306784644 kebijakan pertanian disetiap era pemerintahan

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI
INDONESIA
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata praktikum
Wawasan Agribisnis Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jember

Asisten Pembimbing
Rijal Syam Faishal

Oleh :
Golongan K / Kelompok 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.


Ilham Arifiansyah
Yustika Prima P.
Nova Sofiatul M.
Novia Riskiatul
Sheflya Candra M.
Maftuhatul Hidayah
Ayu Kharismadani
Emalia Firdaus S.
Syifa Faidatul U.

(151510601077)
(151510601067)
(151510601083)
(151510601084)
(151510601092)
(151510601094)
(151510601095)
(151510601096)
(151510601097)


LABORATORIUM MANAJEMEN AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN
Sebagian besar mata pencarian penduduk Indonesia berasal dari sektor
pertanian dan menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu pilar besar
perekonomian Indonesia. Pada dasarnya pembangunan pertanian di Indonesia
sudah berjalan sejak masyarakat mengenal cara bercocok tanam, namun
perkembangan tersebut berjalan secara lambat. Pertanian awalnya hanya bersifat
primitif dengan cara kerja yang lebih sederhana. Seiring berjalannya waktu,
pertanian berkembang menjadi lebih modern untuk mempermudah para petani
mengolah hasil pertanian dan mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan
demikian pembangunan pertanian mulai berkembang dari masa ke masa.
Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk
meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan
kemiskinan, memantapkan ketahanan pangan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi wilayah. Hanafie (2010) mendefenisikan kebijakan pertanian sebagai

usaha pemerintah untuk mencapai tingkat ekonomi yang lebih baik dan
kesejahteraan yang lebih tinggi secara bertahap dan kontinu melalui pemilihan
komoditi yang diprogramkan, produksi bahan makanan dan serat, pemasaran,
perbaikan structural, politik luar negeri, pemberian fasilitas dan pendidikan.
Pemerintah melaksanakan perannya sebagai stimulator dan fasilitator yang
mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi dan sosial para petani.
Upaya memulihkan pertanian di Indonesia perlu peningkatan perhatian
terhadap bidang pertanian yang dirumuskan dalam suatu kebijakan pembangunan
negara berbasis pertanian yang strategis dan berjangka panjang dalam rangka
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Adapun tujuan umum
kebijakan pertanian adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian
menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya
tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat. Hal tersebut yang
melatar belakagi penulis untuk menganalisis tentang kebijakan pembangunan
pertanian yang telah ada di setiap era pemerintahan Indonesia.

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1

Kebijakan Pembangunan Pertanian Pada Masa Penjajahan

Pertanian di Indonesia awalnya hanya bersifat primitif dengan cara kerja

yang lebih sederhana. Pada tahun 1830 terjadi sistem tanam paksa yang
dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Johannes Van Den Bosch dengan tugas pokok
mencari dana semaksimal mungkin untuk mengisi kas negara yang kosong. Bagi
pemerintah kolonial sistem tanam paksa berhasil menuai sukses besar, sementara
dilain pihak menyebabkan para petani mengalami kemiskinan.
Gubernur Jendral Johannes Van Den Bosch memfokuskan kebijakannya
pada peningkatan produksi tanaman ekspor. Aturan sistem tanam paksa yang
dilakukan oleh Jendral Johannes Van Den Bosch diantaranya adalah setiap
penduduk diwajibkan menyerahkan 20% tanahnya untuk ditanami jenis tanaman
yang laku dipasaran ekspor, khususnya tebu, tarum (nila) dan kopi serta hasil
pertanian yang dimiliki petani harus diserahkan kepada pemerintah kolonial. Bagi
penduduk yang tidak mempunyai tanah dapat menggantinya dengan bekerja di
perkebunan, atau pabrik selama 66 hari.
Kebijakan tanam paksa dari pemerintah kolonial menimbulkan beberapa
kekurangan dan kelebihan, berikut ini adalah beberapa kekurangan dan kelebihan
dari kebijakan tanam paksa pada era penjajahan.
A. Kekurangan kebijakan tanam paksa pada era penjajahan.
1. Penderitaan fisik dan mental kerena bekerja terlalu keras.

