Perbedaan Struktur Mikroskopis, Kekuatan Kompresi dan Perubahan Dimensi Gipsum Tipe III Komersial dengan Gipsum Tipe III Daur Ulang Untuk Model Kerja Gigi Tiruan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gipsum
Gipsum merupakan mineral alami yang ditambang dari berbagai belahan
dunia. Di alam gipsum merupakan massa yang padat dan biasanya berwarna abu-abu,
putih susu kekuningan dan biasa ditemukan dalam bentuk senyawa. Mineral gipsum
mempunyai nilai komersial yang penting sebagai plaster of paris. Nama plaster of
paris diberikan pada produk ini karena produk ini pertama kali diperoleh dari
pembakaran gipsum yang ditambang di dekat Paris, Perancis. Namun saat ini gipsum
dapat ditambang di berbagai belahan dunia (Craig, 2002). Secara kimiawi, produk
gipsum yang dihasilkan untuk tujuan kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat
murni dengan rumus kimia CaSO4

.

2H2O, yang dipanaskan pada suhu tertentu

sehingga terbentuk kalsium sulfat hemihidrat (CaSO4 . ½ H2O)
Produk gipsum pada bidang kedokteran gigi dapat digunakan untuk membuat
model dari rongga mulut serta struktur maksilofasial dan sebagai piranti penting

untuk pekerjaan laboratorium kedokteran gigi pada pembuatan gigi tiruan. Gipsum
telah digunakan sebagai bahan untuk pembuatan model gigi tiruan sejak tahun 1756.
Alasan utama penggunaan gipsum pada bidang kedokteran gigi yaitu karena gipsum
merupakan bahan yang mudah dimodifikasi secara kemis dan fisis untuk tujuan yang
berbeda (Anusavice, 2013).

9

2.1.1 Proses Pembentukan Gipsum
Kalsinasi merupakan proses pemanasan gipsum untuk mendehidrasinya
sehingga membentuk kalsium sulfat hemihidrat. Proses kalsinasi dapat melalui proses
basah dan kering. Proses kalsinasi yang berbeda akan menghasilkan tipe gipsum yang
berbeda dan menentukan kekuatan suatu bahan gipsum. Perbedaan dalam tipe-tipe
gipsum berhubungan dengan jumlah air yang dihilangkan dimana akan menghasilkan
tipe gipsum dan ukuran partikel bahan gipsum yang berbeda (Combe, 1986; Scheller
dkk., 2010).
Mineral gipsum yang dipanaskan diketel terbuka pada suhu 1100-1200C akan
menghasilkan plaster dimana produk hemihidrat yang dibentuk adalah β-kalsium
sulfat hemihidrat, memiliki bentuk partikel yang tidak teratur dan porus. Proses
kalsinasi ini menghasilkan gipsum tipe I dan tipe II (Hatrick dkk., 2011; Combe

1986). Apabila gipsum dipanaskan diautoklaf di bawah tekanan uap air pada suhu
sekitar 1200-1300C akan membentuk hidrokal yaitu α kalsium sulfat hemihidrat
dimana bentuk partikelnya lebih teratur dan lebih padat dari pada plaster, sehingga
produk yang dihasilkan lebih kuat dan lebih keras dibanding β-kalsium sulfat
hemihidrat. Proses kalsinasi ini menghasilkan gipsum tipe III. Gipsum tipe IV dan V
memiliki kekuatan tinggi. Gipsum tipe IV dipanaskan dalam air dengan asam organik
atau garam dalam autoklaf dengan suhu 1400 C. Gipsum tipe IV merupakan α
kalsium sulfat hemihidrat yang sering disebut dengan kristakal. Gipsum tipe V yang
sering disebut dengan densit dihasilkan dari memanaskan mineral gipsum dalam
larutan kalsium klorida 30 %

kemudian dicuci dengan air panas 1000C dan

dihancurkan sampai tingkat kehalusan yang diinginkan. Gipsum tipe IV memiliki
10

kandungan garam yang lebih banyak dari pada gipsum tipe V untuk mengurangi
ekspansi pengerasannya sehingga disebut High strength, low expansion dental stone
(Combe, 1986; Powers dkk., 2008) (Tabel 1).


Tabel 2.1 Hidrasi Kalsium Sulfat (Combe,1986; Hatrick, 2011; Power, 2008)
Produk samping
proses kimia

Bahan tambang
Gipsum, kalsium sulfat dihidrat, CaSO4·2H2O
Dipanaskan di
ketel terbuka,
120oC

Kalsium sulfat
hemihidrat
terkalsinasi
(kadang disebut
sebagai βhemihidrat),
(CaSO4)2.H2O

Dipanaskan di
autoklaf di bawah
tekanan uap, 120130oC


Dipanaskan dalam
air dengan asam
organik atau garam
didalam autoklaf,
140oC

Dipanaskan di
larutan kalsium
klorida atau
magnesium klorida
yang mendidih

Kalsium sulfat
Kalsium sulfat
hemihidrat autoklaf hemihidrat autoklaf
(kadang disebut
(kadang disebut
sebagai hidrokal
sebagai kristakal/

atau α-hemihidrat),
α-hemihidrat),
(CaSO4)2.H2O
(CaSO4)2.H2O

Kalsium sulfat
hemihidrat (kadang
disebut sebagai
densit),
(CaSO4)2.H2O

Pemanasan < 200oC

Kalsium sulfat hexagonal (kadang disebut sebagai ‘soluble anhydrite’, CaSO4)
Pemanasan > 200oC
Kalsium sulfat ortorombik (kadang disebut sebagai ‘insoluble anhydrite’, CaSO4)

