PENGARUH EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava, Linn) TERHADAP MORTALITAS Ascaris suum, GOEZE IN VITRO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

PENGARUH EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI ( Psidium guajava, Linn)

TERHADAP MORTALITAS Ascaris suum, GOEZE IN VITRO

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran TRI ADINDA GUSVI MEISYA G0009208 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 05 Oktober 2012

Tri Adinda Gusvi Meisya NIM. G0009208

Tri Adinda Gusvi Meisya, G0009208, 2012. Pengaruh Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava, Linn) terhadap Mortalitas Ascaris suum, Goeze In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang : Daun jambu biji mengandung tanin dan saponin yang telah diketahui memiliki efek antihelmintik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun jambu biji terhadap mortalitas Ascaris suum, Goeze In Vitro.

Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan menggunakan rancangan penelitian the post test only controlled group design. Subjek penelitian adalah cacing Ascaris suum, Goeze hidup dewasa yang aktif bergerak. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Subjek dibagi dalam 7 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 cacing, replikasi dilakukan sebanyak 4 kali. Kelompok kontrol negatif menggunakan larutan garam fisiologis, kelompok kontrol positif menggunakan pirantel pamoat 5 mg/ml sedangkan kelompok perlakuan terdiri dari ekstrak daun jambu biji konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. Cacing direndam dalam larutan uji sebanyak 25 ml dan diinkubasi pada suhu 37°. Pengamatan dilakukan tiap 1 jam selama 7 jam dan dihitung jumlah cacing yang mati selama 7 jam. Data dianalisis dengan uji nonparametrik Kruskal Wallis, dilanjutkan dengan uji Mann Whitney, dan analisis probit.

Hasil penelitian : Jumlah total kematian cacing setelah 7 jam pengamatan pada kontrol negatif sebanyak 0 ekor, ekstrak daun jambu biji konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% masing-masing sebanyak 4, 7, 12, 20, dan 20 ekor, dan pada kontrol positif sebanyak 20 ekor. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Pada uji Mann Whitney terdapat variasi signifikansi pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (p < 0,05 dan p > 0,05). Analisis probit menunjukkan LC50 dan LC90 masing-masing pada konsentrasi 54,320% dan 74,516%.

Simpulan penelitian : Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun jambu biji mempengaruhi mortalitas Ascaris suum, Goeze In Vitro, peningkatan konsentrasi ekstrak diikuti dengan peningkatan jumlah kematian cacing.

Kata kunci : Ekstrak daun jambu biji, Ascaris suum

Tri Adinda Gusvi Meisya, G0009208, 2012. Effect of Leaf Extract of Guava (Psidium guajava, Linn) Toward Mortality of Ascaris suum, Goeze In Vitro. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Background : Guava leaves contain tannins and saponins that have been known to have anthelmintic effect. This study aimed to determine the effect of guava leaf extract toward mortality of Ascaris suum, Goeze In Vitro

Methods : The study was a laboratory experimental research using the post-test only controlled group design. Subjects were adult Ascaris suum, Goeze. The sampling technique used was purposive sampling. Subjects were divided into 7 groups, each group consisting of 5 worms, replication performed 4 times. Saline solution was used in negative control group, pirantel pamoate 5 mg/ml was used in positive control group, while the treatment group used guava leaf extract concentration of 20%, 40%, 60%, 80%, and 100%. Worms immersed in the test solution at 25 mL and incubated at 37°Observations were made every 1 hour for 7 hours and counted the number of dead worms for 7 hours. Data were analyzed with nonparametric Kruskal-Wallis test, followed by Mann Whitney test and probit analysis.

Results : Total number of dead worms after 7 hours of observation in the negative control group was 0, guava leaf extract concentration of 20%, 40%, 60%, 80%, and 100% respectively by 4, 7, 12, 20, and 20, and in the positive control group was 20. Kruskal Wallis test results showed a significant difference, while Mann Whitney test showed some significant and unsignificant differences among those groups (p < 0.05 and p > 0.05). Probit analysis showed LC50 and LC90 respectively at concentration 54.320% and 74.516%.

Conclusion : Based on this study, it can be concluded that the guava leaf extract affects mortality of Ascaris suum, Goeze In Vitro, the increased concentration of extract increases the number of deaths of worms.

Keywords: Guava leave extract, Ascaris suum

Alhamdulillahhirobbil’aalamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan berkah, nikmat, hidayah, dan ridho-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava, Linn) terhadap

Mortalitas

merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes selaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.

3. Dra. Cr. Siti Utari, M.Kes selaku Pembimbing Utama yang telah

menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

4. Darukutni, dr., Sp.ParK selaku Pembimbing Pendamping yang telah

menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

5. Yulia Sari, S.Si., M.Si. selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ir. Ruben Dharmawan, dr., Sp.ParK., Ph.D., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

7. Yang tercinta kedua orang tua saya, kakak dan adik-adik tersayang dan seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan tiada henti, dan memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini.

8. Segenap Staf Skripsi FK UNS dan Staf Laboratorium Parasitologi dan Mikologi FK UNS untuk segala bantuan & kemudahan.

9. Sahabat-sahabat terdekat, Family, Blue d’orange, teman-teman kelompok 13 dan angkatan 2009 atas semangat dan bantuan yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia.

10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 05 Oktober 2012

Tri Adinda Gusvi Meisya

Gambar 2.1. Daur Hidup Cacing Ascaris lumbricoides ....................................