2. Pertanian lokal khususnya padi mengalami gagal panen.
3. Menurunnya jumlah penduduk Indonesia
4. Beban pajak yang berat.
5. Kematian dan kelaparan dimana-mana.
6. Pergeseran sistem kepemilikan dan penguasaan tanah.
B. Kelebihan kebijakan tanam paksa pada era penjajahan.
1. Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor.
2. Dapat mengenal teknik menanam berbagai jenis tanaman baru.
Sejak masa penjajahan penyuluhan pertanian di Indonesia telah
mempunyai sejarah yang cukup panjang. Penyuluhan pertanian bermula dari

adanya kebutuhan untuk meningkatkan hasil pertanian baik untuk kepentingan
penjajah maupun untuk memenuhi kebutuhan pribumi (Sadono, 2008). Setelah
mencapai kemerdekaan, usaha penyuluhan pertanian terus dikembangkan oleh
pemerintah, berbagai sarana dan prasarana pertanian telah disediakan, begitupula
jumlah penyuluh ditambah dan ditingkatkan kemampuannya, serta adanya berbagi
subsidi kepada petani.
2.2

Kebijakan Pembangunan Pertanian Pada Era Orde Lama

Pada era orde lama, pertanian di Indonesia masih termasuk pertanian

primitif, itu disebabkan karena pada masa itu merupakan awal dari pemerintahan
bangsa Indonesia setelah sekian lama dijajah oleh bangsa penjajah. Kegiatan
produksi pertanian pada masa orde lama masih berada pada tingkat yang sangat
rendah. Salah satu faktor yang menyebabkan pembangunan pertanian pada masa
orde lama masih sangat rendah adalah keterbatasan produksi, lemahnya
infrastruktur yang ada, serta ketidakstabilan situasi politik masa pasca kolonial
selama 350 tahun dengan sistem tanam paksa dan kerja rodi. Pada masa pasca
kolonial juga terjadi ketimpangan penguasaan tanah masih tetap mencolok.
Masa orde lama merupakan masa yang paling sulit bagi bangga Indonesia,
karena bangsa Indonesia baru memulai untuk membangun kembali bangsa
Indonesia yang baru terlepas dari masa penjajahan. Salah satu pembangunan
bangsa Indonesia adalah dengan mengembangkan program-program dan
kebijakan yang ada di sektor pertanian. Adapun program yang dibuat pada masa
orde lama, antara lain:
1.

Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J.Kasimo.


Program ini berupa rencana produksi tiga tahun (1948-1950) mengenai usaha
swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Inti dari
Kasimo Plan adalah untuk meningkatkan kehidupan rakyat dengan meningkatkan
produksi bahan pangan. Rencana Kasimo ini adalah dengan menanami tanah
kosong atau tidak terurus di Sumatera Timur seluas 281.277 Ha, melakukan
intensifikasi di Jawa dengan menanam bibit unggul, pencegahan penyembelihan

hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan, di setiap desa
dibentuk kebun-kebun bibit, dan transmigrasi bagi 20 juta penduduk Pulau Jawa
dipindahkan ke Sumatera dalam jangka waktu 10-15 tahun.
2. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Tujuan diberlakukannya UUPA adalah meletakkan dasar-dasar bagi
penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk membawa
kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat tani, dalam rangka
masyarakat yang adil dan makmur, meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan
kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, dan meletakkan dasardasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi
rakyat seluruhnya. Kebijakan distribusi tanah secara adil menurut UU Pokok
Agraria atau lebih dikenal dengan landreform kandas di masa orde baru, maka
Agrarische Wet yang menjadi dasar bagi Hak Guna Usaha (HGU) para pemodal

