43. Rekayasa Lembaga Dakwah Kampus (Ridwansyah)

  Protokol #15 Sinergisasi Lembaga Dakwah Seiring berjalannya waktu, proses ekskalasi dakwah kian berlanjut. Dalam perubahannya, sering kali kita melihat bahwa LDK tidak bisa menampung seluruh kader dakwah yang ada, atau LDK tidak bisa menyentuh massa kampus, atau objek dakwah secara langsung. Pada kondisi dimana dua hal ini terjadi, seringkali mengakibatkan stagnandisasi dakwah yang berakibat pada lemahnya proses dinamisasi ke arah lebih baik dalam pergerakan dakwah.

  Hakekatnya memang dakwah ini bisa menyentuh semua lapisan masyarakat kampus, bahkan dakwah pun seharusnya bisa memahami dengan baik bagaimana ciri dan kebutuhan dari objek dakwah yang dihadapi. Disinilah tantangan yang pernah GAMAIS hadapi sekitar dua tahun silam, kemampaman LDK tidak didukung dengan kekuatan dan sinergisasi dari lembaga dakwah program studi terhadap LDK GAMAIS ITB.

  Rencana perubahan pun digulirkan dengan sebuah tema “revitalisasi struktur lembaga dakwah kampus”. Analogi yang kami gunakan saat itu adalah, jika diibaratkan dakwah itu adalah perang. Dengan hanya mengandalkan LDK kita menggunakan bom atom, dan dampak dari bom atom adalah, ada yang mati dan banyak yang luka-luka, sedangkan dengan adanya lembaga dakwah program studi ( LDPS ), kita bisa menembak musuh dari dekat dan cukup dengan senjata yang sederhana. Oleh karena itu, kami berpikir, bagaimana dakwah yang dilakukan bisa berbasis program studi, yang notabenenya lebih dekat dengan massa kampus, dan bisa mengenal lebih mendalam karakteristik objek dakwah kita. Akan tetapi, segala hal ini perlu disinergisasikan dengan agenda dakwah di LDK. Maka muncullah istilah, LDP-LDF-LDPS yakni, lembaga dakwah pusat, lembaga dakwah fakultas dan lembaga dakwah program studi, dan ketiga elemen ini adalah sebuah kesatuan yang disebut dengan LDK atau lembaga dakwah kampus. Sistematika pembagian yang dilakukan, adalah LDP adalah sebuah lembaga dakwah yang berlingkup satu kampus, LDF adalah sebuah lembaga dakwah yang berlingkup fakultas dan LDPS adalah sebuah lembaga dakwah yang berlingkup program studi atau jurusan. Dengan adanya pembagian dakwah yang jelas serta sinergisasi di dalamnya membuat agenda dakwah ini akan lebih mengena sasaran dan sesuai dengan tujuan.

  Pada proses pengembangan dakwah wilayah ( red : LDF dan LDPS ) ini dibutuhkan pentahapan dakwah yang jelas dan terstruktur. Peran lembaga dakwah pusat sebagai core dakwah perlu dilakukan dalam rangka mewujudkan keseimbangan pengembangan dakwah wilayah. Dalam konteks pengembangan dakwah wilayah ini, saya akan menggunakan konsep community development dan dengan berbasiskan community capacity building, yakni pengembangan komunitas berbasiskan pembangunan kapasitas komunitas.

  Dalam teori community development ada 4 strategi utama yang bisa dilakukan untuk pengembangan dakwah wilayah, yakni :

  1. Pengembangan kepemimpinan, fokus pada keahlian, komitmen, keikutsertaan dan keefektifan dari individu dalam proses pengembangan komunitas. Dimana pada strategi ini kita mencoba membentuk kepemimpinan di fakultas dan program studi yang kuat dan berpengaruh. Dengan adanya pemimpin yang kuat dan banyak, sebuah komunitas akan punya kekuatan lebih dalam berkembang kedepannya. Pembangunan pemimpin ini bisa dengan membentuk pemimpin yang berasal dari fakultas atau program studi tersebut atau dengan mensuplai kader dari LDK yang telah terbentuk secara pemahaman islam dan dakwah.