Gambar 2.2. Daur Hidup Ascaris suum, Goeze................................................. 12 Gambar 2.3. Tanaman dan Buah Psidium guajava, Linn .................................. 15 Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran ........................................................ 22

Gambar 3.5. Skema Penelitian Pendahuluan .................................................... 28 Gambar 3.6. Skema Penelitian Akhir ............................................................... 29 Gambar 4.7. Grafik Jumlah Total Kematian Cacing Setelah 7 Jam

Pengamatan .. ............................................................................... 36

Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Penelitian Pendahuluan ...................................... 34 Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Penelitian Akhir Selama 7 Jam .......................... 35 Tabel 4.3. Uji Post Hoc Mann Whitney ............................................................ 37 Tabel 4.4. Hasil Uji Mann Whitney .................................................................. 38

Lampiran 1. Hasil Pengamatan Penelitian Akhir ............................................. 52 Lampiran 2. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data .............................. 54 Lampiran 3. Hasil Uji Kruskal Wallis .............................................................. 55 Lampiran 4. Hasil Uji Post Hoc Mann Whitney untuk Kontrol ...................... 56 Lampiran 5. Hasil Uji Post Hoc Mann Whitney Berbagai Konsentrasi .......... 57 Lampiran 6. Analisis Probit untuk Lethal Concentration 50 (LC50) .............. 67 Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian ............................................................... 68 Lampiran 8. Surat Keterangan Pembuatan Ekstrak ......................................... 70 Lampiran 9. Lembar Kerja Ekstraksi ............................................................... 71 Lampiran 10. Data Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji ................................ 72

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit kecacingan di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang dianggap besar karena prevalensinya di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih antara 45-65% (Ali, 2008). Hasil survey yang dilakukan pada 40 sekolah dasar (SD) di 10 propinsi menunjukkan prevalensi kecacingan berkisar antara 2,2-90,3%. Prevalensi askariasis di propinsi DKI Jakarta adalah 4-91%, Jabar 20-90%, Yogyakarta 12-85%, Jatim 16-74%, Bali 40-95%, NTT 10-75%, Sumut 46-75%, Sumbar 2-71%, Sumsel 51-78%, Sulut 30-72% (Depkes RI, 2004). Pada tahun 2008, di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia dengan sistem sanitasi yang buruk prevalensi kecacingan mencapai 80% (Ali, 2008).

Salah satu infeksi cacing yang paling sering ditemui adalah Askariasis yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah salah satu manifestasi penyakit cacing yang paling sering ditemukan di dunia (Haburchak, 2008). Askariasis umumnya terjadi pada negara-negara beriklim tropis dan subtropis yang mempunyai sanitasi yang buruk, sehingga pada negara-negara berkembang angka kejadian askariasis relatif tinggi (Pohan, 2006). Ascaris lumbricoides termasuk ke dalam golongan soil transmitted helminth dan terutama menginfeksi anak umur 3-8 tahun dengan prevalensi 60-90% (Chin 2006; Onggowaluyo 2002), sebagian besar yang menjadi Salah satu infeksi cacing yang paling sering ditemui adalah Askariasis yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah salah satu manifestasi penyakit cacing yang paling sering ditemukan di dunia (Haburchak, 2008). Askariasis umumnya terjadi pada negara-negara beriklim tropis dan subtropis yang mempunyai sanitasi yang buruk, sehingga pada negara-negara berkembang angka kejadian askariasis relatif tinggi (Pohan, 2006). Ascaris lumbricoides termasuk ke dalam golongan soil transmitted helminth dan terutama menginfeksi anak umur 3-8 tahun dengan prevalensi 60-90% (Chin 2006; Onggowaluyo 2002), sebagian besar yang menjadi

Walaupun kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung, namun hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing gelang dapat menyebabkan malnutrisi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak (Siregar, 2008). Menurut Herison dan Wardany (2008), Ascaris lumbricoides mengambil makanan dari usus manusia terutama karbohidrat dan protein. Selain itu, Ascaris lumbricoides dewasa dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti diare, mual, nafsu makan berkurang, konstipasi, ileus obstruktif akibat gumpalan cacing dan sumbatan pada organ berongga seperti empedu, pankreas, atau usus buntu akibat migrasi cacing dewasa (Chin, 2006; Margono et al., 2003).

Selain dengan melakukan pencegahan melalui peningkatan kualitas kebersihan dan sanitasi, askariasis dapat ditanggulangi dengan penggunaan obat-obatan antihelmintik. Obat pilihan pertama untuk askariasis adalah mebendazole dan pirantel pamoat. Namun kedua obat tersebut memiliki efek samping berupa sakit kepala, mual, muntah, dan sakit perut. Dalam suatu case report dilaporkan bahwa pengobatan askariasis menggunakan mebendazol Selain dengan melakukan pencegahan melalui peningkatan kualitas kebersihan dan sanitasi, askariasis dapat ditanggulangi dengan penggunaan obat-obatan antihelmintik. Obat pilihan pertama untuk askariasis adalah mebendazole dan pirantel pamoat. Namun kedua obat tersebut memiliki efek samping berupa sakit kepala, mual, muntah, dan sakit perut. Dalam suatu case report dilaporkan bahwa pengobatan askariasis menggunakan mebendazol

Salah satu jalan keluar dari permasalahan di atas adalah dengan pemanfaatan bahan-bahan alam tradisional. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional adalah daun jambu biji (Psidium guajava Linn). Penelitian yang dilakukan para ahli menyebutkan bahwa daun Psidium guajava , Linn memiliki efek antiamoebik, antispasmodik, antioksidan, antifungi, antihelmintik dan antimikroba (Singh et al., 2010; Tangpu dan Yadav, 2006; Uboh et al., 2010). Daun Psidium guajava, Linn mengandung tanin, minyak atsiri, flavonoid, alkaloid, antosianin, lectin, senyawa fenol, saponin, dan karoten (Singh et al., 2010; Tangpu dan Yadav, 2006; Uboh et al., 2010). Di antara senyawa tersebut, tanin dan saponin telah diketahui memiliki efek antihelmintik (Kuntari, 2008; Laconi dan Widiyastuti, 2010; Singh et al., 2010). Tanin memiliki efek vermifuga yaitu dapat merusak protein tubuh cacing (Laconi dan Widiyastuti, 2010). Sedangkan saponin memiliki efek antihelmintik yang dapat menghambat kerja kolinesterase sehingga cacing mengalami paralisis spastik otot yang akhirnya dapat menimbulkan kematian (Kuntari, 2008).

guajava , Linn dapat membunuh Ascaris suum, Goeze secara In Vitro dengan LC50 pada konsentrasi 64,764%. Penelitian tersebut menjadi dasar penelitian ini untuk mengetahui pengaruh daun Psidium guajava, Linn dalam bentuk ekstrak terhadap mortalitas Ascaris suum, Goeze. Maka itu pada penelitian ini akan digunakan daun Psidium guajava, Linn dalam bentuk ekstrak etanol, karena etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel, sehingga memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut (Voight, 1995). Selain itu etanol merupakan pelarut semi polar, sehingga dapat menarik tanin yang bersifat polar maupun saponin yang bersifat non polar (Harborne, 1994). Sehingga diharapkan dengan konsentrasi lebih rendah dapat memiliki daya antihelmintik yang lebih tinggi.