dan partikelir untuk memeras tanah dan petani kecil terus berlangsung.
Kebijakan pembangunan pertanian pada masa orde lama antara lain,
mempertahankan penghasilan tertentu bagi mereka yang diserahi tugas mengelola
administrasi dan keamanan negara, program swasembada pangan dilaksanakan
dalam tahun 50-an dan tahun 60-an, program padi sentra yang dimulai pada tahun
1959 bertujuan untuk mencapai swasembada, dan menaikan produksi beras
melalui program BIMAS. Pola kebijakan pembangunan pertanian pada masa orde
lama lebih menitikberatkan pada jenis tanaman lokal yang ditanam untuk
dijadikan komoditas lokal, misalnya sejenis sagu di Maluku dan Papua. Tingkat
ketergantungan terhadap tanaman padi masih tergolong tinggi, namun Indonesia
di masa orde lama belum pernah tercatat mengalami krisis pangan yang
menyebabkan kasus kelaparan. Pada beberapa periode, harga kebutuhan pokok
sempat mengalami lonjakan harga yang cukup tinggi, tetapi lonjakan harga
tersebut tidak banyak berimbas di wilayah pedesaan yang relatif masih
menerapkan pola diversifikasi bahan makanan.
Kebijakan dan program-program yang telah dibuat pada masa orde lama
pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, berikut ini adalah kekurangan dan
kelebihan dari kebijakan pembangunan pertanian pada era orde lama.
A. Kekurangan kebijakan pembangunan pertanian pada era orde lama


1. Terjadinya ketidakseimbangan delam penguasaan lahan, khususnya lahan
pertanian.
2. Pengadaan dan penguasaan tekologi pertanian yang belum maju
3. Sistem pertanian yang masih tradisional ( primitif )
4. Harga kebutuhan pokok sempat mengalami lonjakan harga yang cukup tinggi.
5. Kegiatan produksi di sektor pertanian terjadi pada tingkat yang sangat rendah,
karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung, baik fisik
maupun non-fisik.
B.

Kelebihan kebijakan pembangunan pertanian pada era orde lama

1. Diversifikasi bahan pangan masih diterapkan pada wilayah pedesaan sehingga
tidak ada masyarakat yang kekurangan pangan.
2. Adanya program Kasimo Plan dan Undang-Undang Pokok Agraria
3. Adanya swasembada bahan pangan
2.3

Kebijakan Pembangunan Pertanian Pada Era Orde Baru
Masa orde baru merupakan salah satu masa dimana banyak program-


progam pembangunan di bidang pertanian yang dilaksanakan, seperti membangun
infrastruktur perbenihan, pengamatan, dan pengendalian hama. Program
pembangunan pada masa Orde Baru dilaksanakan dari pusat hingga ke daerahdaerah. Selain program-program yang dilaksanakan, Presiden Soeharto juga
menyediakan sumber daya manusia yang mampu mendukung program tersebut,
menyediakan sumber dana yang besar untuk menyukseskan program menuju
swasembada pangan, serta

sukses memobilisasi masyarakat, terutama petani

untuk bersama-sama meningkatkan produksi pertanian.
Pemerintahan Soeharto juga melakukan intervensi secara

terbuka

terhadap sektor produksi dan distribusi pangan dengan menyediakan pangan
murah dan mengembangkan sektor pertanian menggunakan teknologi modern
(Suseno dan Hempri, 2007). Hal ini dilakukan karena tingginya tingkat
kemiskinan dan kelangkaan pangan pada masa itu. Sepanjang 1970-an hingga
1980-an dilakukan investasi besar-besaran untuk infrastruktur pertanian, seperti

pembangunan waduk, bendungan, dan irigasi. Presiden Soeharto memprioritaskan

sektor agraria dan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mengarah pada revolusi
pangan. Berikut merupakan kebijakan-kebijakan dalam bidang pembangunan
pertanian pada era Orde Baru :
1.

REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
REPELITA adalah Rencana Pembangunan Lima Tahun yang menjadi

kebijakan dari Presiden Soeharto pada masa Orde Baru untuk meningkatkan
pembangunan Indonesia dari segi apa saja, tetapi lebih diutamakan pada
pembangunan sektor pertanian. REPELITA sendiri terdiri dari berberapa tahap
yang kesemuanya difokuskan untuk membangun sistem pertanian Indonesia
dengan turut memajukan sektor lain yang juga mendukung pembangunan sektor
pertanian seperti sektor industri dan teknologi.
2.

