Anak Sang Pemahat.doc

  Sandiwara Anak-Anak

SANG PEMAHAT

  Karya Arswendo Atmowiloto

  

Naskah sandiwara ini pernah memenangkan hadiah pada sayembara penulisan naskah

sandiwara anak-anak, yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta, 1976. Hak cipta

ada pada pengarang. Mementaskan atau memperbanyak naskah harus mendapat ijin tertulis

dari pengarangnya, d/a Majalah Hai, Palmerah Selatan 22 Jakarta Barat.

  DENGAN PELAKU 1. AMAT Berusia 11 tahun.

  2. PAK AMAT Ayah Amat, seperti juga setiap penduduk Kali Putih pekerjaan membuat patung.

  3. BU AMAT Ibu Amat.

  4. YANTI Kakak Amat. Sejak kecil ikut keluarga lain.

  5. SUROTO Adik Amat.

  6. PAK BROTO Guru kelas Amat.

  7. PAK INDRA Kepala sekolah yang baru diangkat.

  8. BU INDRA Istri Pak Indra. Lincah dan trampil, terutama kalau bicara.

  9. PAK LURAH

  10. PAK CAMAT

  11. PAK BUPATI

  12. PAK GUBERNUR 13. MANOWO Teman-teman Amat.

  14. KRISTANTO

  15. TEDI

  16. PERMADI

  

BABAK I

DESA KALI PUTIH, DI LERENG GUNUNG MERAPI SEBUAH RUMAH SEDERHANA.

  MILIK PAK AMAT, SEPERANGKAT MEJA TAMU YANG BERISI MAKANAN KECIL DAN GELAS PENUH PADA TIAP-TIAP SUDUT YANG DITUNGGUI KURSI KOSONG. PERABOT RUANGAN TIDAK ADA YANG PANTAS DISEBUTKAN. SELAIN KESEDERHANAAN DALAM KESELURUHANNYA. SATU-SATUNYA DAN ITU BERARTI SELURUHNYA. HANYALAH BEBERAPA BONGKAH BATU. SEBAGIAN SUDAH ADA YANG DIBENTUK DALAM WUJUDNYA. SEPERTI CALON PATUNG PANGERAN DIPONEGORO, CALON PATUNG JENDRAL SUDIRMAN, ATAUPUN BEBERAPA BENTUK PATUNG YANG BELUM BISA DITANDAI. SAMPAI DENGAN BATU NISAN BELAKA. AMAT MASUK, TERHERAN-HERAN MELIHAT SUASANA RUMAHNYA. MENGAMATI KUE-KUE DI MEJA DAN BERSENGUT. IA BARU SAJA DATANG DARI MAIN BOLA. KERINGAT DAN AIR HUJAN BERSATU DI DADANYA YANG TELANJANG. AMAT MASIH CELINGUKAN ANTARA MENGAMBIL KUE DAN SEGAN KETIKA MELIHAT IBUNYA MUNCUL.

  IBU AMAT Ssstttt.

  AMAT TERKEJUT

  AMAT

  Apa? Pakai ssttt segala? Kue itu untuk siapa kalau bukan untukku? Anak ibu berapa jumlahnya? CARA AMAT BERBICARA MENIRU KALAU IBUNYA TENGAH MENGOMEL

  IBU AMAT Duduk yang baik. Seharian aku mencarimu.

  KINI AMAT MULAI LEBIH BERANI UNTUK MENGAMBIL KUE

  IBU AMAT Sssttt. Pak Broto kemari.

  TANGAN AMAT SUDAH DI ATAS KUE. TAPI TERTARIK TERHENTI DENGAN MENDADAK. KEPALANYA MENOLEH SEAKAN INGIN MENANGKAP SUARA

  IBUNYA LEBIH YAKIN

  IBU AMAT Pak Broto, guru kelasmu. AMAT (Setengah Kurang Percaya).

  Mana? Ada persoalan apa?

  IBU AMAT Mencarimu. Itulah yang mengejutkan. AMAT

  Wah!

IBU AMAT

  Soal apa? IBU AMAT TERDIAM. IBUNYA KUATIR TIBA-TIBA PAK BROTO SUDAH MUNCUL. BERSAMA DENGAN PAK AMAT. PAK AMAT NAMPAK SANGAT MENGHORMAT, TAKUT DAN SETENGAH SEGAN. PAK BROTO TERSENYUM MEMANDANG KEARAH AMAT.

PAK BROTO

  Dari mana? AMAT TERSENYUM AGAK HERAN.

  IBU AMAT Masak diam saja. Ditanya Pak Guru kok diam saja. Nanti disangka anak bisu. AMAT (Masih Tersenyum)

  Ah, pak guru sudah tahu, bu.hujan begini kan biasa main bola. Sudah lama, Pak?

  IBU AMAT Sudah sejak tadi. PAK BROTO Tadi kami melihat-lihat patung yang kamu buat. Baru saja diantarkan bapakmu.

  MEREKA DUDUK. IBU AMAT MEMPERSILAKAN MINUM. KEMUDIAN MENARIK TANGAN AMAT.

  IBU AMAT Pakai baju dulu, nanti masuk angin. AMAT Dari dulu tidak pernah masuk angina kalau tanpa baju.

  IBU AMAT Ada Pak Guru. Tidak sopan.

  IBU AMAT LANGSUNG MENDEKATI ANAKNYA. DAN MENARIK DAUN TELINGANYA. TIDAK SAKIT MEMANG, NAMUN AMAT SAMBIL MENGIKUTI TARIKAN IBU BERTERIAK SEAKAN KESAKITAN. AYAHNYA MELIHAT SAMBIL

  MENGGELENG-GELENGKAN KEPALANYA. SEMENTARA PAK BROTO HANYA TERSENYUM. AMAT MENGIKUTI IBUNYA YANG MENGAMBIL BAJU DAN MEMAKAINYA SEKALIGUS.

  AMAT Baju baru. Malu ah.

  IBU AMAT Diam dan menurut, seperti waktu kecil. AMAT Masih bau toko.

  SAMBIL MENCIUM LENGAN BAJU.

IBU AMAT

  Kalau tidak mau pakai,

  (Sambil Berusaha Melepaskan Kembali) Lebih baik pakai gombal sobek saja.

  AMAT Kan yang malu nanti ibunya.

  IBU AMAT Manja amat. Kan ditunggu Pak Guru. AMAT

  Apa perlunya? Kenapa melihat patung-patung? Mau beli?

IBU AMAT

  Ingin melihat hasil karyamu

  AMAT

  Itu tidak biasanya. Di sekolah tadi atau sejak aku sekolah tak pernah menanyakan. Heran!

  IBU AMAT Jangan-jangan karena kau lalai membayar uang sekolah. AMAT Soal itu salah ibu.

  IBU AMAT Jika begitu…..

  AMAT MENGANCINGKAN BAJUNYA SAMBIL BERJALAN KE DEPAN MENEMUI AYAHNYA DAN PAK BROTO YANG ASYIK BERBICARA.

  PAK BROTO Tadi ada berita dari Semarang. Bahwa patung yang kau pamerkan mendapat perhatian besar.