Penulis menggunakan cacing Ascaris suum, Goeze karena sulit mendapatkan Ascaris lumbricoides, Linn dalam keadaan hidup untuk diberi perlakuan. Cacing Ascaris suum, Goeze juga memiliki morfologi, sifat biokimiawi, dan fisiologi yang hampir sama dengan Ascaris lumbricoides, Linn, sehingga sering dijadikan model pengganti Ascaris lumbricoides, Linn dalam penelitian (Loreille dan Bouchet, 2003)

B. Perumusan Masalah

Apakah ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) berpengaruh terhadap mortalitas cacing Ascaris suum, Goeze In Vitro dalam waktu tertentu?

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antihelmintik ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum, Goeze In Vitro.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis Memberikan pengetahuan mengenai pengaruh ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum, Goeze In Vitro

2. Manfaat Aplikatif Ekstrak daun Psidium guajava, Linn diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat dijadikan alternatif antihelmintik yang murah dan mudah ditemukan.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Ascaris Lumbricoides

a. Taksonomi Kingdom

: Animalia

Subkingdom : Metazoa Filum

: Ascaris lumbricoides, Linn

(Beaver et al., 1984)

b. Morfologi Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang penyebab askariasis. Cacing jantan dewasa berukuran 10 – 30 cm sedangkan cacing betina berukuran 22 – 35 cm (Margono et al., 2003). Cacing dewasa berwarna kuning kecokelatan dan memiliki kutikulum yang rata dan bergaris halus. Kedua ujung tubuh cacing berbentuk membulat. Mulut cacing memiliki 3 buah bibir, satu di bagian dorsal b. Morfologi Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang penyebab askariasis. Cacing jantan dewasa berukuran 10 – 30 cm sedangkan cacing betina berukuran 22 – 35 cm (Margono et al., 2003). Cacing dewasa berwarna kuning kecokelatan dan memiliki kutikulum yang rata dan bergaris halus. Kedua ujung tubuh cacing berbentuk membulat. Mulut cacing memiliki 3 buah bibir, satu di bagian dorsal

Cacing betina dapat bertelur 100.000 − 200.000 butir telur perhari, di antaranya terdapat telur fertil dan telur infertil. Telur fertil inilah yang dapat menginfeksi manusia. (Gandahusada et al., 2000). Telur fertil berukuran 60 – 75 mikron, sedangkan lebarnya 40 – 50 mikron. Telur ini memiliki lapisan albumin berwarna cokelat karena menyerap zat warna empedu, selain itu juga terdapat selubung vitelin tipis di dalam kulit telur cacing. Pada telur fertil dijumpai adanya rongga udara yang tampak sebagai area terang berbentuk bulan sabit (Utari, 2002)

Telur infertil berbentuk lebih lonjong dari telur fertil, ukurannya sekitar 80 x 55 mikron. Telur ini berdinding tipis dengan lapisan albumin yang tidak teratur. Pada telur infertil tidak dijumpai adanya rongga udara (Utari, 2002)

Gambar 2.2. Daur Hidup Cacing Ascaris lumbricoides (CDC, 2009)

c. Daur Hidup Dalam lingkungan yang sesuai, telur fertil berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia, akan menetas di usus halus menjadi larva. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam oesophagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus berubah manjadi cacing dewasa

2000)

d. Patologi dan Gambaran Klinis Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam, eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat. Pada kasus ini sering terjadi kekeliruan diagnosis karena mirip dengan gambaran TBC, namun infiltrat ini menghilang dalam waktu 3 minggu, setelah diberikan obat cacing pada penderita. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare, atau konstipasi (Gandahusada et al., 2000) Jika menembus peritoneum dapat menyebabkan akut abdomen (Gandahusada et al., 2000; Utari, 2002).

e. Pengobatan Obat pilihan pertama untuk terapi askariasis adalah mebendazol, dan pirantel pamoat. Sedangkan obat pilihan kedua adalah albendazol dan piperazin (Syarif dan Elysabeth, 2007)

Mebendazol merupakan obat dengan indeks terapi yang lebar. Mebendazol menyebabkan kerusakan subselular dan menghambat

glukosa tanpa mengganggu host. Obat ini diabsorbsi kurang dari 10% oleh tubuh. Mebendazol tidak mempunyai efek toksik sistemik karena absorbsinya yang buruk. Tetapi obat ini dapat menimbulkan efek samping seperti mual, muntah, dan diare. Keadaan ini sering muncul pada infestasi yang berat disertai ekspulsi cacing melalui mulut (erratic migration). Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak berusia di bawah 2 tahun (Syarif dan Elysabeth, 2007; Tjay dan Raharja, 2007).

Sedangkan pirantel pamoat berupa kristal putih tidak larut air. Obat ini menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, sehingga cacing mati dalam keadaan spastik. Pirantel pamoat juga menghambat enzim kolinesterase yang membuat kontraksi otot yang berlebihan (Syarif dan Elysabeth, 2007). Obat ini merupakan kontraindikasi untuk ibu hamil dan pasien penyakit hati karena meningkatkan SGOT. Selain itu tidak dianjurkan untuk anak di bawah usia 2 tahun (Katzung, 2004).

