Pembuatan Dan Karakterisasi Keramik Berpori Berbasis Tanah Lempung Dan Serbuk Kulit Kakao

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keramik
Keramik berasal dari bahasa Yunani keramos yang berarti periuk atau belanga
yang terbuat dari tanah yang dibakar. Keramik adalah semua benda-benda yang
terbuat dari tanah liat/lempung yang mengalami suatu proses pengerasan dengan
pembakaran suhu tinggi. Pengertian keramik yang lebih luas dan umum adalah
“bahan yang dibakar tinggi” termasuk didalamnya semen, gips, metal dan lainnya.
Sebelum diproses menjadi keramik, segi penting sifat bubuk mineralnya adalah
ukuran partikel (yang mengganti sifat akhir) serta distribusi sifat partikel
(mempengaruhi rapatan). Adapun sifat keramik antara lain : tidak korosif, ringan,
keras dan stabil pada suhu tinggi.
Selain itu, bahan keramik terdiri dari fasa kompleks yang merupakan senyawa
unsure metal dan non metal yang terikat secara ionic maupun kovalen. Keramik
pada umumnya mempunyai struktur kristalin dan sedikit electron bebasnya.
Susunan kimia keramik sangat bermacam-macam yang terdiri dari senyawa yang
sederhana hingga campuran beberapa fasa kompleks. Hampir semua keramik
merupakan senyawa-senyawa antara unsur elektropositif dan elektronegatif.

Keramik memiliki sifat-sifat antara lain mudah pecah dan getas. Kekuatan dan
ikatan keramik menyebabkan tingginya titik lebur, tahan korosi, rendahnya
konduktivitas termal, dan tingginya kekuatan kompresif dari material tersebut.
Secara umum keramik mempunyai senyawa-senyawa kimia antara lain: SiO2,
Al2O3, CaO, Na2O, TiC, UO2, PbS, MgSiO3, dan lain-lain (Aprilina, 2005).
Pada prinsipnya keramik dapat dibagi dua bagian yaitu keramik tradisional
dan keramik modern Keramik tradisonal adalah keramik yang terbuat dari bahan
alam seperti kaolin, feldspar, clay dan kwarsa. Yang termasuk keramik ini adalah
barang pecah (dinner ware), keperluan rumah tangga (tile brick) dan untuk
industry (refractory). Keramik modern (fine keramik) adalah keramik yang dibuat
dengan oksida – oksida logam atau logam, seperti oksida. Pengguanannya sebagai
elemen pemanas semikonduktor, komponen turbin. Keramik memiliki sifat –sifat
keramik dapat dilihat dibawah ini :

Universitas Sumatera Utara

8

a. Kapasitas panas yang baik dan konduktivitas panas yang rendah.
b. Tahan terhadap korosi.

c. Dapat bersifat magnetic dan non magnetic.
d. Keras, dan kuat.
e. Rapuh.
f. Sifat listriknya dapat menjadi isolator, semikonduktor, konduktor bahkan
superkonduktor.
Keramik memiliki struktur organik dan non organik seperti gelas tetapi
kebanyakan memiliki struktur kristal. Struktur mikro keramik selalu kompleks
dan dibedakan oleh adanya batas butir (grain boundaries), renik (pores),
ketidakmurnian dan kondisi multifasa yang membuatnya lebih bervariasi. Pada
daerah batas butir energi bertambah sehingga ketidakmurnian cenderung
berkumpul di sana. Ketidakmurnian merupakan fasa kedua dan ketiga, antara
partikel penyusun (konstituen) ke dalam batas butir. Dengan adanya penambahan
ketidakmurnian dan zat aditif lainnya, mikrostruktur dapat berubah, jika diamati
pada batas butirnya atau porositasnya. Kondisi mikrostruktur ini menggambarkan
keadaan terhadap sifat fisis dan kimia dari keramik (Hatta, 2011)
Bahan-Bahan dasar Keramik Pada dasarnya bahan baku (dasar) keramik dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Bahan Plastis
Bahan ini berupa tanah lempung dengan kandungan mineral dan tambahan
yang berasal dari endapan kotoran. Mineral ini berupa silikat, magnesium, besi,

bersifat kapur dan alkalis.
2. Bahan pelebur
Bahan ini berupa feldspar dengan kandungan alumina silkat alkali beraneka
ragam yang terdiri dari:
-

Orthose : (SiAl) O8K

-

Potassis Albite : (SiAl) O8Na, sodis

-

Anorthite : (SiAl) O8Ca, Kalsis

3. Bahan penghilang lemak
Bahan ini berupa bahan-bahan baku yang mudah dihaluskan dan koefisien
penyusutannya sangat rendah. Biasanya bahan ini berfungsi sebagai penutup


Universitas Sumatera Utara

9

kekurangan-kekurangan yang terjadi karena plastisitas dari tanah lempung dan
terdiri dari silica dan quartz yang berbeda-beda bentuknya.
4. Bahan tahan panas
Bahan ini terdiri dari bahan yang mengandung magnesium dan silica
aluminium.