  Aku kemari ingin melihat mana patung karyamu yang lain.

  AMAT Tidak ada, Pak. Karya ayah lebih banyak. PAK BROTO

  Karyamu sendiri?

  AMAT Hanya yang di Semarang. Selama ini kan saya hanya membantu ayah saja. PAK BROTO

  Kalau membuat baru bisa?

  AMAT Bisa sekali. PAK BROTO

  Kapan bisa selesai?

  AMAT

  Seminggu, Pak (Amat memperlihatkan patung kecil dari batu, membentuk garuda).

  Yang seperti ini.

PAK BROTO

  Kau boleh tidak masuk. Nanti aku yang mengatur waktu pelajaranmu. Baiklah besok kucarikan batu yang baik sebagai bahan.

  PAK AMAT Tak usah Pak Guru, disini banyak sekali. PAK BROTO

  Ongkosnya?

  PAK AMAT Tak usah, janggal nanti malahan. PAK BROTO

  Wah, bagaimana ini?

  AMAT

  Pak Guru terima jadi saja. Pak Guru ingin patung apa? Garuda atau banteng?

  PAK BROTO Saya hanya ingin menyimpan hasil karya murid saya. Banteng ya boleh, garuda lebih suka. AMAT Wah, Pak Guru bakal dapat banyak. Setiap murid kan bisa membuat patung. PAK BROTO

  Tidak dari semuanya. Memangnya mau dagang sendiri? SEMUA TERTAWA SENANG. MASIH ADA SEDIKIT PEMBICARAAN LAGI SEBELUM AKHIRNYA PAK BROTO PERMISI AKAN PULANG.

  AMAT

  Kok tergesa-gesa?

  PAK BROTO Sudah sejak tadi. Waktu kau masih main bola, kami sudah menghabiskan selusin kue.

  SETELAH BERJABAT TANGAN DENGAN PAK AMAT, DAN MENGANGGUK KE ARAH IBU AMAT. SERTA MENGELUS KEPALA AMAT, PAK BROTO PERGI. DIANTARKAN PAK AMAT SAMPAI PINTU. AMAT MELIHAT SEJURUS.

  AMAT Ada baiknya Pak Broto membayar.

  IBU AMAT Haasssshhhh. AMAT Bukankah….

  IBU AMAT Haashhh. Pak Guru belum jauuh benar.

  AMAT MENGANGGUK. BARU KEMUDIAN MAKAN KUE. AGAK BERLEBIHAN DAN TERGESA. SEHINGGA SULIT DITELAN.

  IBU AMAT Seperti kelaparan saja. AMAT

  Bukan seperti. Memang kelaparan. Habis kalau tidak ada tamu saya tak pernah diberi kue.

  PAK AMAT Sudahlah. Makan ya makan. Tidak usah banyak komentar. AMAT

  Habis ibu…

  PAK AMAT Sudah. Soal kue sudah. Habiskan kalau memang kuat perutmu. AMAT Ini baru ayah yang baik. PAK AMAT

  Ada yang lebih penting dari sekedar kue. Tadi Pak Broto datang. Dan itu tak biasa bagi kehidupan kita. Ternyata inti kedatangannya ingin melihat patung karya Amat yang lain. Berarti ada perhatian yang besar. Padahal pameran itu diadakan di Semarang.

  AMAT Khusus pameran kerajinan tangan anak-anak Sekolah Dasar seluruh Jawa Tengah. PAK AMAT

  Dan karyamu menarik perhatian. Berarti…

  IBU AMAT Tahun depan kau naik kelas. AMAT Berarti aku nanti malam boleh nonton Wayang Kulit. PAK AMAT

  Tunggu dulu…

  AMAT

  Boleh kan? Kalau Pak Guru saja memberi ijin untuk tidak mengikuti pelajaran, masak ayah melarang nonton Wayang Kulit. Hanya karena takut paginya terlambat sekolah.

  PAK AMAT Tunggu dulu. Berarti, kau harus makin sungguh-sungguh membuat patung. AMAT

  Boleh kan? Nonton Wayang?

IBU AMAT

  Itulah kalau terlalu dimanja.

PAK AMAT

  Siapa yang memanjakan? Kau atau aku?

  AMAT

  Tidak ada. Nonton Wayang Kulit saja tidak boleh. Kok dimanjakan. Kris boleh nonton. Manowo boleh nonton. Aku..

  PAK AMAT Boleh juga. AMAT Ini baru putusan jitu.

IBU AMAT

  Khusus untuk malam nanti. Apa ceritanya?

  AMAT (Meledek)

  Mau ikut?

  IBU AMAT Kalau ayahmu boleh. PAK AMAT Boleh. Untuk malam ini saja. AMAT &

  Ini baru putusan yang jitu!

  IBU AMAT (MEREKA TERTAWA LIRIH.. BAHAGIA. SUROTO MASUK. IA KEHERANAN MEMANDANG SEKELILING.

  SUROTO Semua kok tertawa. AMAT Aku mau nonton wayang kulit. SUROTO Aku ikut. AMAT

  Kau hanya pindah tempat tidur. Mengapa kemari?ingin main sepak bola lagi?

  SUROTO

  Bukan, tadi ada tamu.

  AMAT Sudah tahu. SUROTO Pak Guru….. AMAT

  Sudah tahu…

  SUROTO Pak kepala sekolah. AMAT Guru kelasku, bukan kepala sekolah. SUROTO Pak Indra. AMAT Pak Broto. SUROTO Itu masih di luar.

  TERDENGAR SUARA “ASSALAMUALAIKUM” DI LUAR.

  SUROTO Itu suara Indra. AMAT Ya, kepala sekolah yang baru. Meskipun jarang mendengar, suara itu sangat kami hapal.

IBU AMAT

  Persoalan apa? Jangan-jangan…

  AMAT Ini bukan soal uang sekolah yang terlambat. Jelas. PAK AMAT

  Tunggu dulu… TERDENGAR SUARA “ASSALAMUALAIKUM” LAGI. YANG LEBIH KERAS.

  AMAT

  Tak salah lagi. Suaranya khas. Tak ada suara yang lebih ditakuti diseluruh sekolah kecuali dia.

  IBU AMAT Suaranya berwibawa.

  PAK AMAT KE DEPAN, LALU TERDENGAR PERCAKAPAN KECIL. MENYILAHKAN MASUK. PERKENALAN DIRI DAN SEBAGAINYA.

PAK INDRA

  Apa kabar Amat? AMAT TERSIPU HINGGA PAK INDRA MENGULANGI LAGI.

  AMAT

  Kabarnya baik saja, Pak. Katanya ke Semarang?

  PAK INDRA Baru saja datang. PAK AMAT Mari, Pak duduk dulu.

  IBU AMAT Mari, Pak. Silahkan.

  SEMUA DUDUK. MENGAMBIL TEMPAT SEPERTI PAK BROTO. HANYA SAJA KALI

  INI TEMPAT DUDUK PAK BROTO DIGANTI PAK INDRA. SUASANANYA JUGA SAMA, PERBEDAANNYA KINI SUASANA MENGHORMATI. SUASANA YANG DIPENUHI RASA SEGAN. LEBIH BERLIPAT DAN MENEKAN. IBU AMAT MENGATUR KURSI DAN MENAMBAH YANG BARU. JUGA MINUMAN YANG BARU.