11

2.1.2 Pengerasan Produk Gipsum

Reaksi pengerasan gipsum merupakan reaksi terbalik dari pembentukan
gipsum. Produk dari reaksi tersebut adalah gipsum, dan panas yang terjadi dalam
reaksi eksotermik setara dengan panas yang digunakan sebelumnya saat pembentukan
(Annusavice, 2003; Powers, 2008).
CaSO4 . 1/2H2O + 1 1/2 H2O  CaSO4 . 2H2O + Panas
Reaksi hemihidrat dapat terjadi ketika hemihidrat diaduk dengan air, akan
terbentuk suspansi cair yang dapat dimanipulasi. Hemihidrat akan melarut sampai
terbentuk larutan jenuh, ketika larutan hemihidrat amat jenuh dengan dihidrat,
terjadilah pengendapan pada dihidrat. Pelarutan hemihidrat dan pengendapan
dihidrat terjadi baik dalam bentuk kristal baru untuk pertumbuhan lebih lanjut. Reaksi
akan terus berlanjut sampai tidak ada lagi dihidrat yang mengendap dan

telah

terbentuk suatu bentuk dari dihidrat yang sempurna. Perbandingan air dan bubuk
hemihidrat akan mempengaruhi pertumbuhan kristal gipsum, bila perbandingan air
dan bubuk yang digunakan lebih rendah

maka kristal menjadi lebih lebar dan


pertumbuhan kristal-kristal tersebut menjadi kuat dan padat. (Annusavice,2003;
Craig, 2009; Power, 2008).

2.1.3 Klasifikasi Gipsum
Menurut spesifikasi ADA No. 25, produk gipsum dapat diklasifikasikan
menjadi lima tipe yaitu (Hatrick dkk.,2011; McCabe dkk., 2008):

12

1. Impression Plaster (Tipe I)
Gipsum tipe I sering juga disebut soluble plaster, memiliki kalsium sulfat
hemihidrat terkalsinasi sebagai bahan utamanya dan ditambahkan kalsium sulfat,
borax dan bahan pewarna. Gipsum ini digunakan untuk mencetak daerah edentulus,
tetapi setelah berkembangnya bahan cetak yang tidak terlalu kaku seperti hidrokoloid
dan elastomer, tipe ini jarang digunakan untuk mencetak (Hatrick dkk., 2011;
O’Brien, 2002).
2. Model Plaster (Tipe II)
Gipsum tipe II terdiri dari kalsium sulfat terkalsinasi/ β-hemihidrat sebagai bahan
utamanya dan zat tambahan untuk mengontrol setting time. Metode pembentukan
gipsum tipe II ini dilakukan dengan pemanasan dalam ketel terbuka pada suhu 1101200C. Bentuk kristal gipsum tipe II menyerupai spoons dan tidak teratur.


β-

hemihidrat terdiri dari partikel kristal ortorombik yang lebih besar dan tidak beraturan
dengan lubang-lubang kapiler sehingga reaksi pengerasan partikel β-hemihidrat
menyerap lebih banyak air bila dibandingkan dengan α-hemihidrat. Gipsum tipe II
digunakan terutama untuk pengisian kuvet dalam pembuatan gigi tiruan dimana
ekspansi pengerasan tidak begitu penting dan kekuatan yang dibutuhkan cukup,
sesuai batasan yang disebutkan dalam spesifikasi. Gipsum tipe II juga dapat
digunakan untuk membuat model studi dan penanaman model di artikulator.
Gipsum tipe II ini mempunyai kekuatan kompresi lebih rendah dari gipsum
tipe III yaitu 9 MPa. (Anusavice, 2003; Chandra dkk, 2000; Scheller dkk, 2010).

13

3. Dental Stone (Tipe III)
Gipsum tipe III dihasilkan dari gipsum yang dipanaskan pada suhu 1201300C dibawah tekanan atmosfer sehingga mengalami dehidrasi dan kandungan
airnya akan berkurang. Gipsum ini

terdiri dari hidrokal/ α-hemihidrat dan zat


tambahan untuk mengontrol setting time, serta zat pewarna untuk membedakannya
dengan bahan dari plaster yang umumnya berwarna putih, namun perlu diketahui
bahwa pemberian warna pada gipsum tidak menentukan kualitas gipsum. αhemihidrat terdiri dari partikel yang lebih kecil dan teratur dalam bentuk batang atau
prisma dan bersifat tidak porus sehingga membutuhkan air yang lebih sedikit ketika
dicampur bila dibandingkan dengan β-hemihidrat. Gipsum tipe III memiliki kekuatan
yang lebih besar dibandingkan gipsum tipe II sehingga gipsum ini ideal digunakan
untuk membuat model kerja yang memerlukan kekuatan dan ketahanan abrasif yang
tinggi seperti pada model gigi tiruan dan model ortodonsi. Kekuatan kompresi
gipsum tipe III adalah 20,7 MPa (3000 psi) sampai 34,5 MPa (5000 psi). Setting time
gipsum tipe III berkisar antara 12 ± 4 menit dengan setting ekspansi antara 0,00
hingga 0,20% (Anusavice, 2003; Hatrick, 2011; Mc Cabe’dkk., 2008).
4. Dental Stone, High-Strength (Tipe IV)
Gipsum tipe IV merupakan kristal α-hemihidrat yang memiliki bentuk partikel
kuboidal dengan daerah permukaan yang lebih kecil sehingga partikelnya paling
padat dan halus bila dibandingkan dengan β-hemihidrat dan hidrokal. Pada
pencampuran gipsum tipe IV ini penggunaan air lebih sedikit dibandingkan dengan
gipsum tipe III sehingga kekerasan gipsum ini lebih besar dari gipsum tipe III.
Gipsum tipe IV sering dikenal sebagai die stone sebab gipsum tipe IV ini sangat
14


