62. INDUSTRY GOVERNMENT ACADEMICIAN COLLABORATION

Prosiding Pengabdian Seminar Nasional seri 6
"Menuju Masyarakat Madani dan Lestari"

“INDUSTRY-GOVERNMENT-ACADEMICIAN COLLABORATION”
MENUJU GOOD MANUFACTURING PRACTICE INDUSTRI OBAT
TRADISIONAL DI WILAYAH SLEMAN YOGYAKARTA
Farida Hayati1*, Lutfi Chabib1, Hady Anshory1, Jamalul Lail1
1

Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta-Indonesia
Email:*farida_hayati@yahoo.com

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara tropis dengan potensi tanaman yang secara turun temurun
digunakan sebagai obat tradisional. Jamu merupakan obat tradisional Indonesia yang telah
menjadi budaya masyarakat Indonesia sejak berabad silam. Dengan potensi yang dimiliki tersebut,
Indonesia mempunyai prospek untuk pengembangan jamu. Persoalan yang dihadapi oleh perajin
herbal diantaranya kesulitan dalam mengontrol kualitas dari produk para perajin herbal rumahan
karena sulitnya mendapatkan bahan baku yang sesuai standar, edukasi dalam proses pengolahan
yang sesuai standar, serta jaringan pemasaran dan tidak adanya lokasi di Jogjakarta sebagai sentra
bahan baku. Kegiatan pengembangan industri obat tradisional dilakukan dengan Focus Group

Discussion (FGD) dan analisis matriks SWOT untuk mendapatkan rumusan strategi pengembangan
agroindustri jamu instan. Workshop dan kunjungan ke laboratorium yang dimiliki Prodi Farmasi
UII serta kunjungan ke Museum Jamu Sidomuncul dengan kolaborasi pemerintah, akademisi, dan
industri yang diwakili oleh pengrajin herbal se-Kabupaten Sleman dilakukan untuk memberikan
pengetahuan kepada masyarakat terkait pengembangan industri obat herbal. Dampak positif
dirasakan sebagai hasil dari kegiatan ini dengan dibentuknya struktur organisasi kepengurusan
industri obat herbal dan terbentuknya miniatur taman tanaman herbal di kawasan Kecamatan
Harjobinangun.
Kata kunci: Obat tradisional, FGD, SWOT, industri oba t herbal

ABSTRACT
Indonesia is a tropical country with potential crops that have historically been used as a
traditional medicine. Jamu is a traditional medicine of Indonesia that has been the culture of
Indonesian society since centuries ago. With such potential, Indonesia has prospects for the
development of herbal medicine. The problem faced by the herbs artisans include the difficulty in
controlling the quality of the products of home herbal craftmens because of the difficulty in obtaining
the standard raw materials, education in the processing of the corresponding to the standards, as
well as the marketing network and absence of locations in Jogjakarta as the center of raw material.
Traditional medicine industry development activities were conducted with the Focus Group
Discussion (FGD) and SWOT matrix analysis to obtain the strategy formulation of the development

of instant herbal medicine agro-industry. The workshop and visitation to laboratories owned by
Prodi Farmasi UII and a visit to the Museum Jamu Sidomuncul with the collaboration of
government, academia, and industry, represent by herbal craftmens around Sleman undertaken to
provide knowledge to the public related to the development of herbal medicine industry. The positive
impact is felt as a result of these activities with the creation of the management organizational
structure and the establishment of herbal medicine industry miniature herb garden in the District of
Harjobinangun.
Keyword: Traditional medicine, FGD, SWOT, Traditional medicine industry

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara tropis dengan potensi tanaman yang secara turun temurun
digunakan sebagai obat tradisional. Jamu merupakan obat tradisional Indonesia yang telah
62

ISBN: 978-602-60361-3-1
Yogyakarta, 30 November 2016

menjadi budaya masyarakat Indonesia sejak berabad silam sebagai bagian dari upaya menjaga
kesehatan, menambah kebugaran, dan merawat kecantikan. Industri, usaha dan sub sektor jamu
dan obat tradisional serta kosmetik di Indonesia semakin berkembang sejak tahun 2008 melalui

kegiatan ”Jamu Brand Indonesia” yang dicanangkan oleh Presiden RI 2009-2014.
Jamu mempunyai peluang besar dengan adanya

kekayaan

keanekaragaman

hayati.

