T1 712009031 Full text
TRADISI NAZAR DALAM JEMAAT GMIT EFATA SOE
Oleh:
Yoeldrin Martnugrah Tafui
712009031
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi
sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang
Teologi (S.Si.Teol)
Program Studi IlmuTeologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
i
ii
iii
iv
v
Motto :
“Dengan Berani Kalahkan Ketakutan, Dengan Upaya,
Usaha, dan Doa Sukses Digapai”
"Mintalah, maka akan di
berikan kepadamu; carilah,
maka kamu akan mendapat;
ketoklah maka pintu akan
dibukakan bagimu"
(Matius 7:7)
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus
karena atas anugerah hikmat dan penyertaan Nya, penulis dapat menyelesaikan
penulisan tugas akhir ini. Syukur kembali penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus
Kristus karena penyertaan, anugerah, serta bimbingan Nya juga yang telah
menuntun penulis hingga sampai ke penghujung dari masa pendidikan di Fakultas
Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Penulisan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam
mencapai gelar sarjana dalam bidang ilmu Teologi (S.Si. Teol). Tugas akhir ini
berisi tentang analisa nazar yang dilakukan oleh anggota Jemaat GMIT Efata Soe.
Nazar merupakan satu tradisi yang populer di zaman Israel Kuno, dan seiring
berjalan nya waktu ketika nazar ada dalam Alkitab sebagai pedoman kehidupan
Kristen, kemudian telah menjadi fondasi dasar pemahaman jemaat untuk
melakukan nazar ini. Keunikan dalam praktek nazar yang dilakukan anggota
Jemaat GMIT Efata Soe membuat penulis tertarik untuk melihat lebih dekat
tentang hal ini lewat satu analisa terhadap nazar yang dilakukan oleh mereka.
Harapan penulis tantang tugas akhir ini, kiranya dapat memperkaya bahan
kepustakaan juga menambah pandangan teologis yang dapat dikaji tentang konsep
nazar ini. Tugas akhir ini juga kiranya dapat meningkatkan pemahaman serta
menambah wawasan jemaat tentang hal ini. Penulis juga tidak menutup
kemungkinan adanya pihak yang ingin melanjutkan penelitian lebih mendalam
tentang hal ini.
Penulis mengakui sebagai manusia biasa yang memiliki keterbatasan yang
memungkinkan ada nya kekurangan dalam rangkaian penulisan tugas akhir ini.
Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada setiap pihak yang membaca atau
terlibat dalam penulisan jika terdapat kesalahan dalam penulisan tugas akhir ini.
Penulis juga mengharapkan ada nya kritik dan saran yang membangun dalam
melengkapi analisa dalam tugas akhir yang penulis buat ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah terlibat dalam membimbing dan membantu penulisa ketika menyusun tugas
akhir ini hingga terselesaikan dengan baik.
1.
Dr. David Samiyono selaku dosen pembimbing utama yang telah
meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing dan
mengarahkan serta memberikan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
2.
Terima kasih kepada Dekan, Kaprogdi, Wali Studi, Panitia Tugas Akhir
dan seluruh dosen, serta staff Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana yang telah banyak membantu penulis dari awal perkuliahan
hingga pada penulisan tugas akhir ini.
vii
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Terima kasih kepada BPMF dan Senat Mahasiswa Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana yang telah banyak membantu penulis
dalam menjalani proses perkuliahan hingga selesai. Terima kasih
terkhusus untuk Ama dan Priska kalian luar biasa teman-teman, tetap solid
teman-teman tetap berjuang demi dan untuk mahasiswa.
Pdt. Dr. Ebenhaizer Nuban Timo dan Pdt. Merry Rungkat, terima kasih
bapak dan kakak yang telah menjadi reviewer untuk tugas akhir yang
penulis buat ini. Terima kasih atas nilai, waktu, dan masukan yang telah
diberikan kepada penulis sebagai bahan revisi agar tugas akhir menjadi
lebih baik.
Terima kasih kepada ketua Majelis Jemaat GMIT Efata Soe, beserta para
Pendeta, dan Mejelis yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam
membantu penulis mendapatkan informasi seputar penelitian ini. Tuhan
Yesus Kristus memberkati setiap tugas dan pelayanan.
Terima kasih kepada setiap informan yang tidak bisa penulis sebut satu
persatu yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta membagi
pengalaman bagi penulis, sehingga penilitian ini dapat terlaksana hingga
selesai.
Terima kasih yang serasa tak cukup sekedar ucapan kepada Mama Ina
dengan Bapa Ande, yang dengan kasih dan cintanya selalu memberikan
motivasi, nasihat, dan mendukung penulis baik dari segi moril maupun
materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penyusunan
tugas akhir dengan baik. Terima kasih juga untuk dukungan doa terhadap
penulis dari kakak, kakak ipar, keponakan, Om Piter, Kaka Yuli, Kunyadu
Thobi, Ma‟ Heli, Om Ito, Ma Shary, Frany, Billy, Hana, Naina, Chelvin,
Embun.
Terima kasih untuk dukungan doa dari Mama Besa Be‟a, Tante Meli, yang
menguatkan penulis selalu. Tuhan memberkati pelayan Mama, dengan
Tante selalu.
Terima kasih untuk teman-teman Teologi 2009 yang telah menemani
penulis dalam beberapa masa. Senyuman dan canda kalian sangat
memotivasi penulis agar berusaha hingga selesai dalam perkuliahan ini.
Terima kasih kaka Desy, Delcya, Astrid, Fred, Vallian, Om Yoyo, Candra,
Rendra, Om Joshua, Bang Nico, Yapi, Dorlin, Maya, Mace Leny, Om
Angky kalian teman-teman terbaik.
Terima kasih kepada Kaka Ira Mangililo yang pernah menjadi dosen
pembibing penulis, yang banyak memberikan motivasi, mengorbankan
waktu dan pikiran untuk membantu penulis menyusun tugas akhir ini.
Tuhan memberkati kaka dalam pelayanan.
Terima kasih kepada Bu Tosca yang telah membantu di awal penulisan
tugas akhir ini. Tuhan memberkati Bu dalam pelayanan.
viii
12.
13.
14.
15.
16.
Terima kasih kepada Kaka Kristian yang luar biasa serta banyak
memberikan motivasi, bantuan terhadap penulis sampai selesai
mengerjakan tugas akhir ini. Tuhan memberkati kaka.
Terima kasih kepada teman, saudara, sahabat yang telah luar biasa
membantu memotivasi dan mendoakan penulis dalam mengerjakan tugas
akhir ini. Terima kasih Tuhan sudah menghadirkan mereka dalam
kehidupan penulis, Om Ryo, Bless, Kaka Lucky, Tio, Bungsu Anis,
Raymond, Piter, Pita, Iju, Pinus, Aii B, Zaam, Om Jow, Mace Uke, Kaka
Uthe, Kaka Salim, Marita, Iren, Melki, Anis Kambu, Maikel, Emerald,
Kakx Kris, Wandut, Natalie, Om Sony BLVCK. Tuhan menyertai dan
memberkati kalian semua.
Terima kasih untuk teman-teman “Timur Rap Peace” TRP Gank yang
sudah banyak membantu penulis dalam memberikan banyak canda yang
lebih sebagai refreshing bagi penulis.
Terima kasih atas doa, motivasi, dan banyak hal dilakukan sehingga
penulis kembali bangkit ketika jatuh, danke banya Ivonny Pattiruhu.
Tuhan berkati langkah lanjut dan setiap cita serta cinta nya.
Terima kasih untuk setiap pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
demi satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir
ini, sekali lagi penulis ucapakan terima kasih. Tuhan Memberkati kalian
semua.
Penulis,
ix
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................
ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT..................................................................
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES.......................................................
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...............................................
v
MOTTO...............................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR........................................................................................
vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................
xi
ABSTRAK..........................................................................................................
xiii
PENDAHULUAN..............................................................................................
1
Rumusan Masalah.........................................................................................
4
Tujuan Penelitian..........................................................................................
4
Metode dan Lokasi Penelitian.....................................................................
4
Manfaat Penelitian........................................................................................
7
Garis Besar Penulisan...................................................................................
8
LANDASAN TEORI............................................................................................
8
Persembahan................................................................................................
10
Nazar Secara Sosial.......................................................................................
12
Nazar Secara Teologis...................................................................................
14
HASIL WAWANCARA JEMAAT GMIT EFATA SOE...................................
17
Gambaran Umum Tempat Penelitian............................................................
17
Pandangan Jemaat GMIT Efata Soe Tentang Nazar....................................
18
Praktik Nazar Dalam Jemaat GMIT Efata Soe............................................
19
Gereja Dalam Menaggapi Nazar Yang Dilakukan Anggota Jemaat.............
22
PEMBAHASAN.................................................................................................
Nazar dalam pemahaman dan praktik di Jemaat GMIT Efata Soe..............
26
26
Sikap Majelis Jemaat Efata Soe dalam menanggapi Nazar yang
dilakukan oleh Warga Jemaat......................................................................
PENUTUP...........................................................................................................
30
32
Kesimpulan...................................................................................................
32
Saran............................................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
35
x
"TRADISI NAZAR DALAM JEMAAT GMIT EFATA SOE"
Yoeldrin Martnugrah Tafui
712009031
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tradisi nazar yang berkembang di Jemaat GMIT Efata
Soe. Dengan menganalisa maka dapat diketahui latar belakang, peran, serta tanggapan Majelis
Jemaat GMIT Efata Soe tentang tradisi nazar yang telah tertanam begitu lama dalam jemaat. Teori
yang digunakan dalam menunjang tulisan ini yaitu berdasarkan penelitian Jacques Berlinerblau
(1996), mengenai nazar dan kelompok kepercayaan populer Israel kuno. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif atau descriptive research . Manfaat dari penelitian ini
secara akademis diharapkan dapat memperkaya bahan kepustakaan dan informasi mengenai
konsep nazar yang berkembang dalam jemaat secara lokal dalam hubungannya dengan prespektif
agama Kristen, demi pengembangan studi Teologi secara akadamis dan yang berikutnya yaitu
adanya perspektif Teologis yang dapat dikaji dari hasil penelitian ini, khususnya mengenai konsep
nazar. Manfaat paraktis dari penelitian ini yaitu meningkatkan pengetahuan jemaat tentang konsep
nazar yang mereka anut, serta memberikan dorongan kepada pihak gereja untuk mengembangkan
cara pandang cara pandang secara Teologi mengenai konsep nazar yang relevan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa nazar yang dilakukan dalam jemaat GMIT Efata Soe adalah satu tradisi yang
telah diwariskan turun-temurun dan menjadi senjata pamungkas dalam menghadapi situasi yang
sangat sulit dalam kehidupan. Nazar adalah sebuah janji atau sumpah sakral dengan Tuhan karena
itu apa yang dijanjikan harus dan wajib dipenuhi. Keunikan nazar mereka tentang pemberian
persembahan pra nazar, atau persembahan sebelum terpenuhi permintaan mereka. Strata ekonomi
serta gender tidak menghambat seseorang untuk melakukan nazar. Nazar secara tidak langsung
adalah motivasi terhadap jemaat untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan.
Keywords : Nazar, janji, sumpah, tradisi, jemaat.
xi
I.
PENDAHULUAN
Kota Soe adalah ibukota dari kabupaten Timor Tengah Selatan yang
merupakan bagian dari wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur. Kota Soe adalah
kota kecil dengan penduduk mayoritas beragama Kristen Prostestan. Hal yang
unik dari kota kecil ini adalah bahwa di kota kecil ini pernah terjadi gerakan roh
pada tahun 1965-1969, dalam peristiwa gerakan roh ini banyak mujizat terjadi
baik itu kesembuhan, hingga merubah air menjadi anggur. Peristiwa ini dianggap
sebagai peristiwa penting dalam kehidupan Gereja Masehi Injili di Timor
(GMIT)1 karena lewat peristiwa gerakan roh ini, kehidupan jemaat turut berubah.
Hal ini ditandai melalui kesediaaan mereka melepaskan azimat atau le‟u-le‟u2
yang mereka miliki dan bersedia dibaptis serta memeluk agama Kristen. Peristiwa
ini dikordinir oleh para pemuda yang belajar di SGA dan SMA maupun yang
sudah bekerja.3 Lebih lanjut gerakan roh ini juga mempengaruhi pola kehidupan
jemaat. Lewat peristiwa gerakan roh maka dalam jemaat timbul kelompokkelompok doa kecil yang kemudian berada di bawah naungan dua gereja yaitu
GMIT Efata dan GMIT Maranatha yang lebih tradisional dalam pelayanannya.
Kelompok-kelompok doa ini turut merubah bahkan memelihara kehidupan jemaat
yang lebih religius dalam kepercayaan Kristen. Kehidupan religius ini kemudian
tertanam kuat bahkan membudaya dalam diri masyarakat kota Soe. Bahkan dalam
mengambil
tindakan-tindakan
dalam
menjalani
kehidupan,
mereka
pun
menimbang dengan berpatokan pada Alkitab atau pun ajaran-ajaran gereja.
Sebagaimana dalam masyarakat Indonesia yang multikultural,4 hadir pula
kelompok yang menjalankan kehidupan religius yaitu jemaat yang merupakan
bagian dari agama. Perilaku dari jemaat sangat berkaitan dengan apa yang
diajarkan oleh gereja sebagai wadah jemaat itu berkumpul. Kegiatan pemeliharaan
dan peningkatan warga jemaat dilakukan gereja untuk bisa menghasilkan
1
Th. Van den End, Ragi Cerita 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 109.
Yohanes Manhitu, Kamus Ringkas Indonesia-Inggris-Dawan (Jogjakarta: Yohanes
Munhitu, 2007), 3.