2.2 Metode Pembuatan Keramik
2.2.1

Proses Pembentukan

Proses pembentukan keramik dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
(Aprilina, 2005)
a. Die pressing
Pada proses ini bahan keramik dihaluskan hingga membentuk bubuk, lalu
dicampur dengan pengikat (binder) organic, kemudian dimasukkan kedalam

cetakan dan ditekan hingga mencapai bentuk padat yang cukup kuat. Metode ini
umumnya digunakan dalam pembuatan ubin, keramik elektronik, atau produksi
dengan cukup sederhana karena metode ini cukup murah.
b. Rubber mold pressing
Metode ini dilakukan untuk menghasilkan bubuk padat yang tidak seragam
dan disebut rubber mold pressing, karena dalam pembuatannya menggunakan
sarung yang terbuat dari karet. Bubuk dimasukkan kedalam sarung karet,
kemudian dibentuk kedalam cetakan hidrostatis.
c. Extrusion Molding.
Pembentukan keramik pada metode ini melalui lubang cetakan. Metode ini
bisa digunakan untuk membuat pipa saluran, pipa reaktor, atau material lain yang
memiliki suhu normal untuk penampang lintang tetap.
d. Slip Casting
Metode ini dilakukan untuk memperkeras suspensi dengan air dari cairan
lainnya, dituang kedalam plaster berpori, air akan diserap dari daerah kontak
kedalam cetakan dan lapisan yang kuat akan terbentuk.

Universitas Sumatera Utara

10


e. Injection molding
Bahan yang bersifat plastis diinjeksikan dan dicampur dengan bubuk pada
cetakan. Metode ini banyak digunakan untuk memproduksi benda-benda yang
mempunyai bentuk yang kompleks.

2.2.2

Proses Pengeringan

Setiap proses pembuatan keramik dengan menggunakan tekanan, ditambahkan
sejumlah air atau cairan sebagai pengikat. Proses pengeringan berfungsi untuk
menghilangkan kandungan air atau cairan tambahan. Air atau cairan terevaporasi
partikel-partikel keramik menjadi lebih dekat satu sama lain dan terjadi
penyusutan.

2.2.3

Proses Sintering


Proses sinter merupakan proses pemanasan pada temperatur tertentu dari produk
hasil kompaksi berupa pellet sehingga terjadi penggabungan antar masing-masing
partikel dan pada akhirnya membentuk suatu keramik. Proses sinter dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu sinter padat (solid state sintering) dan sinter fasa
cair (liquid phase sintering). Sinter padat adalah proses sinter yang dilakukan
pada temperatur di bawah temperatur cair material tersebut (melting point).
Sedangkan sinter fasa cair adalah proses sinter yang dilakukan pada temperatur
cair material, biasanya pada titik cair material.
Proses pemanasan saat sinter adalah proses pemberian panas kepada partikel
yang menyusun komposit. Saat proses ini, di lokasi lokasi dari serbuk yang
mengalami deformasi dan terjadi proses difusi, sehingga serbuk tersebut
mengalami proses necking yang mengindikasikan penggabungan antar serbuk
yang satu ke serbuk lainnya. Dengan proses necking ini maka terbentuk produk
sinter awal yang diindikasikan terdapat pori-pori berukuran besar. Proses
pemanasan yang terus menerus saat sinter, menggabungkan partikel satu dengan
partikel lain sehingga pori pori yang tadinya berukuran besar menjadi mengecil
yang berakibat volume padatan menyusut. Pada tahap akhir sinter, pori-pori
terisolasi. Dengan demikian, kerapatan produk bertambah besar dimana proses ini
disebut densifikasi (Perdamean,2009)


Universitas Sumatera Utara

11

Keramik umumnya diproses pada suhu tinggi sehingga bersifat keras, kuat dan
stabil pada temperatur tinggi, tetapi keramik juga bersifat getas dan mudah patah.
Dalam penelitian ini, keramik yang dibuat dari campuaran tanah lempung dengan
zat aditif arang aktif kulit kakao yang bertujuan untuk menghasilkan pori,
sehingga keramik berpori ini dapat digunakan sebagai filter.
Biasanya padatan keramik sebelum dibakar terdiri dari grain-grain yang
dipisahkan oleh porositas (25-60) % tergantung dari bahan baku dan metode
pembentukannya

untuk

memaksimalkan

sifat-sifat

seperti:


kekerasan,

konduktivitas termal dan lain-lain. Perlu untuk mengeliminasi porositas melalui
proses pembakaran (sintering). Pembakaran keramik dari 700 – 1800oC memiliki
partikel-partikel menjadi massa yang koheren. Proses sintering melibatkan :
a.