2. Ascaris suum, Goeze

a. Taksonomi Kingdom

: Animalia

Subkingdom : Metazoa Filum

: Nemathelmintes

Kelas

: Nematoda

: Ascaris suum, Goeze

(Loreille, 2003)

b. Morfologi Cacing Ascaris suum, Goeze adalah parasit yang hidup di usus halus babi, namun dapat pula menginfeksi manusia, sapi, kambing, domba, anjing, dan sebagainya (Miyazaki, 1991). Secara morfologi, cacing ini mirip dengan Ascaris lumbricoides. Cacing jantan memiliki panjang 15-25 cm dan diameter 3 mm. Cacing betina memiliki panjang sampai 41 cm dan diameter 5 mm. Tubuh cacing diselimuti lapisan kutikula yang relatif tebal. Sistem pencernaan berupa oesophagus sepanjang 6,5 mm. Telur Ascaris suum, Goeze menunjukkan adanya lapisan albuminoid yang tebal dan pada ujungnya terdapat operkulum (Yamaguchi, 1992).

Gambar 2.2. Daur Hidup Ascaris suum, Goeze (Genneen, 1999) Daur hidup Ascaris suum, Goeze dapat terjadi secara langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect). Pada siklus direct, babi akan menelan telur fertil yang mengandung larva II. Telur tersebut akan masuk ke dalam lambung kemudian menuju ke usus halus. Telur tersebut kemudian menetas di usus halus dan keluarlah larva II (Beaver et al., 1984). Larva tersebut akan bermigrasi ke hati dan menjadi larva

III. Selanjutnya larva tersebut akan bermigrasi ke paru dan alveolus. Ketika hospes batuk larva akan tertelan dan masuk ke saluran gastrointestinal. Proses ini sering disebut dengan hepato-tracheal migration. Di dalam traktus gastrointestinal (terutama di usus halus), larva akan berkembang menjadi bentuk dewasa dan selanjutnya akan

Roepstroff, 2006). Pada siklus indirect, perkembangan akan melalui hospes paratenik atau perantara. Telur fertil (berisi larva II) tertelan oleh hospes paratenik bersama makanan dan minuman. Larva II akan berada di jaringan sampai babi memangsa hospes paratenik tersebut. Selanjutnya, larva akan berkembang dalam tubuh babi menjadi larva

III seperti proses yang berlangsung dalam siklus direct (Moejer dan Roepstroff, 2006).

d. Patologi dan Gambaran Klinis Infeksi Ascaris suum, Goeze dapat terjadi ketika babi menelan telur yang mengandung larva stadium II melalui makanan atau minumannya. Telur tersebut akan menetas di usus halus dan keluarlah larva II. Larva II akan berkembang menjadi larva III. Gejala klinis mulai terlihat pada waktu larva III bermigrasi dari usus halus ke hati dan menimbulkan kerusakan pada mukosa intestinal babi. Hepato- tracheal migration juga dapat menyebabkan peradangan ringan pada hati (Yoshihara, 2008). Walaupun demikian, gejala yang timbul sulit dibedakan dengan penyakit infeksi lainnya (Roberts et al., 2005).

Larva dapat menyebabkan hemoragi ketika bermigrasi dari hati ke kapiler paru. Infeksi yang berat dapat menyebabkan akumulasi perdarahan dan kematian epitel sehingga menyebabkan kongesti jalan Larva dapat menyebabkan hemoragi ketika bermigrasi dari hati ke kapiler paru. Infeksi yang berat dapat menyebabkan akumulasi perdarahan dan kematian epitel sehingga menyebabkan kongesti jalan

e. Persamaan dengan Ascaris lumbricoides Ascaris suum memiliki persamaan pada habitat, sifat biokimiawi, dan sifat fisiologi dengan Ascaris lumbricoides, sehingga sering dijadikan model pengganti Ascaris lumbricoides dalam penelitian (Loreille dan Bouchet, 2003). Selain itu Liu et al. (2012) dan Leles et al. (2012) menyatakan bahwa Ascaris lumbricoides dan Ascaris suum merupakan satu spesies yang sama secara genetik.

Kemiripan morfologi keduanya tidak dapat dibedakan dengan mikroskop cahaya biasa, tetapi menunjukkan sedikit perbedaan pada deretan gigi dan bentuk bibirnya dengan mikroskop elektron (Gregers, 2006).

Gambar 2.3. Tanaman dan Buah Psidium guajava, Linn (IPTEK, 2005)

a. Taksonomi Divisio

: Magnoliphyta

Subdivisio : Angiospermae Kelas

: Psidium guajava, Linn

(Tjitrosoepomo, 2005) Jambu biji (Psidium guajava, Linn) merupakan tanaman buah dengan jenis perdu. Jambu biji juga dikenal dengan nama jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu (BAPPENAS, 2000). Tanaman ini (Tjitrosoepomo, 2005) Jambu biji (Psidium guajava, Linn) merupakan tanaman buah dengan jenis perdu. Jambu biji juga dikenal dengan nama jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu (BAPPENAS, 2000). Tanaman ini

b. Deskripsi tanaman jambu biji (Psidium guajava, Linn)

Tanaman jambu biji tingginya 5 − 10 meter, batang berkayu, bulat, kulit kayu licin, mengelupas, bercabang, warna coklat kehijauan. Daun tunggal, bulat telur, ujungnya tumpul, pangkal membulat, tepi rata, panjang 6 − 14 cm, lebar 3 − 6 cm, pertulangan menyirip, warna hijau kekuningan. Daun muda berbulu abu-abu, daun bertangkai pendek. Bunga tunggal di ketiak daun, mahkota bulat telur, panjang 1,5 cm, warna putih kekuningan. Bakal buah tenggelam, beruang 4 −

5, buah buni bundar, bentuk buah peer atau buah bulat telur, warna putih kekuningan atau merah muda, panjang 5 − 8,5 cm Cabangnya melengkung, berlawanan dengan daun. Warna bunga putih, dengan kelopak yang membengkok ke dalam, 2 sampai 3 pada aksil daun. Buahnya berukuran kecil, dengan panjang sekitar 3 − 6 cm. Bentuk buahnya menyerupai buah pir, dengan warna kuning kemerahan saat matang. (Chandra, 2011).

