Prosiding Simposium Nasional.pdf

  

MODEL PEMBELAJARAN ONLINE BERBASIS BLENDED LEARNING

DALAM PENINGKATAN KUALITAS PERKULIAHAN

MAHASISWA PADA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

Oleh :

Ilham Idrus*

  

(Dosen pada Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar)

  Dalam menyongsong masyarakat ekonomi asia (MEA), dosen maupun guru dituntut agar senantiasa meningkatkan peran sebagai fasilitator education, artinya sebagai seorang dosen atau guru kita harus senantiasa dapat berperan aktif sebagai pusat informasi bagi semua pihak utamanya dalam ranah akademik dan bidang keilmuan masing-masing. Sebagai seorang fasilitator tentunya harus mempunyai konsep pengembangan diri dalam memberikan gagasan dan ide-ide yang merupakan terobosan dalam dunia pendidikan. Terobosan yang dimaksud adalah bagaimana seorang dosen atau guru mampu memberikan sumbangsih peran sebagai fasilitator agar mampu mengemban amanah sebagai dosen atau guru. Langkah yang dapat dilakukan diantaranya menerapan konsep pembelajaran online berbasis blended learning, dimana model pembelajaran blended learning memberikan model pembelajaran yang berbeda dengan model pembelajaran lainnya.

  Blended learning memadukan berbagai konsep pembelajaran dalam satu kesatuan system, sehingga interaksi antara dosen dan mahasiswa maupun antara guru dan siswa nya dapat terjadi secara terus menerus tanpa harus dibatasi oleh ruang dan waktu. Media online yang digunakan sudah mampu memberikan fasilitas interaksi secara real time sehingga mahasiswa dipacu agar tetap konsisten melakukan proses pembelajaran dengan atau tanpa melakukan tatap muka. Ketersediaan berbagai media pembelajaran online membuat interaksi tersebut dapat terjadi antara dosen dan mahasiswa sharing materi maupun pemberian tugas dan grup pembelajaran dapat tercapai sesuai konsep pembelajaran blended learning yang diterapkan.

  Hasil dari penerapan konsep pembelajaran berbasis blended learning pada beberapa kelas perkuliahan di Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar ternyata mampu meningkatkan minat dan motivasi mahasiswa dalam mengikuti proses perkuliahan yang dikemas dalam konsep IT, sehingga secara tidak langsung berpengaruh pada peningkatan kualitas pembelajaran atau perkuliahan mahasiswa pada Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar.

  Kata kunci : blended learning, IT, fasilitator.

  

GURU PINTAR ONLINE: SUMBER DAN RUANG BELAJAR GURU UNTUK

PENINGKATAN KUALITAS KOMPETENSI DAN PROFESIONALISME

  Oleh. Dr. Mohammad Imam Farisi, M.Pd.

  Universitas Terbuka, UPBJJ Surabaya

  

Abstrak

  Dewasa ini, eksistensi dan manfaat teknologi informasi dan komunikasi (TIK)— khususnya Internet—sudah diakui luas secara nasional dan internasional. Internet tidak saja sebagai "solusi teknologis" yang bersifat bebas dan terbuka dalam sistem penyimpanan dan penyebaran informasi, sumber, dan rujukan berharga, tetapi juga sebagai ruang interaksi- komunikasi personal, profesional, maupun komunal. Makalah ini merupakan hasil kajian tentang eksistensi, konten, dan manfaat portal Guru Pintar Online (GPO) sebagai sumber belajar dan ruang komunitas virtual bagi guru dalam konteks pengembangan dan peningkatan kualitas kompetensi dan profesionalismenya di era cyber-tech. Data dikumpulkan selama lima bulan menggunakan teknik dokumentasi dan dianalisis dengan teknik analisis konten web atau analisis tekstual. Hasil studi menunjukkan bahwa GPO telah menjadi ruang publik terbuka bagi guru untuk memperoleh sumber dan bahan rujukan bagi kepentingan pembelajaran; berbagi ide, pengalaman, atau sumber sesama sejawat untuk mengatasi masalah/kesulitan/kasus yang dialami di lapangan; sebagai “one stop window” bagi ruang-ruang media sosial (blog) para guru; dan medium untuk membangun relasi-relasi sosial antarguru secara personal.

  Kata kunci: guru pintar online, sumber belajar, ruang diskusi, kompetensi, profesionalisme.

  

PEMETAAN DAN PENGEMBANGAN MUTU PENDIDIKAN (PPMP) FISIKA

SEKOLAH MENENGAH ATAS DI WILAYAH INDONESIA TIMUR

[1] [2] [3] [4] [1,4] [2] [3] Oleh. Budi Jatmiko , Siti Zubaidah , Tjipto Sumadi , I Ketut Budayasa

  Universitas Negeri Surabaya, Universitas Negeri Malang, & Universitas Negeri Jakarta

  

Abstrak

Penelitian ini adalah penelitian kebijakan yang bertujuan untuk mendeskripsikan: a.