Revolusi Hijau
Revolisi Hijau merupakan upaya untuk meningkatkan produksi biji-bijian

dari hasi penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari beragam varietas
gandum, padi dan jagung yang membuat hasil panen komoditas meningkat di
negara-negara berkembang. Revolusi Hijau dipicu dari pertambahan penduduk
yang pesat, yakni bagaimana mengupayakan peningkatan hasil produksi
pertanian. Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan peningkatan
produksi pertanian. Perkembangan Revolusi Hijau yang sangat pesat juga
berpengaruh pada masyarakat Indonesia. Sebagian besar kondisi sosial-ekonomi
mayarakat Indonesia berciri agraris. Oleh karena itu, pembangunan pertanian
menjadi sektor yang sangat penting dalam upaya peningkatan pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Hal tersebut didasari oleh kebutuhan penduduk yang
meningkat dengan pesat, tingkat produksi pertanian yang masih sangat rendah,
serta produksi pertanian belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan penduduk.

3.

Pembangunan Irigasi dan Produksi Padi
Mengenai perkembangan luas lahan dan luas produksi padi yang

dihasilkan, terlihat bahwa sejak masa Orde Baru memegang pemerintahan 1966
sampai dengan tahun 1987 luas lahan irigasi melonjak hampir 2 kali lipat dengan

laju sebesar 2,4% per tahun. Luas kenaikan maksimum dicapai pada tahun 1987.
tendensi ini diikuti dengan melonjaknya jumlah produktifitas padi. Pada tahun
1987 produksi padi meningkat hingga 44 juta ton, naik 3 kali lipat sejak tahun
1966. Tingkat produksi yang dicapai ini diperoleh dengan naiknya intensitas
tanam hingga mencapai rata-rata 1,8. Mengenai kenaikan produksi persatuan luas,
tercatat naik dari 2,4 ton/ha menjadi 4,5 ton/ha. Nilai ini bila diplotkan ke dalam
sejarah evolusi padi di negara-negara berkembang dengan Jepang sebagai
perbandingan, telah berada di fase keempat bersama-sama dengan Taiwan.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa lahan irigasi memberikan peranan yang besar
dalam mencapai swasembada pangan. Kira-kira 60-70% padi diproduksi dari
lahan beririgasi.
4.

BIMAS, INMAS, INSUS dan Panca Usaha Pertanian.
Pemerintah Orde Baru melaksanakan program intensifikasi dan

ekstensifikasi pertanian yang dimulai sejak Pelita I dan Pelita-Pelita berikutnya.
Pada waktu itu dilaksanakan program Bimbingan Masal (BIMAS) yang kemudian
berubah menjadi Intensifikasi Masal (INMAS), Intensifikasi Khusus (INSUS) dan
Panca Usaha Pertanian. Pada upaya meningkatkan produksi pertanian padi,
dilakukan penanaman bibit unggul, sepertu Varietas Unggul Baru (VUB) atau
High Yealding Varietas (HYV) sebagai hasil penelitian International Rice
Research Institute (IRRI). Panca Usaha Tani tani tersebut meliputi pengolahan
tanah yang baik, pengairan/irigasi yang teratur, pemilihan bibit unggul,
pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman.
Kebijakan dan program-program yang telah dibuat pada masa orde baru
pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, berikut ini adalah kekurangan dan
kelebihan dari kebijakan pembangunan pertanian pada era orde baru.
A. Kelebihan kebijakan pembangunan pertanian pada era orde baru
1. Pemerintah mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat Indonesia.
2. Mengurangi import bahan pangan.
3. Mengurangi kelangkaan pangan dengan hasil pertani dari para petani dalam
negeri.
4. Produktivitas para petani semakin tinggi.
5. Pembangunan infrastruktur pertanian lebih diutamakan oleh pemerintah.
B. Kekurangan kebijakan pembangunan pertanian pada era orde baru

1. Produktivitas tanah semakin rendah karena penggunaan pupuk kimia yang
berlebih serta pola tanam tanaman tetap pada setiap musimnya, yaitu padi.
2. Meningkatnya tingkat kesenjangan sosial antar masyarakatnya.
3. Meningkatkan jumlah hutang negara pada IMF.
2.4

Kebijakan Pembangunan Pertanian Pada Era Reformasi
Pada era reformasi, paradigma pembangunan pertanian meletakkan

petani sebagai subyek, bukan semata-mata sebagai peserta dalam mencapai tujuan
nasional.

Oleh

karena

itu,

pengembangan

kapasitas

masyarakat

guna

mempercepat upaya memberdayakan ekonomi petani, merupakan inti dari upaya
pembangunan

pertanian/pedesaan.