Perubahan ukuran dan bentuk grain;

b.

Perubahan pori; dan

c.

Perubahan ukuran pori.
Dimana mengakibatkan berkurangnya laus permukaan total, berkurangnya

volume total, dan mengakibatkan semakin tinggi kekuatan. Selama proses

sintering ini, partikel-partikel keramik akan salig berdekatan dan bentuk pori
menjadi lebih sferis dan ukurannya menjadi kecil.
Sintering menyebabkan pergerakan atom yang meng-eliminasi energi
permukaan. Energi permukaan per unit volume berbanding terbalik dengan
diameter partikel. Jadi partikel yang kecil mempunyai energi yang lebih sehingga
proses sintering lebih cepat dibandingkan dengan partikel yang besar. Berikut ini
gambar atom keramik yang mengalami proses sintering :

Gambar 2.1. Bentuk struktur keramik yang disinterring

Universitas Sumatera Utara

12

2.3 Keramik Berpori
Keramik berpori adalah keramik yang sengaja dibuat mempunyai rongga-rongga
kecil yang dapat dirembesi oleh fluida (porinya ~ 30 - 70%) dan berfungsi sebagai
media filter. Keramik berpori ini relatif lebih tahan terhadap perubahan suhu
tinggi, korosi dan kontaminasi bahan lain, sehingga dapat digunakan sebagai
media filter antara lain air limbah, gas buang, penuangan logam cair (seperti

timah) dan lainnya. Kualitas suatu produk keramik berpori sangat ditentukan oleh
jenis, komposisi, ukuran partikel, dan suhu sinteringnya.
Keramik berpori memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan sebagai filter antara
lain tahan korosi, tidak bereaksi dengan campuran yang dipisahkan serta pori dan
kekuatannya dapat diatur. Porositas dapat diatur antara lain dengan menambahkan
bahan aditif seperti serbuk kayu dan bahan lain misalnya grog yang dapat
menghasilkan gas pada saat dibakar sehingga meninggalkan rongga yang disebut
pori. Hasil pengukuran keramik cordierite berpori menunjukkan bahwa densitar
berkisar 0,75 - 1,17 gr/cm3, porositas 58%, kekuatan patah 0,5 - 2 MPa, kekerasan
(HV) 0,3 - 1,8 GPa. Swedish Ceramic Institute dapat membuat keramik berpori
dengan teknik yang berbeda yang dinamakan teknik protein suspensi hingga
memperoleh porositas antara 50-80% dari volume keramik. Refractron
Technologies Corp New York USA adalah badan yang meneliti dan memproduksi
keramik berpori, dimana mereka memproduksi keramik berpori dengan
karakteristik standar porositas antara 40-50% sedangkan HP Technical Ceramics
memproduksi keramik berpori dengan standar porositas 35-50%. (Perdamean,
2008).
Selain itu, salah satu sifat penting dari keramik adalah porositasnya. Keramik
berpori mempunyai rongga-rongga kecil yang dapat dirembesi oleh fluida
(khususnya udara atau air). Keramik yang digunakan sebagai membran memiliki
pori dengan rentang ukuran antara 1 µm hingga mendekati 1 mm. Rentang ukuran
tersebut termasuk dalam kategori liquid phase pore atau spatial pore (atau disebut
juga macropore). Berbagai teknik telah dilakukan untuk membuat keramik dengan
pori ukuran mikro, beberapa diantaranya adalah melalui drying bersuhu rendah.
Selain itu dapat juga dilakukan dengan pembakaran untuk menghilangkan bahan
organik dan meninggalkan pori. Sementara cara pencetakan (forming method)

Universitas Sumatera Utara

13

dapat dilakukan baik dengan slip casting atau dry pressing. Dua keping keramik
dapat memilki komposisi yanng sama tetapi kerapatannya berbeda jika yang satu
berpori dan yang lainnya tidak berpori. Keramik berpori dapat diperoleh dengan
mencampurkan bahan organik (produk semen, produk beton, produk gips, produk
asal keramik) atau dengan mencampurkan zat aditif dengan serbuk bahan
keramik. Setelah pembentukan dan pembakaran dihasilkan hasil ukuran pori yang
bersesuaian (Karina, 2014).