  peta kompetensi mata pelajaran (mapel) fisika yang belum dikuasai siswa SMA, b. peta berbagai faktor penyebab siswa belum menguasai kompetensi tersebut, dan c. model penyelesaian masalah pendidikan fisika SMA di wilayah Indonesia Timur. Sasaran penelitian ini adalah nilai UN mapel fisika siswa SMA IPA di wilayah Indonesia Timur dari tahun 2008 sampai tahun 2010. Penelitian dilakukan di wilayah Indonesia Timur, yang meliputi provinsi: Maluku, Maluku Utara, Papua (dibagi ke dalam wilayah Papua 1 dan Papua 2), dan Papua Barat selama kurang lebih satu semester mulai Mei sampai November 2011. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui agregasi dari data penelitian yang telah dikumpulkan oleh 5 tim penelitian dari 5 LPPM perguruan tinggi LPTK di wilayah Indonesia Timur, yang meliputi: Universitas Pattimura, Universitas Cendrawasih, Universitas Musamus, Universitas Khairun, dan Universitas Al-Amin. Sedangkan data penelitian pada masing-masing LPPM tersebut merupakan data agregasi dari tiap-tiap Kab/Kota di wilayah provinsi yang terkait. Data yang diperoleh dari hasil agregasi untuk tiap LPPM tersebut selanjutnya disintesiskan guna memperoleh simpulan agregasi, melalui tahapan: a. reduksi data; b. penyajian data; dan c. penyusunan rekomendasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a. kompetensi mapel fisika yang belum dikuasai siswa SMA di wilayah Indonesia Timur meliputi materi: (1) penerapan hukum Kirchoff pada rangkaian tertutup (loop), (2) hukum Coulomb, (3) induksi magnet di sekitar kawat berarus listrik, dan (4) analisis rangkaian RLC; b. Berbagai faktor penyebab siswa belum menguasai kompetensi adalah: (1) kompetensi guru pada materi tersebut dan kualitas pembelajaran di kelas masih rendah, (2) sarana dan prasarana pendidikan di sekolah masih kurang memadai, (3) peran dan fungsi MGMP fisika belum optimal, dan (4) pelaksanaan monitoring pembelajaran di kelas masih rendah; dan c. Model penyelesaian masalah pendidikan fisika SMA di wilayah Indonesia Timur adalah: (1) perlu dilakukan pelatihan dan workshop bagi para guru fisika terhadap pendalaman materi tersebut, dan pembuatan perangkat pembelajaran beserta penerapannya, (2) perlu dilakukan pemenuhan terhadap sarana dan prasarana pendidikan di sekolah yang masih kurang, khususnya untuk materi tersebut, (3) mengoptimalkan peran dan fungsi MGMP fisika, dan (4) melaksanakan monitoring pembelajaran di kelas secara berkala dan kontinu. Dengan demikan, a. perlu dilakukan

  

pengembangan sistem pembinaan guru fisika berbasis TIK di mana perguruan tinggi LPTK

menyediakan konten dan jasa layanan untuk konsultasi pendalaman materi ajar dan

permasalahan pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini, peran dan fungsi MGMP perlu

dioptimalkan dan didukung oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Konten yang dimuat

termasuk berbagai literatur pendukung yang berkualitas yang mendukung pengembangan

  materi dan strategi pembelajaran; b. perlu dilakukan pembenahan manajemen sekolah dengan

  

dukungan universitas/LPTK dan LPMP sebagai lembaga penjamin mutu pendidikan. Sekolah

perlu menerapkan manajemen mutu terpadu yang diwajibkan oleh Kemdikbud dan dimonitor

secara kontinu oleh LPMP dibantu LPTK; dan c. perlu pembenahan sistem manajemen

berbasis sekolah yang memungkinkan keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan kualitas

proses pembelajaran, terutama dalam mendukung pengadaan sarana dan prasarana sekolah,

serta kerjasama dengan instansi terkait guna mendukung proses pembelajaran.

  

Kata kunci: peta kompetensi siswa SMA, wilayah Indonesia Timur, penyebab siswa belum menguasai

  

KESULITAN GURU MATEMATIKA SMP DI KABUPATEN JEMBER DALAM

MENGINTEGRASIKAN PENILAIAN BERBASIS KARAKTER

Oleh. Dr. Hobri, S.Pd, M.Pd.

  Dosen FKIP Universitas Jember

  

Abstrak

  Salah satu komponen penting dalam pembelajaran adalah penilaian. Proses pembelajaran yang berkualitas dan inovatif, jika diimbangi dengan penggunaan instrumen penilaian yang baik dan akurat akan menghasilkan kualitas out put yang optimal. Penilaian hasil belajar dalam pembelajaran matematika meliputi 3 aspek, yaitu kognitif, psikomotorik, dan afektif. Seiring dengan gencar-gencarnya penilaian afektif atau karakter, saat ini banyak guru matematika yang merasa kesulitan dalam menerapkan penilaian karakter di SMP. Berdasarkan hasil survey dan wawancara terbatas dengan guru-guru matematika diperoleh data sebagai berikut.

  Kesulitan guru dalam mengintegrasikan penilaian berbasis karakter dalam pembelajaran matematika adalah secara substansial, sedikit sekali materi matematika yang dapat diekstrak menjadi nilai-nilai (values) karakter yang dapat ditanamkan kedalam perilaku siswa; pembuatan instrumen penilaian (assessment) afektif, dalam hal ini karakter masih belum baku dan guru matematika belum terbiasa, begitu pula dengan implementasinya masih dirasakan bias dan kurang akurat; penerapan pembelajaran inovatif yang dilakukan guru matematika belum terintegrasi dengan penilaian karakter yang sesuai; dan penetapan karakter yang akan menjadi fokus dalam tiap pembelajaran masih belum tersentuh dengan benar, baik indikator maupun pedoman penilaiannya.

  Hal yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penerapan penilaian karakter dalam pembelajaran matematika diantaranya perlu dicari dan digali secara terus menerus tentang nilai-nilai (values) karakter yang dapat ditanamkan kedalam perilaku siswa yang dikaitkan dengan substansi materi matematika, baik langsung maupun tidak langsung; dan pendalaman tentang pembuatan instrumen penilaian (assessment) karakter serta implementasinya dalam pembelajaran matematika, termasuk penentuan karakter, indikator, pedoman penskorannya, analisisnya, dan pengambilan keputusannya.