3
Th. Van den End, 107.
4
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta: Erlangga,
2005), 6.
2
1
kemantapan dan keteguhan iman jemaat5 ini menunjukan bahwa gereja
mempunyai tanggung jawab dalam mengembangkan iman percaya jemaatnya.
Adapun salah satu gereja yang memiliki jumlah jemaat paling banyak di kota Soe
yaitu gereja Efata Soe yang merupakan bagian dari sinode GMIT. Gereja Efata
Soe juga telah menjadi wadah dari jemaat dan telah berfungsi mengembangkan
iman percaya jemaatnya, dengan adanya kelompok-kelompok doa yang bernaung
di bawah Gereja Efata Soe ini, pengembangan iman jemaat lebih mudah
dilakukan gereja. Lewat aspek sosial maupun budaya gereja ini telah mewartakan
nilai-nilai kepercayaan kepada jemaatnya. Salah satu nilai yang tertanam kuat
dalam aspek sosial budaya yang dipegang kuat dalam masyarakat Soe khususnya
jemaat Efata adalah nazar.
Nazar dilakukan oleh jemaat GMIT Efata Soe jika mereka menghadapi
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan. Meraka melakukan praktik nazar
agar mendapat keberhasilan dalam menjalani permasalahan-permasalahan dalam
kehidupan. Ada keluarga yang telah melakukan nazar ini secara turun-temurun,
dari nenek yang mengajarkan kepada orang tua dan kemudian orang tua
mengajarkan pada anak-anaknya. Mereka diajarkan bahwa dalam menghadapi
persoalan kehidupan yang begitu rumit maka mereka dapat melakukan nazar agar
bisa mendapat bantuan dari Tuhan. Cara melakukan nazar adalah mereka
diajarkan untuk menyiapkan uang sebagai satu persembahan yang kemudian
didoakan. Doa ini berisikan penyampaian masalah yang dihadapi dan menunjuk
persembahan yang dibawa ini. Setelah berdoa maka uang ini akan disisipkan di
Alkitab dan nantinya akan dimasukan ke kantung persembahan pada hari minggu
nanti. Berdasarkan hal ini, nazar dapat dipandang sebagai satu tradisi6 yang telah
diajarkan dari orang tua ke anaknya, dan tidak menutup kemungkinan anaknya
akan mengajarkan hal yang sama kepada generasi yang berikutnya.
Dari bentuk pemahaman dan cara nazar dalam jemaat GMIT Efata Soe,
nazar dikaitkan dengan hal-hal berupa material yaitu uang yang terkait dengan
simbol material, dan yang berikut yaitu doa sebagai alat untuk membenarkan
tindakan yang hendak dilakukan, dan gereja sebagai landasan spiritual atas situasi
5
Suhato Prodjowijono, Manejemen Gereja Sebuah Alternatif (Jakarta: Gunung Mulia,
2008), 2.
6
Sukarni Sumarto, Sosiologi (Salatiga: Widya Sari Press Salatiga, 2004), 22.
2
sosial yang dibangun. Dalam arti itu, nazar memiliki arti yang jauh lebih
mendalam dari sekedar hal material itu. Kebiasaan orang menyebut nazar dengan
istilah lain “uang sembayang”, berarti hal „sembayang‟ atau „doa‟ merupakan
esensinya. Ada suatu hal tertentu yang disampaikan sebagai „pengungkapan hati‟
yakni sebuah permohonan, perjanjian, dan bahkan komitmen dengan Tuhan.
Aspek keyakinan dan keseriusan ini yang menjadi kekuatan motivasi dari nazar
itu terkait dengan berbagai aktifitas di jemaat GMIT Efata Soe.
Adapun tradisi nazar merupakan salah satu cara yang sudah menjadi
fenomena sejak zaman Israel kuno. Nazar juga merupakan elemen penting dari
agama di seluruh dunia Timur kuno di milenium pertama,7 hal seperti ini juga
yang masih terpelihara di dalam kehidupan Jemaat GMIT Efata Soe. Namun nazar
bukan merupakan satu hal yang baru dikenal, nazar sudah ada sejak zaman Israel
kuno. Hal ini telah terbentuk di dalam jemaat GMIT Efata Soe menjadi satu
pemahaman yang primodialisme8 yang ditanamkan atas dasar kitab suci dengan
sturuktur fundamental.9 Dalam Perjanjian Lama nazar dapat dipahami sebagai
janji. Beberapa kisah tentang nazar dalam perjanjian lama misalnya kisah Yakub
(Kej 28:20-22), berikutnya Yefta seorang hakim10 Isreal (Hak 11 : 29-40), juga
Hanna yang adalah ibu dari Samuel (1 Sam 1:1-28). Kisah-kisah ini menjadi
landasan Jemaat GMIT Efata Soe melakukan nazar.
Dengan demikian pemahaman jemaat tentang nazar ini didasarkan pada
Alkitab sebagai bangunan fondasi pemahaman mereka. Bangunan teologi yang
dikembangkan seperti ini yang membuat masyarakat berkembang searah dengan
tradisi yang dibentuk.
Situasi inilah yang hendak dikaji oleh penulis, tentang bagaimana
pemaknaan nazar dalam Jemaat GMIT Efata Soe di tengah-tengah berbagai
aktifitas. Berdasarkan keadaan yang demikian maka penulis mengangkat jurnal
dengan judul:
“Tradisi Nazar Dalam Jemaat GMIT Efata Soe”
Cartledge dalam Jacques Berlinerblau, The Vow and „the popular religious groups‟ of
Acient Israel, (England: Sheffield Academic Press, 1996), 14.
8
Kun Muryati, Juju Suryawati, Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 2006), 51
9
M Amin Abdullah, Studi Agama , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, 14).
10
W.S Lasor, D.A. Hubbard dan F.W.Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1 (Jakarta:
Gunung Mulia, 2012), 301.
7
3
A. Rumusan masalah
Mengapa nazar masih dilakukan di Jemaat GMIT Efata Soe?
Bagaimana peran nazar bagi kehidupan Jemaat GMIT Efata Soe?
Bagaimana sikap gereja dalam menanggapi nazar yang dilakukan dalam
Jemaat GMIT Efata Soe?
B. Tujuan penelitian
Mendeskripsikan latar belakang mengapa nazar masih dilakukan dalam
Jemaat GMIT Efata Soe.
Mendeskripsikan peran nazar dalam Jemaat GMIT Efata Soe.
Mendeskripsikan sikap gereja dalam menanggapi nazar yang dilakukan
dalam Jemaat GMIT Efata Soe.
C. Metode Dan Lokasi Penelitian
1.
Jenis dan pendekatan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang hendak
dicapai, maka jenis penelitian yang digunakan untuk meneliti makna nazar
dalam Jemaat GMIT Efata Soe adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif
atau
descriptive
research.11
Peneliti
mengembangkan
konsep
dan
menghimpun fakta, namun tidak melalui uji hipotesis.12
Lexy J. Moleong mengatakan bahwa penelitian deskriptif dilakukan jika
data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angkaangka.13 Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Menurut Mulyana, pendekatan kualitatif diletakkan atas
dasar pemahaman bahwa:14
Realitas manusia tidak dapat dipisahkan dari konteksnya, tidak pula
dapat dipisahkan agar bagian-bagiannya dapat dipelajari. Keseluruhan
lebih dari pada sekedar bagian-bagian.
11
Jacob Vredenbergt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia,
1978), 34.
12
M. Singarimbun, Metode dan Proses Penelitian (Jakarta: LP3ES, 1989), 4-5.
13
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), 6.
14
Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: Rosda, 2002), 159.
4
Penggunaan pengetahuan tersembunyi (tacit knowledge) adalah absah.
Intuisi dan perasaan seabsah pengetahuan yang dinyatakan dalam
bahasa karena hal-hal tersebut mengekspresikan nuansa-nuansa realitas
ganda; dan karena interaksi manusia juga bersifat demikian.
Penafsiran atas data (termasuk penarikan kesimpulan) bersifat
ideografis atau berlaku khusus, bukan bersifat nomotetis atau mencari
generalisasi karena penafsiran yang berbeda lebih bermakna bagi
realitas yang berbeda pula; dan karena penafsiran bergantung pada
nilai-nilai kontekstual, termasuk hubungan peneliti-responden (objek)
yang bersifat khusus.15
Temuan (penelitian) bersifat tentatif. Hasil penelitian naturalistik
bersifat ragu untuk membuat generalisasi yang luas karena realitas bersifat
ganda dan berbeda dan karena temuan bergantung pada interaksi antara
peneliti dan responden dan mungkin tidak dapat ditiru karena melibatkan
nilai-nilai, lingkungan, pengalaman, dan orang-orang khusus.
2. Sumber data dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data
Data yang dibutuhkan dalam proses penelitian ini, diperoleh dari
data primer maupun sekunder.
Data Primer
Data primer ini diperoleh dari informan (kunci) yakni 10 anggota
Jemaat yang telah melakukan tradisi nazar ini, 3 anggota majelis jemaat,
dan para pendeta jemaat GMIT Efata Soe.
Data Sekunder
Data sekunder ini diproleh dari dokumen atau tulisan-tulisan yang
berkaitan dengan topik yang dibahas.
Teknik pengumpulan data
Teknik Pengumpulan data meliputi instrumen, metode dan
prosedur yang berkaitan dengan proses pengumpulan data. Teknik
15
Deddy Mulyana, 160.
5
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan
kebutuhan data di lapangan, yaitu data primer dan data sekunder. Teknik
pengambilan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
Wawancara Mendalam
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan
komunikasi,
pewawancara
yakni
melalui
dengan
kontak atau hubungan pribadi antara
sumber
data
atau
responden.16
Komunikasi
berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka.
Wawancara mendalam merupakan metode yang paling umum
digunakan dalam teknik penelitian kualitatif, di mana pewawancara
menanyakan pertanyaan dengan format terbuka, mendengarkan dan
merekamnya, dan kemudian menindaklanjuti dengan pertanyaan tambahan
yang terkait. Pertanyaan pendalaman digunakan untuk mendalami
tanggapan atas pertanyaan, meningkatkan kekayaan dari data yang
diperoleh, dan memberi petunjuk pada yang diwawancarai tentang tingkat
tanggapan yang diinginkan. Wawancara mendalam ini akan dilakukan
kepada para informan kunci (key informant) untuk diwawancarai karena
dianggap cukup memahami masalah yang sedang diteliti.17
Pengamatan / observation
Teknik observasi merupakan usaha untuk mengumpulkan kesan
atau gejala yang terjadi di sekitar. Dalam hal ini panca indera manusia
(penglihatan dan pendengaran) di perlukan untuk menangkap gejala yang di
amati.18 Penelitian dengan metode observasi ini tidak memerlukan
pengukuran dengan satu metode penjumlahan dan juga tanggapan yang
telah di perkirakan sebelumnya. Teknik pengumpulan data melalui
observasi ini akan membantu peneliti dalam memahami pola kehidupan
masyarakat di lokasi studi. Proses penelitian ini berlangsung dengan
menggunakan teknik observasi berperan serta ( participant observation ).
16
Rianto Adi dan Heru Prasadja, Langkah-Langkah Penelitian Sosial ( Jakarta:
ARCAN,1991 ), 73.
17
Rianto Adi dan Heru Prasadja, 74.
18
Rianto Adi dan Heru Prasadja, 70.
6
3. Lokasi Penelitian
Lokasi di mana penulis akan meneliti tentang tradisi nazar ini
adalah di Jemaat GMIT Efata Soe. Jemaat GMIT Efata Soe adalah jemaat
yang memiliki kehidupan religius yang sangat baik dan merupakan bukti
sejarah gerakan roh yang terjadi di pulau timor pada tahun 1965-1969.
Semenjak peristiwa itu, aura spirirtual sangat kental terasa di kota ini.
Dengan adanya kelompok-kelompok doa yang muncul setelah gerakan roh
ini menolong jemaat dalam menjalankan ajaran-ajaran Kristen serta
memelihara kehidupan religius mereka. Kelompok-kelompok doa yang
berada dalam naungan GMIT Efata Soe telah berperan dalam perubahan
dan pemeliharaan pola kehidupan jemaat kota Soe. Hingga saat ini
kehidupan jemaat di kota Soe sangat berbeda dengan kehidupan jemaat di
tempat lain, dalam bertindak mereka sangat berpegang teguh pada ajaranajaran Alkitab. Untuk itu maka menurut penulis akan sangat menarik jika
penulis meneliti tentang tradisi nazar ini di Jemaat GMIT Efata Soe.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat akademis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan kepustakaan
dan informasi mengenai konsep nazar yang berkembang dalam jemaat
secara lokal dalam hubungannya dengan prespektif agama Kristen,
demi pengembangan studi Teologi secara akadamis.
Adanya perspektif Teologis yang dapat dikaji dari hasil penelitian ini,
khususnya mengenai konsep nazar dan juga sekaligus menambah
literatur teologi.
2. Manfaat praksis
Hasil penelitian ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan jemaat
tentang konsep nazar yang mereka anut yaitu sejauh mana konsep
Nazar yang sesungguhnya dalam Kekristenan.
Memberikan dorongan kepada pihak gereja untuk mengembangkan
suatu wawasan (cara pandang) Teologi mengenai konsep nazar yang
relevan dengan situasi sosial komunitas setempat.
7
E. Garis besar penulisan
Secara sistematis tulisan ini dibagi dalam lima bagian, bagian I
pendahuluan, bagian II landasan teori, di mana pada bagian ini berisikan
pendekatan teoritis tentang nazar lewat teori–teori Jacques Berlinerblau, dan
beberapa teori yang berkaitan dengan nazar ini. Bagian III berisikan hasil
Penelitian di Jemaat GMIT Efata Soe. Bagian IV pembahasan dan bagian V
berisikan kesimpulan dan saran.