PAK INDRA

  Dalam pameran karya anak-anak sekolah, kita menjadi nomer satu, karena patung Amat yang berjudul Adipati Karna mendapat hadiah utama. Kau telah membuat kami semua bangga.

  (Setelah minum sejenak).

  Desa Kali Putih menjadi dikenal semakin luas. Saat ini juga saya kemari. Ingin mengumpulkan karyamu yang lain. Siapa tahu akan banyak membantu keuangan.

  AMAT Selama ini sudah begitu, saya dan Suroto membantu keuangan ayah. PAK INDRA

  Yang karyamu sendiri?

  AMAT Sekarang belum ada. PAK INDRA

  Jadi selama ini apa yang kamu buat?

  AMAT Membuat nisan. PAK INDRA Jangan berolok-olok. PAK AMAT Benar, kami lebih banyak membuat nisan katimbang patung. PAK INDRA

  Maukah kau membuat untukku?

  AMAT Dengan senang sekali, Pak. PAK INDRA

  Kapan selesai?

  AMAT

  Seperti yang untuk pameran itu, Pak?

  PAK INDRA Boleh juga. AMAT Seminggu. PAK INDRA Bagus. AMAT Akan tetapi giliran Pak Indra pada minggu ke dua. Pak Broto telahmemesan sebelumnya. PAK INDRA

  Tak apa, ia bisa mengalah. Berapa biayanya, Mat?

  AMAT Tak usah Pak Guru pikirkan.

IBU AMAT

  Batunya tinggal mencari ke sungai, Pak Guru. Tinggal membuat.

PAK INDRA

  Terima kasih kalau begitu. Tetapi biasanya harganya berapa?

  AMAT Tak tentu. PAK INDRA

  Tak tentu?

  PAK AMAT Tigaribu juga sudah lumayan. AMAT Adakalanya dibeli limaribu rupiah, Pak. PAK INDRA Padahal hanya dikerjakan seminggu. Banyak duit, Mat. AMAT

  Mestinya begitu, Pak. Kalau laku. Kadang sebulan tak ada yang membeli. Makanya lebih suka membuat nisan. Pasti ada pembelinya. Meskipun harganya rendah.

  PAK INDRA Soal belajarmu nanti bisa diatur. Akan kita bicarakan dengan Pak Broto. AMAT Wah, kalau semuanya dapat perkecualian sekolah kita dapat bubar.

IBU AMAT

  Kenapa?

  AMAT Kan semunya membuat patung. Kris, Manowo, Tedi membuat semua.

  IBUNYA TERTAWA KERAS. AYAHNYA TERTAWA, LEBIH PELAN.

  PAK INDRA Tidak semuanya mendapat perkecualian, meskipun semua membuat patung. Milikmu istimewa.

  Hasil karyamu istimewa.

  AMAT Bapak membuat saya bangga. PAK INDRA

  Nyatanya hasil patungmu dinilai nomer satu. Mendapat penghargaan dari Pak Gubernur dan hadiah. Sedangkan kita mengirim banyak patung dalam pameran tersebut.

  (Melihat jam tangannya).

  Sudah larut, lagipula saya ada pekerjaan di rumah. Lebih baik saya pamit dulu.

  (Berdiri dan bersalaman).

  Jangan lupa Mat ya? AMAT MENGANGGUK. PAK INDRA DIANTARKAN PAK AMAT KELUAR RUMAH. KINI GILIRAN SUROTO YANG MEMAKAN KUE LAHAP. IBUNYA HANYA MELIHAT SAJA.

  IBU AMAT Hebat. Belum pernah ada tamu hebat berturut-turut datang masuk ke rumah ini. PAK AMAT (setelah mengantar tamu).

  Mimpi apa kau semalam?

  AMAT Tidurnya terlalu lelap tak sempat mimpi.

  IBU AMAT Patungmu jadi rebutan. Kau bakal naik kelas. PAK AMAT Jangan terlalu gembira.

  IBU AMAT Sudah pasti. Kan bapak kepala sekolah sendiri sudah kemari.

  (Kepada amat).

  Buatkan patung yang benar-benar hebat Mat. Aku akan membantu.

  AMAT Aku ingin nonton wayang. SUROTO Ikut. PAK AMAT Lebih baik kau bikin sket. Atau memilih batu yang baik.

  AMAT

  Wah, saya kan mau nonton. Tadi janjinya…

PAK AMAT

  Kau mau bikin patung apa?

  AMAT Kan waktunya masih seminggu.

  TIBA-TIBA TERDENGAR ASSALAMUALAIKUM LAGI. LIRIH KINI. SUROTO CEPAT BERJALAN KELUAR. DAN TERGESA KEMBALI.

  AMAT

  Pak Broto sudah, Pak Indra sudah, siapa lagi?

  SUROTO

  Pak Lurah dan…

  AMAT

  Siapa?

  SUROTO

  Aku belum mengenal, cuma…Cuma kau takut!! PAK AMAT KEMBALI KE DEPAN. DISUSUL BU AMAT. YANG SEGERA KEMBALI. TANGANNYA MENUDING KESANA- KEMARI.

  IBU AMAT Sana bereskan segalanya. Minuman bawa ke belakang.

  (Pada suroto).

  Roto, jangan habisi kue.

  (Kepada amat).

  Mat, bajunya jangan dilepaskan dulu. Pak Lurah dan Pak Camat datang.

  AMAT Bukan soal uang sekolah. SUROTO Kau tampaknya tak enak hati, kak. AMAT

  Kalau tam uterus menerus begini, aku tak jadi nonton.

  SUROTO Aku juga.

  MENYESAL. KERIBUTAN MULAI LAGI. SEPERTI SEMULA, IBU AMAT MEMRINTAH KESANA-KEMARI DENGAN SUARA, PAK AMAT MENGHORMAT, SERTA SUARA- SUARA MENANYAKAN AMAT, SERTA PATUNG ADIPATI KARNA DAN SEBAGAINYA.

BABAK II

  SEKOLAH DASAR KALI PUTIH. RUANG UTAMA NAMPAK, SEDIKIT, DIHIAS. ADA KERAMAIAN AKAN TERJADI. TIDAK SEPERTI BIASANYA, ANAK-ANAK SEKOLAH MENGENAKAN SERAGAM PRAMUKA. BERKUMPUL DAN SALING BERBICARA, SANGAT ASYIK. PEMBICARAAN TERUS MENGALIR. DAN TIBA-TIBA SETENGAH BERHENTI KETIKA AMAT MUNCUL. SECARA TIBA-TIBA SAJA IA MENJADI PUSAT PERHATIAN.

  YANTI (Mengulurkan Tangan) Selamat.

  (Amat Menyahuti Dengan Ogah-Ogahan).

  Sebagai kakak perempuannya, aku ikut bangga. Nanti ada upacara.

