Studi Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mini hidro pada Sungai Lae Ordi Kabupaten Pakpak Bharat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Umum
Pembangkit listrik tenaga air adalah suatu bentuk perubahan tenaga dari

tenaga air dengan ketinggian dan debit tertentu (atau energi mekanik) menjadi
tenaga

listrik

(atau

energi

listrik).

Peralatan


yang

diperlukan

untuk

mengkonversikan energi ini adalah turbin air dan generator (Arismunandar dan
Kuwahara, 2004). Menurut Dandekar dan Sharma (1991) tenaga air merupakan
sumber daya terpenting setelah uap/panas. Hampir 30% dari seluruh kebutuhan
energi listrik di dunia dipenuhi oleh pusat-pusat listrik tenaga air. Beberapa
keuntungan tenaga air adalah :
(i)

PLTA tidak membutuhkan bahan bakar

(ii)

Biaya pengoperasian PLTA sangat rendah dibandingkan PLTU atau
pun PLTN


(iii)

Turbin-turbin pada PLTA bisa diberhentikan pengoperasiannya setiap
saat.

(iv)

PLTA cukup sederhana untuk dimengerti cara kerjanya dan sederhana
pengoperasiannya.

(v)

Peralatan PLTA yang mutakhir umumnya memiliki peluang yang
besar untuk bisa dioperasikan selama lebih dari 50 tahun.

(vi)

PLTA juga bisa dimanfaatkan sebagai cadangan yang bisa diandalkan
pada sistem kelistrikan terpadu antara PLTU, PLTA, PLTN.
8


Universitas Sumatera Utara

(vii)

Dengan teknik perencanaan yang mutakhir, pembangkit listrik dapat
menghasilkan tenaga dengan efisiensi yang sangat tinggi meskipun
tingkat fluktuasi beban cukup besar.

(viii) Perkembangan mutakhir yang telah dicapai dalam pengembangan
turbin air, telah dimungkinkan untuk memanfaatkan jenis turbin yang
sesuai dengan keadaan setempat
(ix)

Pengembangan PLTA dengan memanfaatkan arus sungai dapat
menimbulkan juga manfaat lain seperti misalnya pariwisata, perikanan,
dll.

Adapun kelemahan PLTA yang paling menonjol adalah :
(i)


Hampir semua PLTA merupakan proyek padat modal, sehingga laju
pengembalian modal PLTA rendah

(ii)

Masa persiapan suatu proyek PLTA pada umumnya memakan waktu
yang cukup lama.

(iii)

PLTA sangat bergantung pada aliran sungai secara alamiah.

Cara kerja PLTM adalah sebagai berikut :
1. Aliran sungai dibendung agar didapat debit air (Q) dan tinggi jatuh (H)
lalu air disalurkan ke saluran pembawa ke kolam penenang,
2. Kolam penenang dihubungkan dengan pipa pesat dan pada bagian paling
bawah dipasang turbin,
3. Turbin air berputar setelah mendapat tekanan air P dan perputaran turbin
dimanfaatkan untuk memutar generator. Kedua alat ini diletakkan pada

power house.

9

Universitas Sumatera Utara

4. Setelah berputar, maka generator akan menghasilkan arus listrik yang
dikirim ke konsumen melalui distribusi
5. Air yang mengalir setelah menggerakkan generator diarahkan ke saluran
pembuang.
2.2.

Analisa Hidrologi
Secara umum analisis hidrologi merupakan suatu bagian analisis awal

dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Bangunan hidraulik dalam
bidang teknik sipil dapat berupa bendung, bangunan pelimpah, tanggul penahan
banjir, gorong-gorong, dan sebagainya. Analisa hidrologi dalam perencanaan
PLTM ini meliputi debit andalan dan kurva durasi debit pada DAS.
2.2.1


Interpretasi Data Hujan
Data curah hujan di suatu lokasi tertentu di mana alat penakar hujan

dipasang, dicatat dan hasil pencatatannya untuk jangka waktu sepanjang mungkin
digunakan untuk keperluan analisis selanjutnya. Dalam rangka membuat perkiraan
secara kuantitatif dari data tersebut, kita perlu mengambil langkah awal dari data
yang ada. Dengan langkah ini, kita dapat mengetahui arti statistik besar-besaran
seperti harga rata-rata bulanan curah hujan atau harga rata-rata tahunan dan
simpangan baku dari harga rata-rata. Hal tersebut dapat disebut sebagai harga
titik. Untuk menentukan harga rata-rata untuk seluruh daerah aliran, kita harus
mengubah harga titik tersebut menjadi harga wilayah. Dengan demikian, untuk
suatu wilayah tertentu, tersedia sejumlah harga-harga titik (rata-rata).

10

Universitas Sumatera Utara

2.2.1.1 Analisa Curah Hujan Wilayah
Metode – metode yang dikenal berikut ini biasanya digunakan untuk

menentukan presipitasi rata-rata wilayah untuk stasiun-stasiun hujan yang
berbeda.
1) Metode Rata-rata aritmatik
Pada metode ini tinggi hujan rata-rata wilayah, dihitung dengan
menggunakan rata-rata aritmatik yang sederhana untuk curah hujan yang
terjadi pada setiap stasiun di wilayah tersebut. Metode perhitungan dengan
rata-rata aljabar (mean arithmetic method) ini merupakan cara yang paling
sederhana dan memberikan hasil yang kurang teliti. Hal tersebut diantaranya
karena setiap stasiun dianggap mempunyai bobot yang sama. Hal ini hanya
dapat digunakan kalau hujan yang terjadi dalam DAS homogen dan variasi
tahunannya tidak terlalu besar. Keadaan hujan di Indonesia (daerah tropik
pada umumnya) sangat bersifat „setempat‟, dengan variasi ruang (spatial
variation) yang sangat besar.
Sehingga jika P1, P2, P3,…Pn adalah harga rata-rata presipitasi untuk
masing-masing stasiun 1,2,3,...n, maka presipitasi rata-rata untuk seluruh
wilayah adalah :
P=

P1+P2+P3+⋯Pn
n


=

n
i

n

P

(2.1)

2) Metode Poligon Thiessen
Metode ini memberlakukan bahwa nilai presipitasi pada suatu stasiun
hujan dapat dianggap sebagai perwakilan dari curah hujan pada wilayah
sekitarnya. Poligon yang dibuat secara tertimpang dianggap merupakan harga
11

Universitas Sumatera Utara


perwakilan dari wilayah tersebut.
Tata cara untuk membuat poligon seperti yang diusulkan thiessen adalah
sebagai berikut. Seluruh wilayah daerah aliran sungai ini dibagi menjadi
berbentuk segitiga dengan cara membuat garis-garis penghubung antarstasiun yang berdekatan dengan garis lurus. Kemudian dibuat garis berat
(garis tegak lurus yang membagi dua sama panjang) pada garis-garis
penghubung tadi, sehingga terbentuk sebuah poligon, masing-masing poligon
mencakup stasiun hujan, yang mewakili wilayah yang bersangkutan.