  Kata kunci: kesulitan, guru matematika, penilaian, dan karakter

  

PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU SD MELALUI PENDEKATAN

RME PADA MATERI MATEMATIKA DI KECAMATAN SARADAN MADIUN

Oleh. Ninik Wahju Hidajati

  Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya

  

Abstrak

  Pembelajaran Matematika dengan menerapkan pendidikan matematika realistik, dimana guru dalam proses pembelajaran menghadirkan masalah-masalah kontekstual dan realistik dengan menggunakan bantuan alat peraga matematika dari bahan-bahan yang mudah didapatkan di lingkungan sekitar. Diharapkankan pembelajaran matematika akan lebih bermakna dan menarik bagi siswa, terlebih ditujukan pada SD yang terletak di Kabupaten Madiun yaitu ada 45 desa atau 21,29% yang merupakan desa tertinggal. Untuk mendapatkan data tentang karakteristik Sekolah Dasar di Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun dilakukan metode survey . Hasil survey menyatakan bahwa rata-rata semuanya guru kelas bukan guru bidang studi, sebagian besar sudah Sarjana (76.5%). Tingkat sosial ekonomi siswa rata-rata masih rendah (84.2 %) dan mata pencaharian orang tua terbanyak adalah buruh tani (84.2%). Potensi alam wilayah sekitar sekolah adalah kayu dan porang, kacang, jagung, padi, ketela, kedelai dan mangga. Materi matematika yang dirasakan sulit pemahamannya bagi siswa di SD daerah tertinggal adalah Pengukuran bangun Ruang (70.6%), Pecahan (64.7 %), Perbandingan (29.4 %), FPB dan KPK (23.5 %), Operasi Bilangan Bulat (17.6 %), Materi Akar dan pangkat (17.6 %).

  Informasi data tentang karakteristik SD yang meliputi potensi alam, profile guru dan profile siswa di Kecamatan Saradan dipakai sebagai acuan untuk mendesain prototipe alat peraga matematika untuk membantu proses pembelajaran yang dianggap sulit dalam penyampaian selama proses KBM di kelas. Selanjutnya diadakan workshop pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam menanamkan konsep matematika pada siswa selama kegiatan PBM kepada 20 guru dari 10 SD tertinggal yang terletak di Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun. Proses pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga diharapkan akan membantu terciptanya suasana pembelajaran matematika yang menarik dan menyenangkan.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan guru tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga ada peningkatan yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Hasil rata-rata nilai pre test (12) dan rata-rata nilai post test (77.1). Dari sembilan materi matematika yang dianggap guru sulit dalam penyampaiannya, berdasar hasil pelatihan dan pengamatan saat simulasi, menunjukan pemahaman penyampaiannya mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahap perencanaan yang penyampaiannya sudah mencapai pada kategori baik sekali mencapai 44.4% (4 materi) dari sembilan materi yang dilatihkan, sedangkan 55.6% (5 materi) pada kategori layak. Sedang pada tahap pelaksanaan yang mencapai kategori baik sekali mencapai 22.2% (2 materi) dari sembilan materi, dan 77.8% mencapai kategori layak. Pada tahap penutup masih ada 22.2% (2 materi) yang perlu perbaikan, 66.7% (6 materi) sudah mencapai kategori layak, dan yang mencapai baik sekali baru 11.1% (1 materi). Hanya mungkin perlu pembiasaan diri untuk merubah dari

  

teaching center menjadi student center selama tahap pelaksanaan, sehingga pada tahap penutup

konsep akan bisa terbangun secara bersama-sama antara guru dan siswa.

  Kata kunci: profesionalisme guru, alat peraga, RME

  

KESESUAIAN SARANA PRASARANA, KOMPETENSI GURU, MANAJEMEN,

DAN PROSES PRAKTIKUM PRODI KEAHLIAN TEKNIK OTOMOTIF

  

19 TAHUN 2005 DI SMK SEKOTA BONTANG

Oleh. Amrozi

SMK Negeri 1 Bontang Kalimantan Timur

  

Abstrak

  Tujuan penelitian ini untuk mengungkap kesesuaian sarana prasarana, kompetensi guru, manajemen, dan proses praktikum ditinjau dari standar Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 di SMK sekota Bontang. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kuantitatif, dengan subjek penelitian guru dan laboran Prodi Keahlian Teknik Otomotif di SMK Kota Bontang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi yang di dukung dengan pedoman wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis dengan persentase. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) kesesuaian sarana prasarana pada SMK Negeri mencapai 77,50%, SMK Swasta 67,69%; (2) kesesuaian kompetensi guru SMK Negeri mencapai 82,73%, SMK Swasta 72,22%; (3) kesesuaian manajemen SMK Negeri mencapai 78,77%, SMK Swasta 69,23%; dan (4) kesesuaian proses praktikum SMK Negeri mencapai 80,89%, dan SMK Swasta 82,91%.

  

Kata kunci: kesesuaian, standar pendidikan, SMK, sarana prasarana, kompetensi guru, manajemen,

dan proses praktikum.

  

PELAKSANAAN PROGRAM CONTINUING EDUCATION:

SEBUAH ALTERNATIF MENGATASI PERSOALAN GURU DI LAPANGAN

Oleh. Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd

  Universitas Negeri Surabaya

  

Abstrak

  Hasil kajian terhadap hasil ujian nasional (UN) SMA periode 2008—2010 pada empat belas wilayah kota/kabupaten (Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep) di Jatim pada program IPA dan

  IPS menunjukkan bahwa masih terjadi kesenjangan yang sangat lebar antara nilai UN tertinggi dan yang terendah dan masih terindikasi adanya KD belum dikuasai peserta didik. Kenyataan itu menunjukkan pula bahwa kondisi pembelajaran di sekolah belum menggembirakan.

