Konstelasi Paradigma Objektif dan Subjektif dalam Penelitian Komunikasi dan Sosial

Konstelasi Paradigma Objektif dan Subjektif dalam Penelitian Komunikasi dan Sosial

O. Hasbiansyah

ABSTRAK Paradigma berkaitan dengan cara memandang terhadap realitas. Realitas yang sama akan

tampak berbeda bila dilihat dengan paradigma yang berbeda. Dalam ilmu sosial dan komunikasi, terdapat sejumlah paradigma, biasanya secara sederhana dikelompokkan secara dikotomis ke dalam paradigma objektif, yang lebih populer dengan istilah kuantitatif, dan subjektif, yang lebih dikenal dengan sebutan kualitatif. Paradigma objektif memandang bahwa realitas itu tunggal dan objektif, kebenaran itu bersifat universal, ilmu dikembangkan dalam konteks yang bebas nilai. Paradigma subjektif memandang realitas sebagai majemuk, hasil

konstruksi sosial, dan kebenaran yang diperoleh itu sifatnya relatif yang hanya berlaku pada wilayah geografis tertentu, serta ilmu dikembangkan tidak bebas nilia. Paradigma mengimplikasikan pada metode peneltian. Dalam paradigma objektif dikenal, antara lain, metode peneltian survei dan eksperimen. Dalam paradigma subjektif, dikenal, atara lain,

pendekatan fenomenologi, studi kasus, etnografi, biografi, grounded theory.

1. Pendahuluan

yang diperolehnya berdasarkan “penelitian,” baik

1.1 Penelitian: Sebuah Pengertian

secara langsung, yaitu secara sengaja mengamati

Sederhana

keadaan orang-orang Jawa, maupun tidak langung, yaitu mendengar informasi dari sumber lain.

Pengertian secara “Informal”. Dalam Suatu hari kita menelepon seorang kawan pada kehidupan sehari-hari, sesungguhnya kita hampir jam 06.00. Ternyata ia masih tidur. Hari berikutnya,

selalu terlibat dalam proses “penelitian”. Kita kita telepon lagi jam 06.30, ternyata ia masih tidur mempertanyakan, mengamati, menyelidiki, juga. Hari ketiga kita telepon lagi jam 07.00, kawan mengobservasi sesuatu; kita berusaha kita belum juga bangun. Untuk selanjutnya, ketiga memahaminya, dan selanjutnya mungkin kita informasi dari peristiwa tersebut menjadi semacam mengambil kesimpulan tertentu tentang hal “data”, dan dengan data itu mungkin – betapapun tersebut. Kesimpulan itu akan mempengaruhi tidak lengkapnya – kita membuat kesimpulan: bagaimana kita menentukan sikap dan menetapkan antara jam 06.00-07.00, kawan kita pasti masih tidur. tindakan.

Akhirnya, mungkin kita memutuskan: tidak akan Ketika kita mengambil keputusan, biasanya lagi menelepon si kawan itu pada jam-jam tersebut.

keputusan itu didasarkan pada kesimpulan yang “Penelitian-penelitian informal” seperti di atas, kita lakukan, dan kesimpulan itu didasarkan pula disadari atau tidak, dilakukan secara sengaja atau

pada serangkaian informasi yang kita peroleh lewat tidak, mewarnai kehidupan kita. Boleh jadi “penelitian”: pengamatan langsung ataupun tidak kesimpulan yang kita tetapkan itu benar, mungkin langsung. Ketika seseorang menyatakan bahwa juga keliru. Dan kekeliruan itu sangat mungin orang Jawa itu halus, tekun, tertutup, tentulah terjadi, karena dalam mengamati dan memahami pernyataan tersebut didasarkan pada informasi suatu informasi atau peristiwa, kita cenderung lebih

O. Hasbiansyah. Konstelasi Paradigma Objektif dan Subjektif dalam Penelitian Komunikasi dan Sosial

199

M EDIA T OR, Vol. 5 No.2 2004 200 Vol. 5 No.2 2004

cepat mengambil kesimpulan sebelum informasinya terkumpul lengkap.

Konon, menurut adat sejumlah suku Batak, ketika sepasang pria dan wanita hendak bertunangan di mana masing-masing pihak keluarganya belum saling mengenal, salah satu pihak atau kedua-duanya akan mengutus tim “peneliti” untuk melakukan penyelidikan secara in- cognito. Bila hasil “penelitian” menunjukkan tidak ada masalah, pertunangan dapat dilanjutkan. Tetapi, jika hasil “penelitian” menemukan adanya sisi negatif yang tak termaafkan pada keluarga yang diteliti, maka pihak keluarga yang berkeberatan dapat membatalkan pertunangan tersebut. 1

Pengertian secara “Formal”. Penelitian dalam pengertian informal dilakukan secara sangat infor- mal, mungkin tidak disadari, tanpa sengaja, tidak terikat dengan suatu metode, dan tidak tertulis. Sebaliknya, penelitian dalam pengertian formal dilakukan dengan menggunakan suatu metode yang formal, disengaja, tertulis, serta memiliki kriteria kesahihan tertentu. Penelitian dalam pengertian formal juga dilakukan untuk kepentingan tertentu secara formal. Misalnya: penelitian sebagai latihan dalam tugas mata kuliah, penelitian untuk skripsi/tesis/disertasi, penelitian tentang kecenderungan perilaku konsumen untuk kepentingan strategi pemasaran suatu produk dari sebuah perusahaan, penelitian tentang data demografis dan perilaku khalayak untuk kepentingan perbaikan penampilan dan isi suatu surat kabar, penelitian untuk memahami pola perilaku seksual pada suku Dani di Papua, dsb.

Penelitian ditujukan untuk mengungkapkan apa yang sesungguhnya terjadi, menguji benar tidaknya suatu dugaan, mencari jawaban mengapa suatu peristiwa terjadi, menguji teori, memahami sebuah fenomena secara mendalam, atau menemukan dan membangun teori baru.

Dalam bahasa Inggris, penelitian disebut re- search. Research (re – search) berarti menemukan kembali, atau mencari kembali. Penelitian tak lain adalah menemukan hukum-hukum atau prinsip- prinsip yang ada di alam kehidupan yang sebetulnya sudah berlaku dan berlangsung. Peneliti bukan menciptakan, tetapi menemukan.

Temuannya mungkin tidak memberikan informasi dan penjelasan lengkap, sehingga menantang dilakukan penelitian lanjutan (Rakhmat, 1996).

Ketika pertama kali muncul tayangan acara telenovela di TV swasta, banyak orang khawatir tayangan tersebut berpengaruh negatif bagi kaum ibu. Kekhawatiran itu sebenarnya baru sekadar dugaan. Untuk memperoleh jawaban lebih akurat, perlu dilakukan penelitian. Banyak orang menyangsikan, benarkah pengaruh media massa itu perkasa seperti diklaim Teori Jarum Hipodermik? Untuk menjawabnya, banyak orang melakukan penelitian pengaruh media massa, di berbagai tempat, dalam berbagai peristiwa. Sejumlah penelitian menumbangkan anggapan teori ini, dan sejumlah yang lainnya masih menemukan adanya kekuatan pengaruh media massa. Dari serangkaian penelitian yang dilakukan, lahirlah, misalnya, Teori Uses and Gratifications dan Teori Agenda Set- ting.