Daun Psidium guajava mengandung antara lain tanin, minyak atsiri, flavonoid, alkaloid, antosianin, lectin, senyawa fenol, saponin, dan karoten (Singh et al., 2010; Tangpu dan Yadav, 2006; Uboh et al., 2010). Penelitian yang dilakukan para ahli menyebutkan bahwa daun jambu biji memiliki efek antiamoebik, antispasmodik, antioksidan, antifungi, antihelmintik dan antimikroba (Lozoya et al., 1994; Morales et al., 1994; Singh et al., 2010; Tangpu dan Yadav, 2006; Uboh et al., 2010).

d. Kandungan kimia yang mengandung efek antihelmintik

Kandungan kimia pada Psidium guajava yang memiliki efek antihelmintik adalah tanin. Hal ini telah dibuktikan secara In Vitro maupun In Vivo (Brunet dan Hoste, 2006; Iqbal et.al., 2007; Cenci et.al., 2007). Menurut Alonso et.al., (2008), tanin juga dapat menghambat migrasi larva cacing. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa konsentrasi tanin dan flavonoid pada daun jambu biji jauh lebih tinggi dibanding komponen fitokimia lain yang juga terkandung dalam daun Psidium guajava, Linn (Adeyemi et.al., 2009). Dweck (2009) menyatakan bahwa kandungan tanin dalam daun F Psidium guajava , Linn adalah 8,15%. Menurut Duke dalam Galih (2010), kandungan tanin dalam daun Psidium guajava, Linn cukup tinggi, yaitu 90.000 – 150.000 ppm. Tanin merupakan molekul golongan polifenol, yang ada hampir di setiap bagian tanaman,

2007). Tanin diklasifikasikan berdasar molekulnya menjadi Condensed Tannin (CT) dan Hydrolizable Tannin (HT). Secara struktural, CT terdiri atas monomer dan oligomer dari flavonoid, yang dihubungkan dengan ikatan karbon tanpa adanya nukleus monosakarida. Penelitian terhadap domba yang terinfeksi cacing yang diberi pakan mengandung CT dengan kadar tinggi, menunjukkan penurunan yang drastis dari jumlah hitung cacing dan telur yang terdapat pada fesesnya (Niezen et al, 1998).

Tanin memiliki efek vermifuga yaitu dapat merusak protein tubuh cacing (Laconi dan Widiyastuti, 2010). Hal ini dimungkinkan karena tanin mempunyai gugus karbonil yang menyebabkannya mudah terprotonisasi. Ion-ion positif ini kemudian menarik ion-ion negatif pada struktur protein, baik mikroorganisme penyebab diare, maupun pada organisme lain pada saluran pencernaan manusia (Sutrasno et al., 2008).

Selain tanin, daun Psidium guajava, Linn juga mengandung saponin. Saponin adalah glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin. Saponin diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti steroid dengan molekul karbohidrat, sedangkan saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Saponin Selain tanin, daun Psidium guajava, Linn juga mengandung saponin. Saponin adalah glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin. Saponin diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti steroid dengan molekul karbohidrat, sedangkan saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Saponin

e. Ekstrak daun Psidium guajava, Linn Ekstraksi ialah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih di mana zat yang diinginkan larut. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan komponen yang berada dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian terhadap tiap macam metode ekstraksi, dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna dari obat. Sifat dari bahan mentah merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi. Sediaan yang diperoleh dari hasil ekstraksi dinamakan ekstrak, pelarutnya disebut penyari, sedangkan sisa-sisa yang tidak ikut tersari disebut ampas (Ansel, 1989; Howard, 1989; Harbone, 1994; Voigt, 1994).

Pada penelitian ini akan digunakan ekstrak yang diperoleh melalui proses maserasi. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989). Maserasi berasal dari kata macerare yang artinya mengairi, melunakkan, merendam. Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling

serbuk simplisia yang halus yang disatukan dengan bahan ekstraksi. Metode ini lebih murah, mudah dilaksanakan dan tidak memerlukan energi atau panas. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan yang di luar dan di dalam sel (Ansel, 1989).

Maserasi serbuk simplisia yang akan diekstraksi biasanya ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, bersama dengan cairan penyari yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat dan isinya dikocok berulang-ulang, lamanya biasanya berkisar 2-14 hari. Pengocokan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang, masuk ke seluruh permukaan dari serbuk simplisia yang sudah halus (Ansel, 1989).

Ekstrak hasil maserasi dipisahkan ampasnya dengan menyaring atau menyari ampas yang telah dibilas bebas dari ekstrak dengan penambahan cairan penyari melalui ayakan atau saringan ke dalam seluruh ekstrak dalam wadahnya (Ansel, 1989).

Sebagai cairan pengekstraksi, air atau etanol lebih disukai penggunaannya. Ekstraksi air dari suatu bagian tumbuhan dapat Sebagai cairan pengekstraksi, air atau etanol lebih disukai penggunaannya. Ekstraksi air dari suatu bagian tumbuhan dapat

Pada percobaan ini, peneliti akan melakukan ekstraksi dengan metode maserasi dan menggunakan penyari etanol. Etanol 70% merupakan pelarut semi polar sehingga dapat menarik tanin yang bersifat polar maupun saponin yang bersifat non polar (Harborne, 1994). Dengan etanol kadar 70% volume, dapat dihasilkan bahan aktif yang optimal karena dapat mengekstraksi senyawa-senyawa yang diharapkan yaitu tanin dan saponin (Voigt, 1994). Sedangkan metode maserasi dipilih untuk menghindari degradasi senyawa metabolit sekunder akibat ekstraksi pada suhu yang tinggi (Westendarp, 2006).

Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran

C. HIPOTESIS

Pemberian ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) berpengaruh terhadap mortalitas Ascaris suum, Goeze In Vitro dalam waktu tertentu.

Ekstrak daun jambu biji Psidium guajava, Linn (tanin, minyak atsiri, flavonoid, alkaloid, antosianin,

saponin, dan karoten )

Tanin

Merusak protein tubuh cacing

Saponin

Menghambat kerja enzim kolinesterase à paralisis spastik

Variabel luar tak terkendali :

1. Jenis kelamin cacing

2. Kepekaan cacing terhadap zat

3. Umur tanaman jambu biji

4. Kesehatan cacing

5. Umur cacing

Variabel luar terkendali :

1. Panjang cacing

2. Suhu percobaan

3. Jenis cacing

Cacing Gelang Babi Ascaris suum, Goeze

Kematian cacing

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan menggunakan rancangan penelitian the post test only controlled group design

B. Lokasi Penelitian

Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UNS

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah cacing Ascaris suum, Goeze hidup yang masih aktif bergerak. Hewan uji diambil dari tempat penyembelihan “Radjakaja” Surakarta

D. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut

1. Kriteria Inklusi : Cacing yang masih hidup dan aktif bergerak, jantan maupun betina, dengan ukuran tubuh relatif sama panjang.

