dan harus memakai ear muff.

  3. Zona C Daerah dengan tingkatan bising antara 115 – 135 dB. Semua orang yang bekerja di sini harus memakai ear muff. Bila hanya sebentar boleh memakai

  ear plug.

  4. Zona D

  Daerah dengan tingkatan bising antara 100 – 115 dB. Mereka yang bekerja di sini harus mekakai ear plug terus menerus. Untuk mencegah/mengurangi akibat gangguan bising perlu dilakukan

  Hearing Conservation Program, dengan cara: 1. Pemeriksaan audiometris secara berkala pada karyawan tersebut di atas.

  2. Dilakukan usaha-usaha pencegahannya, di antaranya ialah memakai: a. Helmet. Dipakai bila bekerja dekat sekali dengan pesawat yang run-up.

  Diperkirakan sebagian bising diserap oleh tulang-tulang kepala, jadi perlu helmet.

  b. Ear muff. Dibuat dari plastik atau karet dengan ukuran small, medium dan large.

  c. Golongan I memakai helmet dan ear plug.

  d. Golongan II memakai ear muff.

  e. Golongan III cukup memakai ear plug. Dalam pemeriksaan audiometri, dibuat Base Line Audiogram untuk frekuensi

  250, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 c/s, yang terpenting adalah frekuensi 500, 1000, dan 2000 c/s. Bila ada seorang dengan hearing loss 15 dB atau lebih, perlu dibuat audiogram ulangan setelah 48 jam bebas dari bising. Pemeriksaan audiometris secara berkala pada karyawan yang terpapar bising, dilakukan tiap 2 – 4 tahun sekali.

  Para tenaga kerja atau karyawan di darat juga dihadapkan pada bahan kimia, seperti bahan bakar (bensin, bensol, avtur) minyak hidrolik, larutan desinfektans, insektisida dsb. Bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan dermatitis kontak, dan bila tertelan atau terhirup dapat terjadi intoksikasi yang membahayakan. Oleh karena itu perlu dicegah dengan cara : 1. Memakai sarung tangan dan pakaian kerja, bila perlu masker.

  2. Disediakan tempat cuci tangan, kamar mandi dan kamar ganti pakaian.

  3. Ventilasi kerja harus baik.

  4. Penyuluhan tentang kesehatan kerja.

  5. Pemeriksaan kesehatan berkala (1–2 tahun sekali).

  Selain itu perlu juga diketahui nilai ambang batas bahan kimia yang diperbolehkan sebagai upaya pengendalian. Peraturan yang mengatur tentang bahan kimia adalah SE Menaker No. SE 01/MEN/1997 tentang NAB faktor kimia di udara lingkungan kerja dan juga Kepmenaker No. KEP 187/MEN/1999 tentang pengendalian bahan kima berbahaya di tempat kerja. Di dalamnya diatur tentang Nilai Ambang Batas bahan kimia dan juga mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, akibat penggunaan bahan kimia berbahaya di tempat kerja maka perlu diatur pengendaliannya.

  Dalam pengoperasian radar digunakan gelombang mikro dan sinar X. Gangguan yang ditimbulkan gelombang ini akan dirasakan terutama oleh teknisi radar, jarang pada operator radar. Gelombang mikro dapat merusak lensa mata dan terjadilah katarak, atau dapat juga merusak kelenjar testis, akibatnya adalah kemandulan. Oleh karena hal-hal tersebut perlu dilakukan usaha pencegahannya.

  Dalam Kepmenaker No. Kep 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja menyatakan bahwa NAB untuk gelombang mikro.

  Sinar X juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan, yaitu dapat menyebabkan mutasi gen, munculnya kanker dan lain sebagainya. Dalam penanganannya, ada beberapa cara yaitu: 1. Mengatur waktu pemajanan dengan memberikan jam istirahat.

  2. Isolasi sumber sinar X.

  3. Bekerja dengan menggunakan remote control.

  4. Tenaga kerja harus menggunakan APD.

  Petugas ground handling kadang-kadang harus menangani muatan yang berisi bahan radioaktif. Bila terjadi kebocoran dalam pengepakan dapat membah`ayakan sekitarnya. Dan pesawat udara secara berkala diperiksa untuk mengetahui keretakan pada bagian-bagiannya. Kedua radiasi ini dapat membahayakan kesehatan dan perlu dilakukan usaha pencegahannya. Polusi udara terjadi karena asap yang keluar dari mesin pesawat, kendaraan ground handling, dan mobil yang lalu lalang. Juga hembusan yang kuat (jet blast) yang keluar dari exhaust pesawat menyebabkan debu beterbangan; ini akan menambah tingkat polusi yang sudah ada. Untuk itu perlu usaha pencegahan yaitu:

  1. Pemakaian masker;

  2. Sarung tangan;

  3. Baju pelindung; 4. Penyuluhan kesehatan bagi tenaga kerja.

  Masalah hygiene dan sanitasi di bandara juga perlu di perhatikan sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemeliharaan dan peningkatan hygiene dan sanitasi di bandara akan menyangkut empat masalah, yaitu:

  1. penyediaan air (water supply); 2. kebersihan makanan (food hygiene); 3. pembuangan sampah dan kotoran (waste disposal); 4. pemberantasan serangga/binatang yang dapat menularkan penyakit (vector

  control);

  5. hygiene dan sanitasi di bandara harus ditangani dengan sungguh-sungguh, karena bila tidak, dapat membahayakan keselamatan penerbangan dan orang lain di lingkungan bandara.

2.4 Manajemen K3

2.4.1 Definisi

  Sistem manajemen adalah rangkaian kegiatan yang teratur dan saling berhubungan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dengan menggunakan manusia dan sumber daya yang ada (Sucofindo, 1999). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau biasa disebut SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan pencapaian , pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman (Permenaker No: PER. 05/MEN/1996). Jadi, sistem manajemen K3 merupakan rangkaian kegiatan yang teratur dan saling berhubungan secara keseluruhan yang berguna dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja agar dapat menciptakan suasana tempat kerja yang aman. Sistem manajemen K3 dalam pelaksanaannya juga memiliki pola tahapan dalam kosep dasarnya. Pola tahapan pada konsep dasar tersebut disebut “Plan-Do-Check-Action”, yang meliputi:

  a. Penetapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjami komitmen terhadap penerapan SMK3.

  b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan SMK3.

  c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran.

  d. Mengukur dan memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan.

  e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan demikian sektor industri dapat memiliki dua dimensi yang sesuai dengan kemampuan dan Policy Managementnya dalam penerapan Sistem

  Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yaitu:

  a. Innovative Management dengan melakukan inovasi manajemen melalui “Unsafe Condition Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita dituntut untuk memperkecil atau mengurangi insiden yang diakibatkan oleh kondisi tempat kerja seperti, organisasi, peralatan kerja (mesin-mesin), lingkungan kerja dan sistem kerja.

  b. Raditional System dalam penyelamatan pekerjaan melalui “Unsafe Act

  Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita dituntut untuk memperkecil atau mengurangi tingkah laku orang yang tidak nyaman.

2.4.2 Manfaat

  Manfaat penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja bagi perusahaan menurut Tarwaka (2008) adalah: a. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden dan kerugian-kerugian lainnya.

  b. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di perusahaan.

  c. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3.

  d. Dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit.

  e. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.

2.4.3 Penerapan SMK3 di perusahaan

  Dalam pasal 87 (1) : UU No 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan dinyatakan bahwa: setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Selanjutnya ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen K3 diatur dalam Permenaker RI. NO.Per.05 / MEN / 1996 tentang sistem Manajemen K3. Pada pasal 3 (1 dan 2) dinyatakan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan Tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengekibatkan kecelakaan kerja seperti peledekan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan Penyakit Akibat Kerja WAJIB menerapkan Sistem Manajemen K3. Dengan demikian kewajiban penerapan Sistem Manajemen K3 didasarkan pada dua hal yaitu ukuran besarnya perusahaan dan potensi bahaya yang ditimbulkan. Meskipun perusahaan hanya mempekerjakan tenaga kerja kurang dari 100 orang tetapi apabila tingkat resiko bahayanya besar juga berkewajiban menerapkan Sistem Manajemen K3 di perusahaannya. Berdasarkan hal tersebut maka, penerapan Sistem Manajemen K3 bukanlah suka rela (voluntary), tetapi keharusan yang dimandatkan oleh peraturan perundangan (mandatory). Selanjutnya untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 seperti yang tertuang dalam pasal 4 Permennaker RI. No. Per. 05/MEN/1996 beserta pedoman penerapan pada lampiran 1 maka organisasi perusahaan diwajibkan untuk melaksanakan 5 ketentuan pokok yaitu:

  1. Menerapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3.

  2. Adanya kebijakan K3 yang dinyatakan secara tertulis dan ditanda tangani oleh pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekat melaksanakan K3, kerangka dan program Kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh. Didalam membuat kebijakan K3 harus dikonsultasikan dengan perwakilan pekerja dan disebar luaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok, pelanggan dan kontraktor. Kebijakan perusahaan harus selalui ditinjau ulang atau di review untuk peningkatan kinerja K3.

