UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 1999
TENTANG
PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa Negara Kesat uan Republik Indonesi a menyelenggarakan pemerint ahan dan pembangunan
unt uk mencapai masyarakat adil, makmur dan merat a, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945;
b. bahwa pembangunan daerah sebagai bagian int egral dari pembangunan nasional dilaksanakan
melalui ot onomi daerah dan pengat uran sumber daya nasional, yang memberi kesempat an bagi
peningkat an demokrasi dan kinerj a daerah yang berdaya guna dan berhasil guna dalam
penyelenggaraan pemerint ahan, pelayanan masyarakat dan pembangunan unt uk meningkat kan
kesej aht eraan masyarakat menuj u masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepot isme,
unt uk it u diperlukan keikut sert aan masyarakat , ket erbukaan dan pert anggungj awaban kepada
masyarakat ;
c. bahwa unt uk mendukung penyelenggaraan ot onomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber
pembiayaan berdasarkan desent ralisasi, dekonsent rasi dan t ugas pembant uan, perlu diat ur
perimbangan keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah berupa sist em keuangan yang diat ur
berdasarkan pembagian kewenangan, t ugas, dan t anggung j awab yang j elas ant ar t ingkat
pemerint ahan;
d. bahwa Undang-undang Nomor 32 t ahun 1956 t ent ang Perimbangan Keuangan Ant ara Negara dengan
Daerah-daerah yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya Sendiri, sudah t idak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan sert a adanya kebut uhan dan aspirasi masyarakat dalam mendukung ot onomi
daerah maka perlu dit et apkan Undang-undang yang mengat ur perimbangan keuangan ant ara
Pemerint ah Pusat dan Daerah.
Mengingat :
1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 ayat (4), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ket et apan Maj elis Permusyawarat an Rakyat Nomor XV/ MPR/ 1998 t ent ang Penyelenggaraan Ot onomi
Daerah, Pengat uran, Pembagian dan Pemanf aat an Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, sert a
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesat uan Republik Indonesia;
3. Undang-undang Nomor 22 t ahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839).
Dengan Perset uj uan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menet apkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Perimbangan Keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah adalah suat u sist em pembiayaan
pemerint ahan dalam kerangka negara kesat uan, yang mencakup pembagian keuangan ant ara
Pemerint ah Pusat dan Daerah sert a pemerat aan ant ar-Daerah secara proporsional, demokrat is,
adil dan t ransparan dengan memperhat ikan pot ensi, kondisi dan kebut uhan Daerah, sej alan
dengan kewaj iban dan pembagian kewenangan sert a t at a cara penyelenggaraan kewenangan
t ersebut , t ermasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya;
Pemerint ah Pusat adalah Pemerint ah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Pemerint ah Daerah adalah Pemerint ah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Ot onomi Daerah adalah Ot onomi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Daerah Ot onom, yang selanj ut nya disebut Daerah, adalah Daerah Ot onom sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Kepala Daerah adalah Gubernur bagi Daerah Propinsi at au Bupat i bagi Daerah Kabupat en at au
Walikot a bagi Daerah Kot a sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanj ut nya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang
Pemerint ahan Daerah;
Desent ralisasi adalah Desent ralisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Dekonsent rasi adalah dekonsent rasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22
t ahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Tugas Pembant uan adalah Tugas Pembant uan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Sekret ariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah salah sat u Sekret ariat
dalam Dewan Pert imbangan Ot onomi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Anggaran Pendapat an dan Belanj a Negara, yang selanj ut nya disingkat APBN, adalah suat u
rencana keuangan t ahunan Negara yang dit et apkan berdasarkan Undang-undang t ent ang
Anggaran Pendapat an dan Belanj a Negara;
Anggaran Pendapat an dan Belanj a Daerah, yang selanj ut nya disingkat APBD, adalah suat u
rencana keuangan t ahunan Daerah yang dit et apkan berdasarkan Perat uran Daerah t ent ang
Anggaran Pendapat an dan Belanj a Daerah;
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan
kepada Daerah unt uk membiayai kebut uhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desent ralisasi;
Pinj aman Daerah adalah semua t ransaksi yang mengakibat kan Daerah menerima dari pihak lain
sej umlah uang at au manf aat bernilai uang sehi ngga Daerah t ersebut dibebani kewaj iban unt uk
membayar kembali, t idak t ermasuk kredit j angka pendek yang lazim t erj adi dalam
perdagangan;
Anggaran Dekonsent rasi adalah pelaksanaan APBN di Daerah Propinsi, yang mencakup semua
penerimaan dan pengeluaran unt uk membiayai pelaksanaan Dekonsent rasi;
17. Anggaran Tugas Pembant uan adalah pelaksanaan APBN di Daerah dan Desa, yang mencakup
semua penerimaan dan pengeluaran unt uk membiayai pelaksanaan Tugas Pembant uan;
18. Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan t uj uan
pemerat aan kemampuan keuangan ant ar-Daerah unt uk membiayai kebut uhan pengeluarannya
dalam rangka pelaksanaan Desent ralisasi;
19. Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah
unt uk membant u membiayai kebut uhan t ert ent u;
20. Dokumen Daerah adalah semua dokumen yang dit erbit kan Pemerint ah Daerah yang bersif at
t erbuka dan dit empat kan dalam Lembaran Daerah.
BAB II
DASAR-DASAR PEMBIAYAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 2
(1)
Penyelenggaraan t ugas Daerah dalam rangka pelaksanaan Desent ralisasi dibiayai at as beban APBD.
(2)
Penyelenggaraan t ugas Pemerint ahan Pusat yang dilaksanakan oleh perangkat Daerah Propinsi
dalam rangka pelaksanaan Dekonsent rasi dibiayai at as beban APBN.
(3)
Penyelenggaraan t ugas Pemerint ahan Pusat yang dilaksanakan oleh perangkat Daerah dan Desa
dalam rangka Tugas Pembant uan dibiayai at as beban APBN.