II.
LANDASAN TEORI
Hasil kreatifitas manusia yang sangat kompleks, menimbulkan pengertian
yang sangat luas yaitu budaya. Secara etimologis kebudayaan berasal dari bahasa
sansekerta buddhaya merupakan bentuk jamak dari buddhi (akal). Dengan
demikian secara etimologis kebudayaan berarti hasil karya akal budi manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.19 Kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.20 Unsur dari budaya meliputi
cipta, rasa, dan karsa atau kehendak menghasilkan unsur dan wujud kebudayaan
berupa bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan
teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan sistem kesenian.21
Sistem kepercayaan atau religi merupakan rangkaian keyakinan dari satu
kelompok masyarakat manusia terhadap sesuatu yang (dianggap mempunyai
kekuatan) gaib. Teologi di dalam cara dan situasi apapun, adalah dialektika antara
yang abstrak (misteri) dan empirik (kontekstual). Dialektika itu menempatkan
manusia, sebagai subyek yang berteologi dalam ruang pemaknaan yang nyata.
Artinya ia hidup dan berada di dalam dunia dengan situasi yang dihadapinya, akan
tetapi di sisi lain ia menempatkan kepercayaannya sebagai pedoman dalam
menjawab problematika yang ia hadapi.22 James Fowler mengatakan bahwa
kepercayaan merupakan proses mencari makna, sebab manusia adalah subyek
19
Tri Widiarto, Pengantar Ilmu Antropologi, (Salatiga: Widya Sari Press Salatiga, 2005),26
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1990), 180.
21
Koentjaraningrat, 203.
22
Roland Robertson, Agama dalam Analisa & Interpretasi Sosiologi, (Jakarta : Rajawali,
1988), 5.
20
8
yang bermakna dan memberi/menciptakan makna pada iman (faith), dan
kepercayaan (belief), dengan konteks di mana makna itu ditujukan.23 Dalam
proses menciptakan makna itu, manusia juga yang mencari simbol (sign) yang
sinonim atau bisa merepresentasi hal yang dipercayainya. Karena itulah iman
merupakan suatu proses semantik yang dibuat oleh manusia.24
Kepercayaan juga sering kali dipandang sebagai cara tertentu untuk
menafasirkan dan menjelaskan seluruh peristiwa dan pengalaman yang
berlangsung dalam setiap aspek kehidupan yang kompleks. Aktifitas menafsir
(interpretation) dan menjelaskan (clarification, verstehen) disini mengamanatkan
bahwa kepercayaan adalah bagian dari suatu hermeneutika kehidupan, yang
terkait bukan semata-mata dengan dokumen-dokumen kudus yang turut menyusun
dogma agama melainkan dokumen-dokumen kehidupan yang selalu dijumpai
manusia dalam pengalaman nyata di masyarakat/dunianya.25
Manusia juga menyadari bahwa keberadaannya di dunia ini hanya
sementara. Kesadaran itu muncul setelah menyaksikan dan menghayati berbagai
misteri kehidupan, seperti kelahiran dan kematian.26 Kalau ditinjau sebanyak
mungkin bentuk religi dari berbagai suku bangsa di dunia, maka ada tampak
empat unsur pokok dari religi pada umumnya, ialah:
Pertama emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia
menjalankan kelakuan keagamaan. Kedua sistem kepercayaan atau bayanganbanyangan manusia tentang bentuk dunia, alam, gaib, hidup, maut, dsb. Ketiga
sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib
berdasarkan atas sistem kepercayaan dalam bagian dua tadi. Terakhir kelompok
keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengonsepsikan dan mengaktifkan
religi beserta sistem upacara-upacara keagamaan.27
Proses pembentuk sebuah sistem religius adalah melalui serangkaian
simbol sakral yang terjalin menjadi sebuah keseluruhan tertentu yang teratur.28
23
Supratiknya A. (eds), Teori Perkembangan Kepercayaan: karya-karya Penting James W.
Fowler, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 15.
24
Supratiknya A, 17.
25
Supratiknya A, 21.
26
Tri Widiarto, Pengantar Ilmu Antropologi, (Salatiga: Widya Sari Press Salatiga, 2005),26.
27
Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jogjakarta: PT. Dian Rakyat,
1977), 228.
28
Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, (Jogjakarta: Kanisius, 1995), 53.
9
Simbol atau lambang dipakai untuk mengacu pada banyak hal, seringkali
sejumlah hal sekaligus,29 salah satu fungsi simbol adalah untuk mengungkapkan
nilai budaya dalam kelompok.30 Didalam sistem kepercayaan atau religi ini
terdapat sebuah sistem terkait yaitu sistem ritus dan upacara yang merupakan
usaha manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau Al-Khalik. Di dalamnya
sistem religi ini ditemukan berbagai macam wujud perilaku yang termasuk dalam
unsur-unsur
upacara
keagamaan
misalnya
berdoa,
bersujud,
berpuasa,
membersihkan diri, ziarah ke tempat suci, bersaji, berkurban, makan bersama,
bersedekah, menari, menyanyi, berprosesi, bertapa, bersemedi, dan sebagainya.31
Namun demikian, dalam upacara keagamaan yang sering wajib dilakukan diantara
ritual-ritual keagamaan tersebut yang cukup berperan sentral adalah persembahan.
Sebab persembahan dapat dipandang sebagai proses menghargai, mengakui
keberadaan yang Ilahi, dan menjadi bentuk untuk meminta sesuatu kepada yang
Ilahi sesuai dengan tata caranya.
A. Persembahan
Simbol sakral adalah pembentuk dari sistem religius dan kurban
sedangkan bersaji merupakan simbol sakral yang menjadi bagian dari ritus.
Berkurban, dan bersaji adalah dua simbol yang lebih dekat pengertian nya sebagai
satu persembahan. Persembahan dalam setiap ritus keagamaan merupakan sebuah
ritual yang sangat penting, sehingga persembahan selalu diikutsertakan di
dalamnya baik dalam kepercayaan primitif atau yang masih bersifat tradisional
maupun dalam kalangan penganut agama modern.32 Dalam bentuknya yang paling
sederhana, dewa diberi satu hadiah, baik sebagai ucapan syukur atau sebagai balas
jasa atas sesuatu hal.33 Melalui kurban yang dipersembahkan dalam suatu ritus
manusia yakin bahwa hidupnya akan tentram, aman dan bahagia. Dengan kata lain
manusia mempersembahkan kurban dengan maksud tujuan, agar mereka diberkati
dan mendapatkan apa yang diinginkan. Hal ini dapat dipahami karena
29
Clifford Geertz, 6.
F.W. Dilistone, Daya Kekuatan Simbol, (Jogjakarta: Kanisius, 2002),15.
31
Tri widiarto, 27.
32
Emile Duekheim, The Elementary Forms of Religius Life, ( New York : Free
Press,1915),63
33
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama , (Jogjakarta: Kanisius, 1995), 215.
30
10
persembahan atau kurban merupakan sarana atau alat untuk menyenangkan dewadewa atau ilah-ilah.34 Victor Turner berpendapat bahwa kegiatan persembahanpersembahan yang umum atau penghormatan kepada dewa-dewa, pemberian
hadiah, penebusan dosa, komunikasi antara yang suci atau kudus dan fana yang
dapat dipahami sebagai perwujudan dari negoisasi.35 Menurut kitab imamat
persembahan memiliki arti sebagai “penyajian” atau “barang-barang yang di bawa
dekat”.36 Kurban juga dianggap sebagai tanda takluk atau tanda penghormatan,
sebagai permohonan berkat dan sebagai penolakan malapetaka. Kurban bisa
bertujuan melakukan perbuatan silih dan menyingkirkan kenajisan maupun dosa.37
Bersaji dan berkurban secara ritual benar-benar satu bentuk pertukaran
antara manusia dan makhluk adikodrati: manusia pengurban memberikan barangbarang nya dan penerima bereaksi.38 G. Van der Leeuw menjelaskan arti
persembahan demikian:
mempersembahkan sesuatu kepada seseorang adalah
memberikan dari dirinya sendiri; demikian pula, menerima bagian kodrat
spiritualnya, dari jiwanya; dan dalam keadaan itu, kodrat dari pemberian yang
timbal balik sangat nampak. Teori persembahan dalam upacara menurut beberapa
orang meliputi satu perjanjian: do ut des: saya memberi supaya engkau pun
memberi.39 Tylor mendefenisikan bahwa persembahan sama dengan sesaji. Sesaji
atau hadiah juga diberikan kepada dewa-dewa dengan keyakinan bahwa ada nilai
timbal balik yang terdapat di dalamnya.40 Marsel Mauss juga mendefenisikan
bahwa pada kenyataannya jumlah sesaji yang diberikan walaupun terlihat sedikit
namun itu bukanlah intinya, karena yang dilihat adalah nilai dari pemberian
persembahan itu sendiri.41 Secara khusus nazar merupakan bagian dari
persembahan kurban dan merupakan ritual keagamaan yang mempunyai dua
makna baik secara sosial, maupun teologis.
34
G.E. Wright & A.de Kuiper, Perjanjian Lama Terhadap sekitarnya, ( Jakarta BPK
Gunung Mulia,1976),120
35
Jefferey Cartes, Understanding Religious Sacrifice ( New York 2003 reprinted 2006
Meidek Lane ), 293-300
36
W.S. Lasor, D.A. Hubbard, F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1 , (jakarta : BPK
Gunung Mulia 2012), 217
37
Herbert Haag, Kamus Alkitab, (Ende: Nusa Indah, 1992), 239.
38
Herbert Haag,203
39
Mariasusai Dhavamony, 215.
40
Jefferey Cartes, 12-38.
41
Jefferey Cartes, 88-99.
11
B. Nazar secara sosial
Jacques Berlinerblau yang mengutip Cartledge dalam tulisan tentang nazar
di zaman Israel kuno, mengatakan “ketika membuat nazar pemohon dasarnya
mengatakan kepada dewa dalam pertanyaan: 'jika, dan hanya jika, Anda
melakukan sesuatu untukku, maka aku akan melakukan sesuatu untuk Anda”.
Atau, seperti catatan Cartledge: “dabo si dederis”: “Aku akan memberikan jika
Anda akan memberikan”. Dengan demikian terlihat satu pola pertukaran jasa
antara pemuja dan dewa atau Allah. Pola seperti ini mirip dengan pertukaran
dalam ranah sosial yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Pertukaran
bersifat universal, dari beberapa alasan yang membuat pertukaran itu menarik
terdapat dua alsan yang berkaitan dengan nazar ini. Pertukaran adalah wahana
yang memungkinkan seseorang memperoleh sesuatu yang diperlukan. Pertukaran
selalu bermakna karena mengandung unsur simbolik dan seringkali dijadikan
metafora untuk kegiatan-kegiatan yang lain.42
Salah satu jenis pertukaran adalah pemberian, yang menurut Mauss
didasarkan pada tiga kewajiban, yakni menerima, memberi dan mengembalikan.
Ketiga unsur ini penerimaan, pemberian dan pengembalian merupakan prinsip
kunci dalam praktik pemberian.43 Sedangkan dalam nazar pelakunya berjanji
untuk melakukan sesuatu jika permintaannya di kabulkan. Nazar dibuat untuk
menguatkan permintaan, atau untuk membujuk TUHAN memberikan apa yang
diminta.44 Terdapat kemiripan dalam kedua konsep ini sedangkan perbedaaan
kedua jenis pertukaran ini terletak pada subjek dan objek pertukaran.
Tema lain yang memainkan peranan dalam ekonomi dan moralitas dari
pemberian yaang dilakukan untuk sesama manusia di hadapan dewa-dewa atau
alam.45 Banyak budaya dari berbagai tempat yang melakukan hal ini dan dengan
sendiri memulai teori sejarah kontrak korban. Interaksi sosial yang terjadi ketika
terjadi kontrak ini dilakukan. Borgas mengambil contoh adat istiadat Koliada
yang terdapat pada orang Rusia di mana anak-anak yang bertopeng pergi dari
42
Adam Kuper & Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Edisi Kedua, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2000), 327
43
Adam Kuper & Jessica Kuper, 328.
44
Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), hal. 91.
45
Marcel Mauss, Pemberian : Bentuk dan Fungsi Pertukaran di Masyarakat Kuno (Jakarta;
Yayasan Obor Indonesia, 1992), 17.
12
rumah kerumah meminta telur dan tepung dan tidak ada seorang pun berani
menolak, mereka bertindak sebagai wakil dari roh-roh.46 Sebuah prinsip yang
sama dalam kontrak korban yaitu karena dewa-dewa yang memberi dan yang
membayar ada di sana, karena dewa-dewa memberi sesuatu yang agung sebagai
pertukaran bagi sesuatu yang begitu kecilnya.47 Kemunculan nazar dalam
kebudayaan di mana individu menerima pengetahuan dari masyarakat tentang
budaya yang diperlukan, yang digunakan untuk berburu, berbicara, bersumpah,
mengubur anggota keluarga, dan sebagainya.48
Dalam kebudayaan Israel kuno persembahan disertai janji, menunjukkan
adanya pertukaran di dalam nya dan sangat populer kala itu. Hal ini seperti
pernyataan yang dikemukakan oleh Jacob Milgrom dalam tulisan Jacques
Berlinerblau, The Vow and „the popular religious groups‟ of Acient Israel.
Bahkan nazar memiliki dua sisi yang cukup kuat religius dan ekonomis namun
tidak ada perbedaan kelas, dalam masyarakat.