Sebagian penelitian temuannya ditujukan untuk digeneralisasikan, sebagian penelitian lainnya temuannya dimaksudkan untuk menggambarkan suatu peristiwa sebagai hal unik yang terjadi di sebuah wilayah dan tidak bisa digeneralisasikan.

1.2 Penelitian: Melalui “Jendela” Mana?

Peneliti, sebelum melakukan penelitian, disadari atau tidak, sebenarnya telah menetapkan cara pandang tertentu dalam melihat realitas. Cara pandang ini semacam “jendela” dalam mengamati fenomena. Suatu benda, bila dilihat dari sebuah rumah pada arah jendela yang berbeda, akan tampak berbeda cakupan penampakannya. Dalam dunia ilmu, “jendela” semacam itu disebut paradigma, perspektif, atau pendekatan.

Dalam ilmu sosial, terdapat cukup banyak paradigma. Setiap paradigma menyediakan cara pandang tertentu yang berbeda satu sama lain. Masing-masing paradigma mengimplikasikan prosedur dan metodologi penelitian yang berbeda.

Secara dikotomis, paradigma penelitian dalam ilmu sosial, termasuk dalam ilmu komunikasi, dapat dikelompokkan ke dalam paradigma objektif dan Secara dikotomis, paradigma penelitian dalam ilmu sosial, termasuk dalam ilmu komunikasi, dapat dikelompokkan ke dalam paradigma objektif dan

2. Paradigma Objektif dan Paradigma

konstruktivis, atau positivis-pospositivis, atau

Subjektif

klasik-konsruktivis. Selama ini, diakui, paradigma penelitian sosial

2.1 Memahami Beberapa Konsep

didominasi paradigma kuantitaitf/objektif/

dan Asumsi Dasar

positivistik. Paradigma ini telah berkembang Terdapat beberapa konsep dasar yang perlu demikian lama yang pada awalnya dipinjam dari dipahami terlebih dahulu untuk memahami tulisan ilmu-ilmu alam yang seringkali dikembangkan ini selanjutnya. Konsep-konsep dasar itu, di melalui studi eksperimental (Marshal dan antaranya, adalah paradigma, perspektif, Rossman, 1995:1). Begitu lamanya paradigma ini pendekatan, subjektif-objektif, kualitatif- menguasai mental set sebagian besar para ilmuwan

kuantitatif.

sosial, seakan-akan inilah satu-satunya paradigma Paradigma, pendekatan, dan perspektif oleh untuk memahami realitas, serta mengabaikan – sejumlah penulis sering digunakan silih berganti bahkan menutup diri dari kemungkinan adanya— untuk mengacu hal yang sama (lihat Mulyana, paradigma lainnya. Padahal, sesungguhnya 2001:16-18). Paradigma bisa didefinisikan sebagai terdapat “jendela” lain untuk memhamai realitas “ . . . a set of basic beliefs (or metaphysics) that itu. Jendela lain itu, kita kenal sekarang sebagai deals with ultimates or first principles . . . a world paradigma/pendektan subjektif, atau dikenal pula view that defines, for its holder, the nature of the dengan istilah lainnya: kualitatif, interpretif, atau ‘world’ . . .” (Guba, dalam Denzin dan Lincoln, konsruktivis. Pendekatan ini kini makin berkembang 1998:200). Sementara itu, Ritzer (2003:6-7) dan diminati para ilmwan sosial yang tidak puas mengartikan paradigma sebagai: dengan hanya menggunakan paradigma/

pendekatan objekif.

“. . . pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang

Menurut Hidayat (2002), peneliti harus

apa yang menjadi pokok persoalan yang

memahami dan menjelaskan posisi metodologi

semestinya dipelajari suatu cabang ilmu

yang dipakainya dalam kerangka suatu paradigma.

pengetahuan (dicipline) .... Paradigma membantu

Ketidakmampuan peneliti menjelaskan posisi merusmuskan tentang apa yang harus dipelajari,

persoalan-pesoalan apa yang harus dijawab,

metodologisnya dalam konstelasi paradigma akan

bagaimana seharusnya menjawabnya, serta aturan-

menyebabkan penelitiannya rentan terhadap kritik

aturan apa yang harus diikti dalam

dan rapuh untuk ditumbangkan oleh sebuah

menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan

pertanyaan yang sepele sekalipun.

dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tersebut.”

1.3 Tujuan Penulisan

Dengan demikian, paradigma memberikan Tulisan ini ditujukan untuk menjelaskan kerangka bagaimana seseorang memandang suatu

paradigma objektif dan subjektif dalam penelitian realitas. Menurut Alwasilah (2002:78), apa yang sosial. Di sini akan dijelaskan beberapa konsep kita perbuat (termasuk kegiatan penelitian) tak dasar atau peristilahan yang sering digunakan mungkin terjadi tanpa merujuk pada paradigma. berkaitan dengan konsep objektif dan subjektif. Selain berperan sebagai rujukan dan sudut Secara garis besar, akan diuraikan pula asumsi- pandang, paradigma juga berperan sebagai asumsi dasar dari kedua pendekatan tersebut serta pembatas ruang dan gerak peneliti. varian-varian yang terdapat di dalamnya. Tulisan

Pendekatan (approach), untuk tidak terlalu ini tidak ditujukan untuk memberikan acuan teknis banyak diskusi dengan peristilahan yang terlalu

pelaksanaan penelitian dari berbagai paradigma nyelimet, dalam tulisan ini disamakan dengan yang ada, tetapi sekadar memberikan pemahaman paradigma. Paradigma adalah semacam cara

O. Hasbiansyah. Konstelasi Paradigma Objektif dan Subjektif dalam Penelitian Komunikasi dan Sosial

Sebagai paradigma, istilah kuantitatif dan Istilah objektif dan subjektif, seringkali kualitatif memiliki makna yang sangat berbeda. dikaitkan dengan istilah kuantitatif dan kualitatif. Kedua istilah itu mengacu pada cara pandang, Istilah objektif dalam frase “pendekatan objektif”, bagaimana melihat realitas. Dalam tulisan ini, kedua sering juga diasosiasikan sebagai empiris, konsep tersebut tidak mengacu pada pengertian behavioristik, positivistik, mekanistik, deter- pertama (sebagai jenis data), tetapi merujuk pada minsitik, klasik, liniear, atau kuantitatif. Seangkan pengetian yang kedua (sebagai paradigma). “subjektif” dalam frase “pendekatan subjektif” se- (Sehubungan dengan itu, pendekatan kuantitatif, ring di hubungkan sebagai interpretif, fenomenolo- dalam praktik, tidak hanya mengumpulkan data gis, konstruktivis, naturalistik, holistik, eksplorato- kuantitatif, tapi juga bisa data kualitatif. Begitu pula

pendekatan kualitatif, tidak hanya menggunakan

data kualitatif, tapi juga dapat menggunakan data kuantitatif).