Indonesia dikenal secara luas sebagai mega center keanekaragaman hayati (biodiversity)
terbesar ke-2 di dunia setelah Brazil, terdiri dari tumbuhan tropis dan biota laut. Di wilayah
Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000, di antaranya ditengarai memiliki
khasiat sebagai obat. Sebanyak 2500 jenis di antaranya merupakan tanaman obat (Anonim,
2014).
Dengan potensi yang dimiliki tersebut, Indonesia mempunyai prospek untuk
pengembangan jamu bagi kepentingan kesehatan, produk industri, maupun pariwisata, dengan
sasaran pasar dalam negeri maupun internasional. Industri jamu telah masuk ke dalam 10
produk prospektif yang perlu dikembangkan karena memiliki potensi pasar menjanjikan di
pasar lokal maupun global. Terdapatnya tren back to nature mengakibatkan masyarakat
semakin menyadari pentingnya penggunaan bahan alami bagi kesehatan. Masyarakat semakin

memahami keunggulan penggunaan obat tradisional, antara lain: harga yang lebih murah,
kemudahan dalam memperoleh produk, dan mempunyai efek samping yang minimal
(Leonardus, 2013).
Namun, di sisi lain, pelaku usaha industri jamu masih menemui kendala dalam
menciptakan produk berkualitas, berdaya saing tinggi dan berorientasi pasar. Kendala yang
kedua adalah permasalahan akses permodalan pada usaha jamu tersebut. Dalam
mengembangkan usaha jamu di Indonesia, perlu dilakukan kerjasama antara perusahaan/
industri jamu dengan pemerintah dan institusi pendidikan dalam bidang penelitian untuk
mengembangkan teknologi, inovasi proses, pembuatan regulasi dan kebijakan industri jamu,
dan saintifikasi jamu untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat (Disca, 2014).
Klasifikasi produk herbal yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat & Makanan
(BPOM) terdiri dari Jamu, Ekstrak terstandar, Fitofarmaka dan Nutrasetika/Suplemen.
Pengembangan produk-produk obat herbal tersebut harus selalu dilandaskan pada paradigma
safety, quality, dan efficacy. tersedianya data scientific back up untuk keamanan dan khasiat

yang mencukupi, digunakannya cara preparasi dan formulasi yang terstandar, dilakukannya
metode kontrol kualitas yang teruji, dan diterapkannya panduan Good Manufacturing Practices
(GMP) dalam pembuatan produk jadi obat herbal. Iptek yang telah dihasilkan oleh Pusat Studi
Biofarmaka tentang GAP and GMP dapat dimanfaatkan untuk meningkat produktivitas &
63


Prosiding Pengabdian Seminar Nasional seri 6
"Menuju Masyarakat Madani dan Lestari"

pendapatan serta bermanfaat bagi masyarakat luas (Anonim, 2014).
Mitra pelaku industri obat tradisional skala rumah tangga di wilayah sleman saat ini dalam
bimbingan Disperindagkop Sleman Jogjakarta. Beberapa kesulitan dalam pengembangan
terlihat mulai dari sulitnya mendapatkan bahan baku yang standar, proses produksi,
pengemasan, hingga pemasaran dikeluhkan oleh para perajin obat tradisional skala rumah
tangga. Sebagai tujuan wisata nasional Jogjakarta memiliki potensi yang bisa dikembangkan
menjadi wisata herbal baik dalam bentuk desa / agro herbal yang bisa dikunjungi oleh
wisatawan, dan merupakan peluang emas untuk memasarkan produk jadi dari para perajin obat
tradisional ini, serta kedepan bisa dimanfaatkan oleh para peneliti dan para pecinta herbal untuk
belajar tentang obat tradisional berbasis tumbuhan.
Persoalan yang dihadapi oleh perajin herbal yang di kemukakan deperindakop sebagai
instansi pembimbing pelaku usaha herbal, diantaranya kesulitan dalam mengontrol kualitas dari
produk para perajin herbal rumahan, salah satu alasannya karena sulitnya mendapatkan bahan
baku / fresh material yang sesuai standar, edukasi / pendampingan dalam proses pengolahan
yang sesuai standar, serta jaringan pemasaran dan tidak adanya lokasi di Jogjakarta sebagai
sentra bahan baku .


METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD) dengan kegiatan sebagai
berikut:
1.

Pemaparan Perwakilan Pelaku Usaha Herbal mengenai kesulitan dalam produksi dari hulu
hingga hilir.

2.

Pemaparan Industri Herbal Rumah Tangga yag sudah sesuai dengan GMP oleh dosen Prodi
Farmasi UII bidang Formulasi Obat Herbal

3.

Pemaparan melakukan prosedur identifikasi keamanan obat herbal pada uji laboratorium
sebelum release ke pasar, oleh Dosen Prodi Farmasi UII bidang Farmakologi.

4.


Pemaparan Keamanan limbah dari bahan baku obat tradisional dari Dosen Ilmu Kimia.
Hasil luaran `Focus Group Discussion (FGD) dengan mengundang Deperidagkop, Prodi

Farmasi Universitas Islam Indonesia, perwakilan pelaku industri rumah tangga herbal di
Kabupaten Sleman.
1.

Mengidentifikasi peta agroindustri, bahan baku obat tradisional, jamu instan dan
mengetahui potensi agroindustri herbal (peringkat) di Jogjakarta.

2.
64

Merumuskan strategi pengembangan industri obat tradisonal (herbal) menggunakan

ISBN: 978-602-60361-3-1
Yogyakarta, 30 November 2016

analisis SWOT dengan terlebih dahulu mengidentifikasi faktor-faktor strategis (kekuatankelemahan-peluang-ancaman) dari perajin obat tradisonal (herbal).

Data mengenai faktor strategis dari setiap agroindustri jamu instan kemudian diolah
menggunakan alat analisis matriks SWOT untuk mendapatkan rumusan strategi pengembangan
agroindustri jamu instan. Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman dari faktor eksternal yang dihadapi oleh agroindustri jamu instan
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Analisis matriks SWOT
digambarkan ke dalam Matriks dengan 4 kemungkinan alternatif strategi, yaitu stategi
kekuatan-peluang (S-O strategies), strategi kelemahan-peluang (W-O strategies), strategi
kekuatan-ancaman (S-T strategies), dan strategi kelemahan-ancaman (W-T strategies) (Nuning,
2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pendampingan wirausaha pengusaha herbal se-Kabupaten Sleman difasilitasi
oleh Deperidagkop Kabupaten Sleman dengan pemateri yaitu Ibu Dr. Farida Hayati, M.Si.,
Apt., Bapak Hady Anshory, M.Sc., Apt. sebagai perwakilan dari Farmasi UII. Selain itu,
perwakilan dari Dinas Pertanian Kabupaten Sleman juga hadir sebagai pemateri pada kegiatan
ini.

(a)

(b)


Gambar 1. Kunjungan ke (a) Laboratorium Tanaman Obat, dan (b) Laboratorium Biologi
Farmasi milik Prodi Farmasi UII
Workshop pengrajin herbal se-Kabupaten Sleman dilakukan di Laboratorium Biologi
Farmasi dan Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Program Studi Farmasi UII didampingi oleh
Dosen Program Studi Farmasi UII. Dalam kegiatan workshop ini dilakukan kunjungan ke
Laboratorium Tanaman Obat Herbal Farmasi UII serta laboratorium-laboratorium lain yang
65

Prosiding Pengabdian Seminar Nasional seri 6
"Menuju Masyarakat Madani dan Lestari"

dimiliki Prodi Farmasi UII. Workshop ini merupakan kolaborasi antara Pemerintah yang
diwakili oleh Deperindagkop Kabupaten Sleman, akademisi yang diwakili oleh Dosen Prodi
Farmasi UII, serta industri yang diwakili oleh para pengrajin herbal se-Kabupaten Sleman.
Kunjungan ke Museum Jamu Sidomuncul dilakukan untuk memberikan gambaran cara
pengolahan simplisia menjadi jamu. Pada kunjungan tersebut dilakukan praktik pembuatan
jamu menggunakan metode sederhana yang dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat yang
membutuhkan banyak biaya untuk mengoperasikannya. Para peserta juga dilibatkan langsung
dalam praktik tersebut agar memberikan gambaran kepada peserta terkait cara pembuatan jamu.