Dikatakan demikian karena melihat pemberian nazar dari segi sosial
ekonomi, nampaknya pembuatan sumpah, janji atau nazar ini dapat dilakukan
oleh siapa saja, tak memandang tingkat ekonomi nya.49 Dalam kebudayaan Israel
kuno terdapat kisah dalam kitab Yeremia 44: 25, dimana orang Yehuda di Mesir
melakukan nazar atau janji bukan dengan TUHAN, tetapi bagi ratu sorga yang
kemungkinan adalah dewi Ishtar , dewi cinta dan kesuburan dari Mesopotamia
yang disembah pengungsi dari Yehuda di Mesir.50 Merupakan elemen heterodoks
dari sumpah atau nazar51 yang menyatakan setiap pengikut TUHAN yang sudah
terlepas dari kesetiaan mereka, juga melakukan nazar.52
Pada konteksnya, proses nazar dilaksanakan dalam kehidupan Israel kuno
yang menunjukkan bahwa pemuja TUHAN hidup berdampingan dengan para
pemuja Baal, dan di antara mereka terdapat mereka yang lebih heterodoks.
Demikian juga dengan Imam atau rahib mereka. Mereka tidak perlu khawatir akan
46
Marcel Mauss, 18.
Marcel Mauss, 18.
48
Jacques Berlinerblau, The Vow and „the popular religious groups‟ of Acient Israel,
(England: Sheffield Academic Press, 1996), 64.
49
Jacques Berlinerblau,125.
50
Tyndale House Publishers, Life Aplication Study Bible, terj. Gandum Mas dan Lembaga
Alkitab Indonesia, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2016), 1468.
51
Jacques Berlinerblau, 129.
52
Jacques Berlinerblau, 129.
47
13
berjanji atau bernazar pada dewa yang salah, karena disaat itu permintaan nazar
ini bersifat anonim.
Perbedaan gender tidak menutup kemungkinan seseorang melakukan
nazar, baik seorang pria atau wanita dapat melakukan nazar. Para peneliti Alkitab
menemukan perempuan secara aktif berpartisipasi dalam sistem nazar Israel. C.
Brekelmans berbicara tentang kecenderungan perempuan cukup sering untuk
mengambil sumpah.53 Ada kemungkinan dalam masyarakat Israel kuno
melakukan pengajuan janji atau nazar secara berkelompok namun tetap saja hal
ini di prakarsai, dan oleh seorang individu. Sumpah yang diprakarsai oleh satu
orang bahkan ketika permohonan tersebut adalah kepentingan kelompok.54 Nazar
selalu dilakukan oleh satu orang, sebagai wakil dari aspirasi kelompok. oleh
karenanya Berdasarkan proses yang demikian maka terbentuklah makna teologis
dari nazar tersebut yang berkembang hingga saat ini dan khususnya dalam tradisi
kekristenan.
C. Nazar secara teologis
Tradisi Kristen memandang persembahan sebagai suatu bentuk ibadah
kepada Tuhan secara mendasar yang mengandung ucapan syukur jemaat untuk
melengkapi tubuh Kristus.55 Persembahan merupakan bagian yang penting dalam
tradisi Kristen, karena persembahan merupakan salah satu bagian dalam ritual
kekristenan. Mempersembahkan suatu persembahan kepada Allah dengan maksud
untuk memperoleh kemurahan hati Allah.56 Ucapan syukur dan puji-pujian yang
dipanjatkan kepada Allah dalam ibadah merupakan tujuan utama persembahan.57
Dalam antropologi sosial persembahan secara tidak langsung mengimplikasikan
satu pertukaran barang dan jasa, yang meskipun dianggap muncul dari kehendak
mereka, namun hal ini merupakan kewajiban dari tingkah laku sosial.58 Tindakan
yang merupakan bagian dari dokumen-dokumen kehidupan ketika menghadapi
53
Jacques Berlinerblau, 133.
Jacques Berlinerblau, 64.
55
A.M. Tambunan, Persembahan Persepuluhan (Jakarta: BPK GunungMulia, 1952), 16.
56
F L Baker, Sejarah Kerajaan Allah Perjanjian Lama . ( Jakarta BPK Gunung Mulia,1990
54
),367
57
Ulrich Beyer dan Evalina Simamora, Memberi Dengan Sukacita, (Jakarta: BPK
GunungMulia, 2008),139.
58
Mariasusai Dhavamony, 215.
14
satu masalah adalah nazar, yang juga merupakan bagian dari sistem keagamaan.
Nazar, sumpah, pengesahan perjanjian, termasuk dalam wilayah perbatasan antara
kultus dan hukum.59
C. Barth mengemukakan bahwa “mengucap syukur” dan membayar nazar
kepada Tuhan. “siapa yang mempersembahkan syukur sebagai kurban, ia
memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan…. akan Ku perlihatkan
kepadanya (Mzr 50 :23) band ay. 14; suatu ungkapan yang sejajar sebagai kurban
pemerkokoh doa permintaan (Mzr 51:17-19). Barth juga menulis bahwa “justru
ucapan syukur diiringi oleh persembahan syukur itulah biasanya dinazarkan
dahulu”.60 Dengan demikian nazar bukan hanya mengenai persembahan syukur
kepada Allah semata, namun nazar adalah janji antara manusia dengan Allah. "A
vow usually originates when a supplicant requires some specific thing from the
deity",61 sumpah atau nazar dilakukan ketika ada yang diharapkan dari dewa.
Nazar sempat menjadi fenomena yang populer di zaman Israel kuno, Jacob
Milgrom mengatakan “Bahwa nazar tersebut sangat populer di zaman Israel kuno,
ini dibuktikan dengan referensi Raja Yoas untuk kontribusi mengenai masalah
keuangan ke Bait Allah di Yerusalem yang berpangkal pada kekususan dari "uang
yang setara dari orang-orang" (2 raja-raja 12:5).62 Menurut Cartledge, Pembuatan
sumpah jelas memainkan peran penting dalam kehidupan kultis Israel dan
tampaknya telah sangat lazim dalam domain kesalehan individu.63
Banyak dari tokoh-tokoh Alkitab yang melakukan praktik nazar ini,
misalnya Yakub, Yefta, Absalom, dan beberapa tokoh lainnya. Nazar (rdn)
berasal dari bahasa ibrani yang berarti disendirikan, dikuduskan. Seperti dalam
Amsal 2:11, nazar atau dalam bagian ini disebut dengan orang nazar adalah orang
yang dipanggil Tuhan dan oleh karena itu diharuskan berpantangan terhadap
berbagai hal (Hak 13:5,4 ; 1Sam 1:11). Di kemudian hari perbuatan Nazar diatur
oleh hukum (Bil 6:1-21): seperti sebuah kaul yang dilakukan untuk sementara
59
Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno, (Jakarta BPK Gunung Mulia, 2001), hal. 91.
C. Barth, Theologia Perjanjian Lama III , (Jakarta:BPK Gunungmulia, 1993), 110.
61
Cartledge dalam Jacques Berlinerblau, The Vow an d „the popular religious groups‟ of
Acient Israel, (England: Sheffield Academic Press, 1996), 61
62
Milgrom dalam Jacques Berlinerblau, The Vow and „the popular religious groups‟ of
Acient Israel, (England: Sheffield Academic Press, 1996), 13.
63
Jacques Berlinerblau, The Vow and „the popular religious groups‟ of Acient Israel,
(England: Sheffield Academic Press, 1996),
60
15
waktu.64 Untuk mengurangi komponen paling mendasar, sumpah (rdn) adalah
kontrak bersyarat Ibrani antara pemuja yang mencoba untuk membuatnya dengan
dewa. Ketika membuat nazar pemohon dasarnya mengatakan kepada dewa dalam
pertanyaan: 'jika, dan hanya jika, Anda melakukan sesuatu untukku, maka aku
akan melakukan sesuatu untuk Anda. Atau, seperti catatan Cartledge: “dabo si
dederis”: “Aku akan memberikan jika Anda akan memberikan”.65 Nazar adalah
janji yang dilakukan seseorang dalam arti individu bukan kelompok. Dalam
kehidupan Israel kuno kenyataannya tetap bahwa dalam janji ini, seperti dalam
semua janji epik lainnya, permohonan pemohon itu sendiri diartikulasikan oleh
pemohon individual.66 Jacques Berlinerblau mengutip pendapat Durkheim bahwa
sumpah Israel adalah dilakukan oleh individu sejauh diucapkan oleh satu orang.
Ini tidak berarti bahwa rahib yang terlibat di dalam nya menimbulkan
ketidaksesuaian, berpartisipasi dalam sistem keagamaan yang berbeda dan
otonom.67
Ketika membuat sumpah positif pemohon mendekati dewa dengan
kebutuhan khusus, diwujudkan dalam bentuk permintaan. Sebagai imbalan untuk
pemberian permintaan ini, imam menawarkan dewa objek nyata atau layanan
sebagai penggantian. Seperti telah tercatat, bahwa sumpah tersebut bersyarat, jika
permintaan terpenuhi maka harus memenuhi syarat-syarat atau janji nya.68
Serangkaian hukum dan peraturan dari D dan P dalam kitab Perjanjian Lama yang
mencoba untuk mengatur prosedur yang tepat untuk pembayaran sumpah (Bil 30:
3-4).
Berdasarkan penjelasan ini nazar mempunyai arti yang berhubungan
dengan kaul yang lebih bermakna sebuah janji, pelakunya berjanji untuk
melakukan sesuatu jika permintaannya di kabulkan. Nazar dibuat untuk
menguatkan permintaan, atau untuk membujuk TUHAN memberikan apa yang
diminta.69 Ini terjadi pada salah satu hakim Israel yaitu Yefta. “Yefta membunuh
putrinya, dan bahwa ia melakukan itu karena ia telah membuka mulutnya dan
64
Herbert Haag, Kamus Alkitab, (Ende:Nusa Indah, 1992), hal. 301.
Jacques Berlinerblau, 41.
66
Jacques Berlinerblau., 53.
67
Jacques Berlinerblau, 65.
68
Jacques Berlinerblau, 175.
69
Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), hal. 91.
65
16
bersumpah tanpa berpikir panjang...”70 Perjanjian Lama menawarkan contoh
sumpah dilakukan di medan perang. Dalam kasus seperti itu akan sulit untuk
berdebat inisiasi yang berlangsung di sebuah kuil.71 Tak selalu nazar dilakukan di
dalam tempat kudus dalam hal ini berkaitan dengn Bait Allah.
Sejarah Israel kuno setelah zaman hakim-hakim di zaman raja Daud pun
pernah terjadi peristiwa persembahan berupa manusia, mirip seperti yang
dilakukan oleh Yefta terhadap anaknya. Ini terjadi dalam kisah orang-orang
Gibeon yang mengorbankan keturunan Saul (2 Sam 21:1-14). Namun ini lebih
dekat artinya kepada pembalasan hutang darah bukan satu persembahan, tetapi
karena ini dilakukan di tempat persembahan pemujaan TUHAN maka agaknya ini
diklaim oleh klan Gibeon sebagai satu persembahan. Tujuan nya mereka ingin
TUHAN menjadi saksi pembalasan hutang darah mereka terhadap Saul yang
pernah ingin memunahkan klan Gibeon.
III.
HASIL WAWANCARA JEMAAT GMIT EFATA SOE
A. Gambaran umum tempat penelitian
Nazar yang menjadi fenomena sejak zaman Israel kuno ternyata juga
masih terus dilakukan dalam kehidupan Jemaat GMIT Efata Soe, yang terletak di
provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS),
kecamatan kota Soe dengan luas wilayah 3947,1 km2 dengan total populasi
441.155 jiwa, dengan kepadatan penduduk 111,77 jiwa/km2. Kota Soe memiliki
presentase pemeluk agama Kristen Protestan sebanyak 78,72% dari jumlah
penduduk secara keseluruhan dengan fasilitas gedung gereja sebanyak 23 gedung
gereja protestan. Salah satu gereja yang terbesar dan memiliki jemaat yang sangat
banyak yaitu Gereja Efata Soe. Gereja Efata Soe yang berdiri sejak 30 november
1984 hingga sekarang telah memiliki jemaat sebanyak 15.621 jiwa, dengan
jumlah laki-laki 7774 jiwa, dan perempuan 7847 jiwa. Jumlah anggota sidi di
Gereja Efata Soe sebanyak 8907 jiwa, dengan jumlah laki-laki 4326 jiwa dan
70
Michael Wilcock, Hakim-Hakim, (Jakarta: Yayasan Komonikasi Bina Kasih, 2010), hal.
71
Jacques Berlinerblau, 72.
183.
17
perempuan 4581 jiwa.72 Dapat dikatakan merupakan jemaat yang telah
berkembang dan cukup dewasa dengan melihat jumlah anggota sidi yang ada.
Mereka juga telah melakukan praktik-praktik keagamaan yang merupakan bagian
dari sistem religi. Di dalam jemaat ini berkembang sebuah model praktik
keagamaan yaitu nazar.