Gambar 2.1Poligon Thiessen pada DAS
Jika P1, P2, P3,…Pn mewakili catatan hujan pada stasiun-stasiun yang
dicakup oleh poligon-poligon, luas masing-masing wilayah adalah A1, A2,
A3,…An, kemudian presipitasi rata-rata P untuk seluruh wilayah A di daerah
aliran sungai adalah :
P=
=

A1P1+A2P2+A3P3+⋯AnPn

(2.2)


A1+A2+A3+⋯An
A1P1
A

+

A2P2
A

+

A3P3
A

+…

AnPn
A

=


i=n
i=1 AiPi
i=n Ai
i=1

… (2.3)
12

Universitas Sumatera Utara

Di sini,

A1 A2
A

,

A

… dan sebagainya disebut sebagai faktor bobot untuk

stasiun hujan yang bersangkutan. Metode poligon Thiessen dianggap lebih
baik jika dibandingkan dengan metode rata-rata aritmatik, melihat kenyataan
bahwa setiap stasiun hujan diberi bobot sesuai dengan letaknya terhadap batas
dari daerah aliran sungai yang ditinjau. Sehingga, stasiun-stasiun yang berada
atau sangat dekat dengan daerah aliran sungai secara otomatis mempunyai
mempunyai bobot yang lebih besar dibandingkan dengan stasiun-stasiun yang
dekat tetapi berada di luar daerah aliran sungai. Metode poligon Thiessen
dipakai untuk daerah aliran sungai yang relative datar dan berukuran sedang
(katakanlah sampai dengan 5000 km2). Kelemahan metode ini adalah
penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi
ketelitian hasil yang didapat. Demikian pula apabila ada salah satu stasiun
yang tidak berfungsi, misalnya rusak atau data tidak benar, maka poligon
harus diubah.
3) Metode Isohiet

Gambar 2.2Isohyet
Pada metode Isohiet, dianggap bahwa presipitasi pada suatu wilayah di
13

Universitas Sumatera Utara

antara dua garis ishohyet, yaitu, garis kontur curah hujan yang sama, adalah
sama dengan rata-rata presipitasi pada garis-garis isohiet tersebut. Untuk
memperkirakan presipitasi rata-rata, titik-titik yang curah hujannya sama
dihubungkan untuk membentuk isohiet dar berbagai harga. Luas bidang di
antara dua isohiet yang berurutan diukur dengan bantuan planimeter dan ratarata curah hujan pada wilayah di antara dua isohiet tersebut dianggap terjadi
pada wilayah tertutup. Sehingga apabila P12 adalah rata-rata presipitasi yang
diwakili oleh dua isohiet yang berurutan dengan harga P1 dan P2 dan luas
antara dua isohiet tersebut adalah A1; P23 adalah rata-rata presipitasi P2 dan P3,
luas antara isohiet P2 dan P3 adalah A2 dan seterusnya, maka presipitasi pada
seluruh wilayah adalah :

P=

A1xP 12+A2xP 23+⋯+⋯AnPn (n+1)

(2.4)

A1+A2+A3+⋯An

Kelemahan utama cara isohyet ini adalah pembuatan garis kontur yang
sangat dipegaruhi oleh si pembuat kontur, sehingga bersifat subjektif. Dengan
data yang sama, tiga orang yang berbeda dapat melukis garis kontur yang
berbeda dan menghasilkan nilai rata-rata hujan yang berbeda pula.
2.2.1.2 Melengkapi Data Curah Hujan Yang Hilang
Terkadang data curah di suatu lokasi/pos hujan tertentu, ada data yang
hilang atau rusak. Untuk melengkapi data yang hilang atau rusak diperlukan
data dari stasiun lain yang memiliki data yang lengkap dan diusahakan letak
stasiunnya paling dekat dengan stasiun yang hilang datanya.
Perhitungan curah hujan yang hilang dapat dilakukan dengan menggunakan
metode Inversed Square Distance dengan persamaan sebagai berikut :
14

Universitas Sumatera Utara

Px =

1
1
1
P +
P +
P
(dXA )2 A (dXB )2 B (dXC )2 C
1
1
1
+
+
(dXA )2 (dXB )2 (dXC )2

Dengan :
Px

= Tinggi hujan yang dipertanyakan

PA, PB, Pc

= Tinggi hujan pada stasiun disekitarnya

dXA, dXB, dXC = Jarak stasiun X terhadap masing – masing stasiun A,B,C
Untuk selanjutnya masing-masing data curah hujan yang hilang pada stasiun
Xakan dihitung.
2.2.2

Evapotranspirasi

1. Definisi Evapotranspirasi.
Evaporasi adalah kehilangan air yang diakibatkan oleh penguapan dari
permukaan tanah, danau, sungai, atau laut (Ginting,2014). Faktor - faktor
meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi adalah radiasi matahari,
kecepatan angin, kelembaban, dan suhu. (Soemarto, 1997)
Transpirasi adalah kehilangan air yag dikandung oleh daun tumbuhtumbuhan. Hanya sebagian kecil air yang tinggal di dalam tumbuhan dan sebagian
besar diserap oleh akar-akar dan dahan-dahan akan ditranspirasikan lewat
tumbuh-tumbuhan yang berdaun.
Dalam kondisi lapangan tidaklah mungkin untuk membedakan antara
evaporasi dan transpirasi jika tanahnya tertutup oleh tumbuh-tumbuhan. Kedua
proses tersebut (evaporasi dan transpirasi) sangat berkaitan sehingga disebut
evapotranspirasi.
2. Menaksir Evapotranspirasi

15

Universitas Sumatera Utara

Ada berbagai cara untuk menaksir besarnya evaporasi, seperti yang
dijelaskan di bawah ini :
a) Cara budget air atau pendekatan penampungan (storage equation
approach)
Ke dalam cara ini dimasukkan neraca (balance) antara semua air yang masuk
ke dalam dan yang keluar dari satu daerah pengaliran tertentu. Persamaan
penampungan (storage equation) pada umumnya dapat ditulis sebagai berikut
E = P + I ± U – O ± ΔS

(2.5)

dimana :
E = evapotranspirasi
P = curah hujan
I = aliran permukaan yang memasuki daerah pengaliran (surface inflow)
U = aliran bawah tanah yang keluar dari daerah pengaliran
O = aliran air yang keluar dari daerah pengaliran
ΔS = perubahan penampungan (change in storage), di atas permukaan
maupun di bawah tanah.

b) Cara budget energy
Cara ini, sebagaimana halnya dengan budget air, ialah merupakan
pemecahan yang memasukkan sumber-sumber dan pengeluaran-pengeluaran
thermal serta membiarkan evaporasi sebagai satu-satunya variable yang dicari.
Hal ini melibatkan sejumlah besar instumentasi dan masih mengalami usaha
pengembangan yang intensip.

16

Universitas Sumatera Utara

c) Rumus – rumus empiris
Rumus-rumus empiris didasarkan pada korelasi antara evapotranspirasi
dengan faktor-faktor meteorologi yang mempengaruhinya. Ada berbagai
rumus empiris untuk menentukan evapotranspirasi yaitu sebagai berikut :
Rumus Thornwaite
Rumus ini menghasilkan nilai evapotransporasi potensial pada daerah
yang ditutupi dengan tanaman-tanaman rendah yang dihubungkan dengan
data suhu dan jumlah jam siang hari.
Besar evapotranspirasi (cm/hari) dalam bulan yang diperhitungkan
sama dengan 30 hari dan jumlah jam per hari 12 jam adalah :
Ep* = 1,6 (

10 t a
)
J

(2.6)

12

(2.7)

dengan
J=

j = ( )1,514

(2.8)

a = 675 x 10-9 J3 – 771 x 10-7 J2 +178 x J + 0,498

(2.9)

5

dimana : J = indeks panas tahunan
j = indeks panas bulanan
tn = suhu rata-rata bulanan dalam tahun (°C) dengan n =
1,2,3,…12,
Untuk bulan yang jumlah harinya bukan 30 hari dan jumlah jam
per hari bukan 12 jam adalah :
Ep = Ep*

S Tx

30

12

(2.10)

dimana : S : jumlah hari dalam bulan tertentu
17

Universitas Sumatera Utara

Tx : jumlah jam rata-rata sehari antara matahari terbit hingga
matahari terbenam dalam bulan tertentu.

Rumus Penman yang dimodifikasi
Cara ini bergantung pada faktor meteorologi dan menghasilkan
taksiran air yang boleh jadi memuaskan. Metode ini tidak hanya berlaku
di Inggris, tempat pertama kali metode ini dibuat, tetapi juga berlaku di
daerah tropika dan daerah yang setengah gersang. (Wilson, 1993).
Metode ini direkomendasikan oleh Badan Pangan dan Pertanian (FAD)
tahun 1977. (Lily, 2010)
ETo = c w. Rn + 1 − w f(u)(ea − ed) (mm/hari)

(2.11)

Variabel-variabel yang dipergunakan dalam formula Penman yang

dimodifikasi dijelaskan seperti di bawah ini.