(4)
Penyerahan at au pelimpahan kewenangan Pemerint ah Pusat kepada Gubernur at au penyerahan
kewenangan at au penugasan Pemerint ah Pusat kepada Bupat i/ Walikot a diikut i dengan
pembiayaannya.
BAB III
SUMBER-SUMBER PENERIMAAN PELAKSANAAN DESENTRALISASI
Bagian Pert ama
Sumber-Sumber Penerimaan Daerah
Pasal 3
Sumber-sumber penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desent ralisasi adalah:
a. Pendapat an Asli Daerah;
b. Dana Perimbangan;
c. Pinj aman Daerah;
d. Lain-lain Penerimaan yang sah.
Bagian Kedua
Sumber Pendapat an Asli Daerah
Pasal 4
Sumber Pendapat an Asli Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a t erdiri dari:
a. hasil paj ak Daerah;
b. hasil ret ribusi Daerah;
c. hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan;
d. lain-lain Pendapat an Asli Daerah yang sah.
Pasal 5
(1)
Ket ent uan mengenai paj ak Daerah dan ret r ibusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
huruf a dan huruf b diat ur dengan Undang-undang.
(2)
Ket ent uan mengenai perusahaan milik Daerah dan pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang
dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c diat ur sesuai dengan perat uran
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ket iga
Dana Perimbangan
Pasal 6
(1)
Dana Perimbangan t erdiri dari :
a. Bagian Daerah dari penerimaan Paj ak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak at as Tanah dan
Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam;
b. Dana Alokasi Umum;
c. Dana Alokasi Khusus.
(2)
Penerimaan Negara dari Paj ak Bumi dan Bangunan dibagi dengan imbangan 10% (sepuluh persen)
unt uk Pemerint ah Pusat dan 90% (sembilan puluh persen) unt uk Daerah.
(3)
Penerimaan Negara dari Bea Perolehan Hak at as Tanah dan Bangunan dibagi dengan imbangan 20%
(dua puluh persen) unt uk Pemerint ah Pusat dan 80% (delapan puluh persen) unt uk Daerah.
(4) 10% (sepuluh persen) penerimaan Paj ak Bumi dan Bangunan dan 20% (dua puluh persen)
penerimaan Bea Perolehan Hak at as Tanah dan Bangunan yang menj adi bagian dari Pemerint ah
Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibagikan kepada seluruh Kabupat en dan
Kot a.
(5)
Penerimaan Negara dari sumber daya alam sekt or kehut anan, sekt or pert ambangan umum, dan
sekt or perikanan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) unt uk Pemerint ah Pusat dan 80%
(delapan puluh persen) unt uk daerah.
(6)
Penerimaan Negara dari sumber daya alam sekt or pert ambangan minyak dan gas alam yang
dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkut an dibagi dengan imbangan sebagai berikut :
a. Penerimaan Negara dari pert ambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah Daerah set elah
dikurangi komponen paj ak sesuai dengan ket ent uan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85%
(delapan puluh lima persen) unt uk Pemerint ah Pusat dan 15% (lima belas persen) unt uk Daerah.
b. Penerimaan Negara dari pert ambangan gas alam yang berasal dari wilayah Daerah set elah
dikurangi komponen paj ak sesuai dengan ket ent uan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70%
(t uj uh puluh persen) unt uk Pemerint ah Pusat dan 30% (t iga puluh persen) unt uk Daerah.
Pasal 7
(1)
Dana Alokasi Umum dit et apkan sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen) dari Penerimaan
Dalam Negeri yang dit et apkan dalam APBN.
(2)
Dana Alokasi Umum unt uk Daerah Propinsi dan unt uk Daerah Kabupat en/ Kot a dit et apkan masingmasing 10% (sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen) dari Dana Alokasi Umum
sebagaimana yang dit et apkan pada ayat (1).
(3)
Dalam hal t erj adi perubahan kewenangan diant ara Daerah Propinsi dan Daerah Kabupat en/ Kot a,
persent ase Dana Alokasi Umum unt uk Daerah Propinsi dan Daerah Kabupat en/ Kot a sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan perubahan t ersebut .
(4)
Dana Alokasi Umum unt uk suat u Daerah Propinsi t ert ent u dit et apkan berdasarkan perkalian j unlah
Dana Alokasi Umum unt uk seluruh Daerah Propinsi yang dit et apkan dalam APBN, dengan porsi
Daerah Propinsi yang bersangkut an.
(5)
Porsi Daerah Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan proporsi bobot Daerah
Propinsi yang bersangkut an t erhadap j umlah bobot semua Daerah Propinsi di seluruh Indonesia.
(6)
Dana Alokasi Umum unt uk suat u Daerah Kabupat en/ Kot a t ert ent u dit et apkan berdasarkan
perkalian j umlah Dana Alokasi Umum unt uk seluruh Daerah Kabupat en/ Kot a yang dit et apkan dalam
APBN dengan porsi daerah Kabupat en/ Kot a yang bersangkut an.
(7)
Porsi Daerah Kabupat en/ Kot a sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan proporsi bobot
Daerah Kabupat en/ Kot a yang bersangkut an t erhadap j umlah bobot semua Daerah Kabupat en/ Kot a
di seluruh Indonesia.
(8)
Bobot Daerah dit et apkan berdasarkan :
a. kebut uhan wilayah ot onomi Daerah;
b. pot ensi ekonomi Daerah.
(9)
Penghit ungan dana alokasi umum berdasarkan rumus sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat
(5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) dilakukan oleh Sekret ariat Bi dang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah.
Pasal 8
(1)
Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada Daerah t ert ent u unt uk membant u
membiayai kebut uhan khusus, dengan memperhat ikan t ersedianya dana dalam APBN.
(2)
Kebut uhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. kebut uhan yang t idak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum; dan/ at au
b. kebut uhan yang merupakan komit men at au priorit as nasional.