  Salah satu faktor yang diduga ikut memberikan andil terhadap kondisi di atas adalah guru. Melalui tes kompetensi guru, indepth interview, FGD, dan observasi terhadap PBM yang dilakukan guru di kelas diperoleh data tentang kualitas guru terkait dengan persoalan kompetensi siswa. Dari sudut kompetensi profesional ditemukan data bahwa Guru kurang menguasai materi yang ada di Standar Isi. Ada guru yang mismatch antara kualifikasi akademisnya dengan bidang yang diajarkan. Masih ditemukan miskonsepsi pada guru tentang substansi materi yang diajarkan. Guru tidak pernah melakukan analisis materi. Guru kurang mengikuti pelatihan, seminar, atau workshop yang terkait dengan peningkatan kualitas kompetensi substansi materi mata pelajaran, yang sering adalah pelatihan yang terkait dengan pembelajaran. Penguasaan substansi materi guru hanya selingkup materi buku teks.

  Dari sudut kompetensi pedagogis yang terkait dengan materi ditemukan data bahwa guru hanya mengandalkan buku teks. Mereka belum mencari sumber-sumber lain yang ada sebagai materi pembelajaran. Selain itu, guru juga tidak selektif dalam memilih buku pelajaran, termasuk juga materi pembelajaran. Guru kurang kompeten dalam membelajarkan materi secara kontekstual dengan menggunakan sumber belajar yang ada di sekitarnya. Terdapat ketidaksesuaian antara materi pembelajaran yang disampaikan guru dalam pembelajaran di lapangan dengan materi yang diujikan dalam UN. Ada guru yang dengan sengaja tidak mengajarkan topik tertentu, dengan alasan karena siswanya dianggap tidak akan mampu mempelajarinya. Guru terlalu menekankan aspek kognitif, khususnya kemampuan mengingat/menghafal yang dalam praktiknya akan mematikan kreativitas siswa.

  Dari sudut kompetensi pedagogis yang terkait dengan perangkat pembelajaran ditemukan data bahwa guru kurang kompeten dalam menyusun dan memanfaatkan perangkat pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Pembuatan RPP dan silabus dilakukan lebih pada upaya untuk memenuhi syarat administrasi, bukan untuk panduan mengajar. RPP juga dibuat “seragam” dengan “copy-paste”. Pengembangan kurikulum KTSP oleh guru dan pihak lain belum berjalan maksimal. Guru kurang kompeten dalam menyusun asesmen yang berbasis

  higher order thinking

  (C4 sampai C6), yang pada umumnya guru hanya kompeten sampai pada level C3. Di samping itu, dari sudut pelaksanaan pembelajaran di kelas diketahui bahwa guru mengajar dengan cara-cara yang kurang menarik karena mengajar adalah pekerjaan rutin yang hanya mengejar target kurikulum. Guru belum menguasai strategi dan teknik pembelajaran terkini. Guru kurang kompeten dalam memanfaatkan sarana belajar yang tersedia di sekolah, seperti laboratorium sekolah (laboratorium bahasa/IPA). Guru kurang kompeten dalam memanfaatkan IT dan internet. Salah satu alternatif solusi yang ditawarkan mengatasi hal itu adalah pelaksanaan program continuing education (CE) dengan sasaran guru S1. Unesa telah memiliki pengalaman mengelola CE sejak tahun 2006. Hasil kajian terhadap pelaksanaan CE selama ini menunjukkan hal-hal berikut: (1) guru merasa senang karena mendapatkan hal-hal yang baru (materi baru maupun yang miskonsepsi selama ini) dan mendalam; (2) guru merasa tertantang karena adanya tugas-tugas yang terstruktur; (3) guru mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi akademis dengan kalangan di luar guru (mahasiswa S2) sehingga memberikan pengalaman akademis yang berharga; (4) upaya guru dihargai setimpal dengan usahanya karena sertifikasi yang diperoleh dapat dihargai sebagai mata kuliah jika mereka berkuliah di S2 sehingga mereka tidak harus menempuh lagi seluruh mata kuliah dalam kurikulum; (5) guru dapat mengatur irama kerjanya, artinya menyesuaikan dengan kesempatan mereka; ada saatnya mereka ‘terminal’; (6) Dinas Pendidikan memperoleh hasil yang lebih baik, konkret, dan terukur tentang peningkatan kompetensi guru dibandingkan dengan upaya dalam bentuk pelatihan/workshop yang menggunakan sistem blok waktu dengan biaya yang relatif sama; (7) Dinas pendidikan dapat mendorong guru untuk melaksanakan studi lanjut sebab dana yang disediakan bersifat dana pancingan; serta (8) Dinas Pendidikan dapat lebih bersikap adil dan merata dalam upaya meningkatkan kualitas guru sebab anggaran dapat diberikan secara bergilir dengan distribusi yang lebih luas apabila dibandingkan dengan pembiayaan untuk studi S2.

  Program CE berupa kegiatan sertifikasi mata kuliah S2 yang ditawarkan kepada guru secara perseorangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan guru, misalnya pada hari tidak mengajar. Proses pembelajaran mereka bergabung dengan mahasiswa S2 reguler atau dalam kelas khusus tersendiri. Dengan demikian, beban akademis mereka sama dengan mahasiswa S2. Program sertifikasi ini memberikan sertifikat mata kuliah tertentu setelah peserta lulus dalam suatu mata kuliah. Sertifikat ini dapat diperhitungkan, apabila kelak peserta yang bersangkutan mengikuti program reguler S2 sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan demikian, kegiatan ini dapat dianggap sebagai kegiatan pengumpulan kredit. Sertifikat ini dapat juga dijadikan bahan kredit poin untuk kenaikan pangkat.