Tekanan uap air (ea-ed)
Formula Gondriaan (1977) untuk tekanan uap air basah (ea)
ea = 6.11 e 17.4t/(t+239)

mbar

(2.12)

dimana: t = temperatur (°C)
Formula untuk tekanan uap air aktual (ed)
ed = ea x RH mean / 100 (mbar)

(2.13)

dimana RH mean = kelembaban udara rata-rata (%)

Fungsi angin , f(u)
Pengaruh angin terhadap ETo didefinisikan sebagai berikut :
18

Universitas Sumatera Utara

f(u) = 0.27(1+U/100)

(2.14)

dimana : U = kecepatan angin berhembus dalam 24 jam (km/hari) pada
ketinggian 2 m.
Faktor koreksi (1-w)
Faktor (1-w) merupakan faktor koreksi dari pengaruh angin dan
kelembaban terhadap ETo. Besar dari (1-w) sehubungan dengan
temperatur dan ketinggian dapat dihitung dengan formula sebagai
berikut:
W = Δ/(Δ+ξ)

(2.15)

dimana : ξ = (0.386 Pa) / L (mbar/°C)
L = 595 – 0.51 t cal/°C
Pa = 1013 – 0.1055 E
Δ = 2*(0.00738 t + 0.8072)7 – 0.00116 mbar

(2.16)

Keterangan :
ξ = konstanta psychometric
L = latent heat
Pa = tekanan atmosfir (mbar)
E = elevasi dari permukaan laut (m)
Δ = sudut dari curve hubungan antara tekanan uap air dan
temperature (mbar/°C)
t = temperature rata-rata

19

Universitas Sumatera Utara

Radiasi Netto (Rn)
Radiasi netto (Rn) merupakan perbedaan antara semua radiasi yang
masuk dan radiasi yang keluar dari permukaan bumi.
Secara umum, persamaan untuk menghitung Rn adalah sebagai berikut :
Rn = Rns – Rn1 (mm/hari)

(2.17)

dimana :
Rns = (1-�) Rs (mm/hari)

(2.18)

Rs = (0.25 + 0.5 n/N) Ra

(2.19)

Rn1 = ∈ (σT 4 ) (0.34 – 0.044 ed) (0.1 + 0.9 n/N

(2.20)

Keterangan : Rns = solar radiasi netto

= solar radiasi gelombang pendek (shortwave)
n = lamanya penyinaran matahari/ hari
N = kemungkinan penyinaran matahari maksimum
Ra = total radiasi yang diterima pada lapisan atas atmosfir
(Tabel 2.1)
∈ = faktor reduksi = 0.95 s/d 0.98

� = konstanta radiasi Stefan Boltzman =
T = temperature (°K)

� = koefisien pantul permukaan bumi ; sering diambil

berkisar antara 0.23 s/d 0.25 untuk tanaman yang
ditanam pada areal pertanian yang mendapatkan air
irigasi.

20

Universitas Sumatera Utara

Faktor Koreksi
Tabel 2.1 Angka koreksi (C) bulanan untuk Penman (Lily, 2010)
Bulan

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

C

1.10

1.10

1.10

0.90

0.90

0.90

Bulan

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

C

0.90

1.00

1.10

1.10

1.10

1.10

Tabel 2.2 Harga Ra untuk Indonesia (5°LU s/d 10°LS) (Lily,2010)
Bulan

LU

0

5

4

2

Jan

13.0

14.3

14.7

Feb

14.0

15.0

Mar

15.0

Apr

LS
2

4

6

8

10

15.0

15.3

15.5

15.8

16.1

16.1

15.3

15.5

15.7

15.8

16.0

16.1

16.0

15.5

15.6

15.7

15.7

15.6

15.6

15.1

15.3

15.1

15.5

15.3

15.3

15.1

14.9

14.7

14.1

14.0

Mei

15.3

14.9

14.6

14.4

14.1

13.8

13.4

13.1

12.6

Jun

15.0

14.4

14.2

13.9

13.9

13.2

12.8

12.4

12.6

Jul

15.1

14.6

14.3

14.1

14.1

13.4

13.1

12.7

11.8

Ags

15.3

15.1

14.9

14.8

14.8

14.3

14.0

13.7

12.2

Sep

15.1

15.3

15.3

15.3

15.3

15.1

15.0

14.9

13.1

Okt

15.7

15.1

15.3

15.4

15.4

15.6

15.7

15.8

14.6

Nov

14.8

14.5

14.8

15.1

15.1

15.5

15.8

16.0

15.6

21

Universitas Sumatera Utara

Des

14.6

14.1

14.4

14.8

14.8

15.4

15.7

16.0

Rumus Blaney – Criddle terubahsuai
Penggunaan metode ini disarankan untuk daerah yang hanya
memiliki data temperatur. Persamaannya adalah
(0.46 + 8) (mm/hari)

ETo = c

(2.21)

dimana :
ETo = evapotranspirasi acuan (mm/hari)
T = temperatur rata-rata dalam derajat Celcius selama bulan
pengamatan
p = persentase lamanya siang hari rata-rata pertahun
c = faktor koreksi yang tergantung pada RHmin, lamanya penyinaran
matahari dan angin. (Wilson, 1993)

Rumus Turc – Langbein-Wundt
Metode ini menghasilkan nilai evapotranspirasi tahunan yang
sebenarnya (bukan potensial) di daerah aliran sungai. Turc mempelajari
254 daerah pengaliran sungai di dunia ini. Karena Turc mendasarkan
rumusnya pada nilai rata-rata tahunan maka ΔS-nya dapat diabaikan.
Sehingga :
P=E+O–I

(2.22)

R=O–I

(2.23)

dimana :
P = hujan rata-rata tahunan
22

Universitas Sumatera Utara

16.0

E = evapotrasnpirasi rata-rata tahunan
O = aliran keluar (outflow) rata-rata tahunan dari outlet daerah
pengaliran
I = aliran masuk (inflow) rata-rata tahunan ke dalam daerah pengaliran

2.2.3

Analisa Frekuensi
Dalam hidrologi, analisis frekuensi data curah hujan dipakai untuk

menentukan besarnya hujan rancangan dengan kala ulang tertentu. Analisa
frekuensi dapat dilakukan untuk menganalisis data hujan maupun data debit
sungai dalam kurun waktu tertentu. Dalam analisa frekuensi ada berbagai metode
distribusi probabilitas yang sering digunakan, yaitu metode distribusi Normal,
Log Normal, Gumbel, maupun log Pearson Type III.
Penentuan jenis distribusi probabilitas yang sesuai dengan data dilakukan
dengan mencocokkan parameter data tersebut dengan syarat masing-masing jenis
distribusi seperti yang tercantum dalam Tabel 2.3. Parameter-parameter data
tersebut adalah :
Standar Deviasi :


S=

=1 (

− X )²

−1

(2.24)

Dimana : S = deviasi standard
Xi = nilai variat


X = nilai rata - rata

n = jumlah data
Koefisien Variasi :
23

Universitas Sumatera Utara

(2.25)

CV =
Dimana : CV = koefisien variasi
S

= deviasi standard

X

= nilai rata – rata

Koefisien Kurtosis :


CK =

²

−X )

=1 (

( −1)( −2)( −3)

(2.26)

Dimana : CK = koefisien kurtosis
S

= deviasi standard

Koefisien Kemencengan :


CS =

=1 (

− X )³

−1 ( −2) ³

(2.27)

Dimana : CS = koefisien kemencengan
S

= deviasi standard

n

= jumlah data

Xi

= data ke i



X = rata – rata hitung dari data sampel

Tabel 2.3 Persyaratan Parameter Statistik suatu distribusi

Sumber ( I Made Kamiyana, 2011)