2. Kriteria eksklusi : Cacing yang sudah mati dan tidak aktif bergerak

(n-1) (t-1) ≥ 15

Keterangan : n = besar sampel t = jumlah kelompok perlakuan (Galih, 2010)

Penelitian ini akan menggunakan 7 kelompok perlakuan, maka : (n-1) (7-1) ≥ 15 6(n-1) ≥ 15 6n ≥ 21 n ≥5

Menurut perhitungan dengan rumus Federer di atas, maka penelitian ini akan menggunakan 5 sampel pada tiap kelompok perlakuan. Pengulangan percobaan dapat dihitung dengan rumus:

(t-1)(r-1) > 15

Keterangan : r = pengulangan t = jumlah kelompok perlakuan (Galih, 2010)

Penelitian ini akan menggunakan 7 kelompok perlakuan, maka : (t-1)(r-1) > 15 (7-1)(r-1) > 15 6r > 21 r > 3,5

Dengan perhitungan tersebut, maka setiap kelompok perlakuan akan direplikasi sebanyak 4 kali.

1. Variabel Bebas Ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava Linn). Skala variabel ini adalah skala ordinal.

2. Variabel Terikat Mortalitas cacing Ascaris suum, Goeze. Mortalitas yang dimaksud adalah jumlah kematian cacing. Skala variabel ini adalah skala rasio

3. Variabel Luar

a. Variabel luar terkendali

1) Panjang cacing

2) Suhu percobaan

3) Jenis cacing

b. Variabel luar tak terkendali

1) Jenis kelamin cacing

2) Kepekaan cacing terhadap ekstrak daun Psidium guajava, Linn

3) Umur tanaman Psidium guajava, Linn

4) Kesehatan cacing

5) Umur cacing

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Ekstrak daun Psidium guajava, Linn Ekstrak daun Psidium guajava, Linn adalah ekstrak dari serbuk daun Psidium guajava , Linn yang diekstraksi dengan metode maserasi dengan pelarut etanol 70 %. Kegiatan pengeringan hingga ekstraksi seluruhnya

Universitas Gajah Mada.

2. Konsentrasi ekstrak daun Psidium guajava, Linn Konsentrasi ekstrak daun Psidium guajava, Linn yang digunakan dalam percobaan ini didapat dengan cara mengencerkan ekstrak kental daun Psidium guajava, Linn hasil maserasi dengan satuan berat per volume menurut konsentrasi yang telah ditentukan. Ekstrak diencerkan dengan NaCL 0,9%. Pada penelitian ini konsentrasi yang digunakan adalah 20%, 40%, 60% , 80%, dan 100%.

3. Kontrol Positif dan Kontrol Negatif Kontrol positif yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan pirantel pamoat 5 mg/mL yang mengacu pada penelitian terdahulu untuk cacing Ascaris suum, Goeze. Larutan pirantel pamoat 5 mg/mL didapatkan dengan melarutkan tablet pirantel pamoat 125 mg ke dalam 25 mL air mineral untuk setiap cawan petrinya (Galih, 2010). Sedangkan sebagai kontrol negatif adalah NaCl 0,9% (larutan garam fisiologis).

4. Mortalitas cacing Mortalitas cacing adalah jumlah kematian cacing Ascaris suum, Goeze dalam tiap rendaman setelah pemberian perlakuan. Pengamatan dilakukan tiap 1 jam hingga semua cacing mati selama waktu maksimal pengamatan. Waktu maksimal pengamatan sesuai hasil penelitian pendahuluan.

Lama pengujian yang digunakan pada penelitian akhir ditentukan berdasarkan penelitian pendahuluan, yaitu 7 jam.

6. Jenis cacing Jenis cacing yang digunakan adalah Ascaris suum, Goeze yang terdapat dalam usus halus babi tanpa membedakan jenis kelamin jantan maupun betina.

7. Suhu percobaan Suhu untuk percobaan adalah 37°C dengan menggunakan inkubator. Suhu ini disesuaikan dengan suhu tubuh babi, yaitu 37-38°C (Pirelli, 2003)

8. Ukuran panjang cacing Ukuran panjang cacing Ascaris suum, Goeze yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah berkisar antara 15-35 cm

1. Penelitian Pendahuluan

Gambar 3.5. Skema Penelitian Pendahuluan

Ascaris suum , Goeze

5 ekor cacing direndam dalam 25mL NaCL 0,9%

5 ekor cacing direndam dalam 25mL ekstrak daun jambu biji konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80%

Inkubasi 37° C selama 15

menit

Inkubasi 37° C selama 15 menit

Amati tiap 1 jam dan penelitian dihentikan apabila salah satu

konsentrasi telah dapat membunuh semua cacing

Waktu dan konsentrasi yang didapat akan digunakan sebagai

acuan untuk penelitian akhir

Gambar 3.6. Skema Penelitian Akhir

Ascaris suum , Goeze

NaCl 0,9%

Ekstrak daun Psidium guajava,

Linn konsentrasi 20%, 40%,

60%, 80%, dan 100%

Pirantel Pamoat 5 mg/mL

Inkubasi 37°C Selama 15 menit

Inkubasi 37°C selama 15 menit

Inkubasi 37°C selama

15 menit

Pengamatan dilakukan tiap 1 jam hingga waktu yang telah ditentukan berdasarkan penelitian

pendahuluan

Pengamatan dilakukan tiap

1 jam hingga waktu yang telah ditentukan berdasarkan

penelitian pendahuluan

Pengamatan dilakukan tiap

1 jam hingga waktu yang telah ditentukan berdasarkan penelitian pendahuluan

Replikasi 4 kali

Replikasi 4 kali

Replikasi 4 kali

Uji Kruskal Wallis

Uji Mann Whitney

Analisis probit

1. Cawan petri ukuran 10 cm

2. Batang kaca sebagai pengaduk

3. Gelas ukur

4. Pinset anatomis

5. Labu takar

6. Toples untuk menyimpan cacing

7. Inkubator

8. Larutan garam fisiologis NaCl 0,9%

9. Larutan uji dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, 100%

10. Air mineral

I. Cara Kerja

1. Tahap persiapan

a. Proses ekstraksi

1) Pemilihan bahan ekstrak

Daun Psidium guajava, Linn dipetik di siang hari di Desa Margoagung, Seyegan, Sleman, Yogyakarta.