  AMAT Hampir tiap hari ada upacara. YANTI

  Jangan sok. Tak baik. Kau harus cukup bangga, tapi tak usah besar kepala. Ya meskipun prestasimu memungkinkan untuk itu. Hari ini Pak Bupati datang mewakili Pak Gubernur.

  AMAT

  Permadi, kau yang menjaga pameran di Semarang. Bagaimana sebenarnya cerita sesungguhnya?

  PERMADI

  Jadi kau masih belum percaya?

  AMAT Jangan memaksa untuk percaya. Aku kan belum mendengar secara lengkap. PERMADI

  Patung Adipati Karna memperoleh penghargaan nomer satu. Dibeli dengan uang lima puluh ribu rupiah. Mau dengar lagi? Lima puluh ribu rupiah yang akan diserahkan Pak Bupati atas nama

  Pak Gubernur.

  AMAT

  Lima puluh ribu rupiah, untuk patung yang sekecil itu?

  YANTI Kita cuma senang. Turut senang. AMAT Aku sendiri senang. Karena hari ini tak ada pelajaran.

  TERJADI KERIBUTAN. SEDIKIT KERIBUTAN. “PAK BUPATI DATANG”, PAK BUPATI DATANG YANG DISERUKAN BERULANG-ULANG. SEMUA MENENGOK KEARAH DATANGNYA SUARA. PAK INDRA, PAK BROTO KELIHATAN MENYAMBUT. JUGA HADIR PAK LURAH, PAK CAMAT, SERTA PENGURUS LENGKAP, GONG BERBUNYI).

  YANTI Inilah upacara yang kita tunggu. PERMADI Hari yang bersejarah.

  SEMUA BERKUMPUL. MULAILAH PIDATO. PERTAMA KALI, TENTU SAJA PAK

  INDRA, YANG MENGULANGI PENJELASAN TENTANG KEMENANGAN AMAT. DAN KEMUDIAN TEPUK TANGAN DIMULAI KETIKA PAK BUPATI MAJU KE TENGAH DAN MULAI PIDATO.

PAK BUPATI

  Tak ada yang lebih menggembirakan kerja saja, selain hari ini. Sekolah Dasar Kali Putih memenangkan hadiah utama.kalau yang menang sekolah di kota, kita maklum. Akan tetapi sekolah Kali Putih. Sekolah di lereng Gunung Merapi. Desa yang penuh batu dan pasir, sebagai mata pencarian utama. Dan atas kemurahan Tuhan Yang Maha Esa, lewat seorang anak bernama Amat, kemiskinan desa kita menghasilkan sesuatu yang lain. Bagi guru-guru dan kami sendiri. Justru dengan latar belakang yang seperti ini, kita mampu berdiri.

  (Ajudannya maju memberikan map. Pak bupati membuka map dan mengambil amplop).

  Atas nama Pak Gubernur dan seluruh rakyat Jawa Tengah kami serahkan penghargaan ini. AMAT DIDORONG-DORONG MAJU KE DEPAN. IA MENOLAK. TAPI DISERET OLEH PERMADI.

  PERMADI (berbisik).

  Kau harus mengucap terima kasih.

  AMAT

  Itu soal mudah.

  (Akhirnya amat maju. Menerima amplop dan berjabat tangan. Kemudian amat dipersilahkan mengucapkan terima kasih).

  Kawan semua, jangan berkecil hati. Kalaupun saya menang itu bukan berarti lebih dari kalian semua. Bapak Gubernur ingin membantu sekolahan kita. Jadi kalau aku tidak ikut, hadia itu akan diberikan salah seorang dari kita. SEMUA TERKEJUT. JUGA PAK BUPATI, PAK INDRA DAN PAK BROTO. DENGAN SEGERA MENGAJAK PAK BUPATI KE RUANGAN YANG LAIN. SEMETARA ITU AMAT TERCENGANG SENDIRIAN. IA DIKERUBUNGI TEMAN-TEMANNYA.

  YANTI

  Mengapa kau begitu lancang?

  AMAT

  Apakah ada yang keliru tata bahasanya?

  PERMADI

  Mengapa kau berkata seperti itu?

  AMAT

  Bukankah itu wajar? Kalian tahu sendiri. Kita semua membuat patung batu. Patungku tidak istimewa. Kristanto membuat patung Karna juga. Manowo malah membuat patung Gatotkaca. Lebih besar dan lebih bagus. Semua anak Kali Putih membuat patung. Seperti juga orang tuanya.

  PERMADI Tapi kaulah yang terbaik. AMAT Ini tidak jujur. YANTI

  Apa?

  AMAT Ini tidak jujur. YANTI

  Apanya yang tidak jujur?

  AMAT Aku mengerjakan bersama ayah. SEMUA

  Ssssssttttttt….

  YANTI Jangan keras-keras nanti kedengaran Pak Bupati. AMAT

  Jadi kau tahu?

  YANTI Ya. AMAT

  Sejak semula kau tahu?

  YANTI

  Ya. Bahwa ayah yang memilih batu. Meski kau yang memberikan sketsa Karna sedang mendongak ke langit.

  AMAT Seharusnya ayah yang menerima hadiah itu. YANTI Tak mungkin. AMAT

  Memang tidak. Karena ayah tidak sekolah. Aku sendiri tidak berhak menerima. Sebaiknya kukembalikan saja. Sebelum Bapak Bupati pergi. AMAT MEMBERONTAK DARI KERUMUNAN, IA MENCOBA LEPAS. PERMADI MENAHAN SEKUAT TENAGA. MEMEGANG BAJU AMAT DENGAN SERENTAK KERAS. DAN MENARIK.

  PERMADI Jangan, Mat.

  (Amat nampak heran).

  Jangan, Mat. Jangan. Tidakkah kau berpikir bahwa jika kau kembalikan sekolah kita tidak nomer satu?

  AMAT Memang tidak. PERMADI Gila kau.

  AMAT

  Tetapi aku tidak berhak atas uang itu. Bayangkan lima puluh ribu rupiah. Betapa besar dosa yang kutanggung.

  TEDI Itu soal uang. Tapi yang kita persoalkan, mengenai penghargaan yang diberikan sekolah kita.

  Apakah kebanggaan ini akan kau buyarkan begitu saja? Sebagai ketua umum aku tak suka kamu main gila. AMAT MENAHAN LANGKAH. SEMUA MEMANDANGKE ARAHNYA. YANTI MENDEKATI DAN MEMBELAI ADIKNYA.

  YANTI

  Meskipun kita tidak serumah, karena aku di rumah paman, tetapi aku mengetahui pasti kerisauanmu. Aku menyadari. Namun kau tak usah mengembalikan.

  AMAT Aku tak bisa membohongi diriku sendiri. YANTI Kau perlu berkorban sedikit. Untuk kepentingan bersama. TEDI

  Seluruh sekolahan…

  YANTI Memang berat, tapi kau harus menahan diri. Supaya kita semua tidak malu.

  AMAT BIMBANG. TEMAN-TEMANNYA SENANG MELIHAT PERUBAHAN INI.

  AMAT Aku harus mengembalikan. YANTI

  Jika aku melarang? AMAT MENGANGGUK.