2.4 Aplikasi Keramik Berpori
Keramik berpori digunakan untuk filter dalam penuangan logam cair seperti
timah, filter untuk air limbah, filter pengelolaan gas buang serta filter untuk
menghilangkan komponen detoksifikasi lingkungan. Penggunaan keramik berpori
sebagai filter dikarena titik lebur keramik sangat tinggi (2040°C), tidak mudah
berdeformasi pada suhu tinggi, dan tidak mudah terjadi kontaminasi dengan unsur
lain. Karena keramik berpori lebih unggul dari plastik, resin, dan logam dalam
hal kekuatan mekanik, ketahanan terhadap panas dan korosi sehingga dapat
digunakan dalam lingkungan yang parah.
Dalam beberapa tahun terakhir, keramik berpori diharapkan akan digunakan
pada sejumlah besar aplikasi seperti di daur ulang air limbah (menyaring zat-zat
beracun dari air limbah dan penggunaan kembali air di industri, dan lain-lain).
Ukuran pori-pori keramik berpori sangat penting karena mempengaruhi masuknya
partikel yang akan di filter. Ukuran pori-pori yang efektif ditentukan oleh lubang
minimum dalam saluran atau pori-pori, sifat ini ditentukan oleh ukuran pori-pori
yang intrinsik pada keramik, dimana

ukuran pori yang memenuhi standart

sebagai filter berkisar antara 0.25 – 90 µm, densitas 1.104 -1.7 g/cm³, porositas
23-80 %. (Ebele, 2014).

2.5 Material Penyusun Keramik Berpori
2.5.1

Tanah Lempung (Clay)

Tanah lempung merupakan partikel mineral tanah tanah yang berukuran
mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis sekitar 0,002 mm yang berasal dari
pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras

Universitas Sumatera Utara

14

dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air
lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Warna tanah
pada tanah lempung tidak dipengaruhi oleh unsur kimia yang terkandung di
dalamnya, karena tidak adanya perbedaan yang dominan dimana kesemuanya
hanya dipengaruhi oleh unsur Natrium saja yang paling mendominasi. Semakin
tinggi plastisitas, grafik yang dihasilkan pada masing-masing unsur kimia belum
tentu sama. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur warna tanah dipengaruhi oleh
nilai Liquid Limit (LL) yang berbeda-beda. (Subriyer, 2013)
Hasil pelapukan unsur-unsur kimia dari tanah lempung tersebut merupakan
unsur-unsur mineral lempung terutama terdiri dari silikat aluminium dan/atau besi
magnesium. Beberapa diantaranya juga mengandung alkali dan/atau tanah alkalin
sebagai komponen dasarnya. Sebagian besar mineral lempung mempunyai
struktur berlapis. Beberapa diantaranya berbentuk silinder memanjang atau
struktur yang berserat. Berikut ini adalah unsur kimia yang terdapat di tanah
lempung (clay) yaitu : (Yeggi, 2013)
Tabel 2.1 Komposisi Unsur Kimia Pada Tanah Lempung
Unsur/Senyawa
Silika (SiO2)
Aluminium Oksida (Al2O3)
Besi Oksida (Fe2O3)
Titanium Oksida (TiO2)
Kalium Oksida (K2O)
Magnesium Oksida (MgO)
Natrium Oksida (NaO2)
Kalsium Oksida (CaO)

Persentase (% berat)
65,54
18,78
1,57
0,991
0,651
0,609
0,298
0,0868

Mineral lempung berukuran sangat kecil (kurang dari 2 μm) dan merupakan
partikel yang aktif secara elektrokimiawi yang hanya dapat dilihat dengan
mikroskop elektron. Sumber utama dari mineral lempung adalah pelapukan
kimiawi dari batuan yang mengandung :
a. Felspar ortoklas
b. Felspar plagioklas
c. Mika (muskovit)

Universitas Sumatera Utara

15

Dimana semuanya dapat disebut silikat aluminium kompleks. Mineral
lempung dapat terbentuk dari hampir setiap batuan selama terdapat cukup banyak
alkali dan tanah alkalin untuk dapat membuat terjadinya reaksi kimia. Kalionit,
Illit, dan monmorilonit merupakan beberapa contoh mineral lempung. Di antara
ketiganya, kaolinit merupakan mineral lempung paling tidak aktif yang pernah
diamati. Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Jenis-jenis tanah
lempung berdasarkan unsur mineral yang dikandungnya antara lain : (Debby,
2012)
1. Kaolinite
Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin yaitu hidrus
alumino silikat dengan rumus kimia Al2Si2O5(OH)4 yang terdiri dari susunan satu
lembaran silika tetrahedra dengan lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan
susunan setebal 7,2 Å. Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa
sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lepisan lembaran oktahedra
membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika dan
aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen. Pada keadaan tertentu, partikel
kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar dipisahkan. Karena itu,
mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara lempengannya untuk
menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel satuannya. Kekokohan
sifat struktur dari partikel kaolinite menyebabkan sifat-sifat plastisitas dan daya
pengembangan atau menyusut kaolinite menjadi rendah. Berikut ini gambar
struktur atom kaolinite sebagai berikut :