2) Pembuatan serbuk daun Psidium guajava, Linn

Daun Psidium guajava, Linn dicuci dengan air mengalir. Kemudian daun dikeringkan di dalam almari pengering bersuhu 45°C selama 48 jam kemudian diserbuk menggunakan mesin penyerbuk dengan saringan diameter lubang saringan 1 mm.

a) Menambahkan etanol 70 % ke dalam serbuk daun Psidium guajava , Linn. Kemudian diaduk selama 30 menit.

b) Didiamkan selama 24 jam kemudian disaring. Diulangi sebanyak 3 kali.

c) Bahan disaring dalam bentuk filtrat dan ampas

d) Filtrat diuapkan dengan vacuum rotary evaporator pemanas water bath pada suhu 70°C

e) Fitrat kental dituang dalam cawan porselin dan dipanaskan pada suhu 50°C

f) Ekstrak kental daun Psidium guajava, Linn siap

b. Penentuan konsentrasi ekstrak yang akan digunakan

Konsentrasi ekstrak yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah 20%, 40%, 60% dan 80% dengan cara pembuatan sebagai berikut :

1) Konsentrasi I : 20 gram ekstrak daun Psidium guajava, Linn + 100 ml NaCl 0,9%

2) Konsentrasi II : 40 gram ekstrak daun Psidium guajava, Linn + 100 ml NaCl 0,9%

3) Konsentrasi III : 60 gram ekstrak daun Psidium guajava, Linn + 100 ml NaCl 0,9%

4) Konsentrasi IV : 80 gram ekstrak daun Psidium guajava, Linn + 100 ml NaCl 0,9%

100 ml NaCl 0,9%

c. Pemesanan Ascaris suum, Goeze dari tempat penyembelihan “Radjakaja”

d. Pengambilan cacing yang telah dipesan

2. Langkah penelitian

a. Penelitian pendahuluan

1) Menyiapkan 5 buah cawan petri yang masing-masing diisi dengan larutan NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif dan ekstrak daun Psidium guajava , Linn dengan konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80%, masing-masing sebanyak 25 mL, kemudian dihangatkan di dalam inkubator bersuhu 37°C.

2) Memasukkan 5 ekor cacing ke dalam masing-masing cawan petri kemudian dihangatkan kembali di dalam inkubator bersuhu 37°C.

3) Melakukan pengamatan tiap 1 jam. Untuk mengetahui cacing tersebut mati atau hidup, maka cacing disentuh dengan menggunakan pinset. Bila tidak bergerak, maka cacing dinyatakan mati.

4) Waktu kematian cacing dan konsentrasi yang dapat mematikan semua cacing dijadikan dasar untuk tahap penelitian selanjutnya.

b. Penelitian akhir

1) Menyiapkan cawan petri yang masing-masing diisi dengan larutan NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif, larutan uji dengan konsentrasi 1) Menyiapkan cawan petri yang masing-masing diisi dengan larutan NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif, larutan uji dengan konsentrasi

2) Memasukkan 5 ekor cacing ke dalam masing-masing cawan petri kemudian dihangatkan kembali di dalam inkubator bersuhu 37°C.

3) Melakukan pengamatan tiap 1 jam. Untuk mengetahui cacing tersebut mati atau hidup, maka cacing disentuh dengan menggunakan pinset. Bila tidak bergerak, maka cacing dinyatakan mati. Waktu maksimal penelitian berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, yaitu 7 jam

4) Mencatat hasil pengamatan yang diperoleh tiap 1 jam.

5) Melakukan replikasi sebanyak 4 kali.

J. Teknik Analisis Data

Data diolah secara statistik menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17 for Windows. Analisis akan dilakukan dengan membandingkan rerata jumlah kematian cacing pada kontrol negatif, kelompok yang diberi perlakuan ekstrak daun Psidium guajava, Linn, dan kontrol positif. Data akan diolah menggunakan uji Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Kemudian dilanjutkan dengan analisis

probit untuk mengetahui LC 50 dan LC 90 dari ekstrak daun Psidium guajava, Linn.

HASIL PENELITIAN

A. Penelitian Pendahuluan

Sebelum melakukan penelitian akhir, dilakukan penelitian pendahuluan terlebih dahulu untuk menentukan lamanya penelitian akhir dan serial konsentrasi yang akan digunakan untuk penelitian akhir. Berdasarkan penelitian pendahuluan didapatkan hasil berikut ini :

Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Penelitian Pendahuluan Waktu

Kematian (Jam)

Jumlah kematian cacing

Pada tabel 4.1, didapatkan konsentrasi yang dapat membunuh semua cacing dalam cawan adalah konsentrasi 80% dalam waktu 7 jam. Waktu ini akan dijadikan dasar untuk penelitian akhir. Selain itu pada konsentrasi 20%, 40%, dan 60% juga dapat membunuh cacing dalam cawan walaupun tidak sebanyak pada konsentrasi 80%.