  Kata kunci: program continuing education, persoalan guru

  

PROGRAM PENDIDIKAN JARAK JAUH (PJJ) S1 PGSD UNIVERSITAS

PENDIDIKAN INDONESIA (UPI)

Oleh. Prof. Dr. Ahman, M.Pd.

  Universitas Pendidikan Indonesia

  

Abstrak

  Paper ini membahas tentang Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) S1 PGSD berbasis

  ICT diselenggarakan yang diselenggarakan oleh UPI. Program ini sebagai sebuah alternatif pendidikan untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan guru yang sudah bertugas (in-service training) dipandang cukup strategis dan efektif. Mengingat sistem perkuliahan yang diterapkan dalam program PJJ tidak sepenuhnya dilakukan di kampus, akan tetapi dilaksanakan di daerah masing-masing.

  Tujuan proam PJJ ini memberikan kesempatan kepada para guru SD untuk dapat mengikuti perkuliahan dengan tanpa harus meninggalkan tugas pokoknya sebagai guru. Melalui penyelenggaraan program PJJ S1 PGSD tentu saja diharapkan akan memberi banyak keuntungan dan manfaat bagi pihak-pihak terkait. Bagi mahasiswa, secara finansial mereka dibantu dengan program beasiswa, sehingga setiap mahasiswa diharapkan akan terpacu untuk belajar secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan mutu profesionalismenya sebagai guru. Bagi pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional melalui penyelenggaraan program PJJ ini, maka program peningkatan kualifikasi pendidikan guru minimal setara S1 atau D4 .

  Ada tiga komponen utamaprogram pembelajaran PJJ S1 PGSD yaitu: pertama kegiatan perkuliahan residensial, kedua Tutorial On-Line, dan Ketiga Tutor Kunjung. (i) Kegiatan perkuliahan Residensial, yang dilaksanakan dengan lancar tatap muka sesuai dengan jadwal yang diagendakan. (ii) Kegiatan tutorial on-line, Pelaksanaan kegiatan tutorial on-line ini menggunakan fasilitas email, baik pada saat mengirimkan tugas maupun mahasiswa menyerahkan tugas kepada dosen tutor. Pada program ini juga dikembangkan website khusus untuk tutorial on-line.Kemudian pada akhir tahun 2007 Seamolec mensosialisasikan penggunaan Learning Management System Moodle yang akan digunakan pada system perkuliahan PJJ S1 PGSD; (iii)Kegiatan Tutor Kunjung, yaitu kegiatan tutor kunjung dilakukan sebanyak dua kali kunjungan, yaitu pada pertengahan semester dan menjelang akhir semester. Tutorial kunjung melibatkan semua dosen dan secara langsung dilakukan di pusat-pusat kegiatan belajar mahasiswa di daerah masing-masing. Sistem tersebut berbeda dengan kondisi sebelumnya, dimana kelompok mahasiswa yang berdekatan kabupaten/kotanya digabung menjadi satu.

  Kata kunci: pendidikan jarak jauh, pendidikan guru, tutorial

  15 Pelaporan v v v v

  4 Daya dan Jasa v v v v

  14 Buku Referensi - - v v

  13 Persiapan UN - - - v

  12 Praktek Kerja industri (SMK) v - - v

  11 Uji Kompetensi (SMK) v - - v

  10 Peningkatan Kompetensi Guru

  9 Pembinaan siswa/Ekstrakurikuler v v v v

  8 Pelaksanaan Ujian - - v v

  7 Asuransi v v - - Masuk biaya pegawai

  6 Konsumsi v v - v

  5 Tranportasi/Perjalanan Dinas v v v v

  3 Pemeliharaan/Perbaikan Sarpras v v v v

  

KAJIAN PENGHITUNGAN BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH DI KOTA

BONTANG UNTUK PENDIDIKAN TUNTAS DAN BERKUALITAS (BOSTK)

  2 Bahan dan Alat Habis v v v v

  1 ATS v v v v

  4 Tahun 2010 BOSTK Bontang Keterangan

  N o Deskripsi Permendikna s No. 69 Tahun 2009 USAID DBE1 Tahun 2011 Perwali No.

  Tabel 1. Perbandingan Komponen Biaya Operasional Bukan Personil

  Dalam penghitungan BOSTK ini dikhususkan pada penghitungan biaya operasional bukan personil. Biaya satuan pendidikan operasional bukan personil meliputi seluruh pengeluaran sekolah selain yang dimanfaatkan untuk keperluan kesejahteraan guru dan staf di sekolah. Komponen biaya ini mencakup biaya-biaya sebagai berikut:

  Kajian ini untuk memberikan rekomendasi tentang kebutuhan pembiayaan sekolah di Kota Bontang yang disebut dengan Biaya Operasional Sekolah “Tuntas Berkualitas” (BOSTK) yang pembiayaannya dibiayai oleh Pemerintah kota Bontang. Penghitungan dilakukan untuk mandapatkan informasi besaran dana operasional per siswa per tahun yang dibutuhkan oleh satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berlangsung sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Kajian dimulai dengan menentukan berbagai asumsi dasar (kondisi sekolah) yang tersebar di Kota Bontang dengan mengacu pada standar yang dibuat Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), kemudian menetapkan komponen/ subkomponen biaya, menghitung volume serta menentukan harga satuan dari setiap komponen/ subkomponen biaya yang relevan dengan kebutuhan standar dalam mengembangkan pendidikan yang tuntas dan berkualitas di Kota Bontang. Proses itu dikembangkan dalam sebuah workshop yang melibatkan seluruh stakeholders pendidikan di Kota Bontang yang hasilnya dikaji oleh tim.