Perbedaan di antara paradigma dapat dilihat

Objektif

Subjektif

dari tiga dimensi pokok paradigma, yang menurut

Kuantitatif

Kualitatif

Guba (dalam Hidayat, 2003) adalah: ontologi,

Positivistik

Pospositivistik

epistemologi, dan metodologi. Ontologi berkaitan

Deduktif

Klasik Induktif

dengan asumsi tentang realitas (What is the na-

Interpretif Konstruktivis

Empiris

ture of “reality” ); epistemologi menyakut asumsi

Deterministik

Naturalistik

tentang hubungan antara peneliti dan yang diteliti

Tradisional

Fenomenologis

(What is the nature of the relationship between

Konvensional

Humanistik

the inquirer and the knowable); dan metodologi

Dsb.

Kritis, dsb

terkait dengan asumsi metodologis tentang

Gambar 1.

bagaimana peneliti memperoleh pengetahuan

Peristilahan yang Terkait dengan

(How should the inquirer go about finding out

Konsep Objektif-Subjektif

knowledge).

Dengan menambahkan dua dimensi paradigma ri, kualitatif (lih. Mulyana, 2001:21). Secara lainnya, sebagaimana ditulis Cresswell (2002), sederhana, hal ini digambarkan pada Gambar 1.

perbedaan paradigma kuantitatif dan kualitatif Di antara berbagai peristilahan itu, yang pal- ditunjukkan pada Tabel 1. Secara rinci, perbedaan ing sering digunakan untuk merujuk pembagian antara keduanya ditinjau dari asumsi otologis, paradigama secara dikotomis adalah istilah epistemologis, aksiologis, retoris, dan metodologis. Kuantitatif dan Kualitatif.

Pendekatan objektif (kuantitatif) berpandang- Sebetulnya terminologi kuantitatif dan an bahwa realitas itu objektif, ada “di sana”, empiris, kualitatif, dalam penelitian, mengandung dua terpisah, tidak tergantung dari pikiran atau persepsi pengertian, yakni sebagai kategori/jenis/sifat data peneliti. Dunia sosial seperti dunia alam fisika, dan sebagai paradigma. Sebagai jenis data, terpisah dari pengamat, independen. Sementara itu, kuantitaif menagacu pada data yang berupa angka- bagi pendekatan subjektif (kualitatif), realitas sosial angka, atau kategori-kategori yang dikuantifikasi- itu tidak terpisahkan dari pikiran dan persepsi kan. Skala ordinal, interval, dan rasio merupakan subjek (orang yang mengalami, peneliti). Setiap

202 M EDIA T OR, Vol. 5 No.2 2004 202 M EDIA T OR, Vol. 5 No.2 2004

Versi lain mengenai perbedaan paradigma Dalam paradigma kuantitatif, peneliti bersifat dilihat dari dimensi-dimensi ontologis, independen dari yang diteliti. Kenal atau tidaknya epistemologi, dan aksiologis, serta metodologis peneliti dengan responden, tidak terkait dengan diperlihatkan pada Tabel 2. Pada tabel ini,

Tabel 1. Asumsi Paradigma Kuantitatif dan Kualitatif

Asumsi Ontologis

Bagaimana sifat

Realitas objektif,

Realitas subjektif,

realitas?

tunggal, terpisah dari

ganda, seperti tampak

dalam penelitian Asumsi

peneliti

Peneliti berhubungan Epistemologis

Bagaimana

Peneliti mandiri dari

hubungan peneliti

yang diteliti

dengan yang diteliti

dan yang diteliti?

Asumsi Aksiologi

Bebas nilai, tidak bias Tidak bebas nilai, bias Asumsi Retoris

Apa peran nilai?

Apa itu bahasa

berdasakan definisi

mengembangkan,

keputusan.

bahasa pribadi,

Memakai kata-kata

memakai kata-kata

kuantitatif yang

kualitatif yang sudah

diterima Asumsi Metodologis

sudah diterima

Bagaimana proses

Proses deduktif,

Proses induktif

penelitian itu?

Sebab dan akibat,

Pembentukan faktor-

Desain statis –

faktor mendadak

pengelompokan

Desain yang muncul –

dilakukan sebelum

pengelompokan

penelitian,

dilakukan selama

Naskah – terikat

penelitian

Generalisasi

Naskah - bebas

mengarah pada

Pola, teori

prediksi, penjelasan,

berkembang untuk

dan pemahaman,

pemahaman.

Akurat dan dapat

Akurat dan dapat

dipercaya melalui

dipercaya melalui

kebenaran dan

pembuktian.

pengujian

Sumber: Firetone, Guba dan Lincoln, McCracken (dalam Cresswell, 2002:5). Lihat pula Mulyana (2001:147-148).

bobot penelitian. Semetara itu, dalam paradigma pengelompokan paradigma tidak dilakukan secara kualitatif peneliti sudah seharusnya berhubungan dikotomis. Dalam kerangka dikotomi paradigma dengan subjek yang diteliti secara langsung. objektif – subjektif, paradigma klasik termasuk ke Keintiman antara kedua pihak akan berpengaruh dalam paradigma objektif (kuantitatif), sedangkan pada seberapa banyak pengetahuan tersembunyi paradigma kritis dan konstruktivis termasuk ke (tacit knowledge) dari lapangan dapat terungkap, dalam paradigma subjektif (kualitatif). dan seberapa dalam informasi dan maknanya

Tanpa melihat dari dari segi paradigma, Berger

O. Hasbiansyah. Konstelasi Paradigma Objektif dan Subjektif dalam Penelitian Komunikasi dan Sosial

Tabel 2 Perbedaan Beberapa Paradigma Penelitian

DIMENSI KLASIK

KONSTRUKTIVIS O

KRITIS

nto Relativism:

Critical realism:

Historical realism:

log  Realitas merupakan

 Ada realitas yang “real”

 Realitas yang teramati

yang diatur oleh kaidah2

merupakan realitas “semu”

konstruksi sosial Kebenaran

suatu realitas bersifat relatif, universal; walaupun

tertentu yang berlaku

(virtual reality) yang telah

berlaku sesuai konteks kebenaran pengetahuan tsb.

terbentuk oleh proses

spesifik yang dinilai relevan mungkin hanya bisa

sejarah dan kekuatan2

oleh pelaku sosial diperoleh secara

sosial, budaya, dan

ekonomi-politik

probabilistik

pis Transactionalist/subjectivist: te

E Dualist/objectivist:

Transactionalist/subjectivist:

 Ada realitas objektif,

 Hubungan peneliti dengan

 Pemahaman suatu realitas,

sebagai suatu realitas yang

yang diteliti selalu

atau temuan suatu

olo

eksternal di luar diri peneliti

dijembatani nilai-nilai

penelitian merupakan

gi

Peneliti harus sejauh

produk interaksi peneliti mungkin membuat jarak

tertentu. Pemahaman

dengan yang diteliti. dengan objek penelitian.

tentang suatu realitas

merupakan value mediated findings.

ksi Facilitator:

A Observer:

Activist:

olo  Nilai, etika dan pilihan

 Nilai, etika dan pilihan

 Nilai, etika dan pilihan

gi moral merupakan bagian

moral harus berada di luar

moral merupakan bagian

proses penelitian

tak terpisah-kan dari

tak terpisah-kan dari

penelitian  Peneliti berperan sebagai

penelitian

 Peneliti sebagai passionate disinterested scientist

 Peneliti menempatkan diri

sebagai transformative

participant, fasilitator yang

intellectual, advokat dan

menjembatani keragaman

subjektivitas pelaku sosial  Tujuan penelitian:

aktivis

 Tujuan penelitian:  Eksplanasi, prediksi dan

 Tujuan penelitian: kritik

rekonstruksi realitas sosial kontrol realitas sosial

sosial, transformasi,

emansipasi dan social

secara dialektis antara

empowerment

peneliti dan yang diteliti

M Interventionist:

eto Reflective /Dialectical:

Participative:

do  Menekankan empati, dan

 Pengujian hipotesis dalam

 Mengutamakan analisis

log interaksi dialektis antara

struktur hypothetico-

komprehensif, kontekstual,

i peneliti-responden untuk

deductive method; melalui

dan multi-level analysis

lab. eksperimen atau survey

merekontruksi realitas yang eksplanatif, dengan analisis

yang bisa dilakukan melalui

diteliti, melalui metode- kuantitatif

penempatan diri sebagai

aktivis / partisipan dalam

metode kualitatif seperti

proses transformasi sosial

participant observation observation

Kriteria kualitas penelitian:

Kriteria kualitas penelitian:

Kriteria kualitas penelitian:

 Objectivity, Reliability, and

 Authenticity dan Validity (internal dan

 Historical situatedness:

reflectivity: Sejauh mana external validity)

sejauhmana penelitian

memperhatikan konteks

temuan merupakan refleksi

historis, sosial, buidaya,

otentik dari realitas yang

ekonomi dan politik

dihayati oleh para pelaku sosial

Sumber: Modifikasi dari Hidayat (2002).

204 M EDIA T OR, Vol. 5 No.2 2004

(2000:140) melakukan pembedaan antara penelitian memiliki pandangan, pengalaman, atau makna yang kuantitatif dan penelitian kualitatif sebagaimana berbeda tentang suatu peristiwa. Setiap orang tampak pada pada Tabel 3.

melakukan konstruksi tentang realitas yang Sedari awal, peneliti dengan paradigma dihadapinya secara subjektif. Seorang peneliti kuantitatif sudah menentukan terlebih dahulu dengan pendekatan kualitatif, oleh karena itu, untuk konsep dan variabel, yang dijabarkan secara rinci memahami sebuah realitas tidak membawa alat ukur.

Tabel 3 Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Penelitian Kuantitatif

Qualitative Research Quantitative Research Evaluates

Counts, measures

Uses concepts to explicate

Processes data collected

Focuses on aesthetucs in texts Focus on incidences of X in texts Theoretical

Statistical

Interprets Describes, explains, and predicts Leads to an evalaluation

Leads to a hypothesis or theory Interpretationcan be attacked

Methodology can be attacked

Sumber: Berger (2000:140).

ke dalam sejumlah indikator, yang kemudian Ia menggali pandangan orang tentang realitas itu, dimantapkan dalam instrumen penelitian berupa tanpa dikerangka konstruksi pertanyaan. Kepada kuesioner, beserta teknik analisis. Hal ini orang yang sedang duduk di pinggir kolam, pada menunjukkan bahwa penelitian ini dilakukan contoh di atas, si peneliti mungkin akan bertanya: dengan asumsi yang tegar dan baku, hal yang tidak sedang apa? Dengan pertanyaan ini, boleh jadi si berlaku dalam penelitian kualitatif (lihat Brannen, peneliti memperoleh jawaban mengejutkan. 2002:11-13):

Mungkin saja si orang itu menjawab: “Saya sedang Pendekatan kuantitatif memandang realitas itu jengkel, istri saya ngomel terus di rumah. Daripada sesuatu yang objektif, apa adanya, siapa pun yang puyeng dengerin omelannya, lebih baik mancing, melihatnya. Karena realitas itu sesuatu yang enak kan di sini ......” 3 Dari sini, peneliti dapat objektif, maka ia dapat diukur. Peneliti dengan menggali informasi lebih lanjut. Dalam hal ini, pendekatan ini, untuk memahami realitas, akan penelitian kualitatif mempelajari sesuatu dalam set- menentukan alat ukurnya terlebih dahulu. Alat ukur ting alamiahnya, mencoba memahami, ini dapat digunakan oleh peneliti mana pun, dan menginterpretasi suatu fenomena berdasarkan dapat dipakai untuk mengukur realitas (variabel) makna yang diberikan orang (Denzin dan Lincoln, yang sama. Dengan kata lain, si peneliti melakukan 1998:3). Lebih lanjut dijelaskan bahwa penelitian konstruksi menurut pikirannya tentang realitas kualitatif secara implisit menekankan pada proses tersebut. Ketika ada orang yang sedang duduk di makna mengenai suatu fenomena atau peristiwa, pinggir kolam sambil memegang batang pancing, sifat-sifat realitas sebagai hasil konstruksi sosial. misalnya, si peneliti mungkin akan mengajukan Sebaliknya penelitian kuantitatif menekankan pada pertanyaan: sudah berapa lama memancing, berapa pengukuran dan analisis mengenai hubungan ikan yang di dapat, apa jenis umpannya, dsb. berbagai variabel, bukan proses (Denzin dan Lin- Jawaban diarahkan oleh konstruksi pertanyaan. Si coln, 1998:8). peneliti sudah punya konstruksi pasti, bahwa si

Pada tataran yang lebih lanjut, penelitian responden sedang memancing. 2 kuantitatif lebih bersifat nomothetic, yakni Sebaliknya, pendekatan kualitatif memandang berusaha memperoleh temuan-temuan yang bahwa realitas sosial itu merupakan hasil berlaku umum, baik untuk semua konteks sosial, konstruksi manusia. Oleh karena itu, setiap orang konteks waktu dan sejarah, maupun tempat.

O. Hasbiansyah. Konstelasi Paradigma Objektif dan Subjektif dalam Penelitian Komunikasi dan Sosial

205

M EDIA T OR, Vol. 5 No.2 2004 206 Vol. 5 No.2 2004

Dengan kata lain, penelitian berparadigma kuantitatif ingin mencapai kebenaran yang berlaku umum, the truth. Sementara itu, penelitian kualitatif bersifat ideographic, yakni menempatkan temuan penelitian dalam konteks sosial-budaya serta konteks waktu dan konteks historis, yang spesifik, di mana penelitian dilakukan. Jadi, penelitian kualitatif sekadar menemukan kebenaran spesifik lokal, a truth.