Gambar 2.2 Struktur Ikatan Atom Kaolinite

Universitas Sumatera Utara

16

2. Illite
Illite adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai mika tanha dan
merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai untuk tanah
berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut mika hidrus. Rumus kimia
illite adalah KyAl2(Fe2Mg2Mg3). Illite memiliki bentuk susunan dasarnya terdiri
dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran
silika tetrahedra. Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium
oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi
silikon oleh aluminium. Lembaran-lembaran terikat besama-sama oleh ikatan
lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaran-lembarannya. Ikatanikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang
mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat daripada ikatan ionik yang
membentuk kristal montmorillonite. Bentuk diagram skematik illite :

Gambar 2.3 Diagram Skematik Susunan Struktur Illite
Susunan Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaranlembarannya. Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah
nonkohesif. Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi
kering maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak
padat, beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat

Universitas Sumatera Utara

17

mempengaruhi kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah
lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas
permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi
plastisitas tanahnya. Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai faktor yang
mempengaruhi kelakuan tanah butiran halus.
3. Montmorilonite
Montmorillonite, disebut juga dengan smectit, adalah mineral yang dibentuk
oleh dua buah lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite). Lembaran
oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra
tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu
lapisan tunggal. Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi parsial aluminium
oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang lemah di antara
ujung lembaran silica dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran
oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan
lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu
mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang mengandung
montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air yang
selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan
perkerasan jalan raya.Mineral montorillonite memiliki potensi plastisitas dan
mengembang atau menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan
basah dan keras pada keadaan kering. Rumus kimia montmorilonite adalah
Al2Mg(Si4O10)(OH)2 xH2O dengan struktur ikatan atomnya yaitu :

Gambar 2.4 Struktur Ikatan Atom Montmorillonite,

Universitas Sumatera Utara

18

4. Vermiculite
Vermiculite merupakan suatu mineral alami yang memperluas dengan aplikasi
memanaskan. Rumus kimia vermiculite adalah Mg3Si4O10(OH)2xH2O.
5. Attapulgite
Koloid aktif adalah magnesium alumunium silikat alamiah yang telah dimurnikan
dan diaktifkan dengan cara pemanasan untuk meningkatkan kemampuan
adsorpsinya. Berupa serbuk sangat halus, mempunyai pH 7,0 - 9,5.
Tanah lempung lunak mempunyai karakteristik yang khusus diantaranya daya
dukung yang rendah, kemampatan yang tinggi, indeks plastisitas yang tinggi,
kadar air yang relatif tinggi, dan mempunyai gaya geser yang kecil. Kondisi tanah
seperti itu akan menimbulkan masalah jika dibangun konstruksi di atasnya. Tanah
lempung adalah tanah yang mempunyai partikel mineral tertentu yang
menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur air dan dalam keadaan
kering akan menjadi keras, sedangkan bila dibakar akan menjadi padat dan kuat.
Tanah lempung (clay) mempunyai sifat – sifat fisis dan kimia yang penting, antara
lain : (Baiq Asma, 2014)
a. Plastisitas
Plastisitas atau keliatan tanah lempung ditentukan oleh kehalusan partikel –
partikel tanah lempung. Kandungan plastisitas tanah lempung bervariasi.
Tergantung kehalusan dan kandungan lapisan airnya. Plastisitas berfungsi sebagai
pengikat dalam proses pembentukan sehingga batu bata yang dibentuk tidak
mengalami keretakan atau berubah bentuk. Tanah lempung dengan plastisitas
yang tinggi juga akan sukar dibentuk sehingga perlu ditambahkan bahan bahan
yang lain.
b. Kemampuan Bentuk
Tanah lempung yang digunakan untuk membuat keramik, batu bata dan
genteng harus memiliki kemampuan bentuk agar dapat berdiri tanpa mengalami
perubahan bentuk baik pada waktu proses maupun setelah pembentukan. Tanah
lempung dikatakan memiliki daya kerja apabila mempunyai plastisitas dan
kemampuan

bentuk

yang

baik

sehingga

mudah

dibentuk

dan

tetap

mempertahankan bentuknya.

