PEMBUATAN NIOSOM BERBASIS MALTODEKSTRIN DE 5-10 DARI PATI SINGKONG( Manihot Utilissima)

  ISSN : 1693-9883 Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.1, A pril 2004, 10 - 20

  PEM BUATAN N IOSOM BERBASIS M ALTODEKSTRIN DE 5-10 DARI PATI SIN GKON G ( M anihot Utilissima)

  M ahdi Jufr i, Effionor a Anwar , Joshita Djajadisastr a

  Depar temen Far masi, FM IPA Univer sitas Indonesia, Depok

ABSTRACT

  Niosomes are non ionic surfactant vesicles that have potential application in

the delivery of hydrophobic or amphilic drugs. W e developed proniosomes, a dry

formulation using a maltodextrin as a carrier coated with non ionic surfactant,

which can be used to produce niosomes within a minutes by addition of hot water

followed by agitation. A novel method is reported here for rapid preparation of

proniosomes with wide range of surfactant loading. M altodextrin D E 5-10 was

o hidrolyzed from tapioca starch using Thermamyl L 120 da Novo at 85

   C. The result from SEM analyses shown that proniosomes appear very similar to

the maltodextrin, but the surface was more smooth. Niosome suspensions which was

observed under the optical microscopy and particle size analyzer were evaluated as

drug carrier using ibuprofen as a model. The result provide an indication of

maltodextrin DE 5-10 from tapioca starch are potentialy carrier in the proniosome

preparation which can be used for producing niosomes.

  Key Word : maltodextrin, niosomes, non ionic surfactant, slurry method.

  PEN D A H ULUA N

  digunakan untuk “ menjerap” obat Bany ak seny aw a aktif d alam larut air pada ruang dalam molekul o bat memiliki av aibilitas y ang cairan. Liposom sudah dapat dibuk- rendah, untuk itu diperlukan suatu tikan secara klinis dapat menghan- sistem pembaw a yang cocok. Salah tarkan berbagai jenis obat (D’Souza satu pendekatan untuk masalah ini et al; 1997). adalah menggunakan vesikel yang Masalah stabilitas fisik larutan sudah populer yaitu liposom sebagai suspensi liposom telah ditunjukkan p enghantar o bat. Lip o so m multi- oleh Payne dan kawan-kawan (1986) lamelar dapat digunakan untuk peng- y ang memp erkenalkan “ p ro lip o - hantar obat hidrofobik atau hidro- so m” , yaitu granul kering dengan filik yang d apat memisah ke fase sifat mud ah mengalir yang d apat minyak dan vesikel unilamelar dapat direhidrasi segera sebelum diguna-

  Corresponding author : E-mail : mahdi60far@yahoo.com kan. Proliposom terdiri dari serbuk porous yang larut dalam air sebagai pembawa dimana salah satunya ter- diri dari fosfolipid dan obatnya dila- rutkan dalam pelarut organik. Proli- posom dapat disimpan dan disteril- kan dalam keadaan kering dan dapat d isipersikan/ d ilarutkan sehingga membentuk suspensi liposom multi- lamelar iso to nik d engan menam- bahkan air sesuai yang dibutuhkan.

  Berbagai formulasi liposom telah d ip erbaiki d iband ingkan d engan dispersi liposom konvensional dalam hal stablitas fisik saat pembuatan, tapi keadaan vakum atau gas nitro gen masih d ip erlukan selama p ro ses pembuatan dan penyimpanan untuk mencegah oksidasi fospolipid. Untuk menghind ari kesulitan teknik ini yang berhubungan dengan persya- ratan, diperlukan alternatif pema- kaian fosfolipid.

  Salah satu alternatif yang diaju- kan dalam pembuatan vesikel seperti liposom adalah dengan hidrasi cam- puran kolesterol dan surfaktan non ionik Teknologi baru yang memiliki fungsi yang sama dengan liposom dikenal dengan nama “ niosom” . Nio- som adalah sistem vesikel yang mirip dengan liposom yang dapat diguna- kan sebagai pembawa obat ampifilik dan lipofilik.