  3. Adanya komitmen dari pucuk pimpinan (top management) terhadap K3 dengan menyediakan sumber daya yang memadai yang diwujudkan dalam bentuk (a) penempatan organisasi K3 pada posisi strategis; (b) penyediaan anggaran biaya, tenaga kerja dan sarana pendukung lainnya dalam bidang K3; (c) menempatkan personil dengan tanggung jawab, wewenang dan kewajiban secara jelas dalam menangani K3; (d) perencanaan K3 yang terkoordinasi ; dan (e) penilaian kinerja dan tindak lanjut K3.

  4. Adanya tinjauan awal (Initial Review) kondisi K3 di perusahaan, yang dilakukan dengan cara: (a) identifikasi kondisi yang ada, selanjutkan dibandingkan dengan ketentuan yang berlaku ( pedoman Sistem Manajemen K3 ) sebagai bentuk pemenuhan terhadap peraturan perundangan (Law

  Enforcement); (b) identifikasi sumber bahaya di tempat kerja; (c) penilaian

  terhadap pemenuhan peraturan perundangan dan standar K3; (d) meninjau sebab akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi kecelakaan, dan gangguan yang terjadi; (e) Meninjau hasil penilaian K3 sebelumnya; dan (f) menilai efisiensi dan efektifitas sumber daya yang disediakan.

  5. Merencanakan pemantauan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan sistem manajemen K3.

  6. Adanya perencanaan tentang identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko.

  7. Adanya pemahaman terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3.

  8. Adanya penetapan tujuan dan sasaran kebijakan perusahaan dalam bidang K3 yang mencakup criteria kebijakan sebagai berikut dapat diukur, satuan / indikator pengukuran, sasaran pencapaian, dan jangka waktu pencapaian.

  9. Adanya indikator kinerja K3 yang dapat diukur.

Dokumen yang terkait

2015 Penelitian Kualitatif STIE PERBANAS

0 0 65

Analisis Minimisasi Biaya Amlodipin Generik dan Bermerk pada Pengobatan Hipertensi di RS X Pekanbaru Tahun 2015

0 0 6

Biaya Satuan dan Pemulihan Biaya (Cost Recovery Rate) Layanan Pasien Acute Coronary Syndrome dengan Rawat Inap di Rumah Sakit X Tahun 2015

0 4 6

Cost Recovery Rate Tarif Rumah Sakit dan Tarif INA-CBG’s Berdasarkan Clinical Pathway pada Penyakit Arteri Koroner di RS Pemerintah A di Palembang Tahun 2015

1 2 10

The Analysis of Capitation Calculation on Primary Health Care in Cooperation with the Main Branch of BPJS Kesehatan in the Bogor City 2015

0 0 8

AGENDA MARITIME MAINSTREAMING MENYONGSONG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 : AGENDA TEKNOLOGI RENDAH-ENERGI MAINSTREAMING MARITIME AGENDA TOWARDS THE 2015 ASEAN ECONOMIC COMMUNITY : LOW-ENERGY TECHNOLOGY AGENDA

0 0 8

PENGARUH ‘STRING OF PEARL’ TIONGKOK TERHADAP PENCAPAIAN MP3EI DALAM KONTEKS PASAR BEBAS ASEAN 2015 THE INFLUENCE OF CHINA’S ’STRING OF PEARL’ TOWARDS MP3EI’S ACHIEVEMENT IN THE CONTEXT OF FREE MARKET ASEAN 2015

0 0 26

View of Hubungan mekanisme koping dengan tingkat kecemasan pada pasangan infertil di RSIA Annisa Jambi tahun 2015

0 4 7

ANALISIS PENGARUH PEMBIAYAAN KONSUMTIF DAN PRODUKTIF TERHADAP PENDAPATAN BSM KCP LHOKSEUMAWE PADA PERIODE OKTOBER 2012 SAMPAI JUNI 2015 Harjoni Desky, S.SosI.,M.Si Dosen IAIN Malikussaleh Lhokseumawe Email:harjonideskyyahoo.com, Abstrak - View of ANALISIS

0 1 15

Pengaruh Profitabilitas, Struktur Aktiva, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal Perusahaan pada Perusahaan Real Estate And Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015

0 4 24