  2. Pengembangan organisasi, bertujuan agar komunitas dapat bekerja dengan lebih baik atau dengan aturan yang baru. Komunitas dalam konteks ini adalah kumpulan para aktifs dakwah di sebuah program studi atau fakultas. proses pengembangan organisasi ini bisa diartikan sebagai pendirian sebuah lembaga dakwah. Dengan adanya lembaga yang formal legal dan wajar aktiftas dakwah akan lebih mudah dilakukan. Bentuk dari lembaga dakwah ini bisa bermacam variasi, sebuah LDF bisa saja dibawah senat mahasiswa fakultas, atau berada langsung dibawah koordinasi Lembaga dakwah pusat ( LDK ). Begitu pula dengan LDPS, biasanya LDPS berada di bawah koordinasi dari LDF atau dalam beberapa kasus inheren dengan himpunan mahasiswa program studi. Dalam membangun sinergisasi dakwah yang terpenting adalah pola dan struktur yang terkoordinasi dengan LDK, pada kampus ITB, LDF dan LDPS berada dalam satu panji dakwah GAMAIS ITB.

  3. Menata Komunitas yang memiliki target pengumpulan aspek-aspek dari fungsional komunitas dan memobilisasi individu menjadi kolektif pada akhirnya. Setelah sebuah lembaga dakwah didirikan, lembaga dakwah ini baru melakukan fungsinya dalam mencoba menkonsolidasikan objek dakwah untuk bisa lebih mengenal Islam secara mendalam. Atau dengan kata lain aktiftas dakwah dilakukan. Dalam tahapan ini, komunitas yang dikembangkan tidak sebatas komunitas para aktifs dakwah Islam, akan tetapi pengembangan komunitas sampai pada tahapan pengembangan masyarakat fakultas atau program studi dari segi kepahaman dan aplikasi akan Islam.

  4. Kolaborasi antar-organisasi bertujuan membangun infrastruktur komunitas meliputi pengembangan hubungan dan kerjasama dalam level organisasi.

  Tahap ini merupak tahap lanjut dalam pengembangan dakwah wilayah, dimana lembaga dakwah diharapkan sudah memiliki legitimasi di masyarakat kampus yang menjadi tanggung jawabnya, dan mulai mengibarkan sayap dakwahnya keluar fakultas atau program studi. Bentuk aplikasi dari tahap ini adalah adanya hubungan dan koordinasi antara lembaga dakwah fakultas dan lembaga dakwah program studi yang dikomandoi oleh lembaga dakwah terpusat. Dengan adanya sinergisasi dalam harmoni antara lembaga dakwah ini, tujuan dakwah akan lebih mudah tercapai dan gerak dakwah akan lebih kuat. Tahapan diatas adalah sebuah tahapan umum dalam membangun dakwah fakultas atau program studi. Penjelasan ini diharapkan bisa dipahami bagi LDK yang ingin membangun LDF dan LDPS dengan kondisi telah ada LDK terlebih dahulu. Setelah kita memahami bagaimana pengembangan dakwah wilayah, saya akan mencoba menjelaskan bagaimana LDK dapat berperan dalam pendirian dan penguatan LDF dan LDPS. Pada teori pengembangan kapasitas komunitas, ada tiga hal yang bisa dilakukan oleh organisasi eksternal dari sebuah komunitas dalam membangun sebuah komunitas. Dalam kasus ini bagaimana kita bisa mengoptimasi peran LDK. Tiga strategi yang bisa dilakukan adalah :

  1. Technical assistant atau Pendampingan. Metode yang paling sering dilakukan dan masih dilakukan oleh hampir semua LDK yang ada LDFnya.