cocok digunakan untuk membuat pola malam dari suatu restorasi, umumnya
digunakan sebagai dai pada inlay, mahkota dan jembatan gigi tiruan. Diperlukan
permukaan yang keras dan tahan abrasi karena preparasi kavitas diisi dengan malam
dan diukir menggunakan instrumen tajam hingga selaras dengan tepi-tepi dai
(Anusavice, 2003; Hatrick dkk., 2011).
5. Dental Stone, High Strength, High Expansion (Tipe V)
Gipsum tipe V merupakan gipsum yang memiliki ekspansi yang lebih besar
yaitu sekitar 0,1%-0,3% yang digunakan sebagai dai untuk mengimbangi pengerutan
casting logam pada saat pendinginan setelah pemanasan pada suhu tinggi (Anusavice,
2003; Noort, 2007). Proses pembuatan gipsum tipe IV dan V adalah sama, yang
membedakannya adalah pada gipsum tipe IV dilakukan penambahan garam tambahan
untuk mengurangi setting ekspansinya. Setting ekspansi gipsum sekitar 0,1% - 0,3%
untuk mengkompensasi pengerutan casting yang lebih besar pada pemadatan logam
campur. Partikel gipsum tipe V sangat halus dan memiliki rasio air bubuk yang lebih
rendah sehingga dihasilkan kekuatan kompresi gipsum yang lebih tinggi (Chandra
dkk., 2000).

2.1.4 Karakteristik Gipsum
Karakteristik gipsum meliputi:

a. Setting time
Setting time adalah waktu yang diperlukan gipsum untuk menjadi keras dan
dihitung sejak gipsum berkontak dengan air. Setting time dibagi dalam dua tahap
sebagai berikut (Hatrick dkk., 2011; Annusavice, 2003; Manapalil, 1998).

15

1. Initial setting time
Setelah pengadukan selama 1 menit, waktu kerja mulai dihitung. Pada masa
ini, adonan gipsum dituang ke dalam cetakan dengan bantuan vibrator mekanis.
Ketika viskositas dari adonan meningkat, daya alir akan berkurang dan gipsum akan
kehilangan tampilan mengkilatnya (loss of gloss). Loss of gloss tersebut menandakan
bahwa gipsum sudah mencapai setting awalnya. Pada saat setting awal dicapai, bahan
gipsum tidak boleh dikeluarkan dari cetakan. Selain itu, pada reaksi pengerasan ini
terdapat reaksi eksoterm.
2. Final setting time
Ketika gipsum dapat dikeluarkan dari cetakan menandakan bahwa gipsum
tersebut telah mencapai final set. Akan tetapi pada masa ini, gipsum tersebut
memiliki kekerasan dan ketahanan terhadap abrasi yang minimal. Pada reaksi
pengerasan akhir ini, reaksi kemis yang terjadi telah selesai dan model akan menjadi
dingin ketika disentuh.
b. Rasio air dan bubuk
Rasio air-bubuk harus diperhatikan ketika melakukan pencampuran gipsum
sebab diperlukan daya alir yang cukup untuk menghasilkan detail permukaan yang
akurat. Rasio air bubuk tiap jenis gipsum berbeda-beda tergantung pada ukuran dan
bentuk dari kristal kalsium sulfat hemihidratnya. Gipsum tipe II membutuhkan lebih
banyak air pada pengadukan dikarenakan bentuk partikel gipsum tipe II tidak
beraturan dan lebih poreus. Gipsum tipe III membutuhkan lebih sedikit air daripada
gipsum tipe II namun gipsum tipe III membutuhkan lebih banyak air dari pada
gipsum tipe IV. Jika air yang ditambahkan terlalu banyak, adonan menjadi lebih tipis
16

dan lebih mudah dituang ke dalam mold tetapi setting time akan lebih panjang dan
gipsum cenderung lebih lemah.
c. Kekuatan kompresi
Kekuatan gipsum merupakan kemampuan bahan untuk menahan fraktur.
Kekuatan kompresi gipsum merupakan faktor penting dalam menentukan kekerasan
dan daya tahan abrasi gipsum. Kekuatan kompresi dipengaruhi oleh kecepatan
pengadukan, rasio air dan bubuk yang digunakan, retarder dan akselerator, suhu dan
kelembaban udara. Semakin sedikit air yang digunakan maka semakin besar kekuatan
kompresi yang dihasilkan. Kekuatan kompresi gipsum tipe III berkisar antara
20,7 – 34,5 MPa (Powers dkk., 2009; Anusavice, 2003).
d. Setting ekspansi
Setting ekspansi terjadi pada semua jenis gipsum. Plaster memiliki setting
ekspansi yang paling besar yaitu 0,30% sedangkan high-strength stone memiliki
setting ekspansi yang paling rendah yakni 0,10%. Setting ekspansi merupakan hasil
dari pertumbuhan kristal-kristal gipsum ketika mereka bergabung. Setting ekspansi
harus dikontrol agar tetap minimum terutama ketika gipsum tersebut akan digunakan
untuk membuat pola malam sebuah restorasi. Apabila setting ekspansi yang terjadi
berlebihan maka akan menghasilkan sebuah restorasi yang oversized. Settting
ekspansi hanya terjadi ketika gipsum dalam proses pengerasan (Hatrick dkk., 2011).
Setting ekspansi berbanding terbalik dengan rasio air dan bubuk, peningkatan setting
ekspansi saat rasio air dan bubuk rendah dikaitkan dengan peningkatan tubrukan antar
kristal diantara sejumlah besar kristal yang terbentuk. Dengan kata lain semakin besar
jumlah air yang digunakan, semakin sedikit inti persatuan volume, sehingga ekspansi
17