Selanjutnya, perkembangan paradigma kualitatif tidak terlepas dari ketidakpuasan sejumlah ilmuwan sosial terhadap paradigma kuantitatif. Herbert Blumer adalah salah satu ilmuwan sosial yang sangat sengit mengkritik paradigma kuantitatif, terutama berkaitan dengan analisis variabel (Mulyana, 2001: 151-155). Bagi Blumer, analisiss variabel tidak memadai untuk studi manusia. Menghubungkan variabel bebas dan variabel terikat tidak bisa menjelaskan bagaimana proses hubungan itu terjadi. Penelitian hanya tefokus pada variabel yang diteliti, sementara aktivitas lain diabaikan. Padahal, peralaku yang diukur sebagaimana terkandung dalam variabel itu, bukanlah sesuatu yang terpisahkan dari aspek- aspek kehidupan lainnya. Dengan demikian, dunia kehidupan responden (subjek yang diteliti) tak terungkapkan. Kehidupan sosial mereka hanya ditangkap lewat konsep-konsep yang tidak bersandarkan pengalaman empiris orang-orang yang diteliti. Selain itu, dalam penelitian kuantitatif, peneliti bisa menjalankan telaahnya jauh dari responsden dan lokasi penelitian. Bagaimana mungkin, dengan cara seperti ini kajiannya dapat memberikan gambaran utuh mengenai apa yang terjadi di balik semua tu, makna di dalam ikatan sosial, dan tempat dia berada. Menurut Blumer, seharusnya dalam meneliti kehidupan manusia, peneliti berada dalam situasi alamiah yang wajar. Peneliti harus tinggal bersama dengan subjek yang diteliti.

Sembari mengkritik paradigma kuantitatif, paradigma kualitatif juga menyodorkan beberapa prinsip, yang dipandang lebih utuh dalam memahami realitas kehidupan manusia. Secara ringkas, Mulyana (2001:37) mendeskripsikan beberapa prinsip pendekatan/paradigma subjektif

(kualitatifI) sebagai berikut: - Setiap manusia unik, tidak bisa digeneralisasikan,

tidak mengikuti hukum kausalitas, dan tidak bisa diramalkan dengan tepat.

- Kalaupun mengikuti hukum kausalitas, tatanan perilaku manusia itu sangat kompleks, sehingga temuan dalam penelitian itu tidak bisa permanen.

- Perilaku manusia tidak hanya ditentukan oleh pengalaman masa lalu tetapi juga oleh tujuan di masa depan.

- Hukum kausalitas pada manusia yang determinstik berimplikasi pada sikap permisif pada apa saja yang dilakukan manusia, karena manusia tidak bertanggungjawab atas yang dilakukannnya, karena sudah merupakan produk dari faktor penyebanya.

2.2 Pengelompokan Pendekatan dalam Penelitian Sosial dan Komunikasi

2.2.1 Paradigma Objektif (Kuantitatif)

Salah satu prinsip penting dalam penelitian kuantitatif adalah apa yang disebut hypothetico- deductive method, yakni suatu metode dalam penelitian yang melibatkan pengujian hipotesis di mana hipotesis tersebut dideduksi dari hipotesis lain yang tingkat abstraksinya, atau perumusan konseptualnya, lebih tinggi. Pengertian hypothetico-deductive method merupakan rangkaian langkah-langkah penelitian yang didasarkan atas sistem logika deduktif. Dalam hypothetico-deductive method, suatu penelitian empirik diawali oleh suatu proses deduktif, yang berawal dari pembentukan kerangka teori, untuk melahirkan hipotesis-hipotesis sebagai jawaban tentatif bagi masalah penelitian yang lebih lanjut akan diuji (melalui pencarian supporting empiri- cal evidence) melalui suatu perangkat metodologi tertentu (Hidayat, 2002).

Proses selanjutnya merupakan suatu proses induktif yang, antara lain, melibatkan penggunaan metode-metode tertentu untuk menarik inferensi dari sampel ke populasi (descriptive generaliza- tion), ataupun menarik generalisasi dari indikator- indikator yang dipergunakan mengukur variabel ke konsep yang lebih umum, termasuk menarik Proses selanjutnya merupakan suatu proses induktif yang, antara lain, melibatkan penggunaan metode-metode tertentu untuk menarik inferensi dari sampel ke populasi (descriptive generaliza- tion), ataupun menarik generalisasi dari indikator- indikator yang dipergunakan mengukur variabel ke konsep yang lebih umum, termasuk menarik

Constructing theory Applying theory Inductive methods Deductive methods

Theoretical Framework

hypotheses

Theorizing Logic methods Theory Logical

Evaluation Deduction Data Theoretical interpretation explanation

Propositions Propositions

Data Research methods Research

Empirical research analysis application ypotheses Research methods

Logical Instrumentation

induction sampling

Data collection, measurement Rectangles : informational components Hypothesis testing Ovals : methodological contro

Gambar 2. The Wheel of Science - Hypothetico-Deductive Method

Sumber: Adopsi dari Wallace (1971, dalam Hidayat, 2002).

ini dapat dilihat pada Gambar 2, atau gambaran dalam model tersebut tergambarkan varibel- yang lebih sederhana bisa dilihat pada Gambar 3. variabel komunikasi yang hendak diteliti serta

Hasil pencermatan Hidayat (2003) hubungan antarvariabel yang bersangkutan. menunjukkan bahwa sejumlah buku teks Model-model penelitian komunikasi tersebut metodologi membagi penelitian ke dalam tiga jenis adalah model jarum hipodermik, model agenda set- penelitian, yakni eskploratif, deskriptif, dan ting, model uses and gratifications, model difusi eksplanatif (dan ada beberapa buku teks yang inovasi. menambahkan satu jenis penelitian lagi, yakni

Berikut akan dijelaskan secara ringkas tipologi penelitian evaluatif). 4 Keempat penelitian yang penelitian yang diidentifikasikan oleh Hidayat. tersebut termasuk ke dalam penelitian lapangan.

Penelitian Deskriptif. Penelitian deskriptif Sementara penelitian yang menyangkut analisis bertujuan membuat deskripsi tentang suatu

teks media adalah analisis isi (content analysis). O. Hasbiansyah. Konstelasi Paradigma Objektif dan Subjektif dalam Penelitian Komunikasi dan Sosial

mengetahui bagaimanakah tipologi karakteristik kelas menengah di In-

Main Phases

Intervening Processes

donesia.