  Yakni pendampingan dengan berbasis penyelesaian masalah. Pada cara ini sebetulnya tetap memaksimalkan peran internal fakultas atau program studi, akan tetapi jika menemui masalah LDK harus cepat tanggap memeberikan solusi atas kendala yang dihadapi di lapangan. Proses pendampingan ini dilakukan dengan mengidentisikasi masalah, mengenal medan dakwah dan mendorong pihak internal fakultas untuk menyelesaikan masalah secara mandiri dengan dukungan dari pihak LDK. Sebagai contoh, sebuah LDF mengalami kendala dari segi supply mentor untuk mengisi di fakultasnya, maka LDK diharapkan bisa mengkoordinasi dengan LDF lain yang memiliki jumlah mentor yang banyak untuk di amanahkan mengisi di LDF yang kekurang mentor.

  2. Self-help atau mandiri. Cara ini lebih mengandalkan kemandirian dan potensi lokal dari kader di fakultas dan program studi. Karena memang pada dasarnya kader di sebuah fakultas lebih memahami kondisi medan dakwah di fakultasnya dan tentunya diharapkan bisa membuat strategi dakwah yang lebih tepat dan sesuai sasaran. Fungsi LDK dalam strategi ini adalah membangun basis kepemimpinan yang kuat di fakultas tersebut dan memberikan arahan berupa koridor serta standar ideal dari LDF dan LDPS yang diharapkan.

  3. Advokasi, merupakan sebuah cara yang dilakukan dari LDK untuk membangun LDF dan LDPS dengan lebih mengedepakan proses hukum.

  Biasanya hal ini dibutuhkan pada proses legalisasi dan legitimasi LDF dan LDPS. Kita harus bisa mendukung dan memberikan alasan kuat yang bisa meyakinkan bahwa sebuah LDF bisa terbentuk. Cara paling sederhana untuk memberikan keuatan hukum legal formal kepada LDF dan LDPS adalah dengan menempatkan LDF dan LDPS sebagai bagian dari LDK.

  Sehingga kekuatan payung hukum LDF dan LDPS bisa ditanggung oleh LDK. Jika digambarkan dalam bentuk matriks hubungan antara community development dan community capacity building adalah sebagai berikut.

  Pengembanga n kepemimpina n

Pembangunan

organisasi

  Penataan komunitas Kolaborasi antar - organisasi Pendampinga n Memberikan pelatihan kepemimpinan Mensuplai sistem pendukung organisasi seperti dana dan jaringan Mensuplai kebutuhan dakwah LDF seperti suplai mentor

  Sinergisasi LDF dengan memfasilitasi dalam bentuk forum rutin LDF

  Mandiri Menjadi tokoh penting/teladan dalam fakultas atau program studi

  Membangun

basis kader inti

dan massa simpatisan

  Membuat mekanisme dakwah yang sesuai dengan kebutuhan objek dakwah di fakultas atau program studi

  Menjalin silahturahim rutin atau studi banding antara lembaga dakwah advokasi Mensuplai kader dari luar fakultas atau program studi untuk terlibat langsung dengan aktiftas dakwah di fakultas atau program studi Memberikan dukungan

berupa bantuan

hukum untuk

melegalkan LDF

atau LDPS dengan

bantuan lobi ke

pihak terkait

  Adanya bimbingan berupa konsultasi pola manajemen dakwah yang baik Dukungan berupa legitimasi LDF/LDPS, dengan itu mereka bisa melakukan hubungan dengan lembaga lain dengan bebas

  Pada tahap setelah semua fakultas memiliki lembaga dakwah fakultas dan semua program studi memilki lembaga dakwah program studi, dimulailah tahap sinergisasi dakwah. Pada dasarnya saya menawarkan dua cara yang perlu dilakukan dalam waktu bersamaan, yakni, kesamaan pedoman dakwah dan pola hubungan antar lembaga. Menurut hemat saya, dua hal ini perlu dipahami bersama dalam rangka memberikan hasil yang optimal dalam dakwah kita.