(3)
Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) t ermasuk yang berasal dari dana
reboisasi.
(4)
Dana reboisasi dibagi dengan imbangan:
a. 40% (empat puluh persen) dibagikan kepada Daerah penghasil sebagaimana Dana Alokasi Khusus.
b. 60% (enam puluh persen) unt uk Pemerint ah Pusat .
(5)
Kecuali dalam rangka reboisasi, Daerah yang mendapat pembiayaan kebut uhan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyediakan dana pendamping dari APBD sesuai dengan
kemampuan Daerah yang bersangkut an.
Pasal 9
Besarnya j umlah Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dit et apkan set iap
t ahun anggaran dalam APBN.
Pasal 10
Ket ent uan lebih lanj ut t ent ang t at a cara penghit ungan dan penyaluran at as bagian Daerah dari
penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat
(6) dan rumus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8),
sert a Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.
Bagian Keempat
Pinj aman Daerah
Pasal 11
(1)
Daerah dapat melakukan pinj aman dari sumber dalam negeri unt uk membiayai sebagian
anggarannya.
(2)
Daerah melakukan pinj aman dari sumber luar negeri melalui Pemerint ah Pusat .
(3)
Daerah dapat melakukan pi nj aman j angka panj ang guna membiayai pembangunan prasarana yang
merupakan aset Daerah dan dapat menghasilkan penerimaan unt uk pembayaran kembali pinj aman,
sert a memberikan manf aat bagi pelayanan masyarakat .
(4)
Daerah dapat melakukan pi nj aman j angka pendek guna pengat uran arus kas dalam rangka
pengelolaan kas Daerah.
Pasal 12
(1)
Pinj aman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan dengan perset uj uan DPRD.
(2)
Pinj aman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhat ikan
kemampuan Daerah unt uk memenuhi kewaj ibannya.
(3)
Agar set iap orang dapat menget ahuinya, set iap perj anj ian pinj aman yang dilakukan oleh Daerah
diumumkan dalam Lembaran Daerah.
Pasal 13
(1)
Daerah dilarang melakukan Pinj aman Daerah yang menyebabkan t erlampauinya bat as j umlah
Pinj aman Daerah yang dit et apkan.
(2)
Daerah dilarang melakukan perj anj ian yang bersif at penj aminan sehingga mengakibat kan beban
at as keuangan Daerah.
(3)
Pelanggaran t erhadap ket ent uan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dikenakan
sanksi sesuai perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 14
(1)
Semua pembayaran yang menj adi kewaj iban Daerah at as Pinj aman Daerah merupakan salah sat u
priorit as dalam pengeluaran APBD.
(2)
Dalam hal Daerah t idak memenuhi kewaj iban pembayaran at as Pinj aman Daerah dari Pemerint ah
Pusat , maka Pemerint ah Pusat dapat memperhit ungkan kewaj iban t ersebut dengan Dana Alokasi
Umum kepada Daerah.
Pasal 15
Pelaksanaan Pinj aman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, pasal 12, pasal 13, dan Pasal 14
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Bagian Kelima
Dana Darurat
Pasal 16
(1)
Unt uk keperluan mendesak kepada Daerah t ert ent u diberikan Dana Darurat yang berasal dari
APBN.
(2)
Prosedur dan t at a cara penyaluran Dana Darurat sesuai dengan ket ent uan yang berlaku bagi APBN.
BAB IV
PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN DEKONSENTRASI
Pasal 17
(1)
Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan Dekonsent rasi disalurkan kepada Gubernur melalui
Depart emen/ Lembaga Pemerint ah Non Depart emen yang bersangkut an.
(2)
Pert anggungj awaban at as pembiayaan pelaksanaan Dekonsent rasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Gubernur kepada Pemerint ah Pusat melalui Depart emen/ Lembaga
Pemerint ah Non Depart emen yang bersangkut an.
(3)
Administ rasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan Dekonsent rasi dilakukan secara t erpisah
dari administ rasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan Desent ralisasi.
(4)
Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Dekonsent rasi diadminist rasikan
dalam Anggaran Dekonsent rasi.
(5)
Dalam hal t erdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan t erhadap pengeluaran dana
Dekonsent rasi, maka sisa anggaran lebih t ersebut diset or ke Kas Negara.
(6)
Pemeriksaan pembiayaan pelaksanaan Dekonsent rasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh inst ansi pemeriksa keuangan Negara.
(7)
Ket ent uan lebih lanj ut t ent ang pembiayaan pelaksanaan Dekonsent rasi diat ur dengan Perat uran
Pemerint ah.
BAB V
PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMBANTUAN
Pasal 18
(1)
Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembant uan disalurkan kepada Daerah dan Desa
melalui Depart emen/ Lembaga Pemerint ah Non Depart emen yang menugaskannya.
(2)
Pert anggungj awaban at as pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembant uan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Daerah dan Desa kepada Pemerint ah Pusat melalui
Depart emen/ Lembaga Pemerint ah Non Depart emen yang menugaskannya.
(3)
Administ rasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembant uan dilakukan secara
t erpisah dari administ rasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan Desent ralisasi.
(4)
Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Tugas Pembant uan
diadminist rasikan dalam Anggaran Tugas Pembant uan.
(5)
Dalam hal t erdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan t erj adap pengeluaran dana Tugas
Pembat uan, maka sisa anggaran lebih t ersebut diset or ke Kas Negara.
(6)
Pemeriksaan pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembant uan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh inst ansi pemeriksa keuangan Negara.
(7)
Ket ent uan lebih lanj ut t ent ang pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembant uan diat ur dengan
Perat uran Pemerint ah.
BAB VI
PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN DESENTRALISASI
Bagian Pert ama
Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan dalam Pelaksanaan Desent ralisasi
Pasal 19
(1)
Semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Desent ralisasi dicat at dan dikelola
dalam APBD.