Theory Penelitan Eksplanatif. Jika penelitian deskriptif dan eksploratif

Deduction

hanya menggambarkan variabel-

varibel penelitian satu persatu, Hypotheses

maka penelitian eksplanatif berupaya

menghubungkan

Operationalization

antarvariabel yang diteliti. Rakhmat (1996) menyebut jenis penelitian ini

Observation / sebagai metode korelasional. Data Collection

Misalnya, penelitian untuk mengetahui bagaimanakah

pengaruh masing-masing tipe kelas Data Analysis

Data Processing

menengah terhadap proses demokratisasi di Indonesia.

Penelitian eksperimental termasuk juga ke dalam kelompok Findings

Interpretation

penelitian eksplanatif. Penelitian ini dirancang dalam setting yang diatur secara sengaja oleh peneliti.

Gambar 3.

Peneliti melakukan treatment

tertentu pada responden yang telah dipilih untuk diketahui pengaruhnya.

Struktur Logika Proses Penelitian Kuantitatif

Sumber: Bryman (dalam Hidayat, 2002).

karakteristik tipe kelas menengah manakah yang paling dominan di Indonesia.

Penelitian Evaluatif. Peneliti-an ini ditujukan Penelitian Eksploratif. Penelitian eksploratif untuk mengevalua-si kemajuan suatu program atau pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk kegiatan teretentu. Peneliti ingin menemukan menggali berbagai aspek dari gejala atau realitas seberapa jauh tujuan suatu program tercapai, atau sosial tertentu. Tingkatan eksplorasi yang seberapa efektif suatu kegiatan dilaksanakan. dilakukan dalam suatu penelitian eksploratif bisa Misalnya, penelitian untuk mengetahui bagaimana berbeda-beda. Yang pertama adalah penelitian efektivitas dan efisiensi bantuan lembaga-lembaga eksploratif yang merupakan suatu preliminary internasional bagi lembaga-lembaga swadaya study, yang bertujuan untuk mengidentifikasi masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat masalah, gejala, atau realitas sosial tertentu; peneliti pedesaan? dalam tahap tersebut bahkan belum bisa

Analisis Isi. Analisis isi dimaksudkan untuk merumuskan permasalahan yang sebenarnya, meneliti isi komunikasi yang terkandung dalam

apalagi dimensi-dimensi dari permasalahan yang suatu teks yang terekam (visual/tulisan, atau au- akan diteliti. Yang kedua adalah penelitian yang dio). Menurut Stempel III (1983:11), analisis isi sejak awalnya telah mengidentifikasi masalah yang

208 M EDIA T OR, Vol. 5 No.2 2004 208 M EDIA T OR, Vol. 5 No.2 2004

Secara sederhana, proses penelitian kualitatif jumlah satuan unit analisis yang akan diteliti, ditunjukkan pada Gambar 4. misalnya berapa artikel, atau berapa paragraf, dsb.

Secara umum, karakteristik penelitian kualitatif, Reliabilitas koding adalah pengujian secara menurut Miles dan Huberman, yang diringkas statistik tentang tingkat kesepakatan antarpenilai Rakhmat (2004), adalah sebagai berikut: (koder) tentang isi pesan. Dalam hal ini, peneliti - Penelitian dilakukan dengan kontak yang intens harus menentukan sejumlah orang yang akan

dan atau waktu lama di lapangan atau situasi membaca/menilai suatu teks, dan setelah itu mereka

kehidupan. Situasi tersebut adalah situasi nor- dimintai pendapat (dengan mengisi kuesioner)

mal-alamiah, yang mencerminkan kehidupan berkaitan dengan konstruksi kategori tadi (sebagai

sehari-hari individu, kelompok, masyarkat, atau variabel).

organisasi. - Peneliti ingin memperoleh pandangan holistik

2.2.2 Pendekatan Subjektif (Kualitatif)

(siste-mik, komprehensif, terpadu) mengenai konteks yang diteliti, logikanya, susunannya,

Berbeda dengan penelitian kuantitatif, aturan implist dan eksplisitnya. penelitian kualitatif tidak bertujuan menguji - Peneliti berusaha menangkap data berdasarkan

1. Pertanyaan Penelitian

2. Penetapan tempat dan subjek penelitian

3. Pengumpulan data

5b. Pengumpulan data lebih lanjut

4. Interpretasi data

5. Kerja konseptual dan Teoretis

5a. Penajaman pertanyaan penelitian

6. Menuliskan temuan/kesimpulan

Gambar 4. Tahapan Utama Penelitian Kualitatif

(Sumber: Bryman, 2001:267)

O. Hasbiansyah. Konstelasi Paradigma Objektif dan Subjektif dalam Penelitian Komunikasi dan Sosial

209

M EDIA T OR, Vol. 5 No.2 2004 210 Vol. 5 No.2 2004

persepsi aktor dari “orang dalam”, melalui proses perhatian yang mendalam, pengertian yang empatis, dan dengan menangguhkan (bracket- ing) prakonsepsi tentang topik yang diteliti. Berdasarkan bahan-bahan ini, peneliti dapat memisahkan tema-tema dan pernyataan tertentu yang dapat dikaji ulang bersama informan (aktor).

- Tugas peneliti adalah menjelaskan bagaimana orang, dalam setting tertentu, memahami, menjelaskan, bertindak, dan menghadapi situasi keseharian mereka.

- Terdapat beberapa interpretasi tentang bahan/ informasi, namun beberapa interpretasi lebih mendesak berdasarkan alasan teoretis atau konsistensi internal.

- Pada mulanya digunakan instrumen yang relatif agak baku. - Kebanyakan analisis dilakukan dengan kata- kata. Kata-kata dikumpulkan, diklasifikasi, dipecah-pecah ke dalam segmen semiotik. Kata- kata diorganisasikan, sehingga peneliti mampu mengontraskan, membandingkan, menganalisis, dan menerapkan pola-pola padanya.

Proses penelitian kualitatif, secara umum, dapat dilukiskan seperti pada Gambar 4. Pendekatan kualitatif bukanlah pendekatan tunggal. Terdapat begitu banyak varian yang terdapat di dalamnya. Para penulis berbeda-beda dalam merinci jenis-jenisnya. Dengan mengga- bungkan pendapat Jacob (1987), Munhal dan Oiler (1986), Lancy (1993), Strauss dan Corbin (1990), Morse (1994), Moustakas (1994), Denzin & Lin- coln (1994), Miles & Huberman (1994), dan Slife & Williams (1995) (dalam Cresswell, 1998:6), maka penelitian kualitatif mencakup: - Studi Kasus - Grounded Theory - Fenomenologi - Penelitian Fenomenologis Empiris - Fenomenologi Transendental - Interaksionisme Simbolik - Biografis - Historis - Life Histories - Penelitian Historis

- Etnografi - Etnografi Holistik - Etnografi Komunikasi - Etnometodologi - Ethnoscience - Perspektif Antropologis - Antroplogi Sosial - Antropologi Kognitif - Studi Artefak - Praktik Interpretif (Interpretive Practices) - Interpretivisme - Perspektif Sosiologis - Penelitian Sosial Kolaboratif (Collaborative