Universitas Sumatera Utara

19

c. Daya Suspensi
Daya suspensi adalah sifat yang memungkinkan suatu bahan tetap dalam
cairan. Flokulan merupakan suatu zat yang akan menyebabkan butiran – butiran
tanah lempung berkumpul menjadi butiran yang lebih besar dan cepat mengendap,
contohnya: magnesium sulfat. Deflokulan merupakan suatu zat yang akan
mempertinggi daya suspensi sehingga butiran – butiran tanah lempung tetap
melayang, contohnya: waterglass/sodium silikat, dan sodium karbonat.
d. Penyusutan
Tanah lempung untuk mengalami dua kali penyusutan, yakni susut kering
(setelah mengalami proses pengeringan) dan susut bakar (setelah mengalami
proses pembakaran). Penyusutan terjadi karena menguapnya air selaput pada
permukaan dan air pembentuk atau air mekanis sehingga butiran – butiran tanah
lempung menjadi rapat. Pada dasarnya susut bakar dapat dianggap sebagai susut
keseluruhan dari tanah lempung sejak dibentuk, dikeringkan sampai sibakar.
Persentase penyusutan yang dipersyaratkan untuk jenis tanah lempung
earthenware sebaiknya antara 10% - 15%.
Tanah lempung yang terlalu plastis pada umumnya memiliki persentase
penyusutan lebih dari 15% sehingga mengalami resiko retak/pecah yang tinggi.
Untuk mengatasinya dapat ditambahkan pasir halus.
e. Suhu Bakar
Suhu bakar berkaitan langsung dengan suhu kematangan, yaitu kondisi benda
yang telah mencapai kematangan pada suhu tertentu secara tepat tanpa mengalami
perubahan bentuk, sehingga dapat dikatakan tanah lempung tersebut memiliki
kualitas kemampuan bakar. Dalam proses pembakaran tanah lempung akan
mengalami proses perubahan (ceramic change) pada suhu sekitar 600oC, dengan
hilangnya air pembentuk dari bahan benda.
f. Warna Bakar
Warna bakar tanah lempung dipengaruhi oleh zat/bahan yang terikat secara
kimiawi pada kandungan tanah. Warna pada tanah lempung disebabkan oleh zat
yang mengotorinya, warna abu – abu sampai hitam mengandung zat arang dan
sisa – sisa tumbuhan, warna merah disebabkan oleh oksida besi (Fe). Perubahan
warna batu bata merah dari keadaan mentah sampai setelah dibakar biasanya sulit

Universitas Sumatera Utara

20

dipastikan. Tanah lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti
berikut :
-

Pada temperatur ± 150ºC, terjadi penguapan air pembentuk yang ditambahkan
dalam tanah lempung pada pembentukan setelah menjadi batu bata mentah.

-

Pada temperatur antara 400ºC - 600ºC, air yang terikat secara kimia dan` zatzat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap.

-

Pada temperatur diatas 800ºC, terjadi perubahan-perubahan Kristal dari tanah
lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi pori- pori
sehingga batu bata menjadi padat dan keras.

-

Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan
umumnya mempengaruhi warna batu bata.

-

Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut bakar.

2.5.2

Tanaman Kakao

2.5.2.1 Ketersediaan Buah Kakao di Sumatera Utara
Tanaman Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditi Perkebunan
Unggulan, hal ini tergambar dari banyaknya permintaan bibit kakao yang bermutu
dari petani/kelompok tani. Hal ini didukung oleh banyak potensi lahan yang cocok
secara ekologis untuk tanaman ini disamping harga yang cukup stabil dan baik
sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani/masyarakat
pertanian.

Gambar 2.6 Perkebunan Tanaman Kakao

Universitas Sumatera Utara

21

Tanaman Kakao di Sumatera Utara memiliki peran penting sebagai komoditas
sosial karena 50% dari luas arealnya merupakan perkebunan rakyat, disamping
komoditi ekspor. Sampai tahun 2014 kakao yang telah ditanam di wilayah
Indonesia seluas 668.919 Ha dan 83.568,82 Ha (7,25%) berada di Sumatera Utara
dengan produksi buah segar 65.568 ton/tahun. Berikut ini tabel penghasil buah
kakao di Indonesia :
Tabel 2.2 Daerah Penghasil Kakao Di Indonesia 2014
Provinsi
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Sumatera Utara
Kalimantan Timur
Lampung
Daerah Lainnya
*Sumber Biro Pusat Statistik