24

Universitas Sumatera Utara

Di samping dengan menggunakan cara seperti yang tercantum pada tabel
di atas (Tabel 2.3), untuk mendapatkan hasil perhitungan yang meyakinkan atau
jika tidak ada yang memenuhi persyaratan pada Tabel 2.3, maka penggunaan
suatu distribusi probabilitas biasanya diuji dengan menggunakan metoode ChiKuadrat atau Smirnov Kolmogorov.
Uraian untuk masing-masing distribusi probabilitas seperti yang telah
disebutkan sebelumnya adalah sebagai berikut :
A. Distribusi Gumbel


X= X +



(2.28)

dimana :
X = nilai ekstrim


X = nilai rata-rata

n = jumlah data
YT = reduce variate. Merupakan fungsi dari probabilitas atau dengan
rumus YT= -ln

(

−1

)

(2.29)

Yn = reduced variate mean, rata-rata Yt, merupakan fungsi dari
pengamatan

Tabel 2.3

Sn = reduce variate standard deviation, merupakan koreksi dari
penyimpangan (fungsi dari pengamatan) Tabel 2.4
� = simpangan baku (standard deviasi) = Sd :
Sd =

=1 (



− X )²

(2.30)

−1

Syarat distribusi Gumbel :
Koefisien kepencengan (skewness) : Cs = 1,14
25

Universitas Sumatera Utara

Koefisien puncak (kurtosis) : Ck = 5,4
Tabel 2.4 Hubungan Reduced Mean Yndengan besarnya sampel n
(Soemarto, 1986)

Tabel
2.5
Hubungan
Reduced
Standard

Deviation

Sn

dengan

besarnya

sampel

n

(Soemarto,1986)

B. Distribusi Normal
26

Universitas Sumatera Utara



X= X +k.S

(2.31)

dimana :
X = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang
tertentu


X = nilai rata-rata variat

S = deviasi standard nilai variat
k = faktor frekuensi, merupakan fungsi daripada peluang atau periode
ulang dan tipe model matematik dari distribusi peluang yang
digunakan untuk analisis peluang (lihat tabel 2.6 nilai variabel
reduksi Gauss)
Sifat khas dari jenis distribusi ini adalah nilai koefisien skewnees
hampir sama dengan nol (Cs ~0) dan nilai koefisien kurtosis mendekati
tiga (Ck ~3).
Tabel 2.6 Nilai Variabel Reduksi Gauss (Soewarno, 2014)

C. Distribusi Log Pearson III
27

Universitas Sumatera Utara

Parameter statistic yang diperlukan ada 3, yaitu :
1.

Harga rata-rata

2. Penyimpangan baku (standard deviation)
3. Koefisien kepencengan (skewness)
Terdapat 12 distribusi Pearson, tapi hanya distribusi Log Pearson III
yang dipakai dalam analisis hidrologi. Tidak ada syarat khusus dalam
distribusi ini, disebut Log Pearson III karena memperhitungkan 3
parameter statistik
Prosedur perhitungan :
1.

Mengubah data curah sebanyak n buah (X1, X2, X3,… Xn) menjadi
Log X1, Log X2, Log X3,… Log Xn.
=1



2.

Menghitung harga rata-rata : LogX =

3.

Menghitung harga simpangan baku (dalam log) :
S=

=1 (





(2.32)

(2.33)

−1

4. Menghitung koefisien kepencengan (dalam log) :
Cs =
5.

(�
−1

− LogX )³

(2.34)

−2 ³

Menghitung nilai ekstrim : LogX = Log X + K * S

(2.35)

Dimana : K lihat pada tabel 2.7 Hubungan fungsi Cs dan
probabilitas (kala ulang).
6.

Mencari antilog dari Log X untuk mendapatkan hujan rancangan
yang dikehendaki.

Tabel 2.7 Harga K untuk Distribusi Log Pearson III
28

Universitas Sumatera Utara

Skew
Coeff. 1.0101
(K)
(%)
99
3.0
2.9
2.8
2.7
2.6
2.5
2.4
2.3
2.2
2.1
2.0
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1

-0.667
-0.690
-0.714
-0.740
-0.769
-0.799
-0.832
-0.867
-0.905
-0.946
-0.990
-1.037
-1.087
-1.140
-1.197
-1.256
-1.318
-1.383
-1.449
-1.518
-1.588
-1.660
-1.733
-1.806
-1.880
-1.955
-2.029
-2.104
-2.178
-2.252

1.0526
95
-0.665
-0.688
-0.711
-0.736
-0.762
-0.790
-0.819
-0.850
-0.882
-0.914
-0.949
-0.984
-1.020
-1.056
-1.093
-1.131
-1.168
-1.206
-1.243
-1.280
-1.317
-1.353
-1.388
-1.423
-1.458
-1.491
-1.524
-1.555
-1.586
-1.616

Faktor Frekuensi K Untuk Distribusi Log Pearson Tipe III
Koefisien Asimetri Cs Positif
Average Recurrence Interval in Years
1.1111 1.2500
2
5
10
25
50
Percent Chance
90
80
50
20
10
4
2
-0.660
-0.681
-0.702
-0.724
-0.747
-0.771
-0.795
-0.819
-0.844
-0.869
-0.895
-0.920
-0.945
-0.970
-0.994
-1.018
-1.041
-1.064
-1.086
-1.107
-1.128
-1.147
-1.166
-1.183
-1.200
-1.216
-1.231
-1.245
-1.258
-1.270

-0.636
-0.651
-0.666
-0.681
-0.696
-0.711
-0.725
-0.739
-0.752
-0.765
-0.777
-0.788
-0.799
-0.808
-0.817
-0.825
-0.832
-0.838
-0.844
-0.848
-0.852
-0.854
-0.856
-0.857
-0.857
-0.856
-0.855
-0.853
-0.850
-0.846

-0.396
-0.390
-0.384
-0.376
-0.368
-0.360
-0.351
-0.341
-0.330
-0.319
-0.307
-0.294
-0.282
-0.268
-0.254
-0.240
-0.225
-0.210
-0.195
-0.180
-0.164
-0.148
-0.132
-0.116
-0.099
-0.083
-0.066
-0.050
-0.033
-0.017

-2.326

-1.645

-1.282

-0.842

0

200

1000

1

0.5

0.1

0.420
1.180
2.278
3.152
4.051
4.970
7.15
0.440
1.195
2.277
3.134
4.013
4.909
7.03
0.460
1.210
2.275
3.114
3.973
4.847
6.92
0.479
1.224
2.272
3.093
3.932
4.783
6.79
0.499
1.238
2.267
3.071
3.889
4.718
6.67
0.518
1.250
2.262
3.048
3.845
4.652
6.55
0.537
1.262
2.256
3.023
3.800
4.584
6.42
0.555
1.274
2.248
2.997
3.753
4.515
6.30
0.574
1.284
2.240
2.970
3.705
4.444
6.17
0.592
1.294
2.230
2.942
3.656
4.372
6.04
0.609
1.302
2.219
2.912
3.605
4.298
5.91
0.627
1.310
2.207
2.881
3.553
4.223
5.78
0.643
1.318
2.193
2.848
3.499
4.147
5.64
0.660
1.324
2.179
2.815
3.444
4.069
5.51
0.675
1.329
2.163
2.780
3.388
3.990
5.37
0.690
1.333
2.146
2.743
3.330
3.910
5.23
0.705
1.337
2.128
2.706
3.271
3.828
5.10
0.719
1.339
2.108
2.666
3.211
3.745
4.96
0.732
1.340
2.087
2.626
3.149
3.661
4.81
0.745
1.341
2.066
2.585
3.087
3.575
4.67
0.758
1.340
2.043
2.542
3.022
3.489
4.53
0.769
1.339
2.018
2.498
2.957
3.401
4.39
0.780
1.336
1.993
2.453
2.891
3.312
4.24
0.790
1.333
1.967
2.407Faktor
2.824
3.223
4.10
Frekuensi K Untuk Distribusi Log Pearson Tipe III
0.800
1.328
1.939
2.359
2.755
3.132
3.96
Koefisien Asimetri
Cs Negatif
0.808
1.323
1.910
2.311
2.686
3.041
3.81
Skew
Average Recurrence
Interval in Years
0.816
1.317 1.0526
1.880 1.1111
2.261 1.2500
2.615
2.949
3.675
Coeff. 1.0101
2
10
25
50
0.824
1.309
1.849
2.211
2.544
2.856
3.52
(K)
Percent Chance
0.830
1.301 951.818 902.159
2.472
2.763
3.38
(%)
99
80
50
20
10
4
2
0.836
1.292
1.785
2.107
2.400
2.670
3.23