akan berkurang. Ekspansi gipsum ini dapat dijelaskan dengan teori kristalografi yaitu
dasar teori yang menjelaskan tentang perkembangan, pertumbuhan, bentuk dan
struktur dari kristal. Berdasarkan teori ini dapat disimpulkan bahwa gipsum akan
mulai terdorong keluar saat kristal gipsum mulai terbentuk (Duke dkk.,

cit

Michalakis dkk., 2012).
e. Perubahan dimensi
Perubahan dimensi dipengaruhi oleh setting ekspansi dari gipsum. Setting
ekspansi yang terjadi pada proses pengerasan gipsum disebabkan oleh adanya
dorongan ke luar oleh pertumbuhan kristal dihidrat. Semakin tinggi atau besar
ekspansi pengerasan maka keakuratan dimensi semakin rendah. Normal toleransi
setting ekspansi untuk gipsum tipe III adalah 0,08% sampai dengan 0,1%
dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan, rasio air dan bubuk yang digunakan,
retarder dan akselerator, suhu dan kelembaban udara (Anusavice, 2003; Powers dkk.,
2008).
Tabel 2.2 Karakteristik Gipsum (Annusavice, 2003; Chandra, 2000).
Kekuatan Kompresi

Tipe Gipsum

Rasio Air
Bubuk
(ml/gr)

Setting
Time
(menit)

Setting
Ekspansi
(%)

Kg/cm2

Psi

I. Impression Plaster

0,40-0,75

4±1

0,00-0,15

40 ± 20

580±290

II. Model Plaster
III. Dental Stone

0,45-0,50

12 ± 4

0,00-0,30

min. 90

1300

0,28-0,30

12 ± 4

0,00-0,20

min. 210

3000

IV. Die Stone: High
Strength

0,22-0,30

12 ± 4

0,00-0,10

min. 350

5000

V. Die Stone: High
Strength, High
Expansion

0,18-0,22

12 ± 4

0,10-0,30

min. 490

7000

18

2.2 Kekuatan Kompresi
Kekuatan kompresi ialah kekuatan yang diukur dengan cara memecahkan
spesimen dengan alat uji tekan. Kekuatan kompresi dikalkulasikan dari kegagalan
spesimen menahan beban dibagi dengan cross-sectional area beban dan hasilnya
dinyatakan dalam megapascals (MPa).

Menurut spesifikasi ADA, spesimen

mencapai kekuatan kompresi minimum satu jam setelah mengeras. Pengerasan
maksimum dicapai pada satu hari (24 jam) setelah pengadukan (Annusavice 2003;
Powers, 2008; Craig, 2000). Hasan

dkk., (2005) menyatakan bahwa proses

pengeringan untuk mencapai kekuatan kering yaitu selama tujuh hari, namun tidak
ada perbedaan kekuatan kompresi setelah pengeringan selama 24 jam dan 7 hari.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan kompresi antara lain (Annusavice,
2003, Hatrick dkk., 2011; Vyas dkk.,2008).
a. Waktu dan kecepatan pengadukan
Kecepatan dan waktu pengadukan mempengaruhi kekuatan kompresi gipsum.
Peningkatan waktu pengadukan akan meningkatkan kekuatan kompresi gipsum.
Namun, bila pengadukan lebih dari 1 menit akan mengakibatkan kristal-kristal
gipsum yang telah terbentuk menjadi pecah dan jalinan kristal yang terbentuk pada
hasil akhir akan lebih sedikit. Apabila pengadukan dilakukan menggunakan spatula,
maka sebaiknya dilanjutkan dengan penggunaan vibrator untuk mencegah
terjebaknya udara selama pengadukan yang dapat mengakibatkan porus sehingga
kekuatan kompresi menurun dan model yang dihasilkan menjadi tidak akurat.
Pengadukan harus dilakukan dengan cepat dan secara periodik spatula menyapu
seluruh gipsum di dalam mangkuk pengaduk untuk menjamin pembasahan seluruh
19

bubuk serta mencegah endapan atau gumpalan. Pengadukan harus terus berlangsung
sampai diperoleh adonan yang halus. Kebiasaan menambahkan air dan bubuk
berulang-ulang untuk mencapai konsistensi yang tepat harus dihindari karena hal ini
dapat mengakibatkan ketidakseragaman pengerasan massa adukan sehingga
menghasilkan kekuatan yang rendah dan distorsi. Metode yang dianjurkan ialah
menambahkan air yang telah diukur kemudian masukkan bubuk yang telah ditimbang
secara perlahan dan aduk dengan spatula selama kurang lebih 15 detik, diikuti
pengadukan dengan vacuum mixer selama 20-30 detik.
b. Rasio air dan bubuk
Kekuatan kompresi dipengaruhi oleh perbandingan air dan bubuk yang
digunakan. Penambahan air yang digunakan akan menghasilkan adukan yang halus
dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengeras serta mengurangi kekuatan
gipsum. Sedangkan, pengurangan jumlah air yang digunakan akan menyulitkan
manipulasi gipsum sehingga sangat dianjurkan untuk mengikuti rasio air dan bubuk
yang sesuai dengan petunjuk pabrik. Faktor yang paling mempengaruhi rasio air dan
bubuk adalah ukuran partikel dan porositas gipsum. Semakin porus partikel kristal
gipsum, semakin banyak air yang dibutuhkan untuk mengubah partikel hemihidrat ke
dihidrat. Porositas menyebabkan kohesi antara air dengan gipsum menjadi rendah,
akibatnya kekutan kompresi rendah (Zeki dan Aljubouri, 2009). Partikel gipsum
yang lebih besar, tidak beraturan dan porus seperti plaster membutuhkan air yang
lebih banyak ketika dicampur dan dihidrat yang dihasilkan akan memiliki rongga
udara yang lebih banyak sehingga kekuatan produk plaster lebih lemah dibandingkan