  TEDI

  Dan seluruh teman menghalangimu? AMAT MENGANGGUK.

  MANOWO Jangan serahkan dulu. Kita panggil Pak Guru.

  MANOWO BERJALAN DIANTARA KERUMUNAN. KEMUDIAN KEMBALI BERSAMA PAK BROTO YANG KEMUDIAN MEMBUJUK NAMUN KELIHATANNYA TIADA HASIL. JALAN BUNTU. PAK BROTO PERGI DAN KEMBALI BERSAMA PAK INDRA. DAN PAK LURAH DAN PAK CAMAT. AMAT DIKELILINGI

PAK INDRA

  Apakah putusanmu tidak berubah?

  AMAT Tetap, Pak. PAK INDRA

  Apakah kau ingin kelihatan gagah? Ataukah kau merasa seorang jagoan? AMAT MENUNDUK. TANGANNYA YANG MEMEGANG AMPLOP GEMETAR.

  AMAT Tidak. PAK INDRA

  Uang itu bisa disimpan dalam Tabanas. Dikemudian hari kau pasti memerlukan. Pasti. Untuk bayaran sekolah bulan lalu dan untuk sekolahmu yang akan datang. Pikirkan dulu sebelum kau serahkan.

  AMAT Semalam saya telah yakin apa yang harus saya kerjakan. Saya malu karena ini bukan hak saya. PAK INDRA

  Kau mengerti akibatnya untuk sekolahan kita?

  AMAT

  Ya. Telah saya pikirkan. Apakah Pak Indra melarang saya mengembalikan?

  PAK INDRA Tidak. Saya tak melarang. Pak Lurah tak melarang. Pak Camat tak melarang. Tetapi ingatlah.

  Akibat untuk dirimu, untuk sekolahmu, dan untuk desa semua. Saran saya boleh diturut dan boleh tidak. AMAT MENDONGAK. DIPEGANGNYA AMPLOP ITU.

  AMAT Akan saya kembalikan.

  AMAT BERJALAN. MENUJU PAK BUPATI. DENGAN GEMETAR DISERAHKAN KEMBALI AMPLOP ITU.

  Maaf. Dengan sangat menyesal saya kembalikan amplop dan penghargaan dari Pak Gubernur. Saya tidak berhak menerima. Patung tersebut saya kerjakan bersama ayah saya.

  AMAT MENCOBA MENJABAT TANGAN PAK BUPATI LALU MUNDUR. LANGKAHNYA PELAN. SEMUA MEMANDANG KETIKA AMAT LEWAT. PAK LURAH MEMBERI JALAN TANPA MENOLEH. PAK INDRA BERDIAM SAJA. KETIKA AMAT LALU DI DEPANNYA. JUGA PAK BROTO, DAN MEMANDANG DENGAN PERASAAN TERTENTU. KASIHAN DAN MASA BODOH. AMAT BERJALAN SENDIRIAN, DAN GONTAI.

  

BABAK III

ADEGAN I

  DI BENGKEL KERJA PAK AMAT. PAK AMAT TENGAH BEKERJA MENATAH PATUNG BATU. YANTI MEMANDANG DARI DEKAT. AMAT SENDIRI TENGAH MERAMPUNGKAN SEBUAH PATUNG, TIDAK SEBESAR YANG DIKERJAKAN AYAHNYA. DI SEKITARNYA BEBERAPA BONGKAH BATU YANG SETENGAH JADI, SUDAH JADI, MAUPUN TELAH RAMPUNG SEBAGAI PATUNG.

  YANTI

  Masih jadi pertanyaan dalam hatiku. Sebagai saudara kandung aku ternyata tidak pernah mengenalmu secara dekat. Bukan karena sejak kecil aku ikut paman. Tapi….

  AMAT

  Soal pengembalian itu lagi?

  YANTI

  Tahukah kau bahwa Pak Indra kecewa?

  AMAT Tahu. YANTI

  Tahukah kau bahwa Pak Bupati sendiri kecewa?

  AMAT Tahu. YANTI Bahwa aku sendiri kecewa. AMAT

  Ha… ha… ha..

  YANTI

  Tetapi mengapa kau lakukan juga?

  AMAT

  Aku akan mendapatkan penghargaan itu secara lebih jujur. Aku bisa memperolehnya tanpa bantuan siapa saja.

  YANTI

  Kapan?

  AMAT Tahun depan atau tahun depan lagi. YANTI Hanya untuk itu kita semua kecewa. AMAT Tak apa. Sesekali ada baiknya merasa kecewa.

  YANTI MENGELUARKAN TAS SEKOLAH MENGELUARKAN PINSIL.

  YANTI

  Inilah pinsil gambar yang kau pinjam. Sesuatu yang bisa kau miliki sendiri jika… AMAT YANG SIAP MENERIMA ULURAN MENJADI TERTAHAN. AMAT MENOLAK. TAPI YANTI TETAP MEMAKSA. AMAT MENERIMA DENGAN KAKU.

  AMAT Soal pensil kan kau bisa memberikan. YANTI

  Apakah bapak setuju apa yang dilakukan Amat?

  PAK AMAT Amat sendiri telah berpikir sebelum melakukan itu. Saya tinggal menyetujui saja. YANTI

  Ayah tak memarahi?

  PAK AMAT Marah tak bakal merubah si Amat. YANTI

  Resiko Amat terlalu besar. Ia mengecewakan semua guru dan pejabat di sini.

  AMAT Jangan menambah rasa takutku, kak.

  

(Pak amat terus bekerja. Menatah dengan hati-hati. Begitu juga dengan amat. Kini mengangkat

tinggi-tinggi patung jendral sudirman).

  Kak Yanti, kau tahu patung siapa ini? Inilah patung pak Dirman tengah melambaikan tangannya. Bayangkan di depannya laskarnya sedang deville menghormat ke arahnya.

  YANTI

  Untuk siapa?

  AMAT Pak Indra. Akan kuantar sore ini. Juga pesanan pak Broto.

  (Katanya sambil menunjukkan patung garuda).

  Tolong ambilkan Koran. YANTI MENGAMBIL KORAN DAN MEMBUNGKUS KEMUDIAN MENGIKAT DENGAN SANGAT HATI-HATI.

  AMAT Inilah hasil karyaku sendiri. YANTI

  Dibayar berapa?

  AMAT

  Kata ibu, kalau diberi uang, harus dikembalikan. Kalau diberi kain sarung tak ada alas an untuk menolak.

  YANTI Mudah-mudahan diberi kain yang cocok untuk aku. AMAT

  Biasanya aku pergi bersama teman-teman yang lain. Kali ini aku pergi bersama saudaraku sendiri. Sebagai pengganti teman-teman yang kini menjauh.

  (Suaranya sedikit parau. Menoleh ke ayahnya).

  Aku berangkat dulu.

  AYAHNYA MENGANGGUK. YANTI MEMBAWA PATUNG YANG KECIL. AMAT MEMBAWA PATUNG YANG BESAR. MEREKA BERJALAN BERSAMA. SALING BERBICARA PELAN, RUKUN , TERUS BERJALAN.