  Niosom telah diteliti untuk pem- bawa obat berbagai rute pemberian obat yang paling umum seperti IM, IV, SK, o kular d an transd ermal. Niosom memiliki struktur surfaktan multilamelar d an o leh karena itu paling sesuai untuk obat hidrofobik atau ampifilik. Niosom dibentuk dari hidrasi proniosom yang terdiri dari camp uran surfaktan no n io nik, kolesterol.

  Proniosom biasanya dibuat de- ng an meny emp ro tkan surfaktan dalam pelarut organik ke serbuk sor- bito l d an kemud ian menguapkan p elarutnya. Oleh karena so rbito l tidak larut dalam pelarut organik, maka diperlukan proses pengulangan sampai konsentrasi surfaktan yang diinginkan tercapai.Untuk mencegah hal ini, beberapa metode pembuatan p ro nio so m telah d ico ba, salah satunya adalah mengganti sorbitol dengan maltodekstrin (Lian, 2001).

  Maltodekstrin merupakan salah satu ptoduk turunan pati yang di- hasilkan dari proses hidrolisis parsial oleh enzim α amilase, yang memiliki nilai Dextro se equiv alent (DE) kurang dari 20. Maltodekstrin dapat bercampur dengan air membentuk cairan koloid bila dipanaskan dan memp unyai kemamp uan sebagai perekat, tidak memiliki w arna dan bau y ang tid ak enak serta tid ak toksik. Pada penelitian ini modifikasi pati singkong yang dilakukan adalah mo d ifikasi secara enzimatis yaitu hidrolisa pati secara parsial dengan meng g unakan enz im

  α amilase menjadi maltodekstrin. Pada pene- litian terdahulu dilaporkan bahw a nio so m berbasis malto d ekstrin dapat digunakan sebagai pembaw a o bat amp ifilik d engan alp reno lo l sebagai model (Blazek-Welsh, 2001).

  Tujuan penelitian ini untuk me- manfaatkan malto d ekstrin d ari tepung singkong ( M anihot ulitisima ) sebagai basis p embuatan nio so m d eng an v ariasi ko nsentrasi to tal surfaktan.

  BA HA N D A N CA RA KERJA

1. PEM BUA TA N M A LTO D EKSTRIN

  Bahan baku yang digunakan ada- lah: pati singkong pemberian Pabrik Tapioka Setia Bogor; Sorbitan mono- stearat (A rlacel ® 60) dibeli dari PT Perd o ni; d an ko lestero l (M erck). Bahan kimia yang digunakan adalah: CaCl 2 anhidrat (Wakopure Chemical

  Industries Ltd), dekstrosa anhidrat (Wakopure Chemical Industries Ltd), amilosa (Sigma), HCl , NaOH ; asam asetat , iod, Termamyl L120 (enzim α-amilase dari Novo enzim), alkohol 95% ; 80% , klo ro fo rm (Ried el-d e Haën), aquadest, dan aquadest bebas ion. Pereaksi untuk analisis terdiri dari pereaksi Fehling, H 2 SO 4 (Merck), dan indikator metilen biru.

  A LA T

  Peralatan yang digunakan adalah

  waterbath shaker (RS-12 TE Riko Sha-

  ker), pH meter (Jenw ay 3010), Hot-

  plate stirer

  (Co rning ), timbang an analitik, waterbath , buret mikro 10,0 ml (Din), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV-265), corong Büchner, ayakan 60 mesh, vortex mixer (Fisher Scientific

  Touch M ix er

  Mo d el 231, USA ), rotary evaporator, (Heidolph, particle size analyser, Jerman), alat ultra sentrifugasi (Jep ang), o v en, mikroskop (Labphot-2 Nikon A FX-

  DX), dan Scanning Electron M icroscope (JEOL JSM-5310 LV, Jepang).Particle size analyser Becman.

  Sejumlah 40% b/ b pati (berat kering) disuspensikan dalam air be- bas ion yang mengandung 200 ppm CaCl 2 . Susp ensi y ang d ihasilkan diatur pH-nya sampai 6,5 dengan menambahkan N aO H 0,1 N . Ke dalam campuran ditambahkan enzim α-amilase sebanyak 0,1% v/ b untuk setiap berat suspensi sambil diaduk. Camp uran d iinkubasikan d alam waterbath shaker selama + 65 menit dihitung setelah suhu mencapai 85 C. Waktu divariasikan untuk memper- oleh maltodekstrin dengan nilai DE yang diinginkan (Griffin & Brooks, 1989).