  

Abstrak

  & [3] Kualita Pendidikan Indonesia

  Oleh: Martadi [1] , Anwar Holil [2] , dan M. Shobikh [3] [1] Universitas Negeri Surabaya, [2] Universitas Teknologi Surabaya,

  • v v
Metode penghitungan BOSTK dikembangkan berdasarkan metode yang dipakai oleh BSNP. Metode itu memiliki beberapa karakteristik: (1) yang dihitung adalah biaya minimal, (2) standar biaya dihitung berdasarkan standar-standar yang tercantum dalam PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan peraturan pelaksanaan yang telah ada, (3) dalam beberapa kasus, dilakukan penilaian (judgement) untuk menilai kepantasannya. Sedangkan dalam penghitungan BOSTK Kota Bontang ada tiga hal yang sangat menentukan, yaitu (1) Level penghitungan BOSTK dalam kajian ini adalah level “standar” untuk keperluan operasi

  sekolah dalam menjalankan proses pendidikannya secara tuntas dan berkualitas,

  (2) Komponen biaya, (3) tingkat penggunaan seperti jumlah, frekuensi, dsb, untuk periode waktu tertentu, serta (4) harga yang berlaku sesuai Peraturan Walikota Bontang Nomor 4 Tahun 2000 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja sekolah di lingkungan pemerintah Kota Bontang.

  Dalam menghitung Standar BOSP, BSNP menggunakan jumlah rombongan belajar (rombel) untuk mengakomodir variasi antar sekolah. Sekolah dengan jumlah rombel berbeda akan mempunyai nilai BOSP yang berbeda. Dalam beberapa kasus, jumlah rombel dianggap tidak cukup mewakili variasi sekolah yang berimplikasi pada variasi nilai BOSP. Dalam kasus demikian, perlu dicari kriteria yang akan digunakan untuk melakukan klasifikasi sekolah.

  Beberapa model klasifikasi sekolah (selain jumlah rombel) yang umum digunakan antara lain jumlah kegiatan di sekolah, jarak dari pusat kegiatan (kota) status sekolah, dan hasil akreditasi Badan Akreditasi Sekolah (BAS). Berikut adalah hasil penghitungan BOSTK Kota Bontang.

  Tabel 2. Kompilasi Hasil Penghitungan BOSTK Kota Bontang Menurut Kategori

  Hitungan Persiswa Perbulan dalam rupiah BOSTK BOSTK Level BOSTK Level Jenjang Sekolah Level Standar Ideal Minimal PAUD/TK/ RA 55.180,- 68.530,- 78.610,- SD/MI 80.590,- 81.910,- 87.810,- SMP/MTs 116.070,- 156.870,- 161.110,- SMA/MA 222.320,- 256.610,- 277.420,- SMK/MAK 320.220,- 327.070,- 332.830,-

  Berdasarkan tabel di atas, bila dibandingkan antara biaya operasional yang diberikan ke sekolah saat ini dengan BOSTK hasil kajian, masih diperlukan penambahan BOSTK. Terutama untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah untuk memberikan layanan dengan kategori level “standar”. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Bontang secara terencana perlu membuat tahapan sehingga pembiayaan BOSTK untuk mengembangkan sekolah yang mendukung slogan pendidikan Kota Bontang Tuntas dan Berkualitas dapat terealisasi.

  Kata kunci: biaya operasional sekolah, pendidikan tuntas berkualitas.

  

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK MEMBERI KEMUDAHAN GURU

MENGIMPLEMENTASIKAN INOVASI PEMBELAJARAN

Oleh. Prof. Dr. Mohamad Nur

  Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya

  

Abstrak

  “Nantinya, tidak sembarang orang yang bisa menjadi guru. Hanya orang terpilih yang kelak bisa mendidik anak-anak bangsa,” kata Supriadi, Direktur Pendidikan Tenaga Kependidikan (Kompas, 1 Juni 2012). Penulis sependapat dengan statement di atas dan sependapat juga seandainya pertanyaan Simposium Nasional di Unesa ini: “Memperbanyak atau Meningkatkan Kualitas Guru” dijawab meningkatkan kualitas guru.

  Guru yang berkualitas merupakan prasyarat terwujudnya pendidikan berkualitas. Namun, masih ada sejumlah prasyarat lain yang juga harus dipenuhi. Sejumlah penelitian yang telah dilakukan PSMS Unesa sejak tahun 1991, sebagian besar penelitian multi years, memberi bukti kuat bahwa bahan ajar berkualitas merupakan prasyarat lain terwujudnya pendidikan berkualitas.

  Strategi yang ditempuh dalam pengembangan bahan ajar itu adalah mengadopsi dan mengadaptasi referensi mutakhir yang telah dikembangkan di negara maju, belakangan strategi ini menjadi sejalan dengan arahan HELT 2003 - 2010, yaitu To adopt and adapt the global knowledge to local use.

  Fokus penelitian PSMS sekarang ini adalah mengembangkan bahan ajar untuk memberi kemudahan guru mengajar dan siswa belajar HOTS (higher order thinking skills) dan perilaku berkarakter.

  Puluhan penelitian pengembangan bahan ajar telah diselesaikan PSMS Unesa, mulai dari penelitian yang didanai perguruan tinggi sendiri, tingkat nasional, dan internasional. Penelitian lingkup perguruan tinggi sampai kerjasama lokal, nasional, dan internasional telah menghasilkan ratusan naskah siap cetak. Mitra dan penyandang dana itu termasuk Unesco, Hibbah Bersaing dan Urge Dirbinlitabmas Ditjen Dikti, Direktorat Dikmenum, Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur, LPMP Jawa Timur, Hibah Kompetensi DP2M Ditjen Dikti. Sebagian naskah itu telah diterbitkan dan digunakan secara nasional.