BABAK IV

  ADEGAN II AMAT BERJALAN DI DEPAN DIIKUTI YANTI. MEREKA SAMPAI DI RUMAH PAK BROTO. YANG KALA ITU BERADA DI HALAMAN. MASIH MEMAKAI KAOS SPORT.

  AMAT Selamat sore, pak…. PAK BROTO

  Sore, darimana kalian?

  AMAT Dari rumah. YANTI

  Badminton pak, ya?

  PAK BROTO Sekedar latihan. Duduklah. Saya ingin mengeringkan keringat dan mandi dulu. AMAT Hanya sebentar, kok pak. Menyerahkan ini.

  SAMBIL MENUNJUKKAN YANG TERBUNGKUS KORAN

PAK BROTO

  Apa itu? AMAT MEMBUKA BUNGKUS KORAN PATUNG GARUDA . AMAT MENGACUNGKAN KE ATAS.

  AMAT Ini pesanan pak guru. PAK BROTO Ah, sekarang tak begitu suka burung garuda. YANTI

  Lebih senang banteng, barangkali?

  PAK BROTO Tak usah repot. Nanti aku ambil sendiri daripada merepotkan kalian. Aku kan bisa beli sendiri. AMAT Tetapi…. PAK BROTO Tak usah. Rumah ini sempit. Bawa saja pulang. YANTI

  Bagaimana kalau ditaruh di kelas?

PAK BROTO

  Boleh saja. Asal ada persetujuan seluruh kelas. Bagaimana jika dirundingkan besok pagi di dalam kelas saja?

  YANTI Lebih baik memang begitu. PAK BROTO Silahkan duduk dulu. Saya mandi sebentar. Keringat sudah kering. AMAT & YANTI Terima kasih pak. Kami akan ke rumah pak Indra sebentar.

  AMAT DAN YANTI MINTA DIRI. MELANJUTKAN PERJALANAN. KINI NAMPAKNYA BAIK AMAT ATAUPUN YANTI MEMBAWA BEBAN YANG JAUH LEBIH BERAT. NAMPAK SANGAT KELELAHAN DAN KESAL.TAPI TERUS SAJA BERJALAN.

  

BABAK V

  ADEGAN III MEREKA TERUS BERJALAN HINGGA AKHIRNYA SAMPAI DI RUMAH PAK INDRA. LEBIH MEWAH KEADAANNYA, NAMUN LEBIH SURAM SUASANANYA. SEORANG PEMBANTU KELUAR DAN BERCAKAP SEBENTAR SAMBIL MENGGELENGKAN KEPALANYA .LALU AMAT MENDESAK DAN PEMBANTU ITU MASUK. MEREKA BERDUA MENUNGGU SEBENTAR SAMPAI IBU INDRA DATANG.

IBU INDRA

  Oo, Amat dan Yanti. Mari-mari. Mau ketemu bapak? Sayang baru pergi. Baru saja. Mungkin belum jauh benar. Padahal seharian tadi di rumah terus. Ada perlu apa, nak?

  AMAT

  Mau menyerahkan patung ini. SAMBIL MEMBUKA KORAN PENUTUP PATUNG JENDRAL SUDIRMAN.

BU INDRA

  Alangkah bagusnya. Ini hasil karyamu sendiri, ya?

  YANTI Dan sudah dipesan bapak. BU INDRA

  Sayang bapak lagi pergi. Dan saya tidak bisa memberi putusan apa-apa. Mungkin jalan paling baik kalian berdua menunggu. Tapi, ini susahnya, saya tak dapat menetukan kapan pulangnya. Berangkatnya baru saja dan lagi, ini memang kebiasaan bapak, tak pernah memberi tahu kemana perginya, untuk urusan apa dan berapa lamanya. Saya sendiri jarang menanyakan, urusannya sendiri-sendiri. Jadi bagaimana enaknya? Kalian berua menunggu disini? Tak apa-apa kan? Silahkan duduk. Saya menyelesaikan urusan di dapur. Maklum, pembantunya hanya satu dan…

  AMAT

  Bagaimana kalau ditinggal saja, bu?

  IBU INDRA Boleh saja. Hanya saya kurang berani. Boleh dikatakan begitu. Lucu ya, kedengarannya. Istri kok takut sama suami. Tetapi begitulah kenyataannya. Bapak kalau lagi marah, wah, ini sebenarnya rahasia. Tak ada yang berani mendekat. Soalnya menambah marah. Jadi kita diam saja. Terus diam. Tak ada yang mendekat sampai kemarahannya pulih kembali. Kalau bapak sudah tertawa-tawa, itu tandanya sudah pulih. Apalagi soal patung. Hari ini bapak lagi uring- uringan. Lihat patung salah. Tidak lihat salah. Diletakkan di tengah salah. Diletakkan di pinggir salah. Lihatlah, tak ada lagi hiasan di sini. Semua patung batu disapu bersih.

  AMAT Ngggnnnnnnngg…..

IBU INDRA

  Ini usul yang tidak simpatik. Bagaimana kalau dibawa pulang saja?

  YANTI Ngggnnnngggg..

IBU INDRA

  Memang. Sudah kukatakan tadi ini usul yang tidak, atau kurang simpatik. Rasanya seperti menyuruh kalian pulang. Ini tentu saja bertentangan dengan sopan santun yang diajarkan di sekolah. Nah, jika kalian berpikir begitu,lebih baik tunggu di sini. Ruangan ini terbuka luas untuk kalian.

  YANTI

  Apakah sebelumnya bapak tak pernah menyinggung patung yang dibuat Amat?

IBU INDRA

  Bukan tak pernah. Selalu. Selalu, baik pagi waktu sarapan, sampai malam hari sesudah makan malam. Tetapi kini terus terang saja, bapak lagi tidak suka sama patung. O, tadi sudah kami terngkan bukan? Sebabnya ialah, eng, ini kira-kiraku sendiri, bapak kecewa. Ia pernah berhubungan dengan pedagang barang seni. Lalu pedagang itu marah-marah. Dan sekarang bapak marah-marah.

  YANTI Pedagang….

  IBU INDRA Ini rahasia kita sendiri. Bapak sudah merencanakan menjual patung dalam jumlah yang besar.

  Mestinya ini hanya kira-kiraku saja, ada untungnya. Tapi entah kenapa, semuanya menjadi buyar.

  YANTI Ibu…..

IBU INDRA

  Saya tidak pernah menanyakan sebabnya. Memang tidak perlu pokoknya urusan rumah tangga selesai, urusan dapru selesai. Nah, kalau itu aku sudah merasa longgar. Memang tambah repot. Dulu sebelum bapak menjadi kepala sekolah, tidak begini, sekarang, jadi kepala sekolah malah lebih banyak marahnya.

  YANTI Bu…..

IBU INDRA

  Mungkin juga karena tanggung jawabnya lebih besar. Karena kekuasaannya tambah besar. Tapi sekarang jarang ada anak bermain di sini. Jarang sekali. Rasanya baru kalian sejak….

  

(Amat mengangkat kembali patungnya dan memberi isyarat yanti untuk mengangkat patungnya

pula).