20

dengan produk stone. ADA merekomendasikan ukuran gipsum yaitu 0,045 mm
sampai 0,250 mm.
c. Penambahan akselerator dan retarder
Retarder merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada gipsum untuk
menambah setting time. Beberapa contoh retarder ialah boraks, asetat, potasium
sitrat, NaCl >2%, Na2SO4 >3,4%, sodium sitrat, dll. Akselerator merupakan suatu
bahan kimia yang ditambahkan pada gipsum untuk mengurangi setting time.
Beberapa contoh akselerator ialah K2SO4, NaCl 2%, Na2SO4 3,4%, tera alba 1% dan
lain-lain. Penambahan bahan retarder dan akselerator dapat mengurangi kekuatan
basah maupun kekuatan kering gipsum sehingga kekuatan kompresi menurun. Hal ini
disebabkan oleh penambahan bahan kimia tersebut mempengaruhi kemurnian dan
mengurangi kohesi antar-kristal.
d. Suhu dan kelembaban udara
Penyimpanan model

pada temperatur antara 90oC



100oC

akan

mengakibatkan pengerutan yang disebabkan oleh kristalisasi air yang keluar dan
mengubah dihidrat menjadi hemihidrat kembali sehingga kekuatan kompresi gipsum
akan berkurang. Yosi KE, Arianto, Hartono S (1998) dalam penelitian mereka
menyatakan bahwa suhu dan kelembaban ruang yang lebih tinggi menurunkan
kekuatan kompresi gipsum tipe III secara signifikan pada gipsum tipe III.

2.3 Perubahan Dimensi
Perubahan dimensi biasanya dinyatakan sebagai persentase dari panjang
semula atau volume. Perubahan dimensi dipengaruhi oleh setting ekspansi dan

21

ekspansi higroskopis. Ekspansi massa gipsum dapat dideteksi selama perubahan dari
partikel hemihidrat menjadi partikel dihidrat. Setting ekspansi dapat dijelaskan
berdasarkan mekanisme kristalisasi. Proses kristalisasi digambarkan sebagai suatu
pertumbuhan kristal–kristal dihidrat dari nukleus yang saling berikatan satu dengan
yang lainnya. Bila proses ini terjadi pada ribuan kristal–kristal selama pertumbuhan,
suatu tekanan atau dorongan keluar dapat terjadi dan menghasilkan ekspansi massa
keseluruhan sehingga gipsum mengalami perubahan dimensi. Tumbukan atau
gerakan dari kristal–kristal ini menyebabkan terbentuknya mikroporus. Volume
eksternal hasil reaksi gipsum yang lebih besar daripada volume kristalin
menyebabkan terbentuknya porus. Oleh karena itu, struktur gipsum yang telah
mengeras terdiri dari kristal–kristal yang saling terkait, di antaranya adalah
mikroporus dan porus yang mengandung air berlebih. Air tersebut diperlukan ketika
pengadukan. Namun, ketika mengering, kelebihan air tersebut menghilang dan
ruangan kosong meningkat (Annusavice 2003). Agar dapat menghasilkan model
atau dai yang akurat, setting ekspansi dari dental gipsum harus tetap dikendalikan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi setting ekspansi pada dental gipsum adalah:
(Annusavice, 2003;Alberto dkk., 2011; Manapallil, 1998; Michalakis dk.k, 2009):
a. Rasio Air Bubuk
Semakin tinggi rasio air bubuk maka akan semakin sedikit nukleus
kristalisasi per unit volume sehingga ruangan antar nukleus lebih besar pada keadaan
tersebut. Akibatnya, pertumbuhan internal kristal–kristal dihidrat akan semakin
sedikit, demikian juga dengan dorongan keluar dari kristal–kristal tersebut. Hal itulah
yang menyebabkan semakin tinggi rasio air bubuk, maka semakin rendah nilai setting
22

ekspansinya. Sebaliknya, penurunan rasio air bubuk meningkatkan setting ekspansi
dengan cara meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat. Selain
menyebabkan setting ekspansi yang tinggi, penurunan rasio air bubuk juga
menyebabkan lebih banyak panas yang dilepaskan.
b. Waktu dan kecepatan pengadukan
Sebagian kristal gipsum terbentuk langsung ketika gipsum berkontak dengan
air. Begitu pengadukan dimulai, pembentukan kristal ini meningkat. Pada saat yang
sama, kristal-kristal tersebut diputuskan oleh spatula dan didistribusikan merata
dalam adukan dengan hasil pembentukan lebih banyak nukleus kristalisasi. Dalam
jangka limitnya, semakin lama waktu pengadukan, maka akan meningkatkan jumlah
nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat. Akibatnya, jalinan ikatan kristalin yang
terbentuk akan semakin banyak, pertumbuhan internal dan dorongan keluar dari
kristal-kristal dihidrat meningkat. Hal inilah yang menyebabkan setting ekspansi
gipsum meningkat sejalan dengan semakin lamanya waktu pengadukan untuk batasan
waktu tertentu.
c. Penambahan Akselerator atau Retarder
Penambahan bahan kimia dalam bentuk akselerator atau retarder, yang
biasanya ditambahkan oleh pabrik untuk mengatur setting time, juga mempunyai efek
untuk menurunkan nilai setting ekspansi dengan cara mengubah bentuk kristal
dihidrat yang terbentuk. Oleh karena itu, akselerator atau retarder disebut juga
sebagai antiexpantion agent. Bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai
akselerator adalah potassium sulfat, sedangkan yang digunakan sebagai retarder
adalah boraks.
23