Kesamaan pedoman dakwah

  Sebuah organisasi membutuhkan sebuah pedoman dalam bergerak, apalagi organisasi gabungan seperti dakwah kampus ini. LDK agar bisa sinergis dengan LDF dan LDPS perlu membuat pedoman atau kesepakatakan bersama berisikan nilai, norma dan kesepakatan yang dibuat bersama dalam menjalankan dakwah. Selain itu pedoman dakwah ini harus berisikan tujuan dan visi dakwah kedepan serta tahap tahap pencapaian dan didukung dengan parameter keberhasilan yang jelas. Dengan adanya pedoman yang jelas ini para kader di semua lini dakwah kampus bisa memahami apa yang perlu dilakukan dan orientasi tujuan yang jelas. Sehingga pada kondisi apapun semua kader akan berpikir untuk memenuhi tujuan atau visi yang diharapkan dari LDK. GAMAIS ITB memulai membuat pedoman dakwah dengan mengadakan rapat kerja selama satu pekan dan menghasilkan sebuah visi bersama yang telah terinternalisasi pada kader, yakni, satu

  

keluarga menjadi model LDK nasional berbasis pembinaan dan kompetensi

melingkupi seluruh sayap dakwah menuju Indonesia Islami.

  Pola hubungan antar lembaga

  Pola hubungan adalah sebuah pola koordinasi dan komando dakwah dengan harapan agenda dakwah dapat berjalan bersama dengan keseimbangan potensi antara wilayah dan pusat. Pada hubungan hirarkis bisa dilihat sebagai berikut :

  Lembaga dakwah pusat lembaga

  Lembaga dakwah fakultas dakwah kampus

Lembaga dakwah program studi

  Secara garis besar bisa kita lihat bahwa ada dua hirarki, LDP mengkoordinasikan LDF dan LDF mengkoordinasikan LDPS. Dalam kondisi ini saya mengusulkan untuk sebuah forum rutin antara pimpinan lembaga dakwah. Bentuk forum ini secara teknis bebas, akan tetapi mempunyai sebuah tujuan agar orientasi dakwah tetap sama dan suhu dakwah tetap sama baik. GAMAIS ITB menggunakan konsep musyawarah pimpinan dan forum bidang sebagai sebuah pola koordinasi rutin.

  a. Musyawarah pimpinan, adalah sebuah musyawarah yang mempertemukan semua ketua lembaga dakwah dalam satu forum.

  Forum ini diadakan setiap bulan. Musyawarah pimpinan merupakan forum formal untuk pengambilan keputusan tertinggi di GAMAIS ITB. Yang menghadiri forum ini adalah kepala LDK GAMAIS, kepala LDF, kepala LDPS. b. Forum bidang merupakan sebuah forum rutin yang dilaksanakan setiap dua pekan sekali oleh sektor dakwah yang ada. GAMAIS mengenal enam sektor dakwah, yakni internal, jaringan, syiar dan pelayanan kampus, dana, annisaa, dan akademik profesi. Setiap dua pekan sekali ketua sektor di LDP bertemu dengan seluruh ketua bidang dakwah yang sejenis di LDF dan LDPS, jika di bagankan akan tampak seperti di bawah ini:

  Kepala Sektor Annisaa LDP Forum Sektor

  Kepala Annisaa LDF Annisa

Kepala Annisaa LDPS

  Dengan bentuk koordinasi seperti ini, semua sektor dakwah yang ada di kampus bisa terselesaikan dengan cepat dan solutif. Rentang waktu pertemuan bisa disesuaikan dengan kesepakatan yang ada di masing- masing LDK.

  Demikianlah sebuah penjelasan mengenai bagaimana kita membangun LDF dan LDPS serta cara membangun sinergitas antara LDP-LDF-LDPS. Dengan adanya sinergisasi dalam harmoni ini diharapkan LDK bisa lebih produktif dalam melayani massa kampus.

  Referensi : Chaskin.Robert J. Building community capacity. Walter de Gruyter,Inc.New York : 2001