Upaya

tersebut

dilakukan

untuk

mempersiapkan masyarakat pertanian menjadi mandiri dan mampu memperbaiki
kehidupannya sendiri. Pemerintah terus memperbaiki kebijakan-kebijakan yang
ada dengan tujuan mengevaluasi hasil kerja yang sebelumnya dan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. Salah satunya dengan
memperbaiki kebijakan pembangunan pertanian, pemerintah membuat beberapa
kebijakan. Berikut kebijakan pembangunan pertanian pada era reformasi.
1. Gerakan Mandiri (Gema)
Gerakan Mandiri (Gema) yang merupakan konsep langkah-langkah
operasional pembangunan pertanian, dengan sasaran untuk meningkatkan
keberdayaan dan kemandirian petani dalam melaksanakan usaha taninya. Mulai
tahun 1998/1999 telah diluncurkan berbagai Gema Mandiri termasuk Gema
Hortina untuk peningkatan produksi hortikultura. Gerakan Mandiri Hortikultura
Tropika Nusantara menuju ketahanan hortikultura (Gema Hortina), dilaksanakan
untuk mendorong laju peningkatan produksi hortikultura.
Langkah operasional strategis Gema ini dapat diwujudkan melalui
pembangunan pertanian dengan strategi optimasi pemanfaatan sumber daya
domestik (lahan, air, plasma nutfah, tenaga kerja, modal dan teknologi).
Komoditas yang diutamakan adalah yang bernilai ekonomi tinggi, mempunyai
peluang pasar besar dan mempunyai potensi produksi tinggi serta mempunyai
peluang pengembangan teknologi, seperti sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman
hias, dan tanaman obat. Adapun upaya yang dilaksanakan untuk mendorong

tumbuh dan berkembangnya hortikultura unggulan tersebut meliputi penumbuhan
sentra agribisnis hortikultura dan pemantapan sentra hortikultura yang sudah ada
seperti sayuran, buah-buahan, tanaman hias, serta tanaman obat.
1. SRI (System of Rice Intensification),
SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan
produktivitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air, dan
unsur hara. Metode SRI megutamakan potensi lokal dan disebut pertanian ramah
lingkungan, akan sangat mendukung terhadap pemulihan kesehatan tanah dan
kesehatan pengguna produknya (Leimona, 2015). Metode SRI ini terbukti telah
berhasil meningkatkan produktivitas padi sebesar 50% bahkan di beberapa tempat
mencapai lebih dari 100%. Teknik SRI ini telah berkembang di 36 negara antara
lain Indonesia, Kamboja, Laos, Thailand, Vietnam, Bangladesh, Cina, Nepal,
Srilanka, Gambia, Madagaskar dan lainnya. Perkembangan padi SRI (System of
Rice Intensification) yang terkenal dengan motonya “More Rice with Less Water”
atau hasil beras meningkat dengan penggunaan air yang sedikit. Metode SRI dapat
menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode penanaman padi lain, dan
hal itu akan membawa dampak perubakan yang baik bagi pembangunan pertanian
di Indonesia (Anugrah, 2008).
2. Pembangunan Pertanian Lahan Beririgasi
Sesuai dengan pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang
Irigasi, pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan melalui azas partisipatif,
terpadu, berwawasan lingkungan hidup, transparan, akuntabel, dan berkeadilan.
Berikut adalah poin-poin yang dimaksudkan dengan kaidah pengelolaan yang
diharapkan dari peraturan tersebut:
a. Partisipatif
Petani melalui P3A dan GP3A, diharapkan memiliki inisisatif swadaya
ataupun swakelola dalam melestarikan kedayagunaan jaringan irigasi, sementara
pemerintah sesuai daerah kewenangannya bertanggungjawab untuk mendukung
inisiatif yang muncul dari petani.
b. Terpadu,