Social Research) - Penelitian Personal - Studi Kognitif - Psikologi Ekologis - Analisis Percakapan (Conversational Analysis) - Hermeneutik - Penelitian Heuristik - Penelitian Klinis

Tulisan ini tidak akan membahas satu per satu jenis penelitian di atas. Tulisan ini hanya akan mengacu pada pendapat Cresswel (1998) yang membatasi penelitian kualitatif ke dalam lima –ia menyebutnya– tradisi: biografi, fenomenologi, grounded theory, etnografi, dan studi kasus – tanpa bermaksud mengabaikan tradisi lainnya. Menurut Cresswell, kelima tradisi inilah yang pal- ing populer dan paling sering digunakan peneliti sebagaimana ia cermati dalam berbagai jurnal. Selain itu, kelima tradisi tersebut, bagi Cresswell (1998:5) mewakili berbagai ilmu sosial utama: biografi dari ilmu-ilmu humaniora dan ilmu-ilmu sosial; fenomenologi dari psikologi, filsafat, (dan sosiologi – pen.); grounded theory dari sosiologi; etnografi dari antropologi dan sosiologi; dan studi kasus dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Selain itu, kelima tradisi penelitian kualitatif tersebut, menurut Cresswell, pada waktu terakhir ini banyak ditulis sejumlah pengarang dengan langkah- langkah pelaksanaan penelitiannya.

Jika kita cermati, kelima tradisi penelitian kualitatif versi Cresswell lebih mengarah pada penelitian/studi lapangan (fieldwork). Sementara Jika kita cermati, kelima tradisi penelitian kualitatif versi Cresswell lebih mengarah pada penelitian/studi lapangan (fieldwork). Sementara

kronologis, secara menyeluruh, atau pada meminjam uraian dari Sobur (2001) mengenai

segmen tertentu seperti dalam kehidupan penelitian kualitatif untuk studi teks media. Sobur

pendidikannnya.

membatasinya ke dalam tiga pendekatan: analisis - Peneliti mengumpulan “cerita” tentang subjek, wacana, analisis semiotik, dan analisis framing.

atau bahan biografi secara kontekstual dan nyata, Berikut merupakan paparan ringkas mengenai

dengan melakukan wawancara. lima tradisi penelitian kualitatif lapangan, dan tiga - Cerita ini diorganisasikan sekitar tema yang penelitian kualitatif dalam studi teks.

menunjukkan pada peristiwa sangat penting Biografi. Penelitian biografi mempelajari hal-

dalam kehidupan subjek. ihwal seorang individu berkaitan dengan - Peneliti mengembangkan dari makna cerita tadi pengalamannya, sebagaimana diceritakan orang

berdasarkan subjek, untuk memberikan bersangkutan kepada peneliti, serta sumber-

penjelasan dan mencari sejumlah makna lainnya. sumber lain yang relevan, seperti arsif/dokumen, - Peneliti juga mengaitkan dengan struktur yang anggota keluarganya, koleganya, dsb. Isu yang

lebih luas untuk menjelaskan makna tadi, seperti dikaji menyangkut moment penting (turning-point

interaksi sosial dalam kelompok, isu kultural, moment) orang yang bersangkutan. Studi ini

ideologi, konteks historis, dan memberikan dilakukan apabila bahannya tersedia berkaitan

interpretasi terhadap pengalaman subjek itu. Bisa dengan individu yang bersangkutan, serta orang

juga dengan interpretasi silang, jika subjek yang itu mau berbagi informasi tentang dirinya.

diteliti lebih dari satu orang. (Cresswell, 1998:40,47).

Fenomenologi. Fenomenologi menjelaskan Penelitian biografi, dilihat dari subjek fenomena dan maknanya bagi individu, dengan penelitian, memiliki varian yang mencakup: studi melakukan wawancara pada sejumlah individu. biografi, otobiografi, histori kehidupan (life his- Temuan ini kemudian dihubungan dengan prinsip- tory), histori lisan (oral history). Dilihat dari segi prinsip filosofis fenomenologi. Studi ini diakhiri paradigma, sebenarnya penelitian biografi memiliki dengan esensi dari makna (Cresswell, 1998:40). rentangan dari “objektif” hingga “subjektif”. Fenomenologi menjelaskan struktur kesadaran Biografi dapat dilakukan secara “objektif” (objec- dalam pengalaman manusia. Pendekatan tively), yakni dengan sedikit interpretasi dari fenomenologi berupaya membiarkan realitas peneliti; secara “ilmiah” (scholarly) dengan latar mengungkapkan dirinya sendiri secara alami. belakang historis subjek yang kuat dan organisasi

Cresswell (1998:54-55) menyodorkan prosedur karangan secara kronologis; secara “artistik” (ar- penting dalam melaksanakan studi fenomenologis tistically), menjelaskan secara detil bagian sebagai berikut: kehidupan yang menyenangkan dengan cara yang - Peneliti berupaya memahami perspektif filosofis hidup; atau dalam bentuk “naratif” yakni ditulis

dibalik pendekatan yang digunakan, terutama dengan gaya sastra. Pada ujung “objektif”,

konsep mengenai kajian bagaimana orang penelitian biografi dikenal dengan istilah classi-

mengalami sebuah fenomena. Peneliti cal biography, sedangkan pada ujung “subjektif”

menetapkan fenomena yang hendak dikaji melalui dikenal dengan terminologi interpretive biogra-

para informan.

phy. - Peneliti menuliskan pertanyaan penelitian yang Denzin (dalam Cresswell, 1998:50-51), dalam

mengungkap makna pengalaman bagi para kerangka paradigma subjektif, menjelaskan

individu, serta menanyakan kepada mereka langkah-langkah secara ringkas penelitian biografi:

untuk menguraikan pengalaman penting setiap - Peneliti memulai dengan serangkaian tujuan

harinya.

untuk mengungkap pengalaman subjek, dilihat - Peneliti mengumpulkan data dari individu yang

O. Hasbiansyah. Konstelasi Paradigma Objektif dan Subjektif dalam Penelitian Komunikasi dan Sosial

dengan cara baru. Peneliti memfokuskan pada dengan sekitar 2 – 25 orang.

setiap kategori dan melihatnya dalam pangkalan - Peneliti melakukan analisis data fenomenologis.

data secara keseluruhan, untuk mengindetifikasi Peneliti menginventarisasi pernyataan-

(a) apa yang menyebabkan fenomena itu terjadi, pernyataan penting yang relevan dengan topik

(b) apa strategi atau tindakan subjek dalam (tahap ini disebut horizonalization).

merespons fenomena itu, (c) konteks dan kondisi Selanjutnya, peneliti mengklasifikasikan

apa yang mempengaruhi strategi tadi, (d) apa pernyataan-pernyataan tadi ke dalam tema-tema

konsekuensi sebagai akibat strategi itu. atau unit-unit makna, serta menyisihkan - Selective coding. Peneliti menjelaskan fenomena penyataan yang tumpang tindih atau berulang-

sentral secara sistematis dan menghubungkan- ulang (tahap ini disebut cluster of meaning). Pada

nya dengan kategori-kategori lainnya. tahap ini, peneliti menuliskan apa yang dialami, - Conditional matrix. Peneliti mengembangkan yakni deskripsi tentang makna yang dialami

potret fenomena secara visual dalam bentuk individu (textural description); serta menuliskan

matrik, dan menjelaskan kondisi sosial, sejarah, bagaimana fenomena itu dialami oleh para

ekonomi yang mempengaruhi fenomena yang individu (structural description).

dikaji tersebut.