B. Pandangan Jemaat GMIT Efata Soe tentang nazar
Nazar kebanyakan dilakukan oleh orang dewasa dalam menghadapi
persoalan-persoalan kehidupan, ini terlihat dari umur informan yang melakukan
nazar dari kisaran umur 17 – 60 tahun. Kebanyakan para pelaku nazar,
mempraktikan nazar kepada Tuhan ini dikarenakan telah ada proses pewarisan
kebiasaan yang dilakukan sejak dahulu oleh orang tua mereka.73 Nazar bagi
mereka merupakan satu cara yang dilakukan ketika benar-benar dalam situasi
yang sangat sulit dimana mereka sudah tidak mampu untuk mengatasinya.74
Dalam beberapa keluarga, nazar telah
Oleh:
Yoeldrin Martnugrah Tafui
712009031
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi
sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang
Teologi (S.Si.Teol)
Program Studi IlmuTeologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
i
ii
iii
iv
v
Motto :
“Dengan Berani Kalahkan Ketakutan, Dengan Upaya,
Usaha, dan Doa Sukses Digapai”
"Mintalah, maka akan di
berikan kepadamu; carilah,
maka kamu akan mendapat;
ketoklah maka pintu akan
dibukakan bagimu"
(Matius 7:7)
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus
karena atas anugerah hikmat dan penyertaan Nya, penulis dapat menyelesaikan
penulisan tugas akhir ini. Syukur kembali penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus
Kristus karena penyertaan, anugerah, serta bimbingan Nya juga yang telah
menuntun penulis hingga sampai ke penghujung dari masa pendidikan di Fakultas
Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Penulisan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam
mencapai gelar sarjana dalam bidang ilmu Teologi (S.Si. Teol). Tugas akhir ini
berisi tentang analisa nazar yang dilakukan oleh anggota Jemaat GMIT Efata Soe.
Nazar merupakan satu tradisi yang populer di zaman Israel Kuno, dan seiring
berjalan nya waktu ketika nazar ada dalam Alkitab sebagai pedoman kehidupan
Kristen, kemudian telah menjadi fondasi dasar pemahaman jemaat untuk
melakukan nazar ini. Keunikan dalam praktek nazar yang dilakukan anggota
Jemaat GMIT Efata Soe membuat penulis tertarik untuk melihat lebih dekat
tentang hal ini lewat satu analisa terhadap nazar yang dilakukan oleh mereka.
Harapan penulis tantang tugas akhir ini, kiranya dapat memperkaya bahan
kepustakaan juga menambah pandangan teologis yang dapat dikaji tentang konsep
nazar ini. Tugas akhir ini juga kiranya dapat meningkatkan pemahaman serta
menambah wawasan jemaat tentang hal ini. Penulis juga tidak menutup
kemungkinan adanya pihak yang ingin melanjutkan penelitian lebih mendalam
tentang hal ini.
Penulis mengakui sebagai manusia biasa yang memiliki keterbatasan yang
memungkinkan ada nya kekurangan dalam rangkaian penulisan tugas akhir ini.
Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada setiap pihak yang membaca atau
terlibat dalam penulisan jika terdapat kesalahan dalam penulisan tugas akhir ini.
Penulis juga mengharapkan ada nya kritik dan saran yang membangun dalam
melengkapi analisa dalam tugas akhir yang penulis buat ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah terlibat dalam membimbing dan membantu penulisa ketika menyusun tugas
akhir ini hingga terselesaikan dengan baik.
1.
Dr. David Samiyono selaku dosen pembimbing utama yang telah
meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing dan
mengarahkan serta memberikan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
2.
Terima kasih kepada Dekan, Kaprogdi, Wali Studi, Panitia Tugas Akhir
dan seluruh dosen, serta staff Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana yang telah banyak membantu penulis dari awal perkuliahan
hingga pada penulisan tugas akhir ini.
vii
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Terima kasih kepada BPMF dan Senat Mahasiswa Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana yang telah banyak membantu penulis
dalam menjalani proses perkuliahan hingga selesai. Terima kasih
terkhusus untuk Ama dan Priska kalian luar biasa teman-teman, tetap solid
teman-teman tetap berjuang demi dan untuk mahasiswa.
Pdt. Dr. Ebenhaizer Nuban Timo dan Pdt. Merry Rungkat, terima kasih
bapak dan kakak yang telah menjadi reviewer untuk tugas akhir yang
penulis buat ini. Terima kasih atas nilai, waktu, dan masukan yang telah
diberikan kepada penulis sebagai bahan revisi agar tugas akhir menjadi
lebih baik.
Terima kasih kepada ketua Majelis Jemaat GMIT Efata Soe, beserta para
Pendeta, dan Mejelis yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam
membantu penulis mendapatkan informasi seputar penelitian ini. Tuhan
Yesus Kristus memberkati setiap tugas dan pelayanan.
Terima kasih kepada setiap informan yang tidak bisa penulis sebut satu
persatu yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta membagi
pengalaman bagi penulis, sehingga penilitian ini dapat terlaksana hingga
selesai.
Terima kasih yang serasa tak cukup sekedar ucapan kepada Mama Ina
dengan Bapa Ande, yang dengan kasih dan cintanya selalu memberikan
motivasi, nasihat, dan mendukung penulis baik dari segi moril maupun
materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penyusunan
tugas akhir dengan baik. Terima kasih juga untuk dukungan doa terhadap
penulis dari kakak, kakak ipar, keponakan, Om Piter, Kaka Yuli, Kunyadu
Thobi, Ma‟ Heli, Om Ito, Ma Shary, Frany, Billy, Hana, Naina, Chelvin,
Embun.
Terima kasih untuk dukungan doa dari Mama Besa Be‟a, Tante Meli, yang
menguatkan penulis selalu. Tuhan memberkati pelayan Mama, dengan
Tante selalu.
Terima kasih untuk teman-teman Teologi 2009 yang telah menemani
penulis dalam beberapa masa. Senyuman dan canda kalian sangat
memotivasi penulis agar berusaha hingga selesai dalam perkuliahan ini.
Terima kasih kaka Desy, Delcya, Astrid, Fred, Vallian, Om Yoyo, Candra,
Rendra, Om Joshua, Bang Nico, Yapi, Dorlin, Maya, Mace Leny, Om
Angky kalian teman-teman terbaik.
Terima kasih kepada Kaka Ira Mangililo yang pernah menjadi dosen
pembibing penulis, yang banyak memberikan motivasi, mengorbankan
waktu dan pikiran untuk membantu penulis menyusun tugas akhir ini.
Tuhan memberkati kaka dalam pelayanan.
Terima kasih kepada Bu Tosca yang telah membantu di awal penulisan
tugas akhir ini. Tuhan memberkati Bu dalam pelayanan.
viii
12.
13.
14.
15.
16.
Terima kasih kepada Kaka Kristian yang luar biasa serta banyak
memberikan motivasi, bantuan terhadap penulis sampai selesai
mengerjakan tugas akhir ini. Tuhan memberkati kaka.
Terima kasih kepada teman, saudara, sahabat yang telah luar biasa
membantu memotivasi dan mendoakan penulis dalam mengerjakan tugas
akhir ini. Terima kasih Tuhan sudah menghadirkan mereka dalam
kehidupan penulis, Om Ryo, Bless, Kaka Lucky, Tio, Bungsu Anis,
Raymond, Piter, Pita, Iju, Pinus, Aii B, Zaam, Om Jow, Mace Uke, Kaka
Uthe, Kaka Salim, Marita, Iren, Melki, Anis Kambu, Maikel, Emerald,
Kakx Kris, Wandut, Natalie, Om Sony BLVCK. Tuhan menyertai dan
memberkati kalian semua.
Terima kasih untuk teman-teman “Timur Rap Peace” TRP Gank yang
sudah banyak membantu penulis dalam memberikan banyak canda yang
lebih sebagai refreshing bagi penulis.
Terima kasih atas doa, motivasi, dan banyak hal dilakukan sehingga
penulis kembali bangkit ketika jatuh, danke banya Ivonny Pattiruhu.
Tuhan berkati langkah lanjut dan setiap cita serta cinta nya.
Terima kasih untuk setiap pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
demi satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir
ini, sekali lagi penulis ucapakan terima kasih. Tuhan Memberkati kalian
semua.
Penulis,
ix
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................
ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT..................................................................
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES.......................................................
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...............................................
v
MOTTO...............................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR........................................................................................
vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................
xi
ABSTRAK..........................................................................................................
xiii
PENDAHULUAN..............................................................................................
1
Rumusan Masalah.........................................................................................
4
Tujuan Penelitian..........................................................................................
4
Metode dan Lokasi Penelitian.....................................................................
4
Manfaat Penelitian........................................................................................
7
Garis Besar Penulisan...................................................................................
8
LANDASAN TEORI............................................................................................
8
Persembahan................................................................................................
10
Nazar Secara Sosial.......................................................................................
12
Nazar Secara Teologis...................................................................................
14
HASIL WAWANCARA JEMAAT GMIT EFATA SOE...................................
17
Gambaran Umum Tempat Penelitian............................................................
17
Pandangan Jemaat GMIT Efata Soe Tentang Nazar....................................
18
Praktik Nazar Dalam Jemaat GMIT Efata Soe............................................
19
Gereja Dalam Menaggapi Nazar Yang Dilakukan Anggota Jemaat.............
22
PEMBAHASAN.................................................................................................
Nazar dalam pemahaman dan praktik di Jemaat GMIT Efata Soe..............
26
26
Sikap Majelis Jemaat Efata Soe dalam menanggapi Nazar yang
dilakukan oleh Warga Jemaat......................................................................
PENUTUP...........................................................................................................
30
32
Kesimpulan...................................................................................................
32
Saran............................................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
35
x
"TRADISI NAZAR DALAM JEMAAT GMIT EFATA SOE"
Yoeldrin Martnugrah Tafui
712009031
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tradisi nazar yang berkembang di Jemaat GMIT Efata
Soe. Dengan menganalisa maka dapat diketahui latar belakang, peran, serta tanggapan Majelis
Jemaat GMIT Efata Soe tentang tradisi nazar yang telah tertanam begitu lama dalam jemaat. Teori
yang digunakan dalam menunjang tulisan ini yaitu berdasarkan penelitian Jacques Berlinerblau
(1996), mengenai nazar dan kelompok kepercayaan populer Israel kuno. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif atau descriptive research . Manfaat dari penelitian ini
secara akademis diharapkan dapat memperkaya bahan kepustakaan dan informasi mengenai
konsep nazar yang berkembang dalam jemaat secara lokal dalam hubungannya dengan prespektif
agama Kristen, demi pengembangan studi Teologi secara akadamis dan yang berikutnya yaitu
adanya perspektif Teologis yang dapat dikaji dari hasil penelitian ini, khususnya mengenai konsep
nazar. Manfaat paraktis dari penelitian ini yaitu meningkatkan pengetahuan jemaat tentang konsep
nazar yang mereka anut, serta memberikan dorongan kepada pihak gereja untuk mengembangkan
cara pandang cara pandang secara Teologi mengenai konsep nazar yang relevan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa nazar yang dilakukan dalam jemaat GMIT Efata Soe adalah satu tradisi yang
telah diwariskan turun-temurun dan menjadi senjata pamungkas dalam menghadapi situasi yang
sangat sulit dalam kehidupan. Nazar adalah sebuah janji atau sumpah sakral dengan Tuhan karena
itu apa yang dijanjikan harus dan wajib dipenuhi. Keunikan nazar mereka tentang pemberian
persembahan pra nazar, atau persembahan sebelum terpenuhi permintaan mereka. Strata ekonomi
serta gender tidak menghambat seseorang untuk melakukan nazar. Nazar secara tidak langsung
adalah motivasi terhadap jemaat untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan.
Keywords : Nazar, janji, sumpah, tradisi, jemaat.
xi
I.
PENDAHULUAN
Kota Soe adalah ibukota dari kabupaten Timor Tengah Selatan yang
merupakan bagian dari wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur. Kota Soe adalah
kota kecil dengan penduduk mayoritas beragama Kristen Prostestan. Hal yang
unik dari kota kecil ini adalah bahwa di kota kecil ini pernah terjadi gerakan roh
pada tahun 1965-1969, dalam peristiwa gerakan roh ini banyak mujizat terjadi
baik itu kesembuhan, hingga merubah air menjadi anggur. Peristiwa ini dianggap
sebagai peristiwa penting dalam kehidupan Gereja Masehi Injili di Timor
(GMIT)1 karena lewat peristiwa gerakan roh ini, kehidupan jemaat turut berubah.
Hal ini ditandai melalui kesediaaan mereka melepaskan azimat atau le‟u-le‟u2
yang mereka miliki dan bersedia dibaptis serta memeluk agama Kristen. Peristiwa
ini dikordinir oleh para pemuda yang belajar di SGA dan SMA maupun yang
sudah bekerja.3 Lebih lanjut gerakan roh ini juga mempengaruhi pola kehidupan
jemaat. Lewat peristiwa gerakan roh maka dalam jemaat timbul kelompokkelompok doa kecil yang kemudian berada di bawah naungan dua gereja yaitu
GMIT Efata dan GMIT Maranatha yang lebih tradisional dalam pelayanannya.
Kelompok-kelompok doa ini turut merubah bahkan memelihara kehidupan jemaat
yang lebih religius dalam kepercayaan Kristen. Kehidupan religius ini kemudian
tertanam kuat bahkan membudaya dalam diri masyarakat kota Soe. Bahkan dalam
mengambil
tindakan-tindakan
dalam
menjalani
kehidupan,
mereka
pun
menimbang dengan berpatokan pada Alkitab atau pun ajaran-ajaran gereja.
Sebagaimana dalam masyarakat Indonesia yang multikultural,4 hadir pula
kelompok yang menjalankan kehidupan religius yaitu jemaat yang merupakan
bagian dari agama. Perilaku dari jemaat sangat berkaitan dengan apa yang
diajarkan oleh gereja sebagai wadah jemaat itu berkumpul. Kegiatan pemeliharaan
dan peningkatan warga jemaat dilakukan gereja untuk bisa menghasilkan
1
Th. Van den End, Ragi Cerita 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 109.
Yohanes Manhitu, Kamus Ringkas Indonesia-Inggris-Dawan (Jogjakarta: Yohanes
Munhitu, 2007), 3.