d. Suhu dan kelembaban udara
Menurut Michalakis (2009) kelembaban udara dan lama penyimpanan sangat
mempengaruhi terjadinya ekspansi pada gipsum. Hal ini dikarenakan adanya
pertumbuhan kristal yang berlangsung terus menerus selama material gipsum yang
telah mengeras dibiarkan diudara. Pertumbuhan kristal ini diakibatkan oleh masuknya
uap air ke dalam mikroporeus yang mengakibatkan menurunnya tegangan permukaan
sehingga kristal dapat tumbuh bebas. Pada saat seluruh hemihidrat telah berubah
menjadi dihidrat maka air yang terdapat pada gipsum akan menguap dan jumlah air
akan berkurang sehingga akan terjadi pengerutan pada gipsum.

2.4 Struktur Mikroskopis Gipsum
Struktur mikroskopis gipsum adalah susunan yang terkecil dari gipsum yang
hanya dapat dilihat dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)
(Bardella dkk., 2006). SEM adalah suatu tipe mikroskop elektron yang
menggambarkan permukaan sampel melalui proses pindai dengan menggunakan
pancaran energi yang tinggi dari elektron dalam suatu pola raster. Elektron akan
berinteraksi dengan atom-atom yang akan membuat sampel menghasilkan sinyal dan
memberikan informasi mengenai permukaan topografi sampel, komposisi dan sifatsifat lainnya seperti konduktifitas listrik (Hani dkk., 2008). SEM dapat memberikan
gambaran bentuk , ukuran dan jarak dari gipsum.
Gipsum tipe II merupakan agresi fibros yang memiliki struktur mikroskopis
dengan kristal yang halus dengan pori kapiler, bentuk kristal tidak teratur dan
berporus jarak antar kristal lebih renggang (Gambar 2.1).

24

Gambar 2.1. Partikel bubuk plaster of paris
(β hemihidrat) Pembesaran 400 kali

Gipsum tipe III memiliki struktur mikroskopis dengan bentuk kristal berupa
prisma yang beraturan dan jarak antara kristal lebih rapat (Gambar 2.1). Jarak antara
kristal gipsum yang rapat akan meningkatkan kekuatan kompresi.

Gambar 2.2 Partikel bubuk gipsum tipe III
( α hemihidrat ) Pembesaran 400 kal

2.5 Manipulasi Gipsum
Manipulasi yang tepat dari bahan gipsum dapat mempengaruhi kinerja dari
gipsum. Manipulasi dapat dibagi menjadi beberapa fase yaitu pengukuran bubuk dan
air, pengadukan, penuangan, dan desinfeksi (Power, 2006).

25

Setiap bahan gipsum memiliki rasio air bubuk yang dianjurkan. Rasio air
bubuk mempengaruhi konsistensi campuran, kekuatan material, setting time dan
setting expansi. Oleh karena itu, proporsi air dan bubuk yang benar sangat penting.
Jumlah air dapat diukur dengan menggunakan silinder pengukur volume sedangkan
bubuk diukur dengan satuan massa dan bukan berdasarkan volume.
Tindakan mencampur bubuk dan air bersama-sama disebut pengadukan.
Pengadukan bahan gipsum dapat dilakukan dengan tangan atau mekanis. Bahan
plaster biasanya diaduk dengan tangan dalam mangkuk karet fleksibel. Bahan stone
dapat diaduk secara mekanis atau dengan tangan, namun bahan dental stone highstrength hampir selalu dengan metode pengadukan mekanis. Saat gipsum diaduk
dengan tangan, bubuk dan air diaduk menggunakan spatula dengan kecepatan sekitar
2 putaran per detik selama sekitar 1 menit. Jika gipsum dicampur dengan mixer,
operator harus mengaduk bubuk dan air dengan tangan selama beberapa detik untuk
memastikan bahwa pengadukan mekanik akan bekerja secara efektif. Terlepas dari
metode yang digunakan untuk mencampur bahan, vibrator hampir selalu digunakan
untuk membantu menghilangkan gelembung yang terbentuk selama pencampuran.
Biasanya, campuran tersebut digetarkan selama 10 sampai 15 detik untuk memaksa
gelembung ke atas campuran. Getaran juga digunakan untuk memudahkan
memindahkan gipsum ke bahan cetak atau wadah lainnya.
Ada beberapa metode umum untuk menuangkan model atau cor. Metode
pertama, lembaran lilin lunak yang disebut boxing wax dilekatkan di pinggir cetakan
kira-kira 1 cm di luar sisi jaringan hasil cetakan untuk memberikan dasar pada model.
Metode kedua dimulai dengan menuangkan gipsum pada gigi dan permukaan
26

jaringan lunak hasil cetakan. Cetakan yang telah diisi kemudian dibuatkan basis
modelnya dengan cara menempatkan cetakan pada tumpukan campuran gipsum yang
diletakkan di atas permukaan nonabsorbent seperti kaca. Metode ketiga untuk
menuangkan model ini mirip dengan metode kedua tetapi menggunakan wadah yang
disebut rubber base untuk membentuk dasar cetakan.
Model dan dai dapat didesinfeksi dengan semprotan iodophor sesuai instruksi
pabrik atau dengan cara merendamnya dalam larutan natrium hipoklorit 5% dengan
pengenceran 1:10 selama 30 menit. Model yang telah didesinfeksi harus diperiksa
dengan cermat untuk melihat kerusakan permukaan, karena tidak semua desinfektan
kompatibel dengan produk gipsum.