  Jadi kalian setuju usul yang tidak simpatik ini? Nanti saya tunggu. Terus terang saja, ini rahasia kita saja, saya kesepian. Sekarang tak ada anak-anak yang les kemari. Tak ada, ah, berat juga tanggung jawab kepala sekolah.

  (Amat dan yanti minta diri).

  Jika bukan urusan patung, kita bisa bicara semalam suntuk. Atau, kalaupun urusan patung, nanti- nanti saja. Baiklah, selamat jalan. Sampai nanti. Nanti saya katakana pada bapak kalau kalian berdua datang kemari. Ya, salam hormat buat pak Amat dan bu Amat. Untuk bu Amat, kok lama tidak muncul arisan? Ya, ya, ya, sampai ketemu lagi. Hati-hati ya. DENGAN PENUH RASA HORMAT YANTI DAN AMAT BERJALAN PULANG. KINI DIPERJALANAN, PATUNG INI SANGAT MEMBERATI. SEAKAN TAK KUASA LAGI AMAT MENGANGKAT. MEREKA BERJALAN TERUS.

BABAK III

  ADEGAN IV AMAT BERIRING DENGAN YANTI. TIBA-TIBA DI SEBUAH JALAN. AMAT MENGHENTIKAN LANGKAHNYA. YANTI MENUNGGU, CEMAS. AMAT MENGANGKAT PATUNGNYA TINGGI-TINGGI KE UDARA.

  YANTI

  Kau mau membuangnya? (Amat menengok sebentar. Lalu membantingnya keras dan duduk menagis. Yanti mendekati).

  Pak Broto memang…

  AMAT Pak Broto memang jujur dan terus terang. Seperti juga pak Indra dan yang lainnya.

  AMAT MENCOBA MENGAMBIL PATUNG DARI TANGAN YANTI. YANTI MENAHAN SEBENTAR LALU MEMBERIKAN.

  YANTI Itu memang karyamu sendiri. Tapi kukira ayah tak senang mendengar ini. AMAT

  Ayah?

  YANTI Ayah yang selam ini tidak marah kepadamu.

  (Gerakan amat tertahan).

  Ayah ingin melihat kau membuktikan tekadmu. Menang dalam perlombaan secara jujur. Menang karena itu hasil karyamu sendiri, yang kau tangani sendiri. Dan kau telah menghasilkan. Apa artinya jika kau menghancurkannya?

  AMAT Ini tidak ada artinya. YANTI

  Yang menilai bukan satu dua orang. AMAT MELETAKKAN PATUNGNYA.

  AMAT

  Benar. Aku harus membuktikan. Supaya ayah tidak menyesal. Supaya aku sendiri tidak menyesal.

  YANTI Supaya aku tidak menyesal juga. AMAT

  Akan kubuat patung yang megah. Untuk membuktikan keampuhanku. Aku akan membuat patung Budha bersamadi. Seperti yang di Borobudur. AMAT BERJALAN BEGITU SAJA MENINGGALKAN YANTI. YANTI MENGAMBIL PATUNG TERSEBUT, DAN BERJALAN MENGEJAR ADIKNYA YANG TINGGAL BAYANGAN.

BABAK IV

  ADEGAN I SUASANA SEKOLAH DASAR KALI PUTIH, WAKTU ISTIRAHAT, SEMUA ANAK BERMAIN BERSAMA TEDI, PERMADI, MANOWO, DLL. MEREKA MAIN BOLA, MAIN PETAK UMPET, MAIN LONCAT. DALAM SUASANA BERGEMBIRA. AMAT HANYA BERDIRI DI TEPI. MENONTON, KETIKA LONCENG SEKOLAH BUBAR, SEMUA BERLARI SALING DORONG, BERCANDA, BERGEMBIRA. TAPI TIDAK UNTUK AMAT. IA NAMPAK SENDIRI DIANTARA KERIAHAN. TAK ADA YANG MENEGUR SAPA. TAK ADA YANG MENGAJAK BERCANDA. AMAT SENDIRI TIDAK BERUSAHA MENGAJAK. IA MELIHAT SEGALA KERAMAIAN DAN KEGIATAN. MELIHAT SAJA. JUGA PADA SUASANA YANG LAIN. SENDIRI. KESEPIAN MENGGURAT DI WAJAH AMAT. SATU-SATUNYA YANG SERING MENEMANI HANYALAH SUROTO KETIKA MEREKA MAIN BOLA.

  SUROTO

  Tidak main bola, kak?

  AMAT Bolanya Cuma satu. Nanti kalau bolanya dua aku akan ikut.

  KETIKA PADA PERMAINAN YANG LAIN.

  SUROTO

  Tidak ikut, kak?

  AMAT Tidak. SUROTO

  Kok tidak ikut?

  AMAT

  Kok Tanya terus?

  SUROTO Tidak boleh. AMAT Boleh. SUROTO

  Jadi kenapa?

  AMAT Tapi ini rahasia.

  (Suroto mendengarkan sungguh-sungguh).

  Saya sedang membuat rencana besar. Jangan bertanya. Akan kujelaskan padamu. Setiap hari Sabtu aku pergi ke Borobudur. Mempelajari patung yang besar. Aku akan membuat sebesar itu. Itu adalah rencana yang besar. Lebih besar dari sekedar main bola atau menangkap cengkerik.

  SUROTO Lebih besar dari main layang-layang. AMAT Jelas. SUROTO Aku ikut. AMAT

  Kau, tak bisa. Soalnya aku bermalam di sana. Hari Senin pagi baru kembali. Langsung ke sekolah.

  SUROTO

  Jadi?

  AMAT Kau harus menunggu sampai sebesar aku.

  SUROTO Ya, memang lebih baik. Aku menunggu. Tapi ibu sakit memikirkanmu. AMAT

  Memang sakit. Tetapi tidak selalu memikirkan. Untuk apa memikirkanku?

  SUROTO Kata kak Yanti, karena kau sekarang dijauhiteman-teman. AMAT Ya. SUROTO Diasingkan. AMAT

  Apalagi?

  SUROTO Kita ini orang gagal. AMAT Memang. Tetapi kita bukan orang jahat. SUROTO

  Mengapa diasingkan?

  AMAT

  Tidak diasingkan. Di sekolah akumasih bercakap dengan mereka bilamana perlu. Tetapi nampaknya mereka segan. Aku sendiri juga segan.

  SUROTO

  Apakah benar jika kau tidak mengatakan bahwa itu patung buatanmu bersama tak ada yang tahu?

  AMAT Mungkin. Tetapi kejujuran bermula dari hatiku sendiri. SUROTO

  Mengapa tak sayang uang?

  AMAT

  Siapa mengatakan itu?

  SUROTO Banyak.

  AMAT

  Siapa?

  SUROTO Semua. AMAT

  Katakan kepada mereka supaya membuat patung seperti aku. Agar menerima uang limapuluh ribu rupiah. Kepada siapa saja yang mengatakan soal ini. Tahu?

  SUROTO Akan kukatakan. AMAT Malam nanti kau menjaga ibu. Aku akan pergi ke Borobudur.