(2)
Semua penerimaan dan pengeluaran Daerah yang t idak berkait an dengan pelaksanaan
Dekonsent rasi at au Tugas Pembant uan merupakan penerimaan dan pengeluaran dalam rangka
pelaksanaan Desent ralisasi.
(3)
APBD, Perubahan APBD, dan Perhit ungan APBD dit et apkan dengan Perat uran Daerah.
(4)
APBD, Perubahan APBD, dan Perhit ungan APBD merupakan Dokumen Daerah.
Pasal 20
(1)
APBD dit et apkan dengan Perat uran Daerah pali ng lambat 1 (sat u) bulan set elah APBN dit et apkan.
(2)
Perubahan APBD dit et apkan dengan Perat uran Daerah selambat -lambat nya 3 (t iga) bulan sebelum
berakhirnya t ahun anggaran.
(3)
Perhit ungan APBD dit et apkan paling lambat 3 (t iga) bulan set elah berakhirnya t ahun anggaran
yang bersangkut an.
Pasal 21
Anggaran pengeluaran dalam APBD t idak boleh melebihi anggaran penerimaan.
Pasal 22
(1)
Daerah dapat membent uk dana cadangan guna membiayai kebut uhan t ert ent u.
(2)
Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicadangkan dari sumber penerimaan Daerah.
(3)
Set iap pembent ukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dit et apkan dengan
Perat uran Daerah.
(4)
Semua sumber penerimaan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan semua
pengeluaran at as beban dana cadangan diadminist rasikan dalam APBD.
Pasal 23
(1)
Ket ent uan t ent ang pokok-pokok pengelolaan keuangan Daerah diat ur dengan Perat uran Daerah.
(2)
Sist em dan prosedur pengelol aan keuangan Daerah diat ur dengan Keput usan Kepala Daerah sesuai
dengan Perat uran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kedua
Laporan Pert angungj awaban Keuangan Daerah
Pasal 24
(1)
Kepala Daerah menyampaikan laporan pert anggungj awaban kepada DPRD mengenai:
a. pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan
Pasal 22;
b. kinerj a keuangan Daerah dari segi ef isiensi dan ef ekt ivit as keuangan dalam pelaksanaan
Desent ralisasi.
(2)
DPRD dalam sidang pleno t erbuka menerima at au menolak dengan memint a unt uk
menyempurnakan laporan pert anggungj awaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Laporan pert anggungj awaban keuangan Daerah merupakan Dokumen Daerah.
Bagian Ket iga
Pemeriksaan Keuangan Daerah
Pasal 25
Pemeriksaan at as pelaksanaan, pengelolaan, dan pert anggungj awaban keuangan Daerah dilakukan
sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26
Ket ent uan t ent ang pokok-pokok pengelolaan dan pert anggungj awaban keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24, diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.
BAB VII
SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH
Pasal 27
(1)
Pemerint ah Pusat menyelenggarakan suat u sist em inf ormasi keuangan Daerah.
(2)
Inf ormasi yang dimuat dalam sist em inf ormasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan dat a t erbuka yang dapat diket ahui masyarakat .
(3)
Ket ent uan lebih lanj ut mengenai penyelenggar aan sist em inf ormasi keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diat ur dengan Keput usan Ment eri Keuangan.
Pasal 28
(1)
Daerah waj ib menyampaikan inf ormasi yang berkait an dengan keuangan Daerah kepada
Pemerint ah Pusat t ermasuk Pinj aman Daerah.
(2)
Pelaksanaan ket ent uan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.
BAB VIII
SEKRETARIAT BIDANG PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH
Pasal 29
(1)
Sekret ariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah bert ugas mempersiapkan rekomendasi
Dewan Pert imbangan Ot onomi Daerah mengenai perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sert a
hal-hal lain yang berkait an dengan pengelolaan keuangan Daerah.
(2)
Ket ent uan lebih lanj ut mengenai Sekret ariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diat ur dengan
Keput usan Presiden.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
(1)
Perat uran perundang-undangan yang berkai t an dengan keuangan Daerah sepanj ang t idak
bert ent angan dan belum disesuaikan dengan Undang-undang ini masih t et ap berlaku.
(2)
Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selambat -lambat nya 2 (dua) t ahun
set elah Undang-undang ini diberlakukan.
Pasal 31
(1)
Dalam APBN dapat dialokasikan dana unt uk langsung membiayai urusan Desent ralisasi selain dari
sumber penerimaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2)
Ket ent uan pada ayat (1) hanya berlaku pali ng lama 2 (dua) t ahun anggaran sej ak diundangkannya
Undang-undang ini.
(3)
Pembiayaan langsung dari APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ket ent uan
Pasal 19 ayat (1).
(4)
Set iap t ahun anggaran, ment eri-ment eri t eknis t erkait menyusun laporan semua proyek dan
kegiat an yang diperinci menurut :
a. sekt or dan subsekt or unt uk belanj a pembangunan;
b. unit organisasi depart emen/ lembaga pemeri nt ah non depart emen unt uk pengeluaran rut in;
c. proyek dan kegiat an yang pelaksanaannya dikelola oleh Pemerint ah Pusat , sert a proyek dan
kegiat an yang pelaksanaannya dikelola oleh Daerah unt uk semua belanj a.
(5)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada DPR.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 32 Tahun 1956 t ent ang Perimbangan
Keuangan Ant ara Negara Dengan Daerah-Daerah, Yang Berhak Mengurus Rumah-Tangganya Sendiri
(Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 77, Tambahan Lemabaran Negara Nomor 1442) dinyat akan t idak
berlaku.
Pasal 33
Undang-undang ini mulai berlaku pada t anggal diundangkan.