  Selanjutnya campuran didingin- kan dengan merendam wadah dalam air d ing in hing g a suhu 30-40 C.

  Untuk menghentikan aktivitas enzim ditambahkan HCl 0,1 N sampai pH 3,7-3,9. Setelah 30 menit larutan yang d ip ero leh d inetralkan kembali dengan NaOH 0,1 N sampai pH 7,0. Sebelum dikeringkan nilai DE dite- tapkan dengan metode Lane Eynon. Hasil yang dipero leh dikeringkan dalam bentuk lapisan tipis di oven pada suhu 50 C hingga kering, kemu- dian dikerik dan dihaluskan dengan blender kering dan diayak dengan ayakan no 60 mesh.

2. PEM BUA TA N PRO N IO SO M

  Karakterisasi pro nio so m d ila- kukan untuk melihat bentuk partikel Pro nio so m d ip ero leh d engan dibandingkan dengan partikel malto- cara A .l. Blaz ek-W elsh d an D.G. dekstrin. Karakterisasi yang dilaku-

  Rhodes (2001) yang dimodifikasi. kan antara lain adalah : Surfaktan yang digunakan di sini

  1. Scanning Electron Microscopy adalah campuran yang terdiri dari (Blazek-Welsh, 2001; Hu 2000). sorbitan monostearat dan kolesterol

  2. Penetap an Sud ut Istirahat d eng an ko mp o sisi p erband ing an (Wadke et al; 1989). molar yang sama (1:1) Lihat Tabel 1.

  Malto d ekstrin d imasukkan ke

  3. PEM BUA TA N N IO SO M

  dalam labu bulat, kemudian ditam- bahkan v o lume larutan sto k sur- faktan (larutan sorbitan monostearat

  3.1. Niosom Kosong dan larutan kolesterol) yang ekivalen Sejumlah serbuk proniosom yang d eng an ko mp o sisi tiap fo rmula. telah ditimbang seksama dimasukkan Jika campuran belum membentuk ke dalam tabung reaksi. Kemudian “ slurry” , perlu ditambahkan ~30 mL ditambahkan sejumlah volume aqua- klo ro fo rm. Camp uran kemud ian dest bebas ion yang bersuhu + 80

  C.

  rotary evaporator

  diuapkan dengan Setelah ditutup rapat, campuran itu pada suhu 50-60 C dan kecepatan 60 divortex selama + 30 detik (diulang rpm sampai terbentuk serbuk kering. 4x). Suspensi niosom dibuat dengan Serbuk proniosom yang dihasilkan konsentrasi total sufaktan konstan dibiarkan di desikator selama dua yaitu 10 mmol/ l untuk tiap formula. malam, kemudian disimpan dalam w adah tertutup rapat di lemari es

  3.2. Niosom dengan Obat (pada suhu dibawah 10

  C). Bahan aktif y ang d ig unakan

  Tabel 1. Perbandingan Konsentrasi Surfaktan Konsentrasi Berat Maltodekstrin Jenis Surfaktan surfaktan (gram) span 60 Kolesterol (mmol) 1x

  1 0,2375 0,2375 2x 1 0,475 0,475 4x 1 0,95 0,95 16x 1 3,8 3,8 32x 1 7,6 7,6 64x 1 15,2 15,2 sebagai model obat adalah Ibuprofen berapa jumlah ibuprofen yang larut/ Larutan sto k ibup ro fen d alam tid ak d ibaw a o leh nio so m (C ). f alkohol 96% : buffer fosfat pH 7,4 Jumlah obat yang dibawa oleh nio- (1:10) dibuat dengan konsentrasi 10 so m (EP) d ap at d ihitung d engan mmol/ l. Niosom dibuat dengan cara rumus (Fang et al; 2001): yang sama seperti di atas, hanya vol-