3
Th. Van den End, 107.
4
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta: Erlangga,
2005), 6.
2
1
kemantapan dan keteguhan iman jemaat5 ini menunjukan bahwa gereja
mempunyai tanggung jawab dalam mengembangkan iman percaya jemaatnya.
Adapun salah satu gereja yang memiliki jumlah jemaat paling banyak di kota Soe
yaitu gereja Efata Soe yang merupakan bagian dari sinode GMIT. Gereja Efata
Soe juga telah menjadi wadah dari jemaat dan telah berfungsi mengembangkan
iman percaya jemaatnya, dengan adanya kelompok-kelompok doa yang bernaung
di bawah Gereja Efata Soe ini, pengembangan iman jemaat lebih mudah
dilakukan gereja. Lewat aspek sosial maupun budaya gereja ini telah mewartakan
nilai-nilai kepercayaan kepada jemaatnya. Salah satu nilai yang tertanam kuat
dalam aspek sosial budaya yang dipegang kuat dalam masyarakat Soe khususnya
jemaat Efata adalah nazar.
Nazar dilakukan oleh jemaat GMIT Efata Soe jika mereka menghadapi
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan. Meraka melakukan praktik nazar
agar mendapat keberhasilan dalam menjalani permasalahan-permasalahan dalam
kehidupan. Ada keluarga yang telah melakukan nazar ini secara turun-temurun,
dari nenek yang mengajarkan kepada orang tua dan kemudian orang tua
mengajarkan pada anak-anaknya. Mereka diajarkan bahwa dalam menghadapi
persoalan kehidupan yang begitu rumit maka mereka dapat melakukan nazar agar
bisa mendapat bantuan dari Tuhan. Cara melakukan nazar adalah mereka
diajarkan untuk menyiapkan uang sebagai satu persembahan yang kemudian
didoakan. Doa ini berisikan penyampaian masalah yang dihadapi dan menunjuk
persembahan yang dibawa ini. Setelah berdoa maka uang ini akan disisipkan di
Alkitab dan nantinya akan dimasukan ke kantung persembahan pada hari minggu
nanti. Berdasarkan hal ini, nazar dapat dipandang sebagai satu tradisi6 yang telah
diajarkan dari orang tua ke anaknya, dan tidak menutup kemungkinan anaknya
akan mengajarkan hal yang sama kepada generasi yang berikutnya.
Dari bentuk pemahaman dan cara nazar dalam jemaat GMIT Efata Soe,
nazar dikaitkan dengan hal-hal berupa material yaitu uang yang terkait dengan
simbol material, dan yang berikut yaitu doa sebagai alat untuk membenarkan
tindakan yang hendak dilakukan, dan gereja sebagai landasan spiritual atas situasi
5
Suhato Prodjowijono, Manejemen Gereja Sebuah Alternatif (Jakarta: Gunung Mulia,
2008), 2.
6
Sukarni Sumarto, Sosiologi (Salatiga: Widya Sari Press Salatiga, 2004), 22.
2
sosial yang dibangun. Dalam arti itu, nazar memiliki arti yang jauh lebih
mendalam dari sekedar hal material itu. Kebiasaan orang menyebut nazar dengan
istilah lain “uang sembayang”, berarti hal „sembayang‟ atau „doa‟ merupakan
esensinya. Ada suatu hal tertentu yang disampaikan sebagai „pengungkapan hati‟
yakni sebuah permohonan, perjanjian, dan bahkan komitmen dengan Tuhan.
Aspek keyakinan dan keseriusan ini yang menjadi kekuatan motivasi dari nazar
itu terkait dengan berbagai aktifitas di jemaat GMIT Efata Soe.
Adapun tradisi nazar merupakan salah satu cara yang sudah menjadi
fenomena sejak zaman Israel kuno. Nazar juga merupakan elemen penting dari
agama di seluruh dunia Timur kuno di milenium pertama,7 hal seperti ini juga
yang masih terpelihara di dalam kehidupan Jemaat GMIT Efata Soe. Namun nazar
bukan merupakan satu hal yang baru dikenal, nazar sudah ada sejak zaman Israel
kuno. Hal ini telah terbentuk di dalam jemaat GMIT Efata Soe menjadi satu
pemahaman yang primodialisme8 yang ditanamkan atas dasar kitab suci dengan
sturuktur fundamental.9 Dalam Perjanjian Lama nazar dapat dipahami sebagai
janji. Beberapa kisah tentang nazar dalam perjanjian lama misalnya kisah Yakub
(Kej 28:20-22), berikutnya Yefta seorang hakim10 Isreal (Hak 11 : 29-40), juga
Hanna yang adalah ibu dari Samuel (1 Sam 1:1-28). Kisah-kisah ini menjadi
landasan Jemaat GMIT Efata Soe melakukan nazar.
Dengan demikian pemahaman jemaat tentang nazar ini didasarkan pada
Alkitab sebagai bangunan fondasi pemahaman mereka. Bangunan teologi yang
dikembangkan seperti ini yang membuat masyarakat berkembang searah dengan
tradisi yang dibentuk.
Situasi inilah yang hendak dikaji oleh penulis, tentang bagaimana
pemaknaan nazar dalam Jemaat GMIT Efata Soe di tengah-tengah berbagai
aktifitas. Berdasarkan keadaan yang demikian maka penulis mengangkat jurnal
dengan judul:
“Tradisi Nazar Dalam Jemaat GMIT Efata Soe”
Cartledge dalam Jacques Berlinerblau, The Vow and „the popular religious groups‟ of
Acient Israel, (England: Sheffield Academic Press, 1996), 14.
8
Kun Muryati, Juju Suryawati, Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 2006), 51
9
M Amin Abdullah, Studi Agama , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, 14).
10
W.S Lasor, D.A. Hubbard dan F.W.Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1 (Jakarta:
Gunung Mulia, 2012), 301.
7
3
A. Rumusan masalah
Mengapa nazar masih dilakukan di Jemaat GMIT Efata Soe?
Bagaimana peran nazar bagi kehidupan Jemaat GMIT Efata Soe?
Bagaimana sikap gereja dalam menanggapi nazar yang dilakukan dalam
Jemaat GMIT Efata Soe?
B. Tujuan penelitian
Mendeskripsikan latar belakang mengapa nazar masih dilakukan dalam
Jemaat GMIT Efata Soe.
Mendeskripsikan peran nazar dalam Jemaat GMIT Efata Soe.
Mendeskripsikan sikap gereja dalam menanggapi nazar yang dilakukan
dalam Jemaat GMIT Efata Soe.
C. Metode Dan Lokasi Penelitian
1.
Jenis dan pendekatan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang hendak
dicapai, maka jenis penelitian yang digunakan untuk meneliti makna nazar
dalam Jemaat GMIT Efata Soe adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif
atau
descriptive
research.11
Peneliti
mengembangkan
konsep
dan
menghimpun fakta, namun tidak melalui uji hipotesis.12
Lexy J. Moleong mengatakan bahwa penelitian deskriptif dilakukan jika
data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angkaangka.13 Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Menurut Mulyana, pendekatan kualitatif diletakkan atas
dasar pemahaman bahwa:14
Realitas manusia tidak dapat dipisahkan dari konteksnya, tidak pula
dapat dipisahkan agar bagian-bagiannya dapat dipelajari. Keseluruhan
lebih dari pada sekedar bagian-bagian.
11
Jacob Vredenbergt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia,
1978), 34.
12
M. Singarimbun, Metode dan Proses Penelitian (Jakarta: LP3ES, 1989), 4-5.
13
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), 6.
14
Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: Rosda, 2002), 159.
4
Penggunaan pengetahuan tersembunyi (tacit knowledge) adalah absah.
Intuisi dan perasaan seabsah pengetahuan yang dinyatakan dalam
bahasa karena hal-hal tersebut mengekspresikan nuansa-nuansa realitas
ganda; dan karena interaksi manusia juga bersifat demikian.
Penafsiran atas data (termasuk penarikan kesimpulan) bersifat
ideografis atau berlaku khusus, bukan bersifat nomotetis atau mencari
generalisasi karena penafsiran yang berbeda lebih bermakna bagi
realitas yang berbeda pula; dan karena penafsiran bergantung pada
nilai-nilai kontekstual, termasuk hubungan peneliti-responden (objek)
yang bersifat khusus.15
Temuan (penelitian) bersifat tentatif. Hasil penelitian naturalistik
bersifat ragu untuk membuat generalisasi yang luas karena realitas bersifat
ganda dan berbeda dan karena temuan bergantung pada interaksi antara
peneliti dan responden dan mungkin tidak dapat ditiru karena melibatkan
nilai-nilai, lingkungan, pengalaman, dan orang-orang khusus.
2. Sumber data dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data
Data yang dibutuhkan dalam proses penelitian ini, diperoleh dari
data primer maupun sekunder.
Data Primer
Data primer ini diperoleh dari informan (kunci) yakni 10 anggota
Jemaat yang telah melakukan tradisi nazar ini, 3 anggota majelis jemaat,
dan para pendeta jemaat GMIT Efata Soe.
Data Sekunder
Data sekunder ini diproleh dari dokumen atau tulisan-tulisan yang
berkaitan dengan topik yang dibahas.
Teknik pengumpulan data
Teknik Pengumpulan data meliputi instrumen, metode dan
prosedur yang berkaitan dengan proses pengumpulan data. Teknik
15
Deddy Mulyana, 160.
5
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan
kebutuhan data di lapangan, yaitu data primer dan data sekunder. Teknik
pengambilan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
Wawancara Mendalam
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan
komunikasi,
pewawancara
yakni
melalui
dengan
kontak atau hubungan pribadi antara
sumber
data
atau
responden.16
Komunikasi
berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka.
Wawancara mendalam merupakan metode yang paling umum
digunakan dalam teknik penelitian kualitatif, di mana pewawancara
menanyakan pertanyaan dengan format terbuka, mendengarkan dan
merekamnya, dan kemudian menindaklanjuti dengan pertanyaan tambahan
yang terkait. Pertanyaan pendalaman digunakan untuk mendalami
tanggapan atas pertanyaan, meningkatkan kekayaan dari data yang
diperoleh, dan memberi petunjuk pada yang diwawancarai tentang tingkat
tanggapan yang diinginkan. Wawancara mendalam ini akan dilakukan
kepada para informan kunci (key informant) untuk diwawancarai karena
dianggap cukup memahami masalah yang sedang diteliti.17
Pengamatan / observation
Teknik observasi merupakan usaha untuk mengumpulkan kesan
atau gejala yang terjadi di sekitar. Dalam hal ini panca indera manusia
(penglihatan dan pendengaran) di perlukan untuk menangkap gejala yang di
amati.18 Penelitian dengan metode observasi ini tidak memerlukan
pengukuran dengan satu metode penjumlahan dan juga tanggapan yang
telah di perkirakan sebelumnya. Teknik pengumpulan data melalui
observasi ini akan membantu peneliti dalam memahami pola kehidupan
masyarakat di lokasi studi. Proses penelitian ini berlangsung dengan
menggunakan teknik observasi berperan serta ( participant observation ).
16
Rianto Adi dan Heru Prasadja, Langkah-Langkah Penelitian Sosial ( Jakarta:
ARCAN,1991 ), 73.
17
Rianto Adi dan Heru Prasadja, 74.
18
Rianto Adi dan Heru Prasadja, 70.
6
3. Lokasi Penelitian
Lokasi di mana penulis akan meneliti tentang tradisi nazar ini
adalah di Jemaat GMIT Efata Soe. Jemaat GMIT Efata Soe adalah jemaat
yang memiliki kehidupan religius yang sangat baik dan merupakan bukti
sejarah gerakan roh yang terjadi di pulau timor pada tahun 1965-1969.
Semenjak peristiwa itu, aura spirirtual sangat kental terasa di kota ini.
Dengan adanya kelompok-kelompok doa yang muncul setelah gerakan roh
ini menolong jemaat dalam menjalankan ajaran-ajaran Kristen serta
memelihara kehidupan religius mereka. Kelompok-kelompok doa yang
berada dalam naungan GMIT Efata Soe telah berperan dalam perubahan
dan pemeliharaan pola kehidupan jemaat kota Soe. Hingga saat ini
kehidupan jemaat di kota Soe sangat berbeda dengan kehidupan jemaat di
tempat lain, dalam bertindak mereka sangat berpegang teguh pada ajaranajaran Alkitab. Untuk itu maka menurut penulis akan sangat menarik jika
penulis meneliti tentang tradisi nazar ini di Jemaat GMIT Efata Soe.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat akademis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan kepustakaan
dan informasi mengenai konsep nazar yang berkembang dalam jemaat
secara lokal dalam hubungannya dengan prespektif agama Kristen,
demi pengembangan studi Teologi secara akadamis.
Adanya perspektif Teologis yang dapat dikaji dari hasil penelitian ini,
khususnya mengenai konsep nazar dan juga sekaligus menambah
literatur teologi.
2. Manfaat praksis
Hasil penelitian ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan jemaat
tentang konsep nazar yang mereka anut yaitu sejauh mana konsep
Nazar yang sesungguhnya dalam Kekristenan.
Memberikan dorongan kepada pihak gereja untuk mengembangkan
suatu wawasan (cara pandang) Teologi mengenai konsep nazar yang
relevan dengan situasi sosial komunitas setempat.
7
E. Garis besar penulisan
Secara sistematis tulisan ini dibagi dalam lima bagian, bagian I
pendahuluan, bagian II landasan teori, di mana pada bagian ini berisikan
pendekatan teoritis tentang nazar lewat teori–teori Jacques Berlinerblau, dan
beberapa teori yang berkaitan dengan nazar ini. Bagian III berisikan hasil
Penelitian di Jemaat GMIT Efata Soe. Bagian IV pembahasan dan bagian V
berisikan kesimpulan dan saran.