Keterpaduan yang dimaksud bukan hanya pada proses pemeliharaan
pelestarian jaringan, akan tetapi lebih diutamakan pada pemanfaatan yang
sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan petani lahan beririgasi yang
pada akhirnya mewujudkan ketahanan pangan yang solid.
c. Berwawasan lingkungan
Sebagai pemenuhan azas kelestarian pemanfaatan dan kegunaan. Dari segi
teknis pemanfaatan, Dinas Pertanian dituntut pula melaksanakan sistem pertanian
yang mendukung azas pelestarian lingkungan hidup seperti menerapkan sistem
pertanian terpadu, integrasi tanaman dan ternak, metode budidaya padi organik
(melalui metode SRI), PHT, dan lain-lain.
d. Transparansi, akuntabel, dan berkeadilan.
Dengan adanya peraturan ini, petani melalui organisasi P3A / GP3A dapat
melakukan aksi pengawasan langsung atas proses dan pembiayaan operasi dan
pemeliharaan di wilayah kewenangannya. Azas ini mensyiratkan bahwa proses
pembangunan adalah milik masyarakat petani dan petani mempunyai hak untuk
menentukan

arah

pembangunan

daerahnya

dan

menuntut

transparansi,

akuntabilitas, dan keadilan kebijakan yang dilaksanakan.
Kebijakan dan program-program yang telah dibuat pada masa reformasi
pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, berikut ini adalah kekurangan dan
kelebihan dari kebijakan pembangunan pertanian pada masa reformasi.
A. Kekurangan kebijakan pembangunan pertanian pada masa reformasi.
1. Petani belum siap dengan beberapa kebijkan dari pemerintah yang dianggap
terlalu sulit dan merepotkan.
2. Dalam permasalahan irigai petani menjadi kebingungan akibat tidak
memahami penduan yang tidak pasti dalam sistem pembagian air.
B. Kelebihan kebijakan pembangunan pertanian pada masa reformasi.
1. Meningkatkan kesejahteraan petani yang pada akhirnya mewujudkan
ketahanan pangan.
2. Penggunaan air yang jauh lebih sedikit dibanding dengan sistem konvensional
akan memperbaiki efisiensi pengairan dan dengan demikian memiliki potensi
bagi perluasan areal irigasi.

3. Produktifitas padi dengan sistem SRI telah terbukti secara signifikan
meningkat.

BAB 3. KESIMPULAN
1. Sistem tanam paksa yang dijalankan pemerintah kolonial Belanda banyak
menimbulkan pengaruh bagi rakyat pada masa itu. Walaupun demikian banyak
pihak yang diuntungkan dari pelaksanaan sistem ini, seperti penambahan
pengetahuan rakyat tentang tanaman ekspor dan teknik penanamannya.
2. Pertanian pada era orde lama masih termasuk pertanian primitif karena
merupakan awal dari pemerintahan bangsa Indonesia setelah dijajah oleh
bangsa penjajah. Pemerintah terus mencoba mengembangkan formula untuk
menyelamatkan pertanian dengan membuat kebijakan pertanian yang pada
akhirnya masa orde lama ini tidak berlangsung lama.
3. Pada masa Orde Baru presiden Soeharto melakukan pembangunan pertanian
dengan melakukan beberapa kebijakan untuk meningkatkan pembangunan
pertanian khususnya dalam peningkatan produktifitas tanaman pangan yang
akhirnya mampu mewujudkan Indonesia swasembada pangan.
4. Kebijakan terus berlanjut pada masa Reformasi hingga sekarang. Seperti cara
yang lebih modern dan tidak menyulitkan bagi para petani untuk memberikan
hasil terbaik dari sektor pertanian Indonesia sehingga menghasilkan hasil
terbaik dari sektor pertanian

DAFTAR PUSTAKA
Anugrah, I. S., Sumedi, dan Wardana, I. P. 2008. Gagasan Dan Implementasi
Sistem Of Rice Intensification (SRI) Dalam Kegiatan Budidaya Padi
Ekologis (BPE). Analisis Kebijakan Pertanian, 6(1): 75-99.
Hanafie, Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: Andi.
Leimona, B., S. Amaruzaman, B. Arifin, F. Yasmin, F. Hasan, B. Dradjat, H.
Agusta, P. Sprang, S. Jaffee, dan J. Frias. 2015. Kebijakan dan Strategi
“Pertanian Hijau” Indonesia: Menjembatani Kesenjangan antara
Aspirasi dan Aplikasi. Bogor : World Agroforestry Centre (ICRAF).
Sadono, D. 2008. Pemberdayaan Petani: Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian
Di Indonesia. Penyuluhan, 4(1): 65-74.
Suseno, D. dan H. Suyatna. 2007. Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang ProPetani. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 10(3) : 267-294.