  EP (%) = [(C -C )/ C ] x 100 ume air yang ditambahkan diganti t f t dengan vo lume larutan ibupro fen dalam campuran alkohol 96% : buffer

  C ad alah ko nsentrasi larutan t fosfat pH 7,4 (1 : 10) yang bersuhu sto k ibup ro fen y ang d ig unakan

  • 80

  C. Sed iaan y ang d ip ero leh untuk membuat suspensi. didinginkan pada temperatur ruang.

HA SIL

4. KA RA KTERISA SI N IO SO M

  Hasil pemeriksaan organoleptis,

  4.1. M ikroskopi Optik kadar air, kadar abu, pH, dan reaksi Suspensi niosom yang diperoleh, kimia dengan menggunakan larutan dipipet, diteteskan di atas kaca objek iod adalah sebagai berikut: malto- dan ditempatkan di bawah mikros- dekstrin yang diperoleh berupa ser- kop optik Labphot-2 Nikon AFX-DX, buk, berw arna p utih agak ko to r, kemudian diamati morfologinya, dan dengan rasa manis lemah, tidak ber- difoto menggunakan kamera Nikon bau, bersifat higroskopis, mempunyai FX-35DX. ukuran partikel 60 mesh, pH 5,7; kadar air 3,90 %, kadar abu 0,38 %,

  4.2. Penetapan Jumlah O bat y ang sukar larut dalam air dingin dan larut

  

Dibawa (Uchegbu et al; 1998) dalam air panas; tidak larut dalam

  Sejumlah 1,0 ml suspensi niosom kloroform, serta berwarna coklat bila diencerkan dengan air (1 : 4) kemu- direaksikan dengan larutan iod. d ian d isentrifus pad a 10.000 rpm selama + 30 menit dan didekantasi.

  Supernatan yang diperoleh dipipet 1,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 25,0 ml, kemudian ditepatkan volumenya dengan buffer fosfat pH 7,4 hingga garis batas.

  Larutan kemud ian d iukur se- λ + 264 nm dan diban- rapannya pada d ing kan d eng an serap an larutan standar Ibuprofen yang telah dike-

  Gambar 1. Hasil SEM proniosom For- mula 2 perbesaran 100x.

  tahui kadarnya untuk menghitung

  

Gambar 2. Hasil SEM proniosom For- Gambar 3. Hasil SEM maltodextrin

mula 3 perbesaran 100x. perbesaran 100x. PEM BUA TA N PRO N IO SO M

  4. PEM BUA TA N N IO SO M

  Gambar 1 menunjukkan hasil Hidrasi proniosom dari keenam SEM maltodekstrin DE 5-10 dari pati formula menghasilkan suspensi pada singkong dan proniosom dari for- jumlah obat yang dibaw a oleh ke- mula 2 dan 3. Maltodekstrin terdiri enam formula pada Tabel 4 menun- dari partikel padat berbentuk poli- jukkan bahwa formula 4,5,6 memiliki gonal, ukurannya tidak seragam, dan nilai yang paling besar dan formula permukaannya terlihat lebih halus. ini selanjutnya dijadikan fokus penga- Pro nio so m secara umum serup a matan. Pada konsentrasi surfaktan dengan maltodekstrin, tetapi ukuran- ko nstan 100 mmo l/ l, peningkatan nya lebih ho mo gen dan permuka- ko nsentrasi o bat d alam susp ensi annya lebih halus. menyebabkan peningkatan jumlah obat yang dibawa (Tabel 3). Namun, pada konsentrasi surfaktan konstan

  Tabel 2. Sudut Istirahat Proniosom dan Maltodekstrin

  100 mmol/ l, peningkatan konsentrasi obat yang digunakan untuk membuat

FORMULA SUDUT ISTIRAHAT

  suspensi tidak menunjukkan pening- katan jumlah o bat y ang d ibaw a

  1 30,9 (Tabel 5). 2 31,2 3 32,7

  PEM BA H A SA N 4 34,6 5 36,1

  1. PEM BUA TA N M A LTO D EKS- 6 36,8 TRIN

  Pati singko ng d ibuat menjad i

MD-5-10 30,2

  suspensi di dalam air bebas ion yang mengandung 200 ppm CaCl 2 . Peng- gunaan air bebas ion bertujuan untuk menghilangkan ion-ion yang dapat mengganggu aktiv itas enzim, se- d angkan p enambahan CaCl 2 ber- fungsi untuk menyediakan ion kal- sium (Ca 2+ ) y ang akan memp er- tahankan stabilitas enz im p ad a temp eratur tinggi (Marchal et al, 1999; O lsen, 1995). N amun, jika konsentrasi ion Ca 2+ yang ditambah- kan terlalu banyak (500 ppm) akan menghambat aktivitas enzim.