  AMAT BERLALU SAMBILMENGEMASI DAN MEMBUKA PERLENGKAPANNYA. SELIMUT DAN KAIN SARUNG. SERTA NASI DAN TEMPAT MINUM.

  SUROTO

  Naik truk lagi? HANYA ANGGUKAN SEBAGAI JAWABANNYA.

  

BABAK IV

ADEGAN 2

  RUMAH PAK AMAT, PAK AMAT SEDANG MENGERJAKAN SESUATU. ADA SUROTO DAN YANTI. ABU AMAT BERBARING. NAMPAKNYA MASIH KHAWATIR. MASIH CEMAS DAN MASIH ADA TANDA-TANDA SAKIT. SETIDAKNYA KESEHATAN YANG NORMAL BELUM TERLIHAT PULIH.

  IBU AMAT Ia makin sering ke Borobudur. PAK AMAT Janganlah terlalu dikhawatirkan.

  IBU AMAT Ini soal anak. PAK AMAT

  Amat bisa menjaga diri.

IBU AMAT

  Katanya ingin membuat patug Budha. Apa ini normal?

  PAK AMAT Normal saja.

  IBU AMAT Sebesar Amat. PAK AMAT

  Sebesar Amat ingin membuat patung Budha kan normal. Hasilnya, mungkin ia sadar hal itu mungkin. Keinginan itu sendiri apa salahnya.

  IBU AMAT Di sekolah dijauhi temannya. PAK AMAT

  Dan itu soal lain. Untuk sementara waktu ada baiknya. Kan Amat jadi risi jadi perhatian terus menerus, ditanya soal yang sama terus menerus. Ia perlu menenangkan diri.

  IBU AMAT Baginya, tak ada yang buruk. Semua baik. Semua beres. Juga anak yang ikut truk ke Borobudur. PAK AMAT Nanti juga datang.

  IBU AMAT Aku jadi sedih. YANTI Sudahlah bu. Tak ada gunanya menyesali.

  IBU AMAT Akan begini jadinya. Kasihan Amat. Ia pasti lekas tua. YANTI Ah, ada-ada saja.

  TERDENGAR ASSALAMUALAIKUM. SUROTO BERLARI KE DEPAN. DI DALAM HENING LALU SEGERA KEMBALI.

  SUROTO Pak Broto.

  IBU AMAT Aduh, pak Broto lagi. PAK AMAT Mari, kita persilahkan masuk. YANTI Kita benahi dulu. PAK AMAT

  Dengan siapa?

  SUROTO Dengan pak Indra.

  IBU AMAT Waduh, pak Indra juga. Jangan-jangan Amat membuat kesalahan lagi.

  YANTI MENENANGKAN IBUNYA. PAK AMAT KE DEPAN DAN MASUK LAGI BERSAMA PAK BROTO DAN PAK INDRA. TENTU SAJA MENGATUR RUANGAN YANG SEDERHANA AGAK REPOT.

PAK INDRA

  Katanya ibu sakit?

  IBU AMAT Hanya masuk angina. PAK AMAT Kena air hujan. PAK BROTO

  Mana Amat? SUASANA HENING DAN SALING PANDANG. TERDENGAR SUARA ASSALAMUALAIKUM LAGI.SUROTO BERLARI KE DEPAN DAN KEMBALI LAGI. AGAKNYA IA CUKUP DITUNGGU SEMUA MEMANDANG KE ARAHNYA.

  SUROTO Pak Lurah.

  IBU AMAT Tambah pak Lurah. SUROTO Dan seorang yang sangat dihormati.

  YANTI Pak Camat.

IBU AMAT

  Apanya yang gawat? PAK AMAT SEGERA KE DEPAN. LALU KEMBALI BERSAMA PAK LURAH DAN PAK CAMAT. TENTU SAJA MAKIN KIKUK. KARENA TAK ADA KURSI UNTUK MEREKA.

PAK LURAH

  Mana Amat?

  PAK INDRA Kami juga menanyakan. PAK CAMAT

  Sudah dengar beritanya?

  PAK BROTO Sudah.

  PAK AMAT DAN IBU AMAT HANYA SALING PANDANG. JUGA SUROTO DAN YANTI. AGAK LAMA TERHERAN-HERAN.

PAK LURAH

  Kami menanyakan Amat. Apakah masih di Borobudur?

  PAK AMAT Masih.

IBU AMAT

  Ada peristiwa apalagi? PAK LURAH, PAK CAMAT, PAK BROTO, DAN PAK INDRA. BERDIRI BERSAMA- SAMA TERSENYUM.

BABAK IV

  ADEGAN 3 PAK LURAH, PAK CAMAT, PAK BROTO, PAK INDRA TERSENYUM GEMBIRA. SEMENTARA TEDI, MANOWO, KRISTANTO, PERMADI DAN YANTI SERTA SUROTO DAN TEMAN-TEMAN YANG LAIN JUGA DALAM SUASANA GEMBIRA. IBU AMAT TERTAWA-TAWA BERSAMA IBU INDRA. TERJADI SEDIKIT KERIBUTAN KETIKA PAK BUPATI DATANG SALING BERSALAMAN SALING BERCAKAP-CAKAP. RUANGAN MERIAH. KETIKA AMAT MUNCUL SEMUA MENYALAMI. SATU PERSATU DENGAN MERIAH. IBU AMAT SAMPAI MELONJAK-LONJAK. DEMIKIAN JUGA YANTI. AMAT SENDIRI BERGEMBIRA. HANYA DENGAN AYAHNYA IA TAK BERJABAT TANGAN. HANYA BERPANDANGAN. KEMUDIAN MUNCUL PAK GUBERNUR. IA NAMPAK RAMAH, DAN TIDAK SUKA RESMI-RESMIAN KELIHATANNYA. LANGSUNG MENDEKATI AMAT DAN MENJABAT TANGANNYA. ACARA BERLANGSUNG.

PAK GUBERNUR

  Saya hanya ingin menjabat tangan Amat. Supaya kejujuran mengalir pada saya. Kejujuran sangat dibutuhkan, pada saat-saat dilalaikan. Amat telah memperlihatkan. Ketika mengembalikan hadiah. Akan tetapi sesungguhnya Amat sah mendapat hadiah itu.

  (Terdengar tepuk tangan).

  Bahwa sketsa patung Karna mendongak ke langit itu dibuat Amat adalah suatu bukti. Bahwa ia masih ikut mengerjakan bersama dengan ayahnya, itu suatu bukti. Bahwa Amat pemahat. Di jaman maju kini, kerja sudah demikian erat dan besarnya. Seorang desainer batik hanya merancang malahan. Ia bekerja sama dengan pembuat batik. Saya tak ingin pidato panjang lebar. Karena semua sudah tahu apa yang terjadi. Kalau saya memuji Amat sebagai anak jujur dan mampu, itu tidak untuk membuatnya besar kepala. Semoga pujian ini dapat mendorong langkahnya lebih jauh. Mendorong teman-temannya. Mendorong desa Kali Putih. Semoga keinginannya membuat “Borobudur kedua” bukan hanya angan-angan kala sedih.

  (Terhenti sebentar).