Penelitian akhir dilakukan dengan membandingkan lima konsentrasi berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, yaitu konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%, dengan kontrol positif, yaitu pirantel pamoat 5mg/ml dan kontrol negatif, yaitu NaCl 0,9%. Penelitian ini dilakukan selama 7 jam dan jumlah kematian cacing dicatat tiap 1 jam. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel berikut :

Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Penelitian Akhir Selama 7 Jam Konsentrasi

Replikasi

Jumlah Kematian Prosentase

I II III

IV Cacing

5 5 5 5 20 100% Pirantel pamoat

5 mg/ml

(Sumber : Data primer, 2012) Tabel di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi 80% dan 100% semua cacing mati, sedangkan pada konsentrasi 20%, 40%, dan 60% masih terdapat cacing yang hidup. Pada kelompok kontrol negatif tidak didapatkan cacing (Sumber : Data primer, 2012) Tabel di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi 80% dan 100% semua cacing mati, sedangkan pada konsentrasi 20%, 40%, dan 60% masih terdapat cacing yang hidup. Pada kelompok kontrol negatif tidak didapatkan cacing

Gambar 4.7. Grafik Jumlah Total Kematian Cacing Setelah 7 Jam Pengamatan Grafik di atas menunjukkan jumlah kematian cacing pada tiap kelompok.

Kelompok ekstrak konsentrasi 80%, 100%, dan kontrol positif memperlihatkan jumlah kematian cacing yang sama, yaitu 20 ekor. Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi, semakin banyak pula jumlah kematian cacing dalam cawan.

C. Analisis Data

Data hasil penelitian yang berupa rata-rata jumlah kematian cacing setelah

7 jam pengamatan diproses dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17 for Windows. Analisis data dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil uji Kruskal Wallis dapat dilihat pada lampiran 3. Oleh

5 mg/mL

Jumlah total kematian cacing

Jumlah total kematian cacing

yang signifikan. Untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan yang signifikan, maka analisis data dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney dengan tingkat signifikansi 0,05

Tabel 4.3. Uji Post Hoc Mann Whitney

80% 100% PP NaCl 0,9%

1 1 - (Sumber : Data primer, 2012) Hipotesis untuk uji Mann Whitney adalah sebagai berikut :

1. H0 : Rerata jumlah kematian antara dua kelompok yang dibandingkan memiliki perbedaan yang tidak signifikan.

2. H1 : Rerata jumlah kematian antara dua kelompok yang dibandingkan memiliki perbedaan yang signifikan.

Pengambilan keputusan untuk Uji Mann Whitney adalah sebagai berikut :

2. Jika nilai p > 0,05, maka H0 diterima Dengan demikian hasil Uji Mann Whitney dapat disimpulkan sebagai berikut :

Tabel 4.4. Hasil Uji Mann Whitney

Kelompok

Signifikan

Tidak Signifikan

(p<0,05)

(p>0,05)

H0 ditolak

H0 diterima NaCl 0,9 %

20%, 40%, 60%, 80%, 100%, PP

20% NaCl 0,9%, 60%, 80%, 100%, PP

40% NaCl 0,9%, 80%, 100%, PP

60% NaCl 0,9%, 20%, 80%,100%, PP

80%, PP Pirantel pamoat

5 mg/ml

NaCl 0,9%, 20%, 40%, 60%

Keterangan : PP = Pirantel pamoat 5 mg/ml (Sumber : Data primer, 2012)

Hasil selengkapnya uji Post Hoc Mann Whitney dapat dilihat pada lampiran 4 dan lampiran 5.

Analisis probit digunakan untuk mengetahui seberapa besar daya antihelmintik ekstrak daun Psidium guajava, Linn dan dinyatakan dalam LC 50 , yaitu konsentrasi ekstrak daun Psidium guajava, Linn yang dapat membunuh 50% cacing. LC 50 selama 7 jam yaitu terdapat pada konsentrasi 54,320% dan LC 90 pada konsentrasi 74,516%. Hasil analisis probit secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6.

PEMBAHASAN

Dokumen yang terkait

ANALISIS DAN PERANCANGAN SPACE PLANNING PADA DATA CENTER DI PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BERDASARKAN STANDAR ANSIBICSI 002 DENGAN METODE PPDIOO STUDI KASUS : DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG ANALYSIS AND DESIGN OF SPACE PLANNING IN DATA CENTER IN T

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN SECURITY SYSTEM DALAM RANCANGAN BERDASARKAN STANDAR EN506002-5 DENGAN METODE PPDIOO LIFE- CYCLE APPROACH STUDI KASUS : DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG ANALYSIS AND DESIGN OF SECURITY SYSTEM IN DESIGN BASED ON EN506002-5 ST

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN KONSTRUKSI BANGUNAN DATA CENTER DI PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600-2-1 DENGAN METODE PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH ANALYSIS AND DESIGN OF CONSTRUCTION OF DATA CENTER BUILDING IN BANDUNG REGENCY GOVERNMENT US

0 0 9

PERUMUSAN STRATEGI PEMASARAN UNTUK JASA PENYEWAAN FORKLIFT PADA CV BJP DENGAN MENGGUNAKAN METODE SWOT DAN IE MATRIKS MARKETING STRATEGY FORMULATION TO FORKLIFT RENTAL SERVICE IN CV BJP USING SWOT METHOD AND IE MATRIX

0 1 6

PERBAIKAN KUALITAS PELAYANAN PRODUK T-CASH DI KOTA BANDUNG MENGGUNAKAN INTEGRASI METODE E-SERVICE QUALITY DAN MODEL KANO QUALITY IMPROVEMENT OF T-CASH PRODUCT SERVICE IN BANDUNG CITY USING INTEGRATION OF E-SERVICE QUALITY METHOD AND KANO MODEL

0 0 10

PERANCANGAN USULAN PERBAIKAN UNTUK MEMINIMASI WASTE MOTION PADA PROSES PRODUKSI MODUL SURYA 260WP PT XYZ DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING IMPROVEMENT TO MINIMIZING WASTE MOTION IN PRODUCTION PROCESS OF SOLAR MODULE 260WP AT PT XYZ WITH LEAN MANUFACTUR

0 1 8

DESIGNING THE ORGANIZATIONAL STRUCTURE WITH BUSINESS PROCESS APPROACH IN SUMBER WARAS HOSPITAL CIREBON

0 1 6

Untuk SDMI Kelas IV

0 0 182

PERAN LEMBAGA JOGLO TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHATANI PADI ORGANIK SKRIPSI

0 3 94

AN ANALYSIS ON SWEARING WORDS USED BY THE MAIN CHARACTERS IN THE FILM ENTITLED “THE PENTHOUSE” (Sociolinguistics Approach)

0 0 125