Tabel 2.3 Efek beberapa variabel pada proses manipulasi terhadap karakteristik
gipsum (Annusavice 1997; Power, 2006)

Setting Time

Variabel

Memperbesar

rasio

Karakteristik

Gipsum

Kekentalan

Setting

Kekuatan

Ekspansi

Kompresi

Meningkat

Meningkat

Menurun

Menurun

Menurun

Menurun

Meningkat

Tidak ada

air/bubuk
Meningkatkan
kecepatan pengadukan
Meningkatkan

efek
Menurun

Menurun

temperatur air yang akan
dicampur

dari

Meningkat

Tidak ada
efek

230

hingga 300C

27

2.6 Model Untuk Pembuatan Gigi Tiruan
Model untuk pembuatan gigi tiruan merupakan replika yang mencakup
jaringan keras dan lunak dari permukaan rongga mulut. Model ini digunakan sebagai
media untuk menentukan diagnosis, menjelaskan rencana perawatan dan proses
perawatan kepada pasien, serta media pembuatan gigi tiruan (Hatrick dkk., 2011).

2.6.1 Model Studi
Model studi merupakan salah satu jenis dari model gigi tiruan. Model studi
disebut juga dengan model diagnostik digunakan oleh dokter gigi untuk mengamati
dan mempelajari keadaan rongga mulut pasien. Umumnya model studi terbuat dari
dental plaster atau gipsum tipe II (Hatrick dkk., 2011; Powers, 2008) Kegunaan studi
model adalah sebagai berikut (Noort, 2007)
a. Memperlihatkan gambaran tiga dimensi dari keadaan jaringan keras dan
lunak rongga mulut.
b. Sebagai media pembelajaran tentang relasi oklusal dari lengkung rahang.
c. Sebagai media pembelajaran tentang ukuran gigi, letak dan bentuk serta
hubungan rahang.
d. Sebagai media perbandingan antara keadaan sebelum dan sesudah
dilakukan perawatan.
e. Sebagai media komunikasi kepada pasien.
f. Sebagai media rekaman legal mengenai lengkung rahang pasien untuk
keperluan asuransi, gugatan hukum dan forensik.

28

2.6.2 Model Kerja
Model kerja merupakan replika dari struktur rongga mulut yang digunakan
sebagai media pembuatan gigi tiruan. Model kerja umumnya terbuat dari dental stone
atau gipsum tipe III yang memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan
selama prosedur laboratoris (Hatrick dkk., 2011). Sifat-sifat ideal model kerja adalah
sebagai berikut (Sorratur, 2002)
a. Model harus kuat dan keras.
b. Stabilitas dimensi harus dipertahankan selama dan setelah proses
pengerasan.
c. Tidak melengkung atau mengalami distorsi.
d. Tidak pecah atau rusak selama proses laboratoris atau proses pengukiran
malam.
e. Cocok dengan semua jenis bahan cetak.
f. Resisten terhadap abrasi dan fraktur.

2.7 Gipsum Daur Ulang
Daur ulang merupakan suatu proses pengelolaan limbah sehingga dapat
digunakan kembali untuk fungsi yang sama maupun fungsi yang lain. Penumpukan
limbah yang tidak diolah akan menyebabkan berbagai polusi baik polusi udara, air,
tanah dan juga polusi lain yang akan menjadi sarang penyakit. Sama halnya dengan
limbah gipsum yang sangat banyak ini sesuai ketentuan akan dibuang di TPA
(Tempat Pembuangan Akhir). Hal tersebut akan menyebabkan masalah pencemaran
lingkungan sebab limbah tersebut tidak dapat dengan mudah diuraikan. Abidoye LK

29

dan RA Bello (2010) menyatakan bahwa kalsium sulfat dihidrat bisa menyebabkan
ancaman polusi yang besar bila terus menerus meningkat jumlahnya. Limbah gipsum
ini tidak mudah terurai sehingga dapat mencemari lingkungan. Limbah gipsum dapat
menghasilkan gas H2S dan SO2 yang berbahaya terhadap lingkungan, selain itu
limbah gipsum yang dibuang begitu saja lama kelamaan dapat menyebabkan air
disekitar pembuangan limbah bersifat alkali karena kandungan Ca dalam gipsum. Air
yang tercemar limbah ini bila dikonsumsi terus menerus oleh tubuh dapat
menyebabkan alkalosis metabolik dan penumpukan kalsium pada ginjal (Sumansutra,
2014).