Jumlah Produksi (Ton)
204.746
157.065
131.687
65.568
35.654
31.545
122.956

Dari Tabel 2.2 tersebut menunjukkan daerah penghasil komoditi tanaman jenis
kakao Sumatera Utara menjadi salah satu dari 7 daerah penghasil kakao terbanyak
di Indonesia sebanyak 65.568 ton” (BPS 2014). Ada 6 daerah yang menjadi
wilayah potensi pengembangan komoditi kakao di Sumatera Utara yaitu :
Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Simalungun,
Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Nias
Selatan. Berikut ini jumlah produksi buah kakao di Sumatera Utara tiap tahunnya
:
Tabel 2.3 Data Jumlah Produksi Kakao Sumatera Utara Tahun 2008-2014
Tahun
Jumlah Produksi (Ton)
60.202
2008
60.253
2009
65.052
2010
66.466
2011
56.183
2012
57.567
2013
65.568
2014
*Sumber Biro Pusat Statistik Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

22

Dimana dari buah segar akan dihasilkan limbah kulit buah Kakao sebesar 75%.
Ini artinya jumlah limbah yang dihasilkan dari kulit kakao kurang lebih sebesar
5.292 ton tiap tahunnya. Sehingga diperlukan pengolahan limbah kulit kakao
menjadi suatu produk yang berguna, ekonomis dan ramah lingkungan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat disekitar lahan tersebut.

2.5.2.2 Karakteristik kulit Kakao
Buah kakao berbentuk bulat lonjong (ovoid) dengan panjang 15-30 cm dan lebar
8-10 cm yang terdiri dari 4 bagian utama yaitu kulit buah, plasenta, arillus/pulp
dan biji. Dimana buah kakao terdiri dari 74% kulit buah, 2% plasenta dan 24%
biji. Buah yang telah masak berwarna kuning terang sedangkan buah muda
berwarna hijau atau merah tergantung jenisnya. Kulit buah (pod) kakao adalah
bagian mesokarp atau bagian dinding buah kakao, yang rnencakup kulit terluar
sampai daging buah sebelum kumpulan biji.

Gambar 2.7 Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.)
Kulit buah kakao merupakan bagian terbesar dari buah kakao (75,52% dari buah
kakao segar). Setiap tahun produksi biji kakao meningkat lni mengakibatkan
sernakin meningkatnya kulit buah kakao yang terbuang. Kulit kakao memiliki
karakteristik warna yang sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua
macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau agak putih jika sudah
masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna
merah, setelah masak berwarna jingga (orange). Kulit buah memiliki 10 alur
dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Kulit buahnya tebal tetapi

Universitas Sumatera Utara

23

lunak dan permukaanya kasar. Sebaliknya, pada tipe forasero, permukaan kulit
buah pada umumnya halus (rata), kulitnya tipis dan keras. Buah akan masak
setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya beragam, dari panjang 10
hingga 30 cm, bergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama
perkembangan buah (Ferawati, 2014).
Kulit buah kakao merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman
kakao (Theobroma cacao L.). Apabila tidak dimanfaatkan dapat menimbulkan
masalah lingkungan di sekitar perkebunan. Salah satu memanfaatkan kulit buah
kakao adalah dijadikan sebagai filler keramik berpori. Komposisi kimia yang
dikandung oleh kulit buah kakao ditampilkan dalam Tabel 2.4
Tabel 2.4 Komponen Penyusun Senyawa Kimia Kulit Buah Kakao
Komponen
C-Organik
N
P2O5
K2O
CaO
MgO
Kapasitas Tukar Kation

Persentase (%)
26,61
1,81
0,31
1,08
1,22
1,37
44,85

Karakteristik secara umum dari kulit buah kakao dapat dilihat pada Tabel 2.5 :
(Hening, 2014)
Tabel 2.5 Karakteristik Secara Umum Kulit Buah Kakao
Parameter
Kadar air
Kadar abu
Kadar Lemak
Protein
Serat Kasar
Selulosa
Pektin
Lignin
Hemiselulosa
Ph

Persentase (%)
85
10,8
0,32
5,9
50,9
36,23
5,80
20 - 27,95
1,14
5,8

Universitas Sumatera Utara

24

2.6

Karakterisasi Keramik Berpori

2.6.1

Karakterisasi Sifat Fisis

a. Densitas
Densitas merupakan pengukuran massa suatu benda per unit volume. Semakin
tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap
volumenya. Dimana pengujian densitas dengan ASTM C 134-95 untuk geometri
material yang berbentuk seperti silinder, kubus atau balok dapat dihitung dengan
persamaan :