II.
LANDASAN TEORI
Hasil kreatifitas manusia yang sangat kompleks, menimbulkan pengertian
yang sangat luas yaitu budaya. Secara etimologis kebudayaan berasal dari bahasa
sansekerta buddhaya merupakan bentuk jamak dari buddhi (akal). Dengan
demikian secara etimologis kebudayaan berarti hasil karya akal budi manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.19 Kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.20 Unsur dari budaya meliputi
cipta, rasa, dan karsa atau kehendak menghasilkan unsur dan wujud kebudayaan
berupa bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan
teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan sistem kesenian.21
Sistem kepercayaan atau religi merupakan rangkaian keyakinan dari satu
kelompok masyarakat manusia terhadap sesuatu yang (dianggap mempunyai
kekuatan) gaib. Teologi di dalam cara dan situasi apapun, adalah dialektika antara
yang abstrak (misteri) dan empirik (kontekstual). Dialektika itu menempatkan
manusia, sebagai subyek yang berteologi dalam ruang pemaknaan yang nyata.
Artinya ia hidup dan berada di dalam dunia dengan situasi yang dihadapinya, akan
tetapi di sisi lain ia menempatkan kepercayaannya sebagai pedoman dalam
menjawab problematika yang ia hadapi.22 James Fowler mengatakan bahwa
kepercayaan merupakan proses mencari makna, sebab manusia adalah subyek
19
Tri Widiarto, Pengantar Ilmu Antropologi, (Salatiga: Widya Sari Press Salatiga, 2005),26
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1990), 180.
21
Koentjaraningrat, 203.
22
Roland Robertson, Agama dalam Analisa & Interpretasi Sosiologi, (Jakarta : Rajawali,
1988), 5.
20
8
yang bermakna dan memberi/menciptakan makna pada iman (faith), dan
kepercayaan (belief), dengan konteks di mana makna itu ditujukan.23 Dalam
proses menciptakan makna itu, manusia juga yang mencari simbol (sign) yang
sinonim atau bisa merepresentasi hal yang dipercayainya. Karena itulah iman
merupakan suatu proses semantik yang dibuat oleh manusia.24
Kepercayaan juga sering kali dipandang sebagai cara tertentu untuk
menafasirkan dan menjelaskan seluruh peristiwa dan pengalaman yang
berlangsung dalam setiap aspek kehidupan yang kompleks. Aktifitas menafsir
(interpretation) dan menjelaskan (clarification, verstehen) disini mengamanatkan
bahwa kepercayaan adalah bagian dari suatu hermeneutika kehidupan, yang
terkait bukan semata-mata dengan dokumen-dokumen kudus yang turut menyusun
dogma agama melainkan dokumen-dokumen kehidupan yang selalu dijumpai
manusia dalam pengalaman nyata di masyarakat/dunianya.25
Manusia juga menyadari bahwa keberadaannya di dunia ini hanya
sementara. Kesadaran itu muncul setelah menyaksikan dan menghayati berbagai
misteri kehidupan, seperti kelahiran dan kematian.26 Kalau ditinjau sebanyak
mungkin bentuk religi dari berbagai suku bangsa di dunia, maka ada tampak
empat unsur pokok dari religi pada umumnya, ialah:
Pertama emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia
menjalankan kelakuan keagamaan. Kedua sistem kepercayaan atau bayanganbanyangan manusia tentang bentuk dunia, alam, gaib, hidup, maut, dsb. Ketiga
sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib
berdasarkan atas sistem kepercayaan dalam bagian dua tadi. Terakhir kelompok
keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengonsepsikan dan mengaktifkan
religi beserta sistem upacara-upacara keagamaan.27
Proses pembentuk sebuah sistem religius adalah melalui serangkaian
simbol sakral yang terjalin menjadi sebuah keseluruhan tertentu yang teratur.28
23
Supratiknya A. (eds), Teori Perkembangan Kepercayaan: karya-karya Penting James W.
Fowler, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 15.
24
Supratiknya A, 17.
25
Supratiknya A, 21.
26
Tri Widiarto, Pengantar Ilmu Antropologi, (Salatiga: Widya Sari Press Salatiga, 2005),26.
27
Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jogjakarta: PT. Dian Rakyat,
1977), 228.
28
Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, (Jogjakarta: Kanisius, 1995), 53.
9
Simbol atau lambang dipakai untuk mengacu pada banyak hal, seringkali
sejumlah hal sekaligus,29 salah satu fungsi simbol adalah untuk mengungkapkan
nilai budaya dalam kelompok.30 Didalam sistem kepercayaan atau religi ini
terdapat sebuah sistem terkait yaitu sistem ritus dan upacara yang merupakan
usaha manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau Al-Khalik. Di dalamnya
sistem religi ini ditemukan berbagai macam wujud perilaku yang termasuk dalam
unsur-unsur
upacara
keagamaan
misalnya
berdoa,
bersujud,
berpuasa,
membersihkan diri, ziarah ke tempat suci, bersaji, berkurban, makan bersama,
bersedekah, menari, menyanyi, berprosesi, bertapa, bersemedi, dan sebagainya.31
Namun demikian, dalam upacara keagamaan yang sering wajib dilakukan diantara
ritual-ritual keagamaan tersebut yang cukup berperan sentral adalah persembahan.
Sebab persembahan dapat dipandang sebagai proses menghargai, mengakui
keberadaan yang Ilahi, dan menjadi bentuk untuk meminta sesuatu kepada yang
Ilahi sesuai dengan tata caranya.
A. Persembahan
Simbol sakral adalah pembentuk dari sistem religius dan kurban
sedangkan bersaji merupakan simbol sakral yang menjadi bagian dari ritus.
Berkurban, dan bersaji adalah dua simbol yang lebih dekat pengertian nya sebagai
satu persembahan. Persembahan dalam setiap ritus keagamaan merupakan sebuah
ritual yang sangat penting, sehingga persembahan selalu diikutsertakan di
dalamnya baik dalam kepercayaan primitif atau yang masih bersifat tradisional
maupun dalam kalangan penganut agama modern.32 Dalam bentuknya yang paling
sederhana, dewa diberi satu hadiah, baik sebagai ucapan syukur atau sebagai balas
jasa atas sesuatu hal.33 Melalui kurban yang dipersembahkan dalam suatu ritus
manusia yakin bahwa hidupnya akan tentram, aman dan bahagia. Dengan kata lain
manusia mempersembahkan kurban dengan maksud tujuan, agar mereka diberkati
dan mendapatkan apa yang diinginkan. Hal ini dapat dipahami karena
29
Clifford Geertz, 6.
F.W. Dilistone, Daya Kekuatan Simbol, (Jogjakarta: Kanisius, 2002),15.
31
Tri widiarto, 27.
32
Emile Duekheim, The Elementary Forms of Religius Life, ( New York : Free
Press,1915),63
33
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama , (Jogjakarta: Kanisius, 1995), 215.
30
10
persembahan atau kurban merupakan sarana atau alat untuk menyenangkan dewadewa atau ilah-ilah.34 Victor Turner berpendapat bahwa kegiatan persembahanpersembahan yang umum atau penghormatan kepada dewa-dewa, pemberian
hadiah, penebusan dosa, komunikasi antara yang suci atau kudus dan fana yang
dapat dipahami sebagai perwujudan dari negoisasi.35 Menurut kitab imamat
persembahan memiliki arti sebagai “penyajian” atau “barang-barang yang di bawa
dekat”.36 Kurban juga dianggap sebagai tanda takluk atau tanda penghormatan,
sebagai permohonan berkat dan sebagai penolakan malapetaka. Kurban bisa
bertujuan melakukan perbuatan silih dan menyingkirkan kenajisan maupun dosa.37
Bersaji dan berkurban secara ritual benar-benar satu bentuk pertukaran
antara manusia dan makhluk adikodrati: manusia pengurban memberikan barangbarang nya dan penerima bereaksi.38 G. Van der Leeuw menjelaskan arti
persembahan demikian:
mempersembahkan sesuatu kepada seseorang adalah
memberikan dari dirinya sendiri; demikian pula, menerima bagian kodrat
spiritualnya, dari jiwanya; dan dalam keadaan itu, kodrat dari pemberian yang
timbal balik sangat nampak. Teori persembahan dalam upacara menurut beberapa
orang meliputi satu perjanjian: do ut des: saya memberi supaya engkau pun
memberi.39 Tylor mendefenisikan bahwa persembahan sama dengan sesaji. Sesaji
atau hadiah juga diberikan kepada dewa-dewa dengan keyakinan bahwa ada nilai
timbal balik yang terdapat di dalamnya.40 Marsel Mauss juga mendefenisikan
bahwa pada kenyataannya jumlah sesaji yang diberikan walaupun terlihat sedikit
namun itu bukanlah intinya, karena yang dilihat adalah nilai dari pemberian
persembahan itu sendiri.41 Secara khusus nazar merupakan bagian dari
persembahan kurban dan merupakan ritual keagamaan yang mempunyai dua
makna baik secara sosial, maupun teologis.
34
G.E. Wright & A.de Kuiper, Perjanjian Lama Terhadap sekitarnya, ( Jakarta BPK
Gunung Mulia,1976),120
35
Jefferey Cartes, Understanding Religious Sacrifice ( New York 2003 reprinted 2006
Meidek Lane ), 293-300
36
W.S. Lasor, D.A. Hubbard, F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1 , (jakarta : BPK
Gunung Mulia 2012), 217
37
Herbert Haag, Kamus Alkitab, (Ende: Nusa Indah, 1992), 239.
38
Herbert Haag,203
39
Mariasusai Dhavamony, 215.
40
Jefferey Cartes, 12-38.
41
Jefferey Cartes, 88-99.
11
B. Nazar secara sosial
Jacques Berlinerblau yang mengutip Cartledge dalam tulisan tentang nazar
di zaman Israel kuno, mengatakan “ketika membuat nazar pemohon dasarnya
mengatakan kepada dewa dalam pertanyaan: 'jika, dan hanya jika, Anda
melakukan sesuatu untukku, maka aku akan melakukan sesuatu untuk Anda”.
Atau, seperti catatan Cartledge: “dabo si dederis”: “Aku akan memberikan jika
Anda akan memberikan”. Dengan demikian terlihat satu pola pertukaran jasa
antara pemuja dan dewa atau Allah. Pola seperti ini mirip dengan pertukaran
dalam ranah sosial yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Pertukaran
bersifat universal, dari beberapa alasan yang membuat pertukaran itu menarik
terdapat dua alsan yang berkaitan dengan nazar ini. Pertukaran adalah wahana
yang memungkinkan seseorang memperoleh sesuatu yang diperlukan. Pertukaran
selalu bermakna karena mengandung unsur simbolik dan seringkali dijadikan
metafora untuk kegiatan-kegiatan yang lain.42
Salah satu jenis pertukaran adalah pemberian, yang menurut Mauss
didasarkan pada tiga kewajiban, yakni menerima, memberi dan mengembalikan.
Ketiga unsur ini penerimaan, pemberian dan pengembalian merupakan prinsip
kunci dalam praktik pemberian.43 Sedangkan dalam nazar pelakunya berjanji
untuk melakukan sesuatu jika permintaannya di kabulkan. Nazar dibuat untuk
menguatkan permintaan, atau untuk membujuk TUHAN memberikan apa yang
diminta.44 Terdapat kemiripan dalam kedua konsep ini sedangkan perbedaaan
kedua jenis pertukaran ini terletak pada subjek dan objek pertukaran.
Tema lain yang memainkan peranan dalam ekonomi dan moralitas dari
pemberian yaang dilakukan untuk sesama manusia di hadapan dewa-dewa atau
alam.45 Banyak budaya dari berbagai tempat yang melakukan hal ini dan dengan
sendiri memulai teori sejarah kontrak korban. Interaksi sosial yang terjadi ketika
terjadi kontrak ini dilakukan. Borgas mengambil contoh adat istiadat Koliada
yang terdapat pada orang Rusia di mana anak-anak yang bertopeng pergi dari
42
Adam Kuper & Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Edisi Kedua, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2000), 327
43
Adam Kuper & Jessica Kuper, 328.
44
Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), hal. 91.
45
Marcel Mauss, Pemberian : Bentuk dan Fungsi Pertukaran di Masyarakat Kuno (Jakarta;
Yayasan Obor Indonesia, 1992), 17.
12
rumah kerumah meminta telur dan tepung dan tidak ada seorang pun berani
menolak, mereka bertindak sebagai wakil dari roh-roh.46 Sebuah prinsip yang
sama dalam kontrak korban yaitu karena dewa-dewa yang memberi dan yang
membayar ada di sana, karena dewa-dewa memberi sesuatu yang agung sebagai
pertukaran bagi sesuatu yang begitu kecilnya.47 Kemunculan nazar dalam
kebudayaan di mana individu menerima pengetahuan dari masyarakat tentang
budaya yang diperlukan, yang digunakan untuk berburu, berbicara, bersumpah,
mengubur anggota keluarga, dan sebagainya.48
Dalam kebudayaan Israel kuno persembahan disertai janji, menunjukkan
adanya pertukaran di dalam nya dan sangat populer kala itu. Hal ini seperti
pernyataan yang dikemukakan oleh Jacob Milgrom dalam tulisan Jacques
Berlinerblau, The Vow and „the popular religious groups‟ of Acient Israel.
Bahkan nazar memiliki dua sisi yang cukup kuat religius dan ekonomis namun
tidak ada perbedaan kelas, dalam masyarakat.