Agar supaya set iap orang menget ahuinya, memeri nt ahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempat annya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakart a
Pada t anggal 19 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakart a
Pada t anggal 19 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROF. DR. H. MULADI, S. H.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1999 NOMOR 72
NOMOR 25 TAHUN 1999
TENTANG
PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa Negara Kesat uan Republik Indonesi a menyelenggarakan pemerint ahan dan pembangunan
unt uk mencapai masyarakat adil, makmur dan merat a, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945;
b. bahwa pembangunan daerah sebagai bagian int egral dari pembangunan nasional dilaksanakan
melalui ot onomi daerah dan pengat uran sumber daya nasional, yang memberi kesempat an bagi
peningkat an demokrasi dan kinerj a daerah yang berdaya guna dan berhasil guna dalam
penyelenggaraan pemerint ahan, pelayanan masyarakat dan pembangunan unt uk meningkat kan
kesej aht eraan masyarakat menuj u masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepot isme,
unt uk it u diperlukan keikut sert aan masyarakat , ket erbukaan dan pert anggungj awaban kepada
masyarakat ;
c. bahwa unt uk mendukung penyelenggaraan ot onomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber
pembiayaan berdasarkan desent ralisasi, dekonsent rasi dan t ugas pembant uan, perlu diat ur
perimbangan keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah berupa sist em keuangan yang diat ur
berdasarkan pembagian kewenangan, t ugas, dan t anggung j awab yang j elas ant ar t ingkat
pemerint ahan;
d. bahwa Undang-undang Nomor 32 t ahun 1956 t ent ang Perimbangan Keuangan Ant ara Negara dengan
Daerah-daerah yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya Sendiri, sudah t idak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan sert a adanya kebut uhan dan aspirasi masyarakat dalam mendukung ot onomi
daerah maka perlu dit et apkan Undang-undang yang mengat ur perimbangan keuangan ant ara
Pemerint ah Pusat dan Daerah.
Mengingat :
1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 ayat (4), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ket et apan Maj elis Permusyawarat an Rakyat Nomor XV/ MPR/ 1998 t ent ang Penyelenggaraan Ot onomi
Daerah, Pengat uran, Pembagian dan Pemanf aat an Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, sert a
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesat uan Republik Indonesia;
3. Undang-undang Nomor 22 t ahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839).
Dengan Perset uj uan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menet apkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Perimbangan Keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah adalah suat u sist em pembiayaan
pemerint ahan dalam kerangka negara kesat uan, yang mencakup pembagian keuangan ant ara
Pemerint ah Pusat dan Daerah sert a pemerat aan ant ar-Daerah secara proporsional, demokrat is,
adil dan t ransparan dengan memperhat ikan pot ensi, kondisi dan kebut uhan Daerah, sej alan
dengan kewaj iban dan pembagian kewenangan sert a t at a cara penyelenggaraan kewenangan
t ersebut , t ermasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya;
Pemerint ah Pusat adalah Pemerint ah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Pemerint ah Daerah adalah Pemerint ah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Ot onomi Daerah adalah Ot onomi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Daerah Ot onom, yang selanj ut nya disebut Daerah, adalah Daerah Ot onom sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Kepala Daerah adalah Gubernur bagi Daerah Propinsi at au Bupat i bagi Daerah Kabupat en at au
Walikot a bagi Daerah Kot a sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanj ut nya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang
Pemerint ahan Daerah;
Desent ralisasi adalah Desent ralisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Dekonsent rasi adalah dekonsent rasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22
t ahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Tugas Pembant uan adalah Tugas Pembant uan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Sekret ariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah salah sat u Sekret ariat
dalam Dewan Pert imbangan Ot onomi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah;
Anggaran Pendapat an dan Belanj a Negara, yang selanj ut nya disingkat APBN, adalah suat u
rencana keuangan t ahunan Negara yang dit et apkan berdasarkan Undang-undang t ent ang
Anggaran Pendapat an dan Belanj a Negara;
Anggaran Pendapat an dan Belanj a Daerah, yang selanj ut nya disingkat APBD, adalah suat u
rencana keuangan t ahunan Daerah yang dit et apkan berdasarkan Perat uran Daerah t ent ang
Anggaran Pendapat an dan Belanj a Daerah;
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan
kepada Daerah unt uk membiayai kebut uhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desent ralisasi;
Pinj aman Daerah adalah semua t ransaksi yang mengakibat kan Daerah menerima dari pihak lain
sej umlah uang at au manf aat bernilai uang sehi ngga Daerah t ersebut dibebani kewaj iban unt uk
membayar kembali, t idak t ermasuk kredit j angka pendek yang lazim t erj adi dalam
perdagangan;
Anggaran Dekonsent rasi adalah pelaksanaan APBN di Daerah Propinsi, yang mencakup semua
penerimaan dan pengeluaran unt uk membiayai pelaksanaan Dekonsent rasi;
17. Anggaran Tugas Pembant uan adalah pelaksanaan APBN di Daerah dan Desa, yang mencakup
semua penerimaan dan pengeluaran unt uk membiayai pelaksanaan Tugas Pembant uan;
18. Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan t uj uan
pemerat aan kemampuan keuangan ant ar-Daerah unt uk membiayai kebut uhan pengeluarannya
dalam rangka pelaksanaan Desent ralisasi;
19. Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah
unt uk membant u membiayai kebut uhan t ert ent u;
20. Dokumen Daerah adalah semua dokumen yang dit erbit kan Pemerint ah Daerah yang bersif at
t erbuka dan dit empat kan dalam Lembaran Daerah.
BAB II
DASAR-DASAR PEMBIAYAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 2
(1)
Penyelenggaraan t ugas Daerah dalam rangka pelaksanaan Desent ralisasi dibiayai at as beban APBD.
(2)
Penyelenggaraan t ugas Pemerint ahan Pusat yang dilaksanakan oleh perangkat Daerah Propinsi
dalam rangka pelaksanaan Dekonsent rasi dibiayai at as beban APBN.
(3)
Penyelenggaraan t ugas Pemerint ahan Pusat yang dilaksanakan oleh perangkat Daerah dan Desa
dalam rangka Tugas Pembant uan dibiayai at as beban APBN.