  Hasil-hasil penelitian tahun-tahun terakhir antara lain berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran MIPA SMP Berbasis ICT untuk Memfasilitasi Proses Belajar Mengajar Bertaraf InternasionalTahun 2009 menghasilkan: 1) Master LKS dan Kunci LKS MIPA SMP yang Dilengkapi Kit Berbahasa Inggris Siap Cetak yang Disiapkan untuk RSBI, 2) Master LKS dan Kunci LKS MIPA SMP yang Dilengkapi Kit Berbahasa Indonesia Siap Cetak yang Disiapkan untuk RSBN, 3) Unit Percontohan Multimedia Interaktif Berbasis ICT.

  Penelitian Hibah Kompetensi Tahun 2010 berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran

  IPA SD untuk Memberi Kemudahan Guru Mengajar dan Siswa Belajar IPA dan Keterampilan Berpikir menghasilkan Buku Siswa IPA SD Kelas VI Semester 1 dan 11 perangkat RPP buatan dosen 14 perangkat RPP buatan mahasiswa S2. Penelitian Hibah Kompetensi Tahun 2011 lanjutan judul tahun 2010 menghasilkan Buku Siswa IPA SD kelas 6 semester 2 dan sepuluh perangkat RPP yang memberi kemudahan guru mengajar dan siswa belajar keterampilan berfikir dan perilaku berkarakter.

  Tahun 2012 sedang berjalan sejumlah penelitian pengembangan bahan ajar berkolaborasi dengan mahasiswa S2 dan S3 yang sedang menyelesaikan tesis dan disertasi. Penelitian pengembangan yang sedang berjalan bertujuan mengembangkan bahan ajar pendidikan IPA dan teknologi dan kejuruan untuk memberi kemudahan guru mengajar dan siswa belajar higher order thinking skills, perilaku berkarakter, dan keterampilan sosial. Penelitian ini fokus dalam pengembangan kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif, pemecahan masalah dan keterampilan proses.

  Proses belajar mengajar dengan menggunakan perangkat pembelajaran itu dan ditangani oleh guru terlatih berhasil menuntaskan sejumlah keterampilan berfikir, seperti membedakan, mengklasifikasikan, identifikasi variabel,memanipulasi dan mengamati variabel,merumuskan prediksi, menguji prediksi, menganalisis data, menarik kesimpulan,merumuskan inferensi, merumuskan hipotesis. Perilaku berkarakter berkembang, seperti bekerja sama dalam kelompok, berhati-hati dalam menangani alat dan bahan, jujur, dan bertanggungjawab. Keterampilan sosial berkembang, seperti menjadi pendengar yang baik, mengajukan pertanyaan, dan mengajukan pendapat.

  Guru memberi respon positif terhadap bahan ajar itu. Para guru menyatakan: Tulisan ini baik sekali karena setiap aktifitas menekankan lewat proses unjuk kerja, anak melakukan kerja sesuai buku ini, sederhana namun mendalam, buku siswa menunjang inovasi dan peningkatan mutu kegiatan belajar mengajar karena kesesuaian dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi, menekankan pada penerapan-penerapan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari, menunjang terlaksananya proses belajar mengajar yang lebih diwarnai oleh student centered daripada teacher centered, memberikan kemudahan dalam mengembangkan salah satu atau lebih keterampilan proses/inquiri/pemecahan masalah/berpikir tingkat tinggi/kreativitas/life skills/karakter.

  Siswa juga memberi respon positif. Para siswa memberi respon seperti: Dengan gambar dan tulisannya mudah dipahami belajar lebih menyenangkan, buku ini sangat bagus karena bisa belajar IPA lebih dalam, menurutku ini adalahbuku yang sangat baik, karena saya dapat ilmu baru dan juga saya mendapat beberapa kosakata baru, bukunya mengandung banyak ilmu dan gambarnya bagus-bagus sehingga membaca merasa senang. Respon siswa terhadap proses belajar mengajar antara lain:Senang karena banyak memperoleh kesempatan berbicara, mengeluarkan pendapat, atau bertanya kepada guru atau teman, banyak hal-hal baru yang menyenangkan selama pelajaran, pelajaran IPA terasa semakin mudah, jika pelajaran IPA yang pernah saya ikuti kurang bereksperimen, pelajaran yang sekarang saya ikuti saya merasa senang karena belajar sambil bermain dan bereksperimen.

  

Kata kunci: keterampilan berfikir, keterampilan proses, higher order thinking skills, perilaku berkarakter,

keterampilan sosial

  

LEARNING FROM A TEACHER EDUCATION COURSE ROOM

Oleh. Ahmad Munir

Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya

  

Abstract

This article portrays a process in a university unit called Classroom Discourse (CD)

and how it relates to practice during the microteaching and a school based practicum. It draws

on a case study research involving seven pre-service English teachers learning classroom

language in the CD unit and uses it in the microteaching and practicum. Data were collected

through questionnaire, learning journals, videotaping and audio taping of lesson and

interviews. The results of both qualitative and quantitative analyses show that they

implemented what was taught in university into microteaching and practicum lessons and that

they also made modification to it. However, as what was taught at the university only focuses

on management language, the language used in the microteaching and practicum lessons

lacked scaffolding interaction. Lacking such skill could be carried into the pre-service English

teachers’ initial years of their careers. This could be avoided by improving teaching process in

the teacher education course room.