Setelah melakukan kunjungan tersebut, peserta memiliki bekal pengetahuan untuk merintis
industri jamu.

(a)

(b)

(c)
Gambar 2. Kegiatan kunjungan ke Museum Jamu Sidomuncul
Produk yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan ini adalah terbentuknya struktur
organisasi industri herbal yang dalam kegiatan ini yang berperan sebagai pihak industri adalah
warga Kecamatan Harjobinangun, Kabupaten Sleman. Selain itu juga dibentuk miniatur taman
66

ISBN: 978-602-60361-3-1
Yogyakarta, 30 November 2016

tanaman herbal yang digunakan sebagai tempat penanaman tanaman herbal yang dapat
dijadikan sebagai sumber bahan baku pembuatan produk herbal.


(a)

(b)

Gambar 3. (a) Miniatur taman Tanaman Obat Keluarga (TOGA), dan (b) kegiatan penanaman
tanaman di miniatur taman TOGA
Pendekatan Pemecahan Masalah
Selama ini, para pelaku industri herbal mengalami banyak permasalahan yang dihadapi
dalam pengembangannya. Diantarnya keterbatasan sumber bahan baku yang akan diolah
menjadi produk jamu atau herbal serta kurangnya dukungan kelembagaan produksi yang
mencukupi untuk pengembangan bahan baku herbal. Petani juga menghadapi kendala struktural
berupa keterbatasan penguasaan keterampilan dan pengetahuan, ketiadaan sumber rujukan dan
informasi produksi, budidaya dan pengolahan yang akan mencirikan kualitas tanaman herbal,
serta kurangnya dukungan kelembagaan produksi (supporting institutions) yang mencukupi
untuk pengembangan tanaman herbal.
Untuk mengatasi berbagai hal di atas, penguatan dan pemberdayaan kelembagaan
(institutions empowerment and development) petani dipilih sebagai pendekatan pokok untuk
mempromosikan dan sebagai usaha untuk ‘membuka’ jaringan pasar tanaman herbal bagi para
petani. Jaringan kemitraan dan kerjasama para petani dengan Industri Obat Tradisional (IOT)
atau industri lainnya, merupakan prioritas pendekatan yang dilakukan, dengan tidak
mengabaikan peran dari pemerintah (Glover dan Kusterer 1990). Proses penguatan kapasitas
dan kelembagaan harus dilakukan secara berkesinambungan hingga mampu mengembangkan
sistem agribisnis tanaman herbal secara mandiri. Oleh karena itu pendekatan pendampingan
dipilih sebagai cara penting dalam upaya memberdayakan petani tanaman herbal.

67

Prosiding Pengabdian Seminar Nasional seri 6
"Menuju Masyarakat Madani dan Lestari"

Gambar 4. Kegiatan Focus Group Discussion (FGD)

Pengetahuan Petani Terkait Jenis dan Kegunaan Tanaman Herbal
Seluruh petani diharapkan mengetahui berbagai rimpang dari tanaman-tanaman seperti
jahe, kunyit, lengkuas, dan temulawak, yang merupakan tanaman yang menjadi sasaran utama
untuk dikembangkan. Dari semua jenis rimpang tersebut, hampir semua petani tidak
mengetahui cara mengolahnya. Selain itu, sebagian besar petani mempersepsikan kegunaan
rimpang tersebut sebagai bumbu atau rempah, dan sebagian yang lain untuk obat terutama
tanaman jahe yang sudah banyak dikenal dan ditanam oleh petani.