-2.326
1.282 -1.645
1.751
-0.1
-2.400
-1.673
-0.2
-2.472
-1.700
Sumber : Australian Rainfall and Runoff, Flood Analysis and Design, The Institution of Engineers, Australia, Page 111
-0.3
-2.544
-1.726
-0.4
2.615
-1.750
-0.5
-2.686
-1.774
-0.6
-2.755
-1.797
-0.7
-2.824
-1.819
-0.8
-2.891
-1.839
-0.9
-2.957
-1.858
-1.0
-3.022
-1.877
-1.1
-3.087
-1.894
-1.2
-3.149
-1.910
-1.3
-3.211
-1.925
-1.4
-3.271
-1.938
-1.5
-3.330
-1.951
-1.6
-3.388
-1.962
-1.7
-3.444
-1.972
-1.8
-3.499
-1.981
-1.9
-3.533
-1.989
-2.0
-3.605
-1.996
-2.1
-3.656
-2.001
-2.2
-3.705
-2.006
-2.3
-3.753
-2.009
-2.4
-3.800
-2.011
-2.5
-3.845
-2.012
-2.6
-3.889
-2.013
-2.7
-3.932
-2.012
-2.8
-3.973
-2.010
-2.9
-4.013
-2.007
-3
-4.051
-2.003

0

100

0
0.842

-1.282
2.054
-1.292
-1.301
-1.309
-1.317
-1.323
-1.328
-1.333
-1.336
-1.339
-1.340
-1.341
-1.340
-1.339
-1.337
-1.333
-1.329
-1.324
-1.318
-1.310
-1.302
-1.294
-1.284
-1.274
-1.262
-1.250
-1.238
-1.224
-1.210
-1.195
-1.180

-0.842
2.326
-0.836
-0.830
-0.824
-0.816
-0.808
-0.800
-0.790
-0.780
-0.769
-0.758
-0.745
-0.732
-0.719
-0.705
-0.690
-0.675
-0.660
-0.643
-0.627
-0.609
-0.592
-0.574
-0.555
-0.537
-0.518
-0.499
-0.479
-0.460
-0.440
-0.42

0.000
2.576
0.017
0.033
0.050
0.066
0.083
0.099
0.116
0.132
0.148
0.164
0.180
0.195
0.210
0.225
0.240
0.254
0.268
0.282
0.294
0.307
0.319
0.330
0.341
0.351
0.360
0.368
0.376
0.384
0.390
0.396

0.842
3.09

0.846
0.850
0.853
0.855
0.856
0.857
0.857
0.856
0.854
0.852
0.848
0.844
0.838
0.832
0.825
0.817
0.808
0.799
0.788
0.777
0.765
0.752
0.739
0.725
0.711
0.696
0.681
0.666
0.651
0.636

1.282
1.270
1.258
1.245
1.231
1.216
1.200
1.183
1.166
1.147
1.128
1.107
1.086
1.064
1.041
1.018
0.994
0.970
0.945
0.920
0.895
0.869
0.844
0.819
0.795
0.771
0.747
0.724
0.702
0.681
0.660

1.751
1.716
1.680
1.643
1.606
1.567
1.528
1.488
1.448
1.407
1.366
1.324
1.282
1.240
1.198
1.157
1.116
1.075
1.035
0.996
0.959
0.923
0.888
0.855
0.823
0.793
0.764
0.738
0.712
0.683
0.666

2.054
2.000
1.945
1.890
1.834
1.777
1.720
1.663
1.606
1.549
1.492
1.435
1.379
1.324
1.270
1.217
1.166
1.116
1.069
1.023
0.980
0.939
0.900
0.864
0.830
0.798
0.768
0.740
0.714
0.689
0.666

100

200

1000

1

0.5

0.1

2.326
2.252
2.178
2.104
2.029
1.955
1.880
1.806
1.733
1.660
1.588
1.518
1.449
1.383
1.318
1.256
1.197
1.140
1.087
1.037
0.990
0.946
0.905
0.867
0.832
0.799
0.769
0.740
0.714
0.690
0.667

2.576
2.482
2.388
2.294
2.201
2.108
2.016
1.926
1.837
1.749
1.664
1.581
1.501
1.424
1.351
1.282
1.216
1.155
1.097
1.044
0.995
0.949
0.907
0.869
0.833
0.800
0.769
0.741
0.714
0.690
0.667

3.09
2.95
2.81
2.67
2.53
2.40
2.27
2.14
2.02
1.90
1.79
1.68
1.58
1.48
1.39
1.31
1.24
1.17
1.11
1.05
1.00
0.95
0.91
0.87
0.83
0.80
0.77
0.74
0.71
0.69
0.67

Sumber : Australian Rainfall and Runoff, Flood Analysis and Design, The Institution of Engineers, Australia, Page 111

29

Universitas Sumatera Utara

D. Distribusi Log - Normal
Distribusi log-normal merupakan hasil transformasi dari distribusi
normal, yaitu mengubah nilai variat X menjadi logaritmik variat X. Distribusi
Log Pearson III akan menjadi distribusi log Normal jika koefisien
kepencengan nya (skewness) ; Cs = 0. Secara matematis distribusi log –
normal ditulis sebagai berikut :
Y = Y + k. S

(2.36)
3

Besarnya Skewness (Cs) =
Besarnya Kurtosis (Ck) =

8

+3

+6

(2.37)
6

+ 15.

4

+ 16

2

+3

(2.38)

dimana :
Y = nilai logaritmik nilai X, atau ln X
Y = rata-rata hitung nilai Y

S = deviasi standard
k = karakteristik distribusi peluang log normal (tabel 2.6 Nilai variabel reduksi
Gauss)
2.2.4 Uji Distribusi Probabilitas
Uji distribusi probabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah
persamaan distribusi probabilitas yang dipilih dapat mewakili distribusi statistik
sampel data yang dianalisis.
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa terdapat dua metode yang
sering dipakai untuk uji distribusi probabilitas yaitumetode Chi-Kuadrat dan
Smirnov-Kolmogorov.
2.2.4.1 Uji Chi-Kuadrat

30

Universitas Sumatera Utara

Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi sampel data yang dianalisis.
Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter χ2, yang dapat dihitung
dengan rumus berikut:
2
G (Oi − Ei )
i=1
Ei

χh2 =

χ h²

= Parameter Chi-Kuadrat terhitung,

G

= Jumlah Sub Kelompok,

Oi

= Jumlah Nilai Pengamatan pada Sub Kelompok I,

Ei

= Jumlah Nilai Teoritis pada Sub Kelompok i.