  Nilai pH suspensi pati dinaikkan dari 4,5 - 5 menjadi 6,5 untuk meng- aktifkan enz im, karena baik p H ting g i maup un p H rend ah akan menginaktifkan enzim. Enzim

  α- amilase bekerja o p timum p ad a kisaran pH 6 - 7 (Judoamidjojo et al; 1990).

  Suspensi ditambahkan enzim α- amilase dipanaskan dalam

  waterbath shaker selama 65 menit dihitung mulai

  dari saat suhu mencapai 85 C sambil d iad uk d engan kecepatan 60 rpm yang merupakan kondisi optimum untuk mencapai DE 5-10. Suhu tinggi diperlukan untuk gelatinasi tapioka (keadaan pada saat granul mengem- bang sehingga viskositasnya mak- simum) agar amilosa dan amilopektin lepas dari granul pati sehingga dapat d eng an mud ah d ihid ro lisis o leh enzim. Oleh karena itu dalam pem- buatan malto d ekstrin d ip erlukan enzim yang bersifat termostabil.

  Enzim α-amilase yang digunakan berasal d ari bakteri Bacillus liche-

  niformis yang bersifat termo stabil.

  Enzim ini merupakan end o enzim yang memecah molekul pati mulai dari tengah bagian dalam (Rachman, 1992). Cara kerja α-amilase pada mo- lekul amilosa terjadi dalam 2 tahap: pertama degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak dan sangat cepat, serta diikuti dengan menurunnya visko- sitas dengan cepat pula. Tahap kedua, relatif sangat lambat, yaitu pemben- tukan glukosa dan maltosa (Winarno, 1995). Kerja α-amilase pada molekul amilopektin menghasilkan glukosa, maltosa, dan berbagai α-limit deks- trin, yaitu oligosakarida yang terdiri dari 4 atau lebih gula yang semuanya mengandung ikatan α-1,6 (Winarno, 1995).

  M eto d e y ang d ip akai d alam pembuatan proniosom adalah “ slurry method” karena waktu pembuatan- nya lebih cepat dan membutuhkan peralatan yang lebih sedikit sehingga menghemat ruangan dan tenaga.

  Tabel 3. Efisiensi Penyerapan Niosom Terhadap Ibuprofen dengan Total Surfak- tan 100 mM

FORMULA KOSENTRASI OBAT 10 MM

  1 29,61 % 2 31,64 % 3 66,63 % 4 80,00 % 5 82,52 % 6 84,37 %

3. Pembuatan Proniosom

  Formula yang digunakan terdiri dari maltodekstrin, sorbitan mono- stearat, d an ko lestero l. Malto d ek- strin berfungsi sebagai carrier yang akan disalut oleh surfaktan (Blazek- Rhodes, 2001). Kombinasi sorbitan monostearat dan kolesterol dipilih sebagai surfaktan karena mud ah d id ap at d an d ap at membentuk nio so m pad a beberapa penelitian yang telah dipublikasikan (Blazek 2001; Hu 2000; Manconi et al, 2002). Ko mbinasi surfaktan yang sering d igunakan sebagai bahan nio so m yang terdapat di literatur terdiri dari sorbitan monostearat (Span 60), ko- lesterol, dan disetil fosfat (DCP) (Hu 2000; Manco ni et al, 2002) d ap at menghasilkan nio so m yang stabil (Blaz ek-Rho d es 2001). N amun, karena harga DCP mahal dan sulit didapat, maka dieliminasi dari for- mula. Pelarut yang digunakan untuk larutan stok surfaktan adalah kloro- form karena dapat melarutkan sor- bitan mo no stearat d an ko lestero l (Reyno ld 1982), tetapi tidak mela- rutkan malto dekstrin, dan mudah menguap (A nonim 1979) sehingga mempercepat penyalutan.

