t pkkh 0908265 chapter5(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, maka simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan membaca siswa low vision permulaan siswa low vision masih
rendah, tidak sesuai dengan tingkat usia dan tingkat pendidikan.
2. Kondisi-kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan
pada siswa low vision:
a. Hasil observasi penglihatan yang telah dilakukan pada saat penelitian
menunjukkan bahwa kemampuan penglihatan pada ketiga kasus tanpa
menggunakan alat bantu penglihatan, masih dapat difungsikan untuk
membaca huruf yang berukuran 12 poin, 20 poin, atau 22 poin.
b. Lingkungan belajar sangat kurang mendukung terhadap kondisi siswa.
Kurangnya cahaya pada ruangan kelas, tidak ada papan tulis,
dan
suasana pembelajaran yang selalu ramai oleh suara-suara dari luar
lingkungan sekolah juga terjadi di sekolah ini sehingga konsentrasi siswa
sering terganggu, dan hal ini berlangsung hampir setiap hari.
c. Tidak ada sarana belajar dan alat bantu penglihatan yang dapat
digunakan oleh siswa low vision dalam kegiatan pembelajaran membaca.
Dengan tidak adanya alat bantu tersebut, siswa dipaksa membaca dengan
menggunakan huruf Braille. Sebagai sekolah yang ditunjuk menjadi sub
senter layanan low vision, sebenarnya sekolah ini memiliki beberapa alat
79
bantu penglihatan dan sarana lainnya yang biasa dipergunakan untuk
siswa low vision, namun keberadaan alat-alat tersebut hanya menjadi
kelengkapan sarana sekolah yang tidak pernah digunakan dalam
pembelajaran.
d. penyusunan program
dan proses pembelajaran membaca belum
berorientasi pada kebutuhan siswa low vision. Program yang dibuat
masih bersifat umum, tidak terlihat adanya program yang dirancang
khusus untuk layanan siswa low vision. Termasuk didalamnya adalah
tidak dicantumkannya alat peraga pendukung pembelajaran dan
penggunaan alat peraga yang disesuaikan dengan muatan program.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, peneliti
mengajukan rekomendasi seperti berikut ini:
1. Kemampuan membaca siswa low vision sangat dipengaruhi oleh kondisi
penglihatannya, baik penglihatan dekat maupun penglihatan jauh. Untuk
mengetahui kondisi penglihatan siswa low vision secara pasti, hendaknya
dilakukan serangkaian pemeriksaan. Salah satu pemeriksaan diantaranya
harus dilakukan oleh guru yaitu asesmen penglihatan fungsional.
Pemeriksaan yang lengkap pada layanan low vision adalah sebagai berikut:
pemeriksaan medis yang dilakukan oleh dokter mata → asesmen klinis
dilakukan oleh optometris → asesmen penglihatan fungsional dilakukan
oleh guru. Hasil dari serangkaian pemeriksaan tersebut dijadikan dasar
80
untuk kegiatan berikutnya yaitu pemberian latihan efektifitas penglihatan.
Apabila siswa perlu menggunakan alat bantu, pada tahap ini diberikan pula
pelatihan cara penggunaan alat bantu tersebut. Untuk siswa yang mampu
membaca dengan menggunakan huruf awas, berikan layanan membaca
dengan menggunakan buku-buku awas yang menggunakan huruf dengan
cetakan besar.
Setelah itu, siswa diberikan program bantuan yang lain
seperti Orientasi dan Mobilitas, dan Bimbingan dan Konseling. Seluruh
rangkaian kegiatan tersebut harus dievaluasi setiap 6 bulan atau selambatlambatnya 1 tahun.
2. Kondisi-kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan
pada siswa low vision:
a. Penataan ruang kelas dan denah sekolah perlu ditinjau kembali
khususnya yang berhubungan dengan ventilasi cahaya dan polusi suara.
Cahaya yang kurang terang dapat dibantu dengan bantuan cahaya listrik
yaitu menggunakan bola lampu dengan kekuatan cahaya yang lebih
tinggi.
Sedangkan
untuk
mengurangi
kebisingan
suara,
perlu
dilakukannya pendekatan dari fihak lembaga/sekolah sehingga muncul
adanya pengertian dari fihak masyarakat pengguna sarana ibadat tersebut.
b. Sarana belajar dan alat bantu penglihatan bagi siswa low vision sangat
memegang peranan pada kelancaran dan keberhasilan pembelajaran
membaca permulaan. Apabila melihat kondisi subjek pada penelitian ini,
banyak sarana atau alat bantu yang dapat digunakan oleh siswa. Alat
81
bantu tersebut diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu alat bantu optik,
alat bantu non optik, dan alat bantu elektronik.
1) Alat bantu optik (optical devices) memiliki hubungan dengan
penggunaan lensa. Alat ini dapat membantu penglihatan jarak dekat
dan jarak jauh, dan memiliki ukuran pembesaran tertentu. Untuk
melihat jarak dekat digunakan magnifier. Alat ini ada dua jenis, yaitu
yang menggunakan cahaya lampu (illuminated hand held magnifier)
dan tanpa cahaya lampu. Contoh jenis hand held magnifier adalah:
stand magnifier, bar magnifier, spectacle magnifier, pocket magnifier.