Keterangan ρ : densitas (kg/m3), Mk: massa sampel (kg) dan V: volume sampel
(m3).
b. Porositas
Porositas merupakan jumlah pori-pori yang terdapat pada material, dimana poripori tersebut terbentuk karena adanya pengosongan atom-atom atau cacat kristal.
Porositas sangat dipengaruhi oleh bentuk dan distribusinya. Porositas dalam %
yang menghubungkan antar volume pori terbuka terhadap volume benda
keseluruhan. Berdasarkan ASTM C 20-92 persamaan untuk menghitung porositas
suatu material yaitu : (Debora, 2008)

Dimana : mk = massa kering sampel setelah dibakar (kg), mb = massa
basah sampel setelah direndam selama 1 x 24 jam (kg), Vt = volume sampel
setelah dibakar (m 3) dan ρ = massa jenis air (1000 kg/m 3)

c. Daya Serap Air
Daya serap air merupakan kemampuan suatu material dalam menyerap air.
Semakin besar air yang diserapnya maka semakin banyak pori-pori yang terdapat
dalam material tersebut. Prosedur pengujian daya serap air ini mengacu pada
ASTM C-20-00-2005. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan besarnya
persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman
selama 24 jam.

Universitas Sumatera Utara

25

Keterangan DSA : Daya serap air (%), m k: massa sampel uji sebelum
perendaman (kg), mb : massa sampel uji sesudah perendaman (kg).

2.6.2

Karakterisasi Sifat Mekanik

a. Kuat Tekan
Kekuatan tekan suatu material didefenisikan sebagai kemampuan material
dalam menahan beban/gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure). Kuat
tekan suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang
dapat ditahan beban. Pengaruh kuat tekan menggunakan alat Ultimate Testing
Machine (UTM) dengan kecepatan penekanan sebesar 4 mm/menit.
Untuk pengukuran kuat tekan keramik berpori mengacu pada standard ASTM
C 733 dan dihitung dengan persamaan berikut :

Dimana : P = Kuat Tekan (N/m2), Fmaks = Gaya Maksimum (N), A = Luas
Permukaan Sampel (m2)

b. Kekerasan
Kekerasan adalah ketahanan material terhadap deformasi plastik yang
diakibatkan tekanan atau goresan. Cara pengukuran kekerasan yang dilakukan
adalah pengujian Hardness Vickers.

Gambar 2.8 Metode Pengujian Kekerasan Vickers

Universitas Sumatera Utara

26

Pengujian kekerasan menggunakan metode Vicker dimana metode ini
menggunakan indentor yang bentuknya berupa piramid. Indentor berfungsi
sebagai pembuat jejak pada logam (sampel) dengan pembebanan tertentu, nilai
kekerasan diperoleh setelah diameter jejak diukur Pengujian ini mengacu ASTM
E-384 dengan metode Vickers dengan persamaan :

Keterangan d: Panjang diagonal rata-rata jejak bujur sangkar (m) dan F:
beban yang diberikan (N).

2.6.3

Karakterisasi Morfologi Permukaan

SEM (Scanning Electron Microscope) - EDX
SEM merupakan mikroskop elekteron yang banyak digunakan dalam ilmu
pengetahuan material. SEM menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan.
Selain itu,SEM banyak digunakan karena memiliki kombinasi yang unik, mulai
dari persiapan spesimen yang simpel dan mudah, kapabilitas tampilan yang bagus
serta fleksibel. Pola-pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan
ukuran sel satuan dari sampel.

Gambar 2.9 Prinsip Kerja Dari SEM (Scanning Electron Microscope)

Universitas Sumatera Utara

27

Elektron diemisikan dari katoda (elektron gun) melalui efek foto listrik dan
dipercepat menuju anoda. Filamen yang digunakan biasanya adalah tungsten atau
lanthanum hexaboride (LaB6). Scanning coil, akan mendefleksikan berkas
electron menjadi sekumpulan array (berkas yang lebih kecil), disebut scanning
beam dan lensa obyektif (magnetik) akan memfokuskannya pada permukaan
sampel. SEM dipakai untuk mengetahui struktur mikro suatu material meliputi
tekstur, morfologi, komposisi dan informasi kristalografi permukaan partikel.
Morfologi yang diamati oleh SEM berupa bentuk, ukuran dan susunan partikel.
Syarat agar SEM dapat menghasilkan citra yang tajam adalah permukaan benda
harus bersifat sebagai pemantul elektron atau dapat melepaskan elektron ketika
ditembak dengan berkas elektron. Material yang memiliki sifat demikian adalah
logam. Jika permukaan logam diamati di bawah SEM maka profil permukaan
akan tampak dengan jelas. Untuk benda keramik berpori maka permukaan
material tersebut harus dilapisi dengan logam sehingga menghasilkan citra yang
tajam.

Universitas Sumatera Utara