  Hasil SEM malto d ekstrin d an proniosom formula 3 tidak menun- jukkan perbedaan yang berarti (Gam- bar 1). H asil ini serup a d eng an p enelitian A .l. Blazek-W elsh d an D.G. Rho d es y ang menemukan bahw a malto d ekstrin M700 sama dengan proniosom M700 yang dibuat dari 0,5 mmol surfaktan (Span 60: Ko lestero l : DCP = 47,5 : 47,5 : 5) untuk 1 gram maltodekstrin M700 meng g unakan “ slurry metho d ” (Blazek-Rhodes 2001). Partikel malto- dekstrin DE 5-10 dari pati singkong berbentuk poligonal dan ukurannya tidak homogen. Hal tersebut dapat terjad i karena pengecilan partikel malto d ekstrin d ilakukan d eng an blender sehingga hasil pemotongan- nya membentuk sud ut-sud ut d an sebagian diantaranya hancur mem- bentuk po to ngan yang lebih kecil sehingga meskipun diayak ukuran- nya tetap tidak homogen. Berdasar- kan no ayakan (60 mesh) maka ukuran partikel maltodekstrin tidak mungkin lebih dari 250 µm dan perkiraan ini sesuai dengan pengukuran partikel hasil SEM.

  Hasil penetapan sudut istirahat mendukung hasil SEM dimana ke- enam formula proniosom memiliki sudut istirahat yang berbeda karena jumlah total surfaktan yang ditam- bahkan berbeda sehingga cenderung untuk meng hasilkan p eny alutan d engan permukaan yang berbed a pula. Sudut istirahat adalah sudut maksimum yang mungkin terdapat antara permukaan d ari setumpuk serbuk dan bidang horizontal (Mar- tin 1993). Sudut istirahat keenam for- mula lebih besar jika dibandingkan sudut istirahat maltodekstrin (Tabel 2). Hal tersebut terjadi karena ke- enam formula memiliki permukaan partikel yang lebih kasar dibanding- kan maltodekstrin. Peningkatan to- tal surfaktan yang ditambahkan pada malto d ekstrin meny ebabkan ke- naikan sud ut istirahat pro nio so m (Tabel 2), d id ug a terjad i akibat permukaan partikel yang semakin listrik pada permukaan partikel ka- kasar. Secara umum, sudut istirahat rena muatan yang sama menghasil- proniosom dan maltodekstrin me- kan tolak-menolak yang mencegah nunjukkan sifat aliran serbuk yang koagulasi partikel (Martin et al, 1993). baik yaitu antara 25-45 (Blazek- Telah dibuktikan bahwa penambah- Rho d es 2001). Deng an d emikian an sejumlah kecil disetil fosfat (DCP) dapat diasumsikan bahwa sifat aliran cenderung untuk menstabilkan sis- serbuk dipengaruhi oleh penambah- G - tem Sp an 60-nio so m d an C 16 2 an surfaktan dalam jumlah tertentu niosom (Uchegbu et al. 1998) dengan karena bentuk asal partikel malto- memberikan muatan listrik negatif dekstrin tetap dipertahankan. yang akan mencegah agregasi nio- som. Oleh karena itu, DCP seharus- nya tidak dieliminasi dari formula.

4. Pembuatan N iosom

  Pad a suspensi yang mengand ung M eto d e y ang d ip akai d alam obat (Gambar 3), agregasi pertikel- nya lebih besar karena sistem yang pembuatan nio so m adalah hidrasi serbuk p ro nio so m karena w aktu terbentuk lebih stabil. pembuatannya lebih cepat dan se- Model obat yang digunakan ada- derhana (Blazek-Rhodes 2001). Hasil lah ibuprofen karena mudah larut hidrasi keenam formula membentuk d alam CH Cl , tahan p emanasan 3