(2.39)

Parameter χh2 merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai χh2
sama atau lebih besar dari nilai chi-kuadrat sebenarnya (χ2) dapat dilihat pada
tabel 2.8:

Tabel 2.8. Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat (Soewarno, 2014)

31

Universitas Sumatera Utara

Dimana:
χh2

= Parameter Chi-Kuadrat terhitung

G

= Jumlah sub Kelompok

Oi

= Jumlah Nilai Pengamatan pada Sub Kelompok i

Ei

= Jumlah Nilai Teoritis pada Sub Kelompok i

Prosedur Uji Probabilitas metode Chi-Kuadrat adalah sebagai berikut:
1. Urutkan data pengamatan dengan cara mengurutkan data terbesar hingga data
terkecil atau sebaliknya,
2. Kelompokkan data menjadi G sub Grup yang masing-masing beranggotakan
minimal 4 data pengamatan,
3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap sub grup,
4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei,
5. Pada tiap-tiap sub grup hitung nilai:
(Oi - Ei)² atau

(Oi − Ei )²
Ei

Dimana:
Oi = Jumlah data Pengamatanpada Grup I,
Ei = Jumlah data dari Persamaan Distribusi pada grup i.
6. Jumlahkan seluruh G sub grup nilai (Oi - Ei)2 untuk menetukan nilai ChiKuadrat hitung.
7. Tentukan kuadrat kebebasan, dk = G – R -1 (nilai R=2 untuk distribusi normal
dan binormal).
Interpretasi hasil uji adalah sebagai berikut:
32

Universitas Sumatera Utara

 Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan
dapat diterima,
 Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan
tidak dapat diterima,
 Apabila peluang lebih dari 1% - 5%, maka tidak mungkin mengambil
keputusan (dibutuhkan data tambahan).
2.2.4.2 Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov – Kolgomorov sering disebut juga ujikecocokan
non parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi disribusi tertentu.
Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1)

Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan
besarnya peluang dengan rumus Weibull dari masing-masing data
tersebut
=

+1

100%

(2.40)

Dimana :

2)

P

= Peluang (%)

m

= Nomor urut data

n

= Jumlah data

X1

= P(X1)

(2.41)

X2

= P(X2)

(2.42)

X3

= P(X3), dan seterusnya

(2.43)

Urutkan

nilai

masing-masing

peliuang

teoritis

dari

hasil

penggambaran data (persamaan distribusinya)
X1 = P‟(X1)

(2.44)
33

Universitas Sumatera Utara

3)

X2 = P‟(X2

(2.45)

X3 = P‟(X3), dan seterusnya

(2.46)

Dari kedua nilai peluang tersebut ditentukan selisih terbesar antara
peluang pengamatan dengan peluang teoritis.
D = maksimum





(

)

(2.47)

Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov – Kolgomorovtest) tentukan

4)

harga Do.
5)

Apabila nilai D lebih kecil dari nilai Do maka distribusi teoritis

yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima, tetapi
apabila nilai D lebih besar dari nilai Do, maka distribusi teoritis yang digunakan
untuk menentukan distribusi tidak dapat diterima.
Nilai kritis, Do dapat dilihat pada tabel 2.9 berikut ini :

Tabel 2.9 Nilai Kritis Do Untuk Uji Smirnov – Kolmogorov
A
N
0,20

0,05

0,10

0,01

5

0,45

0,51

0,56

0,67

10

0,32

0,37

0,41

0,49

15

0,27

0,30

0,34

0,40

20

0,23

0,26

0,29

0,36

34

Universitas Sumatera Utara

25

0,21

0,24

0,27

0,32

30

0,19

0,22

0,24

0,29

35

0,18

0,20

0,23

0,27

40

0,17

0,19

0,21

0,25

45

0,16

0,18

0,20

0,24

50

0,15

0,17

0,19

0,23

1,07/n0,5

1,22/n0,5

1,36/n0,5

1,63/n0,5

n > 50

2.2.5

Hubungan antara Curah Hujan dan Limpasan
Hubungan antara curah hujan dan limpasan tidaklah langsung. Menurut

teori Hortonian Overland Flow (Chow, dkk, 1998) curah hujan yang yang telah
mengalami kehilangan oleh beberapa faktor (infiltrasi, evapotranspirasi,
tampungan permukaan) selanjutnya menjadi direct runoff (limpasan langsung)
pada outlet DAS dan dapat mengakibatkan tambahan aliran pada suatu hidrograf
aliran. Sisa hujan ini disebut hujan efektif (excess rainfall).
Horton (1993) dalam Seyhan (1990) menerangkan bahwa ada 4 tipe
peningkatan limpasan yang disebabkan oleh curah hujan, yaitu :
1) i < fc
p < dlt

: tidak terdapat limpasan permukaan
: semua air yang diinfiltrasikan tetap pada mintakat tak

jenuh
2) i < fc

: tidak terdapat limpasan permukaan.

35

Universitas Sumatera Utara

p > dlt : pengisian kembali air tanah dengan jumlah yang sama
dengan P
3) i > fc : terdapat limpasan permukaan
p < dlt : tidak terdapat pengisian kembali ar tanah
4) i > fc : terdapat limpasan permukaan
p > dlt : pengisian kembali air tanah
keterangan : i = intensitas curah hujan
p = curah hujan
fc = kapasitas infiltrasi
dlt = defisiensi lengas tanah.

2.2.5.1 Runoff Coefficient
Runoff coefficients diartikan sebagai besaran perbandingan antara
besarnya limpasan dengan besarnya curah hujan, atau dengan perkataan lain
runoff coefficient tersebut mengindikasikan perbedaan karakteristik resapan
atau infiltrasi suatu wilayah / daerah tangkapan hujan satu dengan yang
lainnya. Skematik pengertian run off coefficient tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :

36

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Ilustrasi terbentuknya limpasan permukaan (runoff)
Dari gambar di atas bahwa dapat dijelaskan bahwa tidak semua curah
hujan menjadi runoff atau limpasan, sebagian meresap ke dalam tanah melalui
infiltrasi. Besar kecilnya infiltrasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
dijelaskan pada sub bab 2.2.4.2.
Menurut Kamiana (2010) koefisien limpasan merupakan nisbah antara
puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Perkiraan atau pemilihan
nilai runoff coefficient (C) secara tepat sulit dilakukan, karena koefisien ini
antara lain bergantung dari kehilangan air (akibat infiltrasi, penguapan,
tampungan permukaan) serta intensitas dan lama hujan. Kenyataan di
lapangan sangat sulit menemukan daerah pengaliran yang homogen. Dalam
kondisi demikian maka koefisien limpasan dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
37

Universitas Sumatera Utara

C = C rata-rata =

=1

.

(2.48)

=1

Dimana : Ci = koefisien limpasan sub daerah pengaliran ke - i
= luas sub daerah pengaliran ke – i
n = jumlah sub daerah pengaliran
Besaran runoff coefficient untuk berbagai kondisi lingkungan
seperti tutupan lahan dan jenis tanah yang dapat dilihat pada tabel 2.9.
Tabel 2.10 Koefisien Limpasan berbagai karakteristik tanah dan tata guna lahan
(Sumber : Lily, 2010)
Karakteristik Tanah
Campuran Pasir/ Campuran kerikil

Geluh dan sejenisnya

Lempung dan sejenisnya

Tata Guna Lahan
Pertanian
Padang rumput
Hutan
Pertanian
Padang rumput
Hutan
Pertanian
Padang rumput
Hutan

Koefisien Limpasan (C)
0,2
0,15
0,10
0,40
0,35
0,30
0,50
0,45
0,40

2.2.5.2 Infiltrasi
Infiltrasi merupakan perpindahan air tanah dari atas ke dalam
permukaan tanah (surface) secara vertikal. Besarnya daya infiltrasi pada suatu
wilayah tangkapan hujan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis tanah,
kepadatan tanah, kelembaban tanah, dan kondisi vegetasi wilayah tersebut
(vegetal cover).

38

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Gambaran daya infiltrasi (Lily, 2010)
Untuk i > fp
fp (mm/jam)

i

fo (mm/jam)
t (jam)
Untuk i < fp
fp (mm/jam)

fo (mm/jam)
t (jam)
Keterangan :
i = intensitas hujan (mm/jam)
fo = daya infiltrasi awal (mm/jam)
t = waktu (jam)
fp = daya infiltrasi (mm/jam)

Faktor yang paling penting dalam infiltrasi adalah jenis tanah dan
kondisi vegetasi. Berikut diberi gambaran pada 2 jenis lapisan tanah.