- Peneliti melaporkan hasil penelitiannya. Laporan Etnografi. Kajian ini pada awalnya ini memberikan pemahaman yang lebih baik dikembangkan dalam antropologi. Riset ini

kepada pembaca tentang bagaimana seseorang mengkaji perilaku suatu kelompok atau individu mengalami sesuatu. Laporan penelitian yang terkait dalam suatu kebudayaan. Data menunjukkan adanya kesatuan makna tunggal dikumpulkan melalui wawancara, kemudian tema- dari pengalaman, di mana seluruh pengalaman tema hasil wawancara dimunculkan dan itu memiliki “struktur” yang penting.

dikembangkan (Cresswell, 1998:40). Etnografi Grounded Theory. Studi ini untuk mendeskripsikan interpretasi tentang sosial- menghasilkan atau mengembangkan teori budaya atau sistem suatu kelompok. Yang (Cresswell, 1998:40). Teori dikembangkan dari dijelaskan mencakup pola perilaku, kebiasaan, dan situasi-situasi partikular yang berkaitan. Situasi cara hidup. Peneliti melakukan observasi partispasi yang dimaksud mencakup saat ketika seseorang dalam jangka waktu lama, mewawancarai dari satu berinteraksi, melakukan tindakan, atau bereaksi orang ke orang lainnya sebagai anggota kelompok. terhadap sebuah fenomena. Untuk mengkaji Peneliti mencari makna dari perilaku, bahasa, dan bagaimana orang bereaksi terhadap suatu interkasi dari kultur bersama dalam kelompok. fenomena, peneliti mengumpulkan data melalui Selain itu, yang dipelajari etnografi adalah segala wawancara, mengunjungi lapangan berkali-kali, hal yang dipakai (artefak) serta maknanya bagi mengembangkan dan menghubung-hubungkan kelompok, menemukan mitos-mitos yang kategori-kategori informasi, menuliskan proposisi berkembang, cerita/legenda, ritual-ritual. Menurut atau hipotesis teoretis atau menyajikan gambaran Van Maneen (Moustakas, 1994:2), hasil penelitian visual tentang teori.

etnografi adalah mendeskripsikan suatu Proses analisis data dalam grounded theory kebudayaan. Hasil penelitian ini dimungkinkan dituturkan Cresswell sebagai berikut:

apabila peneliti mampu menjalin hubungan yang - Open coding. Peneliti membentuk kategori- intim dengan para “aktor” dalam suatu kelompok, kategori awal informasi mengenai fenomena pada setting sosial tertentu, serta dalam berbagai yang dikaji melalui segmentasi informasi. Dari aktivitas kelompok yang besangkutan. Dalam kategori ini, peneliti mencari sejumlah penelitian etnografi, menurut Spradley (1997:3-4), subkategori. Ia melakukan dimensionalisasi.

peneliti bukan saja mempelajari masyarakat, tetapi 212

M EDIA T OR, Vol. 5 No.2 2004

Tabel 4 Komparasi Lima Tradisi dalam Penelitian Kualitatif

Dimeni Biografi

Fenomenologi

Grouded

Etnografi Studi Kasus

Mengembangka Mendeskripsika Mengembangka kehidupan

Memahami

n analisis indivdu

esensi tentang

n teori yang

n dan

pengalaman

didasarkan pada

menginterpretasi mendalam

mengenai suatu

data lapangan

kan kelompok tentang satu

fenomena

kultural dan kasus atau

social

sejumlah kasus

Asal disiplin

Antropologi Ilmu Politik,

ilmu

Sastra, Sejarah,

Sosiologi, Studi Psikologi,

Sosiologi,

Budaya,

Evaluasi, Studi Sosiologi

Psikologi

Sosiologi

tentang Kota, Ilmu-ilmu social lainnya

wawancara dan

observasi dan sumber: dokumen

yang lama

dengan 20-30

dengan subjek

orang untuk

wawancara

dokument,

1-10 orang

mencapai data

ditambah

catatan arsip,

“jenuh” dalam

artifak, selama wawancara,

menemuk

waktu di

artifak fisik

kategori-

lapangan

kategori dan

(missal: 6 bulan

rincian teori

– 1 tahun)

Analisis Data

-Cerita

-Deskripsi -Epifani

-Penyataan

-Open coding

-Deskripsi

-Teme-teme -Isi sejarah

-Makna

-Axial coding

-Interpretasi -Pernyataan-

umum tentang

matrix

pengalaman

Bentuk naratif Gambaran rinci

Kajian mengenai

Deskripsi

Teori atau

Deskripsi

perilaku cultural mendalam kehidupan

tentang “esensi”

model teoretis

kelompok atau tentang kasus individu

atau beberapa kasus

Sumber: Cresswell (1998:65). Sebagai perbandingan, lihat Patton (2002: 132-133).

juga belajar dari masyarakat. Untuk menemukan suatu kelompok sosial. Peneliti menjelaksan prinsip-prinsip hidup tersembunyi dari pandangan bagaimana pandangan para aktor dalam kelompok hidup suatu kelompok masyarakat, seorang peneliti itu tentang kebudayaan itu (emic), serta harus menjadi seorang murid yang cermat interpretasi peneliti mengenai hal tersebut menyerap berbagai informasi dari subjek yang berdasarkan suatu perspektif (etic) (Cresswell, ditelitinya. Peneliti menyerap informasi berdasarkan 1998:60). pandangan orang dalam.

Konsep-konsep penting dalam etnografi, Hasil penelitian etnografi menggambarkan antara lain, adalah artifacts, behaviors, cultural

potret kultural (cultural portrait) yang holistik portrait, cultural-sharing group, emic dan etic,

O. Hasbiansyah. Konstelasi Paradigma Objektif dan Subjektif dalam Penelitian Komunikasi dan Sosial

dapat digunakan dalam menelaah pesan dalam Studi Kasus. Riset ini menjelaskan suatu media, tulisan dalam buku, pidato-pidato presiden,

kasus, yang terikat waktu dan tempat tertentu, atau obrolan-obrolan suatu kelompok sosial yang serta mencari bahan kontekstual berkaitan dengan terekam. setting kasus tersebut. Data dikumpulkan dari

Analisis wacana merupakan salah satu berbagai sumber untuk mengungkapkan gambaran metode analisis isi pesan secara kualitatif. Ia