  Key words: classroom language learning, pre-service English teachers, microteaching, and practicum

  

ANALISIS KRITIS PROFIL PROFESIONALITAS GURU DALAM

MENGEMBANGKAN KURIKULUM PESERTA DIDIK CERDAS ISTIMEWA

Oleh. Sujinah

  Universitas Muhammadiyah Surabaya

  

Abstrak

  Terlepas dari kompleksnya permasalahan yang ditemukan dalam penelitian terkait pelaksanaan layanan kepada siswa cerdas istimewa (kelas akselerasi), penelitian ini berfokus pada profesionalisme guru dalam memberi pelayanan kepada peserta didik cerdas istimewa di sekolah penyelenggaraan kelas CI. Guru disinyalir belum memahami bagaimana melayani peserta didik cerdas istimewa, terutama pelayanan di bidang kurikulum dan pembelajaran yang seharusnya diberikan dalam bentuk yang berdiferensiasi. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan profesionalisme guru dalam mengembangkan kurikulum peserta didik cerdas istimewa dan mendeskripsikan penyebab guru kurang professional dalam mengembangkan kurikulum untuk peserta didik cerdas istimewa.

  Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan angket dan wawancara, serta dianalisis dengan menggunakan analisis mengalir dan kontigensi. Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa yang berupa program percepatan yang ditemukan di lapangan baru memanfaatkan percepatan waktu, belum diiringi dengan pemilihan materi yang esensi oleh guru dan melibatkan siswa. Dengan kata lain kurikulum yang digunakan untuk peserta didik cerdas istimewa belum berdiferensiasi, kurikulum yang digunakan sama dengan kurikulum untuk siswa regular hanya saja dimampatkan/dipadatkan. Kurikulum belum dieskalasi dengan menggunakan level tinggi C4, C5 dan C6 agar menantang. Hal ini disebabkan karena guru belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam memberi layanan kepada siswa CI.

  

Kata kunci: profesionalisme guru, peserta didik cerdas istimewa, percepatan (akselerasi), pemadatan

(compacting)

  

UPAYA MELATIHKAN KOMPETENSI GURU MELALUI METODE PEER

LESSON PADA MATA KALKULUS II

Oleh. Wasilatul Murtafi’ah, S.Pd., M.Pd.

  Program Studi Pendidikan Matematika, FPMIPA, IKIP PGRI Madiun

  

Abstrak

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kompetensi guru dapat dilatihkan bagi mahasiswa melalui metode peer lesson pada Mata Kuliah Kalkulus II. Subyek Penelitian adalah mahasiswa prodi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Madiun angkatan 2010 yang berjumlah 39 orang dan sedang menempuh Mata Kuliah Kalkulus II. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dilakukan dalam 2 siklus. Pengumpulan data dengan lembar observasi untuk mengetahui dapat terlatihkannya kompetensi guru yang meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi kepribadian. Hasil dan Pembahasan 2 siklus kegiatan PTK dapat diketahui bahwa pada siklus 1, kompetensi pedagogik dapat terlatihkan sebesar 40%, kompetensi sosial dapat terlatihkan sebesar 75%, kompetensi profesional dapat terlatihkan sebesar 40%, dan kompetensi kepribadian dapat terlatihkan sebesar 40%. Pada siklus 2 kompetensi pedagogik dapat terlatihkan sebesar 60%, kompetensi sosial dapat terlatihkan sebesar 75%, kompetensi profesional dapat terlatihkan sebesar 60%, dan kompetensi kepribadian dapat terlatihkan sebesar 60%. Berdasarkan hasil refleksi diketahui bahwa perubahan persentase kompetensi guru yang terlatihkan tersebut diakibatkan keterbiasaan dan keseriusan mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode peer lesson pada Mata Kuliah Kalkulus II. Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode peer lesson dapat digunakan untuk melatihkan kompetensi guru bagi mahasiswa calon guru dan perlu adanya tindak lanjut ke siklus berikutnya untuk memperbaiki kekurangan pada siklus 2.

  Kata kunci: peer lesson, kompetensi guru, Kalkulus II.

  

PENGEMBANGAN MODEL ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI PADA

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

  

Oleh. Wahid Munawar dan Sumarto

  Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia

  

Abstrak

  Masalah yang dihadapi pendidikan keguruan dan pendidikan kejuruan (SMK) saat ini adalah gejala kualifikasi/kompetensi kurang (under qualification) yaitu ketidakmampuan guru (calon guru) teknik mengajarkan bidang keahlian teknologi yang seharusnya menjadi kompetensi profesional yang mutlak harus dikuasai guru.Satu faktor ketidakmampuan guru teknik adalah asesmen dan evaluasi. Asesmen pada Pendidikan Profesi Guru (PPG) ditujukan untuk menilai proses dan hasil belajar mahasiswa PPG. Asesmen proses digunakan untuk perbaikan proses pembelajaran PPG dan asesmen hasil untuk menilai ketercapaian hasil belajar mahasiswa (learning outcomes). Oleh karena itu penting untuk merancang dan mengembangkan model asesmen PPG, agar dihasilkan lulusan (calon guru) yang memiliki kompetensi profesional.

  Tujuan penelitian ini adalah merancang dan mengembangkan model asesmen berbasis kompetensi pada pendidikan profesi guru (PPG) dengan subject spesifik pedagogy (SSP) teknik mesin, meliputi modelasesmen hasil belajar (learning outcomes) PPG berbasis kompetensi, terdiri dari: (1) asesmen pengetahuan keterampilan (kognitif); dan (2) asesmen keterampilan skill (psikomotor). Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and development (R&D) dengan langkah-langkah: a) studi pendahuluan, b) perencanaan, c) pengembangan (uji coba model), d) validasi, dan e) desiminasi dan pelaporan. Analisis data melalui validasi: judgement ahli dan FGD (focus group discussion) guru. Hasil penelitian adalah produk/perangkat: (1) asesmen pengetahuan keterampilan (kognitif) berdasarkan standar profesi industri dan bengkel teknik mesin dan (2) asesmen keterampilan skill (psikomotor) standar profesi industri teknik mesin.

  Kata kunci: asesmen berbasis kompetensi, subject spesifik pedagogy (SSP)