39

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Gambaran perbandingan infiltrasi (Sri harto, 1993)
Gambar 2.5. a keadaan dimana lapisan tanah atas berupa tanah liat dan
lapisan bawah berupa tanah berpasir. Gambar 2.5. b keadaan dimana lapisan
tanah atas berupa tanah berpasir dan lapisan tanah bawah berupa tanah liat.
Jenis tanah berpasir umumnya cenderung memiliki laju infiltrasi dan perkolasi
yang tinggi sedangkan tanah liat cenderung memiliki laju infiltrasi dan
perkolasi yang rendah.
Selain itu ada pula pengaruh tanaman. Pengaruh tanaman di atas
permukaan terdapat dua buah, yaitu berfungsi

menghambat aliran air di

permukaan sehingga infiltrasi lebih besar, sedangkan kedua sistem akarakaran yang dapat lebih menggemburkan struktur tanahnya. Sehingga makin
baik tutupan tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung lebih tinggi.
2.2.5.3 Pemisahan Direct Runoff dan Base Flow
Menurut Subarkah (1980) bahwa untuk menentukan besarnya limpasan
langsung yang disebabkan oleh hujan, pemisahan komponen aliran menjadi
limpasan langsung dan aliran dasar perlu dilakukan. Pemisahan ini dapat
dilakukan dengan metode garis lurus. Pemisahan dengan metode garis lurus
merupakan cara pemisahan hidrograf yang paling sederhana, yaitu dengan
40

Universitas Sumatera Utara

menghubungkan titik dimana limpasan permukan mulai terjadi dengan titik
pemisah aliran dasar kurva resesi.
Menurut Soedarsono dan Takeda (1983) pemisahan ini dapat
dilakukan dengan menghubungkan titik di mana

hidrograf mulai naik,

dengan titik dimana terjadi perubahan kemiringan kurva resesi. Dan Wilson
(1969) menyatakan bahwa titik pada kurva resesi ini dapat ditentukan dengan
menghitung kemiringan kurva resesi pada tiap-tiap ruasnya. Letak titik
tersebut adalah pada ruas tempat terjadinya perubahan kemiringan yang
paling menyolok pada kurva resesi tersebut.

Gambar 2.6 Pemisahan aliran dasar dan limpasan langsung (Subarkah, 1980)

2.2.5.4 Limpasan
Jika dalam suatu aliran sungai tidak terdapat pencatatan debit aliran
sungai yang lengkap, maka debit limpasan dapat ditaksir/dihitung dengan
menggunakan metode simulasi hujan menjadi limpasan (rainfall - runoff model).
Ada beberapa teori untuk menentukan besarnya limpasan dari suatu wilayah
tangkapan hujan. Dalam tugas akhir ini dijelaskan salah satu teori diantaranya
yaitu Metode Mock.
41

Universitas Sumatera Utara

2.2.5.4.1

Metode F. J. Mock
Metode Mock dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock berdasarkan atas

daur hidrologi. Metode Mock merupakan satu dari sekian banyak metode yang
menjelaskan hubungan rainfall-runoff. Metode Mock merupakan suatu metode
untuk memperkirakan keberadaan air berdasarkan konsep water balance.
Keberadaan air yang dimaksud di sini adalah besarnya debit suatu daerah aliran
sungai. Data yang digunakan untuk memperkirakan debit ini berupa data
klimatologi dan karakteristik DAS.
Persamaan umum water balance adalah :
P = Ea + ΔGS + TRO

(2.49)

Water balance merupakan siklus tertutup, dimana tidak terjadi perubahan
groundwater storage atau ΔGS = 0. Maka persamaan water balance menjadi :
P = Ea + TRO

(2.50)

Secara garis besar model rainfall-runoff dapat dilihat pada gambar 2. 7 berikut.

Gambar 2.7 Bagan alir curah hujan dan limpasan
Data – data yang dibutuhkan dalam perhitungan dengan debit Metode Mock
ini adalah data klimatologi, luas, dan penggunaan lahan dari catchment area.
42

Universitas Sumatera Utara

Pada prinsipnya metode Mock memperhitungkan volume air yang masuk,
keluar dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang masuk
adalah hujan. Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi, dan yang dominan
adalah akibat evapotranspirasi. Secara skematik, perhitungan debit Mock
adalah seperti pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Bagian alir perhitungan debit dalam Mock
Uraian langkah – langkah perhitungan yang dilakukan dalam metode Mock
adalah :
1.

Perhitungan Evapotranspirasi Potensial
Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi

debit dari data curah hujan dan klimatologi dalam metode Mock. Ada
berbagai rumus empiris untuk mencari evapotrasnpirasi potensial seperti
yang dijelaskan pada sub bab 2.2.2 (2).

Dari antara rumus tersebut,

metode Mock menggunakan rumus Penman (persamaan 2.11). Rumus
Penman menggunakan data iklim seperti presipitasi, temperature,

43

Universitas Sumatera Utara

penyinaran matahari, kelembaban relative, dan penyinaran matahri
sehingga hasilnya lebih akurat.
2.

Perhitungan Evapotranspirasi Aktual
Evapotrasnpirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada

kondisi air yang tersedia terbatas. Evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh
proporsi permukaan luar yang tidak tertutup tumbuhan hijau (exposed
surface) pada musim kemarau. Besarnya exposed surface (m) berbedabeda untuk tiap daerah seperti ditampilkan pada tabel 2.
Tabel 2.11 Exposed surface (m) (Sudirman, 2002)

Selain exposed surface (m), evapotrasnpirasi aktual dipengaruh oleh
hari hujan (n), seperti pada formula di bawah ini :
ΔE = Ep

20

(18-n)

(2.51)

Evapotrasnpirasi potensial akan sama dengan evapotranspirasi aktual
(ΔE=0) jika:
a. Evapotranspirasi terjadi pada hutan primer atau hutan sekunder
dimana harga m = 0
b. Banyaknya hari hujan dalam bulan yang diamati pada daerah itu
sama dengan 18
Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotrasnpirasi potensial yang
memperhitungkan faktor exposed surface dan hari hujan dalam bulan
44

Universitas Sumatera Utara

yang diamati. Sehingga persamaan nya dapat dituliskan sebagai
berikut :
Eaktual = Ep – ΔE
3.

(2.52)

Perhitungan Water Surplus
Water surplus didefinisikan sebagai air hujan (presipitasi) yang

telah mengalami evapotrasnpirasi dan mengisi tampungan tanah (soil
storage, disingkat SS). Water surplus ini berpengaruh langsung pada
infiltrasi atau perkolasi dan total runoff yang merupakan komponen debit.
Persamaan water surplus (disingkat WS) adalah sebagai berikut :
WS = (P-Ea) + SS

(2.53)

Dengan memperhatikan gambar 2.9, maka water surplus
merupakan air limpasan permukaan ditambah dengan air yang mengalami
infiltrasi. Tampungan kelembaban tanah (soilmoisture storage, disingkat
SMS) terdiri dari kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity,
disingkat SMC), zona infiltrasi, limpasan permukaan tanah dan tampungan
tanah (soil storage, disingkat SS).
Gambar 2.9 Komponen Water Surplus

45

Universitas Sumatera Utara

Besarnya soil moisture capacity (SMC) tiap daerah tergantung dari
tipe tanaman penutup lahan (land cover) dan tipe tanahnya, seperti
ditunjukkan dalam tabel 2.12. Dalam metode Mock, tampungan
kelembaban tanah dihitung sebagai berikut :
SMS = ISMS + (P – Ea )

(2.54)

dengan :
ISMS = initialsoil moisture storage (tampungan kelembaban tanah awal),
merupakan soil moisture capacity (SMC) bulan sebelumnya
P-Ea = presipitasi yang telah mengalami evapotranspirasi
Asumsi yang dipakai Dr. F. J. Mock adalah air akan memenuhi
SMC terlebih dahulu sebelum water surplus tersedia untuk infiltrasi dan
perkolasi yang lebih dalam atau melimpas langsung (direct runoff). Ada
dua keadaan untuk menentukan SMC yaitu :


SMC = 200 mm / bulan, jika P – Ea < 0
Artinya soil moisture (tampungan tanah lembab telah mencapai
kapsasitas maksimumnya atau terlampaui sehingga air tidak disimpan
dalam tanah lembap. Ini berarti soil storage sama dengan 0 dan
besarnya water surplus sama dengan P – Ea.