Sedangkan untuk melihat objek yang jauh misalnya membaca huruf
pada papan tulis, digunakan alat bantu optik yang disebut teleskop
(telescope). Teleskop memiliki berbagai macam ukuran mulai dari 2x
sampai 8x.
2) Alat bantu non optik (non optik devices) yang dapat digunakan oleh
siswa low vision dalam kegiatan membaca banyak macamnya, antara
lain: typoscope untuk mengarahkan huruf, reading stand untuk
penyangga buku, adjustable reading lamp yaitu lampu belajar yang
dapat diatur intensitas cahayanya, large print berupa buku yang
menggunakan tulisan huruf awas besar-besar dengan ukuran huruf di
atas 14 point).
3) Alat bantu elektronik (electronic devices) yang dapat digunakan untuk
memperbesar huruf adalah CCTV (Close Circuit Television). Alat
bantu ini digunakan apabila magnifier sudah tidak memungkinkan lagi
82
dapat membantu. Selain CCTV, komputer dapat digunakan pula untuk
latihan membaca dengan ukuran besar huruf yang disesuaikan,
misalnya 24 point, 26 point. Pada saat pemberian alat bantu
pembelajaran hendaknya siswa low vision juga dibekali dengan
pelatihan cara penggunaan alat tersebut sehingga siswa dapat
mempergunakan alat secara benar dan seoptimal mungkin.
d. Untuk
meningkatkan
pembuatan
program
dan
penyajian
materi
pembelajaran, perlu kreativitas dan dituntut kemampuan guru dalam
memodifikasi dan mengadaptasi kurikulum yang ada yaitu berupa
pelatihan pembuatan program bagi guru-guru yang mengajar siswa low
vision. Pelatihan pembuatan program difokuskan pada keterampilan
pengajaran membaca pada siswa low vision yaitu bagaimana agar siswa
low vision mampu secara efisien menggunakan sisa penglihatannya.
(Program Pelatihan terlampir)
Berdasarkan paparan di atas secara keseluruhan, sebagai sekolah yang
menyandang predikat sebagai sub center layanan low vision di provinsi Jawa
Barat perlu adanya pembenahan pada lembaga ini dalam meningkatkan
layanan terhadap siswa low vision. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari
peran lembaga di atasnya yang harus meningkatkan pembinaan dan pelayanan
terhadap sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga yang terkait.
83
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, maka simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan membaca siswa low vision permulaan siswa low vision masih
rendah, tidak sesuai dengan tingkat usia dan tingkat pendidikan.
2. Kondisi-kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan
pada siswa low vision:
a. Hasil observasi penglihatan yang telah dilakukan pada saat penelitian
menunjukkan bahwa kemampuan penglihatan pada ketiga kasus tanpa
menggunakan alat bantu penglihatan, masih dapat difungsikan untuk
membaca huruf yang berukuran 12 poin, 20 poin, atau 22 poin.
b. Lingkungan belajar sangat kurang mendukung terhadap kondisi siswa.
Kurangnya cahaya pada ruangan kelas, tidak ada papan tulis,
dan
suasana pembelajaran yang selalu ramai oleh suara-suara dari luar
lingkungan sekolah juga terjadi di sekolah ini sehingga konsentrasi siswa
sering terganggu, dan hal ini berlangsung hampir setiap hari.
c. Tidak ada sarana belajar dan alat bantu penglihatan yang dapat
digunakan oleh siswa low vision dalam kegiatan pembelajaran membaca.
Dengan tidak adanya alat bantu tersebut, siswa dipaksa membaca dengan
menggunakan huruf Braille. Sebagai sekolah yang ditunjuk menjadi sub
senter layanan low vision, sebenarnya sekolah ini memiliki beberapa alat
79
bantu penglihatan dan sarana lainnya yang biasa dipergunakan untuk
siswa low vision, namun keberadaan alat-alat tersebut hanya menjadi
kelengkapan sarana sekolah yang tidak pernah digunakan dalam
pembelajaran.
d. penyusunan program
dan proses pembelajaran membaca belum
berorientasi pada kebutuhan siswa low vision. Program yang dibuat
masih bersifat umum, tidak terlihat adanya program yang dirancang
khusus untuk layanan siswa low vision. Termasuk didalamnya adalah
tidak dicantumkannya alat peraga pendukung pembelajaran dan
penggunaan alat peraga yang disesuaikan dengan muatan program.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, peneliti
mengajukan rekomendasi seperti berikut ini:
1. Kemampuan membaca siswa low vision sangat dipengaruhi oleh kondisi
penglihatannya, baik penglihatan dekat maupun penglihatan jauh. Untuk
mengetahui kondisi penglihatan siswa low vision secara pasti, hendaknya
dilakukan serangkaian pemeriksaan. Salah satu pemeriksaan diantaranya
harus dilakukan oleh guru yaitu asesmen penglihatan fungsional.