(4)
Penyerahan at au pelimpahan kewenangan Pemerint ah Pusat kepada Gubernur at au penyerahan
kewenangan at au penugasan Pemerint ah Pusat kepada Bupat i/ Walikot a diikut i dengan
pembiayaannya.
BAB III
SUMBER-SUMBER PENERIMAAN PELAKSANAAN DESENTRALISASI
Bagian Pert ama
Sumber-Sumber Penerimaan Daerah
Pasal 3
Sumber-sumber penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desent ralisasi adalah:
a. Pendapat an Asli Daerah;
b. Dana Perimbangan;
c. Pinj aman Daerah;
d. Lain-lain Penerimaan yang sah.
Bagian Kedua
Sumber Pendapat an Asli Daerah
Pasal 4
Sumber Pendapat an Asli Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a t erdiri dari:
a. hasil paj ak Daerah;
b. hasil ret ribusi Daerah;
c. hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan;
d. lain-lain Pendapat an Asli Daerah yang sah.
Pasal 5
(1)
Ket ent uan mengenai paj ak Daerah dan ret r ibusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
huruf a dan huruf b diat ur dengan Undang-undang.
(2)
Ket ent uan mengenai perusahaan milik Daerah dan pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang
dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c diat ur sesuai dengan perat uran
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ket iga
Dana Perimbangan
Pasal 6
(1)
Dana Perimbangan t erdiri dari :
a. Bagian Daerah dari penerimaan Paj ak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak at as Tanah dan
Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam;
b. Dana Alokasi Umum;
c. Dana Alokasi Khusus.
(2)
Penerimaan Negara dari Paj ak Bumi dan Bangunan dibagi dengan imbangan 10% (sepuluh persen)
unt uk Pemerint ah Pusat dan 90% (sembilan puluh persen) unt uk Daerah.
(3)
Penerimaan Negara dari Bea Perolehan Hak at as Tanah dan Bangunan dibagi dengan imbangan 20%
(dua puluh persen) unt uk Pemerint ah Pusat dan 80% (delapan puluh persen) unt uk Daerah.
(4) 10% (sepuluh persen) penerimaan Paj ak Bumi dan Bangunan dan 20% (dua puluh persen)
penerimaan Bea Perolehan Hak at as Tanah dan Bangunan yang menj adi bagian dari Pemerint ah
Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibagikan kepada seluruh Kabupat en dan
Kot a.
(5)
Penerimaan Negara dari sumber daya alam sekt or kehut anan, sekt or pert ambangan umum, dan
sekt or perikanan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) unt uk Pemerint ah Pusat dan 80%
(delapan puluh persen) unt uk daerah.
(6)
Penerimaan Negara dari sumber daya alam sekt or pert ambangan minyak dan gas alam yang
dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkut an dibagi dengan imbangan sebagai berikut :
a. Penerimaan Negara dari pert ambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah Daerah set elah
dikurangi komponen paj ak sesuai dengan ket ent uan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85%
(delapan puluh lima persen) unt uk Pemerint ah Pusat dan 15% (lima belas persen) unt uk Daerah.
b. Penerimaan Negara dari pert ambangan gas alam yang berasal dari wilayah Daerah set elah
dikurangi komponen paj ak sesuai dengan ket ent uan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70%
(t uj uh puluh persen) unt uk Pemerint ah Pusat dan 30% (t iga puluh persen) unt uk Daerah.
Pasal 7
(1)
Dana Alokasi Umum dit et apkan sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen) dari Penerimaan
Dalam Negeri yang dit et apkan dalam APBN.
(2)
Dana Alokasi Umum unt uk Daerah Propinsi dan unt uk Daerah Kabupat en/ Kot a dit et apkan masingmasing 10% (sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen) dari Dana Alokasi Umum
sebagaimana yang dit et apkan pada ayat (1).
(3)
Dalam hal t erj adi perubahan kewenangan diant ara Daerah Propinsi dan Daerah Kabupat en/ Kot a,
persent ase Dana Alokasi Umum unt uk Daerah Propinsi dan Daerah Kabupat en/ Kot a sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan perubahan t ersebut .
(4)
Dana Alokasi Umum unt uk suat u Daerah Propinsi t ert ent u dit et apkan berdasarkan perkalian j unlah
Dana Alokasi Umum unt uk seluruh Daerah Propinsi yang dit et apkan dalam APBN, dengan porsi
Daerah Propinsi yang bersangkut an.
(5)
Porsi Daerah Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan proporsi bobot Daerah
Propinsi yang bersangkut an t erhadap j umlah bobot semua Daerah Propinsi di seluruh Indonesia.
(6)
Dana Alokasi Umum unt uk suat u Daerah Kabupat en/ Kot a t ert ent u dit et apkan berdasarkan
perkalian j umlah Dana Alokasi Umum unt uk seluruh Daerah Kabupat en/ Kot a yang dit et apkan dalam
APBN dengan porsi daerah Kabupat en/ Kot a yang bersangkut an.
(7)
Porsi Daerah Kabupat en/ Kot a sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan proporsi bobot
Daerah Kabupat en/ Kot a yang bersangkut an t erhadap j umlah bobot semua Daerah Kabupat en/ Kot a
di seluruh Indonesia.
(8)
Bobot Daerah dit et apkan berdasarkan :
a. kebut uhan wilayah ot onomi Daerah;
b. pot ensi ekonomi Daerah.
(9)
Penghit ungan dana alokasi umum berdasarkan rumus sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat
(5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) dilakukan oleh Sekret ariat Bi dang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah.
Pasal 8
(1)
Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada Daerah t ert ent u unt uk membant u
membiayai kebut uhan khusus, dengan memperhat ikan t ersedianya dana dalam APBN.
(2)
Kebut uhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. kebut uhan yang t idak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum; dan/ at au
b. kebut uhan yang merupakan komit men at au priorit as nasional.