2.7.1 Mekanisme
Mekanisme atau pengelolaan yaitu proses mengolah limbah menjadi bahan
yang siap pakai. Pada penelitian Ibrahim RM dkk (1995) serta Abidoye LK dan Bello
RA (2010), proses pengelolaan dilakukan dengan cara memanaskan limbah gipsum.
Berdasarkan penelitian tersebut, dinyatakan bahwa gipsum tersebut dapat didaur
ulang dan menunjukkan keadaan mikrostruktural jarum kristal yang mirip dengan
gipsum komersial, tetapi terdapat molekul air yang terperangkap pada kisi kristal
sehingga dapat mengakibatkan menurunnya kekuatan kompresi dari gipsum (Ibrahim
dkk., 1995; Abidoye dkk., 2010).
Gipsum umumnya didapatkan dari batuan mineral gipsum alam. Gipsum
adalah bentuk dihidrat dari kalsium sulfat (CaSO4·2H2O), ketika dipanaskan pada
suhu

Karakteristik

Struktur mikroskopis
1
Kekuatan
Kompresi

Perubahan
Dimensi

Setting
Ekspansi

w/p
Ratio

Setting
Time

reversibel

2.9 Kerangka Konsep
MINERAL
GIPSUM
(CaSO4 . 2H2O)

dehi
drasi

GIPSUM TIPE III
KOMERSIAL
(CaSO4 . 1/2H2O)

hidr
asi

daur
ulang

MODEL KERJA
(CaSO4 . 2H2O)

dehi
drasi

GIPSUM TIPE III DAUR
ULANG MURNI
dehi
(CaSO4 . 1/2H2O)
drasi

Sisa Molekul Air Terperangkap
Dalam Kisi Kristal

Struktur Mikroskopis

Struktur Mikroskopis
Bentuk Kristal Tidak Beraturan
dan Sedikit Renggang Lebih
Banyak Ruang Pertumbuhan

Bentuk Kristal Teratur, Padat
dan Tidak Porus

Bereaksi Dengan
Molekul Air

Bereaksi Dengan
Molekul Air

Kristal Dihidrat Tumbuh Lebih
Bebas Jarak Antara Kristal
Besar
Kristal Dihidrat Mulai Tumbuh
dan Jarak Antar Kristal
Menjadi Padat

Kekuatan Kompresi Menurun

Jarak Antara Kristal Besar
Dorongan Antara Kristal
Mengecil

Kekuatan Kompresi

GIPSUM TIPE III DAUR
ULANG MURNI+10%,
20%, 30% GIPSUM TIPE
III KOMERSIAL
Penambahan Gipsum
Komersial Merangsang
Pertumbuhan Kristal
Struktur Mikroskopis

Bentuk Kristal Sedikit
Lebih Beraturan
Bereaksi Dengan
Molekul Air
Pertumbuhan Kristal
Menjadi Padat Jarak
Antara Kristal Lebih Dekat
Kekuatan Kompresi
Meningkat
Jarak Antara Kristal
Lebih Dekat 
Kristal Saling Mendorong

Ekspansi Gipsum

Ekspansi

Perubahan Dimensi <

Perubahan Dimensi >

2

2.10 Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan struktur mikroskopis gipsum tipe III komersial dengan
gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan
10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial
2. Ada perbedaan kekuatan kompresi gipsum tipe III komersial dengan
gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan
10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial
3. Ada perbedaan perubahan dimensi gipsum tipe III komersial dengan
gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan
10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial
4. Ada korelasi antara kekuatan kompresi dan perubahan dimensi gipsum tipe
III komersial dengan gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang
dengan penambahan 10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial

36

Dokumen yang terkait

Perbedaan Kekuatan Kompresi Gipsum Tipe III Pabrikan dan Daur Ulang serta Gipsum Tipe III Daur Ulang dengan Penambahan Larutan Zink Sulfat 4% sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

12 77 77

Perbedaan Kekuatan Kompresi Gipsum Tipe III Pabrikan, Gipsum Tipe III Daur Ulang Dengan dan Tanpa Penambahan Larutan Garam Dapur 1,5% Sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

4 50 70

Perbedaan Perubahan Dimensi pada Gipsum Tipe III Komersial Dengan Gipsum Tipe III Daur Ulang Sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

6 109 66

Perbedaan Struktur Mikroskopis, Kekuatan Kompresi dan Perubahan Dimensi Gipsum Tipe III Komersial dengan Gipsum Tipe III Daur Ulang Untuk Model Kerja Gigi Tiruan

0 1 18

Perbedaan Struktur Mikroskopis, Kekuatan Kompresi dan Perubahan Dimensi Gipsum Tipe III Komersial dengan Gipsum Tipe III Daur Ulang Untuk Model Kerja Gigi Tiruan

0 0 2

Perbedaan Struktur Mikroskopis, Kekuatan Kompresi dan Perubahan Dimensi Gipsum Tipe III Komersial dengan Gipsum Tipe III Daur Ulang Untuk Model Kerja Gigi Tiruan

0 0 8

Perbedaan Struktur Mikroskopis, Kekuatan Kompresi dan Perubahan Dimensi Gipsum Tipe III Komersial dengan Gipsum Tipe III Daur Ulang Untuk Model Kerja Gigi Tiruan

0 0 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gipsum - Perbedaan Perubahan Dimensi pada Gipsum Tipe III Komersial Dengan Gipsum Tipe III Daur Ulang Sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

0 0 14

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbedaan Perubahan Dimensi pada Gipsum Tipe III Komersial Dengan Gipsum Tipe III Daur Ulang Sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

0 0 5

PERBEDAAN PERUBAHAN DIMENSI PADA GIPSUM TIPE III KOMERSIAL DENGAN GIPSUM TIPE III DAUR ULANG SEBAGAI BAHAN MODEL KERJA GIGITIRUAN

0 2 15