Mekanisme Pemasaran Tanaman Herbal
Ketika hasil panen telah ada, petani langsung menghubungi pedagang pengumpul yang
berada di desa tempat program dilaksanakan. Pedagang pengumpul ini pada umumnya juga
adalah petani yang menjadi anggota kelompok tani. Sebagian pedagang pengumpul kemudian
menjual hasil panen kepada ketua Kelompok Tani yang merangkap sebagai tengkulak besar
atau kepada tengkulak besar lainnya di luar kecamatan. Pengawasan dan pembinaan pemasaran
telah dilakukan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Balai Penyuluhan Pertanian
Perikanan Peternakan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Sleman. Namun pengawasan dan
pembinaan pemasaran tersebut masih terbatas pada penyuluhan dan pengikutsertaan Kelompok
Tani dalam pameran pembangunan baik di dalam maupun di luar kabupaten.

68

ISBN: 978-602-60361-3-1
Yogyakarta, 30 November 2016

Gambar 1. Existing pemasaran model tanaman herbal yang akan dikembangkan (modifikasi
dari Sundawati, dkk, 2012).

Analisis Potensi Pengembangan Tanaman Herbal
a. Peningkatan kemampuan produsen dalam diversifikasi produk herbal dengan harga yang
terjangkau pasar.
Kemampuan produsen herbal dalam hal diversifikasi produk masih perlu ditingkatkan,
terutama untuk produk-produk herbal dengan harga yang relatif terjangkau di pasar. Upayaupaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan produsen dalam diversifikasi
produk herbal, antara lain dengan mengembangkan berbagai produk herbal yang sesuai
kebutuhan dan keinginan konsumen.
b. Peningkatan akses pasar bagi diversifikasi produk herbal
Kemampuan akses pasar untuk produk diversifikasi oleh produsen herbal selama ini
masih relatif rendah, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan akses pasar
produk diversifikasi herbal, oleh karena produk herbal ini masih belum banyak dikenal dan

69

Prosiding Pengabdian Seminar Nasional seri 6
"Menuju Masyarakat Madani dan Lestari"

dijadikan pilihan oleh masyarakat luas. Hal tersebut dimungkinkan dapat tercapai mengingat
produk herbal semakin lama semakin banyak produk substitusi di masyarakat.
c. Peningkatan akses permodalan melalui akses lembaga pembiayaan
Produsen herbal selama ini masih mengandalkan modal untuk usahanya dari modal
sendiri, belum banyak produsen herbal yang mengajukan ke lembaga pembiayaan seperti bank,
koperasi, dan lembaga pembiayaan lain. Hal tersebut dikarenakan produsen jamu instan selama
ini masih merasa cukup dengan modal sendiri untuk membiayai usahanya.
Tabel 1. Matrik SWOT pengembangan bahan baku industri herbal (Setyowati, dkk, 2012).

d. Pengembangan diversifikasi produk dengan tetap menjaga kualitas produk
Produk herbal yang selama ini dikembangkan oleh produsen produk herbal masih
monoton, sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan aneka ragam jenis produk, yang
semakin lama akan semakin banyak produk substitusi lain. Selain dengan diversifikasi produk
herbal, menjadi berbagai macam produk herbal, juga perlu tetap menjaga kualitas produk
maupun produk diversifikasi herbal.
70