(3)
Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) t ermasuk yang berasal dari dana
reboisasi.
(4)
Dana reboisasi dibagi dengan imbangan:
a. 40% (empat puluh persen) dibagikan kepada Daerah penghasil sebagaimana Dana Alokasi Khusus.
b. 60% (enam puluh persen) unt uk Pemerint ah Pusat .
(5)
Kecuali dalam rangka reboisasi, Daerah yang mendapat pembiayaan kebut uhan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyediakan dana pendamping dari APBD sesuai dengan
kemampuan Daerah yang bersangkut an.
Pasal 9
Besarnya j umlah Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dit et apkan set iap
t ahun anggaran dalam APBN.
Pasal 10
Ket ent uan lebih lanj ut t ent ang t at a cara penghit ungan dan penyaluran at as bagian Daerah dari
penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat
(6) dan rumus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8),
sert a Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.
Bagian Keempat
Pinj aman Daerah
Pasal 11
(1)
Daerah dapat melakukan pinj aman dari sumber dalam negeri unt uk membiayai sebagian
anggarannya.
(2)
Daerah melakukan pinj aman dari sumber luar negeri melalui Pemerint ah Pusat .
(3)
Daerah dapat melakukan pi nj aman j angka panj ang guna membiayai pembangunan prasarana yang
merupakan aset Daerah dan dapat menghasilkan penerimaan unt uk pembayaran kembali pinj aman,
sert a memberikan manf aat bagi pelayanan masyarakat .
(4)
Daerah dapat melakukan pi nj aman j angka pendek guna pengat uran arus kas dalam rangka
pengelolaan kas Daerah.
Pasal 12
(1)
Pinj aman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan dengan perset uj uan DPRD.
(2)
Pinj aman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhat ikan
kemampuan Daerah unt uk memenuhi kewaj ibannya.
(3)
Agar set iap orang dapat menget ahuinya, set iap perj anj ian pinj aman yang dilakukan oleh Daerah
diumumkan dalam Lembaran Daerah.
Pasal 13
(1)
Daerah dilarang melakukan Pinj aman Daerah yang menyebabkan t erlampauinya bat as j umlah
Pinj aman Daerah yang dit et apkan.
(2)
Daerah dilarang melakukan perj anj ian yang bersif at penj aminan sehingga mengakibat kan beban
at as keuangan Daerah.
(3)
Pelanggaran t erhadap ket ent uan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dikenakan
sanksi sesuai perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 14
(1)
Semua pembayaran yang menj adi kewaj iban Daerah at as Pinj aman Daerah merupakan salah sat u
priorit as dalam pengeluaran APBD.
(2)
Dalam hal Daerah t idak memenuhi kewaj iban pembayaran at as Pinj aman Daerah dari Pemerint ah
Pusat , maka Pemerint ah Pusat dapat memperhit ungkan kewaj iban t ersebut dengan Dana Alokasi
Umum kepada Daerah.
Pasal 15
Pelaksanaan Pinj aman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, pasal 12, pasal 13, dan Pasal 14
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Bagian Kelima
Dana Darurat
Pasal 16
(1)
Unt uk keperluan mendesak kepada Daerah t ert ent u diberikan Dana Darurat yang berasal dari
APBN.
(2)
Prosedur dan t at a cara penyaluran Dana Darurat sesuai dengan ket ent uan yang berlaku bagi APBN.
BAB IV
PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN DEKONSENTRASI
Pasal 17
(1)
Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan Dekonsent rasi disalurkan kepada Gubernur melalui
Depart emen/ Lembaga Pemerint ah Non Depart emen yang bersangkut an.
(2)
Pert anggungj awaban at as pembiayaan pelaksanaan Dekonsent rasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Gubernur kepada Pemerint ah Pusat melalui Depart emen/ Lembaga
Pemerint ah Non Depart emen yang bersangkut an.
(3)
Administ rasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan Dekonsent rasi dilakukan secara t erpisah
dari administ rasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan Desent ralisasi.
(4)
Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Dekonsent rasi diadminist rasikan
dalam Anggaran Dekonsent rasi.
(5)
Dalam hal t erdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan t erhadap pengeluaran dana
Dekonsent rasi, maka sisa anggaran lebih t ersebut diset or ke Kas Negara.
(6)
Pemeriksaan pembiayaan pelaksanaan Dekonsent rasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh inst ansi pemeriksa keuangan Negara.
(7)
Ket ent uan lebih lanj ut t ent ang pembiayaan pelaksanaan Dekonsent rasi diat ur dengan Perat uran
Pemerint ah.
BAB V
PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMBANTUAN
Pasal 18
(1)
Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembant uan disalurkan kepada Daerah dan Desa
melalui Depart emen/ Lembaga Pemerint ah Non Depart emen yang menugaskannya.
(2)
Pert anggungj awaban at as pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembant uan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Daerah dan Desa kepada Pemerint ah Pusat melalui
Depart emen/ Lembaga Pemerint ah Non Depart emen yang menugaskannya.
(3)
Administ rasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembant uan dilakukan secara
t erpisah dari administ rasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan Desent ralisasi.
(4)
Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Tugas Pembant uan
diadminist rasikan dalam Anggaran Tugas Pembant uan.
(5)
Dalam hal t erdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan t erj adap pengeluaran dana Tugas
Pembat uan, maka sisa anggaran lebih t ersebut diset or ke Kas Negara.
(6)
Pemeriksaan pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembant uan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh inst ansi pemeriksa keuangan Negara.
(7)
Ket ent uan lebih lanj ut t ent ang pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembant uan diat ur dengan
Perat uran Pemerint ah.
BAB VI
PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN DESENTRALISASI
Bagian Pert ama
Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan dalam Pelaksanaan Desent ralisasi
Pasal 19
(1)
Semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Desent ralisasi dicat at dan dikelola
dalam APBD.