Dikatakan demikian karena melihat pemberian nazar dari segi sosial
ekonomi, nampaknya pembuatan sumpah, janji atau nazar ini dapat dilakukan
oleh siapa saja, tak memandang tingkat ekonomi nya.49 Dalam kebudayaan Israel
kuno terdapat kisah dalam kitab Yeremia 44: 25, dimana orang Yehuda di Mesir
melakukan nazar atau janji bukan dengan TUHAN, tetapi bagi ratu sorga yang
kemungkinan adalah dewi Ishtar , dewi cinta dan kesuburan dari Mesopotamia
yang disembah pengungsi dari Yehuda di Mesir.50 Merupakan elemen heterodoks
dari sumpah atau nazar51 yang menyatakan setiap pengikut TUHAN yang sudah
terlepas dari kesetiaan mereka, juga melakukan nazar.52
Pada konteksnya, proses nazar dilaksanakan dalam kehidupan Israel kuno
yang menunjukkan bahwa pemuja TUHAN hidup berdampingan dengan para
pemuja Baal, dan di antara mereka terdapat mereka yang lebih heterodoks.
Demikian juga dengan Imam atau rahib mereka. Mereka tidak perlu khawatir akan
46
Marcel Mauss, 18.
Marcel Mauss, 18.
48
Jacques Berlinerblau, The Vow and „the popular religious groups‟ of Acient Israel,
(England: Sheffield Academic Press, 1996), 64.
49
Jacques Berlinerblau,125.
50
Tyndale House Publishers, Life Aplication Study Bible, terj. Gandum Mas dan Lembaga
Alkitab Indonesia, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2016), 1468.
51
Jacques Berlinerblau, 129.
52
Jacques Berlinerblau, 129.
47
13
berjanji atau bernazar pada dewa yang salah, karena disaat itu permintaan nazar
ini bersifat anonim.
Perbedaan gender tidak menutup kemungkinan seseorang melakukan
nazar, baik seorang pria atau wanita dapat melakukan nazar. Para peneliti Alkitab
menemukan perempuan secara aktif berpartisipasi dalam sistem nazar Israel. C.
Brekelmans berbicara tentang kecenderungan perempuan cukup sering untuk
mengambil sumpah.53 Ada kemungkinan dalam masyarakat Israel kuno
melakukan pengajuan janji atau nazar secara berkelompok namun tetap saja hal
ini di prakarsai, dan oleh seorang individu. Sumpah yang diprakarsai oleh satu
orang bahkan ketika permohonan tersebut adalah kepentingan kelompok.54 Nazar
selalu dilakukan oleh satu orang, sebagai wakil dari aspirasi kelompok. oleh
karenanya Berdasarkan proses yang demikian maka terbentuklah makna teologis
dari nazar tersebut yang berkembang hingga saat ini dan khususnya dalam tradisi
kekristenan.
C. Nazar secara teologis
Tradisi Kristen memandang persembahan sebagai suatu bentuk ibadah
kepada Tuhan secara mendasar yang mengandung ucapan syukur jemaat untuk
melengkapi tubuh Kristus.55 Persembahan merupakan bagian yang penting dalam
tradisi Kristen, karena persembahan merupakan salah satu bagian dalam ritual
kekristenan. Mempersembahkan suatu persembahan kepada Allah dengan maksud
untuk memperoleh kemurahan hati Allah.56 Ucapan syukur dan puji-pujian yang
dipanjatkan kepada Allah dalam ibadah merupakan tujuan utama persembahan.57
Dalam antropologi sosial persembahan secara tidak langsung mengimplikasikan
satu pertukaran barang dan jasa, yang meskipun dianggap muncul dari kehendak
mereka, namun hal ini merupakan kewajiban dari tingkah laku sosial.58 Tindakan
yang merupakan bagian dari dokumen-dokumen kehidupan ketika menghadapi
53
Jacques Berlinerblau, 133.
Jacques Berlinerblau, 64.
55
A.M. Tambunan, Persembahan Persepuluhan (Jakarta: BPK GunungMulia, 1952), 16.
56
F L Baker, Sejarah Kerajaan Allah Perjanjian Lama . ( Jakarta BPK Gunung Mulia,1990
54
),367
57
Ulrich Beyer dan Evalina Simamora, Memberi Dengan Sukacita, (Jakarta: BPK
GunungMulia, 2008),139.
58
Mariasusai Dhavamony, 215.
14
satu masalah adalah nazar, yang juga merupakan bagian dari sistem keagamaan.
Nazar, sumpah, pengesahan perjanjian, termasuk dalam wilayah perbatasan antara
kultus dan hukum.59
C. Barth mengemukakan bahwa “mengucap syukur” dan membayar nazar
kepada Tuhan. “siapa yang mempersembahkan syukur sebagai kurban, ia
memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan…. akan Ku perlihatkan
kepadanya (Mzr 50 :23) band ay. 14; suatu ungkapan yang sejajar sebagai kurban
pemerkokoh doa permintaan (Mzr 51:17-19). Barth juga menulis bahwa “justru
ucapan syukur diiringi oleh persembahan syukur itulah biasanya dinazarkan
dahulu”.60 Dengan demikian nazar bukan hanya mengenai persembahan syukur
kepada Allah semata, namun nazar adalah janji antara manusia dengan Allah. "A
vow usually originates when a supplicant requires some specific thing from the
deity",61 sumpah atau nazar dilakukan ketika ada yang diharapkan dari dewa.
Nazar sempat menjadi fenomena yang populer di zaman Israel kuno, Jacob
Milgrom mengatakan “Bahwa nazar tersebut sangat populer di zaman Israel kuno,
ini dibuktikan dengan referensi Raja Yoas untuk kontribusi mengenai masalah
keuangan ke Bait Allah di Yerusalem yang berpangkal pada kekususan dari "uang
yang setara dari orang-orang" (2 raja-raja 12:5).62 Menurut Cartledge, Pembuatan
sumpah jelas memainkan peran penting dalam kehidupan kultis Israel dan
tampaknya telah sangat lazim dalam domain kesalehan individu.63
Banyak dari tokoh-tokoh Alkitab yang melakukan praktik nazar ini,
misalnya Yakub, Yefta, Absalom, dan beberapa tokoh lainnya. Nazar (rdn)
berasal dari bahasa ibrani yang berarti disendirikan, dikuduskan. Seperti dalam
Amsal 2:11, nazar atau dalam bagian ini disebut dengan orang nazar adalah orang
yang dipanggil Tuhan dan oleh karena itu diharuskan berpantangan terhadap
berbagai hal (Hak 13:5,4 ; 1Sam 1:11). Di kemudian hari perbuatan Nazar diatur
oleh hukum (Bil 6:1-21): seperti sebuah kaul yang dilakukan untuk sementara
59
Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno, (Jakarta BPK Gunung Mulia, 2001), hal. 91.
C. Barth, Theologia Perjanjian Lama III , (Jakarta:BPK Gunungmulia, 1993), 110.
61
Cartledge dalam Jacques Berlinerblau, The Vow an d „the popular religious groups‟ of
Acient Israel, (England: Sheffield Academic Press, 1996), 61
62
Milgrom dalam Jacques Berlinerblau, The Vow and „the popular religious groups‟ of
Acient Israel, (England: Sheffield Academic Press, 1996), 13.
63
Jacques Berlinerblau, The Vow and „the popular religious groups‟ of Acient Israel,
(England: Sheffield Academic Press, 1996),
60
15
waktu.64 Untuk mengurangi komponen paling mendasar, sumpah (rdn) adalah
kontrak bersyarat Ibrani antara pemuja yang mencoba untuk membuatnya dengan
dewa. Ketika membuat nazar pemohon dasarnya mengatakan kepada dewa dalam
pertanyaan: 'jika, dan hanya jika, Anda melakukan sesuatu untukku, maka aku
akan melakukan sesuatu untuk Anda. Atau, seperti catatan Cartledge: “dabo si
dederis”: “Aku akan memberikan jika Anda akan memberikan”.65 Nazar adalah
janji yang dilakukan seseorang dalam arti individu bukan kelompok. Dalam
kehidupan Israel kuno kenyataannya tetap bahwa dalam janji ini, seperti dalam
semua janji epik lainnya, permohonan pemohon itu sendiri diartikulasikan oleh
pemohon individual.66 Jacques Berlinerblau mengutip pendapat Durkheim bahwa
sumpah Israel adalah dilakukan oleh individu sejauh diucapkan oleh satu orang.
Ini tidak berarti bahwa rahib yang terlibat di dalam nya menimbulkan
ketidaksesuaian, berpartisipasi dalam sistem keagamaan yang berbeda dan
otonom.67
Ketika membuat sumpah positif pemohon mendekati dewa dengan
kebutuhan khusus, diwujudkan dalam bentuk permintaan. Sebagai imbalan untuk
pemberian permintaan ini, imam menawarkan dewa objek nyata atau layanan
sebagai penggantian. Seperti telah tercatat, bahwa sumpah tersebut bersyarat, jika
permintaan terpenuhi maka harus memenuhi syarat-syarat atau janji nya.68
Serangkaian hukum dan peraturan dari D dan P dalam kitab Perjanjian Lama yang
mencoba untuk mengatur prosedur yang tepat untuk pembayaran sumpah (Bil 30:
3-4).
Berdasarkan penjelasan ini nazar mempunyai arti yang berhubungan
dengan kaul yang lebih bermakna sebuah janji, pelakunya berjanji untuk
melakukan sesuatu jika permintaannya di kabulkan. Nazar dibuat untuk
menguatkan permintaan, atau untuk membujuk TUHAN memberikan apa yang
diminta.69 Ini terjadi pada salah satu hakim Israel yaitu Yefta. “Yefta membunuh
putrinya, dan bahwa ia melakukan itu karena ia telah membuka mulutnya dan
64
Herbert Haag, Kamus Alkitab, (Ende:Nusa Indah, 1992), hal. 301.
Jacques Berlinerblau, 41.
66
Jacques Berlinerblau., 53.
67
Jacques Berlinerblau, 65.
68
Jacques Berlinerblau, 175.
69
Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), hal. 91.
65
16
bersumpah tanpa berpikir panjang...”70 Perjanjian Lama menawarkan contoh
sumpah dilakukan di medan perang. Dalam kasus seperti itu akan sulit untuk
berdebat inisiasi yang berlangsung di sebuah kuil.71 Tak selalu nazar dilakukan di
dalam tempat kudus dalam hal ini berkaitan dengn Bait Allah.
Sejarah Israel kuno setelah zaman hakim-hakim di zaman raja Daud pun
pernah terjadi peristiwa persembahan berupa manusia, mirip seperti yang
dilakukan oleh Yefta terhadap anaknya. Ini terjadi dalam kisah orang-orang
Gibeon yang mengorbankan keturunan Saul (2 Sam 21:1-14). Namun ini lebih
dekat artinya kepada pembalasan hutang darah bukan satu persembahan, tetapi
karena ini dilakukan di tempat persembahan pemujaan TUHAN maka agaknya ini
diklaim oleh klan Gibeon sebagai satu persembahan. Tujuan nya mereka ingin
TUHAN menjadi saksi pembalasan hutang darah mereka terhadap Saul yang
pernah ingin memunahkan klan Gibeon.
III.
HASIL WAWANCARA JEMAAT GMIT EFATA SOE
A. Gambaran umum tempat penelitian
Nazar yang menjadi fenomena sejak zaman Israel kuno ternyata juga
masih terus dilakukan dalam kehidupan Jemaat GMIT Efata Soe, yang terletak di
provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS),
kecamatan kota Soe dengan luas wilayah 3947,1 km2 dengan total populasi
441.155 jiwa, dengan kepadatan penduduk 111,77 jiwa/km2. Kota Soe memiliki
presentase pemeluk agama Kristen Protestan sebanyak 78,72% dari jumlah
penduduk secara keseluruhan dengan fasilitas gedung gereja sebanyak 23 gedung
gereja protestan. Salah satu gereja yang terbesar dan memiliki jemaat yang sangat
banyak yaitu Gereja Efata Soe. Gereja Efata Soe yang berdiri sejak 30 november
1984 hingga sekarang telah memiliki jemaat sebanyak 15.621 jiwa, dengan
jumlah laki-laki 7774 jiwa, dan perempuan 7847 jiwa. Jumlah anggota sidi di
Gereja Efata Soe sebanyak 8907 jiwa, dengan jumlah laki-laki 4326 jiwa dan
70
Michael Wilcock, Hakim-Hakim, (Jakarta: Yayasan Komonikasi Bina Kasih, 2010), hal.
71
Jacques Berlinerblau, 72.
183.
17
perempuan 4581 jiwa.72 Dapat dikatakan merupakan jemaat yang telah
berkembang dan cukup dewasa dengan melihat jumlah anggota sidi yang ada.
Mereka juga telah melakukan praktik-praktik keagamaan yang merupakan bagian
dari sistem religi. Di dalam jemaat ini berkembang sebuah model praktik
keagamaan yaitu nazar.
B. Pandangan Jemaat GMIT Efata Soe tentang nazar
Nazar kebanyakan dilakukan oleh orang dewasa dalam menghadapi
persoalan-persoalan kehidupan, ini terlihat dari umur informan yang melakukan
nazar dari kisaran umur 17 – 60 tahun. Kebanyakan para pelaku nazar,
mempraktikan nazar kepada Tuhan ini dikarenakan telah ada proses pewarisan
kebiasaan yang dilakukan sejak dahulu oleh orang tua mereka.73 Nazar bagi
mereka merupakan satu cara yang dilakukan ketika benar-benar dalam situasi
yang sangat sulit dimana mereka sudah tidak mampu untuk mengatasinya.74
Dalam beberapa keluarga, nazar telah