Pemeriksaan yang lengkap pada layanan low vision adalah sebagai berikut:
pemeriksaan medis yang dilakukan oleh dokter mata → asesmen klinis
dilakukan oleh optometris → asesmen penglihatan fungsional dilakukan
oleh guru. Hasil dari serangkaian pemeriksaan tersebut dijadikan dasar
80
untuk kegiatan berikutnya yaitu pemberian latihan efektifitas penglihatan.
Apabila siswa perlu menggunakan alat bantu, pada tahap ini diberikan pula
pelatihan cara penggunaan alat bantu tersebut. Untuk siswa yang mampu
membaca dengan menggunakan huruf awas, berikan layanan membaca
dengan menggunakan buku-buku awas yang menggunakan huruf dengan
cetakan besar.
Setelah itu, siswa diberikan program bantuan yang lain
seperti Orientasi dan Mobilitas, dan Bimbingan dan Konseling. Seluruh
rangkaian kegiatan tersebut harus dievaluasi setiap 6 bulan atau selambatlambatnya 1 tahun.
2. Kondisi-kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan
pada siswa low vision:
a. Penataan ruang kelas dan denah sekolah perlu ditinjau kembali
khususnya yang berhubungan dengan ventilasi cahaya dan polusi suara.
Cahaya yang kurang terang dapat dibantu dengan bantuan cahaya listrik
yaitu menggunakan bola lampu dengan kekuatan cahaya yang lebih
tinggi.
Sedangkan
untuk
mengurangi
kebisingan
suara,
perlu
dilakukannya pendekatan dari fihak lembaga/sekolah sehingga muncul
adanya pengertian dari fihak masyarakat pengguna sarana ibadat tersebut.
b. Sarana belajar dan alat bantu penglihatan bagi siswa low vision sangat
memegang peranan pada kelancaran dan keberhasilan pembelajaran
membaca permulaan. Apabila melihat kondisi subjek pada penelitian ini,
banyak sarana atau alat bantu yang dapat digunakan oleh siswa. Alat
81
bantu tersebut diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu alat bantu optik,
alat bantu non optik, dan alat bantu elektronik.
1) Alat bantu optik (optical devices) memiliki hubungan dengan
penggunaan lensa. Alat ini dapat membantu penglihatan jarak dekat
dan jarak jauh, dan memiliki ukuran pembesaran tertentu. Untuk
melihat jarak dekat digunakan magnifier. Alat ini ada dua jenis, yaitu
yang menggunakan cahaya lampu (illuminated hand held magnifier)
dan tanpa cahaya lampu. Contoh jenis hand held magnifier adalah:
stand magnifier, bar magnifier, spectacle magnifier, pocket magnifier.
Sedangkan untuk melihat objek yang jauh misalnya membaca huruf
pada papan tulis, digunakan alat bantu optik yang disebut teleskop
(telescope). Teleskop memiliki berbagai macam ukuran mulai dari 2x
sampai 8x.
2) Alat bantu non optik (non optik devices) yang dapat digunakan oleh
siswa low vision dalam kegiatan membaca banyak macamnya, antara
lain: typoscope untuk mengarahkan huruf, reading stand untuk
penyangga buku, adjustable reading lamp yaitu lampu belajar yang
dapat diatur intensitas cahayanya, large print berupa buku yang
menggunakan tulisan huruf awas besar-besar dengan ukuran huruf di
atas 14 point).
3) Alat bantu elektronik (electronic devices) yang dapat digunakan untuk
memperbesar huruf adalah CCTV (Close Circuit Television). Alat
bantu ini digunakan apabila magnifier sudah tidak memungkinkan lagi
82
dapat membantu. Selain CCTV, komputer dapat digunakan pula untuk
latihan membaca dengan ukuran besar huruf yang disesuaikan,
misalnya 24 point, 26 point. Pada saat pemberian alat bantu
pembelajaran hendaknya siswa low vision juga dibekali dengan
pelatihan cara penggunaan alat tersebut sehingga siswa dapat
mempergunakan alat secara benar dan seoptimal mungkin.
d. Untuk
meningkatkan
pembuatan
program
dan
penyajian
materi
pembelajaran, perlu kreativitas dan dituntut kemampuan guru dalam
memodifikasi dan mengadaptasi kurikulum yang ada yaitu berupa
pelatihan pembuatan program bagi guru-guru yang mengajar siswa low
vision. Pelatihan pembuatan program difokuskan pada keterampilan
pengajaran membaca pada siswa low vision yaitu bagaimana agar siswa
low vision mampu secara efisien menggunakan sisa penglihatannya.
(Program Pelatihan terlampir)
Berdasarkan paparan di atas secara keseluruhan, sebagai sekolah yang
menyandang predikat sebagai sub center layanan low vision di provinsi Jawa
Barat perlu adanya pembenahan pada lembaga ini dalam meningkatkan
layanan terhadap siswa low vision. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari
peran lembaga di atasnya yang harus meningkatkan pembinaan dan pelayanan
terhadap sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga yang terkait.
83