(2)
Semua penerimaan dan pengeluaran Daerah yang t idak berkait an dengan pelaksanaan
Dekonsent rasi at au Tugas Pembant uan merupakan penerimaan dan pengeluaran dalam rangka
pelaksanaan Desent ralisasi.
(3)
APBD, Perubahan APBD, dan Perhit ungan APBD dit et apkan dengan Perat uran Daerah.
(4)
APBD, Perubahan APBD, dan Perhit ungan APBD merupakan Dokumen Daerah.
Pasal 20
(1)
APBD dit et apkan dengan Perat uran Daerah pali ng lambat 1 (sat u) bulan set elah APBN dit et apkan.
(2)
Perubahan APBD dit et apkan dengan Perat uran Daerah selambat -lambat nya 3 (t iga) bulan sebelum
berakhirnya t ahun anggaran.
(3)
Perhit ungan APBD dit et apkan paling lambat 3 (t iga) bulan set elah berakhirnya t ahun anggaran
yang bersangkut an.
Pasal 21
Anggaran pengeluaran dalam APBD t idak boleh melebihi anggaran penerimaan.
Pasal 22
(1)
Daerah dapat membent uk dana cadangan guna membiayai kebut uhan t ert ent u.
(2)
Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicadangkan dari sumber penerimaan Daerah.
(3)
Set iap pembent ukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dit et apkan dengan
Perat uran Daerah.
(4)
Semua sumber penerimaan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan semua
pengeluaran at as beban dana cadangan diadminist rasikan dalam APBD.
Pasal 23
(1)
Ket ent uan t ent ang pokok-pokok pengelolaan keuangan Daerah diat ur dengan Perat uran Daerah.
(2)
Sist em dan prosedur pengelol aan keuangan Daerah diat ur dengan Keput usan Kepala Daerah sesuai
dengan Perat uran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kedua
Laporan Pert angungj awaban Keuangan Daerah
Pasal 24
(1)
Kepala Daerah menyampaikan laporan pert anggungj awaban kepada DPRD mengenai:
a. pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan
Pasal 22;
b. kinerj a keuangan Daerah dari segi ef isiensi dan ef ekt ivit as keuangan dalam pelaksanaan
Desent ralisasi.
(2)
DPRD dalam sidang pleno t erbuka menerima at au menolak dengan memint a unt uk
menyempurnakan laporan pert anggungj awaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Laporan pert anggungj awaban keuangan Daerah merupakan Dokumen Daerah.
Bagian Ket iga
Pemeriksaan Keuangan Daerah
Pasal 25
Pemeriksaan at as pelaksanaan, pengelolaan, dan pert anggungj awaban keuangan Daerah dilakukan
sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26
Ket ent uan t ent ang pokok-pokok pengelolaan dan pert anggungj awaban keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24, diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.
BAB VII
SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH
Pasal 27
(1)
Pemerint ah Pusat menyelenggarakan suat u sist em inf ormasi keuangan Daerah.
(2)
Inf ormasi yang dimuat dalam sist em inf ormasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan dat a t erbuka yang dapat diket ahui masyarakat .
(3)
Ket ent uan lebih lanj ut mengenai penyelenggar aan sist em inf ormasi keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diat ur dengan Keput usan Ment eri Keuangan.
Pasal 28
(1)
Daerah waj ib menyampaikan inf ormasi yang berkait an dengan keuangan Daerah kepada
Pemerint ah Pusat t ermasuk Pinj aman Daerah.
(2)
Pelaksanaan ket ent uan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.
BAB VIII
SEKRETARIAT BIDANG PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH
Pasal 29
(1)
Sekret ariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah bert ugas mempersiapkan rekomendasi
Dewan Pert imbangan Ot onomi Daerah mengenai perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sert a
hal-hal lain yang berkait an dengan pengelolaan keuangan Daerah.
(2)
Ket ent uan lebih lanj ut mengenai Sekret ariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diat ur dengan
Keput usan Presiden.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
(1)
Perat uran perundang-undangan yang berkai t an dengan keuangan Daerah sepanj ang t idak
bert ent angan dan belum disesuaikan dengan Undang-undang ini masih t et ap berlaku.
(2)
Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selambat -lambat nya 2 (dua) t ahun
set elah Undang-undang ini diberlakukan.
Pasal 31
(1)
Dalam APBN dapat dialokasikan dana unt uk langsung membiayai urusan Desent ralisasi selain dari
sumber penerimaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2)
Ket ent uan pada ayat (1) hanya berlaku pali ng lama 2 (dua) t ahun anggaran sej ak diundangkannya
Undang-undang ini.
(3)
Pembiayaan langsung dari APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ket ent uan
Pasal 19 ayat (1).
(4)
Set iap t ahun anggaran, ment eri-ment eri t eknis t erkait menyusun laporan semua proyek dan
kegiat an yang diperinci menurut :
a. sekt or dan subsekt or unt uk belanj a pembangunan;
b. unit organisasi depart emen/ lembaga pemeri nt ah non depart emen unt uk pengeluaran rut in;
c. proyek dan kegiat an yang pelaksanaannya dikelola oleh Pemerint ah Pusat , sert a proyek dan
kegiat an yang pelaksanaannya dikelola oleh Daerah unt uk semua belanj a.
(5)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada DPR.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 32 Tahun 1956 t ent ang Perimbangan
Keuangan Ant ara Negara Dengan Daerah-Daerah, Yang Berhak Mengurus Rumah-Tangganya Sendiri
(Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 77, Tambahan Lemabaran Negara Nomor 1442) dinyat akan t idak
berlaku.
Pasal 33
Undang-undang ini mulai berlaku pada t anggal diundangkan.
Agar supaya set iap orang menget ahuinya, memeri nt ahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempat annya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakart a
Pada t anggal 19 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakart a
Pada t anggal 19 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROF. DR. H. MULADI, S. H.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1999 NOMOR 72