ISBN: 978-602-60361-3-1
Yogyakarta, 30 November 2016

e. Peningkatan kemampuan produsen dalam akses bahan baku yang berkualitas dengan harga
yang terjangkau
Ketersediaan untuk bahan baku lokal masih kurang terpenuhi dalam jumlah yang besar,
dan kualitas bahan baku herbal juga masih relatif rendah, sehingga produk herbal yang
dihasilkan kurang dapat memberikan hasil produk yang berkualitas tinggi. Masalah bahan baku
selain dari kurangnya ketersediaan bahan baku, juga kualitas bahan baku lokal yang juga masih
kurang baik. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan produsen
herbal dalam mengakses bahan baku yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, melalui
lembaga atau kelompok tani yang berperan dalam penyediaan dan distribusi bahan baku herbal.
Sementara itu perlu dilakukan juga upaya dari penanaman varietas bahan baku herbal seperti
lengkuas, jahe, dan lain-lain, yang berkualitas tinggi.
f. Peningkatan kualitas produk dengan bahan baku lokal
Produsen herbal selama ini masih memproduksi secara monoton, sehingga belum ada
variasi produk herbal. Kualitas herbal yang diproduksi masih cukup baik, dengan masih
mengandalkan bahan baku lokal, yang harganya tergantung waktu panen tanamanan bahan
baku herbal. Hal tersebut menyebabkan produk herbal yang dihasilkan juga berfluktuasi. Oleh
karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas produk herbal dengan kualitas
bahan baku yang baik.
g. Perkuatan permodalan terutama dalam hal pengadaan bahan baku
Produsen herbal selama ini masih mengandalkan modal sendiri dalam penyediaan
modal bagi usahanya, sehingga dalam pengembangan usahanya memerlukan modal dari luar
modal sendiri untuk mengembangkan usaha jamu instan. Selama ini dengan modal sendiri,
produsen herbal masih kesulitan dalam hal pembelian bahan baku terutama bahan baku dengan
kualitas baik, yang harganya relatif tinggi, terutama pada saat harga bahan baku herbal yang
berfluktuasi. Apabila pada saat harga bahan baku meningkat cukup banyak, produsen kesulitan
untuk membeli, karena keterbatasan modal sendiri. Oleh karena itu, perlu upaya untuk
memperkuat modal usaha bagi produsen herbal, terutama dengan meningkatkan akses produsen
herbal kepada lembaga pembiayaan, terutama perbankan. Selain itu juga dengan pola kredit
bahan baku bisa dilakukan melalui koperasi atau kelompok produsen untuk memudahkan
produsen herbal dalam mengakses bahan baku.
h. Pengembangan kemitraan usaha dalam hal pengadaan bahan baku
Upaya mengembangkan jejaring kemitraan usaha dengan pihak-pihak lain perlu
dilakukan, terutama dalam hal pengadaan bahan baku herbal, misalnya dengan lembaga formal
71

Prosiding Pengabdian Seminar Nasional seri 6
"Menuju Masyarakat Madani dan Lestari"

yang khusus menangani tata niaga bahan baku jamu instan (koperasi/KUD, kelompok tani, dan
lain-lain). Hal ini dikarenakan ketersediaan bahan baku produk herbal selama ini masih
berfluktuasi.

KESIMPULAN
Kegiatan pengembangan industri obat tradisional yang dilakukan dengan menggunakan metode
Focus Group Discussion (FGD) memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan

industri obat tradisional di Kecamatan Harjobinangun, Kabupaten Sleman dengan dibentuknya
struktur organisasi kepengurusan industri obat herbal dan terbentuknya miniatur taman tanaman
herbal di kawasan Kecamatan Harjobinangun.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini didanai oleh skema Pengabdian Masyarakat Kolaborasi Nasional Direktorat
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Warta Ekspor Obat Herbal Tradisional No.5 tahun 2014, Deperindag.
Disca, C.A. 2014. Kajian Etnobotani Tanaman Obat (Herbal) Dan Kemanfaatannya Dalam
Usaha Menunjang Kesehatan Keluarga Di Dusun Turgo, Purwobinangun, Pakem,
Sleman, Skripsi, Fakultas Biologi, UIN.
Glover, D., Kusterer, K. 1990. Small Farmers Big Business: Contract Farming and Rural
Development. Macmillan. Basingstoke and London.
Leonardus, B. 2013. Kemitraan Global Dalam Penelitian dan Pengembangan Bahan Baku Obat
Untuk Mencapai Tujuan Milenium Indonesia, Pusat Penelitian LIPI.
Setyowati, N., Fajarningsih, R.U., Adi, K. 2012. Analisis potensi dan strategi pengembangan
jamu instan di Kabupaten Karanganyar.
Sundawati, L., Purnaningsih, N., Purwakusumah, E.D. 2012. Pengembangan model kemitraan
dan pemasaran terpadu biofarmaka dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar hutan
di Kabupaten Sukabumi, propinsi Jawa Barat. Seminar Nasional Ekspose Hasil Insentif
Riset. 1-7.

72