SMC = SMC bulan sebelumnya + P – Ea jika P – Ea < 0
Untuk keadaan ini, tampungan tanah lembab (soil moisture storage)
belum mencapai kapasitas maksimum sehingga ada air yang disimpan
dalam tanah lembab. Besarnya air yang disimpan ini adalah P – Ea.
Karena air berusaha untuk mengisi kapasitas maksimumnya, maka
dalam keadaan ini tidak ada water surplus.
46

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya WS mengalami infiltrasi dan melimpas di permukaan.
Besarnya infiltrasi tergantung pada koefsien infiltrasi.
4.

Limpasan Total
Air hujan yang telah mengalami evapotrasnpirasi dan disimpan

dalam tanah lembab selanjutnya melimpas di permukaan (surface runoff)
dan mengalami perkolasi. Menurut Mock, besarnya infiltrasi adalah water
surplus (WS) dikalikan dengan koefisien infiltrasi (if), atau
Infiltrasi (i)

= WS x if

(2.55)

Koefisien infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas
daerah pengaliran. Lahan yang porous memiliki koefisien infiltrasi yang
besar. Sedangkan lahan yang terjal memiliki koefisien infiltrasi yang kecil,
karena air akan tidak sempat mengalami infiltrasi dan perkolasi ke dalam
tanah. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0 – 1
Dalam metode ini, ground water storage dipengaruhi oleh infiltrasi
(i), konstanta resesi aliran bulanan (K), dan ground storage bulan
sebelumnya (Gsom). Dari ketiga faktor tersebut groundwater storage (GS)
dirumuskan sebagai berikut :
GS

= {½ × (1 + K) × i }+ { K × Gsom }

(2.56)

Perubahan groundwater storage (∆GS) adalah selisih antara
groundwater storage bulan yang ditinjau dengan groundwater storage
bulan sebelumnya. Perhitungan base flow dihitung dalam bentuk
persamaan :
BF = i - ∆GS

(2.57)

Direct run off dihitung dengan persamaan :
47

Universitas Sumatera Utara

DRO

= WS – I

(2.58)

Setelah base flow dan direct run off, komponen pembentuk debit yang
lain adalah storm run off. Mock menetapkan bahwa:
a.

Jika presipitasi (P) > maksimum soil moisture capacity maka nilai
storm run off = 0.

b.

Jika P < maksimum soil moisture capacity maka storm run off adalah
jumlah curah hujan dalam satu bulan yang bersangkutan dikali
percentage factor, atau:
SRO = P x PF

(2.59)

Total run off (TRO) merupakan komponen-komponen pembentuk
debit sungai (stream flow) adalah jumlah antara base flow, direct run off
dan storm run off, atau :
TRO = BF + DRO + SRO

(2.60)

Jika TRO ini dikalikan dengan catchment area dalam km2 dengan suatu
angka konversi tertentu akan didapatkan besaran debit dalam m3/det.
Tabel 2.12 Nilai SMC berbagai jenis tanah

48

Universitas Sumatera Utara

2.3

Duration Curve
Duration curve merupakan suatu grafik yang memperlihatkan debit sungai

dan selama beberapa waktu tertentu dalam satu tahun, debit ini terdapat di dalam
sungai. Duration Curve digambarkan dari data-data debit, sekurang-kurangnya
selama 10 tahun. (Patty,1995)

Gambar 2.10 Contoh Duration Curve (Patty,1994)
Berdasarkan duration curve dari suatu aliran sungai dapat diambil beberapa daya
teoritis sebagai berikut :
a.

Daya teoritis minimal, yaitu daya yang terdapat dalam sungai selama

setahun penuh (365 hari atau 8760 jam); P100.
b.

Daya teoritis yang terdapat selama 95% (8322 jam) dari satu tahun; yakni

berdasarkan debit yang dapat diambil dari sungai selama 95%; P95.
c.

Daya teoritis yang terdapat selama 50% dari satu tahun (6 bulan atau 4380

jam) berdaskan debit yang diambil selama 6 bulan (4380 jam) dari sungai P50.

49

Universitas Sumatera Utara

d.

Daya teoritis berdasarkan debit rata-rata dari duration curve (Q rata-rata

adalah sedemikian besar hingga luas empat persegi panjang Qm x 365 hari = luas
duration curve); Pm.
2.4

Pembangkit Listrik Tenaga Air
Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) adalah pembangkit listrik yang

memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit per detik yang ada pada aliran air
saluran irigasi, sungai, atau air terjun. Berdasarkan daya outputnya, PLN
mengklasifikasikan pembangkit tenaga air menjadi 3 macam, yaitu : pembangkit
listrik tenaga mikrohidro (PLTMH), pembangkit listrik tenaga mini hidro
(PLTM), dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). PLTMH memiliki daya
output kurang dari 100 kW, PLTM memiliki daya output 100 – 1000 kW, dan
PLTA memiliki daya output lebih dari 1000 kW (Arya, 2012).

Gambar 2.11 Bagan sebuah PLTM (sumber : https://www.linkedin.com/)

50

Universitas Sumatera Utara

Komponen – komponen PLTM adalah :
a. bendung (weir) dan bangunan pengambil (intake)
b. bak pengendap (settling basin)
c. saluran pembawa (headrace)
d.

bak penenang (forebay)

e. pipa pesat (penstock)
f. rumah pembangkit (power house)
g. turbin dan generator
2.4.1

Konversi Energi Mekanik menjadi Energi Listrik
Sebagaimana telah disebutkan pada bagian awal bab ini bahwa energi

listrik yang dihasilkan dalam tugas akhir ini yakni berupa energi mekanik (energi
potensial, kinetik, dan tekanan). Formula yang digunakan untuk mengkonversikan
energi mekanik ke energi listrik dimaksud adalah :
P = 9.8 Q H (kW)

(2.61)

dimana : P = tenaga yang dikeluarkan secara teoritis (kW)
H = tinggi jatuh air efektif (m)
Q = debit air (m3/s)
Daya yang keluar dari generator dapat diperoleh dari perkalian efisiensi turbin dan
generator dengan daya yang keluar secara teoritis. Harvey (1993) berpendapat
bahwa tidak ada satu sistem konversi pun yang dapat mengirim daya sebesar daya
yang diserapnya - beberapa daya hilang akibat sistem itu sendiri dalam bentuk
friksi, panas, suara, dll. Sehingga, persamaan konversi daya adalah :
Daya yang masuk = Daya yang keluar + Kehilangan daya (losses)
atau
51

Universitas Sumatera Utara

Daya yang keluar = Daya yang masuk x Efisiensi konversi

Sehingga daya yang dapat dihasilkan menjadi :
Power Output = ecivilwork x epenstock x eturbine x egenerator x eline) x power
input

Gambar 2.12 Efisiensi untuk skema perjalanan air sampai menghasilkan daya
2.4.2

Komponen – komponen PLTM
Di dalam suatu skema mini hidro terdapat komponen – komponen penting

yang mana tiap komponen memilik fungsi masing masing yang sling
berkaitan. Komponen – komponen tersebut adalah sebagai berikut :
1.

Bendung (weir) dan Intake

Bendung selain berfungsi untuk menampung air, dalam skema PLTA, bendung
berfungsi untuk menaikkan tinggi muka air sehingga jumlah air akan mencukupi
untuk dialihkan ke intake. Dengan adanya bendung dan perhitungan hidrologi
maka tinggi muka air dapat dicari, baik saat debitnya tinggi atau rendah