  (A no nim 1995). Penetapan jumlah susp ensi. Jika hid rasi d ilakukan dengan menambahkan larutan obat obat yang dibawa dilakukan dengan menghasilkan suspensi yang terpisah cara sentrifugasi karena metode ini dengan batas yang jelas. Hal tersebut cepat dan peralatannya tersedia di terjadi karena obat yang ditambah- laboratorium. Supernatan yang di- peroleh dianggap mengandung obat kan ibup ro fen bersifat hid ro fo b sehingga ia akan terikat kuat dengan yang larut atau tidak dibaw a, dan molekul surfaktan dan menyebabkan ditetapkan kadarnya secara spektro- p artikel-p artikel d alam susp ensi fo to metri. Jika jumlah o bat yang menggumpal (koloid). larut sama dengan jumlah obat yang d itambahkan maka d iasumsikan

  Keadaan tersebut didukung oleh pengamatan mikrokopis, yaitu pada tidak ada obat yang dibaw a, tetapi suspensi yang tid ak mengand ung jika berbeda diperkirakan telah ter- obat, agregasi partikel lebih sedikit bentuk niosom yang dapat membawa dibandingkan suspensi yang meng- obat. Kemudian jumlah obat yang dibaw a ditentukan dengan meng- andung obat. Agregasi partikel pada suspensi yang tid ak mengand ung hitung persentasi selisih jumlah obat obat dapat terjadi karena sistem yang yang ditambahkan dan jumlah obat terbentuk tidak stabil (Gambar 3). yang larut (Blazek-Rhodes 2001). Sistem tersebut d apat d istabilkan Berd asarkan hasil p erco baan diperoleh bahw a jumlah obat yang dengan memberikan muatan-muatan larut berbeda dengan jumlah obat yang ditambahkan sehingga diduga hidrasi pro nio so m tersebut meng- hasilkan niosom yang dapat mem- baw a o bat. Tabel 6 menunjukkan bahw a semakin banyak surfaktan yang ditambahkan semakin banyak jumlah obat yang dibaw a. Hal ter- sebut sejalan dengan hasil penelitian yang menemukan bahw a so rbitan monostearat dan kolesterol biasanya digunakan dengan perbandingan mol = 1 : 1 (13). Karena fo rmula 4,5,6 memiliki jumlah obat yang dibaw a paling besar, maka ditetapkan se- bagai kondisi optimum untuk menge- tahui beberapa fakto r yang mem- pengaruhi jumlah obat yang dibawa.

  Tabel 3 menunjukkan bahwa jika konsentrasi obat yang ditambahkan d ibuat ko nstan 10 mmo l/ l, maka jumlah obat yang dibawa tergantung pada ko nsentrasi surfaktan dalam suspensi, sehingga jika ingin me- ningkatkan jumlah obat yang dibawa maka konsentrasi surfaktan dalam suspensi harus dinaikkan.

  Beynum G.M.A., dan J.A. Roels (eds).

  Erratum to Pro nio so mes: A Novel Drug Carrier Preparation.

  Chengjiu Hu dan D.G. Rhodes. 2000.

  Pharma- ceutical Research. 18 (5): 1-6.

  2001. SEM Imaging Predicts Qua- lity of Niosomes from Maltodex- trin-Based Proniosomes.

  Blazek-Welsh, A.l. dan D.G. Rhodes.

  A A PS Pharmaceutical Sciences. 3 (1): 1-8.

  2001. Malto dextrin-based Pro - nio so me.

  1985. Starch Conversion Technol- ogy. Food Science and Technology. Vol. 14. Marcel Dekker Inc., New York: 343-345. Blazek-Welsh, A.l. dan D.G. Rhodes.

  oleh Hadziyev, D. Springler-Verlaag Berlin. Heidelberg: 122.

  Pada tabel 3 juga ditunjukkan bahw a jika ko nsentrasi surfaktan dalam suspensi dibuat konstan 100 mmo l/ l, maka jumlah o bat yang dibawa tidak tergantung pada kon- sentrasi o bat y ang d itambahkan sebab kapasitas niosom dalam mem- baw a obat terbatas (Blazek-Rhodes 2001).

  Food Chemistry. Terj. dari Lehr- buch der lebensmittelchemie,

  Belitz, H.D. dan W. Gro sch. 1987.

  IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indone- sia, 1995, 218.

  Anonim, Farmakologi dan Terapi , Edisi

  1979. Farmakope Indonesia Edisi III: 915.

  D A FTA R A CUA N A nonim, Departemen Kesehatan RI.

  Berd asarkan p enelitian y ang dilakukan dani hasil yang diperoleh d apat d isimpulkan bahw a malto - dekstrin DE 5-10 dari pati singkong dapat digunakan dalam pembuatan proniosom dan proniosom tersebut d apat d igunakan untuk membuat niosom.

  KESIM PULA N

  International Journal of Pharmaceu- tics. 206: 109-122. D’Souza, S.A., J. Ray, S. Pandey dan N. Udupa. 1997. A bsorption of Ciprofloxacin and Norfloxacin when Administered as Niosome encap sulated Inclusio n Co m- plexes. Journal of Pharmacy and

  Pharmacology. 49: 145-149.

  90 (6): 667-680. Uchegbu, I.F. dan S.P. Vyas. 1998.

  Arcan, Jakarta: 6-9, 16-19. Reynold, JEF (Ed). 1982. M artindale

  The Extra Pharmacopeia , 28 th

  ed, The Pharmaceutical Press, Lon- don: 377, 1066, 1299-1300.

  Tianshun Lian dan R.JY. Ho. 2001.

  Trends and Developments in Li- posome Drug Delivery Systems.

  Journal of Pharmaceutical Sciences.

  N o n-io nic Surfactant Based Vesicles (Niosomes) in Drug De- liv ery.

  fessional, London: 33-35. Rachman, A . 1992.

  International Journal of Pharmaceutics. 172: 33-70.

  W ad ke, D.A ., A .T.M. Serajud d in, dan H. Jacobson. 1989. Prefor- mulatio n Testing. D alam. Lie- berman, H.A., L. Lachman, dan J.B. Schw artz (eds). 1989. Phar-

  maceutical Dosage Forms

  . Tablets

  2 nd Ed . Vo l. 1. Marcel Dekker Inc., New York: 54-55. Winarno, F.G. 1995.

  Enzim Pangan dan Gizi . Penerbit Gramedia Pustaka

  Teknologi Fer- mentasi Industrial II. Penerbit

  drolysis Products and Their Deriva- tives. Blackie Academic and Pro-

  Dziedzic, S.Z . dan M.W. Kearsley.

  283-291. Manconi, M., C. Sinico, D. Valenti, G.

  1995. The Technology of Starch Pro d uctio n. Dalam. Kearsley, M.W. dan S.Z . Dziedzic (eds).

  1995. Handbook of Starch Hydroly- sis Products and Their Derivatives. Blackie A cad emic and Pro fes- sional, London: 11-15. Griffin, V.K. dan J.R. Brooks. 1989.

  Production and Size Distribution of Rice Maltodextrin Hydrolized fro m Milled Rice Flo ur Using Heat Stable Alpha Amylase.

  Jour- nal of Food Science. 54: 190-193.

  Judoamidjojo, M., A.A. Darwis, dan E.G. Sa’ id. 1990.

  Teknologi Fer- mentasi. Rajawali Press, Jakarta:

  Loy, dan A.M. Fadda. 2002. Nio- somes as Carriers for Tretinoin. l. Preparation and Properties. In-

  Kearsley, M.W. dan S.Z. Dziedzic (eds). 1995. Handbook of Starch Hy-

  ternational Journal of Pharmaceu- tics. 234: 237-248.

  Marchal, L.M., J. Jo nkers, G. Th.

  Franke, C.D. de Gooijer, dan J. Tramper. 1999. The Effect of Pro- cess Condition on the Amylolytic Hydrolysis of A mylopectin Po- tato Starch: An Experimental De- sign Approach

  . Biotechnology and Bioengineering. 62 (3): 348-357.

  M artin, A ., J. Sw arbrick, d an A .

  Cammarata, Physical Pharmacy , fo urth ed itio n, Lea & Febiger Philadelphia, London,1993, 423- 449. Olsen, H.S. 1995. Enzymic Produc- tion of Glucose Syrups. Dalam.

  Utama, Jakarta: 57-58.